UJI DISOLUSI
Disolusi didefinisikan sebagai proses suatu zat padat masuk ke dalam pelarut
menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses zat padat melarut.
Secara singkat, proses ini dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dan pelarut (Ansel,
1989).
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larut dalam cairan pada
tempat absorbs. Dalam hal ini dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah
medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam
lambung dan dalam usus halus. Proses larutnya suatu obat disebut disolusi (Anief, 1987).
Uji Disolusi : Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV, terdapat 2 tipe apparatus
untuk uji disolusi sediaan padat, yaitu
1. apparatus tipe 1 (basket/keranjang) : Kapsul
2. apparatus tipe 2 (paddle/dayung) : Tablet
Paling sering digunakan, dasar pemilihan apparatus umumnya merujuk pada kompendial.
Medium yang digunakan untuk uji disolusi yaitu berdasarkan monografi dari masing-
masing zat aktif.
Bagian pengawasan mutu suatu industri melakukan uji kontrol kualitas pada tablet
Metformin Hidroklorida 500 mg. Salah satunya adalah uji disolusi. Uji disolusi dilakukan
dengan media disolusi dapar fosfat pH 6,8 sebanyak 1000 mL, menggunakan alat disolusi
tipe dayung dengan kecepatan 50 rpm, selama 30 menit, dan dianalisis menggunakan
metode HPLC. Sampel tablet yang digunakan untuk tahap awal adalah 6 tablet. Hasil uji
disolusi enam sampel tersebut adalah sebagai berikut :
Sampel Nilai Q
Tablet 1 85,50% Tiap unit tidak kurang dari Q+5% (Jika belum
Tablet 2 87,75% memenuhi syarat maka dilanjutkan pada uji S2
tambah 6 tablet lagi)
Tablet 3 83,76%
Tablet 4 89,87%
Tablet 5 80,85%
Tablet 6 81,00%
Diketahui bahwa nilai Q dari metformin HCL adalah 80%. Kesimpulan yang dapat
diambil dari uji disolusi tersebut adalah?
a. Memenuhi syarat karena rata-rata keenam sampel memenuhi Q > 80%
b. Memenuhi syarat karena keenam sampel memenuhi syarat Q > 80%
c. Tidak memenuhi syarat karena terdapat tiga sampel yang tidak memenuhi Q>85%
d. Tidak memenuhi syarat karena rata-rata keenam sampel tidak memenuhi Q>85%
e. Tidak memenuhi syarat karena terdapat tiga sampel yang tidak memenuhi syarat
Q<85%
Pembahasan :
Menurut Farmakope Edisi V tahun 2014, terdapat tiga tahap uji disolusi, uji dilanjutkan
hingga tahap ketiga apabila hasil uji tidak memenuhi tahap pertama (S1) atau tahap kedua
(S2). Pada uji tahap pertama (S1), sampel tablet yang dipakai sebanyak enam t tablet
dengan kriteria penerimaan hasil uji adalah, nilai Q tiap unit sediaan tidak kurang dari
Q+5%, atau dengan kata lain nilai Q enam sampel tablet harus lebih dari sama dengan
Q+5%. Hasil uji menunjukkan bahwa sampel tablet 3, tablet 5, dan tablet 6, memiliki nilai
Q< 80+5% (85%) sehingga Tablet Metformin Hidroklorida 500 mg tidak memenuhi
persyaratan uji disolusi tahap pertama karena nilai Q dari tiga di antara enam unit sampel
kurang dari 85%. (Kementerian Kesehatan RI, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V,
Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta)
1. Suatu industri farmasi akan melakukan uji stabilitas pada tablet effervescent dengan
cara membuka dan menutup wadah berkali - kali. Apakah nama pengujian stabilitas
tersebut? In Use Stability Test
2. Tablet ciprofloxacin diuji stabilitasnya menggunakan uji stabilitas dipercepat untuk
memenuhi dokumen registrasi produk baru. Berapa lama pengujian tersebut dilakukan?
Jangka Panjang :
a. Jumlah Batch: minimal 2 A. 12 bulan
b. Suhu & RH: 30oC & 75% B. 9 bulan
C. 6 bulan
c. Lama Pengujian: 24 bulan
D. 3 bulan
Dipercepat : E. 1 bulan
a. Jumlah Batch: minimal 2
b. Suhu & RH: 40oC & 75%
c. Lama Pengujian: 6 bulan
Alternatif :
Bakteri yang digunakan dalam pengujian air limbah
a. Jumlah Batch : minimal 2
b. Suhu & RH: 45 - 50oC & 75%
c. Lama Pengujian: 3 bulan
Referensi: Asean Guideline on Stability Study of Drug Product
“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”
“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”
Menurut WHO maupun KEMENKES, bakteri coliform dan Eschericia coli merupakan
standar utama untuk uji mikrobiologi terhadap air minum sekaligus menjadi penyebab
tersering infeksi saluran gastrointestinal.
Bakteri yang menjadi parameter pemeriksaan
1. Bakteri coliform
Coliform merupakan golongan bakteri yang digunakan sebagai indikator polusi pada
saluran pencernaan. Pada awalnya, coliform digunakan sebagai indikator terhadap
bakteri Eschericia coli. Oleh karena itu, hingga terdapat pemeriksaan serologis spesifik
terhadap bakteri Eschericia coli, bakteri coliform dapat dianggap sebanding dengan
Eschericia coli.
2. Eschericia coli
Eschericia coli juga termasuk flora normal dalam usus. Sehingga akan ditemukan
apabila dilakukan pemeriksaan pada feses. Eschericia coli yang berada di dalam usus
tidak akan menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia, namun pada situasi
tertentu, bakteri ini akan bersifat patogen.
Tan α = h/r
Keterangan :
α = sudut diam
h = tinggi dari kerucut granul yang terbentuk
r = jari-jari permukaan kerucut
Syarat: sudut diam tidak lebih besar dari 40° (Lachman et al., 1994: 685) atau
serbuk bersifat mudah mengalir (free flowing) apabila memiliki sudut diam kurang
dari 300 (Siregar, 2008).
d. Pengetapan
Granul dimasukkan ke dalam gelas ukur sampai volume 100 mL (Vo), ditimbang berat
granulnya, dilakukan pengetapan dengan alat tapped density tester hingga volume
granul konstan. Hasil pengujian dihitung persentase selisih volume granul tanpa
dimampatkan terhadap volume setelah pemampatan (Siregar, 2008).
% Pengetapan = V0-V1/V0 x 100 %
a. Keseragaman bobot
Uji keseragaman bobot dilakukan dengan ketentuan dan persyaratan yang tertera pada
Farmakope Indonesia edisi III.
Prosedur penentuan keseragaman bobot tablet :
Timbang 20 tablet, dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu, tidak
lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang lebih dari bobot rata-rata
yang ditetapkan pada kolom A dan tidak ada satu tablet pun yang menyimpang dari harga
kolom B.
1. 0,091
20. 0,081
Perhitungan % penyimpangan =
b. Keseragaman ukuran
Uji keseragaman ukuran tablet dilakukan menggunakan jangka sorong.
Prosedur penentuan keseragaman ukuran tablet :
20 tablet diukur tebal dan diameternya satu persatu. Dibaca pada skala yang ditunjukkan.
Hitung reratanya.
Syarat : Diameter tablet tidak lebih dari dan tidak kurang dari satu sepertiga kali ketebalan
tablet ( Anonim, 1979 : 7).
c. Kekerasan
Uji kekerasan tablet menggunakan alat “Hardness Tester”.
Prosedur penentuan kekerasan tablet :
10 Tablet secara acak dan letakkan dalam posisi berdiri diujung penekanan. Diatur tekanan
hingga tablet kokoh ditempatnya dan petunjuk skala pada posisi nol, kemudian sekrup
diputar terus sampai tabletnya pecah. Pada alat dibaca angkanya.
Syarat: Lebih dari 4 kg kekerasan yang dimiliki tablet. Antara 4-8 kg (Ansel, 1989 :
225).
d. Kerapuhan
Uji kerapuhan tablet dilakukan menggunakan alat “ Friability Tester”.
Prosedur penentuan kerapuhan tablet :
Bersihkan 20 tablet dari debu dan ditimbang (W awal). Masukkan ke dalam alat uji dan
putar selama 4 menit atau sebanyak 100 putaran. Keluarkan tablet dari alat dan bebas
debukan, kemudian ditimbang seksama (W akhir).
Kerapuhan = Wawal – Wakhir x 100 %
W awal
Syarat : Tablet yang baik jika kerapuhannya kurang dari 0,8 % ( Voight, 1994 : 222)
e. Wancur hancur
Uji waktu hancur dilakukan dengan ketentuan dan persyaratan Farmakope Indonesia edisi
III menggunakan alat uji “Desintegration Tester”.
Prosedur penentuan waktu hancur tablet :
Sejumlah 6 tablet dimasukkan dalam masing-masing tabung pada desintegration tester. Alat
tersebut dimasukkan dalam gelas yang berisi air kurang lebih 1000 ml suhu 37°C, kemudian
tabung dinaik-turunkan. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian yang tertinggal
diatas kasa, kemudian catat lama hancurnya tablet.
Syarat : Waktu hancur tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak
lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut gula dan selaput (Anonim, 1979 : 7).
f. Waktu larut
Disolusi dilakukan menggunakan alat tipe II pada suhu 37 ± 0,5 0C menggunakan paddle
dengan kecepatan 50 rpm. Medium yang digunakan adalah larutan dapar fosfat pH 5,8,
sebanyak 900 mL. Pengambilan Tablet vitamin C dilakukan pada 5; 10; 15; 20, 25 dan
30 menit sebanyak 5 mL dari medium dan volume pengambilan diganti dengan medium
baru sejumlah sampel yang diambil. Tablet paracetamol yang diambil dianalisa
menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 243 nm. Persyaratan
untuk disolusi adalah tidak kurang dari 80% (Q) dari jumlah paracetamol yang terlarut
dalam waktu 30 menit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Sebuah industri farmasi ingin membuat tablet hisap ekstrak kulit kayu manis. Dari hasil
uji sediaan didapatkan nilai index carr 28%. Menurut data tersebut bagaimana sifat alir
sediaan tersebut ?
a. Baik
b. Sangat Baik
c. Cukup Baik
d. Buruk
e. Sangat Buruk
Air merupakan salah satu bahan baku yang sangat penting dalam industri farmasi. Air
ini digunakan antara lain untuk kebutuhan pencucian alat-alat, sebagai pelarut bahan
dan sumber pembuatan steam untuk proses sterilisasi. Air menjadi perhatian penting
dalam industri farmasi sehingga harus dipantaui kualitasnya baik pemantauan
mikrobiologi mapun kimiawi. Parameter yang biasanya dipantau secara berkala untuk
menilai kualitas air adalah konduktivitas, pH, Total Organic Carbon (TOC), bioburden
dan endotoksin.
Grade 4: Water For Injeksi (WFI), Suhu Loop Water for injection 70-80oC
Suatu industri farmasi menggunakan purified water untuk membuat sediaan gel
heparin. Cara untuk mengetahui adanya kandungan logam pada air adalah?
A. Konduktivitas
B. Total organic carbon
C. Zat padat total
D. Logam berat
E. Kadar pH
Konduktivitas/ conductivity adalah sering disebut juga daya hantar listrik (DHL)
maksudnya adalah gambaran numeric dari kemampuan air untuk meneruskan listrik.
Senyawa organic adalah penghantar listrik (konduktor) yang baik, sedangkan senyawa
anorganic adalah penghantar listrrik yang lemah. Air murni atau air yang bagus adalah air
yang sulit dalam menghantarkan atau mengalirkan listrik.
Teknik purifikasi air dalam pengolahan air bahan baku di industri farmasi yang berfungsi
dalam mengilangkan hingga 95% Total Dissolve Solid (TDS) dalam air adalah…
a. Multimedia filter
b. Active Carbon filter
c. Water softener
d. EDI (Electronic Deionization)
e. Reverse osmosis
Pembahasan :
Multimedia filter: filter yang digunakan untuk menyaring berbagai kontaminan makro
dalam air, diantaranya Lumpur, Debu, pasir, logam berat.
Active carbon filter: menghilangkan warna, bau, sedimentasi atau endapan yang
terkandung di dalam air. Klorin dalam air bias terserap dalam karbon aktif.
Water softener: mengurangi kesadahan air dengan mengikat ion Mg2+ dan Ca 2+
EDI: perkembangan dari Ion Exchange system dimana sebagai pengikat ion (+) dan (-)
dipakai juga elektroda disamping resin (CPOB: sarana penunjang kritis, 2012)
Reverse Osmosis merupakan teknologi pengolahan air yang sangat umum digunakan
guna menghasilkan air yang berkualitas tinggi. Proses Reverse Osmosis dilakukan
dengan memberi tekanan tinggi pada air yang dialirkan melalui membran semi
permeable dimana pemisahan ion terjadi. Dengan pemisahan ion, molekul air
membentuk barier yang memungkinkan molekul air lainnya untuk liwat dan
menghalangi liwatnya hampir semua kontaminan. Tingkat penolakan kontaminan ini
berkisar antara 85-95% yang tergantung pada kualitas awal dari air yang diolah. Dari
beragam teknologi penjernihan air minum diatas dapatlah disimpulkan bahwa banyak
teknologi dan metoda yang efektif untuk menyingkirkan sejumlah kontaminan, tapi
tidak ada teknologi tunggal yang dapat menyingkirkan semua kontaminan.
Pass box tempat masuk dan keluarnya - terletak di antara ruang persiapan
alat kesehatan dan bahan dan ruang steril.
obat sebelum dan sesudah - Airlock
dilakukan pencampuran.
Metode Sterilisasi
Gas (Etilen oksida, Pemaparan gas atau uap Zat aktif tidak tahan panas,
Formaldehid, untuk membunuh namun metode ini tidak banyak
Propilen oksida, Klorin mikroorganisme dan digunakan karena membutuhkan
oksida, Kloropikrin) sporanya waktu yang lama, harga nya
mahal, dan akan meninggalkan
residu.
Umum digunakan untuk
menyeterilkan ruangan
Tidak direkomendasikan untuk
sediaan karena faktor tercemar
residunya tinggi
Radiasi (UV, Gamma) Menggunakan sinar UV Biasanya untuk sterilisasi
frekuensi rendah yang ruangan.
Memecah DNA dari Sinar gamma lebih kuat daya
mikroorganisme pada tembusnya dibandingkan
sediaan (germisida).==> dengan sinar UV, sehingga
Tidak direkomendasikan cocok digunakan untuk
untuk sedian INjeksi mensterilkan bahan plastik
sekali pakai, antibiotik (salep
mata kloramfenikol) ,
hormon, dan jarum suntik.
Aseptis : Pembuatan Treatment pembuatannya Untuk sediaan krim steril
dibawah LAF diruang kelas A (KRIM MATA).
Sterilisasi tidak dapat dilakukan
dg panas (karena merusak
kestabilan krim dan komposisi
air, minyak)
I. BCS kelas 1 tidak memiliki masalah di kelarutan dan permeabilitas, maka dari itu
faktor disolusi obat merupakan titik kritisyang harus diperhatikan.
II. BCS kelas 2 memiliki masalah di kelarutan sehingga perlu memodifikasi
kelarutannya.
III. BCS kelas 3 memiliki masalah dipermeabilitas sehingga perlu meningkatkan
permeabilitasnya.
IV. BCS kelas 4 memiliki masalah di kelarutan dan permeabilitas sehingga perlu
diperhatikan keduanya.
Seorang apoteker di industri farmasi sedang mengembangkan obat ovula baru dimana zat
aktifnya termasuk ke dalam BCS kelas 1. Hal apakah yang harus diperhatikan?
a. Kelarutan d. Disolusi
b. Permeabilitas e. Agregrasi
c. Kompatibilitas
Jenis Keterangan
Temperatur Temperatur dapat meningkatkan kelarutan zat padat
terutama kelarutan garam dalam air, sedangkan
kelarutan senyawa non polar hanya sedikit sekali
dipengaruhi oleh temperature.
Penambahan Zat Terlarut Lain 1. Penambahan ion sejenis : Kelarutan menurun
dengan adanya ion sejenis, meningkat dengan
penambahan ion tidak sejenis
2. Penambahan Surfaktan: Pada konsentrasi rendah
dalam larutan berada pada permukaan atau antar
muka larutan dan memberikan efek penurunan
tegangan permukaan
Polaritas Pelarut Molekul zat terlarut polar akan terlarut pada pelarut
polar, Molekul zat terlarut non-polar akan terlarut
dalam pelarut nonpolar.
Konstanta Dielektrik Pelarut Senyawa hidrofobik meningkat kelarutannya
dalam air dengan adanya perubahan konstanta
dielektrik pelarut yang dapat dilakukan dengan
penambahan pelarut lain (kosolven). Konstanta
dilektrik dari suatu sistem pelarut campur adalah
merupakan jumlah hasil perkalian fraksi pelarut dengan
konstanta dielektrik masing- masing pelarut dari sitem
pelarut campur tersebut.
pH Larutan Peningkatan pH dapat meningkatkan kelarutan senyawa
asam lemah, dan penurunan pH dapat meningkatkan
kelarutan senyawa basa lemah
Ukuran Partikel dapat mempengaruhi kelarutan karena semakin kecil
partikel, rasio antara luas permukaan dan volume
meningkat. Meningkatnya luas permukaan
memungkinkan interaksi antara solut dan solvent lebih
besar
Soal :
1. Suatu industri farmasi sedang mengembangkan bentuk sediaan larutan dengan bahan
aktif ibuprofen. Ibuprofen memiliki sukar larut dalam air. Untuk meningkatkan
kelarutan ditambahkan polimer hidrofilik. Metode apakah yang digunakan?
Kompleks inklusi
2. Industri farmasi ingin mengembangkan bentuk sediaan larutan dengan bahan aktif
ibuprofen, dengan sifat sukar larut air, untuk meningkatkan kelarutan maka
digunakan polimer hidrofilik. Metode apa yang sesuai untuk pengembangan sediaan
tersebut ? Kompleks inklusi
Pembahasan :
Penggunaan polimer hidrofilik
Disperse padat (bila dilakukan rekayasa struktur kimia bahan aktif menjadi lebih
amorf setelah ditambahkan polimer).
Kompleks inklusi (bila polimer hanya berfungsi untuk melapisi bagian luar bahan
aktif (menjerap bahan aktif) sehingga memudahkan bahan aktif larut). Tidak ada
kata kunci perubahan struktur Kristal/ amorf.
Jawaban yang tempat pembentukan kompleks inklusi
1. Industri farmasi bekerja sama dengan RS untuk memanatau efek samping obat yang
kemungkinan timbul dan dari obat DM Type 2 yang baru saja mendapatkan ijin edar dari
BPOM, nah itu termasuk uji klinik fase barapa? Termasuk Uji Klinik Fase IV
2. Industri farmasi yang akan mengembangkan obat herbal fitorfarmaka harus melakukan
suatu uji lebih lanjut, salah satunya adalah uji fase satu yang bertujuan untuk?
a. Efektivitas terapi (Fase 2)
b. Post marketing surveillence (Fase 4)
c. Rentang window therapy
d. Kemungkinan timbulnya efek samping (Fase 3)
1. Uji klinik fase 1 : uji dilakukan pada sukarelawan sehat, tujuannya untuk mengetahui
keamanan zat aktif pada manusia serta untuk tahu rentang dosis aman serta profil
farmakokinetiknya
2. Uji klinik fase 2 : uji dilakukan pada sukarelawan sakit, namun dalam jumlah lebih
sedikit, tujuannya untuk mengetahui efektivitas zat aktif tersebut.
3. Uji kinis fase 3 : uji dilakukan pada sukarelawan sakit dengan jumlah yang lebih besar
(metode random control dan double blind). Tujuannya untuk melihat efektivitas dan
kemungkinan timbulnya efek yang tidak diinginkan seperti ESO
4. Uji klinik fase 4 : Uji post marketing surveilence tujuannya untuk mengetahui efektivitas
dan efek yang merugikan setelah obat dilepas ke pasar dan digunakan oleh banyak
pasien. Uji ini hanya bisa dilakukan setelah mendapatkan izin edar sementara dari BPOM dan
hanya bisa dilakukan jika tidak ditemukan hasil cukup serius pada fase sebelumnya