PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Noeng Muhadjir dalam ilmu pendidikan dan perubahan sosial: teori
pendidikan pelaku sosial kreatif menyebutkan bahwa aktivitas pendidikan dapat
dilihat dari tiga alternatif, yaitu unsur dasar pendidikan, komponen pokok
pendidikan dan makna pendidikan.1[1] Suatu aktivitas dapat disebut pendidikan
apabila didalmnya terdapat lima unsur dasar pendidikan, yaitu yang memberi
(pendidik), yang menerima (subjek pendidik), tujuan baik, cara atau jalan yang
baik, dan konteks positif.
Dilihat dari kelima unsur tersebut, pendidikan dapat diartikan sebagai
aktivitas interaktif antara pemberi dan penerima untuk mencapai tujuan baik
dengan cara yang baik dalam konteks positif.2[2] Dalam makalah ini akan dibahas
mengenai Wacana Filosofis Tentang Komponen-Komponen Pendidikan Islam
yangmana sudah kami rangkum sedemikian rupa agar mudah untuk dimengerti
dan mudah untuk dipahami.
1[1] Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan
Pelaku Sosial Kreatif, Cet. II, Edisi V, (Yogyakarta: Rake Sarasio, 2003), hal. 1.
BAB II
PEMBAHASAN
FILOSOFIS TENTANG KOMPONEN-KOMPONEN
PENDIDIKAN ISLAM
A. TUJUAN PENDIDIKAN
Pendidikan dalam arti Islam adalah sesuatu yang khusus yang hanya untuk
manusia.3[3] Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pendidikan Islam secara
filosofis seyogyanya memiliki konsepsi yang jelas dan tegas mengenai manusia.
Kalau pendidikan dalam Islam hanya untuk manusia, manusia yang bagaimana
yang dikehendaki pendidikan Islam? Marimba menyebutkan bahwa manusia yang
dikehendaki oleh pendidikan Islam adalah manusia yang berkepribadian Muslim.4
[4]
Dari sini semua, Muhammad Natsir menyimpulkan bahwa pendidikan Islam
sebenarnya merupakan bermaksud merealisasikan tujuah hidup Muslim itu
sendiri, yaitu penghambaan sepenuhnya kepada Allah SWT.5[5] Hal ini, sesuai
dengan firman Allah dalam Al-Quran yang berbunyi sebagai berikut:
tBur M)n=yz `g:$# }RM}$#ur w) br7u9 $
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku. (Q.S. Al-Dzariyat: 56).6[6]
Demikianlah berbagai wacana dan pemikiran telah dikemukakan para pakar
pendidikan Islam mengenai manusia yang hendak dibentuk oleh pendidikan
Islam. Menurut John Dewey, tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan dalam dua
kategori, yaitu Means dan ends. Means merupakan tujuan antara, sedangkan
3[3] Syed Muhammad al-Naquib al-Artas, Konsep Pendidikan Islam: Suatu
Rangka Pikir Pembinaan Filsafat Pendidikan Islam, Terj. Haidir Bagir, Cet. IV,
(Bandung: Mizan, 1992), hal, 67.
5[5] Muhammad Natsir, Capita Selecta, Cet. III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973),
hal. 82.
6[6] Departemen Agama Islam RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Semarang: CV.
Thoha Putera, 1989).
ends adalah tujuan akhir. Dengan kedua kategori ini, tujuan pendidikan harus
1.
Tujuan Individual
Yaitu tujuan yang berkaitan dengan kepribadian individu dan pelajaran-pelajaran
yang dipelajarinya.
2. Tujuan Sosial
Yaitu tujuan yang berkaitan dengan kehidupan sosial anak didik secara
3.
keseluruhan.
Tujuan Profesional
Yaitu tujuan yang berkaitan dengan kepribadian sebagai ilmu, sebagai seni,
sebagai profesi dan sebagai sesuatu akibat diantara aktivitas-aktivitas yang ada
didalam Masyarakat.8[8]
B.
Mereka adalah manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya melaksanakan
proses pendidikan.10[10]
7[7] John Dewey, Democracy and Education, Cet. IV, (New York: The Macmillan
Company, 1964), hal. 100-105.
potensi
yang
perlu
dikembangkan.
Dalam
melakukan
tugas
bantuan,
bimbingan,
dan
arahan
pendidik
agar
dapat
KURIKULUM PENDIDIKAN
Dalam bidang pendidikan, kurikulum merupakan unsur penting dalam setiap
bentuk dan model pendidikan manapun. Tanpa adanya kurikulum, sulit rasanya
bagi para perencana pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang
diselenggarakannya. Mengingat pentingnya kurikulum, kurikulum perlu dipahami
dengan baik oleh semua pelaksana pendidikan.
Menurut S. Nasution, istilah kurikulum bentuk kali pertama masuk dalam
kamus Inggris Webster pada tahun 1856. Istilah ini pada awalnya digunakan
dalam bidang olahraga seabgai suatu jarak yang harus ditempuh pelajar atau
diartikan sebagai sebuah Chariot semacam kereta pacu, yaitu alat yang dibawa
seseorang pelari start sampai dengan finish. Kemudian istilah ini digunakan dalam
dunia pendidikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk
mencapai tingkat tertentu yang disajikan oleh sebuah lembaga pendidikan.13[13]
Sementara itu, kurikulum tak cukup dipahami sebagai rencana pelajaran,
karena aktivitas dan proses pendidkan itu luas cakupannya. Kurikulum harus
dipahami sebagai rencana pengalaman belajar, sebagai rencana tujuan pendidikan
yang hendak dicapai, dan sebagai rencana kesempatan belajar. Dari pemahaman
luas ini, kurikulum sering dipisahkan dari pengajaran. Kurikulum dan pengajaran
merupakan dua hal yang berbeda. Perbedaan ini menurut adanya perencanaan
kurikulum dan perencanaan pengajaran. Kurikulum berkaitan erat dengan
perencanaan belajar yang lebih luas, sedangkan pengajaran berkaitan dengan
perencanaan belajar sebagai implikasi kurikulum.14[14]
Kurikulum sebuah pendidikan senantiasa mengalami perkembangan dan
pendidikan. Didalam kurikulum, tidak dikenal adanya istilah selalu up to date.
Kurikulum selalu mengalami perubahan dan perkembangan seiring perubahan dan
perkembangan yang terjadi didalam masyarakat. Akan tetapi, perubahn dan
13[13] S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, Edisi VI, (Bandung: Jemmars, 1982),
hal. 7-8.
perkembangan kurikulum tidak selalu diartikan secara total, tetapi sifatnya lebih
merupakan revisi.15[15]
D.
METODE PENDIDIKAN
Pendidikan Islam dalam pelaksanaanya memerlukan metode yang tepat untuk
mengantarkan proses pendidikan menuju tujuan yang telah dicita-citakan.
Bagaimanapun baik dan sempurnanya sebuah kurikulum pendidikan Islam, tidak
akan berarti apa-apa jika tidak memiliki metode atau cara yang tepat untuk
mentransformasikannya kepada peserta didik. Ketidak tepatan dalam penerapan
metode secara gilirannya berakibat pada terbuangnya waktu dan tenaga secara
percuma.
Oleh karena itu, metode merupakan komponen pendidikan Islam yang dapat
menciptakan aktivitas pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien. Metode
merupakan persoalan esensial pendidikan Islam, jika pendidikan Islam itu dituju
dengan benar-benar maka akan menuju cita-cita yang betul-betul tepat.
Metode yang berfungsi sebagai pengantar untuk sampai kepada tujuan dapat
1.
4.
terpadu.
Metode pendidikan Islam menghindari dari cara-cara mengajar yang bersifat
meringkas.
5.
Metode pendidikan Islam menekankan kebebasan peserta didik untuk
berdiskusi, berdebat, dan berdialog dengan cara yang sopan dan saling
menghormati.
6.
Metode pendidikan Islam juga menghormati hak dan kebebasan pendidik untuk
memilih metode yang dipandangnya sesuai dengan watak pelajaran dan peserta
didik itu sendiri.
E.
KONTEKS PENDIDIKAN
15[15] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik, Cet. I,
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), hal. 218.
[16]
Konteks Pendidikan Islam Pasca Madrasah
Madrasah adalah salah satu bentuk lembaga pendidikan Islsam yang berbeda
dengan masjid atau lembaga lainnya. Madrasah merupakan bentuk transformasi
dair masjid dan masjid-khan. Hal esensi yang menjadi pembeda antara madrasah
dengan lembaga lainnya adalah menjadi pembeda antara madrasah dengan
lembaga lainnya. Dengan fasilitas fisik sedemikian rupa, madrasah berusaha
mengarah kepada sistem manajemen pendidikan yang menyangkut hampir seluruh
komponen pendidikan.
Demikianlah Madrasah merupakan suatu fenomena menarik dari lembaga
pendidikan Islam. Pertanyaanya adalah mengapa madrasah muncul dan faktorfaktor apa yang melatar belakangi kemunculannya? Dalam pandangan Nakosteen,
madrasah lahir karena dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1.
Faktor internal
Secara internal, proses pendidikan yang dilaksanakan di kuttab, masjid dan
masjid-khan memiliki beberapa kelemahan. Kurikulum dan fasilitas pada
2.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa tujuan
pendidikan harus memiliki tiga kriteria diantaranya adalah:
1.
2.
3.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama Islam RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Thoha
Putera, 1989).
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik, Cet. I, (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 1999).
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Cet. VIII, (Bandung: AlMaarif, 1989).
John Dewey, Democracy and Education, Cet. IV, (New York: The Macmillan Company,
1964).
Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis
Abad Keemasan Islam, Terj. Joko S. Kahhar dan Supriyanto, Cet. I, (Surabaya:
Risalah Gusri, 1994).
Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Cet. II, (Bandung: Sinar Baru,
1992).
Muhammad Natsir, Capita Selecta, Cet. III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973).
Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku
Sosial Kreatif, Cet. II, Edisi V, (Yogyakarta: Rake Sarasio, 2003).
Omar Mohammad al-Taumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan
Langgulung, Cet. I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979).
Syed Muhammad al-Naquib al-Artas, Konsep Pendidikan Islam: Suatu Rangka Pikir
Pembinaan Filsafat Pendidikan Islam, Terj. Haidir Bagir, Cet. IV, (Bandung:
Mizan, 1992).
S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, Edisi VI, (Bandung: Jemmars, 1982).
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011).