Fiqih II Rahmat & Wira
Fiqih II Rahmat & Wira
DisusunOleh:
Rahmat Nasrudin
Wira Hadi
TAHUN 1445 H
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan puja dan puji atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, daninayah-Nya kepada Kami, sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah
Fiqih II ini dengan pembahasan tentang : “Ahli Waris Golongan Laki-Laki dan
Perempuan”. Shalawat terbingkai salam semoga abadi terlimpahkan kepada Sang
Pembawa Risalah kebenaran yang semakin teruji kebenarannya, yakni Baginda
Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, serta pengikutnya. Semoga syafa’atnya
selalu menyertai kehidupan ini.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar proses pembuatannya. Untuk itu
Kami menyampaikan banyak terimakasih kepada bapak dosen yang akan meneliti
dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari susunan kalimat maupun tata bahasa.
Oleh Karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan dan penyempurnaan makalah
ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
bermanfaat bagi para pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………... i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
C. Tujuan ………………………………………………………………....……….… 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................ 2
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata mawaris adalah bentuk jamak dari miras yang dimaknai dengan maurus
yang berarti harta pusaka peninggalan orang yang meninggal yang diwariskan kepada
para keluarga yang menjadi ahli warisnya. Orang yang meninggalkan harta pusaka
tersebut disebut muwaris, sedangkan orang yang menerima warisan disebut waris.
Sementara ilmu yang membahas tentang tata cara pembagian harta warisan disebut
dengan ilmu faraid atau ilmu waris.
Dari seluruh hukum yang berlaku dalam masyarakat, maka hukum
perkawinan dan hukum kewarisanlah yang menentukan dan
mencerminkan sistem kekeluargaan yang sekaligus merupakan salah satu
bagian dari hukum perdata. Hukum Islam bukanlah spesial untuk laki -laki
atau perempuan saja, tetapi untuk kedua -duanya sesuai dengan peran
masing-masing selaku insan. Allah swt yang telah menciptakan manusia
terdiri dari laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain, laki -laki memiliki
hak dan kewajiban atas perempuan, dan kaum perempuan juga memiliki
hak dan kewajiban atas kaum laki -laki.
B. Rumusan Masalah
1. Siapa saja golongan yang menerima hak waris dalam Islam?
2. Bagaimana pengelompokan ahli waris dalam Islam?
3. Bagaimana pembagian hak waris dalam Islam?
4. Tujuan
1. Untuk mengetahui golongan yang menerima hak waris dalam Islam.
2. Untuk mengetahui pengelompokan ahli waris dalam Islam.
3. Untuk mengetahui pembagian hak waris dalam Islam.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Ahli waris adalah orang yang berhak atas harta warisan yang ditinggalkan
oleh orang yang meninggal. Al-Qur‟an menjelaskan tentang siapa saja yang
berhak menerima warisan. Di antara ayat-ayat yang menjelaskan mengenai hal
itu terdapat pada surat al-Nisā‟ ayat 11:
2
3
ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
(QS. An-Nisa’ [4]: 11).
Di dalam kedua ayat ini telah ditentukan hukum kewarisan yang mudah
dipahami dan jelas isi ketentuannya mengenai siapa saja yang berhak menjadi ahli
waris, bagian-bagian yang harus diperoleh oleh setiap ahli waris. Semua ayat yang
berkenaan dengan warisan menunjukkan bahwa Allah swt membatasi pemberian
warisan hanya kepada golongan atau pihak yang disebutkan saja. Dengan demikian,
tidak sepantasnya seseorang menambahkan peruntukkan warisan kepada golongan atau
pihak yang tidak disebutkan oleh Allah swt, tidak pula menguranginya.1
Dari penjelasan di atas dapat dirinci ahli waris berdasarkan jenis kelamin
menurut golongan Ahlu Sunnah sebagai berikut. Golongan-golongan ahli waris yang
berhak menerima waris dengan sebab yang telah disepakati seperti di atas, berjumlah
15 orang laki-laki dan 10 orang perempuan:2
1
Syaikh Ahmad Musthafa al-Farran, Tafsīr al-Imām al-Syafiʻi, hal. 36
2
Muhammad Ibnu Hasan al-Ruhby, Matnu al-Ruhbiyyah (Solo: Pustaka Arafah, 2019) hal. 3
4
3
Maimun Nawawi, Pengantar Hukum Kewarisan Islam, (Surabaya: Pustaka Radja, 2016), hal
119
4
Ibid, hal. 119-120
5
5
Ibid, hal. 120
6
mendapatkan bagian dan dalam sistem hijab-mahjub biasanya yang dekat akan
menutupi ahli waris yang lebih jauh.
b. Ahli Waris Sababiyah
Sesuai dengan namanya, ahli waris sababiyah adalah para ahli waris yang
kewarisannya didapat karena ada sebab-sebab tertentu yang sesuai dengan
ketentuan syari’at. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu yang menyebabkan
seseorang saling mewarisi adalah karena adanya perkawinan yang sah dan
adanya hubungan wala’ atau memerdekakan hamba sahaya. Oleh karena sebab-
sebab itulah seseorang mendapatkan warisan dan dapat memberikan warisan,
ahli waris yang seperti ini disebut ahli waris sababiyah.
Oleh karena itu ahli waris sabab ini tidak terlalu banyak, yaitu:6
1) Ahli waris sebab perkawinan, terdiri dari suami atau istri saja
2) Ahli waris sebab memerdekakan hamba sahaya, yaitu tuan (laki-laki atau
perempuan) yang memerdekakan hamba
3) Dan satu lagi menurut mazhab Hanafi, adalah ahli waris yang menerima
warisan disebabkan adanya perjanjian dan tolong menolong antara dua belah
pihak.
2. Kelompok ahli waris berdasarkan kadar perolehan harta
a. Ahli waris penerima bagian tertentu (dhaw al-furud)
Ahli waris kelompok dhaw al-furud, adalah ahli waris yang berhak
mendapat bagian-bagian yang sudah ditentukan(al-furud al-muqaddarah).
Karena itu sebelum merinci semua daftar ahli waris yang masuk kategori
kelompok ini perlu dijabarkan terlebih dahulu mengenai apa yang dimaksud al-
furud almuqaddarah. Istilah al-Furud al-Muqaddarah berasal dari dua kata, yaitu
al-furud kata jama’ dari lafadz fard dan kata muqaddarah kemudian kedua kata
6
Ibid, hal. 122
7
tersebut digabung dalam susunan kalimat sifat menyifati (na’at man’ut), dengan
makna bagian-bagian yang sudah ditentukan sesuai kitab Allah dan rasulnya.7
Bagian-bagian yang sudah ditentukan tersebut ada 6 macam, yaitu:
1) Bagian setengah (al-Nisf) = 1/2
2) Bagian sepertiga (al-thuluth) = 1/3
3) Bagian seperempat (al-rub’u) = 1/4
4) Bagian seperenam (al-sudus) = 1/6
5) Bagian seperdelapan (thumun) = 1/8
6) Bagian duapertiga (Thuluthani) = 2/3
b. Ahli waris penerima sisa (dhaw al-‘Ashabah)
Ahli waris dhaw al-‘asabah adalah ahli waris yang berhak menerima
sisa(‘asabah) harta setelah dibagikan kepada ahli waris dhaw al-furud, urutan
pembagiannya adalah setelah harta dibagi kepada ahli waris penerima bagian
tertentu dan masih ada sisa harta, maka sisa harta tersebut merupakan hak ahli
waris penerima sisa. Perlu ditegaskan di sini bahwa meskipun bagian ahli waris
penerima sisa menunggu pembagian ahli waris dhaw al-furud, tidak berarti
bahwa derajat kedekatan ahli waris ‘asabah lebih rendah dari dhaw al-furud,
melainkan hanya dalam urutan pembagian saja dhaw al-furud didahulukan,
karena untuk menentukan ada sisa harta atau tidaknya, harus menunggu harta
diberikan kepada ahli waris dhaw al-furud terlebih dahulu.8
Dhaw al-‘asabah yang dimaksud di sini adalah dhaw ‘asabah nasabiyah dan
bukan dhaw al-asabah sababiyah. Bedanya adalah bahwa dhaw al-‘Asabah
nasabiyah merupakan kerabat terdekat pewaris dari kalangan laki-laki dan
beberapa dari perempuan yang tidak ditengah-tengahi antara mereka dengan
oleh rang yang meninggal, misalnya anak laki-laki, cucu laki-laki garis laki-laki,
bapak, kakek garis bapak, saudara lakilaki kandung dan keturunannya yang laki-
7
Ibid, hal. 126
8
Ibid, hal. 129-130
8
laki, saudara laki-laki sebapak, paman sekandung dan keturunannya yang laki-
laki, dan sebagainya.
c. Ahli waris dhaw al-Arham
Ahli waris dhaw al-Arham menurut istilah para ulama’ adalah para ahli
waris kerabat yang tidak termasuk pada daftar ahli waris dhaw al-furud dan juga
tidak ada dalam daftar ahli waris dhaw ‘ashabah. Secara bahasa kata arham
berasal dari al-Rahm yang berarti tempat tumbuhnya janin yang berada di dalam
perut seorang ibu atau sering di sebut rahim, berdasarkan kata rahim tersebut
kemudian dijadikan sebagai hubungan kekerabatan secara umum, baik dari garis
laki-laki maupun garis perempuan, dengan landasan bahwa seseorang
dipandang mempunyai hubungan kerabat karena berasal dari dari rahim ibu
yang sama.9
Berdasarkan pada pengertian dhaw al-arham di atas, dapat dipertegas di sini
bahwa setiap orang yang mempunyai hubungan kekerabatan dengan seorang
yang meninggal dan tidak termasuk dalam daftar dua kelompok ahli waris
sebelumnya (furud dan ‘ashabah) berarti mereka termasuk kelompok ahli waris
dhaw al-arham. Ahli waris kelompok ini dapat saja terdiri dari laki-laki atau
perempuan.
3. Ahli waris hijab-mahjub
Al-Hajb secara bahasa berarti al-man’u (terhalang) atau al-hirman
(terlarang). Orang yang menghalangi dikenal dengan al-Hajib sedangkan yang
dihalangi disebut dengan al-Mahjub. Secara istilah al-hajb menurut para ahli fiqh
adalah terhalangnya seorang ahli waris untuk mendapatkan bagian warisan baik
semuanya atau sebagian saja karena adanya ahli waris lain yang lebih utama
derajatnya.10
9
Ibid, hal. 139
10
Ibid, hal. 146
9
11
Wati Rahmi Ria dan Muhammad Zulfikar, Hukum Waris berdasarkan Sistem Perdata Barat
dan Kompilasi Hukum Islam, (Bandar Lampung, 2018) hal.173-176
10
- Hanya ada satu anak perempuan atau cucu perempuan yang lebih tinggi
derajatnya.
- Ada cucu laki-laki yang menjadi muasib mereka.
Dalam hal tidak ada anak laki-laki atau cucu laki-laki dan tidak ada anak
perempuan atau cucu prempuan yang lebih tinggi derajatnya, cucu perempuan
memiliki kedudukan sebagai anak perempuan. Dalam hal terdapat satu anak
perempuan atau cucu perempun yang lebih tinggi derajatnya, kedudukan cucu
perempuan sebagai cucu perempuan lengkap. Dalam hal terdapat cucu laki-
laki yang memiliki derajat yang sama atau lebih rendah, kedudukan cucu
perempuan adalah sebagai as abah bil-gair bersama mereka (muasibnya).
sisa harta warisan yang sudah dibagi kepada ahli waris ashabul furud. Oleh karena itu,
perhatikan beberapa contoh pembagian waris berikut:
a. Upin meninggal dunia karena sakit. Sebagai seorang suami yang rajin bekerja, ia
mewariskan harta sebesar Rp. 200.000.000,00. Ia meninggalkan seorang istri dan satu
anak perempuan, ia juga memiliki seorang saudara laki-laki. Maka, bagian masing-
masing ahli waris adalah:
1) Istri : 1/8 x 8 = 1
2) Anak pr tunggal :½x8=4
3) Saudara laki-laki : Ashabah 8 – (1+4=5) = 3
Contoh Bagian masing-masing adalah:
1) Istri : 1/8 x Rp.200.000.000 = Rp.25.000.000
2) Anak pr tunggal : 4/8 x Rp.200.000.000 = Rp.100.000.000
3) Saudara laki-laki : 3/8 x Rp.200.000.000 = Rp.75.000.000
b. Bu Parmi meninggal dunia tadi malam. Ia meninggalkan harta waris sebesar Rp.
150.000.000,00. Ia tidak mempunyai anak. Ia meninggalkan seorang suami, seorang ibu
dan seorang saudara laki-laki sekandung. Maka, bagian ahli warisnya adalah:
1) Suami : 1/2 x 6 = 3
2) Ibu : 1/3 x 6 = 2
3) Saudara laki-laki kandung : Asabah 6 - (3 + 2 = 5) = 1
Contoh Bagian masing-masing adalah:
1) Suami : 3/6 x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 75.000.000,00
2) Ibu : 2/6 x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 50.000.000,00
3) Saudara lk kandung : 1/6 x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Semua ayat yang berkenaan dengan warisan menunjukkan bahwa Allah swt
membatasi pemberian warisan hanya kepada golongan atau pihak yang disebutkan
saja. Golongan-golongan ahli waris yang berhak menerima waris dengan sebab
yang telah disepakati seperti di atas, berjumlah 15 orang laki-laki dan 10 orang
perempuan.
2. Kelompok ahli waris terbagi menjadi 3: ahli waris berdasarkan hubungan
kekerabatan, berdasarkan kadar perolehan harta dan ahli waris Hijab-Mahjub.
3. Adapun pembagian harta waris terbagi menjadi 3 golongan: bagian ahli waris
utama, bagian ahli waris utama pengganti dan bagian ahli waris pengganti.
15
DAFTAR PUSTAKA
16