Anda di halaman 1dari 58

KEPANITERAAN KLINIK PROSTODONSIA

RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI

DENTAL SIDE TEACHING (DST)


Manado, 31 Maret 2022

Gigi Tiruan Jembatan 3 Unit Gigi Permanen (Bridge)

Nama : Fazriah F. Paputungan, S.KG


NIM : 20014103006
Tutor : drg. Ellen Tumewu

MANADO
2022

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 1


DENTAL SIDE TEACHING
GIGI TIRUAN JEMBATAN 3 UNIT GIGI PERMANEN (BRIDGE)
I. REKAM MEDIK
A. IDENTITAS
No. Kartu : F.22999
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 25 Tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jl. Pramuka 11, Sario Manado
No. Hp : 085240160703

B. KASUS
Seorang laki-laki berusia 25 tahun berdomisili di Sario Kota Manado datang ke RSGM FK
UNSRAT dengan keluhan terdapat ruang kosong pada gigi bawah kanan belakangnya
sehingga pasien ingin dibuatkan gigi palsu yang tidak dapat dilepas-lepas pada daerah yang
tidak bergigi tersebut agar bisa dipakai untuk mengunyah.
Gigi yang dirawat : Gigi 45

C. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan terdapat ruang kosong pada gigi bawah kanan belakangnya
sehingga pasien ingin dibuatkan gigi palsu yang tidak dapat dilepas-lepas pada daerah yang
tidak bergigi tersebut agar bisa dipakai untuk mengunyah.

2. Riwayat yang Berhubungan Dengan Gigi

- Lama tidak bergigi : 3 minggu yang lalu


- Terakhir cabut gigi : 3 minggu yang lalu
- Sebab pencabutan gigi : Karies pulpa

3. Kesehatan Umum

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 2


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik yang dapat memengaruhi proses
perawatan pembuatan gigi tiruan cekat. Hal ini penting untuk diketahui, agar operator dapat
lebih waspada untuk mencegah penularan terhadap dirinya, perawat dan pasien yang lain.
Penyakit sistemik yang berlangsung lama dapat mengubah sifat jaringan mulut, sehingga
dapat menyulitkan untuk proses pembuatan gigi tiruan cekat.

Pasien tidak pernah menjalani rawat jalan di rumah sakit, tidak mengonsumsi obat-obatan
tertentu dan tidak memiliki gejala-gejala penyakit sistemik tertentu. Pasien datang dalam
keadaan baik, sehat dan kooperatif.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ayah : T.A.K
Ibu : T.A.K
5. Riwayat Keadaan Sosial Ekonomi
Ayah : PNS
Ibu : IRT
6. Kondisi Sistemik
Golongan darah :O

Tabel 1. Kondisi Sistemik


Keluhan / gejala
Nama Penyakit Keterangan
Ya Tidak
Penyakit jantung 
Hiper/hipotensi 
Kelainan darah 
Haemophilia 
Diabetes mellitus 
Penyakit ginjal 
Hepatitis 
Penyakit pernafasan 
Kelainan pencernaan 
Epilepsi 
HIV/AIDS 
Alergi obat 
Alergi makanan 
Hamil/menyusui 

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 3


D. PEMERIKSAAN Ekstra Oral
Tabel 2. Pemeriksaan Ekstra Oral
Fasial Neuromuscular K. Ludah K. Limfe Tl. Rahang TMJ
Deformitas (-) (-) (-) (-) (-) (-)
Nyeri (-) (-) (-) (-) (-) (-)
Tumor (-) (-) (-) (-) (-) (-)
Gangguan
(-) (-) (-) (-) (-) (-)
Fungsi

Tabel 3. Pemeriksaan Intra Oral


OHIS : Baik

Regio Molar Kanan Anterior Molar Kiri Total

DIS RA 1 0 2 3 5/6 = 0,8


RB 1 0 1 2
CIS RA 0 0 0 0 0/6 = 0
RB 0 0 0
E. STATUS LOKAL
1. Luar mulut :
a. Sendi kanan : Tidak bengkak, tidak sakit, tidak kliking
Sendi kiri : Tidak bengkak, tidak sakit, tidak kliking
Hal ini bertujuan agar operator berhati-hati untuk melakukan preparasi gigi penyangga
GTC, jika pasien memiliki masalah pada TMJ maka pembukaan mulut diupayakan tidak
terlalu lama. Contoh lain, pembuatan GTC yang overkontak dapat menyebabkan gangguan
pada sendi pasien.
Pemeriksaan :
Pasien diminta untuk duduk tegak dan relaks, letakkan jari pada garis eye-ear line (tragus
ke sudut mata), kira-kira 11-12 mm dari tragus, kemudian pasien diminta membuka dan
DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 4
menutup mulut berkali-kali dan perlahan-lahan. Rasakan apabila terdapat
lompatan/gerakan tidak teratur. Operator dapat menggunakan stetoskop dan
mendengarkan suara gemeriksik berupa bunyi klutuk sendi (clicking) atau kretek sendi
(crepitasi). Selain itu, operator dapat menekan bagian lateral sendi menggunakan jari
kelingking yang ditempatkan ke dalam Meatus akustikus eksternus (MAE) dan
menekannya ke arah anterior, kemudian pasien diminta membuka dan menutup mulut
berkali-kali dan perlahan-lahan Jika pasien mengeluhkan ada rasa sakit, maka hal ini
menunjukkan adanya radang atau bengkak.1

Gambar 4. Gambar cara pemeriksaan sendi

b. Pembukaan mulut : Sedang


Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah pembukaan mulut pasien besar, sedang atau
kecil. Jika kecil maka akan menyulitkan operator saat melakukan pencetakan dan preparasi
pada gigi penyangga GTC.
Pemeriksaan :
Pasien diinstruksikan membuka mulut lebar kemudian diukur menggunakan jangka sorong
jarak interinsisal dari tepi insisal central rahang atas ke rahang bawah dalam satuan mm
untuk pasien bergigi sedangkan untuk pasien tidak bergigi diukur dari puncak linggir
rahang atas ke rahang bawah. Untuk perempuan jarak normalnya 50 mm (untuk pasien
bergigi) dan 10-15 mm (untuk pasien tidak bergigi)

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 5


Gambar 5. Gambar cara pemeriksaan pembukaan mulut

c. Gerakan protrusif : Lancar


Gerakan lateral kanan : Lancar
Gerakan lateral kiri : Lancar
Pemeriksaan
Pasien diinstruksikan untuk menggerakan rahang bawah ke arah depan dan belakang serta
kanan dan kiri, kemudian dilihat apakah terdapat hambatan selama pergerakan atau tidak.
Jika terdapat hambatan, maka GTC harus dibuat sedemikian rupa agar tidak menghalangi
oklusi dan kontak saat pasien melakukan gerakan protrusif dan lateral kiri kanan.

d. Bibir Bentuk : Bentuk bibir simetris


Ukuran : Panjang; Tonus Otot : Kuat
Hal ini bertujuan agar gigi tiruan yang dibuat nantinya sesuai dengan bentuk dan ukuran
bibir, khususnya pada gigi anterior yang memerlukan estetis.
Pemeriksaan
(1) Bentuk bibir, diperiksa secara visual dengan cara menarik garis median wajah yang
terletak pada titik glabella-subnasion-pogonion, kemudian bandingkan dan amati bentuk
bibir bagian kanan dan kiri. Adapun titik landmark pada bibir yang dapat dijadikan panduan
yakni : titik lip upper line, titik chelion, titik stomion, dan titik lip lower line.
(2) Ukuran bibir, diperiksa secara visual dengan menarik garis vertikal imaginer interpupil
dan garis vertikal imaginer alae nasi. Bila, ip < C > al = normal, ip > C > al = panjang, ip
< C < al = pendek.
(3) Tonus otot, diperiksa menggunakan kaca mulut yang diletakkan di dasar vestibulum,
kemudian pasien diinstruksikan untuk melakukan gerakan penelanan, lalu dirasakan
kekencangan ototnya. Bila otot terasa kencang = hipertonus, normal = sedang, dan lemah
DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 6
= hipotonus. Dapat pula diperiksa dengan menginstruksikan pasien untuk melakukan
gerakan penelanan, lalu amati secara visual. (a) kuat, bila saat melakukan gerakan
penelanan bibir atas dan bibir bawah pasien mengatup dengan mudah dan bibir telihat tebal.
(b) sedang, bila saat melakukan gerakan penenlanan, tidak terlihat adanya
kontraksi/kesulitan pada pasien dan bibir seakan-akan terlihat normal (tidak sedang
melakukan gerakan penelanan). (c) lemah, bila saat melakukan gerakan penelanan pasien
terlihat kesulitan mengatupkan bibir atas dan bawahnya, terlihat adanya kontraksi berlebih
dan dalam keadaan rileks mulut pasien tebuka.

Gambar 6. Gambar pemeriksaan bibir

2. Dalam mulut :
a. Bentuk lengkung RA : Lonjong
Bentuk lengkung RB : Lonjong
Hal ini bertujuan agar GTC dibuat sesuai dengan bentuk lengkung rahang sehingga tidak
keluar kontak serta mengurangi nilai estetisnya.
Pemeriksaan
Dilakukan pemeriksaan secara visual dengan melihat secara langsung ke dalam rongga
mulut pasien maupun menggunakan model studi.
(1) persegi, apabila bentuk lengkung anterior (dari C-C) sama besar dengan bentuk
lengkung bagian posterior dan memiliki sisi yang sejajar.
(2) lonjong, apabila bentuk lengkung anterior (C-C) dan bentuk lengkung posterior
melengkung.
(3) lancip, apabila bentuk lengkung anterior (C-C) lebih kecil dibandingkan bentuk
lengkung posterior maka, berbentuk lancip.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 7


Gambar 7. Bentuk lengkung rahang

b. Ukuran lengkung RA : Besar


Ukuran lengkung RB : Besar
Pemeriksaan
Dilakukan ketika melakukan pencetakan rahang atas dan rahang bawah. Ukuran sendok
cetak yang digunakan dapat dijadikan patokan ukuran lengkung rahang yang dimiliki
pasien. (1) besar, Apabila menggunakan sendok cetak no. 1. (2) sedang, apabila
menggunakan sendok cetak no.2. (3) kecil, apabila menggunakan sendok cetak no.3.
Semakin besar ukuran lengkung semakin baik untuk kemantapan gigi tiruan, adaptasi jarak
interoklusal kedua sisi rahang (kiri-kanan) saat proses mastikasi.

c. Bentuk linggir RA : Lonjong


Bentuk linggir RB : Lonjong
Hal ini bertujuan agar bentuk dan jenis pontik GTC dibuat sesuai dengan bentuk linggir
dari gigi yang hilang, misalnya jenis pontik Conical sesuai untuk linggir anterior RB yang
seringkali berbentuk lancip/taper.
Pemeriksaan
Dilakukan secara visual dengan mengamati bentuk linggir pasien. (1) persegi, bila linggir
pada permukaan labial/bukal sejajar permukaan lingual/palatal. (2) lonjong, bila linggir
membulat bentuknya dan tidak sama rata /sejajar permukaan labial/bukal dengan
lingual/palatal. (3) lancip, bila linggir berpuncak sempit dan tajam seperti pisau. (4)
bulbous, bila linggir membesar/melebar dipuncaknya dan terdapat leher/gerong. Bentuk
persegi paling menguntungkan karena sisi sejajar dapat menahan daya ungkit dan
perpindahan pada gigi tiruan sedangkan bentuk lancip dapat menimbulkan rasa sakit
DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 8
sehingga pembuatan gigi tiruan nantinya harus dibuat dengan baik serta rapat agar dapat
mencegah hal tersebut.

Gambar 8. Gambar bentuk linggir

Bentuk linggir persegi sangat baik menahan tekanan horizontal, tetapi menyulitkan
pemasangan GT. Bentuk lonjong merupakan bentuk yang paling menguntungkan, bentuk
runcing dapat menyebabkan rasa sakit saat pemakaian GTC.1

d. Ukuran linggir RA : Sedang


Ukuran linggir RB : Sedang
Hal ini bertujuan untuk menentukan jenis pontik yang akan digunakan, harus sesuai dengan
ukuran linggir. Contohnya penggunaan hygene pontic harus melihat ketinggian linggir
karena ditempatkan melayang sekitar 1-2 mm di atas linggir.
Pemeriksaan
Dilakukan menggunakan kaca mulut no.3. kaca mulut dimasukan kedalam vestibulum
rahang atas sampai di dasar forniks. Kemudian dilihat tinggi linggir pada rahang atas
maupun pada rahang bawah. (1) tinggi, apabila seluruh kaca mulut terbenam dan sama
tinggi dengan linggir. (2) sedang, apabila ½ bagian kaca mulut yang terbenam dan (3)
rendah, apabila kurang dari ½ kaca mulut yang terbenam. Ketinggian linggir dapat
mempengaruhi kekokohan dan kemantaan gigi tiruan.

Gambar 9. Gambar cara pemeriksaan ukuran linggir


DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 9
e. Hubungan RA-RB : Normal
Hal ini berguna agar penyusunan gigi tiruan mengikuti hubungan rahang RA dan RB, GTC
disesuaikan dengan relasi rahang untuk estetika dan oklusi yang tepat.
Pemeriksaan
Dilakukan dengan cara menginstruksikan pasien pada keadaan posisi istirahat kemudian
jari telunjuk diletakan pada dasar vestibulum anterior RA dan ibu jari pada dasar
vestibulum RB. Kemudian digerakan secara vertikal dan dilihat hubungan puncak
linggirnya. (1) normal, apabila ujung kedua jari terletak segaris vertikal, atau linggir rahang
atas berada sejajar dengan linggir rahang bawah, (2) retrognatik, apabila linggir rahang
bawah terletak lebih ke anterior dari rahang atas, dan (3) prognatik, apabila linggir rahang
bawah terletak lebih ke posterior dari rahang atas. Pemeriksaan ini berguna memberi
pedoman untuk penyusunan gigi dengan tidak menganggu estetik.1

Gambar 10. Gambar pemeriksaan hubungan rahang

f. Kesejajaran linggir RA/RB : Sejajar


Pemeriksaan
Dilakukan dengan keadaan pasien dalam posisi istirahat, kemudian dilihat secara visual
kesejajaran puncak linggir rahang atas dengan rahang bawah baik di regio anterior maupun
di regio posterior. (1) sejajar, apabila jarak puncak linggir rahang atas dan rahang bawah
di region anterior sama dengan di region posterior, (2) konvergen, apabila jarak puncak
linggir rahang atas dan rahang bawah di region anterior lebih kecil daripada di regio
posterior, dan (3) divergen, apabila jarak puncak linggir rahang atas dan rahang bawah di
region anterior lebih besar daripada di regio posterior. Kegunaan pemeriksaan ini untuk
menentukan panjang gigi dalam arah vertikal.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 10


Gambar 11. Gambar pemeriksaan kesejajaran linggir

g. Ruang antar maksila : Besar (17,5 mm)


Pemeriksaan
Ruang antar maksila merupakan ruang antara rahang atas dan bawah, ketika rahang bawah
dalam posisi istirahat. Normalnya mengandung gigi dan prosesus alveolaris. Pemeriksaan
dilakukan dengan mengukur jarak dari prosesus alveolaris rahang atas ke prosesus
alveolaris rahang bawah menggunakan kaliper. Hasil pengukuran yang normal akan
menunjukkan nilai 10-15 mm. hasil pengukuran ruang antar maksila (1) besar, apabila
diperoleh jarak > 15 mm, (2) sedang, apabila diperoleh jarak 10-15 mm, dan (3) kecil,
apabila diperoleh jarak < 10 mm.

Gambar 12. Gambar pemeriksaan ruang antar maksila


Ruang antar maksila yang cukup merupakan salah satu indikasi perawatan GTC. Jika
terlalu kecil, maka akan menyulitkan pemasangan GTC dan fungsinya ketika oklusi dan
saat mengunyah.
h. Ruang antar alveolar : Besar (17mm)
Pemeriksaan
Dilakukan dengan menginstruksikan pasien dalam posisi istirahat kemudian diukur
menggunakan jangka sorong puncak alveolar rahang atas ke puncak alveolar rahang
bawah. Hasil pengukuran (1) besar, bila jarak puncak alveolar rahang atas ke puncak
alveolar rahang bawah > 15 mm, (2) sedang, , bila jarak puncak alveolar rahang atas ke
puncak alveolar rahang bawah 10-15 mm, (3) kecil, bila jarak puncak alveolar rahang atas
ke puncak alveolar rahang bawah < 10 mm.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 11


Gambar 13. Gambar pemeriksaan ruang antar alveolar

i. Tuberositas kanan : Sedang


Tuberositas kiri : Sedang
Pemeriksaan
Dilakukan menggunakan kaca mulut no. 3 yang diletakkan tegak lurus pada bagian
vestibulum. (1) besar, apabila seluruh kaca mulut terbenam, (2) sedang, apabila ½ kaca
mulut yang terbenam, dan (3) kecil, apabila kurang dari ½ kaca mulut yang terbenam.
Pemeriksaan ini memiliki peranan retensi pada gigi tiruan.
Tuberositas yang besar dapat mengganggu retensi GT.1
j. Exostosis : Tidak ada penonjolan tulang
Pemeriksaan
Exositosis merupakan tonjolan tulang pada prosesus alveolaris yang disebabkan karena
tindakan pencabutan gigi, bagian ini bila diraba terasa sakit dan tidak dapat digerakan.
Pemeriksaannya dengan cara melakukan palpasi pada seluruh permukaan linggir baik di
regio anterior maupun posterior.
Pasien akan merasa sakit saat memakai GTC jika terdapat eksostosis pada linggir dimana
pontik ditempatkan

k. Torus palatina : Tidak terlihat, tidak teraba


Torus mandibula : Tidak terlihat, tidak teraba
Pemeriksaan
Torus palatina merupakan tonjolan tulang pada garis tengah palatum sedangkan ptorus
mandibular merupakan tonjolan tulang pada dasar mulut yang biasanya terletak di regio
P1 dan P2 rahang bawah. Pemeriksaan dilakukan menggunakan instrument burnisher
dengan menekan beberapa tempat sehingga dapat dirasakan perbedaan kekenyalan
jaringan.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 12


Gambar 14. Gambar klasifikasi torus palatinus
Jika terdapat torus, khususnya pada mandibula maka dapat menyulitkan perawatan GTC
seperti penempatan pontik dan menganggu stabilitas GT. Tergantung besar dan luasnya
torus mandibularis.

l. Palatum lunak : Klas I gerakan sedang


Pemeriksaan
Dilakukan dengan cara pasien diminta untuk mengucapkan huruf A secara berulang kali
kemudian dengan kaca mulut lidah di tekan kemudian diamati kurva getar/kurva A yang
terletak di daerah perbatasan antara palatum keras dengan palatum lunak. Lalu secara visual
dapat ditentukan lereng landasan dari palatum lunak nya. Palatum lunak dapat di
kategorikan (1) klas I, apabila lereng landasan palatum mole rendah, (2) klas II, apabila
lereng landasan palatum mole sedang atau > 30°, dan (3) klas II, apabila lereng landasan
palatum panjang atau menyentuh kerongkongan dengan sudut > 60°.
Untuk pemeriksaan gerakan palatum lunak dikategorikan (1) aktif, apabila gerakannya
cepat, (2) sedang, apabila gerakannya stabil atau continuous, dan (3) pasif, apabila
gerakannya lamban atau cendrung tidak bergerak.

Gambar 15. Gambar klasifikasi palatum lunak1

m. Perlekatan otot labial RA : Sedang


Perlekatan otot bukal ka. : Sedang
Perlekatan otot bukal ki. : Sedang
Perlekatan otot labial RB : Sedang
DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 13
Perlekatan otot lingual : Sedang
Perlekatan otot bukal ka. : Sedang
Perlekatan otot bukal ki. : Sedang
Pemeriksaan
Dilakukan dengan menggunakan kaca mulut no.3 kemudian dimasukan kedalam
vestibulum labial, bukal, dan pada bagian lingual arah vertikal tegak lurus. Kemudian
diangkat dan diamati kedalaman perlekatan ototnya. Hasil pemeriksaan dapat
dikategorikan menjadi (1) dalam, apabila seluruh kaca mulut terbenam, (2) sedang, apabila
½ kaca mulut yang terbenam, dan (3) rendah, apabila kurang dari ½ kaca mulut yang
terbenam.

Gambar 16. Gambar klasifikasi perlekatan otot labial


n. Frenulum labialis RA : Sedang
Frenulum bukalis kanan : Sedang
Frenulum bukalis kiri : Sedang
Frenulum labialis RB : Sedang
Frenulum lingualis : Sedang
Frenulum bukalis kanan : Rendah
Frenulum bukalis kiri : Rendah
Frenulum yang tinggi akan mengurangi retensi dan stabilisasi dari GT.1
Pemeriksaan
Dilakukan dengan menggunakan kaca mulut no.3 kemudian dimasukan kedalam
vestibulum labial, bukal, dan pada bagian lingual arah vertikal tegak lurus. Kemudian
bagian labial, bukal, dan lingual diretraksi hingga terlihat dengan jelas perlekatan
frenulumnya. Pemeriksaan visual frenulum dikategorikan menjadi (1) tinggi, apabila
perlekatan frenulum mendekati puncak prosesus alveolaris, (2) sedang, apabila berada di
antara puncak prosesus alveolaris dan dasar vestibulum, (3) rendah, apabila mendekati
dasar vestibulum.1
DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 14
Gambar 17. Gambar klasifikasi frenulum labialis
o. Tahanan jaringan linggir : Sedang di gigi 45
Pemeriksaan
Dilakukan menggunakan burnisher dengan cara menekan daerah ridge edentolus pada
bagian anterior dan posterior. Perubahan warna menjadi pucat dan burnisher tidak terlalu
terbenam pada saat ditekan menunjukkan tahan jaringan yang rendah, sedangkan jika saat
ditekan burnisher terbenam dan tidak terjadi perubahan warna menunjukkan tahanan
jaringan yang besar.1

Gambar 18. Gambar pemeriksaan tahanan jaringan linggir

p. Bentuk palatum : Lonjong


Kedalaman palatum : Sedang
Pemeriksaan
Bentuk palatum diperiksa secara visual dengan mengamati bentuk lengkung palatum.
Bentuk palatum dikategorikan (1) persegi, apabila bentuk lengkung/dinding palatum
sejajar kedua sisinya, (2) lonjong, apabila bentuk lengkung/dinding palatum membulat di
kedua sisinya, (3) lancip, apabila bentuk dasar palatum meruncing dan menonjol ke bagian
dalam arah vertikal dan membesar ke bagian bawah. Pemeriksaan kedalaman palatum
dilakukan mengunakkan kaca mulut no.3. (1) dalam, apabila seluruh kaca mulut terbenam,

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 15


(2) sedang, apabila ½ kaca mulut yang terbenam, dan (3) rendah, apabila kurang dari ½
kaca mulut yang terbenam.

Gambar 19. Gambar klasifikasi bentuk palatum

q. Retromylohyoid : Sedang
Pemeriksaan
Dilakukan dengan menggunakan kaca mulut no. 3 diletakan arah vertikal tegak lurus
hingga ke dasar mulut. Retromylohyoid dikategorikan (1) dalam, apabila seluruh kaca
mulut terbenam, (2) sedang, apabila ½ kaca mulut yang terbenam, dan (3) rendah, apabila
kurang dari ½ kaca mulut yang terbenam.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui kedalaman retromylohyoid, semakin dalam maka gigi
tiruan akan semakin retentif.
r. Ludah, konsistensi : Sedang
Volume ludah : Sedang
Pemeriksaan
Konsistensi dan volume ludah dapat diukur mengunakan alat khusus agar diperoleh
pengukuran yang akurat. Namun cara lain juga dapat digunakan yakni dengan mengunakan
kaca mulut yang diusapkan ke dalam rongga mulut (dapat diusapkan pada bagian lidah,
dasar mulut, dan bukal) kemudian dilihat secara visual konsistensinya.
(1) kental, apabila konsistensi ludah terlihat liat atau likat, (2) sedang, apabila terdapat
buih-buih/gelembung-gelembung pada ludah, (3) encer, apabila konsistensi ludah cair.
Volume ludah dapat diketahui ketika melakukan pencetakan atau melalui sapuan kaca
mulut serta instruksi meludah yang diberikan kepada pasien. Volume ludah dikategorikan
menjadi banyak, sedang, dan sedikit.

s. Refleks muntah : Kecil


Pemeriksaan
DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 16
Refleks muntah dapat diketahui ketika dilakukan pencetakan rahang atas dan rahang
bawah. Refleks muntah yang besar akan menyulitkan ketika dilakukan pencetakan.
Adapun cara mengurangi refleks muntah yang besar yaitu dengan, menginstruksikan pasien
untuk berkumur air dingin, menyemprotkan cairan anastetikum ke daerah palatum mole,
pengalihan pasien dengan melakukan komunikasi yang baik antara dokter-pasien agar
pasien merasa nyaman.
t. Lidah, ukuran : Sedang
Gerakan lidah : Sedang
Pemeriksaan
Dilakukan secara visual dengan mengamati ukuran dan gerakan lidah pasien. Jika ukuran
lidah terlalu besar, maka ruang untuk lidah menjadi sempit sehingga mengganggu
kestabilan protesa dan menyulitkan pencetakan. 1
Ukuran lidah dikategorikan (1) besar, apabila menutupi dasar mulut dan juga prosesus
alveolaris yang telah ditinggali gigi-giginya, (2) sedang, apabila lidah tidak berlebihan
mengisi lengkung gigi, tepi lateral lidah berkontak dengan permukaan linggir posterior dan
ujung lidah berada sedikit di bawah tepi linggir anterior, (3) kecil, apabila ukuran lidah
lebih kecil dari lengkung linggir dan terletak lebih kebawah hingga ke dasar mulut.
Gerakan lidah dapat diperiksa dengan cara menyentuhkan instrument tertentu ke salah satu
bagian lidah. Lidah yang aktif akan peka dan melakukan gerakan yang aktif. Kategori
gerakan lidah (1) aktif, apabila lidah bergerak dengan cepat dan sulit dikendalikan, (2)
sedang, apabila gerakan dapat dikendalikan dan, (3) pasif, apabila gerakan lamban dan
cendrung tanpa gerakan.
Lidah yang gerakannya terlalu aktif dapat mengganggu kestabilan GT.1

Gambar 20. Gambar klasifikasi ukuran lidah1

u. Status gigi-geligi :

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 17


8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

Gambar 21. Odontogram


Keterangan :
: Missing

Pada kasus ini pasien mengalami kehilangan gigi 45 sehingga menyebabkan pasien merasa
ada ruangan yang kosong pada sebelah kiri rahang bawahya. Meskipun kehilangan gigi tersebut
terjadi pada daerah posterior, namun estetika dan hygiene harus tetap diperhatikan untuk
memenuhi suatu syarat gigi tiruan jembatan yang baik, sehingga gigi tiruan yang dibuat harus
menyerupai gigi asli. Akan tetapi usaha untuk mencapai tingkat keaslian ini tidak boleh
mengorbankan kekuatan dan kebersihan gigi tiruan jembatan tersebut.

Secara fisiologis, kebersihan rongga mulut harus diperhatikan. Jika OHI-S pasien buruk,
menandakan kesadaran pasien akan kebersihan gigi dan mulut yang kurang sehingga
mengakibatkan resiko penumpukan plak dan kalkulus pada gigi tiruan jembatan yang dibuat akan
berujung pada kegagalan perawatan. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan edukasi yang tepat
pada pasien untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut. Pada kasus ini, OHI-S pasien baik,
menunjukkan bahwa pasien mengerti akan pentingnya kesehatan gigi dan mulut. Dilihat dari gigi
penyangga dan jaringan yang mendukung dapat dipelihara pada kondisi yang sehat.. Secara
fisiologis pasien memenuhi kriteria untuk dibuatkan gigi tiruan jembatan.

Riwayat dan Kondisi Gigi Terlibat (Pemeriksaan Klinis & Radiografi)


a. Gigi 44 (abutment)
- Gigi vital, perkusi (-), tekanan (-), palpasi (-), termal dingin (+)
- Tidak goyang
- Gingiva sekitar gigi normal
- Pulpa baik, ketebalan dentin cukup
- Jaringan periodontal baik
- Tidak terdapat karies
- Tidak ada kelainan akar
- Overbite 2mm

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 18


b. Gigi 45
- Missing
- Gingiva normal
- Tidak ada kelainan pada gambaran radiografi
c. Gigi 46 (abutment)
- Gigi vital, perkusi (-), tekanan (-), palpasi (-), termal dingin (+)
- Tidak goyang
- Gingiva sekitar gigi normal
- Pulpa baik, ketebalan dentin cukup
- Jaringan periodontal baik
- Tidak terdapat karies
- Tidak ada kelainan akar
- Overbite 2mm
E. KOMPONEN GIGI TIRUAN CEKAT
1. Gigi abutment
2. Retainer
3. Konektor/ Joint
4. Pontik/ Dummy

Gambar 25. Komponen Gigi Tiruan Cekat

Keterangan gambar2 :
1) Gigi Abutment/penyangga/pegangan adalah : Gigi asli atau akar yang telah dipreparasi
untuk penempatan retainer dan yang mendukung GTC tersebut.
2) Retainer adalah : Bagian dari GTC yang dilekatkan pada gigi abutment.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 19


3) Pontik/Dummy adalah : Bagian dari GTC yang menggantikan gigi asli yang hilang dan
memperbaiki fungsinya.
4) Konektor/Joint adalah : Bagian dari GTC yang menghubungkan retainer dan pontik.
Setiap bagian GTC yang meliputi Retainer atau Pontik disebut : Unit
Contoh : GTC yang terdiri dari 1 pontik dan 2 retainer disebut GTC 3 unit (Three Unit
Bridge).

F. INDIKASI GIGI TIRUAN MAHKOTA & JEMBATAN


1. Kehilangan satu gigi atau lebih.
2. Diastema yang abnormal.
3. Usia diatas 17 tahun. Usia dibawah 17 tahun memiliki mahkota klinis yang pendek, pulpa
besar, pembentukan akar belum sempurna serta masih dalam masa pertumbuhan rahang
sedangkan usia lebih dari 55 tahun biasanya berhubungan dengan kesehatan pasien dan
penggunaan obat-obatan, jaringan periodonsium mengalami kemunduran misalnya resesi
gingiva, resorpsi tulang alveolar hingga kegoyangan gigi.
4. Oral hygiene baik.
5. Memenuhi syarat gigi abutment.

G. SYARAT GIGI ABUTMENT


1. Vital. Bila nonvital, harus diawali dengan perawatan endo secara sempurna.
2. Bentuk dan ukuran normal.
3. Posisi normal di dalam lengkung rahang.
4. Kemiringan gigi maksimal 20°.
5. Rasio mahkota akar 2:3, minimal 1:1 dengan pertimbangan beban kunyah ringan
6. Konfigurasi akar. Akar tunggal sebaiknya melebar ke arah bukolingual serta panjang.
Akar ganda sebaiknya divergen.
7. Memenuhi syarat hukum Ante, “luas permukaan jaringan periodonsium gigi penyangga
harus sama atau lebih besar dari luas permukaan gigi yang hilang atau daerah anodonsia.”

H. SYARAT GIGI TIRUAN MAHKOTA & JEMBATAN


1. Biologis: biokompatibel, tidak iritatif, bukan sebagai penghantar termis.
2. Mekanis: kuat dan tidak mudah berubah warna, retensi dan resistensi.
DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 20
Ketebalan minimum;
- Logam: 0,5mm
- Akrilik/Porselen: 1mm
- Kombinasi: 1,5mm
3. Estetis: memiliki warna, bentuk, ukuran dan inklinasi yang baik.
4. Hygienis: mudah dibersihkan, licin, mengkilap, titik kontak dan marginal fitness baik
(tidak menyebabkan retensi makanan).
5. Fungsional: oklusi dan artikulasi seimbang, keleluasaan berbicara (tebal dan tipis sesuai).

I. PENENTUAN DIAGNOSIS & RENCANA PERAWATAN


Indikasi gigi tiruan mahkota dan jembatan dan hasil pemeriksaan klinis:
1. Kehilangan satu gigi atau lebih
2. Diastema yang abnormal
3. Usia > 17 tahun
4. Oral Hygiene Baik

Analisis kasus perawatan gigi tiruan mahkota dan jembatan dilihat dari segi syarat gigi
abutment:

a. Vital.

Bila gigi nonvital, sudah harus dirawat saluran akan dengan sempurna.

b. Bentuk dan ukuran


c. Posisi normal di dalam lengkung rahang
d. Kemiringan gigi maksimal 20°
e. Dukungan tulang atau jaringan periodontal baik
f. Rasio mahkota akar 2:3, minimal 1:1 dengan pertimbangan beban kunyah ringan
g. Konfigurasi akar.
h. Memenuhi hukum Ante, Hukum ini mengatakan : Seluruh luas jaringan perodonsium
gigi penyangga harus paling sedikit sama, atau melebihi seluruh luas jaringan
periodonsium gigi yang diganti. Rasio perbandingan mahkota dan akar ialah 2:3.
Minimal 1:1 dengan pertimbangan beban kunyah ringan (gigi antagonis adalah gigi
tiruan), atau tambah abutment.1
DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 21
 Analisis gigi sebagai persyaratan untuk Gigi Tiruan Mahkota dan Jembatan
- Secara mekanis : gigi penyangga yang sejajar → agar saat preparasi gigi tersebut tidak
membahayakan pulpa sehingga dapat menyediakan retensi yang adekuat atau tahan
terhadap tekanan untuk retainer dan terlepasnya restorasi.
- Secara estetik : pasien kehilangan gigi 45. Meskipun kehilangan gigi tersebut terjadi pada
daerah posterior, namun estetika dan hygiene harus tetap diperhatikan untuk memenuhi
suatu syarat gigi tiruan jembatan yang baik, sehingga gigi tiruan yang dibuat harus
menyerupai gigi asli.
- Secara biologis : umur pasien termasuk dalam indikasi pembuatan GTC karena pulpa
sudah normal (tidak lebar), perbandingan antara panjang mahkota dan akar gigi yang
cukup untuk dibuatkan restorasi, jaringan periodontal baik dan TMJ pasien normal.
- Secara fisiologis : gigi penyangga dan jaringan yang mendukung dapat dipelihara pada
kondisi yang sehat, agar restorasi tidak mudah terjadi penumpukan plak yang berujung
pada kegagalan perawatan. Hal ini didukung dengan kondisi kebersihan mulut pasien yang
baik.
- Secara fungsional : kehilangan gigi yang dialami dapat berdampak terganggunya oklusi
dan mastikasi, sehingga perlu dibuatkan restorasi agar dapat mengembalikan fungsi
tersebut.
Berdasarkan analisis kasus yang dilakukan dengan beberapa pertimbangan yang ada,
kehilangan gigi 45 pada pasien ini dapat dirawat dengan gigi tiruan mahkota dan jembatan.

J. DIAGNOSIS KLINIK
Missing teeth 45

K. RENCANA PERAWATAN
Berdasarkan pertimbangan yang telah dibahas di atas, baik pertimbangan dari gigi abutment,
syarat mekanis, biologi, estetik dan higienis maka desain gigi tiruan yang akan dibuat sebagai
berikut;

- Tipe gigi tiruan mahkota jembatan: Fixed-fixed bridge. Tipe ini dipilih agar beban kunyah
yang diterima merata dan memiliki retensi yang baik.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 22


- Desain material: Porcelain fused to metal. Bahan ini dipilih karena kombinasi sifat
kekuatan dan keakuratan dari bahan metal serta estetis dari bahan porselen.
- Tipe pontik: Sanitary. Tipe pontik ini dipilih dengan pertimbangan syarat higienis. Selain
fungsinya untuk menggantikan premolar pertama mandibula mengembalikan fungsi
oklusal dan menstabilkan gigi tetangga dan antagonis, pontik jenis ini dirancang untuk
memberikan ruang yang memadai antara permukaan pontik dengan jaringan mukosa untuk
memudahkan pembersihan. Jenis pontik ini tidak berkontak dengan ridge edentulous.
- Kedalaman preparasi: equigingiva. Hal ini dipertimbangkan dengan keadaan jaringan
periodontal dari pasien agar beban kunyah dari gigi tiruan mahkota dan jembatan yang
dihasilkan minimum serta tingkat destruksi gigi minimal. Kontak restorasi mahkota
porcelain fused to metal dengan daerah gingiva dapat dihindari dengan menempatkan tepi
restorasi pada equigingiva (tidak mengiritasi gingiva) serta menjamin kesehatan jaringan
periodontal.
- Tipe akhiran: Chamfer. Tipe akhiran ini memiliki kelebihan antara lain tingkat destruksi
gigi minimal, tekanan yang dihasilkan minimal, restorasi yang dilakukan minimal serta
menghasilkan retensi yang baik. Akhiran ini merupakan pilihan yang tepat jika
disesuaikan dengan pemilihan material porcelain fused to metal.

L. PROGNOSIS
Baik, karena kondisi gigi abutment yang masih bagus dan tidak ada karies, ruang yang
tersedia cukup, pasien tidak memiliki kebiasaan buruk, pasien tidak memiliki riwayat
penyakit sistemik serta pasien kooperatif.

M. PROSEDUR PERAWATAN
- DST (Dental Side Teaching

Pemeriksaan Sistem Pencetakan Pembuatan Model


Stomatognati Pendahuluan Studi

Pembuatan Putty Pembuatan MTS Penentuan Warna


Index dan Mock Up Gigi

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 23


Pembuatan Catatan Preparasi Gigi Preparasi Gigi
Gigitan Penyangga pada Penyangga 1
Model Studi

Pencetakan Double Retraksi Gingiva Preparasi Gigi


Impression Penyangga 2

Pemasangan Work Pembuatan Die


Restorasi Authorization
Sementara

Pembuatan Pola
Insersi Try in Gigi Tiruan
Malam

Kontrol 1 Kontrol 2

ALAT DAN BAHAN

Alat Bahan
Masker, handscoen, penutup dada, Alkohol 70%
gelas kumur
Diagnostic set, Nierbeken Kapas
Contra angel handpiece (low speed & Benang retrak gingiva
high speed)
Mata bur low-speed(round dan fissure cotton roll dan cotton pellet
bur diamond)
Mata bur high-speed (round dan fissure Dental floss
bur diamond, small wheel dan fine
finishing bur)
Semen spatel Pehacain
Semen stopper GIC tipe I
Glass plate Zinc phosphate cement
Dappen glass Bahan cetak alginat
Plastic filling instrument dari bahan Bahan cetak elastomer (double
plastic impression) putty type dan light body
DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 24
Shade guide(vitapan) Gips biru (gypsum tipe III) + Gips
merah (gypsum tipe IV)
Bite block Mahkota sementara
Syringe disposable 3cc
Sendok cetak dan sendok cetak parsial

a. PEMERIKSAAN SISTEM STOMATOGNATI


Pada kunjungan pertama dilakukan indikasi kasus, pengisian kartu status prostodonsia
yang terdiri dari data pasien, pemeriksaan subjektif, pemeriksaan objektif, diagnosis, dan
rencana perawatan. Pasien diinformasikan tentang rencana perawatan yang akan
dilakukan. Pasien juga diinformasikan mengenai waktu kunjungan yang akan dilakukan.
Informasi ini diberikan dan jika pasien setuju selanjutnya pasien diminta menandatangani
informed consent.

Gambar 23. Hasil analisa radiografi panoramik diatas menunjukkan missing teeth pada gigi 45,
keadaan gigi tetangga baik, tidak terdapat rosorbsi tulang alveolar pada area missing teeth.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 25


Perawatan Pendahuluan :
Perawatan pendahuluan yang dilakukan sebelum pembuatan gigi tiruan bertujuan
untuk melihat keadaan seluruh perubahan-perubahan/kelainan yang terjadi pada linggir
alveolus yang mendukung gigi tiruan dan struktur rongga mulut lain yang dapat
menggagalkan dalam pembuatan gigi tiruan cekat.
Secara garis besar, ada dua tahapan preparasi mulut (mouth preparation). Pertama,
dalam proses ini biasanya langkah-langkah pendahuluan seperti tindakan bedah,
perawatan periodontal, konservatif termasuk endodontik, bahkan ortodontik perlu
dilaksanakan untuk mempersiapkan mulut pasien menerima gigi tiruan. Tahapan pertama
ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan mulut yang sehat. Kedua, mulut pasien perlu
dipersiapkan untuk pemasangan gigi tiruan yang akan dibuat. Dalam tahap ini dilakukan
proses pengubahan kontur jaringan untuk mengurangi hambatan dan mencari bidang
bimbing. Permukaan jaringan yang akan dipreparasi ditandai pada model diagnostik.
Model dipakai sebagai peta atau petunjuk untuk melaksanakan perubahan-perubahan.
Pada kasus ini dilakukan pembersihan karang di semua regio gigi pasien. Sedangkan
kontur jaringan tidak dilakukan karena keadaan kontur jaringan baik dan dirasa cukup
untuk mendukung kekokohan dan kemantapan gigi tiruan.

b. PENCETAKAN PENDAHULUAN/MODEL STUDI


Diagnostic impression/cetakan pendahuluan digunakan untuk mempelajari dan
mengevaluasi keadaan rahang atas dan rahang bawah, untuk menentukan perawatan-
perawatan yang diperlukan dalam kaitannya dengan persiapan pasien dan perbaikan
jaringan rongga mulut sebelum dibuat gigi tiruan pada pasien.3

Gambar 24. Alat dan bahan yang digunakan untuk mencetak rahang pasien

Adapun tata cara melakukan pencetakan rahang atas dan rahang bawah ialah sebagai berikut:

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 26


- Atur posisi pasien tegak dengan posisi kepala sejajar dengan tubuh pasien. Atur ketinggian
pasien agar saat mencetak rahang bawah, mulut pasien sejajar dengan bahu operator dan
saat mencetak rahang atas, mulut pasien sejajar dengan siku operator.

Gambar 25. Posisi pasien ketika melakukan pencetakan rahang

- Tentukan ukuran sendok cetak yang sesuai dengan besar rahang pasien dengan cara
mencobakan sendok cetak mulai dari nomor terkecil ke nomor terbesar. Sendok cetak harus
sesuai dengan bentuk lengkung rahang, bila diletakan dalam mulut harus ada selisih
ruangan kira-kira 4-5 mm. Untuk rahang atas sendok cetak harus mencapai batas palatum
lunak dan keras serta hamular notch sedangkan untuk rahang bawah harus mencapai
retromolar pad. Pada kasus ini pasien menggunakan sendok cetak no. 1 untuk rahang atas
dan rahang bawah.
- Posisi operator saat mencetak RB, berdiri di depan dan sisi kanan pasien. Saat mencetak
RA, operator berdiri sedikit di belakang dan sisi kanan pasien.

Gambar 26. Posisi mencetak untuk rahang atas dan rahang bawah (Neil dkk, 1990)

- Ukur perbandingan powder (bahan cetak alginat) dan liquid (air) menggunakan sendok
takar dan gelas ukur sesuai dengan takaran pabrik sehingga sesuai untuk ukuran rahang
yang akan dicetak
- Tuangkan air ke dalam mangkuk karet berlebih dahulu lalu campur dengan bahan cetak
alginat untuk menghindari terjebaknya gelembung-gelembung udara dalam adonan bahan
cetak.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 27


- Aduk bahan cetak dan air dengan gerakan angka 8 (gerakan melipat) sambil adonan ditekan
ke tepian mangkuk karet (vigourus hand mixing) hingga adonan terlihat homogen (adonan
sewarna, konsistensi lunak dan permukaannya halus).
- Aplikasikan adonan ke dalam sendok cetak RA/RB. Bila mencetak rahang atas, aplikasikan
adonan ke dalam sendok cetak melalui bagian palatal (posterior) kemudian menyusuri
bagian oklusal gigi kearah anterior sendok cetak. Bila mencetak rahang bawah, aplikasikan
adonan ke dalam sendok cetak melalui bagian lingual lengkung gigi anterior kemudian
menyusuri bagian oklusal gigi kearah posterior sendok cetak.
- Untuk rahang atas masukan sendok cetak ke dalam mulut dengan penekanan secara vertikal
arah keatas, instruksikan pasien untuk mengerutkan bibir sekuatnya. Sedangkan untuk
rahang bawah masukan sendok cetak ke dalam mulut dengan penekanan secara vertikal
arah bawah, instruksikan pasien untuk mengangkat lidah. Pertahankan posisi sampai bahan
mengeras.
- Setelah adonan mengeras (tidak mudah terkoyak), lepaskan sendok cetak dari mulut pasien
dengan cara jari telunjuk dimasukan kedalam rongga mulut untuk membantu melepaskan
sendok cetak. Cuci bersih pada air mengalir untuk menghilangkan kotoran/saliva yang
menempel.
- Amati hasil cetakan anatomis, lihat porositas dan detail cetakan, apakah ada bagian yang
terlalu tertekan ataupun ada landmark anatomi yang tidak tercetak.
- Setelah itu, cor hasil cetakan dengan gypsum tipe tiga dua. Ukur perbandingan powder dan
liquid menggunakan sendok takar dan gelas ukur sesuai dengan petunjuk pabrik dan ukuran
cetakan rahang yang akan diisi dengan gips.
- Campur bubuk dan air ke dalam mangkuk karet lalu aduk selama 1 menit (120 putaran)
hingga adonan terlihat homogen.
- Isi hasil cetakan dengan adonan gips lalu ketuk-ketuk agar gelembung udara yang
terperangkap dapat hilang sehingga hasil pengisian gips tidak porus. Apabila mengisi hasil
cetakan RA, maka apliaksi adonan dimulai dari bagian palatal (posterior) hasil cetakan,
sedangkan untuk mengisi hasil cetakan RB dimulai dari bagian oklusal gigi posterior
menuju anterior.
- Rapikan hasil pengisian gips dan biarkan mengeras (setting time) proses mengerasnya gips
akan melewati fase panas dingin.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 28


- Setelah diperoleh cetakan gips, selanjutnya gips diboxing menggunakan boxing karet segi
tujuh menggunakan gypsum putih (plaster of paris) agar dapat digunakan sebagai model
studi.

Adapun anatomi yang harus tercetak pada rahang atas yakni (1) gigi-geligi, (2) frenulum
labialis, (3) frenulum bukalis, (4) vestibulum labialis, (5) vestibulum bukalis, (6) papilla
insisivum, (7) rugae palatine, (8) hamular notch, (9) tuberositas maksila, (10) palatum, (11)
mukobukalfold.
Anatomi yang harus tercetak pada rahang bawah yakni (1) gigi geligi, (2) frenulum
labialis, (3) frenulum bukalis, (4) frenulum lingualis, (5) Vestibulum labialis, (6) vestibulum
bukalis, (7) retromolar pads, (8) retromylohioid, (9) mukobukalfold.
Pencetakan dilakukan menggunakan bahan alginat setelah itu hasil cetakan di cor dengan
gipsum. Setelah diperoleh cetakan gips, selanjutnya gips diboxing menggunakan boxing karet
segi tujuh menggunakan gypsum putih (plaster of paris).

c. PENENTUAN WARNA GIGI


Menggunakan shade guide Vitapan Classical dengan cara lampu dental dimatikan, usahakan
berada dalam cahaya yang natural. Jika pasien wanita menggunakan lipstick sebaiknya
dihapus terlebih dahulu. Kemudian shade guide ditempatkan diluar mulut dekatkan dengan
permukaan kulit muka di bawah bibir namun sebelumnya shade guide di basahkan terlebih
dahulu dan dilihat satu per satu warna yang cocok sewarna dengan gigi asli. Warna yang di
dapat adalah A3.

d. PEMBUATAN PERSIAPAN MAHKOTA TIRUAN SEMENTARA DAN MOCK UP


Cetak anatomis gigi dan jaringan penyangga dengan material silicone putty. Apabila preparasi
gigi akan dilakukan pada gigi penyangga yang telah banyak kehilangan struktur mahkotanya,
maka terlebih dahulu dilakukan pembuatan mock up atau diagnostic wax-up gigi penyangga
untuk membuat suatu bentukan struktur mahkota yang ideal. Kemudian dilakukan pencetakan
anatomis pada diagnostic wax-up untuk membuat index preparasi.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 29


e. PEMBUATAN INDEX PREPARASI
Index berguna sebagai panduan untuk melihat berapa banyak struktur gigi yang hilang saat
dilakukan preparasi sehingga operator mengetahui apakah preparasi yang telah dilakukan
berlebihan atau kurang. Index dibuat sebelum preparasi gigi penyangga dilakukan dengan cara
mencetak anatomis gigi dan jaringan penyangga dengan material elastomer/silicone putty
yang dipilih karena meminimalkan resiko distorsi index ketika diinsersikan ke dalam rongga
mulut.
- Alat dan bahan : sendok cetak sebagian, bahan cetak elastomer/silicone putty , glass plate,
alat potong (pisau malam, pisau model dan cutter
- Manipulasi bahan cetak elastomer putty menjadi adonan yang homogen kemudian
aplikasikan pada sendok cetak sebagian (perhatikan working dan setting time sesuai aturan
pabrik).
- Lakukan pencetakan pada daerah gigi penyangga, tunggu hingga bahan cetak mengeras
kemudian lepaskan dari rongga mulut.

- Lepaskan hasil cetakan dari sendok cetak sebagian dan lakukan kontrol infeksi cetakan.

- Gunakan alat potong yang tajam (mis. cutter) untuk membelah cetakan menjadi dua bagian
permukaan gigi penyangga dari arah bukal ke lingual tegak lurus dengan sumbu akar gigi
penyangga untuk digunakan sebagai panduan preparasi permukaan labial dan palatal.

- Hasilnya akan didapatkan index untuk melihat hasil preparasi permukaan insisal/oklusal,
labial/bukal dan palatal/lingual. Kemudian lakukan pasang coba index pada gigi
penyangga dan gunakan saat preparasi gigi penyangga.

- Setelah preparasi permukaan insisal, labial dan palatal selesai dilakukan maka maka belah
index menjadi dua bagian secara melintang (arah mesial ke distal) untuk mengevaluasi
hasil preparasi permukaan proksimal gigi penyangga.

f. PEMBUATAN CATATAN GIGITAN


Pembuatan catatan gigitan dilakukan dengan cara menuntun pasien menggigit (oklusi sentrik)
2 lapis lempeng malam merah yang telah dipanasi sehingga lunak dan diantaranya diberi
selapis kain kasa sebagai pembatas sehingga pada kedua sisi lempeng malam tersebut tampak
cetakan dari bidang oklusal gigi.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 30


Gambar 35. Pembuatan catatan gigitan7

g. TAHAP PREPARASI
Preparasi gigi penyangga bertujuan untuk mempersiapkan abutment yang digunakan sebagai
retainer gigi tiruan jembatan. Sebelum preparasi, terlebih dahulu dilakukan anestesi infiltrasi pada
area labial gigi yang akan dipreparasi. Preparasi akan dilakukan secara bertahap, dimulai dari gigi
44 dan kemudian gigi 46.
1. Preparasi gigi 44

a. Reduksi Oklusal
b. Reduksi Proximal
c. Reduksi Bukal
d. Reduksi Lingual
e. Pembuatan sudut axial
f. Preparasi akhiran servikal (chamfer)
g. Bevel ke oklusal dan penghalusan

Gambar 27. Preparasi premolar


2. Preparasi 46
a. Reduksi Oklusal
- Buatlah Guiding groove pada bagian Oklusal menggunakan cylindrical diamond bur yang
mempunyai diameter 1,5 mm
DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 31
- Buatlah 3 guiding groove pada sisi bukal dan 3 buah pada sisi lingual
- Asahlah bagian oklusal tadi sesuai dengan panduan kedalaman groove yang telah
dipersiapkan
Hasil akhir preparasi oklusal
- Bentuk anatomi yang ada tetap dipertahankan
- Bentuk cusp dan lereng bukal/ Lingual-palatal tetap ada meskipun lebih rendah dari gigi
tetangganya
- Jarak dengan gigi antagonis 1,5 mm dan dicek dengan gigitan malam atau sonde khusus

Gambar 28. Reduksi Oklusal


b. Reduksi Proximal
- Gunakan pointed tapered cylindrical diamond bur yang berdiameter 1mm
- Letakkan bur sejajar sumbu gigi dan pada gigi yang akan dipreparasi
- Gerakan ke dalam arah buko ke lingual
- Hasil akhir titik kontak hilang, undercut servikal ke oklusal tidak ada
- Dapat dilewati sonde lurus

Gambar 29. Reduksi Proksimal


c. Reduksi Bukal
Sebelumnya dibuat beberapa guiding groove sedalam 1,5-2 mm sebagai petunjuk
agar tidak terjadi pengurangan yang berlebihan.
Ada 2 tahap yaitu kearah oklusal dan kearah servikal

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 32


- ½ kearah servikal sejajar sumbu gigi gunakan round end tapered cylindrical diamond bur
sehingga undercut hilang
- ½ kearah oklusal di reduksi miring ke oklusal sesuai anatomi gigi tersebut

Gambar 30. Reduksi Bukal


d. Reduksi Lingual
Pengurangan bagian lingual sebesar 1,5-2 mm.
- Gunakan pointed tapered cylindrical diamond bur
- Ujung bur pada tepi servikal
- Arah bur sejajar sumbu gigi
- Gerakan bur dari mesial ke distal dan sebaliknya sesuai dengan lengkung anatomi gigi
tersebut
- Hasil akhir dapat dievaluasi dengan tidak adanya undercut pada daerah tersebut (servikal
– oklusal)

e. Pembulatan sudut Axial


Ada 4 buah sudut yaitu
- Sudut mesio/disto bukal
- Sudut mesio/disto lingual-palatal
- Gunakan pointed tapered cylindrical diamond, sejajar sumbu gigi
- Hasil akhir dapat dievaluasi dengan tidak adanya undercut pada daerah tersebut (servikal
– oklusal)

f. Preparasi chamfer
- Letakkan Tinker bur atau tapered cylindrical round ended diamond bur
- Arah bur sejajar dengan sumbu gigi
DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 33
- Gerakan sesuai outline gigi sehingga diperoleh bentuk chamfer sekeliling tepi servikal
permukaan bukal, lingual dan proksimal
- Bevel 450 ke oklusal
- Lebar preparasi berkisar 1-1,5 mm.

Gambar 31. Preparasi chamfer


g. Penghalusan (finishing and polishing)
- Gunakan fine-finishing bur (label berwarna kuning)
- Preparasi sudah memenuhi syarat hanya tinggal penghalusan
- Preparasi jangan ditekan hanya tinggal dipoles saja
- Hilangkan bagian yang tajam, runcing, tidak rata dan terdapat undercut terutama di sudut
pertemuan 2 bidang

Gambar 32. Penghalusan


h. Menentukan Arah Masuk jembatan
- Perhatikan kesejajaran mesio-distal gigi 34 dan 36. Pandangan dari arah bukal
- Perhatikan kesejajaran bidang bukal-lingual pandangan dari arah oklusal, gunakan kaca
mulut
- Bagian-bagian yang terlihat kurang sejajar direduksi dengan menggunakan pointed
tapered cylindrical diamond bur.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 34


Gambar 33. Preparasi molar

h. RETRAKSI GINGIVA
Jika preparasi mahkota jaket sudah baik, selanjutnya retraksi gingiva. Retraksi gingiva
berguna untuk membebaskan tepi preparasi mahkota jaket dari jaringan lunak pada waktu
preparasi dan pencetakan, melihat bentuk anatomis mahkota gigi serta preparasi pundak servikal
terlihat jelas. Caranya dengan bantuan pinset benang retraksi terlebih dahulu direndam dalam
cairan adrenalin. Selanjutnya benang retraksi ditekan secara hati-hati kedalam sulkus gingival
dengan menggunakan plastic filling instrument (berujung datar) setelah 3-5 menit, benang retraksi
dikeluarkan dari dalam sulkus.6

Gambar 33. Pemasangan benang retraksi. A. Bentuk loop U B. pemasangan pada sisi
interproksimal C. Pemasangan pada sisi lingual

Gambar 34. Pemasangan benang retraksi. A. Posisi alat menyudut. B.


DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 35
pemotongan benang retraksi C. Benang retraksi Overlapping sisi mesial

i. PENCETAKAN DAN PEMBUATAN MODEL KERJA/PENCETAKAN DOUBLE


IMPRESSION
Pencetakan dilakukan dalam dua tahap dengan menekan sendok cetak yang telah diberi bahan
cetak pada gigi. Cetakan kavitas dan lengkung gigi (RB) dibuat dengan menggunakan bahan cetak
elastomer sedangkan cetakan dari rahang antagonisnya (RA) dicetak dengan alginat.
- Tahap I, bahan putty type diaduk sesuai aturan pabrik dan diletakkan pada sendok cetak dan
diberi lapisan plastik tipis. Sendok cetak dimasukan kedalam mulut (RB) pasien dan ditunggu
sampai setting. Kemudian dikeluarkan dari dalam mulut. Pencetakan dilakukan menyeluruh
seluruh rahang tidak menggunakan sendok cetak partial.
- Tahap II, sebelum melakukan pencetakan dengan light body dilakukan retraksi pada gingiva
selama kurang lebih lima menit kemudian dilepas dan bahan cetak light body type diaduk
kemudian dituangkan di atas hasil cetakan yang jenis putty type tadi (RB). Lalu dicetakkan
kembali ke dalam mulut pasien. Setelah bahan cetak setting, sendok cetak dikeluarkan dari
mulut dengan hati-hati. Diperiksa keakuratan hasil cetakan tersebut.
- Pencetakan RA bahan cetak alginate diaduk sesuai aturan pabrik dan diletakkan pada sendok
cetak lalu dimasukkan ke dalam mulut pasien. Setelah bahan cetak setting, sendok cetak
dikeluarkan dari mulut dengan hati-hati dan dibersihkan.
Hasil cetakan tadi kemudian dicor dengan gips tipe III pada RA dan gips tipe IV pada RB
yang mana cetakan ini akan menjadi model kerja dan die. Die adalah tiruan atau replica berupa
potongan model gips dari gigi pasien yang telah selesai dipreparasi dan dilanjutkan pada proses
laboratorium. Setelah die didapatkan kemudian dilanjutkan pembuatan pola malam dengan
menggunakan malam biru yang diukir menyerupai gigi.

j. PEMASANGAN MAHKOTA SEMENTARA


Cara kerja:

- Siapkan cetakan bahan putty sebelum preparasi (tahap persiapan MTS dan mock up).
- Olesi gigi yang telah dipreparasi dengan vaseline.
- Isi cetakan putty dengan self curing akrilik atau komposit di gigi yang dipreparasi.
- Cetakan dikembalikan ke mulut pasien pada posisi semula.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 36


- Kelebihan akrilik/komposit diambil dengan bur dan dipoles hingga MTS sesuai
bentuk gigi sebelum dipreparasi lalu pasang mahkota sementara ke gigi yang telah
dipreparasi.
- Gigi yang telah dipreparasi (gigi 44 dan 46) ditutup dengan mahkota sementara yang
sebelumnya telah dibuat dengan bahan self curing acrylic//komposit. Mahkota
sementara disementasi menggunakan temporary Cement yaitu freegenol.
.
k. WORK AUTHORIZATION
Model kerja akan dikirim ke dental laboratorium untuk proses pembuatan mahkota dan
jembatan berbahan porcelain fused to metal (PFM), untuk kombinasi sifat kekuatan dan
keakuratan dari bahan metal serta estetis dari bahan porselen, dengan desain sebagai berikut:

1. Warna gigi dengan shade guide vita classical adalah A3.


2. Lapisan porselen didaerah bukal hingga 2/3 buko-lingual, sedangkan 1/3 serviko-lingual
adalah lapisan logam.
3. Pontik jenis sanitary (dasar pontik tidak berkontak sama sekali dengan linggir alveolus,
sehingga terdapat ruangan/jarak antara dasar pontik dengan linggir alveolus (1-2mm).7

Gambar 36. Gigi tiruan jembatan dengan pontik tipe sanitary

Di sini pontik tidak mempunyai bagian yang menempel sama sekali dengan jaringan di
bawahnya/ridge. Jenis ini dirancang untuk daerah yang tidak mudah terlihat (non appearance
zone) dengan demikian daerah yang paling tepat yaitu posterior rahang bawah. Ketebalan
oklusogingival pontic ini tidak boleh kurang dari 3 mm, dan jarak antara ridge dengan pontik
cukup lebar untuk memberikan fasilitas pembersihan.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 37


l. PEMBUATAN DIE
Hasil cetakan (model kerja) rahang bawah kemudian dibuat die (tahap lab dental).

m. PEMBUATAN POLA MALAM


Hasil cetakan die kemudian dibentuk sesuai dengan gigi yang akan diganti atau dibuat
GTC dengan menggunakan malam violet (tahap lab dental).

n. TAHAP TRY IN
Setelah mahkota jaket selesai dibuat, kemudian dilakukan pasang coba mahkota tersebut.
Tujuan tahap pasang coba mahkota jaket pada kavitas gigi ialah untuk mengetahui ketepatan
kontak dan kontur proksimal, oklusi, dan artikulasi serta batas preparasi.

o. INSERSI
Apabila GTC sudah sesuai pada tempatnya, selanjutnya dilakukan insersi yaitu pemasangan
GTC dalam mulut pasien, ketika pengepasan GTC yang harus diperhatikan adalah: kontak
proksimal antara GTC dengan gigi sebelahnya, tepi GTC tidak boleh menekan gingiva serta
pemeriksaan kontak oklusi. Celah antara GTC dan gigi penyangga diisi dengan semen atau bahan
luting.7
Semen yang akan digunakan pada tahap sementasi ini adalah GIC tipe 1. Langkah-langkah
sementasi:
1. Gigi diisolasi dari saliva dengan bantuan cotton roll dan saliva ejector
2. Permukaan gigi dikeringkan dengan menggunakan syringe udara selama 3-5 detik
3. Mahkota dan jembatan dibersihkan dan dikeringkan
4. Semen dicampur sesuai instruksi pemakaian (petunjuk pabrik)
5. Semen diaplikasikan ke 2 permukaan gigi penyangga yang telah dipreparasi dan juga di
mahkota jembatan
6. Mahkota jembatan diletakkan pada tempatnya dengan menggunakan jari
7. Saliva ejector dilepas dan pasien diminta untuk oklusi sekitar 1 menit
8. Dipasang kembali saliva ejector dan rongga mulut dipertahankan terisolasi dari saliva
9. Setelah semen agak mengeras, kelebihan semen mulai dibersihkan dengan ekskavator

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 38


10. Sisa semen yang ada didaerah tersembunyi (proksimal) dihilangkan/dibersihkan dengan
menggunakan benang gigi (dental floss). Benang gigi harus melewati titik kontak, tepi
gingiva dan sulkus gingiva.
11. Evaluasi :
 Kecekatan/fitness/self retention
 Ketepatan marginal
 Kontak proksimal dengan gigi tetangga :
- Berkontak ringan dan tidak menekan, bisa dilewati dengan benang gigi
- Tidak open
 Stabilitas :
- Tidak terungkit jika ditekan 1 sisi
- Tidak berputar/rotasi
 Penyesuaian oklusi dan artikulasi dengan articulating paper:
- Permukaan oklusal berkontak dengan gigi antagonis
- Saat berartikulasi tidak ada hambatan
 Estetis dari segi bentuk, warna dan tanda anatomis
12. Instruksikan pasien untuk tetap menjaga kebersihan mulutnya, serta jika gigi tiruan terlepas,
untuk segera menghubungi operator, dan beritahukan untuk datang kembali melakukan
kontrol 1-2 minggu kemudian.

p. TAHAP KONTROL
Kontrol dilakukan 1-2 minggu kemudian setelah pemasangan mahkota dan jembatan. Pada
saat pasien datang kontrol dilakukan:
1. Pemeriksaan subyektif: menanyakan apakah ada keluhan dari pasien setelah GTC dipasang
dan dipakai.
2. Pemeriksaan obyektif: melihat keadaan jaringan lunak disekitar daerah GTC apakah ada
peradangan atau tidak. Memeriksa retensi dan oklusi pasien.
3. Dilakukan DHE pada pasien, yaitu menginstruksikan pasien untuk menjaga kebersihan mulut
dengan cara menggosok gigi yang benar, melakukan kontrol plak secara teratur, jika mahkota
GTJ patah atau terdapat rasa yang tidak nyaman dalam rongga mulut bisa dapat

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 39


menghubungi operator yang menangani kasus tersebut. Operator juga melakukan tindakan
profilaksis antara lain pembersihan debris pada gigi tiruan jika diperlukan.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 40


LANDASAN TEORI

I. KOMPONEN-KOMPONEN GIGI TIRUAN CEKAT2


Komponen atau bagian-bagian Gigi Tiruan Cekat :
1. Gigi abutment
2. Retainer
3. Konektor/ Joint
4. Pontik/ Dummy

Keterangan gambar
1. Gigi Abutment/penyangga/pegangan adalah :
Gigi asli atau akar yang telah dipreparasi untuk penempatan retainer dan yang mendukung GTC
tersebut.
2. Retainer adalah :
Bagian dari GTC yang dilekatkan pada gigi abutment.
3. Pontik/Dummy adalah :
Bagian dari GTC yang menggantikan gigi asli yang hilang dan memperbaiki fungsinya.
4. Konektor/Joint adalah :
Bagian dari GTC yang menghubungkan retainer dan pontik.
Setiap bagian GTC yang meliputi Retainer atau Pontik disebut : Unit
Contoh : GTC yang terdiri dari 1 pontik dan 2 retainer disebut GTC 3 unit (Three Unit Bridge).

A. Gigi Abutment Atau Gigi Pendukung


Syarat-syarat gigi abutment :

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 41


Urutannya :
RA: 6 7 4 5 3 1 2
RB : 6 7 5 4 3 2 1

Urutannya :
RA: 6 3 7 4 5 1 2
RB : 6 3 7 5 4 2 1

Gigi abutment harus dipersiapkan supaya betul-betul dapat memberi dukungan yang kuat pada
GTC. Untuk menentukan banyaknya gigi abutment sebaiknya disesuaikan dengan Hukum Ante.

Hukum ANTE/ Ante's Law


Hukum ini mengatakan : seluruh luas jaringan perodonsium gigi penyangga harus paling sedikit
sama, atau melebihi seluruh luas ligamen periodonsium gigi yang diganti. Rasio perbadingan
akar dan mahkota dari gigi yang diganti ialah 3:2.

B. Retainer
1. Tipe dalam dentin (intra coronal)
Preparasi dan badan retainer sebagian besar ada di dalam dentin atau di dalam badan mahkota
gigi.
Misalnya : tumpatan tuang MOD (Mesio Okluso Distal) atau MO (Mesio Oklusal).

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 42


2. Tipe luar dentin (extra coronal)

Preparasi dan bidang retensi sebagian besar ada di luar badan mahkota gigi. Misalnya : mahkota
penuh tuangan (full cast crown), mahkota 3/4 (3/4 crown).

3. Tipe dalam akar


Preparasi dan bidang retensi sebagian besar ada di dalam saluran akar. Misalnya : mahkota
Richmond, mahkota pasak inti (pinledge).

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 43


Faktor Pengaruh Pada Pemilihan Retainer
Pemilihan retainer tergantung dari faktor-faktor :
1. Panjang rentang GTC
- Makin panjang rentang, makin besar stress yang diterima GTC, diperlukan retainer kuat dan
lebih banyak.
2. Tipe GTC
- GTC tipe fixed-fixed bridge memerlukan retensi yang kuat
- Sedapat mungkin digunakan full veneer crown karena retensinya seluruh bidang aksial.
3. Kekuatan gigitan
- Beban kunyah yang ditimbulkan oleh tekanan gigitan dipengaruhi oleh umur, kelamin dan
kekuatan otot kunyah
- Makin besar kekuatan gigitan, retensi dari retainer harus kuat
4. Gigi yang diganti
- Untuk gigi anterior bawah, retainernya tidak harus sekuat apabila yang hilang gigi molar
5. Tipe oklusi
- Corak penggesekan mempengaruhi pemilihan retainer, misalnya bila tampak ada faset-faset
yang agak menyolok, ini menandakan adanya suatu gigitan yang kuat
- Gigi lawan (antagonis) gigi yang hilang, yang sudah tampak ekstrusi (tumbuh berlebihan),
sebaiknya digerinda dulu dengan maksud membuat bidang gesekan gigi yang lebih teratur.
6. Kebiasaan pasien.
- Kebiasaan buruk pasien, misalnya pasien sering gigit-gigit pencil dan bruxism (kerot-jawa)
sehingga perlu bahan retainer kuat agar tidak mudah abrasi.

Besarnya Retensi Retainer tergantung dari


1. Gigi yang terlibat
Mahkota gigi yang besar mempunyai retensi besar.
2. Luas permukaan retainer
Permukaan dinding aksial yang luas menghasilkan retensi luas. Mahkota klinik rendah
menyebabkan retensi rendah. Retensi paling besar adalah bentuk full veneer crown.
3. Derajat kesejajaran antara berbagai aspek preparasi
Derajad pengerucutan (konvergensi) bidang aksial (searah poros akar gigi) sangat berpengaruh
pada retensi yang akan dicapai. Pengerucutan bidang aksial sebaiknya 5 derajat.
DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 44
4. Ketegaran retainer
Ketegaran bahan yang dipakai ikut menentukan keberhasilan GTC
5. Media semen yang digunakan
6. Bahan retainer
Akrilik tidak baik karena mudah fleksi, mudah menyerap air, mudah mengikat plak, sehingga
menghasilkan suasana yang kurang bersih di dalam mulut. Biasanya dipakai emas tipe III (keras),
tipe IV (terkeras), Nickel Chromium, Chrome Cobalt. Dewasa ini banyak dipakai bahan paduan
logam tidak mulia, yang ternyata juga dapat dipadukan dengan porselen.

B. Konektor/Joint

Definisi
Bagian dati gigi tiruan cekat yang menghubungkan setiap unit dari suatu
GTC.
Konektor suatu GTC dapat dibagi dua :
1. rigid connector
2. non rigid connector
Konektor yang paling sering dipakai adalah rigid connector, dikarenakan konektor jenis
ini lebih mudah dikerjakan/dibuat.

Rigid Connector
Rigid connector biasanya dibuat dengan menggunakan solder, dan logam perantara yang
digunakan untuk proses ini harus mempunyai titik lebur logam yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan titik lebur logam yang digunakan untuk pontik atau retainer. Cara lain untuk
pembuatan konektor yaitu dengan jalan welding cara ini logam pengisi tidak boleh terlalu tebal
dan mempunyai titik lebur yang sama dengan titik lebur pontik atau retainer. Welding ini dapat
dilakukan dengan pemberian panas atau tekanan. Cara yang paling mudah di dalam pembuatan
konektor yaitu one piece casting disini retainer, pontik dan konektor diproses sekaligus sehingga
merupakan kesatuan rangkaian.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 45


Ukuran, bentuk dan posisi suatu konektor akan mempengaruhi keberhasilan suatu gigi
tiruan cekat. Suatu konektor harus cukup besar untuk mencegah perubahan bentuk atau patah
selama berfungsi, tetapi juga tidak boleh terlalu besar sehingga akan menghalangi proses
pembersihan dan akan mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal. Selain itu konektor yang
terlalu besar akan mempengaruhi estetika pada GTC anterior.
Konektor dengan bentuk ellip dengan sumbu panjang searah tekanan pengunyahan akan
merupakan konektor yang paling kuat, tetapi karena pertimbangan anatomi gigi keadaan ini
sukar dilakukan, biasanya sumbu panjang ellip ini akan berpotongan secara tegak lurus dengan
arah tekanan pengunyahan dan ini menyebabkan konektor tersebut menjadi lemah.

Untuk memudahkan di dalam proses pembersihan konektor sebaiknya mengikuti bentuk


daerah interproksimal anatomi gigi normal. Untuk meningkatkan esthetika tanpa mengabaikan
kebersihan maka konektor untuk gigi anterior ditempatkan 1/3 arah palatinal/lingual.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 46


Pembuatan konektor dengan cara one piece casting akan banyak mengundang resiko
walaupun kelihatannya mudah. Pada konektor tipe ini akan terjadi perubahan bentuk sewaktu
model malam tersebut diambil dari model kerjanya karena bagian proksimal tersebut merupakan
bagian yang paling lemah selagi GTC ini masih berupa model malam.

Non Rigid Connector : stress breaker


Konektor jenis ini mempunyai dua bagian yang saling terpisah yaitu mortise (female) yang
dibentuk pada retainernya dan tenon (male) yang melekat pada pontik. Kesejajaran dinding pada
mortise merupakan hal yang sangat pokok selain itu bentuk tenon yang akurat sangat diperlukan
sehingga kedua bangunan tersebut dapat berhimpit secara tepat.

Loop Connector : spring bridge


Konektor jenis ini dibuat pada kasus diastema gigi yang mana pembuatan konektor secara
langsung antara unit-unit GTC tidak dimungkinkan. Konektor ini merupakan suatu palatal/lingual
bar yang menghubungkan antara pontik dengan retainer. Kelemahan tipe ini akan timbulnya
akumulasi sisa makanan yang akan terselip diantara konektor tersebut dengan mukosa
palatal/lingual akibatnya timbul inflamasi. Untuk mengatasi keadaan ini, titik pertemuan antara
konektor dengan mukosa dibuat sekecil mungkin dengan jalan membuat bagian konektor yang
menempel pada mukosa tersebut membulat.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 47


D. Pontik/Dummy
Definisi :
Pontik/ Dummy, adalah bagian dari unit GTC yang mengganti gigi yang hilang serta
merestorasi fungsi gigi tersebut.
Keberhasilan atau kegagalan dari suatu GTC sebagian besar tergantung dari desain pontik.
Desain ini harus dapat mencakup; fungsi, estetis, kuat, mudah dibersihkan, kepuasan pasien dan
memelihara kesehatan jaringan di bawahnya.

Persyaratan Pontik
1. Dapat menahan daya kunyah atau daya gigit.
Ini berarti suatu pontik harus kaku (rigid) dan tidak boleh membengkok atau patah akibat tekanan
daya kunyah. Suatu pontik harus mempunyai kekerasan permukaan yang cukup untuk menahan
kikisan (atrisi) gigi lawan.
2. Mempunyai estetika yang baik.
Pontik anterior, terutama bagian bukal dan labial, harus mempunyai bentuk dan ukuran anatomis
dari gigi ash yang digantinya. Warna dari bagian luar pontik (facing) harus sama dengan warna
gigi asli lainnya.
3. Tidak menyebabkan iritasi pada gusi.
Syarat ini berhubungan erat dengan bahan yang dipakai untuk membuat pontik, bentuk pontik dan
posisi pontik terhadap gusi.
4. Mudah dibersihkan.
Oral hygiene yang tidak diperhatikan merupakan sebab utama dari peradangan gusi dan
gangguan-gangguan periodontal. Oleh karena itu pontik harus dibuat sedemikian rupa sehingga

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 48


sisa-sisa makanan tidak mudah berkumpul membusuk. Desain pontik harus mudah dibersihkan
dengan sikat gigi/dental floss.

5. Beban tidak berlebihan.


Desain pontik tidak boleh menyebabkan beban yang berlebihan pada gigi abutment. Hal di atas
dapat terjadi, kalau permukaan oklusalnya terlampau lebar. Untuk mengurangi beban tersebut,
lebar buko-lingualnya dikurangi.

Design Pontic
1. Saddle Pontic,
Pontik ini paling menyerupai gigi asli, karena dapat menggantikan seluruh gigi yang
hilang tanpa merubah bentuk anatominya. Bagian embrasure mesial dan distal tertutup,
permukaan bukal overlaps pada daerah edentulous ridge dengan bagian yang kontak berbentuk
cekung. Keadaan ini menyebabkan kebersihan kurang terjamin sehingga akan menghasilkan
peradangan pada jaringan di bawahnya. Sebaiknya pontik jenis ini tidak dipakai/ dipergunakan.

2. Ridge Lap Pontic,


Pontik ini mempunyai gambaran seperti gigi asli, tetapi mempunyai permukaan yang
cembung pada daerah yang kontak dengan jaringan di bawahnya sehingga memudahkan proses
pembersihan. Permukaan lingual pontic ini berbentuk membelok/melengkung sedikit untuk
mencegah terjadinya akumulasi sisa makanan, bagian bukal sedikit cembung, daerah cervikalnya
menempel pada gingiva sehingga memungkinkan jenis ini untuk daerah yang mudah terlihat (
appearance zone ). Pontik ini bisa digunakan untuk RA maupun RB.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 49


3. Hygienic Pontic
Disini pontik tidak mempunyai bagian yang menempel sama sekali dengan jaringan di
bawahnya/ridge. Bentuk ini sering disebut juga sebagai "sanitary pontic" tetapi hal ini sebetulnya
keliru, karena sanitary pontic merupakan nama dagang yang tergolong di dalam type pontic bukan
pada kelompok design pontic. Jenis ini dirancang untuk daerah yang tidak mudah terlihat
(nonappearance zone) dengan demikian daerah yang paling tepat adalah posterior RB. Ketebalan
oklusogingival pontic ini tidak boleh kurang dari 3 mm, dan jarak antara ridge dengan pontik
cukup lebar untuk memberikan fasilitas pembersihan.

4. Conical Pontic
Pontik ini mempunyai bentuk konus pada daerah yang menempel dengan jaringan di
bawahnya, sehingga mempunyai kecenderungan untuk terjadi akumulasi sisa makanan sering
disebut sebagai bullet /spheroid pontic.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 50


E. Macam-macam GTC
1. Fixed-Fixed Bridge :
Bridge (GTC) yang konektornya bersifat rigid/kaku. Bisa digunakan pada gigi
anterior/pasterior. Konektor dikerjakan dengan pematrian/soldering atau one piece casting.
2. Fixed Movable Bridge :
Bridge (GTC) yang konektornya yang satu rigid dan yang satunya non rigid/movable (bisa
bergerak). Sifat-sifat individu gigi secara alami mempunyai individual movement. Movable
berfungsi untuk meredam tekanan (stress breaker).

3. Spring bridge
Bridge (GTC) yang mempunyai pontik jauh dari retainer dan dihubungkan dengan palatal
bar.
Indikasi : pada kasus di mana gigi anterior terdapat diastema (kasus yang mengutamakan estetis).

4. Cantilever Bridge :
Satu ujung Bridge (GTC) melekat secara rigidlkaku pada retainer sedang ujung yang lain
bebas/menggantung. Biasanya dibuat pada pasien yang menghendaki sedikit jaringan gigi asli
yang dikurangi tetapi tetap tidak lepas dari kriteria retensi dan stabilisasi.
5. Compound Bridge
Kombinasi dari 2 tipe Bridge (GTC).

Persyaratan GTC
Suatu GTC harus memenuhi :
1. Persyaratan Mekanis
Gigi-gigi penyangga harus mempunyai sumbu panjang yang sejajar atau hampir sejajar
satu sama lain, atau sedemikian rupa sehingga dapat dibuat sejajar tanpa membahayakan vitalitas
pulpa. Gigi panyangga harus mempunyai bentuk dan ukuran yang sedemikian rupa sehingga dapat
dipreparasi dengan baik untuk memberi pegangan (retensi) yang baik bagi retainer. Suatu pontik
harus mempunyai bentuk mendekati bentuk anatomi gigi asli yang diganti dan harus sedemikian
kuatnya sehingga dapat menahan/ memikul daya kunyah tanpa patah atau bengkok.
2. Persyaratan Fisiologis

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 51


GTC tidak boleh mengganggu kesehatan gigi-gigi penyangga dan jaringan-jaringan
pendukung lainnya. Preparasi pada gigi vital tidak boleh membahayakan vitalitas pulpanya. Suatu
retainer atau pontik tidak boleh mengiritasi jaringan lunak (gusi,lidah, pipi, bibir).
3. Persyaratan Hygiene
Pada GTC tidak boleh terdapat bagian-bagian yang dapat menyangkut dan menimbulkan
sisa-sisa makanan. Di antara pontik-pontik atau pontik dan retainer, harus ada sela-sela
(embrasure) yang cukup besar sehingga dapat dibersihkan dengan mudah oleh arus Judah atau
lidah (self cleansing effect). Diantara pontik dan gusi harus dapat dilalui seutas benang untuk
membersihkan kedua permukaan itu. Semua permukaan GTC (kecuali permukaan-permukaan
dalam retainer) harus dipoles sampai mengkilat, karena kotoran-kotoran tidak mudah melekat
pada permukaan yang licin.
4. Persyaratan Estetik
Tiap GTC terutama yang mengganti gigi-gigi depan, harus dibuat sedemikian rupa
sehingga menyerupai gigi asli. Akan tetapi usaha untuk mencapai tingkat keaslian ini tidak boleh
mengorbankan kekuatan dan kebersihan GTC tersebut. Penampilan permukaan logam (emas)
yang tidak perlu sebaiknya dicegah. Pontik harus mempunyai kedudukan, bentuk dan warna yang
sesuai dengan keadaan sekitarnya dan mempunyai ciri-ciri permukaan (surface details) yang
sepadan (matching) dengan gigi-gigi tetangganya.
5. Persyaratan Fonetik
Suara (voice) dan bicara (speech) dalam pembuatan GTC tidak banyak dipersoalkan.
Teknik Pencetakan
Teknik mencetak dengan penekanan yang selektif antara gigi dan jaringan pendukung :
1. Teknik mukokompresi : jaringan lunak mulut di bawah penekanan. Pencetakan dilakukan
dengan menggunakan bahan yang mempunyai viskositas tinggi, sehingga tekanan lebih
dibutuhkan ke arah mukosa di bawahnya.
2. Teknik mukostatis : jaringan lunak mulut berada dalam keadaan istirahat. Pencetakan yang
demikian dilakukan dengan menggunakan bahan yang mempunyai viskositas yang sangat
rendah, dimana hanya sejumlah kecil tekanan yang dibutuhkan, sehingga pada keadaan ini
sedikit atau tidak ada sama sekali terjadi pergerakan dari mukosa.
Bahan cetak elastomer terbagi 3 yaitu, polieter, polisulfid dan silicon dan ketiga jenis
elastomer tersebut tersedia dalam berbagai viskositas. Viskositas adalah kemampuan masing-
masing bahan untuk tidak mengalir.
DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 52
Polieter tersedia dalam tipe : heavy body, regular, dan light body. Polieter paling kaku
dibanding elastomer lainnya oleh karena itu cetakan polieter sukar dibuka. Polieter memiliki
ketahanan terhadap kekoyakan dan elastisitas yang adekuat. Stabilitas dimensinya sangat baik
pada kelembaban yang rendah, namun bahan cetak polieter bersifat hidrofilik dan menyerap air
pada keadaan kelembaban yang tinggi sehingga dapat mengakibatkan distorsi.
Waktu pengadukan 30 – 45 detik, waktu kerja 2 – 3 menit dan waktu pengerasan 6 – 7
menit dan biasanya digunakan untuk mahkota dan inlay. Contoh bahan cetak polieter adalah :
Impregum, Permadyne Ramitec dan polygel.
Polisulfid tersedia dalam tipe : heavy body, regular dan light body. Kekakuannya relatif
rendah, ketahanan cetakan terhadap kekoyakan baik. Elastisitasnya jauh dari ideal bahan ini
dianggap sebagai bahan yang viskoelastis. Stabilitas dimensi polisulfid adekuat tetapi pengisian
tidak boleh ditunda. Keakuratan cetakan dengan bahan cetak polisulfid baik, bila menggunakan
sendok cetak khusus.
Waktu pengadukan 1 menit, waktu kerja 3 – 6 menit dan waktu pengerasan 10 - 20 menit dan
biasanya diguanakan untuk cetakan inlay, mahkota dan jembatan. Contoh bahan cetak polisulfid
adalah :
· Permlastic.
· Coe-flex.
· Omniflex.
· Neoplex
Silikon tersedia dam tipe putty, heavy body, regular, light body dan wash. Bahan cetak
silikaon yang berpolimerisasi dengan reaksi kondensasi dikenal sebagai silicon kondensasi,
sedangkan yang berpolimerisasi dengan reaksi adisi disebut silokon adisi yang dikenal dengan
sebutan polivinil siloksan. Bahan cetak silikon kondensasi mengahsilkan deformasi permanen
yang rendah, sifat kakunya sedang. Ketahanan bahan ini terhadap kekoyakan adekuat dan
elastisitasnya sangat baik. Stabilitas dimensinya buru, oleh karena itu cetakan harus diisi sesegera
mungkin. Keakuratan hasil cetakan silikon kondensasi cukup baik dan dapat dipakai dengan
sendok cetak sediaan.
Waktu pengadukan 30 – 60 detik, waktu kerja 2 – 3 menit dan waktu pengerasan 6 – 10
menit, biasanya digunakan untuk pencetakan mahkota, jembatan, dan kadang untuk pencetakan
GTSL. Contoh bahan cetak silikon kondensasi : xantropen dan optosil.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 53


Bahan cetak silikon adisi menghasilkan deformasi permanen yang sangat rendah, cetakan
yang dihasilkan keras. Sehingga menyulitkan pelepasannya dari mulut. Ketahanan bahan ini
terhadap kekoyakan adekuat dan elastisitasnya sangat baik. Stabilitas dimensinya juga sangat
baik. Pengisian pada cetakan dapat ditunda hingga 7 hari. Keakuratan hasil cetakan baik dengan
pemakaian sendok cetak sediaan.
Waktu pengadukan 30 – 45 detik, waktu kerja 2 – 4 menit dan waktu pengerasan 6 – 8 menit,
biasanya digunakan untuk pencetakan mahkota, jembatan dan kadang-kadang untuk GTSL.
Contoh bahan cetak silikon adisi : Reprosil, President, Mirror 3 dan Extrude. Jumlah kompresi
yang diterima tidak sama pada seluruh mukosa, jaringan diatas daerah retromolar akan mengalami
pergerakan dengan derajat yang lebih besar daripada jaringan yang berada lebih ke anterior. Dapat
dikatakan bahwa pencetakan yang akurat dipengaruhi oleh derajat kompresibilitas yang bervariasi
dari berbagai jaringan tergantung dari viskositas bahan yang digunakan.
Dengan mengkombinasikan antara metode mukostatis dan mukokompresi yang dikenal
dengan metode fungsional akan memberi keuntungan, dimana untuk mencapai hal ini secara
maksimal dibutuhkan teknik pencetakan ganda. Jika hal-hal tersebut telah diketahui, maka
pengambilan cetakan pada pasien dapat dilakukan. Pengambilan cetakan ini gunanya untuk
mendapatkan model rahang pasien.

Bahan-bahan Gigi Tiruan Cekat


1. Logam Penuh
Bahan logam sangat kuat dan tahan terhadap tekanan, tetapi memiliki estetik yang

buruk. Logam penuh merupakan pilihan terbaik untuk diaplikasikan pada gigi tiruan cekat

posterior, bila retainer dan pontik tidak terlihat saat pasien tersenyum ataupun bicara.

Kelebihan bahan logam penuh, yaitu: sangat jarang terjadi fraktur, pembuangan

jaringan gigi sedikit, biayanya kemungkinan paling murah (bergantung pada pilihan logam),

teknik pengecoran logam lebih mudah dan menghasilkan adaptasi margin yang lebih akurat.

Kekurangannya yaitu : secara estetik kurang baik karena warna warnanya yang tidak sewarna

dengan gigi, sifat logam mudah menyusut, dan pada beberapa kasus ada sejumlah pasien

yang alergi dengan logam,

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 54


2. Akrilik

Bahan yang secara keseluruhan terbuat dari akrilik. Bahan ini biasanya diindikasikan

sebagai jembatan sementara, dibuat untuk menutupi gigi-gigi yang telah dipreparasi,

melindungi gigi-gigi tersebut dari lingkungan rongga mulut sebelum jembatan yang

direncanakan selesai dibuat.

Kelebihan bahan ini, yaitu : selain tidak beracun, mudah dimanipulasi, tidak larut

dalam cairan mulut, daya absorbsi rendah, harga murah, dapat dipoles dengan baik,

estetisnya juga sangat baik.

Kekurangannya, yaitu : Kekuatan impak dan kekuatan transversal yang rendah, ketahanan

terhadap fatik dan abrasi yang rendah, perubahan dimensi akibat pengerutan polimerisasi dan

dehidrasi, konduktivtas termal yang rendah.

3. Keramik Penuh

Bahan keramik penuh digunakan bila sangat membutuhkan estetis, karena dapat

meniru warna dan translusensi gigi asli. Gigi tiruan cekat keramik penuh,memiliki kekuatan

yang cukup untuk menahan beban fungsional normal bila didesaindan dibuat dengan tepat,

tetapi akan pecah bila diberikan kekuatan berlebihan.

Kelebihan GTC keramik penuh, yaitu: memiliki tampilan yang lebih alami

menyerupai gigi asli dibandingkan GTC keramik-logam. Kekurangan GTC keramik penuh,

yaitu: rentan terhadap fraktur dan hanya disarankan untuk gigi yang tidak mengalami beban

oklusal yang besar, seperti gigi insisivus lateral, celah yang berlebih pada tepi GTC keramik

penuh dapat meningkatkan resiko karies, bahan keramik yang sangat keras dapat

mengakibatkan keausan enamel gigi antagonis.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 55


4. Keramik-Logam

Kombinasi keramik-logam telah berkembang di bidang kedokteran gigi pada tahun

1950. Kekuatan dan ketahanan bahan logam dapat mendukung bahan keramik yang rapuh

namun estetis. Bahan keramik-logam merupakan pilihan paling popular untuk mahkota dan

jembatan, dikenal juga sebagai restorasi ceramometal, Porcelain-Bonded-to-Metal (PBM)

atau Porcelain-Fused-to-Metal (PFM). Keramik- logam merupakan pilihan bahan terbaik,

bila dibutuhkan kekuatan dan estetis pada gigi tiruan. Gigi tiruan cekat keramik-logam

memiliki beberapa keuntungan antara lain(Shillingburg dkk. 2012; Hatrick dkk. 2011;

Gladwin dkk. 2009; Anusavice 2004):

- Dapat digunakan di daerah anterior maupun posterior

- Memiliki kekuatan dan ketahanan cukup besar untuk menahan beban pengunyahan

- Biokompatibel

- Kegagalan mekanis substruktur logam hampir tidak pernah terjadi

- Estetis baik karena dapat meniru gigi asli

- Adaptasi terhadap jaringan gigi cukup baik

- Biaya lebih murah jika dibandingkan dengan GTC keramik penuh

Kekurangan GTC keramik-logam, yaitu:

- Kegagalan mekanis berupa fraktur dan terlepasnya porselen dari logam

- Dapat terlihat bayangan hitam yang dipantulkan oleh koping logam

- Bahan keramik sangat keras sehingga dapat mengauskan enamel gigi antagonis

dibandingkan bahan logam.

Bahan porcelain fused to metal dapat dilihat dari segi:

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 56


a. Biologis: biokompatibel, tidak iritatif, bukan sebagai penghantar termis
Bahan porcelain fused to metal merupakan bahan yang biokompatibel, tidak iritatif
dan tidak menghantarkan termal karena terdapat bahan porcelain yang berfungsi
sebagai reduksi.
b. Mekanis: kuat, tidak mudah berubah warna, retensi dan resistensi
Bahan porcelain fused to metal merupakan bahan yang kuat, tidak mudah berubah
warna serta retensi dan resistensinya baik.
c. Estetik: memiliki warna, bentuk, ukuran dan inklinasi yang baik
Segi estetik bahan porcelain fused to metal memiliki warna, bentuk, ukuran dan
inklinasi yang baik.
d. Fungsional: oklusi dan artikulasi seimbang, keleluasaan berbicara
Bahan porcelain fused to metal memenuhi syarat fungsional, oklusi dan artikulasi yang
seimbang.
e. Hygienis: mudah dibersihkan, licin, mengkilap, titik kontak dan marginal fitness baik

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 57


DAFTAR PUSTAKA

1. Soeprapto A. Pedoman dan Tatalaksana Praktik Kedokteran Gigi. Yogyakarta: STPI


Bima Insan Mulian; 2017. hal 186-193, 197, 206.
2. Unknown Introduction and Components of Removable Partial Dentures Department
of Prosthodontics & Implantology, SRM KDC&H 2009 p 25-29.
3. Mz Teori Pencetakan 2009 h(1-8) Available on site:
http://ocw.usu.ac.id/course/download/6110000046-prostodonsia-ii
gtsl/pt241slidepercetakan.pdf
4. Elias S Praktikum Gigi Tiruan Cekat Retrieved from: ppt document.
5. Elias S Teori Gigi Tiruan Cekat Retrieved from: ppt document.
6. Putrianti D T Tahap-Tahap Perawatan / Pembuatan Gigitiruan Jembatan Retrieved
from: ppt document.
7. Shillingburg HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE. Fundamental of Fixed
Prothodontics. 3rd Ed. USA: Quintessence Publishing Co, Inc. 1997; p 36, 309, 397,
400, 455, 489.

DST GTJ |Fazriah F. Paputungan-20014103006 58

Anda mungkin juga menyukai