Anda di halaman 1dari 33

KONSTIPASI

Dr. Hj Nurhaedah Tnagim Sp.A

Bagian Ilmu Keseheatan Anak Fakultas Kedokteran


Universitas Alkhairaat
RSU ANUTAPURA PALU
Epidemiologi
 Defekasi normal, pertanda anak sehat
 Tinja terlalu keras, besar, nyeri,
jarang
 3% kunjungan dokter anak
 10-15% kunjungan ahli gastro anak
 95% konstipasi fungsional
 Seringkali awal penyebabnya
sederhana
Spesifikasi kasus
 Konstipasi akut ringan yang
memerlu-kan penanganan yang
memadai
 Konstipasi yang memerlukan
diagnosis etiologis dan tindakan
segera
 Konstipasi fungsional kronik yang
memerlukan penanganan yang
cermat dan memerlukan kesabaran
Batasan konstipasi (1)
 Kesulitan melakukan defekasi atau
berkurangnya frekuensi defekasi
tanpa melihat apakah tinjanya keras
atau tidak (Rogers, 1997)

 Kesulitan defekasi yang terjadi tsb


menimbulkan nyeri dan distres pada
anak (Lewis & Muir, 1996)

 Frekuensi defekasi lebih jarang dan


tinja lebih keras dari biasanya (Abel, 2001)
Batasan konstipasi (2)
 Ketidakmampuan mengevakuasi
tinja secara sempurna
 Frekuensi berhajat berkurang dari
biasanya
 Tinja lebih keras dari biasanya
 Palpasi abdomen teraba skibala
 Dengan atau tanpa enkopresis
(Firmansyah, 1994)
Pola defekasi normal
 Pada dewasa, 3 kali/hari sampai 3
kali/minggu
 Bayi ASI > sering sp usia 4 bulan
 1-7 kali pada bayi (93%)
 Usia 4 tahun 1,2 kali dan 96% sudah
sama dengan dewasa
 Konsistensi berbentuk (formed
stool)
Fisiologi defekasi

 Sensasi di rektum
 Kontraksi diafragma dan
abdomen
 Sfingter ani relaksasi
Fisiologi defekasi (1)
 Regangan dinding rektum
 Refleks relaksasi SAI
 Kontraksi SAE TOILET
 Relaksasi SAE dan m. Puborektalis
 Kontraksi diafragma, dinding abdomen
dan rektum
 Sensor epitel: tinja cair, padat, gas
Fisiologi defekasi (2)
 Fungsi kolon: simpan dan keringkan
 Makan/minum sebagai stimulus
defekasi (refleks gastrokolik)
 Asupan serat sebagai stool bulking
 Kurang minum
 Meningkatnya kehilangan cairan
 Berkurangnya aktivitas fisik
 Stres dan perubahan aktivitas rutin
Patogenesis - patofisiologi

 Diet
 Komposisi tinja
 Motilitas usus
 Obstruksi mekanis
Etiologi konstipasi
Neonatus dan bayi
 Meconium plug
 Penyakit Hirscsprung
 Fibrosis kistik
 Malformasi anorektal bawaan
 Chronic idiopathic intestinal pseudo-
obstruction syndrome
 Endokrin: hipotiroid
 Alergi susu sapi
 Metabolik: diabetes insipidus, RTA
 Retensi tinja
 Perubahan diet
Etiologi konstipasi
Todler & umur 2-4 tahun

 Fisura ani
 Toilet refusal
 Alergi susu sapi
 Penyakit Hirschsprung segmen pendek
 Penyakit saraf: sentral atau muskular
dengan hipotoni
 Medula spinalis: meningokel, tumor,
tethered cord
Etiologi konstipasi
Usia sekolah

 Retensi tinja
 Ketersediaan toilet terbatas
 Keterbatasan kemampuan mengenali
rangsang fisiologis
 Preokupasi dengan kegiatan lain
 Tethered cord
Etiologi konstipasi
Adolesen

 Irritable bowel syndrome


 Jejas medula spinalis (trauma,
kecelakaan)
 Diet
 Anoreksia
 Kehamilan
 Laxative abuse
Etiologi konstipasi
Segala usia

 Efek samping obat, perubahan diet,


pascaoperasi
 Riwayat operasi anus-rektum
 Retensi tinja dan enkopresis akibat
distensi tinja kronik
 Perubahan aktivitas fisik, dehidrasi
 Hipotiroid
Etiologi konstipasi
Alergi susu sapi

 Konstipasi kronik yang sulit diatasi dengan diet


tinggi serat dan laksatif
 Anak kurang dari 3 tahun
 Eliminasi dan provokasi terbukti CMA (21 dari
27 kasus)
 Inflamasi (proktitis) menyebabkan nyeri pada
defekasi
 Inflamasi menyebabkan gangguan motilitas

Iacono et al, 1995, Farias & Motta, 2003


Obat penyebab konstipasi
 Anestesi, analgesik narkotik, opiat
 Antikolinergik dan simpatomimetik
 Antikonvulsan dan diet ketogenik
 Antimotilitas
 Antipsikotik, antidepresan
 Barium pada pemeriksaan radiologis
 Penghambat kanal kalsium (misal
verapamil) antidisritmia
 Mineral: Al, Ca, Pb. As, Bi
 Antiinflamasi non-steroid
Tinja keras

Fisura ani

Nyeri waktu defekasi

Witholding

Reabsorbsi

Tinja makin keras

Makin nyeri

Lingkaran setan: nyeri-witholding-skibala


Tinja keras & besar

Distensi tinja kronik

Ambang rangsang
sensasi rektum 

Kemampuan sensor 

Panggilan defekasi (-)

Lingkaran setan: distensi-sensasi


Gejala & tanda konstipasi
 Frekuensi defekasi berkurang
 Nyeri dan distensi abdomen
 Riwayat tinja besar & keras
 Kecepirit
 Posisi tubuh, menyilangkan kedua
kaki, “berdansa”
 Teraba skibala pada palpasi abdomen
 Fisura ani, dilatasi ampula rekti
Pemeriksaan fisis pada
konstipasi

 Abdomen
 Inspeksi anus
 Colok dubur
 Punggung dan spina
 Neurologis
Komplikasi konstipasi
 Nyeri: anus atau abdomen
 Fisura ani
 Enkopresis
 Enuresis
 ISK, obstruksi ureter
 Prolapse rektum
 Ulkus soliter
 Sindrom stasis: bakteri tumbuhlampau,
maldigesti, fermentasi, dekonyugasi
asam empedu, steatore
Pemeriksaan penunjang

 Foto polos abdomen


 Pemeriksaan enema barium
 Biopsi hisap rektum
 Manometri
 Pemeriksaan lain
Tatalaksana konstipasi fungsional

 Evakuasi tinja (Disimpaction)


 Terapi rumatan
 Intervensi diet
 Modifikasi prilaku
 Obat
 Pengamatan
Hirschsprung Disease
Harold Hirschprung (1886-1887): salah satu
penyebab obstruksi usus distal pada
neonatus karena kolon distal tidak
mempunyai ganglion pleksus parasimpatis
→ sempit, statis

Kolon proksimal melebar → tegangan balik


peristaltik & massa tinja tdk bisa
dikeluarkan → aganglionik megakolon
kongenital
Sekitar 1 dalam 5000 kelahiran hidup.
Di Amerika: 95% dilahirkan oleh kulit putih &
70-80% ♂.
Dapat disertai peny.bawaan lainnya
→sindrom Down 2,9% & kel. jantung 2,5%.
Problem utama: gangguan inervasi usus pada
segmen anal termasuk spingter internus ke
arah proksimal.
Innervasi kolon  saraf intrinsik & ekstrinsik
Saraf ekstrinsik: simpatis  medulla spinalis.
Saraf intrinsik  saraf parasimpatis : ganglion
pleksus submukosa Meissner & ganglion
pleksus myenterik Auerbach.
PENY. HIRSCPRUNG
 Ganglion pleksus submukosa Meissner &
ganglion pleksus myenterik auerbach (-)
 Atrofi jar. saraf di antara otot sirkuler & otot
longitudinal → hambatan peristaltik.
 Nenonatus: belum mengeluarkan mekonium
dalam 48 jam setelah kelahiran.
– defekasi hanya 2-3 kali dalam seminggu 
distensi abdomen.
 Perlambatan mekonium
 Distensi abdomen berlebihan
 Teraba massa tinja di dinding perut
 RT: spinkter normal & ampulla kosong
– Tinja yg cair yg menyemprot → enterokolitis
 Umur 14 hari : biopsi rektum → ganglion pleksus
sumbukosa Meissner
 Foto polos abdomen: obstruksi distal & dilatasi kolon
proksimal
 Pemeriksaan barium enema & manometri
Memerlukan perawatan bedah.
Swenson & Bill (1948), Duhamel (1956,1960)
& Soave (1963,1964): pembedahan definitif
untuk menghilangkan obstruksi & mencegah
enterokolitis.
Thank you

Anda mungkin juga menyukai