Anda di halaman 1dari 24

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

UJI DISOLUSI

Disolusi didefinisikan sebagai proses suatu zat padat masuk ke dalam pelarut
menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses zat padat melarut.
Secara singkat, proses ini dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dan pelarut (Ansel,
1989).
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larut dalam cairan pada
tempat absorbs. Dalam hal ini dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah
medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam
lambung dan dalam usus halus. Proses larutnya suatu obat disebut disolusi (Anief, 1987).

Uji Disolusi : Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV, terdapat 2 tipe apparatus
untuk uji disolusi sediaan padat, yaitu
1. apparatus tipe 1 (basket/keranjang) : Kapsul
2. apparatus tipe 2 (paddle/dayung) : Tablet
Paling sering digunakan, dasar pemilihan apparatus umumnya merujuk pada kompendial.
Medium yang digunakan untuk uji disolusi yaitu berdasarkan monografi dari masing-
masing zat aktif.

Kriteria Penerimaan Untuk Uji Disolusi


Tahap Sampel Uji Kriteria Penerimaan
S1 6 Tiap unit tidak kurang dari Q+5% (Jika belum
memenuhi syarat maka dilanjutkan pada uji S2
tambah 6 tablet lagi)
S2 Ditambah 6 Rata-rata dari 12 unit (S1+S2) adalah sama
dengan atau lebih dari Q dan tidak boleh ada
satupun unit yang kurang dari Q-15% (Jika tahap
ini tidak memenuhi syarat juga lanjut S3 tambah 12
tablet)
S3 Ditambah 12 Rata-rata dari 24 unit (S1+S2+S3) adalah sama
dengan atau lebih dari Q dan tidak lebih dari 2 unit
yang kurang dari Q-15% serta tidak boleh ada
satupun unit yang kurang dari Q-25%

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

FDA (2015) EMA (2010) WHO (2015) BPOM (2015)


Alat 1 100 rpm 100 rpm 100 rpm 100 rpm
(Keranjang)
Alat 2 (dayung) 50 rpm 50 rpm 50 rpm 50 rpm
Volume media ≤ 500 ml ≤ 900 ml ≤ 900 ml ≤ 900 ml
Jenis Media 1. HCl 0,1 N 1. HCl 0,1 N 1. Larutan 1. Larutan HCl pH
atau atau 2. HCl pH 1,2
Suhu : 37 OC 2. cairan 2. cairan 1,2 2. Dapar asetat pH
lambung lambung 3. Dapar 4,5
buatan tanpa buatan tanpa asetat pH 3. Dapat Fosfat 6,8
enzim enzim 4,5
3. Dapar pH 4,5 3. Dapar pH 4,5 4. Dapat
4. Dapar pH 6,8 4. Dapar pH 6,8 Fosfat 6,8
atau cairan atau cairan
usus buatan usus buatan
tanpa enzim tanpa enzim

Contoh soal uji disolusi :


 Hasil disolusi didapatkan presentasi sebesar 78, 81, 83, 86, 89, 91. Menurut USP nilai
tidak kurang dari 80 % (Q). Bagaimana kesimpulan dari uji tersebut?
Caranya :
Q 80 % + 5 : 85 %
(Sehingga TMS atau Tidak Memenuhi Syarat karena terdapat 3 yang dibawah 85).
 Kalo ditanya berapa jumlah tablet yang dibutuhkan (yang diuji) pada :
S1 : 6
S2 : 12
S3 : 24
 Kalo ditanyakan berapa jumlah tablet yang ditambahkan pada :
S1 : 6
S2 : 6
S3 : 12
 Dalam uji disolusi obat demi penjaminan mutu kualitas. Hasil penggujian pertama gagal :
tidak mencapai 80%. Maka dilakukan pengujian kedua sehingga jumlah tablet yang akan
digunakan sebanyak ? 12 tablet
 Parasetamol 500mg dilakukan uji disolusi dengan menggunakan aparatus 2. Hasil yang
didapatkan tidak sesuai dengan persyaratan FI V. Apa rekomendasi apoteker? Pengujian
kembali disolusi 6 tablet

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

Bagian pengawasan mutu suatu industri melakukan uji kontrol kualitas pada tablet
Metformin Hidroklorida 500 mg. Salah satunya adalah uji disolusi. Uji disolusi dilakukan
dengan media disolusi dapar fosfat pH 6,8 sebanyak 1000 mL, menggunakan alat disolusi
tipe dayung dengan kecepatan 50 rpm, selama 30 menit, dan dianalisis menggunakan
metode HPLC. Sampel tablet yang digunakan untuk tahap awal adalah 6 tablet. Hasil uji
disolusi enam sampel tersebut adalah sebagai berikut :
Sampel Nilai Q
Tablet 1 85,50% Tiap unit tidak kurang dari Q+5% (Jika belum
Tablet 2 87,75% memenuhi syarat maka dilanjutkan pada uji S2
tambah 6 tablet lagi)
Tablet 3 83,76%
Tablet 4 89,87%
Tablet 5 80,85%
Tablet 6 81,00%
Diketahui bahwa nilai Q dari metformin HCL adalah 80%. Kesimpulan yang dapat
diambil dari uji disolusi tersebut adalah?
a. Memenuhi syarat karena rata-rata keenam sampel memenuhi Q > 80%
b. Memenuhi syarat karena keenam sampel memenuhi syarat Q > 80%
c. Tidak memenuhi syarat karena terdapat tiga sampel yang tidak memenuhi Q>85%
d. Tidak memenuhi syarat karena rata-rata keenam sampel tidak memenuhi Q>85%
e. Tidak memenuhi syarat karena terdapat tiga sampel yang tidak memenuhi syarat
Q<85%
Pembahasan :
Menurut Farmakope Edisi V tahun 2014, terdapat tiga tahap uji disolusi, uji dilanjutkan
hingga tahap ketiga apabila hasil uji tidak memenuhi tahap pertama (S1) atau tahap kedua
(S2). Pada uji tahap pertama (S1), sampel tablet yang dipakai sebanyak enam t tablet
dengan kriteria penerimaan hasil uji adalah, nilai Q tiap unit sediaan tidak kurang dari
Q+5%, atau dengan kata lain nilai Q enam sampel tablet harus lebih dari sama dengan
Q+5%. Hasil uji menunjukkan bahwa sampel tablet 3, tablet 5, dan tablet 6, memiliki nilai
Q< 80+5% (85%) sehingga Tablet Metformin Hidroklorida 500 mg tidak memenuhi
persyaratan uji disolusi tahap pertama karena nilai Q dari tiga di antara enam unit sampel
kurang dari 85%. (Kementerian Kesehatan RI, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V,
Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta)

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

Kondisi Penyimpanan Selama Uji Stabilitas Menurut ASEAN Guideline

Jenis Kondisi Lama Waktu Uji


Accelerated (Dipercepat) 40 ± 2 ºC / 75 ± 5% RH 6 bulan
Real Time (Diperpanjang) 30 ± 2 ºC / 75 ± 5% RH 12 bulan

Kondisi Jenis Kondisi (dpn ± 2oC Lama Waktu Uji


Penyimpanan blkng ± 5%)
Suhu Kamar Long term 25ºC/60% RH 12 bulan
Intermediate* 30ºC/65% RH 6 bulan
Accelerated 40ºC/70% RH 6 bulan
Lemari Long term 5ºC/Ambient 12 bulan
Pendingin
Accelerated 25ºC/60% RH 6 bulan
Freezer Long term -20ºC/Ambient 12 bulan
Keterangan:
 Suhu Chamber diatur terkontrol ±2ºC, dan kelembaban relatif diatur terkontrol ±5%
 (*) Pengujian dilakukan jika terdapat perubahan signifikan pada suhu 40ºC/70% RH

1. Uji stabilistas dipercepat (Accelerate)


 Kondisi (Suhu) : 40 ± 2 ºC /RH 75 ± 5%
 Lama Waktu : 6 bulan
 Uji stabilitas dipercepat (Accelerate) : Obat disimpan pada kondisi ekstrim di suatu
lemari uji yang disebut CLIMATIC CHAMBER. Jadi obat dalam kemasan aslinya
dipaparkan pada suhu kondisi 40 ± 2 ºC / 75 ± 5% RH dengan waktu 6 bulan di dalam
lemari climatic chamber
 Frekuensi Uji : 0,3 sampai 6 bulan
2. Uji Stabilitas diperpanjang (Real Time) / DIPERPANJANG STABILITY CHAMBER)
Kondisi penyimpanan real time (suhu kamar) Produk uji disimpan pada
 Kondisi (suhu) : 30 ± 2 ºC /RH 75 ± 5%
 Lama waktu : 24 bulan
 Frekuensi uji : 0,3,6,12,18, dan 24 bulan
3. Uji Stabilitas Jangka Panjang (Long Term)
 Kondisi (suhu) : 25 ± 2 ºC /RH 60 ± 5%
 Lama waktu : 12 bulan.
 Untuk menentukan ED obat yang nantinya.
4. Alternative to accelerate study Produk
 Kondisi (suhu) : 40±2C/RH 75±5%.
 Frekuensi uji : Uji 0, 1, sampai 3 bulan.

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

1. Tablet ciprofloaxin diuji stabilitasnya menggunakan uji stabilitas dipercepat untuk


memenuhi dokumen registrasi produk baru. Berapa lama pengujian tersebut dilakukan?
a. 1 bulan
b. 3 bulan
c. 6 bulan
d. 9 bulan
e. 12 bulan
Pembahasan :
Uji stabilitas dipercepat dilakukan selama 6 bulan, uji long term selama 12 bulan.
2. Industri farmasi menyusun studi stabilitas untuk sediaan Tablet Atenolol. Pada studi
dilakukan suhu penyimpanan 40°C ± 2°C / 75% RH ± 5% RH. Berdasarkan International
Council for Harmonisation terdapat persyaratan pengujian minimum pada metode studi
tersebut. Apa persyaratan pada studi tersebut?
a. Pengujian dilakukan pada setiap tahun
b. Pengujian dilakukan pada awal dan akhir penyimpanan
c. Pengujian dilakukan pada bulan ke 0,3,6,9,12
d. Pengujian dilakukan pada bulan ke 0, 1, 3, dan 6
e. Pengujian dilakukan pada akhir penyimpanan

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

Nama Pengujian Stabilitas

Jenis Uji Penjelasan


uji stabilitas in use (In Use Stability Membuka menutup wadah berkali-kali, uji
Test) produk tablet effervesent dg cara membuka tutup
wadah berkali-kali.
on going stability test dilakukan untuk melihat stabilitas sediaan saat
sudah di pasaran.
Accelerated stability test/uji stabilitas dilakukan untuk mengetahui Expire date dan utk
dipercepat memenuhi registrasi obat.
Long term stability test untuk mengetahui expire date yang real, sehingga
jika ternyata lebih panjang ED nya bisa diajukan
extend ED ke BPOM.

Zona Tipe Iklim


I Temperate (sedang)
II Subtropis dan Mediteranian
III Panas dan kering
IV Panas dan lembap (tropis)
IV B Panas dan sangat lembap (kondisi pengujian ASEAN,
termasuk Indonesia) pada uji stabilitas jangka pnjang dg
real time maka suhu yg dibutuhkan 30±2ºC/75±5%RH

1. Suatu industri farmasi akan melakukan uji stabilitas pada tablet effervescent dengan
cara membuka dan menutup wadah berkali - kali. Apakah nama pengujian stabilitas
tersebut? In Use Stability Test
2. Tablet ciprofloxacin diuji stabilitasnya menggunakan uji stabilitas dipercepat untuk
memenuhi dokumen registrasi produk baru. Berapa lama pengujian tersebut dilakukan?
Jangka Panjang :
a. Jumlah Batch: minimal 2 A. 12 bulan
b. Suhu & RH: 30oC & 75% B. 9 bulan
C. 6 bulan
c. Lama Pengujian: 24 bulan
D. 3 bulan
Dipercepat : E. 1 bulan
a. Jumlah Batch: minimal 2
b. Suhu & RH: 40oC & 75%
c. Lama Pengujian: 6 bulan
Alternatif :
Bakteri yang digunakan dalam pengujian air limbah
a. Jumlah Batch : minimal 2
b. Suhu & RH: 45 - 50oC & 75%
c. Lama Pengujian: 3 bulan
Referensi: Asean Guideline on Stability Study of Drug Product
“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”
“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

Menurut WHO maupun KEMENKES, bakteri coliform dan Eschericia coli merupakan
standar utama untuk uji mikrobiologi terhadap air minum sekaligus menjadi penyebab
tersering infeksi saluran gastrointestinal.
Bakteri yang menjadi parameter pemeriksaan
1. Bakteri coliform
Coliform merupakan golongan bakteri yang digunakan sebagai indikator polusi pada
saluran pencernaan. Pada awalnya, coliform digunakan sebagai indikator terhadap
bakteri Eschericia coli. Oleh karena itu, hingga terdapat pemeriksaan serologis spesifik
terhadap bakteri Eschericia coli, bakteri coliform dapat dianggap sebanding dengan
Eschericia coli.
2. Eschericia coli
Eschericia coli juga termasuk flora normal dalam usus. Sehingga akan ditemukan
apabila dilakukan pemeriksaan pada feses. Eschericia coli yang berada di dalam usus
tidak akan menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia, namun pada situasi
tertentu, bakteri ini akan bersifat patogen.

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

Evaluasi Sifat fisik granul

a. Uji kadar air


Timbang granul kering 4 g, dimasukkan ke dalam alat pengukur MC. Tutup alat MC
sampai alat membaca kadar lembab serbuk secara otomatis. Setelah selesai, buka
penutupnya catat kadar lembab granul dan volume penyusutan bobot granul.
Syarat : Kadar lembab granul 2-4% (Lachman et al., 1994)
b. Waktu alir
Sebanyak 100 g granul diletakkan pada alat uji. Waktu diamati dengan stopwatch
dan dimulai pada saat dibuka lubang corong hingga seluruh granul mengalir
melewati lubang corong.
Syarat: hasil pengujian dikatakan memenuhi syarat free flowing apabila kecepatan
alir granul tidak lebih dari 10 detik untuk sampel seberat 100 g (Siregar, 2008).
c. Sudut diam
Sudut diam dihitung dengan mengatur diameter dan tinggi tumpukan granul yang
keluar dari mulut corong. Ukur tinggi kerucut dan diameter yang terbentuk.

Tan α = h/r

Keterangan :
α = sudut diam
h = tinggi dari kerucut granul yang terbentuk
r = jari-jari permukaan kerucut
Syarat: sudut diam tidak lebih besar dari 40° (Lachman et al., 1994: 685) atau
serbuk bersifat mudah mengalir (free flowing) apabila memiliki sudut diam kurang
dari 300 (Siregar, 2008).
d. Pengetapan
Granul dimasukkan ke dalam gelas ukur sampai volume 100 mL (Vo), ditimbang berat
granulnya, dilakukan pengetapan dengan alat tapped density tester hingga volume
granul konstan. Hasil pengujian dihitung persentase selisih volume granul tanpa
dimampatkan terhadap volume setelah pemampatan (Siregar, 2008).
% Pengetapan = V0-V1/V0 x 100 %

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

Evaluasi Sifat fisik tablet

a. Keseragaman bobot
Uji keseragaman bobot dilakukan dengan ketentuan dan persyaratan yang tertera pada
Farmakope Indonesia edisi III.
Prosedur penentuan keseragaman bobot tablet :
Timbang 20 tablet, dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu, tidak
lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang lebih dari bobot rata-rata
yang ditetapkan pada kolom A dan tidak ada satu tablet pun yang menyimpang dari harga
kolom B.

Bobot rata – Penyimpanan bobot rata- rata


rata tablet ( dalam %)
A B
< 25 mg 15 30
26-150 mg 10 20
151-300 mg 7,5 15
>300 mg 5 10
Contoh perhitungan keseragaman kandungan ditimbang semua 20 tablet satu persatu

1. 0,091

20. 0,081

Rata-rata tablet 20 tablet = 0,098

Perhitungan % penyimpangan =

1. 0,091-0,098 / 0,098 x 100 % = 7,14 %

20. 0,081-0,098 / 0,098 x 100 % = 17,34 %

b. Keseragaman ukuran
Uji keseragaman ukuran tablet dilakukan menggunakan jangka sorong.
Prosedur penentuan keseragaman ukuran tablet :
20 tablet diukur tebal dan diameternya satu persatu. Dibaca pada skala yang ditunjukkan.
Hitung reratanya.
Syarat : Diameter tablet tidak lebih dari dan tidak kurang dari satu sepertiga kali ketebalan
tablet ( Anonim, 1979 : 7).

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

c. Kekerasan
Uji kekerasan tablet menggunakan alat “Hardness Tester”.
Prosedur penentuan kekerasan tablet :
10 Tablet secara acak dan letakkan dalam posisi berdiri diujung penekanan. Diatur tekanan
hingga tablet kokoh ditempatnya dan petunjuk skala pada posisi nol, kemudian sekrup
diputar terus sampai tabletnya pecah. Pada alat dibaca angkanya.
Syarat: Lebih dari 4 kg kekerasan yang dimiliki tablet. Antara 4-8 kg (Ansel, 1989 :
225).

d. Kerapuhan
Uji kerapuhan tablet dilakukan menggunakan alat “ Friability Tester”.
Prosedur penentuan kerapuhan tablet :
Bersihkan 20 tablet dari debu dan ditimbang (W awal). Masukkan ke dalam alat uji dan
putar selama 4 menit atau sebanyak 100 putaran. Keluarkan tablet dari alat dan bebas
debukan, kemudian ditimbang seksama (W akhir).
Kerapuhan = Wawal – Wakhir x 100 %
W awal
Syarat : Tablet yang baik jika kerapuhannya kurang dari 0,8 % ( Voight, 1994 : 222)

e. Wancur hancur
Uji waktu hancur dilakukan dengan ketentuan dan persyaratan Farmakope Indonesia edisi
III menggunakan alat uji “Desintegration Tester”.
Prosedur penentuan waktu hancur tablet :
Sejumlah 6 tablet dimasukkan dalam masing-masing tabung pada desintegration tester. Alat
tersebut dimasukkan dalam gelas yang berisi air kurang lebih 1000 ml suhu 37°C, kemudian
tabung dinaik-turunkan. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian yang tertinggal
diatas kasa, kemudian catat lama hancurnya tablet.
Syarat : Waktu hancur tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak
lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut gula dan selaput (Anonim, 1979 : 7).

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

f. Waktu larut
Disolusi dilakukan menggunakan alat tipe II pada suhu 37 ± 0,5 0C menggunakan paddle
dengan kecepatan 50 rpm. Medium yang digunakan adalah larutan dapar fosfat pH 5,8,
sebanyak 900 mL. Pengambilan Tablet vitamin C dilakukan pada 5; 10; 15; 20, 25 dan
30 menit sebanyak 5 mL dari medium dan volume pengambilan diganti dengan medium
baru sejumlah sampel yang diambil. Tablet paracetamol yang diambil dianalisa
menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 243 nm. Persyaratan
untuk disolusi adalah tidak kurang dari 80% (Q) dari jumlah paracetamol yang terlarut
dalam waktu 30 menit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

Sebuah industri farmasi ingin membuat tablet hisap ekstrak kulit kayu manis. Dari hasil
uji sediaan didapatkan nilai index carr 28%. Menurut data tersebut bagaimana sifat alir
sediaan tersebut ?
a. Baik
b. Sangat Baik
c. Cukup Baik
d. Buruk
e. Sangat Buruk

Apoteker QC suatu industri akan mengevaluasi keseragaman sediaan tablet Dolutegravir


10 mg yang memiliki bobot tablet 500 mg. Evaluasi apa yang dilakukan sesuai FI V?
a.Uji penetapan kadar
b.Uji keragaman bobot  Dosis sediaan ≥ 25 mg dan/atau zat aktif ≥
c.Uji keseragaman kandungan 25% = uji keragaman bobot
d.Uji keragaman kadar  Dosis sediaan < 25 mg dan/atau zat aktif
<25% = uji keseragaman kandungan
e.Uji keseragaman bobot

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

Evaluasi sediaan salep, pasta, gel dan krim


1. Organoleptik
2. Homogenitas
3. Kadar Zat Aktif
4. Evaluasi pH, syarat 4,5-6,5.
5. Viskositas
6. Daya sebar, syarat 5-7 cm (19,643-38,5 cm2).
7. Daya lekat, Daya lekat yang baik untuk sediaan semi padat adalah lebih dari 1 detik
(Zats and Kushla, 1996).
8. Stabilitas Fisik
9. Kebocoran (Hanya untuk salep dan pasta) : dengan metilen blue.
Kebocoran 1 tube → ulangi pada 20 tube. Memenuhi syarat jika kebocoran tidak lebih
1 dari 30 tube.
I. 10 tube
II. 20 tube
Soal : Bagian Qc di industri farmasi mengevaluasi minimum salep mata tetrasiklin Hcl
dengan menggunakan 10 tube sampel. Didapatkan bahwa hasil 1 tube mengalami
kebocoran, sehingga dilakukan pengujian ulang dengan menggunakan sejumlah sampel
Sediaan steril dan sitostatika
tertentu.Berapa jumlah sampel tersebut? 20 Tube.
Kelengkapan Personil dan Penanganan Kegawat Daruratan

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

Sediaan Prosedur personil Penanganan kegawat-daruratan


Injeksi steril  Menggunakan APD
non sitostatika  Melakukan dekontaminasi
dan desinfeksi
 Menghidupkan LAF
 Menyiapkan kantong
buangan sampah
 Melakukan desinfeksi
sarung tangan
Injeksi steril  Gunakan APD  Jika ada tumpahan gunakan
Sitostatika  Menyalakan BSC 5 menit spill kit kemoterapi dan lakukan
(Untuk pengolahan sebelum digunakan tindak sesuai prosedur
limbah sitos  Melakukan dekontaminasi
dilakukan dan desinfeksi BCS
diincinerator (1100 o
 Menyiapkan kantong
C) sampah khusus
 Melakukan desinfeksi
sarung tangan
KULIT
 Bilas dengan air hangat
 Cuci dengan sabun
 Seka area dengan klorin 5%
(jika kulit tidak sobek)
 Seka dengan h202 3% (jika
kulit sobek)
 Catat jenis obat dan siapkan
antidotum
MATA
 Bilas di air mengalir, rendam
dengan air hangat selama 5
menit
 Cuci mata terbuka dengan
NaCl 0,9%
TERTUSUK JARUM
 Tarik kembali plunger
 Jika perlu gunakan spuit barum
jarum bersih untuk menarik
obat yang kemungkinan
terinjeksi
 Bilas bagian tertusuk dengan
air hangat, cuci bersih dengan
sabun.
 Catat jenis obat, dan berapa
banyak terinjeksi

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

Jenis Air Injeksi :

Air merupakan salah satu bahan baku yang sangat penting dalam industri farmasi. Air
ini digunakan antara lain untuk kebutuhan pencucian alat-alat, sebagai pelarut bahan
dan sumber pembuatan steam untuk proses sterilisasi. Air menjadi perhatian penting
dalam industri farmasi sehingga harus dipantaui kualitasnya baik pemantauan
mikrobiologi mapun kimiawi. Parameter yang biasanya dipantau secara berkala untuk
menilai kualitas air adalah konduktivitas, pH, Total Organic Carbon (TOC), bioburden
dan endotoksin.

Grade 1: Raw Water (Air Sumur, PDAM)

Grade 2: Potable Water (PW)

Grade 3: Purified Water/ Aquademin

Grade 4: Water For Injeksi (WFI), Suhu Loop Water for injection 70-80oC

a. Purrifed Water : Untuk mengetahui kandungan logam dalam air


Cara mendeteksinya dengan cara : Konduktivitas.
Biasanya untuk sediaan non steril
b. WFI : Untuk water dan softerner, untuk mengurangi/menurunkan kesadahan air.
Cara mendeteksinya dengan menggunakan teknik looping (Suhunya >70 o C) atau
70-80 o C.
Biasanya untuk sediaan parental injeksi, tetes mata

Suatu industri farmasi menggunakan purified water untuk membuat sediaan gel
heparin. Cara untuk mengetahui adanya kandungan logam pada air adalah?
A. Konduktivitas
B. Total organic carbon
C. Zat padat total
D. Logam berat
E. Kadar pH
Konduktivitas/ conductivity adalah sering disebut juga daya hantar listrik (DHL)
maksudnya adalah gambaran numeric dari kemampuan air untuk meneruskan listrik.
Senyawa organic adalah penghantar listrik (konduktor) yang baik, sedangkan senyawa
anorganic adalah penghantar listrrik yang lemah. Air murni atau air yang bagus adalah air
yang sulit dalam menghantarkan atau mengalirkan listrik.

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”
Jenis-jenis air yang digunakan pada industri farmasi adalah sebagai berikut:
1. Drinking Water/Potable Water
Drinking water bisa diperoleh dari sumur, sungai atau reservoir. Treatment yang biasa
dilakukan untuk drinking water adalah desalinasi, softening, iron removal, reduksi
partikel dan treatment mikrobiologi. Drinking water biasa digunakan pada tahap
awal pencucian alat-alat.
2. Purified Water (PW)/Bulk Purified Water(BPW)
Bahan baku pembuatan PW berasal dari drinking water, proses pembuatannya bisa
dengan kombinasi metode reverse osmosis (RO) dengan elctro-
deionization (EDI), vapour compression (VC), ultrafiltrasi atau destilasi. PW biasa
digunakan untuk eksipien sediaan non- parenteral dan digunakan juga untuk pencucian
alat-alat.
3. Highly Purified Water (HPW)/Bulk Highly Purified Water(BHPW)
HPW bahan bakunya diperoleh dari drinking water, proses pembuatannya
menggunakan metode double pass RO dengan ultrafiltrasi dan deionisasi. Standard
kualitas HPW dalam European pharmacopoeia sama dengan water for injection (WFI).
Hanya saja proses pembuatannya yang berbeda.
4. Water For Injection (WFI)/ Bulk Water For Injections (BWFI)
Bahan baku pembuatan WFI bisa dari drinking water atau dari PW. Metode destilasi
merupakan metode purifikasi yang diterima oleh International
pharmacopoeia dan European pharmacopoeia. WFI biasa digunakan untuk eksipien
sediaan parenteral dan final rinse pada alat-alat yang kontak dengan produk.

SOAL UKAI SEPTEMBER 2021


Suatu sediaan injeksi dibuat dengan water for injection, bagaimana cara pembuatan yang
diperbolehkan untuk membuat WFI (water for injection)?
a. Destilasi b. Softening c. Ionisasi d. Reverse osmosis
JAWABAN :
Pengolahan air untuk injeksi (Water For Injection/WFI) berasal dari purified water
system, yang selanjutnya dilakukan destilasi (penyulingan) dengan terlebih dahulu
melewati lampu UV untuk membunuh bakteri. Sesuai dengan persyaratan CPOB yang
terbaru, proses destilasi menggunakan 6 (enam) kolom destilasi, artinya air yang
digunakan untuk produk-produk steril tersebut mengalami 6 kali proses destilasi. Dengan
Persyaratan Ruang: air untuk injeksi yang memenuhi persyaratan Water For
unit ini diperoleh
Injection (WFI). Selanjutnya, WFI yang dihasilkan kemudian disimpan dalam storage
tank pada suhu 70-80oC sebelum didistribusikan untuk produksi produk steril.
“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”
“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

Teknik purifikasi air dalam pengolahan air bahan baku di industri farmasi yang berfungsi
dalam mengilangkan hingga 95% Total Dissolve Solid (TDS) dalam air adalah…
a. Multimedia filter
b. Active Carbon filter
c. Water softener
d. EDI (Electronic Deionization)
e. Reverse osmosis

Pembahasan :
Multimedia filter: filter yang digunakan untuk menyaring berbagai kontaminan makro
dalam air, diantaranya Lumpur, Debu, pasir, logam berat.
Active carbon filter: menghilangkan warna, bau, sedimentasi atau endapan yang
terkandung di dalam air. Klorin dalam air bias terserap dalam karbon aktif.
Water softener: mengurangi kesadahan air dengan mengikat ion Mg2+ dan Ca 2+
EDI: perkembangan dari Ion Exchange system dimana sebagai pengikat ion (+) dan (-)
dipakai juga elektroda disamping resin (CPOB: sarana penunjang kritis, 2012)
Reverse Osmosis merupakan teknologi pengolahan air yang sangat umum digunakan
guna menghasilkan air yang berkualitas tinggi. Proses Reverse Osmosis dilakukan
dengan memberi tekanan tinggi pada air yang dialirkan melalui membran semi
permeable dimana pemisahan ion terjadi. Dengan pemisahan ion, molekul air
membentuk barier yang memungkinkan molekul air lainnya untuk liwat dan
menghalangi liwatnya hampir semua kontaminan. Tingkat penolakan kontaminan ini
berkisar antara 85-95% yang tergantung pada kualitas awal dari air yang diolah. Dari
beragam teknologi penjernihan air minum diatas dapatlah disimpulkan bahwa banyak
teknologi dan metoda yang efektif untuk menyingkirkan sejumlah kontaminan, tapi
tidak ada teknologi tunggal yang dapat menyingkirkan semua kontaminan.

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

Ruang Keterangan Syarat ruang


Ruang persiapan Administrasi, penyiapan
alat, dan
bahan obat
Ruang cuci tangan memakai APD
dan ruang ganti
pakaian
Ruang antara Ruang batas antara non
steril dan steril
Ruang steril o Jumlah partikel berukuran 0,5
mikron tidak lebih dari 350.000
partikel
o Jumlah jasad renik tidak lebih dari
100 per meter2
o Suhu 18 – 22°C
o Kelembaban 35 – 50%
o Di lengkapi High Efficiency
Particulate Air (HEPA) Filter

 Tekanan udara di dalam ruang lebih


positif dari pada tekanan udara di
luar ruangan (non sitostatika)
 Tekanan udara di dalam ruang lebih
negatif dari pada tekanan

Pass box tempat masuk dan keluarnya - terletak di antara ruang persiapan
alat kesehatan dan bahan dan ruang steril.
obat sebelum dan sesudah - Airlock
dilakukan pencampuran.

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

Metode Sterilisasi

Metode Sterilisasi Prinsip Penggunaan


Panas Basah Pemanasan dengan suhu Zat aktif tahan panas : Membunuh
(Autoklaf) 121°C selama 15 menit organisme melalui proses
(autoklaf) denaturasi atau koagulasi
protein sel
Pemanasan dengan suhu
121 C selama 30 menit Siklus sterilisasi uap:
(Bioburden) : Pemanasan (conditioning) –
populer diamerika dan Pemaparan uap (exposure) –
jepang Pembuangan (exhausting)-
Pengeringan (drying).

Sangat efektif untuk zat aktif dan


tambahan yg tahan panas dan
kelembapan
Panas Kering (Oven) Pemanasan dengan suhu  Zat aktif tahan panas : dan
180°C selama 2-3 jam ingin dibuat sedian injeksi
steril
 Untuk zat tahan panas tetapi
tidak tahan lembap : Dry
Injeksi steril
Penyaringan (Bakteri Penyaringan menggunakan  Zat aktif tidak tahan panas :
Filter) membran filter dibawah Sedian tetes mata steril
LAF dengan filter < 0,2 (pembuatan secara aseptif dan
mikron sehingga diberi penambahan volume 80%
mikroorganisme tertahan untuk menganti volume yg
hilang akibat penyarngan)
 Sedian krim tidak dapat
disterilisasi dg ini karena sudah
berbentuk sistem dispersi
sehngga tidak akan lolos dalam
membran filter

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

Gas (Etilen oksida, Pemaparan gas atau uap  Zat aktif tidak tahan panas,
Formaldehid, untuk membunuh namun metode ini tidak banyak
Propilen oksida, Klorin mikroorganisme dan digunakan karena membutuhkan
oksida, Kloropikrin) sporanya waktu yang lama, harga nya
mahal, dan akan meninggalkan
residu.
 Umum digunakan untuk
menyeterilkan ruangan
 Tidak direkomendasikan untuk
sediaan karena faktor tercemar
residunya tinggi
Radiasi (UV, Gamma) Menggunakan sinar UV  Biasanya untuk sterilisasi
frekuensi rendah yang ruangan.
Memecah DNA dari  Sinar gamma lebih kuat daya
mikroorganisme pada tembusnya dibandingkan
sediaan (germisida).==> dengan sinar UV, sehingga
Tidak direkomendasikan cocok digunakan untuk
untuk sedian INjeksi mensterilkan bahan plastik
sekali pakai, antibiotik (salep
mata kloramfenikol) ,
hormon, dan jarum suntik.
Aseptis : Pembuatan Treatment pembuatannya  Untuk sediaan krim steril
dibawah LAF diruang kelas A (KRIM MATA).
 Sterilisasi tidak dapat dilakukan
dg panas (karena merusak
kestabilan krim dan komposisi
air, minyak)

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

BCS (Biopharmaceutical Classification System)

Kelas BCS Titik kritis yang Solusi


diperhatikan
I (kelarutan besar, faktor disolusi Obat Menambahkan bahan untuk
permeabilitas tinggi) merupakan titik kritis yang mempercepat disolusi
harus diperhatikan.
II (kelarutan kecil, masalah di kelarutan Menambahkan bahan yang
pemeabilitas tinggi) sehingga perlu memodifikasi dapat meningkatkan kelarutan
kelarutannya senyawa
III (kelarutan tinggi (titik Masalah di permeabilitas Menambahkan permeability
kritisnya), permeabilitas sehingga perlu enhancer pada formulasi
rendah) meningkatkan
permeabilitasnya.
Polimer yang cocok HPMC
Contoh Obat: Kaptopil
IV (kelarutan rendah, Masalah di kelarutan dan
permeabilitas rendah) permeabilitas sehingga perlu
diperhatikan keduanya

I. BCS kelas 1 tidak memiliki masalah di kelarutan dan permeabilitas, maka dari itu
faktor disolusi obat merupakan titik kritisyang harus diperhatikan.
II. BCS kelas 2 memiliki masalah di kelarutan sehingga perlu memodifikasi
kelarutannya.
III. BCS kelas 3 memiliki masalah dipermeabilitas sehingga perlu meningkatkan
permeabilitasnya.
IV. BCS kelas 4 memiliki masalah di kelarutan dan permeabilitas sehingga perlu
diperhatikan keduanya.

Seorang apoteker di industri farmasi sedang mengembangkan obat ovula baru dimana zat
aktifnya termasuk ke dalam BCS kelas 1. Hal apakah yang harus diperhatikan?
a. Kelarutan d. Disolusi
b. Permeabilitas e. Agregrasi
c. Kompatibilitas

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

Faktor Kelarutan Zat Padat Dalam Air

Jenis Keterangan
Temperatur Temperatur dapat meningkatkan kelarutan zat padat
terutama kelarutan garam dalam air, sedangkan
kelarutan senyawa non polar hanya sedikit sekali
dipengaruhi oleh temperature.
Penambahan Zat Terlarut Lain 1. Penambahan ion sejenis : Kelarutan menurun
dengan adanya ion sejenis, meningkat dengan
penambahan ion tidak sejenis
2. Penambahan Surfaktan: Pada konsentrasi rendah
dalam larutan berada pada permukaan atau antar
muka larutan dan memberikan efek penurunan
tegangan permukaan
Polaritas Pelarut Molekul zat terlarut polar akan terlarut pada pelarut
polar, Molekul zat terlarut non-polar akan terlarut
dalam pelarut nonpolar.
Konstanta Dielektrik Pelarut Senyawa hidrofobik meningkat kelarutannya
dalam air dengan adanya perubahan konstanta
dielektrik pelarut yang dapat dilakukan dengan
penambahan pelarut lain (kosolven). Konstanta
dilektrik dari suatu sistem pelarut campur adalah
merupakan jumlah hasil perkalian fraksi pelarut dengan
konstanta dielektrik masing- masing pelarut dari sitem
pelarut campur tersebut.
pH Larutan Peningkatan pH dapat meningkatkan kelarutan senyawa
asam lemah, dan penurunan pH dapat meningkatkan
kelarutan senyawa basa lemah
Ukuran Partikel dapat mempengaruhi kelarutan karena semakin kecil
partikel, rasio antara luas permukaan dan volume
meningkat. Meningkatnya luas permukaan
memungkinkan interaksi antara solut dan solvent lebih
besar

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

Ukuran Molekul Semakin besar ukuran molekul semakin berkurang


kelarutan suatu senyawa. Semakin besar ukuran
molekul zat terlarut semakin sulit molekul pelarut
mengelilinginya untuk memungkinkan terjadinya roses
pelarutan

Soal :
1. Suatu industri farmasi sedang mengembangkan bentuk sediaan larutan dengan bahan
aktif ibuprofen. Ibuprofen memiliki sukar larut dalam air. Untuk meningkatkan
kelarutan ditambahkan polimer hidrofilik. Metode apakah yang digunakan?
Kompleks inklusi
2. Industri farmasi ingin mengembangkan bentuk sediaan larutan dengan bahan aktif
ibuprofen, dengan sifat sukar larut air, untuk meningkatkan kelarutan maka
digunakan polimer hidrofilik. Metode apa yang sesuai untuk pengembangan sediaan
tersebut ? Kompleks inklusi
Pembahasan :
Penggunaan polimer hidrofilik
 Disperse padat (bila dilakukan rekayasa struktur kimia bahan aktif menjadi lebih
amorf setelah ditambahkan polimer).
 Kompleks inklusi (bila polimer hanya berfungsi untuk melapisi bagian luar bahan
aktif (menjerap bahan aktif) sehingga memudahkan bahan aktif larut). Tidak ada
kata kunci perubahan struktur Kristal/ amorf.
Jawaban yang tempat pembentukan kompleks inklusi

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

Uji Klinis- Pra Klinis

Perbedaan Uji Pra Klinis Klinis (syarat fitofarmaka)


Definisi Pengujian yang dilakukan Pengujian khasiat pada
pada hewan uji untuk manusia untuk memastikan
meneliti sifat efektivitas, keamanan dan efek
farmakodinamik, samping yang muncul akibat
farmakokinetik, farmasetik suatu senyawa.
dan efek toksik suatu
senyawa baru.
Lingkup 1. Uji Farmakodinamik: 1. Uji Klinik Fase I
Pengujian Mengetahui kesesuaian  Meneliti Toksisitas
efek farmakologi. Keamanan - Tolerabilitas
Dilakukan secara in vivo obat.
dan in vitro.  Dilakukan pada
2. Uji Farmakokinetik: sukarelawan sehat
Mengetahui ADME  Menentukan besarnya
Merancang dosis dan dosis tunggal yang dapat
aturan pakai diterima (MTD).
3. Uji Farmasetika  Sukarelawan sehat 50-100
Uji kesesuaian pasien.
farmasetika dari segi 2. Uji Klinik Fase II
formulasi, standarisasi,  Pada sekelompok kecil
stabilitas hingga sukarelawan sakit →
pemilihan bentuk melihat efek
sediaan dan cara farmakologik/efek terapi
penggunaan. obat (efikasi). Diteliti juga
4. Uji Toksikologi eliminasi dan metabolisme
Mengetahui keamanan obat.
dan toksisitas zat.
 Sekelompok Kecil
Sukarelawan Sakit 200
pasien.

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”


“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

3. Uji Klinik Fase III


Memastikan khasiat,
keamanan dan efektif →
sekelompok besar sukarelawan
sakit sejumlah 500 orang.
4. Uji Klinik Fase IV
Paska Pemasaran (Post
Marketing Drug Surveillance)

FASE UJI KLINIS (FASE 1-4)


DEK MARETA
 Dosis (Sehat)
 Efikasi (Sakit)
 Keamanan (Sakit)
 Post Marketing (Dipasarkan)

1. Industri farmasi bekerja sama dengan RS untuk memanatau efek samping obat yang
kemungkinan timbul dan dari obat DM Type 2 yang baru saja mendapatkan ijin edar dari
BPOM, nah itu termasuk uji klinik fase barapa? Termasuk Uji Klinik Fase IV
2. Industri farmasi yang akan mengembangkan obat herbal fitorfarmaka harus melakukan
suatu uji lebih lanjut, salah satunya adalah uji fase satu yang bertujuan untuk?
a. Efektivitas terapi (Fase 2)
b. Post marketing surveillence (Fase 4)
c. Rentang window therapy
d. Kemungkinan timbulnya efek samping (Fase 3)

1. Uji klinik fase 1 : uji dilakukan pada sukarelawan sehat, tujuannya untuk mengetahui
keamanan zat aktif pada manusia serta untuk tahu rentang dosis aman serta profil
farmakokinetiknya
2. Uji klinik fase 2 : uji dilakukan pada sukarelawan sakit, namun dalam jumlah lebih
sedikit, tujuannya untuk mengetahui efektivitas zat aktif tersebut.
3. Uji kinis fase 3 : uji dilakukan pada sukarelawan sakit dengan jumlah yang lebih besar
(metode random control dan double blind). Tujuannya untuk melihat efektivitas dan
kemungkinan timbulnya efek yang tidak diinginkan seperti ESO
4. Uji klinik fase 4 : Uji post marketing surveilence tujuannya untuk mengetahui efektivitas
dan efek yang merugikan setelah obat dilepas ke pasar dan digunakan oleh banyak
pasien. Uji ini hanya bisa dilakukan setelah mendapatkan izin edar sementara dari BPOM dan
hanya bisa dilakukan jika tidak ditemukan hasil cukup serius pada fase sebelumnya

“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”

Anda mungkin juga menyukai