-3-
PENGORGANISASIAN
VISI
Terwujudnya program studi yang unggul dan mandiri dalam menghasilkan perawat
professional dengan keunggulan Keselamatan Pasien & Keselamatan Kesehatan Kerja dalam
Keperawatan serta Keperawatan Gawat Darurat yang dapat bersaing di era global tahun
2024
MISI
1. Terselenggaranya pendidikan yang berkualitas dalam rangka menghasilkan lulusan
yang professional dengan keunggulan dibidang Keselamatan Pasien & Keselamatan
Kesehatan Kerja dalam Keperawatan serta Keperawatan Gawat Darurat.
2. Terselenggaranya kegiatan penelitian dan karya ilmiah dibidang Keperawatan dengan
keunggulan Keselamatan Pasien & Keselamatan Kesehatan Kerja dalam Keperawatan
serta Keperawatan Gawat Darurat.
3. Terselenggaranya kegiatan pengabdian masyarakat dengan keunggulan Keselamatan
Pasien & Keselamatan Kesehatan Kerja dalam Keperawatan serta Keperawatan
Gawat Darurat.
4. Terselenggaranya kerjasama yang strategis, sinergis dan berkelanjutan dalam lingkup
pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat
TINJAUAN PENDAHULUAN
Pada Bahasan ini akan membahas tentang Konsep Pengorganisasian, prinsip
pengorganisasian, jenis struktur organisasi dan jenis jenis metode penugasan.
MATERI PEMBELAJARAN
KONSEP PENGORGANISASIAN
Organisasi adalah Unit sosial yang terbentuk dari dua orang atau cukup banyak
orang untuk mencapai tujuan bersama secara terus menerus. Organisasi sangat
diperlukan agar penyelesaian tugas lebih banyak diselesaikan dibandingkan
dikerjakan secara individu (Marquis dan Huston, 2012 dan Robbins dan Judge,
2013)
Perawat yang menggunakan model ini memerlukan persiapan dan pengalaman yang
cukup, contohnya adalah Registered Nurse(Marquis & Huston, 2012). Hal ini
dikarenakan satu perawat yang bertang-gung jawab dan bekerja sama dengan satu
klien. Tidak hanya dengan klien, namun perawat juga harus bekerja sama dengan
keluarga, dokter, dan anggota tim kese-hatan lainnya (Potter & Perry, 2009). Pera-
Total Patient Care Nursing tidak berarti hanya boleh merawat satu klien, namun
beberapa klien diperbolehkan dengan shift yang bergantian. Shift yang diberlakukan
harus diiringi oleh komunikasi akan kebu-tuhan dari kliennya sehingga perawatan
dapat berjalan dengan baik(Potter & Perry, 2009). Namun sering-kali juga pelayanan
kesehatan menjadi kurang konsisten dikarenakan pende-katan masing-masing
perawat yang berbeda-beda (Marquis & Huston, 2012).Model pera-watan ini baik
untuk kepuasan klien, namun membutuhkan biaya yang cukup (beberapa perawat
lainnya)(Potter & Perry, 2009).
Model keperawatan ini memberi-kan konsistensi dari satu perawat ke satu klien.Hal
ini dapat membangun rasa kepercayaan antara perawat dengan klien maupun
keluarga.Selain itu perawat juga dapat memantau perkembangan dari kesehatan
klien.Total Patient Care Nur-sing membutuhkan jam kerja yang lebih banyak karena
perawat fokus terhadap satu klien serta lebih banyak tindakan keperawatan yang
dilakukan(Kelly, 2010).
hanya fokus terhadap tugas masing-ma-sing dan tidak holistik pada perawatan klien
sehingga kebutuhan klien kurang terpenuhi oleh satu perawat dan dapat dipenuhi
oleh beberapa perawat yang berbeda. Marquis & Huston (2012) juga berpendapat
bahwa meto-de fung-sional dapat menyebabkan perawatan terbagi dan akan
mengganggu prioritas kebu-tuhan klien. Metode ini juga dapat menye-babkan
kepuasaan kerja yang rendah dan mungkin tidak hemat biaya karena kebutuhan
akan lebih banyak.
Metode fungsional mulai banyak diterapkan saat perang dunia kedua terjadi. Metode
ini diterapkan sebagai solusi atas jumlah perawat yang masih terbatas sedangkan
jumlah pasien yang memerlukan pelayanan keperawatan sangat besar. Pada
metode ini, staf perawat akan ditugaskan merawat pasien pada satu unit sesuai
dengan kemampuan yang dimilikinya dan kompleksitas kebutuhan perawatan pasien
(Tomey, 2009). Tugas perawatan akan dipisah-pisah dan ditugaskan pada staf
perawat yang memiliki kemampuan melakukan tugas tersebut serta pelaksanaannya
diawasi oleh seorang perawat teregistrasi (RN) (Tomey, 2009). Saat ini, metode ini
umumnya diterapkan pada kondisi staf perawat yang tersedia tidak memadai,
misalnya saat bencana dan gawat darurat (Hill & Howlett, 2013). Kelebihan dari
Metode kasus atau disebut juga asuhan keperawatan pasien secara total merupakan
model pemberian pelayanan kesehatan primer yang sudah ada pada tahun 1930-an
dan muncul kembali tahun 1980-an (Tomey, 2009). Metode ini bertujuan untuk
memberikan perawatan dan pengawasan pada pasien secara berkelanjutan selama
rentang waktu tertentu (Booyens, 2008). Metode ini tepat diterapkan untuk
perawatan pasien di unit perawatan intensif (ICU) (Booyens, 2008). Pada metode ini,
seorang staf perawat akan bertanggung jawab memberikan asuhan keperawatan
pada satu atau lebih pasien secara
menyeluruh/total pada jam bertugasnya (shift) (Hill & Howlett, 2013). Karena staf
perawat hanya dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien saat jam
bertugasnya, pasien akan memiliki perawat yang berbeda tiap shift dan belum tentu
dirawat oleh perawat yang sama di hari berikutnya (Tomey, 2009). Pengawasan dan
evaluasi asuhan keperawatan akan dilakukan oleh seorang koordinator pelayanan
asuhan keperawatan (Tomey, 2009). Booyens (2008) menjelaskan bahwa metode ini
dapat meningkatkan akuntabilitas pelayanan yang diberikan, memudahkan
identifikasi status pasien, serta meningkatkan tingkat kepuasan perawat. Namun,
metode ini menyebabkan biaya perawatan yang harus dibayarkan pasien meningkat.
daya yang tersedia dapat mening-katkan kualitas hidup klien, serta pembi-ayaan
yang efisien (Marquis & Huston, 2012).
Perawat yang menggunakan meto-de manajemen kasus menangani setiap klien
secara individu. Menurut Marquis & Huston (2012) Manajemen kasus perawa-tan
akut (Acute Care Case Management) mengintegrasikan pemanfaatan manajemen
kasus, yakni dimana perkembangan klien akan terus diikuti oleh manajer kasus baik
dari klien masuk rumah sakit dengan klien yang rawat inap, dengan yang lama
tinggal digunakan sebagai langkah efektif, dis-charge planning, dan rawat jalan.
Metode manajemen kasus dalam menangani kasus klien memiliki dampak yang
signifikan secara statistik pada klien rawat inap, karena peran manajer kasus itu
sendiri diperkirakan sebesar 11 persen dari perawatan klien rawat inap.Manajer
kasus juga sering mengelola perawatan meng-gunakan jalur kritis dan rencana aksi
multidisiplin atau disebut dengan Multi-disciplinary Action Plans (MAPS) untuk
merencanakan perawatan klien.Semua pe- nyedia layanan kesehatan harus
mengikuti MAP perawatan untuk memfasilitasi hasil yang diharapkan. Harapan peran
dan ruang lingkup pengetahuan yang dibutuhkan un-tuk menjadi seorang manajer
kasus harus luas, beberapa ahli berpendapat bahwa pe-ran ini harus dilakukan oleh
Registered Nurse (RN) dengan pelatihan lanjutan, meskipun hal ini
Team nursing merupakan hasil dari perkembangan metode yang dilakukan oleh
perawat professional dari tahun 1950 dalam memberikan rencana perawatan un-tuk
klien. Dalam metode tim keperawatan, arahan dari seorang perawat professional dan
kolaborasi antar perawat dalam tim sangat dibutuhkan untuk memberikan perawatan
kepada seke-lompok
klien. Model tim terdiri dari 5 orang setiap grup yang terdiri dari RN sebagai lea-der
dalam tim, Licensed Practical Nurse (LPN), nursing assistant, Registered Nurse
(RN), dan nursing volunteer merupakan anggota dalam tim (Timby, 2009). Penge-
lompokan klien bergantung pada tata letak u-nit, jenis klien pada unit, dan jumlah
klien pa-da unit (Whitehead, Weiss, & Tappen, 2010)
Tugas leader dalam tim bermacam-macam, salah satunya yaitu: memberikan ara-
han dan mengawasi tim, membantu anggota dalam tim, merumuskan rencana
perawatan klien, berkomunikasi tentang perintah dan pe-rubahan rencana perawatan
kepada anggota tim, memecahkan masalah yang terjadi pada klien maupun anggota
tim, dan mengetahui kemampuan apa saja yang dimiliki anggota dalam tim (Marquis
& Huston, 2012). Selain itu, komunikasi dan keterampilan koordinasi antara leader
dengan staff juga menjadi hal terpenting dalam metode tim keperawatan.
Keuntungan dalam metode tim yaitu, melibatkan seluruh staff ketika melakukan
diskusi dalam membuat rencana perawatan klien, serta meningkatkan kemampuan
dan keahlian anggota tim. Namun, kekurangan dari metode tim yaitu sulitnya
mencari waktu untuk melakukan diskusi dan membuat perencanaan pera-watan
untuk klien ketika staff sedang bekerja dan terjadinya kesalahan dalam perawatan
klien akibat kurangnya komu-nikasi antara leader dengan staff (Swansburg &
Swansburg, 2006). Oleh sebab itu, leader dalam tim harus menjadi praktisi yang
Metode tim keperawatan muncul pada tahun 1950-an dimana pada saat itu perawat
teregistrasi (RN) masih langka dan jumlah perawat pembantu meningkat. Booyens
(2008) menjelaskan bahwa metode ini merupakan modifikasi metode kasus yang
dilaksanakan oleh suatu tim yang dipimpin perawat profesional dan beranggotakan
perawat pembantu. Ketua tim akan bertugas merencanakan, mengintepretasi,
mengkoordinasi, mengawasi, dan mengevaluasi pelayanan keperawatan, sedangkan
anggota tim akan ditugaskan merawat pasien sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya (Tomey, 2009). Tim ini akan memberikan asuhan keperawatan secara
menyeluruh pada sekelompok pasien yang dirawatnya. Berdasarkan Booyens
(2008), jumlah anggota tim akan bervariasi tergantung pada kondisi kesehatan
pasien, ketersediaan staf perawat, dan waktu (anggota tim lebih banyak saat shift
siang). Hal yang menarik pada metode ini adalah adanya pertemuan tim
Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara
klien dengan perawat yang ditugas-kan untuk merencanakan, melakukan, dan
koordinasi asuhan keperawatan selama klien dirawat. Selama jam kerja, perawat
Konsep dasar metode primer: ada tanggung jawab dan tanggung gugat, ada
otonomi, ketertiban klien dan keluarga. Kelebihannya dari model ini adalah; (1)
model praktek professional, (2) bersifat kontinuitas dan komprehensif, (3) perawat
primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil dan memungkinkan
pengembangan diri, (4) klien atau keluarga lebih mengenal siapa yang merawatnya
(Marquis & Huston, 2012).
Kekurangan metode ini, seperti dalam keperawatan tim, terletak terutama dalam pe-
laksanaannya tidak tepat, yaitu; (1) perawat primer tidak cukup siap atau tidak
kompeten mungkin mampu mengkoordinasikan tim multidisiplin atau
mengidentifikasi kebutuhan klien dan pe-rubahan kondisi yang kompleks, (2) banyak
perawat mungkin tidak nyaman dalam peran ini atau awalnya kurang peng-alaman
dan keterampilan (3) hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki peng-
alaman dan pengetahuan yang memadai de-ngan criteria asertif, self direction,
kemam-puan mengambil keputusan yang tepat, me-nguasai keperawatan klinik,
akuntable serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disi-plin, (4) Biaya lebih
besar (Marquis & Huston, 2012).
Metode modular merupakan salah satu metode hasil modifikasi dari metode tim dan
primer. Satutim metode modular terdiri dari 2-3 orang perawat dengan salah satu
diantaranya merupakan RN atau perawat senior (Booyens, 2007). Metode ini sangat
bagus digunakan jika di dalam RS yang memiliki jumlah RN yang terbatas. Langkah
yang dila-kukan dalam metode ini yaitu klien yang be-rada di ruangan 1-5 (letaknya
saling berde-katan antara satu sama lain) atau klien yang berada dalam satu
ruangan dengan jumlah klien berkisar antara 8-12 memiliki satu buah tim kecil
perawat.
shift, serta menawarkan dan meminta bantuan dari leader tim lain (Bernhard &
Walsh, 1990 dalam Booyens, 2007). Tanggung jawab tersebut meliputi merawat
klien dari masuk hingga keluar RS, tindak lanjut dalam proses perawatan, dan rekam
medis klien. Setiap tim harus selalu berkoordinasi dengan tim lainnya, terutama
sebelum pergantian shift.
Metode modular atau distrik merupakan modifikasi dari metode tim keperawatan dan
keperawatan primer yang mana diterapkan saat ketersediaan perawat profesional
tidak memadai untuk melakukan keperawatan primer (Tomey, 2009). Tim perawat
yang beranggotakan dua hingga tiga perawat (perawat profesional dan para
profesional) akan bertanggung jawab merawat 8 hingga 12 pasien yang telah
dikelompokan berdasarkan letak atau tata ruang unit (Booyens, 2008). Misalnya,
pasien di kamar nomor 1-8 yang letaknya saling berdekatan atau pasien di kamar
1020 yang dikelompokan bersama akan dirawat satu tim perawat. Tiap tim dipimpin
perawat profesional yang bertanggung jawab memberi dan menerima laporan pada
pergantian (changeover) dan memberikan bantuan pada pemimpin tim lainnya
(Booyens, 2008). Pemimpin tim akan melakukan pengkajian kebutuhan pasien,
merencanakan asuhan keperawatan, memberikan perawatan sebanyak mungkin,
MENGECEK PEMAHAMAN
PENUTUP PEMBELAJARAN