Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Hadist
Dosen pengampu
Dr. Ulin Na’mah,, M. HI
Disusun oleh:
Kelompok 2
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, taufik,
inayah, serta hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan menyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam memahami permasalahan
tentang Tipologi Kitab Hadist.
Yang pertama kami ingin mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah Studi
Hadist Ibu Dr. Ulin Na’mah,, M. HI yang telah membimbing dan memberi arahan kepada kami
sampai suksesnya makalah ini diselesaikan. Tentu saja makalah ini bisa diselesaikan karena
bimbingan dari beliau.
Yang kedua kami ingin mengucapkan terimakasih juga kepada rekan satu kelompok
yang sudah bersedia terlibat secara totalitas dalam pengerjaan makalah ini. Semoga apa yang
sudah kita pelajari bersama akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat di hari kelak. Aamiin
Karena sumber pengetahuan kami yang masih terbatas, kami mengakui makalah yang
kami tulis ini pasti masih banyak kurang dan salahnya. Oleh karena itu kami harapkan kepada
pembaca untuk memberikan masukan masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini dan yang kedepannya.
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………………...1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………..2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………3
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………4
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………….6
3.1 Simpulan……………………………………………………………………………..10
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………….11
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
2) Apa itu Kitab Hadist Sekunder?
3) Apa itu Kitab Syarah Hadist?
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Ini berbeda dengan kitab hadis primer yang prosesnya sudah berakhir setelah semua hadis
Nabi terhimpun dan terbukukan. Dengan demikian, kitab-kitab hadis sekunder ini jumlahnya
sangat banyak dan akan terus bertambah dengan berbagai ragam kreasi dan inovasi seiring
dengan perubahan dan perkembangan zaman. Dalam makalah ini, rekontruksi perkembangan
kitab-kitab hadis sekunder didasarkan pada data utama berupa sejumlah kitab hadis yang
masuk kategori sekunder. Setelah kitab-kitab hadis sekunder itu terkumpul, barulah
dilakukan kajian antara lain dengan melakukan pengelompokan, pengodean, dan telaah
atas waktu, ciri-ciri atau kekhasan masing-masing kitab, termasuk konteks setting sosial-
politik dan perkembangan studi hadis pada masa itu secara makro.
7
c. Mengungkap hukum dan hikmah yang terkandung di dalamnya. Hal ini meliputi istinbat
terhadap hukum dan hikmah yang terkandung dalam matn hadis, baik yang tersurat
maupun yang tersirat.5
Ketiga langkah tersebut tentu memerlukan berbagai teori dan disiplin ilmu pengetahuan
agar dapat melahirkan pemahaman hadis yang komprehensif. Hal tersebut tidak hanya
berhubungan dengan upaya memahami petunjuk ajaran Islam menurut teks dan konteksnya
tetapi juga pada aspek otoritas dan validitas hadis dilihat dari segi sanad maupun matn-nya. Oleh
karena pengetahuan selalu berkembang, maka kegiatan pen-syarh-an dan penerapan ajaran Islam
yang kontekstual pun menuntut penggunaan metode dan pendekatan yang sesuai dengan
perkembangan pengetahuan dan keadaan masyarakat.
Metode syarah hadis antara lain yaitu: tahlili, dan muqarin yang digunakan dalam
pensyarahan kitab alMinhaj dan Fathul Mun’im. 6 Asal kata 'tahlili' dari bahasa Arab halla-
yuhallilu yang bermakna menguraikan, menganalisis. Tetapi yang diinginkan dengan metode
tahlili disini adalah menguraikan, menganalisis, dan menjelaskan makna-makna yang tersirat
pada hadis dengan menjelaskan unsur-unsur yang melingkupinya sesuai dengan keahlian dan
kecenderungan pensyarah.7 Secara umum metode syarah tahlili biasanya berbentuk bil ma’tsur
atau bil ra’y. Syarah bil ma’tsur ditandai dengan banyaknya pengaruh riwayat-riwayat yang
berasal dari sahabat, para tabi’in, ataupun para intelektual hadis. Sedangkan syarah bil ra’y
dipengaruhi oleh pemikiran pensyarahnya. Metode tahlili memiliki kelebihan adalah ruang
lingkup pembahasan yang sangat luas, karena dapat mencakup berbagai aspek meliputi kata,
frasa, kalimat, asbab al-wurud, munasabah yang dikutip melalui riwayat yang ma’tsur. Dan berisi
berbagai ide dan gagasan, sehingga memberikan kesempatan kepada para pensyarah untuk
menuangkan sebanyak mungkin ide atau gagasan yang pernah dikemukakan oleh para ulama dan
pensyarah hadis.8 Metode tahlili juga memiliki kekurangan, diantaranya: metode ini menjadikan
hadis secara tidak utuh dan tidak konsisten, karena syarah yang dijelaskan kadang kala berbeda
dengan syarah hadis lain yang senada karena tidak terlalu memperhatikan hadis lain yang mirip
atau sama redaksinya. Dan dalam memberikan pensyarahan, secara tidak sadar pensyarah telah
mensyarah hadis secara subjektif, hal ini didasari oleh kecendrugan pribadi tanpa memperhatikan
kaidah-kaidah yang berlaku.8
8
Muqarin (komparatif ) memiliki kosa kata qarana-yuqarinu-muqaranatan yang memiliki
arti membandingkan dan mengumpulkan, jika berbentuk masdar (qarnan) maka maknanya
perbandingan. Metode muqarin terdapat dua cara pengaplikasiannya yaitu:
a. Hadis yang mempunyai kesamaan teks hadis atau memiliki kemiripan pada kasus yang
sama atau mempunyai teks hadis yang berbeda dalam kasus yang sama, hal tersebut
dibandingkan.
b. Pendapat-pendapat ulama dalam mensyarahi hadis dibandingkan. Metode ini tidak hanya
membandingkan hadis dengan hadis, tapi juga membandingkan macam-macamnya syarah
dan pendapat ulama yang mengomentari.9
Kelebihan metode muqarin adalah memberikan pemahaman yang lebih luas. Dapat
menerima pendapat orang lain atau bersikap toleran. Pemahaman ini cocok digunakan bagi
orangorang yang mengetahui berbagai macam pendapat tentang sebuah hadis. Adanya dorongan
bagi pensyarah untuk menggali hadishadis serta pendapat pensyarah lai nnya. Selain memiliki
kelebihan terdapat juga kekurangannya ialah: bagi pembaca tingkat pemula metode ini tidak
relevan, karena pembahasannya sangat luas sehingga menyulitkan bagi mereka untuk
menentukan pilihan pendapat. Dalam mengatasi permasalahan sosia l metode muqarin tidak bisa
digunakan, dikarenakan lebih mengunggulkan perbandingan dari pada perpecahan masalah. Dan
metode ini banyak menelusuri pendapat ulama dari pada mengemukakan pendapat baru.10
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an yang berfungsi
memperkuat dan menjelaskan aturan yang terkandung al-Qur’an, menetapkan aturan yang tidak
disebut dalam alQur’an serta berisi tatanan kehidupan yang mengacu kepada pribadi Nabi
sebagai utusan Allah SWT. Dengan demikian yang memiliki 3 tipologi kitab hadist yaitu kitab
hadist primer, kitab hadist sekunder, dan kitab syarah hadist. Dimana Kitab hadist primer ialah
kitab karya ulama (pakar hadist) yang memuat hadist-hadist nabi. Kitab hadist sekunder
merupakan kitab/buku karya penulis generasi sesudahnya, yang memuat hadist-hadist Nabi yang
diambil dari kitab hadis primer. Dan terakhir kitab Syarh al-hadis adalah menjelaskan makna-
makna hadis dan mengeluarkan seluruh kandungannya, baik hukum maupun hikmah.
10
DAFTAR PUSTAKA
Mukhtar, M. 2018. SYARH AL-HADIS DAN FIGH AL-HADIS (Upaya Memahami dan
Mengamalkan Hadis Nabi). Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UNAIM), Vol.
4, No.2, Juli.
Nurhaedi, D. 2017. KITAB HADIS SEKUNDER: Perkembangan, Epistimologi, dan
Relevansinya di Indonesia. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 18, No. 2, Juli.
Hasanah, U. 2016. Metodologi Pemahaman Hadist, Palembang. Hlm. 91.
Alfatih Suryadilaga, Metodologi Syarah. Hlm. 48.
Nurkholis, M. 2003. Metodologi Syarah Hadist, Bandung: Fasygil Grup, h.3.
11