Anda di halaman 1dari 45

DEMAM DENGAN RUAM PADA ANAK

Disusun oleh:

Wahyu Tanzil Furqon (1102013298)


Wenny Damayanti (1102013299)
Yoan Rahmah Aprilia (1102013306)
Pembimbing:

Dr. Debby Anggororini P, Sp.A, M.Kes

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD Subang
Periode 15 Oktober – 22 desember 2018
Demam Berdarah Dengue
DEFINISI
• Infeksi dengue adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang
termasuk grup arbovirus.
• Demam berdarah dengue ditandai dengan gambaran Demam tinggi
mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama
2-7 hari, manifestasi perdarahan, termasuk uji Tourniquet positif,
trombositopeni (jumlah trombosit ≤ 100.000/μl), hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit ≥ 20%), disertai dengan atau tanpa
perbesaran hati.
ETIOLOGI
Virus dengue
• group B arthropod borne virus (arbovirus) atau genus flavivirus
• famili flaviviridae
• Relatif kecil (40‐50 µm)
• RNA untai tunggal dan sferis
• Envelope lipid  2 protein : Envlope (E) dan Membran Protein (MP)
• 4 serotipe : DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4
• DENV-2 dan 3  Indonesia
EPIDEMIOLOGI
50 JUTA INFEKSI DENGUE / TAHUN
2,5 milyar tinggal di daerah endemis

Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD


tertinggi di Asia Tenggara

Pada tahun 2014 jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 100.347 kasus dengan jumlah kematian sebanyak
907 orang (IR/Angka kesakitan= 39,8 per 100.000 penduduk dan CFR/angka kematian= 0,9%).
KLASIFIKASI WHO 2011
PATOGENESIS
MANIFESTASI
KLINIS
MANIFESTASI Secara umum penderita degue ditandai oleh
demam yang mendadak tinggi da terus-
menerus. Secara klinis dibagi menjadi tiga
KLINIS fase:

• demam mendadak
tinggi, nyeri kepala,
Fase kritis
nyeri otot seluruh • ditandai dengan perbaikan
badan, nyeri sendi, keadaan umum, nafsu makan
kemerahan pada pulih, hemodinamik stabil, dan
wajah (flushing), • suhu tubuh mulai mengalami penurunan
sampai mendekati batas normal. Pada hari ke- diuresis cukup. Keadaan ini akan
eritema kulit. berlangsung secara berangsur
Laboratorium 3–7 (paling sering hari ke- 4–6) sejak dari
mulai sakit biasanya mulai terjadi dalam waktu 48–72 jam. Nilai
darah : penurunan hematokrit akan mengalami ↓
jumlah leukosit, permeabilitas kapiler ↑ yang ditandai nilai
hematokrit ↑ disertai jumlah trombosit ↓. Fase sampai stabil dalam rentang
trombosit dan nilai normal disertai ↑ jumlah
hematokrit sering kali ini biasanya berlangsung singkat selama 24–
48 jam. Pada penderita yang tidak mengalami trombosit secara cepat menuju
masih dalam batas nilai normal.
normal ↑ permeabilitas kapiler akan menunjukkan
perbaikan klinis menuju kesembuhan,
Fase febrile (2- sebaliknya bila terjadi ↑ permeabilitas kapiler
yang hebat, akan terjadi perembesan plasma
Fase
7hari) (plasma leakage), dan apabila tidak mendapat pemulihan
terapi cairan yang memadai, dapat → syok
sampai kematian.
DIAGNOSIS
Langkah Diagnostik
Klinis
Gejala klinis berikut harus ada, yaitu:
1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari
2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
o uji bendung positif
o petekie, ekimosis, purpura
o perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
o hematemesis dan atau melena
3. Pembesaran hati

4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba,


penyempitan tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi sampai tidak
terukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, capillary refill time
memanjang (>2 detik) dan pasien tampak gelisah.
Langkah diagnostik demam dengue dapat dilakukan melalui:
1. Laboratorium
Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :
• Leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemukan limfositosis
relative (>45% dari leukosit) disertai adanya lifosit plasma biru (LPB) > 15%
dari jumlah total leukosit pada fase syok akan meningkat.

 Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
 Hematokrit
Kebocoran plasma dibuktikan peningkatan hematokrin ≥ 20% dari hematokrin
awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam
 Hemostasis
Dilakukan pemeriksaan AP, APTT, Fibrinogen, D- Dimer atau FDP pada keadaan
yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
 Protein/albumin
Dapat terjadi hipoalbuminemia akibat kebocoran plasma
 Elektrolit
Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
 Serelogi
Dilakukan pemeriksaan serologi IgM dan IgG terhadap dengue, yaitu:
- IgM muncul pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3, menghilang
setelah 60-90 hari
- IgG terdeteksi mulai hari ke 14 (infeksi primer), hari ke 2 (infeksi sekunder).
 NS1
Antigen NS1 dapat terdeteksi pada awal demam hari pertama sampai hari ketiga.
Sensitivitas sama tingginya dengan spesitifitas gold standart kultur virus. Hasil
negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
• Pada awal fase demam, diagnosis banding termasuk infeksi protozoa, virus dan
bakteri yang mirip dengan gejala demam dengue. Manifestasi perdarahan, dan
leukopenia menunjukkan penyakit dengue. Adanya trombositopenia dengan
hemokonsentrasi membedakan DBD/SSD denga penyakit lain.
• LED yang normal membedakan dengue dengan infeksi bakteri dan syok septik,
selama fase syok, LED <10 mm/jam.

• Demam chikungunnya.
Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam
mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam
makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi.
Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD.
Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.
TATALAKSANA
 Fase Demam
 Cairan oral/ cairan intravena rumatan
 Antipiretik
 Fase Kritis
 kadar hematokrit berkala
 cairan dehidrasi sedang
 Cairan intravena diperlukan, apabila :
 Muntah persisten, tidak mau minum, demam tinggi, ditakutkan
terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok;
 Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala
 cairan kristaloid sesuai cairan dehidrasi sedang (6 -7 ml/kgBB/jam)
 Monitor tanda vital, diuresis setiap 6 jam dan hematokrit ser ta
trombosit setiap 4-6 jam. Selanjutnya evaluasi 12 -24 jam.
TATALAKSANA

 Apabila selama observasi keadaan umum membaik dan


kadar Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali
pemeriksaan ber turut-turut, maka tetesan dikurangi
secara
ber tahap menjadi 5 ml/k gBB/jam, kemudian 3 ml/
k gBB/jam dan cairan dihentikan setelah 24 -48 jam.
 Fase Penyembuhan/konvalesen
 ruam konvalesen
 reabsorbsi cairan
 cairan dikurangi
• d. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD
derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada
hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada
ITP demam cepat menghilang (pada ITP bisa tidak disertai demam), tidak dijumpai
leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan
pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat
kembali normal daripada ITP.
TATALAKSANA

 Sistem triase 1 4
TATALAKSANA

 Jenis Cairan 1 4
 Kristaloid: ringer laktat (RL), ringer asetat (RA), ringer maleate,
garam faali (GF), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat
(D5/RL), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA),
Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
 Koloid: Dekstran 40, Plasma, Albumin, Hidroksil etil starch
6%, gelafundin
 Beberapa studi terkini menunjukkan bahwa koloid dapat
diberikan terlebih dahulu sebelum cairan kristaloid untuk
mengatasi syok . 1 4
 Keuntungan dan kerugian beberapa kristaloid
Keuntungan Kerugian
Ringer Komposisi sesuai elektrolit plasma Dapat Metabolisme laktat lebih lambat
laktat diberikan perinfus dengan daripada asetat, krn hanya
kecepatan tinggi pada syok hipovolemik Dapat dimetabolisme di hati
untuk mengatasi asidosis
Murah
Ringer Komposisi sesuai elektrolit plasma Dapat Harga lebih mahal daripada RL
asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan
tubuh (terutama otot) Dapat untuk mengatasi
asidosis
Tidak mengganggu fungsi hati, dapat
untuk kasus dengan gangguan fungsi hati

NaCL Terapi awal syok hipovolemik dengan Tidak mempunyai efek dapar, tidak
0,9% hiponatremi, hipokloremi, atau alkalosis dapat untuk mengatasi asidosis
metabolik
 Tanda penyembuhan :
 Nadi, tekanan darah dan frekuensi napas satabil
 Temperatur tubuh normal
 Tidak ada perdarahan internal/eksternal
 Kembalinya nafsu makan
 Hilangnya nyeri perut dan muntah
 Output urin baik
 Hematokrit kembali normal
 Muncul ruam konvalesen yang gatal terutama di
ekstremitas
 Kriteria memulangkan pasien:
 Tidak demam minimal 24 jam tanpa antipiretik
 Kembalinya nafsu makan
 Perbaikan klinis yang dapat dilihat
 Urin output baik
 Minimal keadaan umum baik selama 2-3 hari setelah sembuh dari
syok
 Tidak ada distre pernapasan dari efusi pleura dan tidak ada asites
 Trombosit >50.000/mm3. Jika tidak ada, pasien harus menghindari
aktivitas traumatik selama 1-2 minggu untuk menunggu trombosit
mencapai kadar normal. Biasanya trombosit akan naik 3-5 hari
kembali ke kadar normalnya.
PROGNOSIS

Secara umum demam dengue dan


demam berdarah dengue memiliki
prognosis baik bila ditangani dengan
baik. Permasalahan terjadi ketika
terjadi kelalaian dalam mengontrol
terjadinya syok yang dapat segera
menyebabkan kematian.
PENCEGAHAN
PENCEGAHAN

Vaksin Dengue
 Protein E Dengue untuk pengembangan vaksin
 Komplemen DNA-RNA virus yang infeksius dengan kloning E. coli,
 vaksin tetravalen hidup yang dilemahkan (tetravalent live
attenuated vaccines)
 Vaksin tetravalen hidup telah berhasil memenuhi uji klinis tahap 2
 Perkembangan fase 3 masih dalam penelitian yang beragam
sehingga belum dapat dilanjutkan ke fase 4.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dadiyanto DW, Mur yawan H, Anindita. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. 2011: 172-5.
2. Soemarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, et.al. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis edisi
kedua. Jakarta: Badan Penerbitan IDAI. 2012:155-81 .
3. World Health Organization. Comprehensive guidelines for prevention and control of
dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. New Delhi:
Regional of fice for South-East Asia; 2011 .
4. Aneja VK, Kochar G, Bisht N. Unusual Manifestations of Dengue Fever. Apollo
Medicine
March 2010;7(1):69‐76.
5. Endy TP, Chunsuttiwat S, Nisalak A , et al. Epidemiology of inapparent and symptomatic
acute Dengue virus infection: a prospective study of primar y school children in
Kamphaeng Phet, Thailand. Am J Epidemiol 2002;156:40-51 .
6. Soundravally R, Hoti SL. Polymorphisms of the TAP 1 and 2 gene may influence clinical
outcome of primar y Dengue viral infection. Scand J Immunol 2008;67:618-25.
7. Pusat Data dan Sur veilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI. Buletin Jendela
Epidemiologi Topik Utama Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Buletin Jendela
Epidemiologi. 2010;2:1-4.
8. Supriyantoro, Primadi O, Sitohang V, dkk. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014.
9. Gulati S, Maheswari A . Atypical manifestations of dengue. Trop Med Int Health.
10. Martina BEE, Koraka P, Osterhaus A . Dengue virus pathogenesis: An integrated view.
Clinical Microbiology Reviews. 2009;22:564-81 .
11. Srikiatkhachorn A . Plasma leakage in dengue haemorrhagic fever. Thromb Haemost.
2009. 102(6):1042–9.
12. Soegijanto, Soegeng. 2010. Patogenesa Infeksi Virus Dengue Recent Update. Applied
Management of Dengue Viral Infection in Children. November 2010:11-45.
13. WHO. Handbook for clinical management of dengue. WHO Librar y Cataloguing in
Publication Data. 2012.
14. Hadinegoro SRS, Satari HS, Kar yanti MR. New Dengue Case Classification, Pemilihan
Terapi Cairan untuk Demam Berdarah Dengue, Pitfalls pada Diagnosis dan Tata Laksana
Infeksi Dengue dalam Hadinegoro SRS, Kadim M, Devaera Y, et.al. Update Management of
Infectious Diseases and Gastrointestinal Disorders. Jakarta: Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM. 2012:17-48.
15. Solomon T, Minh Dung N, Vaugh DW, Kneeun R, Thi Thu Le. Neurological manifestation of
dengue infection. The Lancet. 2000;355:1053-9.
16. Dar wis D. Kegawatan Demam Berdarah Dengue pada Anak. Sari Pediatri.
2003;4(4):156-162.
17. Kementerian Kesehatan RI. Kendalikan DBD Dengan PSN 3M Plus
http://www.depkes.go.id/article/view/16020900002/kendalikan-dbd-dengan-psn-3m-

plus.html#sthash.z8qqApKE.dpuf (Oktober 2018)


18. Mustafa MMS, Agrawal VK. Dengue Vaccine: The Current Status. MJAFI 2008;64: 161-4.
ROSEOLA INFATUM
DEFINISI

Roseola infantum/ Eksantema


Subitum merupakan salah satu
penyakit infeksi virus yang
disebabkan oleh virus herpes
yang paling sering menyerang
anak -anak usia 6 hingga 12
bulan ( 90% kasus yang terjadi
pada anak-anak dibawah usia 2
tahun).
ETIOLOGI

Penyebab roseola infatum adalah Human


herpesvirus 6 termasuk dalam famili
herpesviridae. HHV-6 adalah betaherpesvirus
yang berhubungan dengan cytomegalovirus
manusia (HCMV) dan HHV-7.
EPIDEMIOLOGI
Human herpesvirus 6 diketahui menjadi
penyebab penyakit demam pada 10% hingga
45% bayi di Amerika Serikat.

virus ini terlihat pada pria


dan wanita, tetapi lebih
sering terjadi pada wanita
Puncak kejadian virus dan anak-anak.
adalah pada musim semi
dan musim gugur.
Penularan terjadi 77 %
terutama melalui air liur
melalui tetesan 40% infeksi HHV-6
pernapasan. terlihat pada usia 12
bulan dan 77% terlihat
pada usia 24 bulan.
PATOFISIOLOGI
HHV 6 memiliki dua varian: A dan B. Varian utama yang menyebabkan roseola
infantum adalah HHV-6B. Kedua varian tersebut masuk sel melalui interaksi
dengan CD4.

HHV-6B terlibat dalam proses fusi ke membran sel, nukleokapsid diangkut


melalui sitoplasma, dan genom DNA virus dilepaskan ke nukleoplasma pada
kompleks pori-pori nuklir.

HHV-6 bereplikasi secara efektif dalam sel CD4 + T dan memiliki masa inkubasi
rata-rata sembilan sampai sepuluh harI

HHV 6 bereplikasi paling sering di leukosit dan kelenjar ludah selama infeksi
primer dan terdapat dalam air liur.
PATOFISIOLOGI

Kadar metaloproteinase 9 yang tinggi dan penghambat jaringan


metaloproteinase 1 pada serum bayi yang terinfeksi HHV-6 dapat
menyebabkan disfungsi sawar darah otak yang dapat membantu
menyebabkan kejang demam. Invasi awal sistem saraf pusat (SSP) juga
telah ditunjukka
MANIFESTASI
MANIFESTASIKLINIS
KLINIS
 Demam yang timbul mendadak tinggi sampai ≥ 400C.
 Timbulnya limfadenopati di oksipital posterior pada 3 hari pertama
infeksi, disertai eksantema (Nagayana’s spots) berupa papula
eritematosa yang ditemukan pada pallatum molle dan uvula.
 Timbul ruam pada tubuh setelah panas turun yang menyebar ke
leher, wajah dan ekstremitas, Lesi yang timbul berbentuk morbiliform
atau rubella-like dengan macular, lesi berwarna merah muda, ukuran
dengan diameter 1-3mm
DIAGNOSIS
• MANIFESTASI KLINIS DARI ROSEOLA INFANTUM BIASANYA
SUDAH DAPAT MENDIAGNOSIS.

• DARAH LENGKAP: Infeksi primer HHV-6/7 biasanya disertai


dengan berkurangnya jumlah total leukosit, limfosit, dan
neutrofil.

• PEMERIKSAAN SEROLOGI: polymerase chain reaction (PCR)


untuk mendeteksi DNA HHV-6 pada saliva dan kelenjar liur
DIAGNOSIS BANDING

 Campak
 Rubela
 Demam skarlet
TATALAKSANA
PENATALAKSANAAN

Tidak ada treatment yang spesifik, karena disebabkan oleh


virus jadi berhubungan dengan imunitas tubuh dan sistem
imun selular. Pengobatan suportif dengan istirahat,
memberikan intake cairan yang seimbang, pemberian
antipiretik seperti acetaminophen atau ibuprofen untuk
evaluasi demam, untuk ruam pengobatan tidak diperlukan.
Saat ini tidak ada vaksinasi atau terapi antiviral untuk fase akut
virus ini. Mencuci tangan sangat penting untuk mencegah
penyebaran penyakit.
KOMPLIKASI

 Kejang demam
 Ensefalitis dan ensefalopati
PROGNOSIS
Prognosis pada penderita eksantem subitum
adalah baik. Hal ini disebabkan karena perjalanan
penyakit eksantema subitum adalah akut dan
ringan. Penyakit ini dapat sembuh dengan
sempurna. Erupsi yang terjadi pada kulit dapat
hilang dan kembali normal tanpa adanya bekas.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka
• Husada, Dominicus dkk.(2010).Demam dan Ruam pada Anak.Universitas
Airlangga.
• Ismoedijanto. (2011).Demam dan Ruam di Daerah Tropik (Viral
Exanthema In The Tropic).Universittas Airlangga.
• Stone R C, Micali G A, Schwartz R A. Roseola infantum and its causal
human herpesviruses. The International Society of Dermatology. 2014.
53 : 397-403. (online). Tersedia :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24673253 (19 Oktober 2018).
• Mullins T B, Krishnamurthy K. Roseola Infantum (Exanthema Subitum,
Sixth Disease). StatPearls Publishing LLC. 2017. (online). Tersedia :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448190/ ( 19 Oktober 2018).

Anda mungkin juga menyukai