Anda di halaman 1dari 15

BAB I

IDENTIFIKASI

1.1 Pengertian Anak Tuna Laras

Istilah resmi tunalaras baru dikenal dalam dunia Pendidikan Luar Biasa (PLB). Istilah
tunalaras berasal dari kata tuna yang berarti kurang dan laras berarti sesuai. Jadi, anak
tunalaras berarti anak yang bertingkah laku kurang sesuai dengan lingkungan. Perilakunya
sering bertentangan dengan norma-norma yang terdapat di dalam masyarakat tempat ia
berada. Berbagai definisi yang diadaptasi oleh Lynch dan Lewis (1988) adalah sebagai
berikut.
1. Public Law 94-242 (Undang-undang tentang PLB di Amerika Serikat)
mengemukakan pengertian tunalaras dengan istilah gangguan emosi, yaitu gangguan
emosi adalah suatu kondisi yang menunjukkan salah satu atau lebih gejala-gejala
berikut dalam satu kurun waktu tertentu dengan tingkat yang tinggi yang
mempengaruhi prestasi belajar:
a. ketidakmampuan belajar dan tidak dapat dikaitkan dengan faktor kecerdasan,
pengindraan atau kesehatan;
b. ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan teman dan guru;
c. bertingkah laku yang tidak pantas pada keadaan normal;
d. perasaan tertekan atau tidak bahagia terus-menerus;
e. cenderung menunjukkan gejala-gejala fisik seperti takut pada masalah-masalah
sekolah.
2. Kauffman (1977) mengemukakan bahwa penyandang tunalaras adalah anak yang
secara kronis dan mencolok berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara yang
secara sosial tidak dapat diterima atau secara pribadi tidak menyenangkan tetapi
masih dapat diajar untuk bersikap yang secara sosial dapat diterima dan secara pribadi
menyenangkan.
3. Sechmid dan Mercer (1981) mengemukakan bahwa anak tunalaras adalah anak yang
secara kondisi dan terus menerus menunjukkan penyimpangan tingkah laku tingkat
berat yang mempengaruhi proses belajar meskipun telah menerima layanan belajar
serta bimbingan, seperti anak lain. Ketidakmampuan menjalin hubungan baik dengan
orang lain dan gangguan belajarnya tidak disebabkan oleh kelainan fisik, saraf atau
inteligensia.
Jadi, anak Tunalaras adalah anak-anak yang mengalami gangguan perilaku, yang
ditunjukan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun lingkungan

15
sosialnya. Pada hakekatnya, anak-anak tunalaras mempunyai kemampuan intelektual yang
normal, atau tidak berada di bawah rata-rata. Kelainan lebih banyak terjadi pada perilaku
sosialnya.

1.2 Jenis-jenis Anak Tuna Laras


Klasifikasi Anak Tuna Laras
Beberapa klasifikasi yang menonjol dari anak-anak berkebutuhan khusus yang
mengalami kelainan perilaku sosial adalah :

a. Berdasarkan perilakunya
a) Beresiko tinggi; hiperaktif suka berkelahi, memukul, menyerang, merusak milik
sendiri atau orang lain, sok aksi, ingin menguasai orang lain, mengancam,
berbohong, tidak bisa diam, tidak dapat dipercaya, suka mencuri, mengejek, dan
sebagainya.
b) Beresiko rendah; autism, kawatir, cemas, ketakutam, merasa tertekan, tidak mau
bergaul, menarik diri, kurang percaya diri, bimbang, sering menangis, malu, dan
sebagainya.
c) Kurang dewasa; suka berfantasi, berangan-angan, mudah dipengaruhi, kaku,
pasif, suka mengantuk, mudah bosan, dan sebagainya.
d) Agresif; memiliki gang jahat, suka mencuri dengan kelompoknya, loyal
terhadap teman jahatnya, sering bolos sekolah, sering pulang larut malam, dan
terbiasa minggat dari rumah.
b. Berdasarkan kepribadian
a) Kekacauan perilaku
b) Menarik diri (withdrawll)
c) Ketidak matangan (immaturity)
d) Agresi sosial
Karakteristik Anak Tuna Laras
karakteristik menonjol yang sering dijumpai pada anak tunalaras dalam belajarnya :
1. Daya konsentrasi terbatas
Kemampuan anak untuk memusatkan perhatian sangat terbatas. Sensitif terhadap
rangsangan dari luar, karenanya mudah teralihkan perhatiannya dan tidak tahan belajar
dalam waktu yang relatif lama.
2. Kurang mampu belajar dari pengalaman
Artinya sulit belajar dari pengalamannya sendiri maupun orang lain, karena itu
cenderung mengulang kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat sebelumnya.
3. Kurang motivasi

15
Motivasi belajarnya rendah, karena itu cenderung cepat bosan, malas, bahkan
sering meninggalkan kelas dengan berbagai alasan.
4. Kurang disiplin
Anak tunalaras cenderung tidak mau bahkan menentang otoritas sekolah melalui aturan-
aturan atau tata tertib yang diberlakukan. Mereka cenderung ingin bebas dan menuruti
kemauannya sendiri.
5. Kurang memiliki motif berprestasi
Anak tunalaras cenderung mau belajar karena terpaksa, sehingga motivasi untuk dapat
mencapai prestasi akademik yang tinggi juga kurang atau bahkan sama sekali tidak
dimiliki.
6. Kurang memiliki sikap kerjasama dan toleransi
Anak tunalaras cenderung ingin menang sendiri, kurang memikirkan kepentingan dan
penghargaan terhadap orang lain.
7. Sensitif terhadap hal-hal yang dianggap merugikan dirinya.
Hal-hal yang dianggap merugikan atau mengganggu kepentingan cenderung
ditanggapi secara cepat dengan cara-cara yang negatif.
8. Kurang memiliki kesabaran
Artinya apabila kondisi emosinya sudah terangsang apalagi yang sifatnya
negatif, anak langsung tampak emosional dan tidak mampu mengendalikan akal sehatnya.
9. Kurang mampu berfikir secara komperehensif dan kemampuan analisisnya rendah.
10. Memiliki cara-cara tersendiri dalam mengolah dan memahami informasi.
11. Cepat melakukan imitasi dan identifikasi terhadap hal-hal diluar dirinya yang dianggap
menarik.
12. Sugestible, mudah dipengaruhi dan terpengaruh oleh lingkungan.
13. Cenderung mengabaikan tugas dan tanggung jawab yang diberikan.
14. Cenderung tunduk pada guru tertentu yang memiliki kelebihan sesuai
dengan interesnya.
1.3 Data Anak Tuna Laras

Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin hari semakin bertambah dengan


pesat, berdasarkan data sheet keadaan jumlah penduduk tahun 2005 diperkirakan berjumlah
221.900.000 orang. Berdasarkan data tersebut apabila jumlah anak usia sekolah berkisar 40
% dari populasi penduduk, maka diperkirakan anak usia sekolah berjumlah 88.750.000 orang.
Kauffman J. M dan Hallahan D. P (1982) menyebutkan prevalensi anak tunalaras berjumlah 2

15
% dari anak usia sekolah, sehingga berdasarkan pendapat tersebut di Indonesia anak tunalaras
diperkirakan berjumlah 1.775.000 orang. Berdasarkan Data Direktorat Jendral Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah DEPDIKNAS, Th 2006 Anak Tunalaras (Anak Nakal) yang
berjumlah 1.775.000 orang ini baru tertampung 788 orang yang tersebar di 13 Sekolah Luar
Biasa (SLB/E) se Indonesia jadi pada dasarnya belum seluruhnya tertampung dalam
pendidikan formal apalagi nonformal, ini menandakan bahwa Pendidikan Luar Sekolah untuk
Anak Tunalaras masih dianggap hutan belantara, mengingat belum banyak yang membuka
secara khusus tentang pendidikan nonformal yang diperuntukkan bagi anak tuna laras,
kebanyakan baru pada taraf pendidikan formal.

1.4 Fakta Anak Tuna Laras

Sejarah pelayanan pendidikan bagi anak tunalaras di Indonesia tidak banyak


diungkapkan, karena kenyataannya belum begitu berkembang sampai saat sekarang. Tidak
seperti di negara-negara barat. Romliatmasasmita (1989) menjelaskan bahwa sejarah
perkembangan penanggulangan kenakalan anak dan remaja (tunalaras) di negara kita dapat
dibagi menjadi dua masa, yaitu sebelum proklamasi, dan masa kemerdekaan.
1. Sebelum Proklamasi Kemerdekaan.
Pada waktu negara kita dalam penjajahan bangsa Belanda, maka raja-raja di daerah
dan dibantu masyarakat termasuk para remaja melakukan perlawanan. Seluruh kekuatan
rakyat disatukan oleh raja-raja setempat untuk membebaskan daerahnya masing-masing dari
belenggu penjajahan. Belanda dengan menggunakan politik adu-dombanya, menggunakan
para remaja untuk menghasut dalam upaya menaklukan para raja, disamping adu-domba
antara raja. Akibatnya para remaja dan pemuda tidak memiliki panutan, norma, dan nilai-nilai
kehidupan yang mantap, sehingga timbul konflik dan frustasi yang mengakibatkan
penyimpangan dalam perilaku (tunalaras). Akibat kondisi remaja seperti itu, banyak orang tua
yang tidak mampu lagi untuk mendidik putra-putrinya.
2. Masa Kemerdekaan.
Proklamasi kemerdekaan telah membawa rakyat dan bangsa kita ke masa
kebebasan, lepas dari ikatan penjajahan, memasuki masa transisi, sehingga sebagian
masyarakat pada waktu itu kurang menyadari terhadap perubahan norma, dan nilai-nilai.
Sebagai dampaknya banyak orang tua yang tergelincir dan memberikan pengaruh negative
terhadap perkembangan kehidupan anak dan remaja, sehingga tingkat kenakalan dirasakan
meningkat, terutama antara tahun 1956-1959. Kenakalan anak/remaja mulai diorganisir

15
secara teratur berbentuk gang-gang. Dimana kegiatannya sering mengganggu ketertiban
umum, berkelahi, mabuk-mabukan, ugal-ugalan, dan sebagainya.
Perhatian Pemerintah terhadap masalah kenakalan anak/remaja semakin meningkat,
bahkan semakin meluas pada jenis kecacatan lain. Menghadapi masalah kenakalan
anak/remaja, perhatian pemerintah dituangkan dalam Instruksi Presiden No. 6 Tahun 1971,
tentang badan koordinasi pelaksanaan Instruksi Presiden mengenai masalah : narkotika,
penyelundupan, uang palsu, subversi, dan kenakalan anak/remaja. Kita ketahui bahwa sejarah
perkembangan penanganan anak tunalaras tersebut diatas dilakukan oleh departemen
Hankam (Kepolisian), dan Kehakiman, sedangkan yang dilakukan oleh Depdikbud sendiri
tidak nampak secara operasional. Baru ada satu lembaga yang ditangani oleh Depdikbud
yaitu SLB/E di Medan.
Memang pelayanan pendidikan untuk anak tunalaras di Indonesia jauh ketinggalan
dibanding negara-negara barat. Tetapi bukan berarti tidak ada upaya ke arah itu. Buktinya
pada tahun 1952 mendirikan Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB) yang pertama di
bandung. Hal ini di samping kepedulian pemerintah juga, upaya untuk merealisasikan UU
Pokok Pendidikan tahun 1950. Pertama dibuka hanya terbatas pada spesialisasi A, B, C, dan
beberapa tahun kemudian dibuka spesialisasi D dan E (Calon Pendidik Anak Tunalaras).
Pada tahun 1965 berdiri jurusan PLB di IKIP Bandung. Dibuka dari spesialisasi A
sampai dengan E, sampai saat ini. Keberadaan PLB, khususnya spesialisasi E semakin kuat,
karena adanya UU Pokok Pendidikan No. 2 tahun 1989 dan Peraturan Pemerintah tahun 1991
No.72 tentang Pendidikan Luar Biasa.

BAB II

IMPLIKASI PEMBELAJARAN TERHADAP TUNA LARAS

2.1 Akademik

15
Bentuk pelayanan pendidikan dapat diselenggarakan di SLB , khusus bagi anak
tunalaras (SLB-E). berdasarkan data statistik tahun 2003 yang dikeluarkan rektorat
Pendidikan Luar Biasa (PLB) menyebutkan bahwa jumlah anak tunalaras sebanyak 351
orang, dengan jumlah 12 ( dua belas ) sekolah luar biasa bagian Tunalaras. Ada pula
Departemen terkait yang memberikan pelayanan pendidikan bagian anak nakal yaitu
Departemen Kehakiman dan Departemen Sosial. Pada umumnya Departemen Kehakiman
menampung anak negara yaitu anak delinkwensi atas putusan pengadilan dicabut hak
mendidik dari orang tuanya kemudian diambil oleh pemerintah. Mereka dipelihara sampai
berumur 18 tahun sebagai batas ukuran dewasa. Sedangkan Departemen Sosial memelihara
mereka berdasar titipan dari orangtua, karena orangtua sudah merasa kewalahan. Atau hasil
razia anak gelandangan atau terlantar yang sulit bila dikembalikan kepada orangtuanya
karena keadaan tidak mampu atau sangat miskin.

Didalam pelaksanaan penyelenggaraannya kita mengenal macam-macam bentuk


penyelenggaraan pendidikan anak Tunalaras/sosial sebagai berikut:

a. Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan di sekolah regular.


Jika diantara murid disekolah tersebut ada anak yag menujukan gejala kenakalan
ringan segera para pembimbing memperbaiki mereka. Mereka masih tinggal bersama-
sama kawan di kelas, hanya mereka mendapat perhatian dan layanan khusus.
b. Kelas khusus apabila anak Tunalaras perlu belajar terpisah dari teman pada satu
kelas.
Kemudian gejala-gejala kelainan baik emosinya maupun kelainan tingkah lakuya
dipelajari. Diagnosa itu diperukan sebagai dasa penyembuhan. Kelas khusus itu ada
tiap sekolah yang bersangkutan. Kelas khusus itu dipegag oleh seorang pendidik yang
berlatar belakang PLB dan atau bimbinan penyuluhan atau oleh seorang guru yang
cakap membimbing anak.
c. Sekolah luar biasa bagian Tunalaras.
Tanpa asrama bagi anak tunalaras yang perlu dipisah belajarnya dengan kata kawan
yang lain karena kenakalannya cukup berat atau merugikan kawan sebayanya.
d. Sekolah dengan asrama.
Bagi mereka yang kenakalannya berat, sehingga harus terpisah dengan kawan
maupun dengan orangtuanya, maka mereka dikirim kea asrama. Hal ini juga
dimaksudkan agar anak secara kontinu dapat terus dibiming dan dibina. Adanya
asrama adalah untuk keperluan penyuluhan.

Bentuk satuan Pendidikan Luar Biasa Tunalaras terdiri dari:

15
1. Sekolah Dasar Luar Biasa selanjunya disebut SDLB, merupakan bentuk satuan
pendidikan yang menyiapkan siswanya untuk dapat mengikuti pendidikan pada
jenjang SLTPLB (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) baik melalui pendidikan
terpadu atau kelas khusus.

2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) merupakan bentuk satuan
pendidikan yang menyiapkan siswanya dalam kehidupan bemasyarakat dan memberi
kemungkinan untuk mengikuti pendidikan pada SMLB atau Sekolah Menengah
(SMU/SMK) reguler melalui Pendidikan Terpadu dan atau kelas khusus.

3. Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB) merupakan bentuk satuan pendidikan yang
menyiapkan siswanya agar memiliki keterampilan yang dapat menjadi sumber mata
pencaharian sehingga dapat hidup mandiri di masyarakat atau mengikuti pendidikan
di Perguruan Tinggi.

b. Lama Pendidikan

Lama pendidikan setiap satuan Pendidikan Luar Biasa tunalaras adalah sebagai
berikut :
1) SDLB, berlangsung selama sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun.
2) SLTPLB, berlangsung sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun.
3) SMLB, berlangsung selama sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun.

3. Peserta Didik

Calon peserta didik yang dapat diterima pada satuan Pendidikan Luar Biasa tunalaras
adalah sebagai berikut :

1. Sekurang-kurangnya berusia 6 (enam) tahun untuk SDLB.


2. Telah tamat dan lulus dari SDLB atau satuan pendidikan yang sederajat atau setara,
untuk SLTPLB dan atau SLTP reguler.

3. Telah tamat dan lulus dari SLTPLB atau satuan pendidikan yang sederajat atau setara,
untuk SMLB dan atau SMU/SMK reguler.

4. Tenaga Kependidikan

15
Tenaga kependidikan pada satuan Pendidikan Luar Biasa tunalaras terdiri atas kepala
sekolah, wakil kepala sekolah, guru yang berlatar belakang Pendidikan Luar Biasa khususnya
tunalaras serta anggota masyarakat yang tidak dididik khusus sebagai guru Pendidikan Luar
Biasa tetapi mempunyai keahlian dan kemampuan tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh
peserta didik dalam kegiatan belajar.

5. Program Pengajaran

a. Kurikulum SDLB meliputi :

1. Program Umum. Isi program umum Kurikulum SDLB disesuaikan dengan kurikulum
Sekolah Dasar dengan memperhatikan keterbatasan kemampuan belajar para siswa
yang bersangkutan.
2. Program Khusus. Isi program khusus kurikulum SDLB disesuaikan dengan jenis
kelainan siswa.

3. Program Muatan Lokal. Program muatan lokal kurilukum SDLB disesuaikan dengan
keadaan serta kebutuhan lingkungan, yang ditetapkan oleh Kantor Dinas Pendidikan
Departemen Pendidikan Nasional setempat.

b. Kurikulum SLTPLB meliputi :

1. Program Umum. Isi program umum Kurikulum SLTPLB disesuaikan dengan


kurikulum Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dengan memperhatikan keterbatasan
kemampuan belajar para siswa yang bersangkutan.
2. Program Khusus. Isi program khusus kurikulum SLTPLB disesuaikan dengan jenis
kelainan siswa.

3. Program Muatan Lokal, Program muatan lokal kurilukum SLTPLB disesuaikan


dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan, yang ditetapkan oleh Kantor Dinas
Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional setempat.

4. Program Pilihan, Isi program pilihan kurikulum SLTPLB berupa paket-paket


keterampilan yang dapat dipilih siswa dan diarahkan pada penguasaan satu jenis
keterampilan atau lebih yang dapat menjadi bekal hidup di masyarakat.

c. Kurikulum SMLB meliputi :

15
1. Program Umum. Isi program umum Kurikulum SMLB disesuaikan dengan kurikulum
Sekolah Menengah dengan memperhatikan keterbatasan kemampuan belajar para
siswa yang bersangkutan.
2. Program Pilihan. Isi program pilihan kurikulum SMLB berupa paket-paket
keterampilan yang dapat dipilih siswa dan diarahkan pada penguasaan satu jenis
keterampilan atau lebih yang dapat menjadi bekal hidup di masyarakat.

6. Bimbingan dan Rehabilitas

Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam upaya
menemukan pribadi, menguasai masalah yang disebabkan oleh kelainan yang disandang,
mengenali lingkungan dan merencanakan masa depan. Bimbingan diberikan oleh guru
pembimbing.

Rehabilitasi merupakan upaya bentuan medik, sosial, dan keterampilan yang


diberikan kepada peserta didik agar mampu mengikuti pendidikan. Bimbingan dan
rehabilitasi melibatkan para ahli terapi fisik, ahli terapi bicara, dokter umum, dokter spesialis,
ahli psikologi, ahli pendidikan luar biasa, perawat dan pekerja sosial.

Program Pembinaan Sekolah

1. Program Bidang Pengajaran

Isi program bidang pengajaran pada prinsipnya sama dengan sekolah reguler.
Mengingat kondisi anak tunalaras pada umumnya malas untuk belajar, maka sifat pengajaran
kepada mereka juga bersifat penyuluhan atau yang disebut remedial teaching. Remedial
teaching maksudnya membantu murid dalam kesulitan belajar. Sistem pengajaran bersifat
klasikal. Ada kemungkinan dalam satu kelas terdiri dari beberapa anak yang mengikuti
program pengajaran secara berbeda-beda. Jumlah murid tiap-tiap kelas sekurang-kurangnya
tiga orang dan sebanyak-banyaknya 12 orang.

Para guru di sekolah bagi anak tunalaras perlu memahami teknik diagnosik kesulitan
belajar, kemudian cara membimbing disesuaikan dengan bakat dan kemampuan tiap-tiap
murid.

2. Program Bimbingan Penyuluhan

15
Program-program ditawarkan dalam bimbingan dan penyuluhan antara lain :

1. Program bimbingan penyuluhan suasana hidup keagamaan di asrama.


2. Program keterampilan.

3. Program belajar di sekolah reguler (terpadu dan atau kelas khusus).

4. Program bimbingan kesenian.

5. Program kembali ke orangtua.

6. Program kembali ke masyarakat.

7. Program bimbingan kepramukaan

2.2 Bina Diri

Bina diri yang dilakukan terhadap anak tuna laras adalah sebagai berikut :

1. Membina rasa Ketuhanan dan budi pekerti


Membina rasa Ketuhanan hakekatnya berbicara masalah kualitas keimanan. Cara
membina rasa Ketuhanan anak gangguan emosi dan tingkah laku antara lain dimulai dengan
menanamkan nilai dan norma iman, karena keimanan mengandung nilai dan norma
Ketuhanan.Hal ini dimaksudkan agar dapat menjadi perisai dari agresi kejahatan, materi dan
keputusasaan anak dalam hidup. Sifat mudah marah, emosional, agresif, merusak dan
mengganggu orang lain disebabkan karena lemahnya kadar keimanan seseorang. Sehingga ia
tidak ada rasa takut atas resiko kerugian yang ditimbulkan dari perbuatannya.
Caranya :
a. Tanamkan pengertian melalui contoh-contoh kongrit sederhana bahwa perbuatan melanggar
norma agama membuahkan dosa dan akan mendapatkan siksa.
b. Sebaliknya kepada anak juga perlu ditanamkan pengertian bahwa perbuatan baik dan terpuji
sesuai norma agama membuahkan pahala dan akan mendapatkan imbalan dari Tuhannya.
c. Berikan contoh-contoh kegiatan yang dapat menumbuhkembangkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan dalam kehidupan keagamaan yang praktis dan fungsional.
Bimbingan budi pekerti pada anak gangguan emosi dan sosial dimaksudkan agar anak
menjadi manusia yang berbudi luhur, sopan santun, andap asor, jujur, disiplin, dan memiliki
rasa setia kawan. Bentuk bimbingan budi pekerti antara lain :
a. Menanamkan sikap sopan santun
b. Menganjurkan berpakaian rapi dan bersih
c. Petunjuk menghindari perkelaian

15
d. Menanamkan sikap patuh pada tata tertib keluarga dan sekolah
e. Memperbanyak mengkaitkan materi pelajaran dengan nilai keagamaan
f. Bimbingan waktu luang

2. Membina konsep diri dan pengenalan diri


Anak tunalaras hidup dalam lingkungan sosial, ia berkomunikasi dengan lingkungan
sosialnya. Konsep dan pemahaman diri sangat diwarnai oleh hasil dari komunikasi sosial,
sehingga pada diri anak dapat timbul penilaian atas dirinya, baik penilaian diri sebagai
subyek maupun dirinya sebagai obyek. Untuk dapat mendudukkan diri sebagai subyek dan
sebagai obyek biasanya bertolak dari persepsi diri terhadap kondisi fisik diri, kondisi psikis
diri, dan kondisi sosial diri.
Konsep diri positif biasanya dilandasi oleh :
a. Pada diri anak telah mengalami nilai dan prinsip tertentu
b. Dapat menyesali tindakan sendiri yang ternyata salah (dapat merugikan diri dan orang lain)
dan bersedia memperbaikinya
c. Tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu dengan kecemasan
d. Memiliki keyakinan pad kemampuan diri untuk mengatasi persoalan (kegagalan, kelainan)
sambil bertawakkal pada kepastian illahi
e. Merasa setara dengan orang lain dan hanya nilai taqwa yang bisa membedakannya
Sedang persepsi negatif biasanya dilandasi oleh adanya ketidaktahanan dalam menerima
kritik atas dirinya, ejekan, sangat responsif terhadap pujian, merasa tidak diperhatikan oleh
orang lain.
Stuart & Sundeen (1991) mendeskripsikan konsep diri yang terdiri atas gambaran diri, ideal
diri, harga diri, peran, dan identitas diri. Seseorang yang memiliki kepribadian yang sehat
biasanya dilandasi oleh gambaran diri yang positif dan akurat, ideal diri realistik, konsep diri
positif, harga diri yang tinggi, adanya kepuasan penampilan peran serta adanya identitas diri
yang jelas.
3. Membina emosi/perasaan dan sikap sosial
Anak-anak tunalaras perlu dibina perasaan sosial dan sikap sosial yang positif. Paling
tidak ada 2 aspek yang perlu ditanamkan kepada mereka yaitu :
a. Kemampuan mengadakan relasi sosial, seperti Kemampuan bergaul, Bekerjasama dengan
orang lain, Dimilikinya peran sosial yang sesuai dan jelas, Kemampuan mengadakan
penyesuaian sosial
b. Kemampuan mengadakan integrasi sosial
Hasil akhir dari pembinaan perasaan sosial dan sikap sosial adalah anak dapat bergaul
dan bekerjasama dengan orang lain dalam kelompok, tahu akan perannya dan dapat
menyesuaikan diri dengan peran tersebut, dapat memahami tugas dan dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik, dapat memahami batas-batas dari perilakunya, dapat menyesuaikan

15
dengan lingkungan sosial, etika pergaulan, agama dan tidak memisahkan diri, tidak rendah
diri dan tidak berlebihan serta mampu bergaul secara wajar dengan lingkungannya.
4. Membina kehendak
Kehendak adalah dorongan/kekuatan dari dalam untuk berbuat guna mancapai sesuatu
yang dikehendaki dan menghindari sesuatu yang tidak dikehendaki. Kemauan adalah
kehendak yang berhubungan dengan kerokhanian.
a. Membina kebiasaan. Kebiasaan yang sudah berlangsung lama dapat mewarnai kepribadian
seseorang. Namun, anak tunalaras perlu dilatih segala aktivitas yang positif dan konstruktif
agar apabila anak sanggup mengerjakannya berulang-ulang dapat membentuk kepribadian
yang baik. Misalnya kebiasaan hidup tertib, aktif beraktivitas, hidup bersih, hidup sehat, rajin
belajar.
b. Membina nafsu. Nafsu merupakan dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Nafsu ada
beberapa macam yaitu nafsu amarah (penggerak), nafsu musawwilah (penipu diri), nafsu
lawwamah (penimbang), nafsu muthmainnah (ketenangan/kesadaran). Dengan memahami
nilai dan norma agama, maka nafsu yang cenderung mendorong orang berbuat negatif dan
jahat dapat dicegah dan melahirkan nafsu muthmainnah.
c. Membina kecenderungan/kegemaran/hobby. Kecenderungan/kegemaran/hobby adalah suatu
dorongan yang datangnya relatif selalu timbul. Cara membina kecenderungan/kegemaran
hobby antara lain dengan cara mengarahkan pada aktivitas yang positif dan tidak
bertentangan dengan nilai dan norma di masyarakat.
d. Membina kemauan. Membina kemauan anak tunalaras adalah melalui menyalurkan kemauan
itu ke kegiatan yang positif, berikan hadiah dan hukuman yang sesuai, biasakan berbuat baik
guna membentuk kata hatinya.

BAB III

KONDISI DI SUKABUMI MENGENAI TUNALARAS

Untuk mengetahui kondisi mengenai anak tunalaras yang terdapat di Sukabumi, pada
awalnya kami mencari informasi melalui internet, namun kami tidak mendapatkan apa yang
kami butuhkan mengenai anak tunalaras dari internet, lalu berdasarkan saran dari dosen
pembimbuing akademik kami disarankan untuk mencoba menanyakan terlebih dahuulu
kepada pihak dinas pendidikan di Sukabumi apakah di kota sukabumi terdapat sekolah luar
biasa untuk anak tunalaras. Namun ternyata di Sukabumi Sekolah luar biasa ini hanya
tersedia bagi anak berkebutuhan khusus tunanetra (SLB-A), anak berkebutuhan khusus
tunarungu (SLB-B) dan anak berkebutuhan khusus tunagrahita (SLB-C). Pada saat itu juga

15
kami berkesempatan untuk berkunjung ke sekolah luar biasa B (SLB-B) dan melakukan
wawancara bersama kepala sekolahnya. Disini kami bertanya apakah di SLB-B ini terdapat
pula anak tuna laras? Namun kepala sekolah SLB-B itu menyatakan bahwa di SLB-B
tersebut tidak terdapat anak tunalaras karena biasanya anak tunalaras ini di Sukabumi biasa di
jumpai di sekolah-sekolah umum (SD/SMP/SMA/SMK), di Sukabumi belum terdapat
sekolah khusus anak tuna laras (SLB-E), karena anak berkebutuhan khusus tunalaras ini sulit
dikategorikan. Beliau pun berbagi pengalamannya bahwa di Indonesia sangat jarang
ditemukan SLB-E, salah satu SLB-E yang ada di Indonesia yaitu SLB-E yang terletak di
Tangerang , menurut pengalamannya yang pernah berkunjung ke SLB-E Tangerang, bahwa
sekolah luar biasa khusus anak tuna laras ini bekerja sama dengan pihak kepolisisan. jadi
untuk tenaga pendidiknya pun tidak sembarangan.

Untuk mengetahui data anak berkebutuhan khusus tunalaras beliau menyarankan


kepada kami untuk mengunjungi sekolah umum yang ada di Sukabumi saja dan menyarankan
kami untuk bertanya kepada pihak bimbingan konseling sekolah umum tersebut. Selanjutnya
kami berkunjung ke sekolah umum di SDN 1 Cimanggah, disini kami wawancara bersama
wali kelas. kelas 5. Menurutnya di sekolah tersebut tidak terdapat siswa yang memiliki
kenakalan yang begitu berat seperti anak tunalaras.

Berdasarkan observasi kami di beberapa tempat untuk menghasilkan informasi


mengenai anak tunalaras di Sukabumi kesimpulannya bahwa di Sukabumi belum terdapat
layanan khusus untuk menangani anak berkebutuhan khusus tunalaras.

BAB IV

KESIMPULAN DAN OPINI

4.1 Kesimpulan

Anak Tunalaras adalah anak-anak yang mengalami gangguan perilaku, yang


ditunjukan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun lingkungan
sosialnya. Pada hakekatnya, anak-anak tunalaras mempunyai kemampuan intelektual yang
normal, atau tidak berada di bawah rata-rata. Kelainan lebih banyak terjadi pada perilaku
sosialnya. Anak tunalaras ini memiliki karakteristik tersendiri dalam proses belajarnya,anak
tunalaras memiliki aya konsentrasi terbatas, Kurang mampu belajar dari pengalaman, kurang

15
motivasi,kurang disiplin. Oleh karena itu anak tunalaras membutuhkan penanganan khusus
untuk bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk memberikan pelayanan khusus
bagi anak tunalaras pemerintah menyediakan layanan berupa sekolah luar biasa E (SLB-E),
di kota Sukabumi sendiri belum terdapat layanan khusus sekolah luar biasa untuk anak
tunalaras (SLB-E).

4.2 Opini

Jadi setelah kami menyusun makalah yang berjudul Tunalaras kami banyak
mendapatkan ilmu dan wawasan yang bermanfaat. Semoga dengan penyusunan makalah ini
juga dapat memberikan manfaat dan ilmu bagi para pembaca dan menjadikan makalah ini
sebagai sumber ilmu yang berguna. Pendidikan anak tunalaras tidak terlepas dari tujuan
pendidikan pada umumnya, hanya pendidikan tunalaras perlu dirumuskan kembali dengan
mengacu kepada kebutuhan dan kemampuan anak tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

http://nahwah-speduuns.blogspot.com/2013/06/sejarah-perkembangan-kajian.html (Di akses


pada tanggal 3 November 2014)

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195603221982031-
DEDY_KURNIADI/BAHAN_PRESENTASI.pdf (Di akses pada tanggal 3 November 2014)

15
15

Anda mungkin juga menyukai