Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM

FITOKIMIA 1

Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian praktikum fitokimia 1

OLEH :

NAMA : WADE MARLINDA (F1F113054 )


WA ODE ASDIA (F1F113055 )
WA ODE RAHMA S. Y. (F1F113061 )
NURJEDDAH FARIANE (F1F113071)
FEBRIYANTI SUHAMDANI (F1F113078)
AHMED MAQBULLAH (F1F113084)
NUR FATIMAH ( F1F113092)
KELAS : FARMASI B
KELOMPOK : V (LIMA)
ASISTEN : LA ODE ABDUL SALIM

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat

dan hidayahnya, kami dapat menyelesaikan Laporan lengkap praktikum Fitokimia

1.Laporan ini kami ajukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir

praktikum Fitokimia 1 Semester Ganjil 2015/2016.

Tidak lupa, kami juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua, teman-

teman, asisten praktikum, dan juga dosen mata kuliah Fitokimia 1 yang telah

memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan praktikum dan

menyusun laporan lengkap ini. Kami berharap bahwa makalah ini dapat menjadi

salah satu sumber pengetahuan bagi para pembaca.

Kami sadar bahwa, laporan lengkap ini masih memiliki banyak

kekurangan. Sehingga, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari pembaca.

Terima kasih

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Kendari, Januari 2016

Penulis
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR ..

DAFTAR ISI .

1. PENDAHULUAN .

A. LATAR BELAKANG .

B. RUMUSAN MASALAH

C. TUJUAN ..

2. BAHAN DAN METODE .

A. BAHAN ..

B. METODE ..

3. PEMBAHASAN

A. PEMBUATAN SIMPLISIA ..

B. EKSTRAKSI ..

C. FRAKSINASI .

D. UJI KANDUNGAN KIMIA ..

E. KLT .

F. UJI TOKSISITAS AKUT

4. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia terletak diantara dua benua dan dua samudera. Letakgeografis

dan iklim Indonesia yang memungkinkan tumbuh suburnyatumbuhan

menjadikan Indonesia Negara yang kaya akan tumbuhan yangpotensial dan

bermanfaat atau berkhasiat. Tetapi pemanfaatan danpengolahan tumbuh-

tumbuhan yang ada baru sebagian kecil, sehinggamasih banyak tumbuhan

yang berkhasiat dan bermanfaat belumdimanfaatkan secara optimal.

Saat ini, orang cenderung kembali ke alam (back to nature). Terutama

dalam hal pengobatan. Hal ini disebabkan karena dengan menggunakan

bahan-bahan dari alam efek samping yang tidak diinginkan dapat dihindari

sekecil mungkin, terutama bila dibandingkan dengan penggunaan bahan-

bahan sintesis kimia. Di berbagai Negara penyakit dan cara pengobatannya

dengan bahan alam itu berbeda satu sama lain akan sifat dan penilaiannya,

sesuai dengan keanekaragaman tempat, waktu dan keadaannya. Atas dasar

berbagai kenyataan tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan, bahwa di

Indonesia pun sejak dahulu kala pasti telah ada ilmu pengobatan asli.

Sebagai mahasiswa farmasi yang lebih banyak tahu obat-obatan maka

mengenal asal, habitat, spesies dan sifat spesifikasinya merupakan hal yang

sangat penting. Pengetahuan yang cukup dalam mengenai berbagai macam

tumbuhan yang berkhasiat obat, baik bentuk simplisia, morfologi secara

umum, kegunaan, cara ekstraksi, isolasi dan identifikasi komponen kimia yang

terdapat dalam suatu simplisia merupakan hal yang perlu diketahui oleh
seorang mahasiswa Farmasi. Pengetahuan ini dapat digunakan sebagai salah

satu jalan untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat dalam fungsinya

sebagai Drug Informer nantinya setelah terjun ke masyarakat.

Melihat hal tersebut sehingga kita sebagai farmasis harus mengetahui

cara mengekstraksi yang baik dan benar untuk menghasilkan bahan obat dari

alam yang nantinya akan dijadikan precursor awal obat tradisional dan bisa

juga dijadikan obat semi sintesis. Terlebih lagi apabila kita melihat besarnya

manfaat dari berbagai tanaman di negara kita ini,terutama dalam bidang

kesehatan maka sudah selayaknya dilakukanpenelitian dan pengembangan

dari beberapa tanaman agar manfaatnyadapat langsung dirasakan oleh

masyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah pada laporan lengkap ini adalah :

1) Bagaimana cara melakukan penyiapan sampel kulit batang jambu mete ?

2) Bagaimana cara melakukan ekstraksi pada sampel kulit batang jambu


mete ?

3) Bagaimana cara melakukan fraksinasi pada sampel kulit batang jambu


mete ?

4) Bagaimana cara melakukan uji kandungan kimia ekstrak pada sampel kulit

batang jambu mete ?

5) Bagaimana cara melakukan uji KLT pada sampel ekstrak kulit batang
jambu mete ?

6) Bagaimana cara melakukan uji toksisitas akut pada sampel kulit batang
jambu mete ?
C. TUJUAN

Adapun tujuan pada penulisan laporan lengkap ini adalah :

1) Untuk mengetahuicara melakukan penyiapan sampel kulit batang jambu


mete

2) Untuk mengetahuicara melakukan ekstraksi pada sampel kulit batang


jambu mete

3) Untuk mengetahuicara melakukan fraksinasi pada sampel kulit batang


jambu mete

4) Untuk mengetahui cara melakukan uji kandungan kimia pada sampel kulit

batang jambu mete ?

5) Untuk mengetahui cara melakukan uji KLT pada sampel ekstrak kulit
batang jambu mete ?

6) Untuk mengetahui cara melakukan uji toksisitas akut pada sampel kulit
batang jambu mete ?
2. BAHAN DAN METODE

A. BAHAN

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kulit batang jambu mete.

1) Klasifikasi (BPOM RI, 2008)

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Sapindales

Suku : Anacardiaceae

Marga : Anacardium

Jenis : Anacardium occidentale L.

2) Nama daerah

Jambu orang (Minangkabau), Gaju (Lampung), Jambu mete

(Jawa), Jambu Mede (Sunda), Jambu Monyet (Madura) (BPOM RI, 2008).

3) Morfologi

Habitus berupa pohon dengan tinggi 12 m. Batang berkayu

bentuk bulat, bergetah, berwarna putih kotor. Daunnya tunggal, berwarna

hijau, berbentuk bulat telur, dengan tepi rata dan pangkal runcing. Ujug
daun membulat dengan pertulangan menyirip, panjang daun 8-22 cm dan

lebar 5-13 cm. Bunga majemuk, bentuk malai, terletak di ketiak daun dan

di ujung cabang, mempunyai daun pelindung berbentuk bulat telur dengan

panjang 5-10 mm dan berwarna hijau. Kelopak bunga berambut dangan

panjang 5-10 mm dan berwarna hijau muda. Mahkota bunga berbentuk

runcing, saat muda berwarna putih, saat tua berwarna merah. Tipe buah

batu, keras, melengkung, panjangnya 3 cm,berwarna hijau kecoklatan.

Biji bulat panjang, melengkung, berwarna putih. Akar tunggang berwarna

coklat (BPOM RI, 2008).

4) Kandungan Kimia dan Khasiat

Kulit batang jambu mete aktivitas antifungi karenakeberadaan

senyawa tanin, asam galat dan asam anakardat. Komponen fenolik terkait

dengan aktivitasanti C. albicans. Asamanakardat berefek fungisidal secara

in vitro(Lidyawita, 2013). Asam anakardat yang berfungsi sebagai

antimikroba, antiinflamsi, antimulosidal, antioksidan dan menghambat

aktivitas beberapa anzim, seperti xantin oksidase, lipooksigenase,

siklooksigenase dan lain-lain pada kulit tanaman jambu mete (Veriony

dkk, 2011).

5) Ekologi dan Persebaran

Tanaman ini dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dan iklim

kering, kecuali tanah liat berat, tanah yang mengandung lapisan garani dan

tanah dengan system perairan yang buruk. Jambu mete tumbuh pada

ketinggian 1-1200 m diatas permukaan laut. Tanaman ini dapat tumbuh


dengan produksi buah yang baik pada tanaman yang kering, bahkan kering

tanpa pemupukan. Tanaman ini berasal dari Amerika tropic (Putri, 2012).

Selain bahan (sampel utama) berupa kulit batang jambu mete, digunakan alat

dan bahan yang berbeda pada masing-masing tahap pengujian :

1) Penyiapan Simplisia

Alat : Parang, Gunting, Pisau, Blender, Timbangan

Bahan : Kulit Batang Jambu Mete, Air

2) Ekstraksi

Alat : Botol Vial, Timabangan, Sendok Tanduk, Corong, Gelas Kimia,

Seperangkat Alat Refluks, Seperangkat Alat Evaporator

Bahan : Simplisia Kulit Batang Jambu Mete, Etanol 96%

3) Fraksinasi

Alat :Batang pengaduk, Botol vial, Gegep, Gelas ukur, Pipet tetes, Tabung

reaksi, Timbangan analitik, Spatula

Bahan :Akuades, Aluminium foil, Ekstrak etanol kental kulit batang jambu

mete, Etanol, Etil asetat, N-heksan, Tisue

4) Uji Kandungan Kimia Ekstrak

Alat :Batang Pengaduk, Pipet Tetes, Tabung Reaksi

Bahan :Ekstraketanol kental kulit batang jambu mete, Etanol, Kloroform,

Pereaksi Lieberman-Buchard, FeCl3 0,5 M, HCl 2 %, Pereaksi

Dragendorf, Aquades.

5) Kromatografi (KLT)
Alat : Pipa kailer, Chamber, Hot Plate

Bahan :Ekstraketanol kental kulit batang jambu mete, Etanol, Kloroform,

Plat KLT

6) Uji Toksisitas Akut

Alat :Mikropipet, Lampu pijar, Wadah penetas, Aerator

Bahan :Ekstrak etanol kental kulit batang jambu mete, DMSO atau pelarut

yang lain, Larva Artemia salina, Ragi, Air suling, Air laut.

B. METODE

1) Penyiapan Simplisia

Kulit batang jambu mete

- Dipanen/dikumpulkan
- Disortasi basah
- Dicuci menggunakan air mengalir
- Dirajang/dipotong kecil-kecil
- Dikeringkan
- Disortasi kering
- Diserbukkan
- Ditimbang
Simplisia kulit batang jambu mete 535 gram
2) Ekstraksi (Metode : Refluks)

Simplisia kulit batang jambu mete


- Ditimbang
- Dimasukkan dalam labu alas bulat
- Dimasukkan alcohol 96 %
- Dipasang pada seperangkat alat refluks
- Ditunggu sampai mendidih
- Dibiarkan selama 1 jam
- Dimatikan hot plate
- Disaring hasil refluks
- Dipisahkan filtrate dan residunya

Filtrat Residu
- Ditampung
- Dievaporasi

Pelarut Ekstrak

- Disimpan didalam botol vial dan

ditimbang

Ekstrak etanol kental kulit batang jambu mete 56,7 gram


3) Fraksinasi

Ekstrak etanol kulit batang jambu mete

- Ditimbang 1 g, dimasukkan dalam tabung reaksi

- Dilarutkan dengan etanol 5 ml

- Ditambahkan n-heksan 5 ml dan dikocok

- Diambil lapisan atas (fraksi n-hexan) dengan pipet tetes,

masukkan dalam botol vial

- Diulang langkah 3-4 hingga 3 kali

- Ditambahkan etil asetat 5 ml pada bagian tak larut n-

hexan dan dikocok

- Didiamkan, dilihat terpisan menjasi 2 lapisan atau tidak

- Bila tidak, ditambahkan aquades 2 pipet dan dikocok

- Didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan

- Diambil lapisan atas (farksi etil asetat) dengan pipet tetes,

dimasukkan dalam botol vial berbeda

- Diulangi langkah ke 6-10higga 3 kali

- Dimasukan bagian yang tidak larut etil asetat ke dalam

botol vial berbeda

Didapatkan fraksi etanol, n-hexan dan etil asetat


4) Uji kandungan kimia ekstrak

a. Uji alkaloid
Fraksi etanol ekstrak
- Diambil 1 pipet
- Dimasukkan dalam tabung reaksi
- Ditambahkan 2 pipet HCl 2%
- Ditambah 2 tetes pereaksi dragendorf

Positif mengandung alkaloid bila ada


endapan berwarna jingga
b. Uji flavonoid
Fraksi etanol ekstrak
- Diambil 1 pipet
- Dimasukkan dalam tabung reaksi
- Ditambah HCl
- Diamati dibawah sinar UV
Positif mengandung flavonoid bila terjadi
warna hijau kehitaman
c. Uji saponin
Fraksi etanol ekstrak
- Diambil 1 pipet
- Dimasukkan kedalam tabung reaksi
- Ditambahkan aquades
- Dikocok kuat-kuat selama 10 detik
Positif mengandung saponin bila ada busa yang
stabil selama 10 menit

d. Uji tannin
Fraksi etanol ekstrak
- Diambil 1 pipet
- Dimasukkan kedalam tabung reaksi
- Ditambahkan 2-3 tetes FeCl3 0,5
Positif mengandung flavonoid
- bila terjadi
warna hijau kehitaman
e. Uji terpenoid
Fraksi etanol ekstrak
- Diambil 1 pipet
- Dimasukkan kedalam tabung reaksi
- Ditambahkan 1 pipet kloroform
- Ditambah 3 tetes pereaksi liberman-buchard
Positif mengandung terpenoid bila terjadi
warna coklat kemerahan
5) Kromatografi (KLT)

Ekstrak

- Diambil
- Diencerkan dengan alcohol

Larutan Ekstrak Larutan Ekstrak

- Ditotolkan pada plat KLT - Ditotolkan pada plat KLT


- Dimasukkan dalam chamber - Dimasukkan dalam chamber
berisiEluen kloroform dan etil berisi Eluen kloroform dan n-
asetat dengan perbandingan 9:1 heksan dengan perbandingan 9:1
- Disemprot dengan pereaksi - Disemprot dengan pereaksi
tertentu tertentu
- Dipanaskan - Dipanaskan

Hasil pengamatan ?
6) Uji Toksisitas Akut

a. Penetasan larva

Telur udang Artemia salina L.


- Diambil

- Direndam dalam air suling selama 10 menit

- Dipisahkan

Tenggelam Terapung

- dimasukkan dalam wadah

plastic berbentuk kerucut

- ditambahkan air laut

- dimasukkan aerator kedalam wadah penetas

- diberikan cahaya lampu pijar selama 48 jam

Hasil Pengamatan ?
b. Pembuatan konsentrasi uji

Ekstrak kulit batang jambu mete


- Dilarutkan dalam pelarut kloroform atau pelarut yang

sesuai

- Dibuat seri kadar dengan konsentrasi 100, 200, 500,

1000, 2000, 3000, 4000, 5000, dan 10000 ppm

- Diuapkan pelarutnya hingga kering

- Pelarut ditambahkan air laut sebanyak 2 ml

- Diuji pada larva udang Artemia Salina Leach

- Digunakan pelarut pada pengenceran ekstrak sebagai

kontrol

Hasil Pengamatan ?

c. Pelaksanaan uji

Larva yang telah menetas


- Dimasukkan kedalam masing-masing botol vial
sebanyak 10 ekor
- Dicukupkan volume tiap vial sampai 5 ml dengan air
laut
- Dibaut makanan larva yaitu suspense ragi
- Dimasukkan 1 tetes makanan kedalam tiap-tiap vial
- Dibiarkan selama 24 jam
- Dihitung presentase jumlah larva yang mati
- Ditentukan LC50 dengan analisis probit
Hasil Pengamatan ?
3. PEMBAHASAN

1) PENYIAPAN SIMPLISIA

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain, berupa

bahan yang dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati,

simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah

simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat

tumbuhan.

Simplisia sebagai produk hasil pertanian atau pengumpulan tumbuhan

liar (wild crop) tentu saja kandungan kimianya tidak dapat dijamin selalu

konstan karena disadari adanya variabel bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi

umum dan cara panen, serta proses pascapanen dan preparasi akhir. Walaupun

ada juga yang berpendapat bahwa variabel tersebut tidak berakibat besar pada

mutu ekstrak nantinya. Variabel tersebut juga dapat dikompensasi dengan

penambahan/pengurangan bahan setelah sedikit prosedur analisis kimia dan

sentuhan inovasi teknologi farmasi lanjutan sehingga tidak berdampak banyak

pada khasiat produksi. Usaha untuk menjaga variabel tersebut dianggap

sebagai usaha untuk menjaga mutu simplisia

Adapun beberapa tahap penyiapan simplisia bahan tumbuhan) adalah

pengumpulan bahan baku (panen), sortasi basah, pencucian, perajangan

pengeringan,sortasi kering, dan pemblenderan.

Pengumpulan sampel (kulit batang jambu mete) dilakukan di belakang

laboratorium Farmasi UHO menggunakan parang. Sampel diambil dari batang


utama tanaman yang sudah tua, kemudian dikumpulkan. Tahap selanjutnya

adalah sortasi basah. Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-

kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Pada

simplisia yang dibuat dari kulit batang suatu tanaman obat, bahan-bahan

asing seperti tanah, debu, rumah semut serta pengotoran lainnya harus

dibuang. Bahan simplisia mengandung bermacam-macam mikroba dalam

jurnlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dapat

mengurangi jumlah mikroba awal.

Tahap berikutnya dilakukan pencucian untuk menghilangkan tanah dan

pengotoran lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan

dengan air bersih, yakni air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat

yang mudah larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan

dalam waktu yang sesingkat mungkin. Pencucian tidak dapat

membersihkan simplisia dari semua mikroba karena air pencucian yang

digunakan biasanya mengandung juga sejumlah mikroba. Cara sortasi dan

pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah rnikroba awal simplisia.

Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah

mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air yang

terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat mempercepat pertumbuhan

mikroba. Bakteri yang umuln terdapat dalam air adalah Pseudomonas,

Proteus,Micrococcus, Bacillus,Streptococcus, Enterobacter dan

Escherishia. Pada simplisia batang ini dilakukan pula pengupasan kulit

luarnya untuk mengurangi jumlah mikroba awal karena sebagian besar


jumlah mikroba biasanya terdapat pada permukaan bahan simplisia.

Bahan yang telah dikupas tersebut mungkin tidak memerlukan pencucian

jika cara pengupasannya dilakukan dengan tepat dan bersih.

Selanjutnyadilakukan perajangan bahan simplisia, untuk mempermudah

proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru

diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh

selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat

mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan

dengan ukuran yang dikehendaki. Semakin tipis bahan yang akan

dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu

pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan

berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap. Selama

perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah. Penjemuran

sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi pewarnaan akibat reaksi

antara bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan dengan sinar

matahari selama satu hari.

Proses selanjutnya adalah pengeringan atau penjemuran. Tujuan

pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,

sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi

kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu

atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar

tertentu dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik

lainnya.Enzim tertentu dalam sel,masih dapat bekerja,menguraikan senyawa


aktif sesaat setelah sel mati dan selama bahan simplisia tersebut masih

mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan yang masih hidup

pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak terjadi

karena adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni proses

sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini hilang segera

setelah sel tumbuhan mati.

Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari

atau menggunakan suatu alat pengering. Hal-hal yang perlu diperhatikan

selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran

udara, waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan

simplisia tidak dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses

pengeringan bahan simplisia, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan

sehingga diperoleh simplisia kering yang tidak mudah mengalami kerusakan

selama penyimpanan. Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan

terjadinya "Face hardening", yakni bagian luar bahan sudah kering sedangkan

bagian dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan bahan

simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh

suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air permukaan bahan jauh

lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan tersebut, sehingga

permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya.

"Face hardening" dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian

dalarn bahan yang dikeringkan.


Tahapan berikutnya adalah sortasi kering. Sortasi setelah pengeringan

sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk

memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak

diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masill ada dan tertinggal

pada sirnplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia dibungkus

untuk kernudian disimpan. Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi disini

dapat dilakukan dengan atau secara mekanik. Pada simplisia bentuk rimpang

sering jurnlah akar yang melekat pada rimpang terlampau besar dan harus

dibuang. Demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi dan benda-benda

tanah lain yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia dibungkus.

Tahap terakhir untuk penyiapan simplisia dalam praktikum ini adalah

proses pemblenderan. Tujuan dari proses pemblenderan adfalah untuk

mendapatkan simplisia dengan ukuran partikel yang lebih kecil sehingga

memudahkan dalam hal penyimpanan (pengepakan) dan pada saat proses

ekstraksi nanti. Setelahpartikelnya berbentuk seruk, kemudian dilakukan

penimbangan. Hasil simplisia yang berhasil disiapkan adalah sebesar 535

gram.

2) EKSTRAKSI

Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat aktif dari

tanaman obat, tujuannya yaitu untuk menarik semua komponen kimia yang

terdapat dalam simplisia. Simplisia yang telah didapat kemudian dilakukan

proses ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak. Ekstrak adalah hasil dari proses
ekstraksi yang dapat berupa larutan/cairan, ekstrak kental atau padat, yang

telah terpisah dari pelarutnya.

Pada percobaan ini, dilakukan metode ekstraksi secara panas, yaitu metode

refluks. Refluks merupakan proses penyarian berkesinambungan dimana

simplisia dan cairan penyari dipanaskan bersama-sama di dalam labu alas

bulat menggunakan panic berisi air dan terhubung dengan seperangkat alat

refluks. Pada temperatur 70C cairan penyari (dalam hal ini etanol 96%) akan

mendidih sambil mengekstraksi zat-zat yang ada didalam sel-sel simplisia.

Karena panas, uap akan naik ke kondensor dan mengalami kondensasi lalu

turun lagi ke labu alas bulat menyari simplisia. Begitu seterusnya sampai zat-

zat tersari sempurna dan pelarut tidak nisa lagi melarutkan zat aktif. Kelebihan

dari metode refluks adalah dapat digunakan untuk mengekstraksi sampel-

sampel yang keras dan kasar serta tahan terhadap pemanasan langsung.

Sedangkan kekurangannya, membutuhkan volume total pelarut yang besar dan

diperlukan waktu yang lama.

Sebelum dilakukan refluks, terlebih dahulu wadah yang akan digunakan

dibersihkan agar terbebas dari bakteri dan benda sing lain. Kemudian sampel

yang sudah ditimbang dimasukkan dalam labu alas bulat dan ditambahkan

etanol untuk membasahkan sampel. Tujuan dari pembasahan yaitu agar

simplisia yang telah kering dapat menyerappelarut yang digunakan, agar sel-

sel kembali mengembang, noktah-noktah (bagian dari sel) pada simplisia

kembali terbuka. Pada metode refluks ini digunakan pelarut etanol karena

etanol merupaka pelarut polar yang diharapkan dapat menarik sampel yang
bersifat polar. Etanol digunakan karenalebih selektif, kapang dan khamir sukar

tumbuh, tidak beracun, netral dan etanol dapat bercampur dengan air pada

segala perbandingan, serta panas yang digunakan untuk pemekatan lebih

rendah. Etanol dapat memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut dan tidak

mengakibatkan pembengkakan membrane sel.

Setelah bahan dibasahi dan direndam dengan etanol, labu alas bulat

dipasangkan pada kondensor yang telah terhubung dengan pipa air masuk dan

keluar. Pada mulutnya dioleskan vaselin putih supaya mudah dilepas,

kemudian dijepit pada penjepit yang ada pada statif. Dibawahnya, air

dipanaskan di hot plate untuk membantu pemanasan sampel pada labu alas

bulat. Setelah pelarut pada labu alas bulat mendidih, ditunggu selama 1 jam

kemudian hot plate dimatikan. Sampel dalam labu kemudian disaring untuk

diambil filtratnya. Kemudian, filtrate yang didapat dipekatkan menggunakan

alat evaporator sampai cairan penyari menguap dan terpisah.

Evaporator merupakan suatu alat yang memiliki fungsi untuk mengubah

keseluruhan atau sebagian pelarut dari larutan cair menjadi uap sehingga

menyisakan larutan yang lebih padat atau kental. Cara kerjanya adalah dengan

menambahkan kalor atau panas yang bertujuan untuk memekatkan larutan

yang terdiri dari pelarut yang memiliki titik didih yang rendah sehingga

pelarut akan menguap dan menyisakan larutan yang pekat dan berkonsentrasi

tinggi.
Hasil dari evaporasi pada praktikum ini adalah ekstrak kental dengan berat

56,7 gram, berat rendemenya 10,6 % yang diperoleh dari perbandingan berat

ekstrak dengan berat simplisia dikali 100%.

3) FRAKSINASI

Umumnya zat aktif yang terkandung dalam tumbuhan maupun hewan

lebih mudah larut dalam pelarut organik. Proses terekstraksinya zat aktif

dimulai ketika pelarut organik menembus dinding sel dan masuk ke dalam

rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut sehingga terjadi

perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik

di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi ke luar sel, dan proses ini

akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif

di dalam dan di luar sel.

Ekstraksi cair - cair adalah suatu metode ekstraksi yang menggunakan

corong pisah sehingga biasa juga disebut dengan ekstraksi corong pisah.

Ekstraksi cair-cair merupakan pemisahan komponen kimia diantara dua fase

pelarut yang tidak dapat saling bercampur dimana sebagian komponen larut

pada fase pertama dan sebagiannya lagi larut pada fase kedua. Kedua fase

yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi

pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase zat cair. Komponen kimia

akan terpisah ke dalam dua fasa tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya

dengan perbandingan konsentrasi yang tetap, yakni fase cair dan komponen

kimia yang terpisah.


Pada praktikum kali ini dilakukan partisi cair-cair dengan sampel yang

berasal dari hasil ekstraksi refluks terhadap kulit batang jambu

mete(Annacardium Occidentale L.). Hal pertama yang dilakukan adalah

disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Kemudian alat tersebut

dibersihkan dengan air suling dan dibilas dengan alkohol. Tujuannya yaitu

untuk menghilangkan kotoran, lemak dan mikroba yang menempel pada alat

tersebut.

Pada percobaan ini digunakan ekstraksi cair-cair karena metode ini

dapat dilakukan dalam skala mikro maupun makro, pemisahannya tidak

memerlukan alat khusus, melainkan hanya beberapa corong pemisah tetapi

karena alat corong pisah tidak ada maka alat yang dipakai adalah tabung

reaksi. Pemisahan yang dilakukan bersifat sederhana, bersih, cepat dan

mudah, dan seringkali untuk melakukan pemisahan diperlukan beberapa

menit.

Pada metode ekstraksi cair-cair, ekstraksi dapat dilakukan dengan

kontinyu atau dengan cara bertahap. Tekniknya dengan menambahkan pelarut

pengekstrak yang tidak bercampur dengan pelarut, lalu dikocok. Pengocokan

dilakukan dengan tujuan agar dapat terlihat dua lapisan dua fase pada larutan.

Perlakuan pertama melalui tabung reaksi, kemudian dilakukan pengocokan

sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi solut pada kedua pelarut. Setelah

didiamkan beberapa saat akan terbentuk dua lapisan. Lapisan yang berada

dibawah dengan kerapatan lebih besar dapat dipisahkan untuk melakukan

analisa selanjutnya.
Percobaan ini dilakukan pencampuran ekstrak dengan beberapa fraksi

dari larutan yang diurutkan melalui tingkat kepolarannya dari yang nonpolar

ke polar yaitu perlakuan pertama pada pelarut etanol, kedua n-heksan, ketiga

etil asetat, dan keempat air. Mula-mula ekstrak dilarutkan dengan pelarut

etanol karena bahan yang digunakan karena disesuaikan dengan derajat

kelarutan ekstrak yang lebih larut dalam pelarut polar sehingga nantinya akan

terdapat dua lapisan.

Langkah selanjutnyaadalah penambahan 5 ml n-heksan, yang bertujuan

untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam ekstrak yang bersifat

nonpolar. Kemudian di kocok beberapa menit, fungsi pengocokan ini agar

larutan n-heksan tersebut dapat bercampur dengan ekstrak kental dari kulit

batang jambu mete, sehingga terbentuk 2 fase dari cairan tersebut. Diamkan

beberapa menit agar terjadi dua pemisahan yaitu fraksi n-hexan dan lapisan

ekstrak. Fraksi n-hekxan dipipet dengan pipet tetes dan disimpan dalam botol

vial. Kemudian di ulangi sampai tiga kali.

Berikutnya, bagian yang tidak larut dalam n-hexan (pelarut non polar)

ditambahkan etil asetat yang bertujuan untuk menarik senyawa yang memiliki

sifat semim polar dan air yang bertujuan untuk memperjelas pemisahan antara

dua pelarut yang digunakan. Kemudian dikocok dan didiamkan kembali,

setelah terbentuk 2 fase, maka fase filtratnya disimpan didalam botol vial.

Hasil dari percobaan ini yaitu diperoleh fraksi larut etanol, n-hexan dan

etil asetat. Untuk pemisahan pertama dan kedua terjadi dua lapisan yang

disebabkan karena bobot jenis dari pelarut n-hexan dan etil asetat lebih kecil
dibanding dengan bobot ekstrak etanol kulit batang jambu mete, sehingga

ekstrak berada di lapisan bawah. Pada proses partisi, dilakukan sebanyak 3

kali penarikan senyawa meggunakan masing-masing pelarut untuk

meningkatkan efisiensi ekstraksi dan jumlah komponen senyawa nonpolar

yang dihasilkan lebih banyak.

4) UJI KANDUNGAN EKSTRAK

Bahan alam memang sangat mudah digunakan sebagai obat, karena

mudah ditemukan disekitar kita, namun tetap saja memiliki cara-cara tertentu

dalam pengambilan dan proses pengolahannya. Fitokimia adalah cabang ilmu

pengetahuan alam yang membahas mengenai kandungan kimia bahan alam.

Di dalamnya dipelajari cara-cara mengekstraksi, mengisolasi, dan

mengidentifikasi kandungan kimia bahan alam. Skrining fitokimia adalah

tahapan awal untuk mengetahui kandungan-kandungan metabolit sekunder

suatu senyawa kimia dalam suatu sampel dengan melakukan pengujian

menggunakan pereaksi tertentu, untuk mengetahui keberadaan senyawa

fitokimia spesifik seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan triterpenoid.

Uji ini sangat bermanfaat untuk memberikan informasi senyawa kimia yang

terdapat pada tanaman. Analisa ini merupakan tahapan awal dalam isolasi

senyawa bahan alam selanjutnya.

Sampel ekstrak yang akan dilakukan skrining fitokimia dalam

percobaan ini adalah ekstrak etanol klit batang jambu mete. Menurut

literature, kulit batang Anacardium occidentale L. mengandung

berbagaimacam zat diantaranya ialah alkaloid,flavonoid, tanin dan


saponinMetode yang dipakai pada pengujian ini adalah dengan menggunakan

tabung reaksi. Sejumlah sampel diuji di dalam tabung dengan menggunakan

pereaksi tertentu.

Alkaloid adalah senyawa kimia yang secara khas diperoleh dari

tumbuhan dan hewan, bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom

nitrogen (biasanya dalam cincin heterosiklik), dibiosintesis dari asam amino,

banyak diantaranya memiliki aktivitas biologis pada manusia dan hewan.

Struktur alkaloid

Pada uji alkaloid, fraksi etanol dari sampel ekstrak ditambah dengan

HCl 2 % dan ditambah dengan 1 tetes pereaksi dragendorf. Kemudian sampel

diamati apakah mengandung alkaloid atau tidak, yang ditandai dengan adanya

endapan warna jingga. Pembuatan Pereaksi Dragendrof adalah (1) 0,6 g

bismutsubnitrat dalam 2 mL HCl pekat dan 10 mL H2O (2) 6 g KI dalam 10

mL H2O. Kedua larutan tersebut dicampur dengan 7 mL HCl pekat dan

15 mL H2O. Hasil yang didapat adalah sampel ekstrak positif mengandung

alkaloid.

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari

enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30

asiklik, yaitu skualena, senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik

leleh tinggi dan bersifat optis aktif .


triterpen pentasiklik
Struktur triterpenoid

Pada uji terpenoid sampel ekstrak ditambah kloroform dan 3 tetes

pereaksi liberman buchard. Kemudian sampel diamati apakah mengandung

terpenoid atau tidak, yang ditandai dengan adanya perubahan warna mnjadi

coklat kemerahan. Pembuatan reagen Lieberman-Burchardadalah5mL asam

asetat dan 5 mL asam sulfat ditambahkan secara hati-hatimelalui dindingnya

ke dalam 50 mLetanol dalam keadaan dingin.Hasil yang didapat adalah

sampel ekstrak positif mengandung terpenoid.

Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan

di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru,

dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.

Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom

karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3)

sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6.


3'
2' 4'

1' B
9 1
10 O
8 5'
2
6'
A C
7 3
5
6 4

O
Struktur flavonoid
Pada uji flavonoid, sampel ekstrak ditambah HCl dan diamati di UV.

Kemudian diamati ada atau tidaknya flavonoid dengan melihat ada atau

tidaknya warna hijau kehitaman pada sampel. Hasil yang didapat adalah

sampel ekstrak positif mengandung flavonoid.

Tanin merupakan senyawa organik yang terdiri dari campuran senyawa

polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H dan O serta sering membentuk

molekul besar dengan berat molekul lebih besar dari 2000 .


OH

OH

HO
O

OH
OH
OH
OH
O
HO
HO
OH
OH
OH
HO OH
OH
O
O OH HO

OH

OH OH

substruktur prosianidin

Struktur tannin
Uji tannin dilakukan dengan menambahkan FeCl3 0,5 M pada sampel

ekstrak. Dimana pada senyawa fenolik memiliki gugus -OH yang akan

membentuk kompleks dengan Fe3+ yang berasal dari FeCl3. Kompleks yang

tebentuk terjadi karena H pada OH akan terlepas karena Fe3+. Pada saat

terbentuk kompleks akan ditandai dengan terjadinya perubahan warna.

Kemudian dilihat ada tidaknya tannin pada sampel dengan melihat ada

tidaknya perubahan warna menjadi hijau kehitaman pada sampel. Hasil yang

didapat adalah sampel ekstrak tidak mengandung tannin.


Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi

dalam lebih dari 90 genus pada tumbuhan. Uji saponin dilakukan dengan

menambahkan akuades pada sampel. Kemudian dikocok dan dilihat ada

tidaknya saponin yang ditandai dengan adanya busa yang stabil selama 10

menit dalam tabung. Dilakukan penambahan aquades, agar busa yang

diinginkan dapat terbentuk. Dimana sisi polar akan bereaksi dengan air

sedangkan sisi non polar akan bereaksi dengan udara. Ketika sisi non polar

bereaksi dengan udara maka akan terbentuk busa. Ketika busa tidak

menghilang dalam 10 detik maka sampel positif mengandung saponin. Hasil

yang didapat adalah sampel ekstrak tidak mengandung saponin.


CO 2H

CO2 H H
O
HO O
HO H

CO2H
O
HO O
HO
OH
Asam glicirizic

Struktur saponin
5) KROMATOGRAFI (KLT)

KLT merupakan salah satu metode isolasi yang terjadi berdasarkan

perbedaan daya serap (adsorpsi) dan daya partisi serta kelarutan dari

komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen.

Oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka

komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang

menyebabkan pemisahan.
Pada proses adsorpsi senyawa kimia dapat terpisah-pisah disebabkan oleh

daya serap adsorban terhadap tiap-tiap komponen kimia tidak sama. Sedangkan

partisi adalah kelarutan tiap-tiap komponen kimia dalam cairan pengelusi (eluen)

tidak sama dimana arah gerakan eluen disebabkan oleh gaya sentrifugal sehingga

komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda.

Pada proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis, terjadi hubungan

kesetimbangan antara fase diam dan fasa gerak, dimana ada interaksi antara

permukaan fase diam dengan gugus fungsi senyawa organik yang akan

diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa geraknya. Kesetimbangan ini

dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : kepolaran fase diam, kepolaran fase gerak, serta

kepolaran dan ukuran molekul.

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui cara uji KLT pada sampel yang

digunakan. Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah sampel ekstrak

kulit batang jambu mete. Pada Uji KLT ekstrak dilarutkan terlebih dahulu

menggunakan pelarut alcohol. Setelah ekstrak larut, sampel ditotolkan pada plat

yang dilapisi silica gel, kemudian dimasukkan dalam eluen. Ada dua kombinasi

eluen yang digunakan, pertama eluen capuran antara kloroform dan etil asetat

dengan perbandingan 9:1, eluen ke dua adalah campuran antara kloroform dan n-

heksan dengan perbandingan 9:1. Setelah dimasukkan dalam chamber yang berisi

eluen, ditunggu sampai sampel yang digunakan terbawa ke atas plat oleh eluen.

Setelah proses ini, plat disemprotkan pereaksi asam kromat kemudian dipanaskan

pada suhu tertentu. Setelah itu diamati noda yang ada pada plat.
Fungsi disemprotkan adalah sebagai penanda, Kombinasi pelarut pada

pembuatan eluen berfungsi agar senyawa yang ingin ditemukan dari sampel

mudah ditarik atau didistribusi oleh eluen. Pelarut (fase gerak) yang

digunakan pada KLT bergantung pada senyawa yang akan dicari pada sampel.

Aplikasi KLT sangatlah luas. Senyawa-senyawa yang tidak mudah

menguap serta terlalu labil untuk kromatografi cair dapat dianalisis dengan

KLT. Ia dapat pula untuk memeriksa adanya zat pengotor dalam pelarut. Ahli

kimia foresik menggunakan KLT untuk bermacam pemisahan. Pemisahan

berguna dari plasticizer, antioksidan, tinta dan formulasi zat pewarna dapat

ditentukan dengan KLT. Pemakaiannya juga meluas dalam pemisahan

anorganik.

6) UJI TOKSISITAS AKUT

Bahan alam memang sangat mudah digunakan sebagai obat, karena

mudah ditemukan disekitar kita, namun tetap saja memiliki cara-cara tertentu

dalam pengambilan dan proses pengolahannya.

Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan

sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang

jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang

bersebelahan (invasi) maupun dengan migrasi sel ke tempat yang jauh

(metastasis).

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) adalah salah satu metode uji

toksisitas yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif yang

bersifat toksik dari bahan alam. Metode ini dapat digunakan sebagai bioassay-
guided fractionation dari bahan alam, karena mudah, cepat, murah dan cukup

reproducible.

Uji toksisitas dengan metode BSLT ini merupakan uji toksisitas akut

dimana efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat, yaitu

rentang waktu selama 24 jam setelah pemberian dosis uji. Prosedurnya dengan

menentukan nilai LC50 dari aktivitas komponen aktif tanaman terhadap larva

Artemia salina Leach. Suatu ekstrak dikatakan toksik berdasarkan metode

BSLT jika harga LC < 1000 g/ ml.

LC50 adalah konsentrasi dari suatu senyawa kimia di udara atau dalam

air yang dapat menyebabkan 50% kematian pada suatu populasi hewan uji

atau makhluk hidup tertentu. Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk pengujian

ketoksikan dengan perlakuan terhadap hewan uji secara berkelompok yaitu

pada saat hewan uji dipaparkan suatu bahan kimia melalui udara maka hewan

uji tersebut akan menghirupnya atau percobaan toksisitas dengan media air.

Nilai LC50 dapat digunakan untuk menentukan tingkat efek toksik suatu

senyawa sehingga dapat juga untuk memprediksi potensinya sebagai

antikanker.

Dalam praktikum ini dilakukan variasi konsentrasi yang berbeda

masing-masing yaitu konsentrasi 100, 200, 500, 1000, 2000, 3000, 4000,

5000, dan 10000 ppm untuk membandingkan toksisitas dan efek toksik yang

ditimbulkan masing-masing konsentrasi tersebut. Setelah itu, untuk melihat

pada konsentrasi berapakah larva udang mengalami LC50. Dan air laut

sebagai kontrol dimaksudkan untuk melihat apakah respon kematian dari


sampel dan bukan dari laut. digunakan karena tanaman tersebut memiliki

khasiat sebagai obat antikanker, dan Alasan digunakannya larva udang dalam

percobaan ini adalah karena larva udang merupakan general biossay sehingga

semua zat dapat menembus masuk menembus dinding sel larva tersebut.

Pengujian terhadap ekstrak etanol kulit batang jambu mete

disimpulkan bahwa konsentrasi untuk mematikan 50% larva udang (Artemia

salina) adalah 6,3 x 1015 mg/L sehingga dapat dikatakan ekstrak kulit batang

jambu metepada percobaan ini memiliki potensi toksisitas akut menurut

metode BSLT yaitu pada perlakuan dengan hewan coba larva Artemia salina

Leach.

Sesuai penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa apabila suatu

ekstrak tanaman bersifat toksik menurut harga LC50 dengan metode BSLT,

maka tanaman tersebut dapat dikembangkan sebagai obat anti kanker maka

rimpang kunyit dapat dilanjutkan penelitiannya sebagai obat anti kanker di

masa yang akan datang.


4. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari laporan ini adalah sebagai berikut :

1. Tehnik pengambilan atau penyiapan sampel yang baik adalah dengan tehnik

aseptik.

2. Prinsip kerja ekstraksi dengan cara metode perkolasi adalah dengan

menyiram sampel dengan pelarut organik yang sesuai secara berulang-

ulang.

3. Prinsip ekstraksi cair-cair yaitu umumnya zat aktif yang terkandung dalam

tumbuhan maupun hewan lebih mudah larut dalam pelarut organik. Proses

terekstraksinya zat aktif dimulai ketika pelarut organic menembus dinding

sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan

terlarut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif

didalam sel dan pelarut organik diluar sel, dan proses ini akan berulang terus

sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam dan di

luar sel.

4. Proses ekstraksi dilakukan dengan pemiahan komponen kimia diantara dua

fase pelarut yang tidak dapat saling bercmpur dimana sebagian komponen

larut pada fase pertama dan sebagiannya lagi larut pada fase kedua. Kedua

fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai

terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase zat cair.

Komponen kimia akan terpisah dalam dua fase tersebut sesuai dengan

tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.


5. Prinsip dasar uji kandungan kimia adalah adanya reaksi dari ekstrak dan

pereaksi sehingga menghasilkan warna, bau atau bentuk tertentu yang

disesuaikan dengan kandungan metabolit sekundernya masing-masing.

6. Uji kandungan kimia ekstrak bahan alam yaitu meliputi alkaloid, terpenoid,

flavonoid, saponin, dan tannin.

7. Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui keberadaan suatu senyawa

dalam suatu ekstrak tanaman sehingga dapat menunjukkan dapat digunakan

sebagai obat.

8. Prinsip dasar toksisitas ditentukan dengan melihat harga LC50 yang dihitung

berdasarkan analisis probit.

9. Uji BSLT dilakukan dengan menggunakan larva Artemi salina kemudian

dilihat jumlah mortalitasnya pada berbagai konsentrasi ekstrak akar jarak

merah.

10. Kromatografi lapis tipis yaitu proses pemisahan senyawa berdasarkan

tinggat kepolarannya.

11. Hasil KLT yang telah diujikan terlihat bahwa ekstrak akar jarak merah yang

ditotolkan pada plat KLT menghasilkan noda yang baik karena noda terlihat

tertarik keatas oleh fase gerak akibat interaksi antar senyawa dan fase diam.
DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI. 2008. Anacardium occidentale L. Direktorat Obat Asli Indonesia.


Jakarta.

Ditjen POM. 1986. Sediaan Galenik. Depkes RI. Jakarta.

Lidyawita, R., Sudarsono H. 2013. Antivungal Aktivities of Baled Chasew Bark


(Anacardium occidentale L.) on C. Albicans in Acrylic Resin. Trad med.
J. Vol. 18 (1).

Putri, E. U. 2012. Uji Penghambatan Aktivitas -Glukosidase Fraksi dari Ekstrak


Metanol Daun Jambu Mete (Anacardium occidentale Linn.) dan
Penapisan Fitokimia dari Fraksi Paling Aktif. Skripsi. FMIPA UI.
Depok.

Sani, N. S., Rofiah R., dan Mahfud. 2012. Pengambilan Minyak Atsiri dan Melati
dengan Metode Enfleurasi dan Ekstraksi Pelarut Menguap. Jurnal Teknis
Pomits. Vol. 1 (1).

Suhirman, M. S., Manoi B. S., Sembiring T. M., Sukmasari A. G. 2006. Teknik


Pembuatan Simplisian dan Ekstrak Purwoceng.

Veriony, L., Sudarsno., Agung E. N. 2011. Aktivitas Anti Inflamasi Rebusan


Kulit Batang Jambu Mete (Anacardium occidentale L.) pada Udema Kaki
TIkus Terinduksi Karagenin. Majalah Obat Tradisional. Vol. 16 (3).
LAMPIRAN

1. PENYIAPAN SAMPEL

Pengambilan sampel

Sortasi basah

Pencucian

Perajangan
Penjemuran

Sortasi kering

Pemblenderan

Penimbangan
2. EKSTRAKSI

Ekstraksi refluks

Evaporasi

Ekstrak kental

Perhitungan rendemen :

Diketahui : Berat simplisia : 535 gram

Berat ekstrak + vial : 156,5 gram

Berat vial kosong : 99,8 gram

Ditanya :
a. Berat ekstrak ?
b. Berat rendemen ?

Jawab :

a. Berat ekstrak : Berat ekstrak dan vial berat vial kosong

: 156,5 gram 99,8 gram

: 56,7 gram
Berat ekstrak
b. Berat rendemen : x 100 %
Berat simplisia

56,7 gram
: x 100 %
535 gram

: 10,6%
3. FRAKSINASI

Perlakuan Gambar (saat pencampuran dan Keterangan


hasil/fraksi)
Ekstrak Kulit Batang Terbentuk
Jambu Mete 1 gram + ekstrak yang
Etanol 5 mL homogen

Ekstrak Kulit Batang Terjadi 2 Fase


Jambu Mete 1 gram + Fase atas n-
Etanol 5 mL + n- heksan dan
hexan 5 mL Fase bawah
ekstrak

Ekstrak Kulit Batang Terjadi 2 Fase


Jambu Mete 1 gram + Fase atas Etil
Etanol 5 mL + 5 ml n- Asetat dan
hexan + Etil Asetat 5 Fase bawah
mL + 2 pipet air ekstrak
4. UJI KANDUNGAN KIMIA EKSTRAK

No Perlakuan Gambar Keterangan

1 Uji Alkaloid Positif mengandung


alkaloid

2 Uji Flavonoid Positif mengandung


flavonoid

3 Uji Terpenoid Positif mengandung


terpenoid

4 Uji Saponin Tidak mengandung


saponin

5 Uji Tanin Tidak mengandung


tanin
5. KROMATOGRAFI (KLT)
6. UJI TOKSISITAS AKUT

1. Tabel Pengamatan

Mortalitas Rata-rata %
Konsemtrasi Botol I Botol II Mortalitas
(mg/L)
10.000 9 8 8 80
5000 10 10 10 100
4000 10 8 9 90
3000 10 10 10 100
2000 10 9 9 90
1000 9 8 8 80
500 3 4 3 30
200 4 8 6 60
100 1 10 5 50
Catatan : 1 ppm = 1 mg/L

2. Perhitungan LC50

y = -0.0054x + 90.933
LC50 R = 0.5064
150
Mortalitas

100

50

0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Konsentrasi

Nilai LC50 yaitu pada konsentrasi 100 mg/L = 5


y =5
5 = -0,0054x + 90,933
0,0054x = 90,33 5
0,0054x = 85,33
x = 85,33 / 0,0054 = 15,801
Sehingga nilai LC50 = antilog x = antilog 15,801= 6,3 x 1015 mg/L

Anda mungkin juga menyukai