- Alfina Rohmaniatullah - Gebby Pebria Efendi - Lita Sepriani - Maresya Darmanti - Muhammad Nurkhodri - Yosi Agustin
1. Apa faktor-faktor sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang mempengaruhi
penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran di masa penjajahan Belanda dan Jepang? Jawab : Faktor sosial : Di Zaman penjajahan Belanda pribumi tidak memiliki kebebasan dalam mengenyam pendidikan. Pendidikan yang diciptakan oleh bangsa kolonial hanya untuk kaum atas. Di Zaman penjajahan Jepang, pendidikan bagi pribumi mulai dibebaskan. Namun hal tersebut dimanfaatkan oleh pihak Jepang untuk mencari dukungan pihak Indonesia dalam kepentingan perang Asia Timur Raya. Faktor Budaya: Di masa penjajahan Belanda, bahasa Belanda digunakan sebagai bahasa administrasi, sehingga mempengaruhi perubahan budaya dan bahasa yang digunakan oleh masyarakat. Sedangkan pada masa penjajahan jepang, pola pikir yang ditanamkan kepada rakyat Indonesia ialah pola pikir kolonial, sehingga rakyat Indonesia banyak yang terpengaruh propaganda jepang. Salah satu contoh berlakunya lagu-lagu Jepang, bahasa Jepang, serta ideologi Hakko Ichiu di sekolah-sekolah Pribumi. Faktor ekonomi: Di masa kolonial dan penjajahan jepang, pribumi merupakan rakyat yang berasal dari kalangan miskin dan jelata sehingga tidak memiliki kekuatan lebih. Faktor politik : Di masa jajahan kolonial, banyak doktrin yang diberikan oleh pihak kolonial kepada rakyat pribumi. Hal tersebut tentu bertujuan untuk kekuatan dan keuntungan pemerintahan bangsa kolonial. Sedangkan pada zaman penjajahan pendidikan dijadikan sebagai alat propaganda yang diadakan untuk memenuhi keperluan perang. 2. Bila ditarik pada masa sekarang, menurut Anda, apa faktor sosial, budaya, ekonomi, dan politik penting yang berpengaruh pada pendidikan saat ini? Apakah Anda sudah mengalami dan melihat yang dicita-citakan oleh Ki Hajar Dewantara (lihat video singkat di awal) yaitu belajar secara merdeka? Jawab : Menurut pendapat kelompok kami, bila ditarik pada masa sekarang, faktor kondisi sosial, budaya, ekonomi, dan politik tentu memiliki pengaruh bagi pendidikan Indonesia saat ini. Misalnya kondisi social ekonomi yang berpengaruh pada kemudahan akses seseorang untuk mengenyam pendidikan dengan kualitas yang baik. Politik pun mempunyai peranan yang sangat penting dalam dunia pendidikan dan pembelajaran. Misalnya saja kebijakan perubahan kurikulum yang dibuat oleh pemangku politik akan mengubah banyak hal dalam pendidikan dan pembelajaran. Sementara itu, keberagaman budaya Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai salah satu pemerkaya pendidikan Indonesia baik dalam hal kognitif maupun non kognitif. Cita-cita Ki Hadjar Dewantara untuk memerdekakan pendidikan Indonesia sedikit banyaknya mulai dapat dirasakan, terutama setelah diberlakukannya kurikulum merdeka sejak tahun 2021. Contoh kemerdekaan belajar yang sudah dapat dirasakan di antaranya peserta didik dapat bebas memilih pelajaran yang disukainya untuk lebih didalami. Hal ini berkaitan dengan keberlanjutan pelajaran esensial yang diharapkan mampu menjadi bekal bagi peserta didik untuk masa depannya. Guru pun memberikan pembelajaran yang merdeka dengan cara pembelajaran yang berfokus pada peserta didik. Sehingga, dengan demikian peserta didik dapat terbentuk sesuai dengan tujuan pendidikan secara utuh.Namun, dalam implementasinya, kemerdekaan dalam belajar ini belum dapat dinikmati oleh setiap anak bangsa. Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang wilayahnya tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai pulau Rote. Kondisi demografis tersebut tentu berdampak pada tidak meratanya kualitas dan aksesbilitas pendidikan yang baik. Keterbatasan kondisi ekonomi pada rakyat kecil turut membatasi kemerdekaan belajar saat ini. Jepang menawarkan pemerataan pendidikan bagi rakyat Indonesia. Pendidikan tidak lagi hanya dapat dinikmati oleh kalangan bangsawan saja. Sekolah-sekolah Belanda ditutup saat itu. Bahasa Belanda yang tadinya merupakan bahasa pengantar dalam pendidikan diganti dengan bahasa Indonesia. Tapi perlahan,bahasa pengantar dalam pendidikan itu diganti dengan bahasa Jepang. Konten-konten yang berkaitan dengan belanda dan dunia barat dihapuskan. 3. Menurut Anda sebagai guru, apa arti penting mempelajari perspektif sosial, budaya, ekonomi, dan politik dalam pendidikan di Indonesia? Jawab : Menurut kami sebagai guru, mempelajari perspektif sosial, budaya, ekonomi dan politik dalam Pendidikan di Indonesia sangatlah penting agar kita sebagai guru dapat memahami keadaan seputar pendidikan di Indonesia. Selain itu, guru mampu memahami bagaimana harus mngambil sikap dalam menghadapi perbedaan latar belakang sosial, budaya, ekonomi dan politik yang dimiliki masing-masing peserta didik. 4. Apa semangat yang Anda dapatkan sebagai calon guru dari mempelajari video-video tersebut? Jawab : Semangat yang kami dapatkan sebagai calon guru dari mempelajari video tersebut adalah, banyak sekali informasi atau bekal ilmu kami, untuk selalu kami jadikan motivasi di dalam menjadi guru, agar bisa mencerdaskan anak bangsa dan bisa menggapai cita-cita yang mereka inginkan. Serta membebaskan belenggu dari tirani penjajahan barat dan jepang untuk kemerdekaan manusia dalam aspek lahiriah dan batiniah. Dimana pendidikan adalah sebagai kodrat untuk mencapai keselamatan dan kebahagian yang setinggi-tingginya. Sebagai guru kita bisa menumbuhkan pemikiran bahwa semua siswa itu sama haknya tidak dibeda- bedakan serta niat yang harus di luruskan dalam pendidikan selaras dengan definisi pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara yaitu mencurahkan perhatiannya dalam bidang pendidikan sebagai bentuk perjuangan meraih kemerdekaan. Bagi Ki Hadjar Dewantara, setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas, tanpa pandang bulu agar mereka dapat berkonstribusi secara maksimal bagi kemajuan bangsa dan kami sebagai calon guru harus menjadi teladan bagi para muridnya, memberi inspirasi, dan membantu mereka menemukan potensi terbaik dalam diri mereka.
Albert Bandura dan faktor efikasi diri: Sebuah perjalanan ke dalam psikologi potensi manusia melalui pemahaman dan pengembangan efikasi diri dan harga diri