Dosen Pengampu :
Dr. Meity Sasinggala, M.Si.
Prof. Dr. Anatje Lihiang, MP
Drs. Jefry D. Raturandang, M.Pd.
Dr. Wuena Pinaria, MSi
Di susun oleh :
Andreas Woinalang 22 502 003
Migel Kamuntuan 22 502 013
Gulbudin Idris 17 502 008
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena anugerah, berkat rahmat dan kasih
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Terimakasih kami sampaikan kepada Dosen pengampu mata kuliah yang telah
membimbing dan mengarahkan kami sehingga penyusunan makalah ini boleh terselesaikan.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan dan
selayaknya masih perlu dilengkapi sedemikian rupa. Untuk itu, dibutuhkan saran dan kritik yang
membangun untuk menunjang kesempurnaan makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua
yang membacanya.
PENULIS
KELOMPOK 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
1.3 Tujuan.................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................
1. Bunga....................................................................................................................
A. Bunga Jantan.....................................................................................................
B. Bunga Betina.....................................................................................................
1 Kesimpulan...........................................................................................................
PENDAHULUAN
Alat reproduksi pada tumbuhan ganggang (Algae) memiliki struktur yang sederhana,
tersusun dari sekumpulan sel yang mengalami spesialisasi untuk membentuk gamet jantan dan
bagian yang lain membentuk gamet betina. Pada ganggang perang (Phaeophyta) dan ganggang
merah (Rhodophyta), bagian tersebut disebut sebagai receptacle yang bertugas untuk membentuk
sel kelamin jantan dan betina.
Pada tumbuhan lumut (Bryophyta), alat reproduksi berupa alat kelamin jantan
(anteridium) dan alat kelamin betina (arkegonium) yang dibentuk oleh tubuh tumbuhan lumut
(tubuh tumbuhan merupakan generasi gametofit). Bila sel telurnya telah dibuahi, alat kelamin
betina akan berkembang menjadi badan pembentuk spora (sporofit) dan akan menghasilkan
spora yang mengandung lembaga (embrio).
Pada tumbuhan paku (Pteridophyta), alat kelamin jantan (anteridium) dan alat kelamin
betina (arkegonium) terdapat pada badan yang disebut protalium (prothallus). Apabila telah
terjadi perkawinan (fertilisasi) antara sel telur (ovum) dan spermatozoid akan membentuk sigot
(zygote) lalu berkembang menjadi badan tumbuhan sebagai generasi sporofit. Spora yang
dihasilkan bila berkecambah akan tumbuh menjadi prothallium.
Bunga merupakan modifikasi dari tunas (batang dan daun-daun) yang bentuk, warna,
dan susunannya telah mengalami evolusi sesuai dengan fungsinya sebagai organ reproduksi
supaya pada bunga dapat terjadi penyerbukan dan pembuahan sehingga dapat dihasilkan buah
dan biji sebagai alat perkembangbiakan tumbuhan tersebut.
Apabila Anda perhatikan susunan bunga dengan baik maka dapat diketahui bahwa
bunga merupakan modifikasi suatu tunas (batang dan daun) yang bentuk, warna dan susunannya
disesuaikan dengan fungsi tumbuhan (untuk penyerbukan, pembuahan, dan menghasilkan alat-
alat perkembangbiakan).
Tunas yang mengalami perubahan bentuk menjadi bunga, batangnya biasanya akan
berhenti tumbuh dan akan terbentuk tangkai, serta dasar bunga. Daun-daunnya tetap bersifat
seperti daun, hanya bentuk dan warnanya yang berubah dan umumnya mengalami modifikasi
menjadi bagian-bagian yang berfungsi dalam berbagai proses yang akhirnya akan menghasilkan
calon individu baru.
Selanjutnya dengan terhentinya pertumbuhan batang, maka ruas-ruas batang menjadi
pendek sehingga bagian bunga yang merupakan modifikasi daun, susunannya menjadi sangat
rapat satu sama lain dan tampak seolah-olah tersusun dalam lingkaran-lingkaran.
Berdasarkan posisinya, bunga dapat terdapat di ujung batang atau cabang (terminalis)
serta di ketiak daun (axillaris atau lateralis). Bunga pada tumbuhan dapat berjumlah satu disebut
tumbuhan berbunga tunggal (planta uniflora) atau lebih dari satu disebut tumbuhan berbunga
banyak (planta multiflora) yang dapat tersusun dalam susunan
Tukal (glomerulus), jika bunga tumbuh pada buku batang dengan jumlah banyak,
misalnya bunga tukal pada sejenis herba (Borreira laevis; Rubiaceae),
Berkas (fasciculus), jika sejumlah bunga tumbuh pada satu titik tumbuh, misalnya bunga
randu alas (Bombax malabaricum) yang tumbuh pada bekas daun.
Dalam karangan yang disebut bunga majemuk (anthotaxis atau inflorescentia).
Berdasarkan pada keberadaan bagian-bagian bunga tanpa memperhitungkan tangkai dan
dasar bunga, bunga dapat dibedakan menjadi bunga lengkap dan bunga tidak lengkap.
Bunga lengkap atau sempurna (complete flower; flos completus) jika memiliki bagian
daun kelopak (sepaloid) dan daun mahkota (petaloid).
Bunga tidak lengkap atau tidak sempurna (incomplete flower) hanya memiliki salah satu
unsur perhiasan bunga, yaitu daun kelopak atau daun mahkota saja.
Bunga dapat juga disebut sempurna (perfect flower) apabila memiliki benang sari dan
putik. Bunga yang tidak sempurna (imperfect flower) adalah bila bunga hanya memiliki satu
kelamin, dapat sebagai bunga jantan (staminate flower) atau bunga betina (pistilate flower). Jadi,
bunga bersifar uniseksusal (unisex).
Pada jenis (spesies) tumbuhan atau kelompok tumbuhan tertentu, distribusi bunga jantan
dan betina di alam dapat menimbulkan sifat seksualitas pada tumbuhan antara lain sebagai
berikut.
Berumah satu (monoecus), apabila dalam suatu populasi jenis tumbuhan setiap
individunya dengan bunga banci atau setidaknya individu memiliki bunga jantan dan
betina walaupun terpisah posisinya misalnya jagung (Zea mays; Poaceae).
Berumah dua (dioecus), apabila di dalam populasi suatu jenis tumbuhan dijumpai adanya
individu berkelamin jantan dan betina, misal pada salak (Zallaca edulis; Arecaceae).
Poligami (polygamus), apabila di dalam populasi suatu jenis tumbuhan dijumpai adanya
individu jantan, betina, dan banci, misalnya papaya (Carica papaya; Caricaceae).
2. Bagian-bagian Bunga
Bunga merupakan sistem percabangan suatu batang (aksis), yang terdiri dari bagian
yang bersifat steril dan fertil. Bagian steril berupa tangkai, dasar bunga (receptacle), daun
pelindung (brachtea), dan daun perhiasan bunga (perianthium) yang terdiri dari daun kelopak
(sepal) dan daun mahkota (petal). Bagian yang fertil terdiri dari mikrosporofil sebagai benang
sari (stamen) dan makrosporofil/megasporofil atau daun buah sebagai penyusun putik (pistilum).
a. Tangkai bunga
Tangkai bunga pada bunga tunggal merupakan bagian aksis utama bunga, misalnya
bunga sepatu (Hibiscus rosa-sinensis; Malvaceae), sedangkan pada bunga majemuk merupakan
terminalisasi sistem percabangan batang, misalnya pada bunga majemuk jati (Tectona grandis;
Verbenaceae).
b. Dasar bunga
1) Rata
Dasar bunga seperti ini menimbulkan adanya kedudukan semua bagian sama tinggi.
Posisi putik terhadap perhiasan bunga lebih tinggi sehingga kedudukan bakal buah (bagian dasar
putik) menumpang (superus). Dalam hal ini, posisi perhiasan bunga sama tinggi dengan putik.
Perhiasan yang demikian ini memiliki kedudukan perigin. Contoh: bunga johar (Cassia siamea).
2) Kerucut (torus)
3) Cawan
Pada dasar bunga yang demikian, perhiasan bunga berada di tepi cawan sehingga
kedudukan putik tetap menumpang (superus) dan perhiasan bunga lebih rendah (hipogen).
4) Mangkuk
Pada dasar bunga yang demikian, perhiasan bunga berada di tepi mangkuk.
Kedudukannya paling tinggi dibandingkan bagian bunga lainnya (epigen), sedangkan putik lebih
rendah dari kedudukan perhiasan bunga (inferus).
Dasar bunga pada tumbuhan berbiji dapat memiliki perkembangan yang beragam. Pada
suku jambu (Myrtaceae) tumbuh ke samping membentuk bangunan seperti mangkuk disebut
hypanthium; pada suku waru (Malvaceae) tumbuh ke atas menjadi tabung pendukung benang
sari atau tabung (staminal tube); pada suku Capparidaceae tumbuh menjadi penyangga benang
sari dan putik disebut andronginofor; pada bunga kantil (Michelia champaca; Magnoliaceae),
dasar bunga memiliki betuk tiang (tugu) disebut torus.
Gambar 1 Diagram Bunga yang bersifat hipogen, perigen, dan epigen dan
posisi bakal buah terhadap bagian lainnya
Perhiasan bunga disusun oleh tiga unsur daun steril, yaitu daun pelindung (brachtea),
daun kelopak (sepal) yang secara kolektif menyusun kelopak bunga (calyx), dan daun mahkota
(petal) yang secara kolektif Menyusun mahkota bunga (corolla).
1. Daun pelindung (brachtea)
Sesuai dengan namanya, daun pelindung adalah bagian perhiasan bunga yang berfungsi untuk
melindungi bunga pada saat masih kuncup. Pada tumbuhan kelas Dicotyledonae, daun pelindung
umumnya tidak berkembang dan kadang kala mudah gugur. Pada tumbuhan kelas
Monocotyledonae, daun pelindung justru sebagai bagian bunga yang dominan dan pada
kelompok tertentu menjadi bagian daun pelindung dominan, tetapi masih berwujud lembaran
daun disebut seludang bunga (spatha), misalnya pada jenis keladi (Colocasia esculenta;
Araceae). Sementara pada kelompok lain berkembang menjadi daun pelindung yang berkayu
(simba), misalnya mancung pada tanaman kelapa (Cocos nucifera; Arecaceae).
Kelopak bunga adalah perhiasan bunga terpangkal. Pada waktu muda (kuncup)
merupakan pelindung bagian bunga yang lain, tersusun dari daun kelopak (sepal). Kelopak
berbeda dengan mahkota bunga karena kelopak berwarna hijau dan pada umumnya berbentuk
seperti daun, kecuali pada Asteraceae (Compositae) berbentuk rambut (pappus).
Apabila fungsi bunga telah berakhir maka pada umumnya kelopak bunga ini akan
runtuh, kecuali pada tumbuhan tertentu kelopak tetap Menyusun buah, misalnya pada ciplukan
(Physalis angulata) dan lombok besar (Capsicum annum). Pada bunga daun putri (Musaenda
frondosa) dan bugenvil (Bougenviella spectabilis), kelopak bunga menjadi bagian bunga yang
paling menarik dan disebut daun pemikat (lock blade). Pada jenis tumbuhan waru (Hibiscus
tiliaceus; Malvaceae) selain memiliki kelopak bunga juga memiliki kelopak tambahan (epicalyx)
di bagian pangkal kelopaknya.
Gambar 2 Skema bagian-bagian bunga dan hubungan antar bagian bunga (Gifford dan Foster,
1987)
Posisi mahkota bunga ada di sebelah dalam dari kelopak, tersusun atas daun mahkota
(petal), ukuran dapat lebih kecil, lebih besar atau sama dibandingkan dengan daun kelopak.
Warnanya bermacam-macam karena mengandung antosian. Bau dan warna mahkota dapat
menjadi daya tarik terhadap kunjungan serangga penyerbuk.
Berdasarkan ada tidaknya serta pelekatan daun mahkota bunga, bunga dapat
dikelompokkan menjadi sebagai berikut.
Tanpa daun mahkota (apetal), misalnya bunga ashar (Mirabilis jalapa; Nyctaginaceae).
Bunga ini memiliki kelopak yang menarik, tetapi tanpa daun mahkota. Bahkan terdapat
bunga tanpa daun kelopak dan mahkota misalnya bunga sirih (Piper betle; Piperaceae)
dan bunga keladi hias (Caladium bicolor; Araceae).
Daun mahkota berlepasan (choriptal, dialypetal, polypetal), bila daun mahkota satu
dengan yang lainnya tumbuh secara mandiri pada dasar bunga sehingga tidak saling
berhubungan, misalnya bunga mawar (Rosa hybrida; Rosaceae).
Daun mahkota berlekatan (sympetala, gamopetaly, monopetal). Dalam hal ini, daun
mahkota saling berlekatan antara yang satu dengan yang lainnya, membentuk tabung atau
buluh mahkota, cuping mahkota, dan leher mahkota, misalnya mahkota bunga allamanda
(Allamanda cathartica; Apocynaceae).
Dalam hal perlekatan bagian-bagian bunga dibedakan antara perlekatan antar bagian
disebut adnate, misalnya terjadi perlekatan antara daun mahkota dan daun kelopak, atau daun
mahkota dengan benang sari. Kondisi lain adalah perlekatan antar bagian-bagian bunga disebut
connate, misalnya perlekatan antara daun kelopak, daun mahkota, benang sari, dan perlekatan
antar daun buah di dalam bakal buah (putik).
a. Bintang (rotate; stelate), terdapat pada mahkota sympetala, dengan cuping bebas pada
posisi mendatar, sehingga proyeksi tegaknya mirip bintang, misalnya mahkota bunga
cabai (Capsicum annuum; Solanaceae).
b. Tabung (tubular), terdapat pada bunga sympetala, memiliki tabung mahkota di pangkal
dan mangkuk mahkota, cuping mahkota kecil, misalnya mahkota bunga tabung atau
bunga tengah bunga matahari (Helianthus annuus; Asteraceae).
c. Terompet (hypocrateryform), terdapat pada bunga sympetala, memiliki tabung mahkota
dipangkal dan mangkuk mahkota di ujung, dimana tabung mahkota lebih panjang
dibanding mangkuk mahkota yang hanya Sebagian di ujung, cuping mahkota sedang,
misalnya mahkota bunga jantan papaya (Carica papaya; Caricaceae).
d. Mangkuk (urceolate), terdapat pada bunga sympetala, memiliki tabung mahkota di
pangkal dan mangkuk mahkota di ujung, dimana mangkuk mahkota sangat dominan
disbanding tabung mahkota yang hanya sebagian di pangkal.
e. Corong (infundibuliform), terdapat pada bunga sympetala, hanya memiliki tabung
mahkota, dari pangkal ke ujung ukurannya makin besar, termasuk mahkota besar,
misalnya mahkota bunga kecubung (Datura metel; Solanaceae).
f. Lonceng (campanulate), terdapat pada bunga sympetala, hanya memiliki tabung
mahkota, dari pangkal ke ujung ukurannya makin besar, termasuk mahkota sedang
panjang, misalnya mahkota bunga ketela rambat (Ipomoea batatas; Convolvulaceae).
Simetri tunggal atau satu (monosimmetry; zigomorf), meliputi bentuk mahkota sebagai
berikut.
a. Bertaji (calcareus); salah satu mahkota mengalami metamorphosis menjadi taji, misalnya
pada pacar air (Impatiens balsamina; Balsaminaceae).
b. Berbibir (labiate); mahkota terbagi menjadi dua bibir anterior dan posterior; bibir anterior
lebih besar daripada bibir posterior, misalnya kemangi (Occimum basilicum; Lamiaceae).
c. Kupu-kupu (papilionaceus); memiliki lima daun mahkota, yaitu satu di bagian anterior
menjadi bendera (vexillum), dua di bagian lateral menjadi sayap (alae), dan dua di bagian
posterior berlekatan membentuk lunas (carina), misalnya bunga kacang tanah (Arachis
hypogaea; Papilionaceae).
d. Kedok atau topeng (personate); seperti bunga berbibir, tetapi bibir posterior lebih besar
daripada bibir anterior, misalnya pada bunga mulut singa (Anthirrinum majus;
Schrophulariaceae).
e. Pita (ligulate); bagian leher mahkota berlekatan membentuk pipa, ujungnya memiliki
1,2,3, atau 5 cuping mahkota, misalnya bunga tepi dari bunga matahari (Helianthus
annuus; Asteraceae).
4. Mahkota tambahan
Disamping mahkota bunga, pada semua jenis anggota Passifloraceae memiliki mahkota
tambahan (corona) yang terletak di bagian atas mahkota berbatasan dengan benang sari. Bagian
ini memiliki bagian utama yaitu palii, radii, dan operculum. Pada semua jenis Asclepiadaceae,
corona memiliki bagian utama yaitu faucal annulus dan steril appendage.
Pada golongan tumbuhan, kadang-kadang antara daun kelopak dan daun mahkota tidak
dapat dibedakan. Bila demikian halnya maka disebut sebagai daun tenda bunga (tepal), yang
secara kolektif Menyusun tenda bunga (perigonium). Tenda bunga dalam perwujudannya dapat
menyerupai kelopak (calicinus), misalnya pada bunga jenis-jenis palem (Arecaceae; Palmae),
atau menyerupai daun mahkota (corollinus), misalnya pada anggrek (Orchidaceae), bunga lili
(Lilium longiflorum; Liliaceae), hipeastrum (Hypeastrum sp.; Amaryllidaceae), belam kanda
(Belamcanda sinensis; Iridaceae).
2. Aksis karangan bercabang, meliputi bentuk-bentuk karangan bunga antara lain sebagai
berikut.
Malai (panicula; panicle); aksis karangan bercabang secara monopodial, di setiap cabang
aksis merupakan unit sebagai bunga majemuk tandan (raceme) sehingga dapat disebut
tandan majemuk. Contoh: bunga manga (Mangifera indica; Anacardiaceae).
Malai rata (corymbus ramosus); merupakan karangan seperti malai, tetapi setiap bunga
memiliki posisi pada kurang lebih pada bidang datar. Contoh: bunga soka (Ixora
paludosa; Rubiaceae).
Tongkol majemuk; yaitu bunga majemuk yang tangkainya induknya bercabang, setiap
cabang merupakan susunan bunga majemuk tongkol (spadix). Contoh: bunga kelapa
(Cocos nucifera; Arecaceae/Palmae).
Payung majemuk (umbrella composita); yaitu bunga majemuk yang tangkai induknya
bercabang, percabangan tersebut dapat dalam susunan payung, tandan, malai. Pada setiap
ujung cabang tumbuh susunan bunga majemuk paying (umbrella). Pada bunga adas
(Foeniculum vulgare; Apiaceae) berbunga majemuk payung bersusunan cabang payung.
Bulir majemuk; yaitu bunga mahemuk yang tangkai induknya bercabang, percabangan
tersebut dapat dalam susunan payung, tandan, malai, dan bulir (spike). Pada bunga padi
(Oryza sativa; Poaceae) memiliki bunga majemuk bulir majemuk bersusunan cabang
tandan.
b. Bunga majemuk berbatas
Bunga majemuk berbatas ditandai oleh bunga mekar dari arah ujung ke pangkal atau
dari dalam karangan ke luar. Terdapat bunga tertua di ujung karangan sehingga pertumbuhan
aksis berhenti, disebut dengan istilah inflorecentia cymose, definite, centrifuga. Berdasarkan
pada pola percabangan aksis, karangan dibedakan menjadi sebagai berikut.
Menggarpu (dichasium), yaitu bunga majemuk yang memiliki bunga tertua di ujung
tangkai induk. Tangkai induk bercabang dua buah sama panjang, masing-masing
mndukung satu bunga. Tipe seperti ini disebut menggarpu tunggal (simple dichasium),
misalnya bunga melati (Jasminum sambac; Oleaceae). Apabila dua cabang tersebut
mengalami percabangan lagi dan setiap cabang memiliki pola menggarpu tunggal maka
disebut menggarpu majemuk (compound dichasium), misalnya senggani (Melastoma
polyanthium; Melastomaceae).
Tangga atau cabang seling (cincinus), yaitu bunga majemuk yang tangkai induknya
mengalami percabangan bertingkat kanan kiri karena terjadi reduksi percabangan kanan-
kiri. Kondisi ini menimbulkan cabang pada sisi yang bersebelahan (selang-seling). Pada
setiap pangkal percabangan berdaun pelindung, misalnya buntut tikus (Heliotropium
indicum). Pada keluarga Euphorbiaceae sp., cabang seling trjadi pada bunga jantannya
saja. Satu bunga betina dikelilingi oleh lima bunga jantan dalam susunan tangga seling
disebut karangan bunga cyathium.
Sekrup (bostryx); seperti pada tangga seling, tetapi sudut antar cabang adalah 90o,
misalnya pada bunga kenari (Canarium edule; Burseriaceae).
Sabit (drepanium); yaitu bunga majemuk yang tangkai induknya mengalami percabangan
bertingkat satu sisi karena terjadi reduksi percabangan satu sisi (samping) sehingga
menimbulkan cabang pada sisi yang sama. Pada setiap pangkal percabangan berdaun
pelindung sehingga susunan bunga membelok seperti sabit, misalnya bunga junkus
(Juncus prismatocarpus; Juncaceae).
Kipas (rhipidium); seperti pada tangga seling, tetapi bunga terdapat kurang lebih pada
bidang datar, misalnya pada Belamcanda sinensis; Iridaceae.
Berkarang semu (verticillate), yaitu bunga majemuk yang tangkai induknya berbuku.
Setiap buku mendukung banyak bunga, misalnya bunga kumis kucing (Orthosiphon
spicatus; Lamiaceae).
Gambar 4 Diagram skematik evolusi hipotetis tipe-tipe bunga majemuk (karangan
bunga) (Lawrence, 1968)
Antara bagian bunga kelopak, mahkota, benang sari, dan putik memiliki 3 pola
pembagian tempat, yaitu:
Berseling (alternate), jika bagian dari suatu lingkaran bagian bunga terletak di antara
bagian bunga yang lain.
Berhadapan atau tumpang tindih (superposisi), jika masing-masing bagian bunga
posisinya saling tumpang tindih.
Pada umumnya bunga pada tumbuhan berbiji memiliki kemungkinan posisi berseling,
sehingga dianggap sebagai pedoman baku dalam menentukan adanya reduksi dan perkembangan
bagian bunga.
Berikut adalah kondisi pelipatan daun kuncup untuk daun, kelopak, dan mahkota bunga:
Gambar 5 Skema tata letak daun perhiasan bunga (aestivasi) dan tata letak sesama daun
perhiasan bunga (aestivasi) (Stearn, 1983)
7. Metamorfosis daun mahkota
Daun mahkota juga dapat mengalami perubahan bentuk ataupun fungsi yang dikenal
sebagai metamorphosis. Metamorfosis daun mahkota adalah sebagai berikut.
a. Bibir-bibiran (labellum); merupakan daun mahkota yang mengalami perubahan
bentuk menjadi bentuk bibir, sebagai penarik serangga pollinator, misalnya
labellum pada bunga anggrek (Orchidaceae).
b. Tabung mahkota (corolla tube); merupakan alih fungsi satu daun mahkota yang
berfungsi sebagai penarik serangga dengan kelenjar madu di dalamnya, berubah
bentuk menjadi bentuk tabung, misalnya pada bunga merak (Caesalpinia
pulcherrima; Caesalpiniaceae).
c. Taji (calcareu); merupakan alih fungsi satu daun mahkota pad abunga pacar air
(Impatiens balsamina; Balsaminaceae) untuk menarik serangga pollinator karena
berisi kelenjar madu.
d. Mahkota kupu-kupu (papilionaceus); yaitu mahkota bunga pada suku tumbuhan
Papilionaceae (Leguminosae). Dari lima daun mahkota, satu di anterior membesar
disebut bendera (vexillum), dua di lateral (median) membentuk sayap (alae;
wing), dan dua di posterior membentuk luns (carina) yang membungkus alat
kelamin bunga. Misalnya bunga orok-orok (Crotalaria striata; Papilionaceae).
e. Mahkota berbibir (labiate); yaitu mahkota yang daun mahkotanya mengelompok
menjadi dua bagian. Di bagian anterior biasanya terdapat tiga daun mahkota yang
disebut bibir atas dan di bagian posterior biasanya terdapat dua daun mahkota
yang disebut bibir bawah. Bibir atas lebih besar dari bibir bawah, yang dijumpai
pada semua spesies anggota suku Lamiaceae. Bibir atas sama dengan bibir bawah
yang dijumpai pada semua spesies anggota suku Verbenaceae. Bibir atas lebih
kecil dari bibir bawah, yang dijumpai pada bunga mulut singa (Anthirium majus;
Schropulariaceae).
2. Tangkai putik
Bagian ini merupakan penghubung antara bakal buah dan kepala putik, merupakan
daerah yang penting bagi buluh serbuk sari untuk mengantar inti generatif mencapai sel telur di
bakal biji. Putik kadang kala tidak memiliki tangkai putik, misalnya putik pada manggis
(Garcinia mangostana; Clusiaceae), kadang kala berukuran panjang melebihi panjang perhiasan
bunga, misalnya tangkai putik jambu air (Syzygium aqueum; Myrtaceae).