Anda di halaman 1dari 21

FILSAFAT MARXISME, MATRIALISME, FENOMENOLOGISME, DAN

EKSISTENSIALISME SEBUAH ALIRAN FILSAFAT MODERN

Di Susun Oleh :

Evi Rahmadani (200205024)

Rika yunasari (200205044)

Dosen Pembimbing

Tabrani. ZA, S.Pd.I., M.S.I., M

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR- RANIRY BANDA ACEH

TAHUN AJARAN 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ‘’filsafat
marxisme, matrialisme, fenomenologisme, dan eksistensialisme sebuah aliran filsafat
modern ‘' tepat waktu. Tak lupa pula kami latunkan shalawat serta salam kepada
junjungan Nabi Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di akhir
kelak nanti.

Kami juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak


Tabrani.ZA, S.Pd.I., M.S.I., M selaku dosen kuliah Filsafat umum.Semoga tugas
yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait
bidang ilmu filsafat.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah filsafat umum serta menambah wawasan kita tentang makalah ini. Kami
menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun, akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

BANDA ACEH, 31 maret 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

FILSAFAT MARXISME,MATRIALISME,FENOMENOLOGISMA DAN


EKSISTENSIALISASI SEBUAH ALIRAN FILSAFAT MODREN
............................................................................................................................................................
1
KATA PENGANTAR..................................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................................................3

BAB I.........................................................................................................................................................4

PENDAHULUAN..........................................................................................................................4

A. Latar Belakang..............................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah................................................................................................................4

C. Tujuan Masalah.....................................................................................................................5

BAB II........................................................................................................................................................5

PEMBAHASAN......................................................................................................................................5

A. FILSAFAT MARXISME...........................................................................................................5

B. FILSAFAT MATREALISME.................................................................................................8

C. FILSAFAT FENOMENOLOGISME.................................................................................14

D. FILSAFAT EKSISTENSIALISME.....................................................................................14

BAB III........................................................................................................................................................... 20

PENUTUP..............................................................................................................................................20

A. KESIMPULAN...............................................................................................................................20

B. KRITIK DAN SARAN........................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................21

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah

Filsafat Marxisme adalah filsafat perjuangan kelas buruh untuk


menumbangkan kapitalisme dan membawa sosialisme ke bumi manusia.
Sejak filsafat ini dirumuskan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels 150
tahun yang lalu dan terus berkembang, filsafat ini telah mendominasi
perjuangan buruh secara langsung maupun tidak langsung.

Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal


yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya
semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi
material. Materi adalah satu-satunya substansi.

fenomenologi atau fenomenalisme adalah aliran atau faham yang


menganggap bahwa fenomenalisme (gejala) adalah sumber pengetahuan
dan kebenaran. Seorang fenomenalisme suka melihat gejala.

Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menekankan eksistensia.


Para pengamat eksistensialisme tidak mempersoalkan esensia dari
segala yang ada. Karena memang sudah ada dan tak ada persoalan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana yang di katakan Pemikiran tentang marxisme, matrealisme,
fenomenologisme dan eksistensialisme?
2. Apa saja teori tentang marxisme, matrealisme, fenomenologisme dan
eksistensialisme ?
3. Dan apa saja Aliran tentang marxisme, matrealisme, fenomenologisme
dan eksistensialisme?

4
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui pemikiran filsafat marxisme, matrealisme,
fenomenologisme dan eksistensialisme.
2. Mengenal apa saja teori filsafat marxisme, matrealisme,
fenomenologisme dan eksistensialisme.
3. Dan mengetahui apa saja aliran marxisme, matrealisme,
fenomenologisme dan eksistensialisme.

BAB II
PEMBAHASAN

A. FILSAFAT MARXISME
1. Pemikiran Filsafat Marxisme
Dalam mengemukakan teori ini, Marx sangat dipengaruhi
oleh Hegel.Bahkan sampai saat ini pun kalangan Marxis masih
menggunakan terminologi Hegel.Ada baiknya jika di sini disebutkan satu
persatu ide Hegelianisme yang juga menjadi isi penting dari Marxisme:
a) Pertama, realitas bukanlah suatu keadaan tertentu, melainkan
sebuah proses sejarah yang terus berlangsung.
b) Kedua, karena realitas merupakan suatu proses sejarah yang terus
berlangsung, kunci untuk memahami realitas adalah memahami
hakikat perubahan sejarah.
c) Ketiga, perubahan sejarah tidak bersifat acak, melainkan mengikuti
suatu hukum yang dapat ditemukan.
d) Keempat, hukum perubahan itu adalah dialektika, yakni pola gerakan
triadik yang terus berulang antara tesis, antitesis, dan sintesis.
e) Kelima, yang membuat hukum ini terus bekerja adalah alienasi-yang
menjamin bahwa urutan keadaan itu pada akhirnya akan dibawa
menuju sebuah akhir akibat kontradiksi-kontradiksi dalam dirinya.

5
f) Keenam, proses itu berjalan di luar kendali manusia, bergerak karena
hukum-hukum internalnya sendiri, sementara manusia hanya terbawa
arus bersama dengannya.
g) Ketujuh, proses itu akan terus berlangsung sampai tercapai suatu
situasi, di mana semua kontradiksi internal sudah terselesaikan.
h) Kedelapan, ketika situasi tanpa konflik ini tercapai, manusia tidak
lagi terbawa arus oleh kekuatan-kekuatan yang bekerja di luar
kendali mereka.Akan tetapi, untuk pertama kalinya manusia akan
mampu menentukan jalan hidup mereka sendiri dan tentunya
mereka sendiri akan menjadi penentu perubahan.
i) Kesembilan, pada saat inilah untuk pertama kalinya manusia
dimungkinkan untuk memperolah kebebasannya dan pemenuhan
diri.
j) Kesepuluh, bentuk masyarakat yang memungkinkan kebebasan dan
pemenuhan diri itu bukanlah masyarakat yang terpecah-pecah atas
individu-individu yang berdiri sendiri seperti dibayangkan oleh
orang liberal. Akan tetapi, merupakan sebuah masyarakat organik, di
mana individu-individu terserap ke dalam suatu totalitas yang lebih
besar, sehingga lebih mungkin memberi pemenuhan daripada
kehidupan mereka yang terpisah-pisah.
Dari kesepuluh kesamaan tersebut, kuantitas materiil yang semakin
kompleks bisa berubah menjadi suatu kualitas baru. Menurut Karl Marx,
hal paling mendasar yang harus dilakukan manusia agar dapat terus
hidup adalah mendapatkan sarana untuk tetap bertahan hidup. Apapun
yang bisa menghasilkan pangan, sandang, dan papan bagi mereka, serta
untuk memenuhi kebutuhan dasar. Tidak ada yang bisa menghindar dari
tugas memproduksi hal-hal itu. Namun, ketika cara-cara produksi
berkembang dari tahap primitif, segera muncul kebutuhan agar tiap
individu dapat melakukan spesialisasi, karena menemukan bahwa mereka
akan lebih makmur dengan cara itu. Lalu, orang menjadi bergantung satu
dengan yang lain. Produksi sarana hidup kini menjadi aktivitas sosial,
bukan lagi aktivitas individu.

6
2. Teori Filsafat Marxisme
Marxisme adalah sebuah paham yang berdasar pada pandangan-
pandangan Karl Marx.Awalnya Marx menyusun sebuah teori besar yang
berkaitan dengan sistem ekonomi, sistem sosial, dan
sistem politik. Pengikut teori ini disebut sebagai Marxis. Marxisme
mencakup materialisme dialektis dan materialisme historis serta
penerapannya pada kehidupan sosial.Marxisme merupakan dasar
teori komunisme modern.Teori ini tertuang
dalam buku Manifesto Komunis yang dibuat oleh Marx dan Friedrich
Engels. Marxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap
paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan
uang dengan mengorbankan kaum proletar. Kondisi kaum proletar
sangat menyedihkan karena dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah
minimum, sementara hasil pekerjaan mereka hanya dinikmati oleh
kaum kapitalis. Banyak kaum proletar yang harus hidup di daerah
pinggiran dan kumuh. Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul
karena adanya "kepemilikan pribadi" dan penguasaan kekayaan yang
didominasi orang- orang kaya. Untuk menyejahterakan kaum proletar,
Marx berpendapat bahwa paham kapitalisme perlu diganti dengan
paham komunisme. Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx, kaum
proletar akan memberontak dan menuntut keadilan. Inilah dasar dari
marxisme.Tujuan utama ajaran marxisme yaitu mendudukkan
masyarakat khususnya kaum buruh pada martabat dan kekuasaannya.
Sedangkan untuk mencapai tujuan tersebut, perlu diadakan perubahan
dalam sistem sosial secara besar-besaran (revolusi). Melalui revolusi maka
segala bentuk penindasan, ketidakadilan, alienasi yang sumbernya dari
alat produksi secara pribadi dapat dihapuskan.

7
3. Aliran Filsafat Marxisme

Marx mengembangkan model dua kelas yang menjadi konsep sentral


dalam kapital. Sejarah tidak hanya sekedar kelas-kelas yang berjuang,
namun sejarah modern adalah peperangan besar antara dua kelas
fundamental: borjuis dan proletar.Marx berpandangan, bahwa suatu saat
kaum proletar akan menyadari akan kepentingan bersama mereka,
sehingga akan membangun kekuatan untuk memberontak pada kelas
borjuis. Dari situasi konflik antar kelas, maka sistem kapitalis tidak
hanya menciptakan penghalang antara buruh dengan pekerjaannya serta
dari lingkungan sosial sekitarnya. Selain itu, kapitalisme juga telah
memisahkan individu dari dirinya sendiri. Para buruh kehilangan
kebebasan individual karena telah dirampas oleh sistem yang telah
melingkupinya. Mereka tidak memiliki waktu, tenaga, serta keinginan
sendiri karena dipenjara oleh sistem yang diterimanya sebagai sebuah
kenyataan. Padahal menurut Marx sistem kapitalisme dapat
dicegah.Dengan demikian akan terjadi konflik antar kelas tersebut, demi
mempertahankan kelas masing-masing, dan menurut Marx, pada saat
inilah kelas borjuis akan dikalahkan dan hancur. Setelah itu, menurut Marx
kelas proletar akan mendirikan suatu masyarakat tanpa kelas, di mana
kerja dan upahnya akan dibagi secara adil dan saat itu juga tidak ada
orang yang dieksploitasi dan tidak adanya penderitaan dalam
kemiskinan.Meskipun ramalan Marx tidak pernah terwujud, namun
pandangan Marx berkaitan dengan stratifikasi sosial tetap berpengaruh
bagi pemikiran sejumlah ilmuan. Pemikiran Marx berpengaruh besar
terhadap perubahan sosial besar yang melanda Eropa barat sebagai
dampak perkembangan pembagian kerja, khususnya yang berkaitan
dengan kapitalisme.

8
B. FILSAFAT METERIALISME
1. Pemikiran Filsafat Materialisme
Pemikiran Materialisme Mempercayai materialisme berarti harus menaati
hukum yang terkandung dalam materialisme. Hukum tersebut sebagai
berikut:
Hukum I: “Materi itu Ada, Nyata dan Konkret”.
Materi harus ada, nyata dan konkret, hal ini bisa kita lihat dan
rasa dengan indra kita, semua realitas yang hidup di alam atau
kejadian-kejadiannya dapat diterangkan dengan indra karena
indra dapat melihatnya merasakannya dan mendengarkannya.
Kejadian-kejadian alam yang belum pernah kita lihat dan dengar
bukan berarti sesuatu di luar materi. Semua itu adalah materi
yang belum dijelaskan oleh indra, seperti pada masyarakat kuno
kejadian bencana alam seperti gunung meletus, gempa bumi dan
banjir adalah buatan Dewa (Dewa Bumi, Dewa Laut, Dewa
Matahari, Dewa Angin dsb.), untuk terhindar dari bencana alam,
merekamenyembah dewa yang telah disebutkan di atas. Padahal,
kejadian-kejadian alam itu dapat dibuktikan dengan alat yang
mampu mendeteksi bencana alam, gempa dan banjir.

Hukum II: “Materi itu Terdiri dari Materi yang Lebih Kecil dan Saling
Berhubungan (Dialektis)”.
Semua yang ada di alam ini tersusun oleh partikel-partikel kecil
yang tersususn rapi menjadi satu kesatuan yang saling
berhubungan. Misalnya pada tubuh manusia yang terdiri dari
materi-materi yang lebih kecil yaitu organ. Organ yang terdiri dari
pencernaan, pernapasan, pengeluaran, pemikiran atau otak dan
lain-lain, atau materi yang lebih kecil yaitu sel-sel sehingga indra
tak mampu untuk melihatnya. Semua yang ada pada tubuh
manusia adalah satu kesatuan yang saling berhubungan.

9
Hukum III: “Materi Mengalami Kontradiksi” .
Materi mengalami kontradiksi atau saling bertentangan karena di
dalam materi terdapat sesuatu perubahan dari kuantitatif
berubah menjadi kualitatif sebagai contoh air akan berubah menjadi
uap jika dipanaskan dengan suhu 100° C atau akan berubah
menjadi es jika air itu bersuhu dibawah 0° C. Kontradiksi pula
mengakibatkan perubahan mendapatkan sebabnya. Orang
merasa lapar dan haus adalah kontradiksi dengan lapar dan haus,
manusia akan selalu mencari makan dan minum untuk memenuhi
kehidupannya, makan dan minum didapat dengancara bekerja dan
dengan bekerja manusia merubah alam serta mengubah
hubungan-hubungan yang ada di alam.

Hukum IV: “Materi Selalu Berubah dan Terus Berubah”


Kesepakatan terhadap rumus kehidupan bahwa: tidak ada yang
lebih alami daripada perubahan itu sendiri, dan perubahan dimulai
dengan kontradiksi atau akibat pengaruh antara materi-materi
yang menyusunnya atau intervensi dari luar. Maksudnya adalah
Perubahan pada materi tersebut disebabkan karena adanya
kontradiksi dari dalam materi itu sendiri atau perubahan
terhadap materi juga dipengaruhi oleh pengaruh dari luar materi.

2. Teori Filsafat Materialisme

Materialisme adalah teori yang mengatakan bahwa atom materi


bergerak dan berkembang sebagai pembentuk awal dari alam, akal
dan kesadaran merupakan proses materi fisik. Materialisme tidak
mengakui entitas-entitas non material seperti roh, hantu, setan,
malaikat dan bahkan Tuhan. Materialisme juga tidak mengakui
dzat adikodrati dengan begitu materialisme adalah pandangan
hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk
kehidupan manusia di alam kebenaran semata-mata dengan

10
mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam
indra.Pada zaman Yunani kuno telah ada paham tentang
materialisme yaitu yang berkembang pada filsuf-filsuf Yunani
tentang kejadian alam seperti yang diterangkan oleh Thales (625-
546 SM) bahwa asal kejadian alam atau materi pembentuknya
adalah air. Menurut Anaximenes asal kejadian alam adalah udara.
Filsafat ini terus menurus berkembang dan menurut Heraclitus
(540-480 SM) materi yang pembentuk alam raya ini adalah “segala
sesuatu mengalir”.Empedocles (490-430) mengatakan bahwa asal
kejadian alam terdiri dari empat unsur yaitu: air, udara, tanah dan
api. Demokritus berpendapat bahwa alam ini terdiri dari atom-
atom yang bergerak-gerak tanpa akhir dan jumlahnya sangat
banyak. Atom adalah partikel kecil penyusun zat yang
mempunyai bagian- bagian yaitu proton, neutron,dan
elektron.Semua yang dikatakan para filsuf Yunani adalah
pandangan dunia materialisme. Akan tetapi pendapat mereka
tidak berlanjut sampai mendapatkan kebenaran yang sebenarnya.
Mereka kemudian melanjutkan kajiannya terhadap sifat dan
prilaku manusiasebagai makhluk etik, sosial dan politik. Pada abad
pertengahan materialisme tidak begitu popuer dikalangan
masyarakat karena sifat materialisme yang bertentangan dengan
agama, pada waktu itu kekuasaan tertinggi dalam negara diatur
oleh agamawan dan gereja, baru pada abad ke-19 yakni abad
Renaisans (pencerahan) paham materialisme dipakai sebagai
dasar ilmu pengetahuan yang kongkrit karena segala sesuatu
dapat dibuktikan dan tereksperimen.

3. Aliran Filsafat Materialisme


Paham materialisme terdiri atas 5 aliran yaitu :
A. .Materialisme Modern

11
Materialisme modern mengatakan bahwa alam itu merupakan
kesatuan materil yang tidak terbatas. Alam di dalamnya segala
materi dan energi selalu ada dan akan tetap ada dan alam
(univers) adalah sesuatu yang keras yang dapat diindra atau
dapat diketahui oleh manusia. Materialisme modern mengatakan
bahwa materi itu ada sebelum jiwa (mind) dan dunia materil
adalah pertama sedangkan pemikiran tentang dunia ini adalah
nomor dua. Jelasnya pikiran tentang konsep ide itu ada setelah
materi ada terlebih dahulu.

B. Materialisme Mekanik

Materialisme mekanik adalah teori yang mengatakan semua


bentuk dapat diterangkan menurut hukum yang mengatur materi
dan gerak. Materialisme mekanik menjadikan sains sebagai
pokok utama dalam aliran ini karena segala sesuatu didunia
dapat dipastikan dengan sains, semua gerak dan aktifitas fisik
dapat dihitung dengan matematika dan dirumuskan dengan
fisika.

Aliran materialisme mekanik menganggap bahwa segala


perubahan baik atom maupun manusia semuanya bersifat
kepastian semata-mata. Sebab-musabab yang dijelaskan melalui
jalan sains semata tidak perlu memakai ide seperti pada filsafat
Idealisme yang menggunakans ide sebagai landasan teorinya.
Semua gerak yang terdapat di dunia ini adalah bentuk mekanik
yang dapat diuraikan dan diatur oleh hukum-hukum alam dan
berjalan layaknya mesin. Lebih jauh lagi materialisme mekanik
berpendapat bahwa akal dan aktivitas-aktivitasnya adalah tindak-
tanduk makluk hidup (behavior) yang dimaksudkan bahwa otak
dan kesadaran dijelaskan sebagai tindak-tanduk otot, urat saraf
atau kelenjar, proses tersebut dapat dijelaskan dengan fisika dan
kimia.

12
C. Materialisme Alam

Junalien Offray De Lamettrie (1709-1751) berpendapat bahwa


manusia tak lain dari pada mesin, begitu pula dengan binatang,
jadi manusia dan bianatang sama saja. Ia mengingkari prinsip
hidup pada umumnya. Ia mencoba membuktikan bahwa bahan
tanpa jiwa mungkin dapat hidup (bergerak). Tetapi jiwa tanpa
bahan (badan) tidak mungkin dapat hidup. Seperti pada jantung
katak yang dikeluarkan dari tubuhnya, jantung katak itumasih
berdenyut beberapa detik dan kemudian mati. Kejadian ini
menunjukan bahwa tidak mungkin hal yang rohani mampu hidup
tanpa bahan.Rohani tidak mungkin ada bila kodok yang dijelaskan
di atas itu mati, jadi mana mungkin rohani manusia dapat
hiduptanpa adanya badan yang membungkus rohani. Jelaslah
bahwa aliran ini menganggap bahwa yang ada itu hanya alam
yang bermateri saja.

D. Materialisme Dialektika

Meterialisme dialektika pertama kali diperkenalkan oleh Karl


Marx. Materialisme ini muncul akibat perjuangan kelas yang
hebat dan muncul akibat revolusi industri. Menurut materialisme
dialektika dunia ini tidak ada sesuatu selain benda dalam gerak,
benda tidak akan bergerak kecuali dalam ruang dan waktu. Tidak
ada tempat bagi Tuhan di dunia ini, oleh karena itu materialisme
dialektika merupakan buah dari teori gerak dan perkembangan.

Teori gerak dan perkembangan ini sesuai dengan Hukum-hukum


dialektika yang berlaku. Manusia atau makhluk hidup di dunia ini
akan selalu bergerak pada ruang dan waktu,tidak mungkin
manusia bergerak di ruang alam sadarnya (dalam pikirannya).
Tidak ada tempat bagi Tuhan karena Tuhan tidak ada dalam
ruang dan tidak ada dalam waktu.

E. Materialisme Historis

13
Perkembangan gerak pada manusia yang dimaksud Marx adalah
perkembangan menuju kepada sejarahnya manusia. Tidak
mungkin manusia hidup tanpa makan, minum dan bersosialisasi.
Manusia dalam hidupnya mendorong terciptanya alat-alat yang
dipergunakan untuk hidup, misalnya manusia membuat alat
pertanian, alat perairan dan terciptanya industri. Semua alat dan
industri itu tak lain dari pada materia, yang hendak dihasilkan
juga materi. Jadi, Materialisme historis mendasarkan
perkembangan masyarakat atau sejarah atas materia.

C. FILSAFAT FENOMENOLOGISME
1. Pemikiran Filsafat Fenomenologisme

Fenomenologi (Inggris: Phenomenology) berasal dari bahasa Yunani


phainomenon dan logos. Phainomenon berarti tampak dan phainen
berarti memperlihatkan. Sedangkan logos berarti kata, ucapan, rasio,
pertimbangan. Dengan demikian, fenomenologi secara umum dapat
diartikan sebagai kajian terhadap fenomena atau apa-apa yang
nampak. Lorens Bagus memberikan dua pengertian terhadap
fenomenologi. Dalam arti luas, fenomenologi berarti ilmu tentang
gejala-gejala atau apa saja yang tampak. Dalam arti sempit, ilmu
tentang gejala-gejala yang menampakkan diri pada kesadaran
kita.Sebagai sebuah arah baru dalam filsafat, fenomenologi dimulai
oleh Edmund Husserl (1859 – 1938), untuk mematok suatu dasar
yang tak dapat dibantah, ia memakai apa yang disebutnya metode
fenomenologis. Ia kemudian dikenal sebagai tokoh besar dalam
mengembangkan fenomenologi. Namun istilah fenomenologi itu
sendiri sudah ada sebelum Husserl.

Istilah fenomenologi secara filosofis pertama kali dipakai oleh J.H.


Lambert (1764). Dia memasukkan dalam kebenaran (alethiologia),

14
ajaran mengenai gejala (fenomenologia). Maksudnya adalah
menemukan sebab-sebab subjektif dan objektif ciri-ciri bayangan objek
pengalaman inderawi (fenomen).Immanuel Kant memakai istilah
fenomenologi dalam karyanya Prinsip-Prinsip Pertama Metafisika
(1786). Maksud Kant adalah untuk menjelaskan kaitan antara konsep
fisik gerakan dan kategori modalitas, dengan mempelajari ciri-ciri
dalam relasi umum dan representasi, yakni fenomena indera-indera
lahiriah.

Hegel (1807) memperluas pengertian fenomenologi dengan


merumuskannya sebagai ilmu mengenai pengalaman
kesadaran,yakni suatu pemaparan dialektis perjalanan kesadaran
kodrati menuju kepada pengetahuan yang sebenarnya. Fenomenologi
menunjukkan proses menjadi ilmu pengetahuan pada umumnya dan
kemampuan mengetahui sebagai perjalanan jiwa lewat bentuk-
bentuk atau gambaran kesadaran yang bertahap untuk sampai
kepada pengetahuan mutlak. Bagi Hegel, fenomena tidak lain
merupakan penampakkan atau kegejalaan dari pengetahuan
inderawi: fenomena- fenomena merupakan manifestasi konkret dan
historis dari perkembangan pikiran manusia.

Edmund Husserl memahami fenomenologi sebagai suatu analisis


deskriptif serta introspektif mengenai kedalaman dari semua bentuk
kesadaran dan pengalaman-pengalaman langsung; religius, moral,
estetis, konseptual, serta indrawi. Perhatian filsafat, menurutnya,
hendaknya difokuskan pada penyelidikan tentang Labenswelt (dunia
kehidupan) atau Erlebnisse (kehidupan subjektif dan batiniah).
Penyelidikan ini hendaknya menekankan watak intensional kesadaran,
dan tanpa mengandaikan praduga-praduga konseptual dari ilmu-
ilmu empiris.

2. Teori Filsafat Fenomenologisme

15
fenomenologi merupakan suatu metode analisa juga sebagai aliran
filsafat, yang berusaha memahami realitas sebagaimana adanya
dalam kemurniannya. Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya,
fenomenologi telah memberikan kontribusi yang berharga bagi dunia
ilmu pengetahuan. Ia telah mengatasi krisis metodologi ilmu
pengetahuan, dengan mengembalikan peran subjek yang selama ini
dikesampingkan oleh paradigma positivistik – saintistik.

Fenomenologi berusaha mendekati objek kajiannya secara kritis


serta pengamatan yang cermat, dengan tidak berprasangka oleh
konsepsi- konsepsi manapun sebelumnya. Oleh karena itu, oleh kaum
fenomenolog, fenomenologi dipandang sebagai rigorous science
(ilmu yang ketat)
3. Aliran Filsafat Fenomenologisme
Secara harfiah fenomenologi atau fenomenalisme adalah aliran atau
faham yang menganggap bahwa fenomenalisme (gejala) adalah
sumber pengetahuan dan kebenaran. Seorang fenomenalisme suka
melihat gejala. Dia berbeda dengan seorang ahli ilmu positif yang
mengumpulkan data, mencari korelasi dan fungsi, serta membuat
hukum-hukum dan teori. Fenomenalisme bergerak di bidang yang
pasti. Hal yang menampakkan dirinya dilukiskan tanpa meninggalkan
bidang evidensi yang langsung. Fenomenalismeadalah suatu metode

pemikiran “ a way of looking of things”. Gejala adalah aktivitas, misalnya


gejala gedung putih adalah gejala akomodasi, konvergensi, dan fiksasi
dari mata orang yang melihat gedung itu, ditambah aktivitas lain
yang perlu supaya gejala itu muncul. Fenomenalisme adalah tambahan
pada pendapat Brentano bahwa subjek dan objek menjadi satu secara
dialektis. Tidak mungkin ada hal yang melihat. Inti dari fenologisme
adalah tesis dari” intensionalisme”yaitu hal yang disebut konstitusi.
Menurut intensionalisme (Brentano), manusia menampakkan dirinya
sebagai hal yang transenden, sintesis dari objek dan subjek. Manusia

16
sebagai entre aumonde(mengada pada alam) menjadi satu dengan
alam itu. Manusia mengkonstitusi alamnya. Untuk melihat sesuatu
hal, saya harus mengkonversikan mata, mengakomodasikan lensa,
dan mengfiksasikan hal yang mau dilihat. Anak yang baru lahir belum
bisa melakukan sesuatu hal, sehingga benda dibawa ke mulutnya.

D. FILSAFAT EKSISTENSIALISME
1. Pemikiran Filsafat Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang terutama
diasosiasikan dengan beberapa filsuf Eropa abad ke-19 dan ke-20 yang
sepaham (meskipun banyak perbedaan doktrinal yang mendalam
bahwa pemikiran filsafat bermula dengan subjek manusia—bukan
hanya subjek manusia yang berpikir, tetapi juga individu manusia
yang melakukan, yang merasa, dan yang hidup. Nilai utama
pemikiran eksistensialis biasanya dianggap sebagai kebebasan, tetapi
sebenarnya nilai tertingginya adalah autentisitas (keaslian).Dalam
pemahaman seorang eksistensialis, seorang individu bermula pada
apa yang disebut sebagai "sikap eksistensial", yaitu semacam
perasaan disorientasi, bingung, atau ketakutan di hadapan sebuah
dunia yang tampaknya tidak berarti atau absurd. Ada pula beberapa
filsuf eksistensialis yang menganggap bahwa konten filsafat
sistematis atau akademis tradisional terlalu abstrak atau jauh dari
pengalaman konkret manusia.

2. Teori Filsafat Eksistensialisme


Konsep utamanya adalah seseorang harus "menciptakan diri sendiri"
dan hidup sesuai dengan diri ini. Dalam bertindak, seseorang harus
bertindak sebagai dirinya sendiri, bukan sebagai "aksi seseorang" atau

17
"gen seseorang" atau esensi lainnya. Aksi otentik adalah aksi yang turut
dengan kebebasan seseorang. Nilai penentu kebebasan adalah
faktisitas, termasuk faktisitas diri sendiri, namun faktisitas tetap tidak
dapat menentukan pilihan transenden seseorang. Peran faktisitas
dalam hubungannya dengan otentisitas adalah membiarkan nilai-nilai
seseorang "bermain" saat membuat pilihan (dan tidak "memilih"
secara acak). Dengan demikian, seseorang bertanggung jawab atas
kelakuannya sendiri dan tidak membuat pilihan ini atau itu tanpa
menyadari bahwa pilihan-pilihan tersebut dapat memiliki
konsekuensinya masing-masing.[38]
Berlawanan dengan ini adalah hidup yang tidak otentik (inotentik).
Orang yang hidup secara tidak otentik berarti menyangkal hidup yang
sesuai dengan kebebasannya sendiri. Ada banyak bentuknya, misalnya
dengan mengatakan bahwa pilihan yang ada memang tiada maknanya
atau acak, dengan meyakinkan diri sendiri bahwa ada
bentuk determinisme yang benar, hingga semacam "mimikri", ketika
seseorang bertindak seolah-olah "ia harus".

"Keharusan" seseorang dalam bertindak ditentukan oleh bayangan yang


dimiliki orang itu terkait dengan aksi yang ia anggap harus
dilakukannya (misalnya berperan sebagai manajer bank, pemain
sirkus, pekerja seks, dll.)

3. Aliran Filsafat Eksistensialisme


Eksistensialisme adalah suatu aliran filsafat yang pahamnya
beranggapan bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam
melakukan suatu tindakan dan bertanggung jawab atas tindakannya
tanpa memikirkan terlebih dahulu Antara tindakan yang baik
maupun yang buruk pada intinya eksistensialisme ini memandang
bahwa manusia itu tidak dapat Terbelenggu dengan aktivitas lain
yang membuat manusia bisa kehilangan hakikat hidupnya yaitu
sebagai manusia yang bereksistensi. Aliiran ini dibagi menjadi dua
yaitu teitis

18
dan ateitis . Ateitis ini beranggapan bahwa manusia itu bereksistensi
atau mempunyai kebebasan namun itu atas dasar pengaruh dari
kehendak Tuhan. Sedangkan teitis beranggapan bahwa manusia
mempunyai kebebasan dalam bereksitensi, tapi itu terlepas dari
kehendak tuhan.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Filsafat adalah ilmu yang membuka cara berpikir kita lebih luas lagi.Semua
aliran aliran filsafat yang ada di dunia ini muncul karena sebab dari tanggapan
atau pikiran setiap orang yang berbeda beda. Dalam pemikiran modern aliran
filsafat mulai muncul, seperti marxisme, matrialisme, fenomenologisme, dan
eksistensialisme.

B. Kritik dan Saran


Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan
kesalahan, baik dari segi penulisan maupun dari segi penyusunan kalimatnya
dan dari segi isi juga masih perlu ditambahkan. Oleh karena itu, kami
sebagaipenulis makalah ini sangat mengharapkan kepada para pembaca
makalah ini agar dapat memberikan kritkan dan masukan yang bersifat
membangun.

20
DAFTAR PUSTAKA
http://jurnal.unimus.ac.id

Atang Abdul Hakim Dan Beni Ahmad Saebani. (2008). Filsafat Umum, Bandung:

Pustaka Setia

Connolly, Peter, (Ed.), 2002, Approaches to the Study of Religion, Terj. Imam Khoiri,
Aneka Pendekan Studi Agama, Yogyakarta: LkiS.
Delgaauw, Bernard, 2001, Filsafat Abad 20, terj. Soejono Soemargono, Yogyakarta: Tiara
Wacana.

Ghazali, Adeng Muchtar, 2005, Ilmu Studi Agama, Bandung: Pustaka Setia.

Lorens Bagus. 2000. Kamus Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama572-
575
Robert Audi. 1995. The Cambridge Dictionary of Philosophy. United Kingdom:
Cambridge University Press. Hlm. 465-467.^
P. A. van der Weij. 1991. Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 111-117
Daniel L. Pals. 1996. Seven Theories of Religion. Yogyakarta: Qalam. Hlm 207-264
.Bryan Magee. 2008. The Story of Philosophy. Yogyakarta: Kanisius. Hlm 164-171.

21

Anda mungkin juga menyukai