Anda di halaman 1dari 19

FIQIH II

“Ahli Waris Golongan Laki-Laki dan Perempuan”

Dosen Pengampu: Dr. Connaidi , M.Pd,I

DisusunOleh:

Rahmat Nasrudin

Wira Hadi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

SULTAN SYARIF HASYIM

SIAK SRI INDRAPURA

TAHUN 1445 H
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan puja dan puji atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, daninayah-Nya kepada Kami, sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah
Fiqih II ini dengan pembahasan tentang : “Ahli Waris Golongan Laki-Laki dan
Perempuan”. Shalawat terbingkai salam semoga abadi terlimpahkan kepada Sang
Pembawa Risalah kebenaran yang semakin teruji kebenarannya, yakni Baginda
Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, serta pengikutnya. Semoga syafa’atnya
selalu menyertai kehidupan ini.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar proses pembuatannya. Untuk itu
Kami menyampaikan banyak terimakasih kepada bapak dosen yang akan meneliti
dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari susunan kalimat maupun tata bahasa.
Oleh Karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan dan penyempurnaan makalah
ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
bermanfaat bagi para pembaca.

Siak, 26 April 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………... i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….. 1

A. Latar Belakang......................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah …………………………………………………....…………... 1

C. Tujuan ………………………………………………………………....……….… 1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................ 2

A. Golongan yang berhak menerima hak waris……...…………………….………… 2


B. Pengelompokan ahli waris ……………………………………………………….. 4
1. Ahli Waris Berdasarkan Hubungan Kekerabatan………………………….…. 4
2. Ahli Waris Berdasarkan Perolehan Harta………………………………….…. 6
3. Ahli Waris Hijab-Mahjub……………………………………………….…..... 8
C. Pembagian Hak Waris………..…………………....…..…...................................... 9
1. Bagian Ahli Waris Golongan Laki-Laki dan Perempuan……………..………. 9
2. Contoh Perhitungan Hak Waris………………………………………………. 13

BAB III PENUTUP................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata mawaris adalah bentuk jamak dari miras yang dimaknai dengan maurus
yang berarti harta pusaka peninggalan orang yang meninggal yang diwariskan kepada
para keluarga yang menjadi ahli warisnya. Orang yang meninggalkan harta pusaka
tersebut disebut muwaris, sedangkan orang yang menerima warisan disebut waris.
Sementara ilmu yang membahas tentang tata cara pembagian harta warisan disebut
dengan ilmu faraid atau ilmu waris.
Dari seluruh hukum yang berlaku dalam masyarakat, maka hukum
perkawinan dan hukum kewarisanlah yang menentukan dan
mencerminkan sistem kekeluargaan yang sekaligus merupakan salah satu
bagian dari hukum perdata. Hukum Islam bukanlah spesial untuk laki -laki
atau perempuan saja, tetapi untuk kedua -duanya sesuai dengan peran
masing-masing selaku insan. Allah swt yang telah menciptakan manusia
terdiri dari laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain, laki -laki memiliki
hak dan kewajiban atas perempuan, dan kaum perempuan juga memiliki
hak dan kewajiban atas kaum laki -laki.
B. Rumusan Masalah
1. Siapa saja golongan yang menerima hak waris dalam Islam?
2. Bagaimana pengelompokan ahli waris dalam Islam?
3. Bagaimana pembagian hak waris dalam Islam?
4. Tujuan
1. Untuk mengetahui golongan yang menerima hak waris dalam Islam.
2. Untuk mengetahui pengelompokan ahli waris dalam Islam.
3. Untuk mengetahui pembagian hak waris dalam Islam.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Golongan yang Berhak Menerima Hak Waris

Ahli waris adalah orang yang berhak atas harta warisan yang ditinggalkan
oleh orang yang meninggal. Al-Qur‟an menjelaskan tentang siapa saja yang
berhak menerima warisan. Di antara ayat-ayat yang menjelaskan mengenai hal
itu terdapat pada surat al-Nisā‟ ayat 11:

Artinya: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)


anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang
anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua maka bagi
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang
saja, Maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-
masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu
mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi
oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-
pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah
dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui
siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah

2
3

ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
(QS. An-Nisa’ [4]: 11).

Di dalam kedua ayat ini telah ditentukan hukum kewarisan yang mudah
dipahami dan jelas isi ketentuannya mengenai siapa saja yang berhak menjadi ahli
waris, bagian-bagian yang harus diperoleh oleh setiap ahli waris. Semua ayat yang
berkenaan dengan warisan menunjukkan bahwa Allah swt membatasi pemberian
warisan hanya kepada golongan atau pihak yang disebutkan saja. Dengan demikian,
tidak sepantasnya seseorang menambahkan peruntukkan warisan kepada golongan atau
pihak yang tidak disebutkan oleh Allah swt, tidak pula menguranginya.1

Dari penjelasan di atas dapat dirinci ahli waris berdasarkan jenis kelamin
menurut golongan Ahlu Sunnah sebagai berikut. Golongan-golongan ahli waris yang
berhak menerima waris dengan sebab yang telah disepakati seperti di atas, berjumlah
15 orang laki-laki dan 10 orang perempuan:2

1. Golongan laki-laki yang berhak menerima hak waris


a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki dan seterusnya ke bawah
c. Ayah
d. Kakek
e. Saudara kandung
f. Saudara seayah
g. Saudara seibu
h. Anak laki-laki saudara kandung
i. Anak laki-laki saudara seayah
j. Paman kandung
k. Anak dari paman laki-laki sekandung

1
Syaikh Ahmad Musthafa al-Farran, Tafsīr al-Imām al-Syafiʻi, hal. 36
2
Muhammad Ibnu Hasan al-Ruhby, Matnu al-Ruhbiyyah (Solo: Pustaka Arafah, 2019) hal. 3
4

l. Anak dari paman laki-laki sebapak


m. Paman seayah
n. Suami
o. Orang laki-laki yang memerdekakan budak
2. Golongan perempuan yang berhak menerima hak waris
a. Anak perempuan
b. Cucu perempuan dari laki-laki
c. Ibu
d. Ibu dari pihak ayah
e. Ibu dari pihak ibu
f. Saudara kandung
g. Saudara seayah
h. Saudara seibu
i. Istri
j. Orang perempuan yang memerdekakan budak
B. Pengelompokan Ahli Waris
1. Kelompok ahli waris berdasarkan hubungan kekerabatan
a. Ahli Waris Nasabiyah
Ahli waris nasabiyah adalah ahli waris yang menerima warisan karena
mereka memiliki hubungan darah dengan si mati, yaitu hubungan nasab atau
keturunan, baik ke bawah, ke atas, maupun ke samping. Ahli waris nasabiyah
semuanya berjumlah 20 orang jika diperinci baik dari kelompok laki-laki
maupun kelompok perempuan. laki-laki 13 orang dan perempuan 8 orang.3
Kelompok ahli waris nasabiyah yang laki-laki secara berurutan dapat
disebutkan secara terperinci sebagai berikut:4

3
Maimun Nawawi, Pengantar Hukum Kewarisan Islam, (Surabaya: Pustaka Radja, 2016), hal
119
4
Ibid, hal. 119-120
5

1) Anak laki-laki (al-Ibn)


2) Cucu laki-laki keturunan anak laki-laki (Ibn al-Ibn)
3) Bapak (al-Abb)
4) Kakek dari garis bapak dan seterusnya ke atas (al-Jadd)
5) Saudara laki-laki sekandung (al-akh al-shaqi>q)
6) Saudara laki-laki sebapak (al-Akh li Abb)
7) Saudara laki-laki seibu (al-Akh li Umm)
8) Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung (ibn alAkh al-Shaqi>q)
9) Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak (ibn alAkh li Abb)
10) Paman sekandung (al-‘Amm al-Shaqi>q)
11) Paman sebapak (al-‘Amm li Ab)
12) Anak laki-laki paman sekandung (ibn al-‘Amm alShaqi>q)
13) Anak laki-laki paman sebapak (Ibn al-‘Amm li Abb)
Sedangkan Ahli waris kelompok perempuan dari golongan nasabiyah
terdapat 8 ahli waris jika diperinci, mereka adalah:5
1) Anak Perempuan (al-Bint)
2) Cucu perempuan keturunan laki-laki dan seterusnya ke bawah (bint al-Ibn
wa in nazal)
3) Ibu (al-umm)
4) Nenek garis ibu (al-jaddah min al-umm)
5) Nenek garis bapak (al-jaddah min al-Ab)
6) Saudara Perempuan sekandung (al-Ukht alShaqi>qah)
7) Saudara Perempuan Sebapak (al-Ukht li Ab)
8) Saudara Perempuan seibu (al-Ukht li umm)
Urutan-urutan pada nomor daftar ahli waris nasabiyah di atas
menandakan jauh dekatnya hubungan kekerabatan ahli waris terhadap orang
yang meninggal. Karena itu biasanya ahli waris pada urutan awal akan selalu

5
Ibid, hal. 120
6

mendapatkan bagian dan dalam sistem hijab-mahjub biasanya yang dekat akan
menutupi ahli waris yang lebih jauh.
b. Ahli Waris Sababiyah
Sesuai dengan namanya, ahli waris sababiyah adalah para ahli waris yang
kewarisannya didapat karena ada sebab-sebab tertentu yang sesuai dengan
ketentuan syari’at. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu yang menyebabkan
seseorang saling mewarisi adalah karena adanya perkawinan yang sah dan
adanya hubungan wala’ atau memerdekakan hamba sahaya. Oleh karena sebab-
sebab itulah seseorang mendapatkan warisan dan dapat memberikan warisan,
ahli waris yang seperti ini disebut ahli waris sababiyah.
Oleh karena itu ahli waris sabab ini tidak terlalu banyak, yaitu:6
1) Ahli waris sebab perkawinan, terdiri dari suami atau istri saja
2) Ahli waris sebab memerdekakan hamba sahaya, yaitu tuan (laki-laki atau
perempuan) yang memerdekakan hamba
3) Dan satu lagi menurut mazhab Hanafi, adalah ahli waris yang menerima
warisan disebabkan adanya perjanjian dan tolong menolong antara dua belah
pihak.
2. Kelompok ahli waris berdasarkan kadar perolehan harta
a. Ahli waris penerima bagian tertentu (dhaw al-furud)
Ahli waris kelompok dhaw al-furud, adalah ahli waris yang berhak
mendapat bagian-bagian yang sudah ditentukan(al-furud al-muqaddarah).
Karena itu sebelum merinci semua daftar ahli waris yang masuk kategori
kelompok ini perlu dijabarkan terlebih dahulu mengenai apa yang dimaksud al-
furud almuqaddarah. Istilah al-Furud al-Muqaddarah berasal dari dua kata, yaitu
al-furud kata jama’ dari lafadz fard dan kata muqaddarah kemudian kedua kata

6
Ibid, hal. 122
7

tersebut digabung dalam susunan kalimat sifat menyifati (na’at man’ut), dengan
makna bagian-bagian yang sudah ditentukan sesuai kitab Allah dan rasulnya.7
Bagian-bagian yang sudah ditentukan tersebut ada 6 macam, yaitu:
1) Bagian setengah (al-Nisf) = 1/2
2) Bagian sepertiga (al-thuluth) = 1/3
3) Bagian seperempat (al-rub’u) = 1/4
4) Bagian seperenam (al-sudus) = 1/6
5) Bagian seperdelapan (thumun) = 1/8
6) Bagian duapertiga (Thuluthani) = 2/3
b. Ahli waris penerima sisa (dhaw al-‘Ashabah)
Ahli waris dhaw al-‘asabah adalah ahli waris yang berhak menerima
sisa(‘asabah) harta setelah dibagikan kepada ahli waris dhaw al-furud, urutan
pembagiannya adalah setelah harta dibagi kepada ahli waris penerima bagian
tertentu dan masih ada sisa harta, maka sisa harta tersebut merupakan hak ahli
waris penerima sisa. Perlu ditegaskan di sini bahwa meskipun bagian ahli waris
penerima sisa menunggu pembagian ahli waris dhaw al-furud, tidak berarti
bahwa derajat kedekatan ahli waris ‘asabah lebih rendah dari dhaw al-furud,
melainkan hanya dalam urutan pembagian saja dhaw al-furud didahulukan,
karena untuk menentukan ada sisa harta atau tidaknya, harus menunggu harta
diberikan kepada ahli waris dhaw al-furud terlebih dahulu.8
Dhaw al-‘asabah yang dimaksud di sini adalah dhaw ‘asabah nasabiyah dan
bukan dhaw al-asabah sababiyah. Bedanya adalah bahwa dhaw al-‘Asabah
nasabiyah merupakan kerabat terdekat pewaris dari kalangan laki-laki dan
beberapa dari perempuan yang tidak ditengah-tengahi antara mereka dengan
oleh rang yang meninggal, misalnya anak laki-laki, cucu laki-laki garis laki-laki,
bapak, kakek garis bapak, saudara lakilaki kandung dan keturunannya yang laki-

7
Ibid, hal. 126
8
Ibid, hal. 129-130
8

laki, saudara laki-laki sebapak, paman sekandung dan keturunannya yang laki-
laki, dan sebagainya.
c. Ahli waris dhaw al-Arham
Ahli waris dhaw al-Arham menurut istilah para ulama’ adalah para ahli
waris kerabat yang tidak termasuk pada daftar ahli waris dhaw al-furud dan juga
tidak ada dalam daftar ahli waris dhaw ‘ashabah. Secara bahasa kata arham
berasal dari al-Rahm yang berarti tempat tumbuhnya janin yang berada di dalam
perut seorang ibu atau sering di sebut rahim, berdasarkan kata rahim tersebut
kemudian dijadikan sebagai hubungan kekerabatan secara umum, baik dari garis
laki-laki maupun garis perempuan, dengan landasan bahwa seseorang
dipandang mempunyai hubungan kerabat karena berasal dari dari rahim ibu
yang sama.9
Berdasarkan pada pengertian dhaw al-arham di atas, dapat dipertegas di sini
bahwa setiap orang yang mempunyai hubungan kekerabatan dengan seorang
yang meninggal dan tidak termasuk dalam daftar dua kelompok ahli waris
sebelumnya (furud dan ‘ashabah) berarti mereka termasuk kelompok ahli waris
dhaw al-arham. Ahli waris kelompok ini dapat saja terdiri dari laki-laki atau
perempuan.
3. Ahli waris hijab-mahjub
Al-Hajb secara bahasa berarti al-man’u (terhalang) atau al-hirman
(terlarang). Orang yang menghalangi dikenal dengan al-Hajib sedangkan yang
dihalangi disebut dengan al-Mahjub. Secara istilah al-hajb menurut para ahli fiqh
adalah terhalangnya seorang ahli waris untuk mendapatkan bagian warisan baik
semuanya atau sebagian saja karena adanya ahli waris lain yang lebih utama
derajatnya.10

9
Ibid, hal. 139
10
Ibid, hal. 146
9

Adapun yang menjadi landasan adanya ha>jibmahju>b dapat dilihat


beberapa ayat al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 11, Yang menjelaskan bagian kedua
orang tua mendapat bagian seperenam jika ada anak, dan 1/3 untuk ibu jika tidak
ada anak. Begitu juga ayat 12 yang menjelaskan bagian suami ½ jika tidak ada anak
dan mendapat ¼ jika ada anak, istri mendapat bagian ¼ jika tidak ada anak, dan 1/8
jika ada anak.
C. Pembagian Hak Waris
1. Bagian Ahli Waris Golongan Laki-Laki dan Perempuan
Di bawah ini akan dikemukakan tentang bagian hak para ahli-waris yang
termasuk kedalam golongan ashabul-furudh dan ashabah:11
a. Ahli waris utama
Ahli waris utama di dalam hukum Islam terdiri ada 5 (lima) pihak, yaitu
janda, ibu, bapak, anak laki-laki, dan anak perempuan. Keberadaan salah satu
pihak tidak menjadi penghalang bagi pihak lain untuk mewarisinya. Dengan kata
lain, mereka secara bersama akan menerima waris dengan bagian yang telah
ditentukan.
1) Janda
a) Janda perempuan
Bagian janda perempuan yaitu:
- 1/8 bagian jika pewaris mempunyai anak.
- 1/4 bagian jika pewaris tidak mempunyai anak.
Dasar hukumnya adalah sebagai berikut, .... Jika kamu mempunyai
anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan ... Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan
jika kamu tidak mempunyai anak... (QS.An-Nisa’ [4]: 12)
b) Janda laki-laki (duda)

11
Wati Rahmi Ria dan Muhammad Zulfikar, Hukum Waris berdasarkan Sistem Perdata Barat
dan Kompilasi Hukum Islam, (Bandar Lampung, 2018) hal.173-176
10

Bagian duda adalah:


- 1/4 bagian jika pewaris mempunyai anak.
- 1/2 bagian jika pewaris tidak mempunyai anak.
2) Ibu
Bagian ibu adalah:
a) 1/6 bagian jika pewaris mempunyai anak
b) 1/6 bagian jika pewaris mempunyai beberapa anak.
c) 1/3 bagian jika pewaris tidak mempunyai anak.
3) Bapak
Bagian Bapak adalah:
a) 1/6 bagian jika pewaris mempunyai anak.
b) 1/6 bagian + sisa jika pewaris hanya mempunyai anak perempuan.
c) sisa, jika pewaris tidak mempunyai anak.
4) Anak laki-laki
Anak laki-laki tidak memiliki bagian yang pasti, mereka menerima
warisan dengan cara ushubah, baik diantara sesama anak laki-laki atau bersama
anak perempuan. Bagian anak laki-laki adalah:
a) Masing-masing 1 bagian dari sisa jika mereka mewaris bersama dengan anak
lakilaki lainnya. Dalam hal ini, kedudukan anak laki-laki adalah sebagai
ashabah binnafsih.
b) Masing-masing 2 bagian dari sisa jika mereka mewaris bersama anak
perempuan. Dalam hal ini, kududukan anak perempuan sebagai ashabah bil-
ghair
5) Anak perempuan
Bagian anak perempuan adalah:
a) 1/2 bagian jika seorang.
b) 2/3 bagian jika beberapa orang
c) Masing-masing satu bagian dari sisa jika mereka mewaris bersama anak laki-
laki
11

b. Ahli waris utama pengganti


Ahli waris pengganti tidak selalu merupakan keturunan dari ahli waris yang
digantikannya. Oleh sebab itu sejumlah ahli fiqh menyebutkan bahwa hukum
waris Islam tidak mengenal pergantian kedudukan tetapi pergantian dalam corak
yang khas. Mengacu kepada pengertian leluhur dan keturunan maka penulis
membedakan ahli waris pengganti kedalam dua kelompok, yaitu ahli waris utama
pengganti dan ahli waris pengganti. Ahli waris utama pengganti terdiri dari nenek
, kakek , cucu perempuan pancar laki-laki dan cucu laki-laki pancar laki-laki. Ahli
waris pengganti terdiri dari saudara sekandung/sebapak dan saudara seibu.
1) Nenek
Kedudukan nenek sebagai ahli waris baru terbuka jika tidak ada ibu.
Oleh sebab itu, maka dapatlah dikatakan bahwa nenek mempunyai kedudukan
sebagai pengganti ibu. Bagian nenek adalah 1/6 bagian, baik sendirian atau
bersama.
2) Kakek
Kedudukan kakek sebagai ahli-waris baru terbuka jika tidak ada bapak.
Oleh sebab itu, maka dapatlah dikatakan bahwa kakek mempunyai kedudukan
sebagai pengganti bapak. Pergantian kedudukan bapak oleh kakek yang
menafsirkannya secara mutlak dan ada yang menafsirkannya secara tidak
mutlak. Penafsiran tersebut dilakukan berkenaan dengan masalah kakek
mewaris bersama dengan saudara sekandung atau saudara Bapak.
Dalam hal kedudukan kakek dipandang sebagai pengganti kedudukan
bapak secara mutlak, maka bagian warisannya sebagai berikut:
a) 1/6 bagian jika pewaris mempunyai anak.
b) 1/6 bagian + sisa jika pewaris hanya mempunyai satu anak perempuan.
c) Sisa, jika pewaris tidak mempunyai anak.
12

3) Cucu perempuan pancar laki-laki


Kedudukan cucu perempuan sebagai ahli waris masih belum terbuka
jika:
- Ada anak laki-laki atau cucu laki-laki yang lebih tinggi derajatnya.
- Ada dua anak perempuan atau cucu perempuan yang lebih tinggi
derajatnya.

Kedudukan cucu perempuan sebagai ahli waris baru terbuka:

- Hanya ada satu anak perempuan atau cucu perempuan yang lebih tinggi
derajatnya.
- Ada cucu laki-laki yang menjadi muasib mereka.

Dalam hal tidak ada anak laki-laki atau cucu laki-laki dan tidak ada anak
perempuan atau cucu prempuan yang lebih tinggi derajatnya, cucu perempuan
memiliki kedudukan sebagai anak perempuan. Dalam hal terdapat satu anak
perempuan atau cucu perempun yang lebih tinggi derajatnya, kedudukan cucu
perempuan sebagai cucu perempuan lengkap. Dalam hal terdapat cucu laki-
laki yang memiliki derajat yang sama atau lebih rendah, kedudukan cucu
perempuan adalah sebagai as abah bil-gair bersama mereka (muasibnya).

Bagian waris cucu perempuan:

- 1/2 bagian jika seorang.


- 2/3 bagian jika beberapa orang.
- 1/6 bagian jika mereka mewaris sebagai cucu perempuan pelengkap.
- Masing-masing 1 bagian jika mereka mewaris bersama cucu laki-laki yang
menjadi muashibnya.
4) Cucu laki-laki pancar laki-laki
Kedudukan cucu laki-laki sebagai ahli waris baru terbuka jika tidak ada
anak laki-laki (bapaknya). Oleh sebab itu, maka dapatlah dikatakan bahwa
13

cucu laki-laki mempunyai kedudukan sebagai pengganti anak laki-laki


(bapaknya). Cucu laki-laki dapat mewaris bersama paman (anak laki-laki atau
cucu laki-laki yang lebih tinggi derajatnya), juga dapat menarik bibi (anak
perempuan atau cucu perempuan yang lebih tinggi derajatnya) dan saudara
perempuan (cucu perempuan yang sama derajatnya) menjadi ashabah bil-
ghair, sebagaimana halnya bapaknya. Dalam hal terdapat sejumlah cucu laki-
laki bersama atau tidak bersama cucu perempuan yang berasal dari anak laki-
laki yang sama, maka mereka berserikat menerima bagian bapaknya.
c. Ahli waris pengganti
1) Saudara seibu
Saudara seibu baru terbuka hanya jika tidak ada bapak dan anak.
Kedudukan saudara seibu, baik perempuan maupun laki-laki, adalah sama.
Jika saudara seibu satu orang maka bagiannya adalah 1/6, sementara jika lebih
dari satu orang maka bagiannya adalah 1/3 untuk semua.
2) Saudara sekandung/sebapak
Seperti halnya saudara seibu, saudara sekandung/sebapak baru terbuka
haknya jika tidak ada bapak dan anak. Anak yang dimaksud di dalam dalil di
atas adalah anak laki-laki, karena kedudukan anak laki-laki adalah ashabah
maka tidak ada sisa yang dapat diberikan kepada saudara sekandung/sebapak.
Sementara jika yang dimaksud adalah anak perempuan, maka kedudukan
saudara sekandung/sebapak menjadi ashabah.
2. Contoh perhitungan hak waris
Hal pertama yang harus dilakukan dalam metode perhitungan waris adalah
menentukan ahli waris beserta bagian warisan yang berbentuk pecahan yakni 1/2, 1/3, 1/4,
1/6, 1/8, dan 2/3. Setelah itu, tahap selanjutnya adalah menentukan asal masalah.
Penentuan asal masalah merupakan cara untuk menentukan porsi bagian masing-
masing ahli waris dengan menyamakan nilai penyebut (bagian bawah pecahan) dari semua
bagian ahli waris. Menyamakan nilai penyebut dengan cara menentukan kelipatan yang
paling kecil dari semua bilangan penyebut. Kalau ada ahli waris asabah maka dia mendapat
14

sisa harta warisan yang sudah dibagi kepada ahli waris ashabul furud. Oleh karena itu,
perhatikan beberapa contoh pembagian waris berikut:
a. Upin meninggal dunia karena sakit. Sebagai seorang suami yang rajin bekerja, ia
mewariskan harta sebesar Rp. 200.000.000,00. Ia meninggalkan seorang istri dan satu
anak perempuan, ia juga memiliki seorang saudara laki-laki. Maka, bagian masing-
masing ahli waris adalah:
1) Istri : 1/8 x 8 = 1
2) Anak pr tunggal :½x8=4
3) Saudara laki-laki : Ashabah 8 – (1+4=5) = 3
Contoh Bagian masing-masing adalah:
1) Istri : 1/8 x Rp.200.000.000 = Rp.25.000.000
2) Anak pr tunggal : 4/8 x Rp.200.000.000 = Rp.100.000.000
3) Saudara laki-laki : 3/8 x Rp.200.000.000 = Rp.75.000.000
b. Bu Parmi meninggal dunia tadi malam. Ia meninggalkan harta waris sebesar Rp.
150.000.000,00. Ia tidak mempunyai anak. Ia meninggalkan seorang suami, seorang ibu
dan seorang saudara laki-laki sekandung. Maka, bagian ahli warisnya adalah:
1) Suami : 1/2 x 6 = 3
2) Ibu : 1/3 x 6 = 2
3) Saudara laki-laki kandung : Asabah 6 - (3 + 2 = 5) = 1
Contoh Bagian masing-masing adalah:
1) Suami : 3/6 x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 75.000.000,00
2) Ibu : 2/6 x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 50.000.000,00
3) Saudara lk kandung : 1/6 x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Semua ayat yang berkenaan dengan warisan menunjukkan bahwa Allah swt
membatasi pemberian warisan hanya kepada golongan atau pihak yang disebutkan
saja. Golongan-golongan ahli waris yang berhak menerima waris dengan sebab
yang telah disepakati seperti di atas, berjumlah 15 orang laki-laki dan 10 orang
perempuan.
2. Kelompok ahli waris terbagi menjadi 3: ahli waris berdasarkan hubungan
kekerabatan, berdasarkan kadar perolehan harta dan ahli waris Hijab-Mahjub.
3. Adapun pembagian harta waris terbagi menjadi 3 golongan: bagian ahli waris
utama, bagian ahli waris utama pengganti dan bagian ahli waris pengganti.

15
DAFTAR PUSTAKA

Al-Farran, Syaikh Ahmad Musthafa, Tafsir Al-Imam Al-Syafii.

Al-Ruhbiy, Muhammad Ibnu Hasan, Matnu Al-Ruhbiyyah, 2019, Solo: Pustaka


Arafah.
Nawawi, Maimun, Pengantar Hukum Kewarisan Islam, 2016, Surabaya: Pustaka
Radja.
Ria, Wati Rahma dan Muhammad Zulfikar, Hukum Waris Berdasarkan Sistem
Perdata Barat dan Kompilasi Hukum Islam, 2018, Bandar Lampung

16

Anda mungkin juga menyukai