Anda di halaman 1dari 4

Skema Patofisiologi

Pertusis
Kelompok 18 :
Mardhatillah M 1911223005
Mutiara Prapertiwi 1911223007
Fauziah Wulandari 1911223012
Skema Patofisiologi
pertusis

Sambungan
B.pertussis menular via droplet di udara yang tersebar melalui batuk. Gerbang masuk dari
organisme adalah infeksi saluran pernapasan mukosa saluran atas. Setelah terhirup, B.
pertussis kemudian menempel pada sel epitel (sel mukosa superfisial) dan nasofaring dengan
mengeluarkan beberapa macam protein adesin seperti filamentous hemagglutinin (FHA). Di
tempat ini bakteri tersebut kemudian akan bermultiplikasi dan memproduksi berbagai toksin untuk
merusak sel-sel lokal. Toksin Pertusis merupakan toksin tipe AB. Toksin ini merupakan proses
utama patogenesis Pertusis. Toksin B berikatan dengan sel epitel nasofaring kemudian
menginjeksikan toksin A ke dalam sel-sel tersebut.[2] Toksin merupakan sebuah ADP-Ribosyl
Transferase yang menginaktivasikan protein G1, dan sebagai akibatnya meningkatkan
kadar adenylate cyclase dan peningkatan cAMP.
Dari proses tersebut, nampak manifestasi peningkatan produksi mukus, kerusakan silia,
serta infiltrasi sel polimorfonuklear. Kerusakan silia menyebabkan stasis mukus dalam saluran
pernapasan, sementara mukus merangsang respon batuk. Keduanya menyebabkan iritasi
konstan dari ujung saraf mukosa saluran pernapasan, terbentuknya fokus dominan eksitasi pada
pusat batuk, dan menjadi batuk yang berkepanjangan pada pasien. Secara keseluruhan, proses
perusakan lokal ditambah dengan hilangnya fungsi protektif sel pernapasan, menghasilkan
mikroaspirasi dan gejala batuk.
Setelah infeksi, tubuh akan mengeluarkan antibodi untuk melawan beragam antigen
Komponen-komponen dari antigen ini banyak dimanfaatkan untuk mengembangkan vaksin
Pertusis.
Pada kasus fatal (umumnya terdapat pada anak-anak dan bayi), B. pertussis  juga dapat
ditemukan hingga pada makrofag alveolar dan epitel bersilia di saluran pernapasan.
Kemungkinan hal ini yang mendasari batuk yang berkepanjangan. Pertusis toksin yang
dikeluarkan untuk destruksi sel lokal juga menyebabkan limfositosis dan hiperinsulinemia,
yang kemudian mengakibatkan hipoglikemia anak. Secara khusus, limfositosis dan
leukositosis merupakan ciri khas infeksi Pertusis. Hal ini disebabkan, adanya kerusakan
terlokalisir pada saluran napas atas yang tidak dapat dicapai oleh limfosit dan leukosit
sehingga banyak terakumulasi dalam darah.
Kerusakan pada pertusis terutama disebabkan oleh toksin yang diproduksi bakteri dan
bukan oleh bakteri itu sendiri. Bakteri B. pertussis  cenderung sudah hilang pada fase
paroksismal.

Anda mungkin juga menyukai