Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Pestisida
1.1 Definisi Pestisida

Istilah pestisida merupakan terjemahan dari pesricide (Inggris)


yang berasal dari bahasa larin pestis dan caedo yang bias diterjemahkan
secara bebas menjadi rocun untuk mengendalikan jasad pengganggu
(Wudianto, 2010).

Pestisida adalah subslansi kimia yang digunakan untuk


membunuh atau mengendalikan beberapa hama dalam ocu Luas yaitu
jasad pengganggu. Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama
dan sida berasal dari kata caedo berarti pembunuh, Pestisida dapat
diartikan secara sederhana sebagai pembunuh hama. Menurut Food and
Agriculture Organization (FAU) 1986 dan Peraturan Pemerintah RI No.
7 tahun 1973, pestisida adalah campuran bahan kimia yang digunakan
untuk mencegah, membasmi dan mengendalikan hewantumbuhan
pengganggu seperti binatang pengerat, termasuk serangga penyebar
penyakit, dengan juan kesejahteraan manusia, Pestisida juga
didefinisikan sebagal zat atau senyawa kirmia, zat pengatur tubuh dan
perangsang turnbuh, bahan lain, serta mikeoorganisine atau virus Yang
digunakan mncuk perlindungan tanaman (PP RI No.G tahun 1995).

USEPA menyalakan pestisida sebagal gal alau campuran zat yang

digunakan untuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau memusuhi


hama dalam hentuk hewan, tanaman dan mikroorganisme pengganggu.
Berdasarkan SK Menteri Pertanlan RI Nomor

434.1/Kpts/TP.2701/7/2001, tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran

Pestisida, yang dimaksud dengan pestisida adalah semua delapan zat

kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk

beberapa tujuan berikut:

1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak


tanaman, bagian tanaman, atau hail-hasil pertanian.

2. Memberantas rerumputan.
3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak
diinginkan.

4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-


bagian tanaman (tetapi tidak termasuk golongan pupuk).

5. Memberantas atau mencegah hama-hama luar padda hewan


piaraan atau ternak,

6. Memberantas hama-hama air.

7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang, jasad-jasad renik


dalam rumah tangga, bangunan, dan dalam alat-alat pengangkutan.

8. Memberantas alau mencegah binatang-binatang yang bisa


menyebabkan penyakit pada manusia.

1.2 Jenis Pestisida

Pestisida digolongkan berdasarkan siruktur kimianya yaitu:

Dipindai dengan CamScanner

menerima sinyal-sinyal yang berterusan. Keracunan akibat


senyawa organofosforus akan menyebabkan otot-otot menjadi
kejang dan penderita akan menggelepar.

Dampak lainnya dari keracunan senyawa ini adalah


pusing, gemetar, penglihatan menjadi kabur,lemah, mual,
kejang, diare, dan sakit dada. Tanda-tanda lainnya adalah
berkeringat, mata berair, air ljur banyak keluar, denyut jantung
lebih cepat, dan muntah-muntah. Jika keracunannya sangat
serius, akan menyebabkan penderita menggelepar, kehilangan
refleks, dan tidak sadarkan diri. Tanpa pertolongan yang segera
dapat menyebabkan kematian(Soetikno, 1992)

1.2.3 Karbamat

Insektisida golongan karbamat sangat banyak


digunakan pada masa kini seperti insektisida lainnya dari
golongan organofosfat. Sifat-sifat dari komposisi golongan ini
tidak jauh berbeda dengan komposisi organofosfat baik dari
segi aktivitas maupun daya racunnya. Kedua golongan ini
juga memiliki residu yang tidak dapat bertahan lama di alam.
Senyawa karbamat merupakan turunan dari asam karbamik
HO-CO-NH2. Seperti juga pada organofosfat, senyawa
karbamat menghambat enzim kolinesterase.

Dibandingkan dengan golongan organofosfat,

golongan karbamat ini mempunyai toksisitas dermal yang

10

Banyak yang perlu diperhatikan penanganan dan dalam


penyemprotan pestisida pada tanaman baik waktu pra,
penyemprotan, bahkan pasca penyemprotan (Wudianto, 2010),
menjelaskan sebagai berikut :

a. Pilih volume alat semprot sesuai dengan luas area yang


akan disemprot. Alat semprot bervolume kecil untuk areal
yang luas, tentu kurang tepat karena pekerja harus sering
mengisinya.

b. Penyemprotan yang tepat untuk golongan serangga


sebaiknya saat stadium larva dan nimfa, atau saat masih
berupa telur. Serangga dalam stadium pupa dan imago
(dewasa) umumnya kurang peka terhadap racun insektisida.

c. Jangan makan dan minum atau merokok pada saat


melakukan penyemprotan.

d. Alat penyemprot segera dibersihkan setelah selesai


digunakan air bekas cucian sebaiknya dibuang ke lokasi
yang jauh dari sumber air dan sungai.

e. Penyemprot segera mandi sampai bersih menggunakan


sabun dan pakaian yang digunakan segera dicuci.

1.3.2 Pengunaan Alat Pelindung Diri

Pestisida umumnya adalah racun yang bersifat kontak,

oleh karena itu penggunaan alat pelindung diri pada waktu

menyemprot sangat penting untuk menghindari kontak

12

5. Alat pelindung tangan, alat yang digunakan berupa sarung


tangan yang terbuat dari bahan kedap air serta tidak
bereaksi dengan bahan kimia yang terkandung didalam
pestisida.

6. Alat pelindung kaki, biasanya sepatu yang digunakan


berupa sepatu yang terbuat dari bahan kedap air, tahan
asam, basa atau bahan korosif lainnya, yang melindungi
kaki sampai dengan dibawah lutut.

1.3.3 Arah Angin Penyemprotan

Penyemprotan pestisida yang tidak memerhatikan arah


angin dapat menimbulkan kontak dan menyebabkan
keracunan dalam tubuh manusia. Seharusnya penyemprotan
dilakukan searah dengan tiupan angin. Sebaiknya
penyemprotan pestisida dilakukan bila tidak ada angin atau
kecepatan angin di bawah 4 MPH dan tekanan tangki semprot
yang berlebihan harus dihindari.

Wudianto — (2010) — menyatakan — melakukan


penyemprotan disaat angin kencang akan banyak pestisida
yang tidak mengenai sasaran dan penyemprotan dengan
melawan arah angin dapat mengenai orang yang melakukan

penyemprotan.

1.4 Lama dan Dosis

Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya


keracunan pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran
pestisida untuk penyemprotan petani hendaknya memperhatikan
takaran atau dosis yang tertera pada label. Dosis atau takaran yang
melebihi aturan akan membahayakan penyemprot itu sendiri. Setiap zat
kimia pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya keracunan ditentukan
oleh dosis dan cara pemberian.

Faktor dari luar tubuh yang mempengaruhi dosis paparan


pestisida sehingga berpengaruh terhadap enzim kolinesterase, Faktor-
faktor tersebut, yaitu :

14.1 Jumlah jenis Pestisida

Jumlah pestisida yang digunakan dalam — waktu


penyemprotan akan menimbulkan efek keracunan yang lebih
besar dibandingkan dengan penggunaan satu jenis pestisida
karena daya racun atau konsentrasi pestisida akan semakin kuat
sehingga memberikan efek samping yang semakin besar. Hasil
penelitian di Kecamatan Kersana, menunjukkan jumlah jenis
pestisida yang digunakan dalam waktu yang sama menimbulkan
efek sinergistik akan mempunyai risiko 3 kali lebih hesar untuk
terjadinya keracunan bila dibandingkan dengan 1 jenis pestisida

yang digunakan karena daya racun dan dosis pestisida akan

semakin kuat sehingga memberikan efek samping yang semakin


besar pula (Djojosumarto, 2008)
1.4.2 Frekuensi Penyemprotan
Frekuensi penyemprotan adalah sejumlah berapa kali
petani melakukan penyemprotan terhadap tanaman setiap
minggu/bulannya, semakin sering menyemprot maka semakin
tinggi pula resiko keracunannya (Wudianto, 2010).
1.4.3 Lama Kerja
Dalam melakukan penyemprotan tidak diperbolehkan
lebih dari 2 jam. Semakin lama melakukan penyemprotan per
hari maka akan semakin tinggi intensitas pemaparan yang
terjadi. Semakin lama waktu bekerja seseorang di lingkungan
yang mengandung pestisida semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya pajanan oleh pestisida semakin besar pula
kemungkinan terjadinya keracunan, disebabkan karena banyak
kontak dan menghirupnya (Rustia, 2009).
1.4.4 Waktu Penyemprotan
Waktu yang paling baik untuk penyemprotan adalah pada
waktu terjadi aliran udara naik (thernik) yaitu antara pukul
08.00-11.00 WIB atau pukul 14.00-16.00 WIB. Penyemprotan
terlalu pagi atau terlalu sore mengakibatkan pestisida yang
menempel pada bagian tanaman akan terlalu lama mengering.

Selain itu penyemprotan terlalu pagi biasanya daun masih

16

Dipindai dengan CamScanner

berembun sehingga pestisida yang disemprotkan tidak bisa


merata ke seluruh permukaan daun. Penyemprotan yang
dilakukan saat matahari terik akan mengakibatkan pestisida
mudah menguap dan mengurai oleh sinar ulira violet
(Wudianto, 2010).
1.4.5 Masa Kerja

Masa kerja adalah suatu kurun Waktu atau lamanya


tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat. Masa kerja

dikategorikan menjadi :
a. Masa kerja baru («5 tahun)
c. Masa kerja lama (25 tahun).

Semakin lama masa kerja petani semakin tinggi


kemungkinan keracunan pestisida dalam tubuh(Wudianto,

2010).

2. Kolinesterase
2.1 Definisi Kolinesterase

Menurut Departemen Kesehatan RI (2001), kolinesterase adalah


suatu bentuk enzim dari katalis biologi didalam jaringan tubuh yang
berperan untuk menjaga otot, kelenjar dan saraf bekerja secara
terorganisir dan harmonis. Acetylcholine merupakan neurohormon yang
terdapat pada ujung syaraf dan otot yang berfungsi meneruskan

rangsangan syaraf ke reseptor sel-sel otot dan kelenjar. Rangsangan yang

17

timbul terus menerus akibat terganggunya enzim kolinesterase dapal


menyebabkan gangguan pada tubuh,

Kolinesterase disintesis pada hati terdapat dalam sinaps, dalam


plasma darah merah, yang berfungsi menghentikan impuls syaraf dengan
cara memecah neuro hormon acetylcholine pada sinaps serabut syaraf,
menjadi acetil dan choline.

Acetylcholine merupakan nuero hormon yang terdapat pada


ujung-ujung syaraf dan otot sebagai mediator yang berfungsi
meneruskan rangsangan syaraf atau impuls ke reseptor sel-sel otot dan
kelenjar. Rangsangan yang timbul terus menerus akan menyebabkan
gangguan pada tubuh. Untuk menghentikan rangsangan yang
ditimbulkan acethyicholine dengan menghidrolisisnya menjadi cholin
dan asam asetat. Hasil pengukuran AchE dalam darah memberikan
interpretasi tentang derajat keracunan pestisida. (Lu, 2010).

Peningkatan kolinesterase diatas normal dipengaruhi oleh


kelainan BChe, Butirilkolinesterase (BChE) adalah enzim kolinesterase
yang terdapat di dalam serum, disebut juga sebagai kolinesterase serum,
pseudokolinesterase, atau kolinesterase nonspesifik. Butirilkolinesterase
dianggap lebih tepat untuk membedakannya dengan asetilkolinesterase
yang terdapat pada membran sel darah merah. Individu dengan kelainan

BChE tetap hidup normal tanpa menunjukkan suatu gejala kelainan.

2.2 Tipe-tipe Kolinesterase


Kolinesterase utama ada tiga jenis, yaitu enzim kolinesterase yang
terdapat di dalam sinaps, kolinesterase dalam plasma dan sel darah
merah. Kolinesterase sel dalam darah merupakan enzim yang ditemukan
dalam sistem syaraf, sedangkan kolinesterase plasma diproduksi di
dalam hati. Kolinesterase dalam darah umumnya digunakan sebagai
parameter keracunan pestisida. Cara ini lebih mudah dibandingkan
dengan pengukuran Kolinesterase dalam sinaps. Pestisida organofosfat
dan karbamat mampu menghambat aktivitas ketiga jenis
kolinesterase( Priyatno, 2010).
3. Metode Pengukuran Kolinesterase
3.1 Metode Tintometer Kit
Pemeriksaan kadar kholinestrase sesuai dengan buku
pemeriksaan kolinestrase darah dengan Tintometer Kit adalah darah
yang berisi enzim cholinesterase membebaskan asam asetat dari
asetil kolin, Karena itu akan merubah pH. Suatu campuran yang
terdiri dari darah, indikator dan asetil kolin perklorat disiapkan dan
didiamkan untuk beberapa saat tertentu. Perubahan pH 14 selama
periode ini diukur dengan membandingkan Warna permanen yang
dipasang pada disk. Perubahan pH adalah ukuran dari tingkat
aktifitas kolinesterase darah (Depkes RI, 1992).

19

3.2 Metode Ellman


Testt-mate ChE ini digunakan dalam penilaian dan diagnosa
asymptomatic dari keracunan pestisida. Testt-mate ChE adalah
monitoring kolinesterase komplit. Semua reagen dan peralatan yang
diperlukan untuk melakukan 96 test terpaket dalam koper/tas. Alat
ini hanya membutuhkan 10 jl reagen untuk setiap test darah yang
dapat dengan mudah diperoleh dari sampel darah kapiler. Sampel
data mungkin akan diperoleh dalam waktu kurang dari 4 menit,
memfasilitasi evaluasi dengan cepat status racun yang terpapar.
Prinsip kerja Testt-mate ChE Kolinesterase Testi Sistem ini
didasarkan pada metode Ellman. Acetylihiocholine (ACTC) atau
butyrylthiochaline (BuTC) adalah hydrolyzed oleh AChE atau
PChE, masing-masing memproduksi carboxylic acid dan
thiocholine yang bereaksi dengan reagen Ellman (dithionitrobenzoic
acid) untuk membentuk sebuah warna kuning yang diukur secara
spektrofotometri pada panjang gelombang 405nm. Tingkat warna
yang terbentuk proporsional dengan jumlah PChE.
4. Faktor yang Memengaruhi Aktivitas Kolinesterase
Faktor dalam tubuh yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim
kolinesterase yaitu :
4.1.1 Umur
Semakin bertambah umur seseorang semakin banyak pemaparan

yang dialaminya. Bertambahnya umur seseorang menyebabkan

20

fungsi metabolisme akan menurun dan ini juga akan berakibat


menurunnya aktifitas kolinesterase darahnya sehingga akan
mempermudah terjadinya keracunan pestisida. Umur juga
berkaitan dengan kekebalan tubuh dalam mengatasi tingkat
toksisitas suatu zat, semakin tua umur seseorang maka efektifitas
sistem kekebalan di dalam tubuh akan semakin berkurang.
4.1.2 Jenis Kelamin
Jenis kelamin antara laki-laki dan wanita mempunyai angka
normal aktivitas cholinesterase yang berbeda. Pekerja wanita
yang berhubungan dengan pestisida organofospat, lebih-lebih
dalam keadaan hamil akan mempengaruhi derajat penurunan
aktivitas kolinesterase (Rustia 2009).
4.1.3 Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan
semakin kecil peluang terjadinya keracunan pada dirinya karena
pengetahuannya mengenai racun termasuk cara penggunaan dan
penanganan racun secara aman dan tepat sasaran akan semakin
tinggi sehingga kejadian keracunan pun akan dapat dihindari.
(Darmono, 2007).
4.1.4 Status Kesehatan
Buruknya keadaan kesehatan seseorang juga akan berakibat
menurunnya daya tahan tubuh dan meningkatnya kepekaan

terhadap infeksi. Kondisi kesehatan yang buruk menyebabkan

21

protein yang ada dalam tubuh sangat terbatas sehingga


mengganggu pembentukan enzim kolinesterase. Penurunan kadar
enzim kolinesterase juga umumnya ditemukan pada penyakit hati
akut menahun, hepatitis, sirosis,metastik karsinoma pada hati
(Lu, 2010).

5. Efek Toksisitas Pestisida Terhadap Enzim Kolinesterase


Toksisitas adalah kapasitas atau kemampuan suatu zat dalam
menimbulkan kerusakan pada sistem biologi. Termasuk sistem biologi
adalah tubuh manusia, bagian tubuh (jantung, paru-paru, ginjal), hewan atau
bagian dari hewan, tumbuhan dan mikroorganisme, Efek toksik pestisida
sangat tergantung pada banyak faktor, yang terpenting adalah dosis. Sesuai
pernyataan Paracelsus bahwa yang membedakan antara zat toksik dengan zat
non toksik adalah dosis atau takaran yang masuk ke dalam tubuh. Dosis
menunjukkan berapa banyak dan berapa sering suatu zat masuk ke dalam
tubuh.

Priyanto menyalakan, besar dan seringnya suatu zat masuk ke


dalam tubuh akan menghasilkan 2 jenis toksisitas, akut dan kronis.
Toksisitas akut untuk menunjukkan efek yang timbul segera setelah
paparan atau maksimal 24 jam paparan. Pestisida dengan toksisitas akut
sangat tinggi akan segera dapat menimbulkan kematian walaupun hanya
sejumlah kecil yang terabsorpsi. Tingkat toksisitas akut digunakan untuk
menilai atau membandingkan seberapa toksik suatu pestisida. Toksisitas

kronik mengacu pada paparan yang berulang.

22

Mekanisme kerja organofosfat dan karbamat ini bekerja dengan cara


yang sama, yaitu mengikat asetilkolinesterase atau sebagai
asetilkolinesterase — inhibitor. Asetilkolinesterase adalah enzim yang
diperlukan untuk menjamin kelangsungan fungsi sistem syaraf manusia,
vertebra lain, dan insekta. Fungsi dari asetilkolinesterase adalah
menguraikan asetilkolin menjadi asetat dan kolin untuk menjaga
keseimbangan antara produksi dan degradasi Asetikolin. Asetikolin adalah
suatu neuro transmitter pada sistem saraf otonon (parasimpatik) dan somatik
(otot rangka) dan reseptornya adalah nikotinik dan muskarinik.
Kelebihan asetikolin akan terjadi perangsangan parasimpatik (perangsangan
reseptor nikotinik dan muskarinik), sedangkan jika kekurangan akan
menyebabkan depresi parasimpatik. Kelebihan atau kekurangan
asetilkolinesterase akan menyebabkan dampak yang berbahaya
(Priyatno,2010).

Tanda-tanda keracunan akut pestisida jenis ini timbul setelah 1-12 jam
inhalasi atau absorpsi melalui kulit. Gejala klinik yang timbul akibat
asetilkolinesterase yang berlebihan pada ujung saraf berikatan pada
reseptornya. Efek nikotiniknya menimbulkan gerakan yang tidak teratur,
kontraksi otot (kejang), dan kelemahan pada otot-otot. Sehingga gejala
klinik yang timbul pada keracunan pestisida golongan ini meliputi lelah,
sakit kepala, pusing, hilang selera makan, mual, kejang perut, diare,
penglihatan kabur, keluar air mata, keringat, dan air liur berlebih, pupil
mengecil, denyut jantung lambat, buang air besar dan kecil tidak

23

terkontrol. Munculnya tanda-tanda di atas sangat dipengaruhi oleh berat


ringannya efek toksik, Nilai normal kadar enzim kolinesterase adalah sebagai
berikut:

Tabel 2.1. Nilai Normal Kadar Kolinesterase

Kadar Kolinesterase Nilai Normal


Perempuan 3930-10800 U/L
Laki-laki 4620-11500 U/L

Sumber : Manual Kit Cholinesterase FS”

B. Kerangka Teori

Petani

Paparan Pestisida

Penurunan Enzim

Kolinesterase RI

Pemeriksaan

Cholinesterase

Faktor yang memengaruhi :

Penggunaan APD
Masa Kerja

Lama Kontak Pestisida


Frekuensi
Penyemprotan

Pn Oo

|
Normal
4620-11500 U/L

Gambar 2.1. Kerangka Teori

Abnormal
|.|
« 4620 U/L » 11500 U/L
Keracunan
Pestisida

Anda mungkin juga menyukai