Anda di halaman 1dari 43

JURNAL PRAKTIKUM

ZAT PEMBANTU TEKSTIL

“ANALISA LEMAK DAN SABUN”

NAMA : Wahyu Robi’ah Nuralhasanah


NPM : 16020009
GROUP : 2K1
DOSEN : Juju J, AT., M.Si.
ASISTEN : Lestari W., S.Pd.
Delicia P., AT

POLITEKNIK STTT BANDUNG


2017
ANALISA LEMAK

I. JUDUL PRAKTIKUM
1.1 Bilangan Asam (BA)
1.2 Bilangan Ester (BE)
1.3 Oil Pick Up (OPU)
1.4 Bilangan Penyabunan (BP)
1.5 Bilangan Iodium (BI)

II. TANGGAL PRAKTIKUM


2.1 Bilangan Asam (BA)
31 Agustus 2017
2.2 Bilangan Ester (BE)
31 Agustus 2017
2.3 Oil Pick Up (OPU)
14 September 2017
2.4 Bilangan Penyabunan (BP)
28 September 2017
2.5 Bilangan Iodium (BI)
28 September 2017

III. MAKSUD DAN TUJUAN


3.1 Bilangan Asam (BA)
Untuk Menentukan banyaknya asam lemak bebas dalam lemak/minyak
3.2 Bilangan Ester (BE)
Menentukan banyaknya asam lemak yang teresterkan pada gliserol di dalam
lemak/ minyak
3.3 Kadar Minyak/Lemak dalam Bahan Tekstil (cara soxhlet)
Menentukan kadar minyak atau lemak dalam bahan tekstil dari segala jenis serat/
kain
3.4 Bilangan Penyabunan (BP)
Menentukan banyaknya total asam lemak yang bebas dan teresterkan di dalam
lemak/ minyak
3.5 Bilangan Iodium (BI)
Menentukan kadar ikatan tidak jenuh (ikatan rangkap) dalam rantai hidrokarbon
pada lemak/ minyak

IV. DASAR TEORI


4.1 Lemak/Minyak
Lemak dan minyak adalah trigliserida, atau triasilgliserol yang merupakan
ester dari gliserol dengan asam lemak dengan berat molekul tinggi (C – 11 – 24 ).

H2C- OH H2C-O-C-R
esterifikasi
O

H C- OH + 3 RCOOH H C-O-C-R

H2C- OH H2C-O-C-R

Gliserol Asam Lemak Lemak/Minyak

Contoh minyak / lemak biasanya berasal dari minyak / lemak hewan atau
tumbuhan. Lemak terbagi 2 yaitu:
1. Lemak jenuh antara lain adalah asam stearate,asam palmitat dll oleh karena struktur
kimianya maka asam lemak jenuh tidak mudah teroksidasi maupun terreduksi.
2. Lemak tidak jenuh antara lain adalah asam oleat, asam linolat, asam linoleat dan
lain-lain. Pada lemak tak jenuh adanya ikatan rangkap yang menyebabkan lemak
tersebut menjadi mudah teroksidasi dalam udara lembab dan suhu tinggi dan akan
membentuk senyawa keton. Membiarkan lemak berhubungan dan teroksidasi oleh
udara dalam waktu yang lama menyebabkan lemak/minyak tak jenuh akan menjadi
keras sehingga sukar dihilangkan dalam proses pencucian. Hal tersebut timbul
karena terjadi proses polimerisasi antara ikatan rangkap pada hidrokarbon yang
terkandung dalam minyak/lemak ,membentuk polimer lemak.
4.2 Jenis Lemak

a) Lemak/minyak : ester dari gliserol (alkohol trihidrat) dengan asam lemak


dengan berat molekul tinggi (c= 11-24)
Jenis asam lemak:
- Asam Laurat C11H23-COOH
- Asam Miristat C13H27-COOH
- Asam Palmitat C15H31-COOH
- Asam Linoleat C17H29-COOH
- Asam Linolat C17H31-COOH
- Asam Risinolat C17H32-COOH
- Asam Oleat C17H33-COOH
- Asam Stearat C17H35-COOH
b) Wax/malam : ester dari alkohol berbasa satu dengan asam lemak (R berantai
panjang dengan titik leleh tinggi)
c) Wax/paraffin : senyawa hidrokarbon dengan berat molekul tinggi dan berantai
panjang (jumlah karbon tinggi) serta mempunyai titik leleh tinggi

4.3 Bentuk Lemak


Lemak cair (minyak) dibagi menjadi 2 yaitu:
 Minyak hewani seperti : minyak babi dan minyak ikan
Lemak dari hewan pada umumnya mengandung lemak jenuh lebih banyak dari
pada lemak tak jenuh dan umumnya berbentuk fasa padat, misalnya lemak babi
berupa gliserol–oleo-palmito-sterat.
 Minyak nabati seperti : buah –buahan (kelapa sawit), bji-bijian (kedelai dan
jagung) dan daun-daunan (kayu putih). Lemak dari minyak nabati mengandung
asam lemak tak jenuh lebih banyak dari pada lemak jenuh dan umumnya
berbentuk fasa cair, misalnya minyak jagung berupa gliserol-trioleat dengan
campuran gliserol-trilinoleat, gliserol-dilinolo-oleat, dan gliserol-oleo-
palmitolinolat.

4.4 Sifat Lemak/Minyak


 Penyabunan : lemak / minyak mudah tersabunkan oleh larutan alkali pada
suhu mendidih.
O

H2C-O-C-R’ H2C-OH
O NaOH
HC-O-C-R’’ HC-OH + 3 RCOOHNa
O pada suhu mendidih
H2C-O-C-R’’’ H2C-OH
Lemak/minyak gliserol sabun natrium

 Hidrolisa lemak : lemak / minyak mudah terhidrolisa oleh larutan asam kuat
pada suhu mendidih terutama asam – asam mineral.
O
H2C-O-C-R’ H2C-OH
O H2SO4
HC-O-C-R’’ HC-OH + 3 RCOOH
O pada suhu mendidih
H2C-O-C-R’’’ H2C-OH
Lemak/minyak gliserol asam lemak

 Oksidasi / reduksi : lemak jenuh mengandung asam stearat, asam palmitat, dan
lain-lain, asam lemak jenuh tidak mudah teroksidasi maupun tereduksi. Lemak
tak jenuh mengandung asam oleat, linolat, linoleat dan lain-lain, asam lemak
tak jenuh mudah tereduksi membentuk asam lemak jenuh dan mudah
teroksidasi membentuk keton-keton.

Reduksi :
CH3-(CH2)7-CH=CH-(CH2)7-COOH C17H35COOH
Oksidasi :
CH3-(CH2)7-CH=CH-(CH2)7-COOH CH3-(CH2)7-CH-CH-(CH2)7-COOH

OH OH
 Lemak/minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh cenderung menjadi
bau dalam penyimpanan. Pada oksidasi dalam udara lembab dan suhu tinggi,
mula-mula asam lemak tak jenuh berubah menjadi hidroksida kemudian
membentuk keton yang menimbulkan bau. Gabungan oksidasi dan
penyabunan oleh enzim dapat menguraikan lemak menjadi gliserol dan
merubahnya menjadi Akrolein CH2 = CH. CHO yang menjadi penyebab utama
timbulnya bau tengik.
 Oksidasi udara dalam waktu lama dapat menimbulkan warna kekuningan.
Oksigen mensubstitusi ikatan rangkap membentuk timulnya gugus karbonil
menyebabkan warna kekuningan
 Pada oksidasi dalam udara lembab dan suhu tinggi, dan membiarkan lemak
lama berhubungan dengan udara menyebabkan lemak/minyak tak jenuh
menjadi keras sehingga sukar dihilangkan dalam proses pencucian. Hal
tersebut timbul karena terjadi polimer lemak.
 Oksidasi udara dalam waktu lama dapat menimbulkan proses polimerisasi
antara ikatan rangkap pada hidrokarbon. Oksigen radikal mensubstitusi ikatan
rangkap membentuk:
- CH – CH - - CH – CH - - CH = CH

O O O O peroksida O - OH

Diketon Timbulnya gugus karbonil menyebabkan warna kekuningan

 Pengsulfonan : lemak jenuh mengandung asam stearat, asam palmitat, dan


lain-lain, asam lemak jenuh dapat disulfonkan oleh asam sulfat pekat pada
suhu dan tekanan tinggi

C17H35COOH CH3-(CH2)10-CH-CH-(CH2)4-COOH

H SO3H
 Pengsulfatan : lemak tak jenuh mengandung asam oleat, linolat, linoleat dan
lain-lain, asam lemak tak jenuh mudah tersulfatkan oleh asam lemak sulfat
pekat pada suhu mendidih
CH3-(CH2)7-CH=CH-(CH2)7-COOH CH3-(CH2)7-CH-CH-(CH2)7-COOH

H SO3H
4.5 Analisa pada Lemak
1) Bilangan asam
Bilangan asam adalah bilangan yang menyatakan banyaknya mgram KOH
yang diperlukan untuk mentralkan asam lemak bebas dalam 1 gram minyak
atau lemak. Bilangan asam akan meningkat pada minyak atau lemak yang
“tengik”.
2) Bilangan ester
Bilangan ester adalah bilangan yang menyatakan banyaknya mgram KOH
yang diperlukan untuk menyabunkan ester netral dalam 1 gram minyak atau
lemka. Bilangan ester diperoleh dengan cara mengurangi bilangan penyabunan
dengan bilangan asam.
3) Oil Pick Up
Kadar minyak/lemak dalam bahan tesktil merupakan perbandingan antara
berat minyak.lemakdalam bahan tekstil dengan berat kering mutlak bahan
tekstil yang telah dihilangkan minyak/lemak. Dengan prinsip minyak / lemak
dalam contoh uji diesktrak dengan zat pelarut minyak/ lemak, dengan
menggunakan alat pengekstraksi soxhlet.
4) Bilangan penyabunan
Bilangan penyabunan adalah bilangan yang menyatakan banyaknya mgram
KOH yang diperluakan untuk menyabunkan 1 gram minyak/lemak. Untuk tia
molekul minyak diperluakan 3 molekul KOH, bila semakin besar molekul
minyak, maka semakin kecil bilangan penyabunannya.
5) Bilangan Iodium
Bilangan iodium adalah bilangan yang menunjukkan berapa miligram halogen
(dinyatakan sebagai iodium) yang dapat diikat oleh 100 miligram
minyak/lemak. Jadi BI merupakan ukuran bagi banyaknya ikatan rangkap
(tidak jenuh) dalam minyak/lemak karena halogenida akan diadisi pada ikatan
rangkap tersebut. Tujuannya untuk menentukan berapa banyaknya ikatan
rangkap dalam rantai hidrokarbon pada minyak/lemak. Metoda yang
digunakan yaitu adisi ikatan rangkap dalam hidrokarbon dengan halogen.
Penetapannya dilakukan dengan cara titrasi yodometri (dititar dengan tiosulfat)
setelah proses adisi selesai.
V. REAKSI
5.1 Bilangan Asam (BA)
𝑅𝐶𝑂𝑂𝐻 + 𝐾𝑂𝐻 → 𝑅𝐶𝑂𝑂𝐾 + 𝐻2 𝑂

5.2 Bilangan Ester (BE)


𝑅(𝐶𝑂𝑂)3𝐶3𝐻5 + 𝐾𝑂𝐻 → 𝑅𝐶𝑂𝑂𝐾 + 𝐶3𝐻5(𝑂𝐻)3
𝐻𝐶𝐿 + 𝐾𝑂𝐻 → 𝐾𝐶𝐿 + 𝐻2 𝑂

5.3 Bilangan Penyabunan (BP)


𝑅(𝐶𝑂𝑂)3𝐶3𝐻5 + 3𝐾𝑂𝐻 → 3𝑅𝐶𝑂𝑂𝐾 + 𝐶3𝐻5(𝑂𝐻)3

5.4 Bilangan Iodium (BI)

VI. ALAT DAN BAHAN


6.1. Bilangan Asam (BA)
Alat :
- Neraca Analitik
- Erlenmeyer
- Pipet tetes
- Buret
Bahan :
- Contoh uji
- Eter : alkohol netral = 1:2
- KOH alkohol 0,1 N
- Indikator PP

6.2. Bilangan Ester (BE)


Alat :
- Pipet volume
- Batu didih
- Refluks
- Erlenmeyer
- Buret
Bahan :
- Contoh uji
- KOH alkohol 0,5 N
- HCl 0,5 N
- Indikator PP

6.3. Oil Pick Up (OPU)


Alat:
- Pengekstrak soxhlet lengkap terdiri dari
 Labu lemak
 Tabung/labu soxhlet
 Pendingin gondok / pendingin spiral
- Penangas listrik
- Oven
- Ekstikator
- Kertas saring
- Neraca analitik
Bahan:
- Contoh uji
- Benzena
- Etanol
- Karbontetra khlorida
- campuran benzena : alkohol = 1:1

6.4. Bilangan Penyabunan (BP)


Alat :
- Buret
- Erlenmeyer
- Pipet
- Beaker glass
- Batang pengaduk
- Neraca analitik
Bahan :
- Contoh uji
- alkohol KOH 0,5 N
- HCl 0,5 N
- indikator PP

6.5. Bilangan Iodium (BI)


Alat :
- Buret
- Erlenmeyer
- Pipet
- Beaker glass
- Batang Pengaduk
- Neraca analitik
Bahan :
- Contoh uji
- Larutan hanus 0,1 N
- kloroform
- larutan tiosulfat 0,1 N
- Indikator kanji 0,5%
- kalium iodida 10%

VII. CARA KERJA


7.1 Bilangan Asam (BA)
1) Timbang dengan teliti (empat angka dibelakang koma) 1-2 gram lemak/
minyak.
2) Larutkan dalam 25 mL pelarut eter alcohol netral.
3) Bubuhi 2 tetes indikator PP (harus tidak berwarna).
4) Titar cepat dengan KOH alkohol 0,1 N sampai warna merah jambu muda.
5) Sisa larutan jangan dibuang, dilanjutkan untuk penetapan bilangan ester.
6) Penetapan dilakukan duplo (dua kali percobaan).
7.2 Bilangan Ester (BE)
1) Pada sisa cairan bekas penetapan bilangan asam (asam lemak yang sudah
mengandung asam lemak bebas air), tambahkan 10 ml tepat KOH Alkohol 0,5
N (gunakan pipet volume).
2) Bubuhi batu didih, sambungkan dengan pendingin tegak lalu refluks selama 15-
30 menit, sewaktu-waktu harus dikocok supaya penyabunan sempurna.
3) Pada akhir pendidihan, tetesi indikator PP maka larutan harus berwarna merah
(berarti masih ada kelebihan KOH Alkohol), bila tidak merah berarti perlu
penambahan KOH Alkohol 0,5 N dan refluks kembali selama 15-30 menit.
4) Angkat dan dinginkan sebentar (jangan terlalu dingin bisa membeku) dan titar
dengan HCl 0,5 N sampai warna merah jambu muda/ tepat warna merah hilang.
5) Lakukan titrasi blanko untuk 10 ml KOH Alkohol 0,5 N sesuai volume KOH
Alkohol yang digunakan sesuai prosedur diatas tanpa contoh

7.3 Oil Pick Up (OPU)


1) Contoh uji ditimbang teliti (empat angka dibelakang koma), misalnya berat
contoh uji = a gram.
2) Keringkan labu lemak/ labu ekstraksi yang telah diisi betu didih, dalam oven
pengering suhu 105 – 100oC selama 1 jam, kemudian pindahkan/ dinginkan
pada eksikator, dan timbang teliti (empat angka dibelakang koma), misalnya
berat labu lemak/ ekstraksi = b gram.
3) Contoh uji dimasukkan kedalam kertas saring tabung, atau dibungkus dengan
kertas saring biasa (yang telah diketahui beratnya), dibungkus sesuai dengan
aturan sehingga tinggi kertas saring tabung/ kertas saring biasa tidak
mengganggu sirkulasi zat pelarut minyak atau lemak.
4) Contoh uji tersebut dimasukkan kedalam labu soxhlet.
5) Masukkan zat pelarut minyak/ lemak sebanyak 1,5 – 2 kali volume labu
soxhlet yang telah dilengkapi labu lemak/ labu ekstraksi, kemudian pegang
dan hubungkan dengan alat pendingin.
6) Letakkan pengekstrak soxhlet lengkap diatas pemanas listrik, alirkan air
pendingin.
7) Lakukan ekstraksi selama kurang lebih 2 jam, atau sekurang-kurangnya 6
kali putaran/ sirkulasi pelarut.
8) Setelah ekstraksi selesai, keluarkan contoh uji dari labu soxhlet, untuk
menghilangkan pelarut pada contoh uji tersebut, keringkan contoh uji
tersebut dalam oven pada suhu 105 – 110oC selama 1 – 2 jam, dinginkan
dieksikator, kemudian timbang. Misalnya berat contoh uji = c gram.
9) Pisahkan minyak/ lemak dari pelarut dalam labu ekstraksi dengan cara
penyulingan sampai pelarut hamper habis.
10) Hilangkan sisa pelarut dalam labu lemak/ labu ekstraksi pada oven pengering
pada suhu 105 – 110 oC selama 30 menit (sampai kering), dinginkan pada
eksikator selama 15 – 20 menit dan timbang sampai bobot tetap.
11) Ulangi pekerjaan tersebut sampai bobot tetap dan terakhir penimbangan
dengan perbedaan maksimal 0,1 mg dengan penimbangan sebelumnya.
12) Misalnya berat labu lemak/ labu ekstraksi dan minyak/ lemak = d gram.

7.4 Bilangan Penyabunan (BP)


1) Timbang teliti (empat angka dibelakang koma) 1-2 gram contoh minyak/
lemak yang sudah bebas air dan asam mineral.
2) Tambahan 10 ml tepat (pipet) Alkohol KOH 0,5 N dan batu didih, kemudian
direfluks selama 15-30 menit.
3) Pada akhir pendidihan, bubuhi 2-3 tetes indikator PP dan harus berwarna
merah, berarti penambahan Alkohol KOH 0,5 N sudah cukup/ masih
berlebih, jika belum/ tidak merah tambahkan lagi 10 ml Alkohol KOH 0,5N
dan refluks kembali selama 15-30 menit.
4) Angkat dan dinginkan sebentar, lalu dititar dengan HCl 0,5 N sampai tepat
warna larutan merah hilang.
5) Lakukan titrasi blanko terhadap 10 ml Alkohol KOH 0,5 N dengan
pelaksanaan yang sama dengan contoh.

7.5 Bilangan Iodium (BI)


1) Timbang teliti kedalam Erlenmeyer bertutup asah contoh minyak/ lemak
sebanyak 0,1 – 0,2 gram untuk minyak/ lemak yang mempunyai bilangan
iodium tinggi seperti minyak kacang, minyak jarak, minyak biji kapas, dan
timbangkan 1-2 gram contoh minyak/ lemak yang mempunyai bilangan
iodium rendah, seperti minyak kelapa, minyak sawit dan lemak sapi.
2) Larutkan dengan 5 ml chloroform.
3) Tambahkan 10 ml tepat hanus 0,1 N melalui buret.
4) Erlenmeyer asah segera ditutup, digoyangkan dan disimpan pada tempat
gelap atau lemari selama kira-kira 15 menit supaya reaksi sempurna.
5) Kemudian kedalam larutan yang berlebih (sisa reaksi), ditambahkan 10 ml
larutan KI 10% dan encerkan dengan air suling.
6) Iodium yang dibebaskan segera dititar dengan larutan tiosulfat 0,1 N sampai
warna kuning muda, lalu ditambahkan 1-2 ml indiktaor kanji.
7) Titrasi dilanjutkan sampai larutan menjadi tidak berwarna.
8) Lakukan titrasi blanko terhadap 10 ml larutan hanus 0,1 N dan 5 ml larutan
chlorofom, simpan ditempat gelap/ lemari selama 30 menit, titar dengan
larutan tiosulfat 0,1 N.

VIII. DATA PERCOBAAN


8.1. Bilangan Asam (BA)
NKOH alkohol = 0,1 N
BEKOH alkohol = 56
Bobot contoh lemak 1 = 1,0767 gram
Vol titrasi 1 = 1,4 mL
Bobot contoh lemak 2 = 1,1461 gram
Vol titrasi 2 = 1,5 mL

𝑚𝑙 𝑥 𝑁 𝐾𝑂𝐻 𝐴𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝑥 𝐵𝐸 𝐾𝑂𝐻


𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑎𝑚 =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖 (𝑔𝑟)

1,4 𝑥 0,1 𝑥 56 7,84


𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑎𝑚 1 = = = 7,2815
1,0767 1,0767
1,5 𝑥 0,1 𝑥 56 8,4
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑎𝑚 2 = = = 7,3292
1,1461 1,1461

7,2815 + 7,3292
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 7,3292
2
8.2. Bilangan Ester (BE)
NHCl = 0,5 N
BEKOH = 56
Vol titrasi blanko = 9,15 ml
Bobot contoh uji 1 = 1,0767 gram
Vol titrasi 1 = 5,1 ml
Bobot contoh uji 2 = 1,1461 gram
Vol titrasi 2 = 5 ml

(𝑚𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐵𝐸 𝐾𝑂𝐻


𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐸𝑠𝑡𝑒𝑟 =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖 (𝑔𝑟)

(9,15 − 5,1)𝑥 0,5 𝑥 56


𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐸𝑠𝑡𝑒𝑟 1 = = 105,3218
1,0767
(9,15 − 5)𝑥 0,5 𝑥 56
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐸𝑠𝑡𝑒𝑟 2 = = 101,3873
1,1461
105,3218 + 101,3873
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐸𝑠𝑡𝑒𝑟 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 103,3545
2

8.3. Oil Pick Up (OPU)


Berat kain awal = 1,9625 gram
Berat labu awal = 110,2889 gram
Berat kain akhir = 1,7160 gram
Berat labu akhir = 110,5896 gram

𝑘𝑎𝑖𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑘𝑎𝑖𝑛 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟


𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖

1,9625 − 1,7160
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 = 𝑥 100%
1,9625
K𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 = 12,5605%
𝑙𝑎𝑏𝑢 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑙𝑎𝑏𝑢 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖

110,5896 − 110,2889
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 = 𝑥 100%
1,9625
K𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 = 15,3223%

8.4. Bilangan Penyabunan (BP)


NHCl = 0,5 N
BEKOH = 56
Vol titrasi blanko = 9,7 ml
Bobot contoh uji 1 = 1,0481 gram
Vol titrasi 1 = 5,4 ml
Bobot contoh uji 2 = 1,1336 gram
Vol titrasi 2 = 4,5 ml

(𝑚𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐵𝐸 𝐾𝑂𝐻


𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛 =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖 (𝑔𝑟)

(9,7 − 5,4)𝑥 0,5 𝑥 56


𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛 1 = = 126,1912
1,0481
(9,7 − 4,5) 𝑥 0,5 𝑥 56
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛 2 = = 128,4404
1,1336
126,1912 + 124,4404
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 127,3158
2

8.5. Bilangan Iodium (BI)


Ntiosulfat = 0,1 N
BE = 127 x 100 (karena diencerkan)
Vol titrasi blanko = 13,7 ml
Bobot contoh uji 1 = 0,1219 gram
Vol titrasi 1 = 8,5 ml
Bobot contoh uji 2 = 0,1431 gram
Vol titrasi 2 = 7,6 ml
(𝑚𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁 𝑡𝑖𝑜 𝑥 𝐵𝐸
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐼𝑜𝑑𝑖𝑢𝑚 =
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖 (𝑚𝑔)

(13,7 − 8,5)𝑥 0,1 𝑥 127 𝑥 100


𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐼𝑜𝑑𝑖𝑢𝑚 1 = = 54,1756
121,9
(13,7 − 7,6)𝑥 0,1 𝑥 127 𝑥 100
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐼𝑜𝑑𝑖𝑢𝑚 2 = = 53,9110
143,7
54,1756 + 53,9110
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐼𝑜𝑑𝑖𝑢𝑚 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 54,0433
2

IX. DISKUSI
9.1. Bilangan Asam (BA)
Praktikum bilangan asam dilakukan dengan tujuan untuk menentukan
banyaknya asam lemak bebas di dalam lemak atau minyak. Asam lemak tersebut
merupakan asam lemah yang terbentuk dari hasil hidrolisa lemak yang dapat
menunjukan baik atau tidaknya kualitas suatu lemak. Pada praktikum bilangan
asam ini, digunakan minyak/lemak dilarutkan dalam eter alkohol netral sebagai
pelarut lemak karena lemak tidak dapat larut di dalama air. Pelarut eter alkhol juga
digunakan agar KOH tidak larut. Selain itu, eter alkohol netral digunakan
sebagai pelarut supaya tidak memengaruhi pH karena penentuan bilangan asam
akan dilakukan dengan cara titrasi alkalimetri. Penambahan indikator fenolftalein
(PP) dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Karena indikator
fenolftalein bekerja pada suasana basa, maka titik akhir titrasi akan berwarna merah
muda. Larutan di dalam erlenmeyer harus tidak berwarna setelah ditetesi indikator
ini karena pH larutan masih netral. Penitaran dilakukan dengan menggunakan KOH
alkohol 0,1N. Alkohol dalam larutan KOH Alkohol 0,1N berfungsi untuk
melarutkan lemak/minyak, sementara KOH akan menetralkan asam lemak bebas
yang terkadung di dalam minyak/lemak. Reaksi yang terjadi akan membentuk
garam RCOOK dan air. Kelebihan KOH pada larutan menyebabkan perubahan
warna menjadi merah jambu muda. Perubahan warna tersebut menjadi titik akhir
titrasi. Volume titrasi tersebut digunakan sebagai penentuan bilangan asam yang
menunjukan banyaknya asam lemak bebas di dalam minyak/lemak. Titrasi
dilakukan duplo untuk mengurangi kesalahan yang mungkin terjadi dan
meningkatkan ketepatan hasil titrasi.
KOH Alkohol yang digunakan dalam percobaan Bilangan Asam
adalah 0,1000 N karena tugas KOH Alkohol ini hanya satu, yaitu untuk reaksi
penyabunan yaitu merubah asam lemak menjadi sabun. Reaksi yang terjadi:
𝑅𝐶𝑂𝑂𝐻 + 𝐾𝑂𝐻 → 𝑅𝐶𝑂𝑂𝐾 + 𝐻2 𝑂
Bilangan asam ini dapat dipakai untuk mencari nilai Bilangan Penyabunan
karena jika berdasarkan rumus BP = BA + BE didapatkan dari logika tujuan
bilangan asam dan bilangan ester sendiri, dimana tujuan bilangan asam adalah
menentukan banyaknya asam lemak bebas didalam lemak/minyak.
Kesalahan-kesalah mungkin dapat terjadi pada saat praktikum. Kesalahan
tersebut dapat disebabkan oleh :
 Kesalahan dalam melakukan penimbangan dan perhitungan
 Kesalahan saat menambahkan larutan
 Kelebihan saat melakukan titrasi

9.2. Bilangan Ester (BE)


Penentuan bilangan ester adalah bilangan yang menunjukan banyaknya
asam lemak yang teresterkan pada gliserol di dalam lemak atau minyak. Bilangan
ester menunjukan banyaknya ester yang terbentuk pada minyak/lemak. Bilangan
Ester menggunakan cara penetapan dengan titrasi asidimetri dimana titrasi
asidimetri ini yaitu menitar dengan menggunakan suatu larutan yang
bersifat asam. Titrannya yaitu HCl (HCl bersifat asam kuat) dan titratnya yaitu
contoh lemak/minyak yang merupakan sisa hasil percobaan Bilangan Asam. Titrasi
ini dilakukan setalah proses penyabunan sempurna, oleh karena itu sisa hasil
percobaan Bilangan Asam digunakan lagi untuk percobaan Bilangan Ester.
Larutan yang digunakan merupakan larutan sisa dari praktikum bilangan
asam karena pada larutan sisa penentuan bilangan asam sudah terbentuk asam
lemak bebas air. Pelarut yang digunakan dalam praktikum ini merupakan KOH
Alkohol 0,5N. Penambahan KOH Alkohol 0,5 N untuk memastikan alkali dalam
sabun harus tetap ada dan untuk menyabunkan asam lemak. Kemudian percobaan
ini harus dengan cara merefluks larutan, sebelum larutan direfluks, larutan contoh
harus dibubuhi dengan batu didih. Fungsi penambahan batu didih ada 2, yaitu;
untuk meratakan panas sehingga panas menjadi homogen pada seluruh bagian
larutan, dan untuk menghindari titik lewat didih. Batu didih tidak boleh
dimasukkan pada saat larutan akan mencapai titik didihnya. Jika batu didih
dimasukkan pada larutan yang sudah hampir mendidih, maka akan terbentuk uap
panas dalam jumlah yang besar secara tiba-tiba. Hal ini bisa menyebabkan ledakan
ataupun kebakaran. Jadi, batu didih harus dimasukkan ke dalam cairan sebelum
cairan itu mulai dipanaskan. Jika batu didih akan dimasukkan di tengah-tengah
pemanasan (mungkin karena lupa), maka suhu cairan harus diturunkan terlebih
dahulu. Pada umumnya refluks digunakan untuk mensintesis senyawa-senyawa
yang mudah menguap. Maka, pada kondisi tersebut apabila dilakukan pemanasan
teknik biasa maka pelarut akan menguap, sebelum reaksi berjalan sampai selesai.
Prinsip yang digunakan pada teknik Refluks yaitu untuk mempercepat reaksi pada
reaksi organik melalui pemanasan, tanpa mengurangi volume, sehingga volume
awal suatu cairan tidak akan berubah atau sama seperti kondisi awal (volume awal
= volume akhir). Dan pada saat direfluks, Erlenmeyer harus dikocok-kocok
sewaktu-waktu agar reaksi penyabunan sempurna. Pada saat akhir pendidihan,
diberi indikator PP, pada saat diberi indikator PP, maka larutan harus berwarna
merah, maka larutan tersebut menunjukkan kelebihan alkali, jika tidak berwarna
merah maka larutan tidak mengandung kelebihan alkali dan harus diberi
penambahan KOH Alkohol 0,5 N lagi, hingga berwarna merah yang menunjukkan
larutan tersebut mengandung kelebihan alkali. Setelah selesai di refluks, larutan
tersebut didinginkan sebentar jangan sampai membeku karena jika membeku reaksi
tidak akan berjalan sempurna, lalu titar menggunakan HCl 0,5 N hingga warna
larutan menjadi merah jambu muda atau warna merah tepat hilang.
Penambahan KOH Alkohol yang digunakan pada percobaan Bilangan Ester
memiliki kenormalan 0,5 N karena tugas KOH dalam percobaan ini ada 2, yaitu
hidrolisa lalu penyabunan.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
𝑅(𝐶𝑂𝑂)3𝐶3𝐻5 + 𝐾𝑂𝐻 → 𝑅𝐶𝑂𝑂𝐾 + 𝐶3𝐻5(𝑂𝐻)3
𝐻𝐶𝐿 + 𝐾𝑂𝐻 → 𝐾𝐶𝐿 + 𝐻2 𝑂
Oleh karena itu, tugas KOH pada percobaan Bilangan Ester lebih banyak
dibandingkan KOH Alkohol saat percobaan Bilangan Asam, maka kenormalan
KOH pada percobaan Bilangan Ester pun lebih besar. Pada percobaan ini dilakukan
titrasi blanko, yang bertujuan untuk mengurangi kesalahan yang disebabkan oleh
zat pereaksi, pelarut, atau kondisi percobaan. Prosedurnya sama dengan titrasi
terhadap larutan contoh uji, namun tanpa menggunakan larutan contoh.
Kesalahan-kesalah mungkin dapat terjadi pada saat praktikum. Kesalahan
tersebut dapat disebabkan oleh :
 Kesalahan dalam melakukan penimbangan dan perhitungan
 Kesalahan saat menambahkan larutan
 Kelebihan saat melakukan titrasi

9.3. Oil Pick Up (OPU)


Pengujian kadar minyak/lemak pada bahan tekstil bertujuan untuk
mengetahui kadar minyak/lemak dalam suatu kain contoh uji. Minyak/lemak
tersebut merupakan kotoran alami yang ditimbulkan oleh serat itu sendiri. Pada
bahan tekstil, minyak/lemak harus dihilangkan karena dapat menghalangi
penyerapan air, zat warna, maupun zat kimia yang dapat menyebabkan warna
belang pada proses pencelupan.
Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian kadar minyak/lemak dengan
menggunakan metoda Soxhlet. Kain contoh uji dibungkus dengan kertas saring
sebelum dimasukan ke dalam labu Soxhlet yang telah dilengkapi dnegan labu
lemak. Kertas saring ini berfungsi agar serat tidak tercampur secara langsung
dengan alkohol yang berperan sebagai pelarut sebanyak 1.5 kali volume labu
Soxhlet. Pada labu lemak, ditambahkan batu didih dengan tujuan agar pemanasan
dapat berlangsung cepat dan merata. Proses ekstraksi dimulai dengan mendidihkan
pelarut. Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati soxhlet menuju ke pipa
pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondenser
mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian menetes ke
thimble. Pelarut melarutkan lemak pada bahan tekstil dalam
labu soxhlet, kemudian larutan ini terkumpul dalam labu soxhlet dan bila
volumenya telah mencukupi, lemak yang larut akan dialirkan lewat sifon menuju
labu. Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai refluks. Proses
ini berlangsung sebanyak enam kali sirkulasi yang menghabiskan waktu sekitar dua
jam lebih. Setelah proses ekstraksi selesai, serat dapat diambil sementara, pelarut
dan lemak dipisahkan melalui proses penyulingan dan dikeringkan. Pemanasan
menggunakan oven bertujuan untuk menguapkan pelarut alkohol yang mungkin
masih ada di dalam labu lemak. Penentuan kadar minyak atau lemak dapat
diketahui dengan menghitung berat awal dan akhir kain contoh uji. Kain contoh uji
akan mengalami pengurangan berat setelah melewati proses ekstraksi karena
minyak/lemak dalam contoh uji hilang.
Berdasarkan hasil percobaan didapatkan berat akhir labu lemak lebih
besar dibandingkan berat awal labu lemak. Artinya terdapat lemak/minyak hasil
ekstraksi di dalam labu lemak. Kain contoh uji juga mengalami penurunan berat
yang menunjukan hilangnya kandungan lemak di dalam kain contoh uji.
Akan tetapi, praktikum ini juga mengalami masalah karena pada hasil akhir
percobaan didapatkan kadar minyak/lemak hasil penimbangan dan perhitungan
dari labu lemak dengan kadar minyak.lemak yang didapatkan dari hasil
penimbangan dan perhitungan kain contoh uji. Hal tersebut kemungkinan dapat
terjadi karena proses ekstraksi yang kurang sempurna, kesalahan praktikan dalam
melakukan percobaan, kesalahan praktikan saat melakukan perhitungan, dan lain-
lain.

9.4. Bilangan Penyabunan (BP)


Pada percobaan kali ini, Bilangan Ester menggunakan cara penetapan
dengan titrasi asidimetri dimana titrasi asidimetri ini yaitu menitar dengan
menggunakan suatu larutan yang bersifat asam. Titrannya yaitu HCl (HCl bersifat
asam kuat) dan titratnya yaitu contoh lemak/minyak yang dilarutkan dengan KOH
Alkohol. Titrasi ini dilakukan setelah proses penyabunan sempurna. Percobaan ini
dilakukan seperti pada percobaan Bilangan Ester yang menggunakan KOH
Alkohol 0,5 N dan indicator PP untuk mengetahui apakah sudah ada
kelebihan alkali atau belum didalam larutan contoh lemak/minyak tersebut dan
dengan cara direfluks agar menjaga uap dari larutan itu sendiri karena alcohol
bersifat mudah menguap, oleh karena itu perlu di refluks dan dikocok-kocok agar
reaksi proses penyabunan menjadi sempurna. Namun, sebelum larutan direfluks,
larutan contoh harus dibubuhi dengan batu didih. Fungsi penambahan batu didih
ada 2, yaitu; untuk meratakan panas sehingga panas menjadi homogen pada seluruh
bagian larutan, dan untuk menghindari titik lewat didih. Batu
didih tidak boleh dimasukkan pada saat larutan akan mencapai titik didihnya. Jika
batu didih dimasukkan pada larutan yang sudah hampir mendidih, maka akan
terbentuk uap panas dalam jumlah yang besar secara tiba-tiba. Hal ini bisa
menyebabkan ledakan ataupun kebakaran. Jadi, batu didih harus dimasukkan ke
dalam cairan sebelum cairan itu mulai dipanaskan. Jika batu didih akan dimasukkan
di tengah-tengah pemanasan (mungkin karena lupa), maka suhu cairan harus
diturunkan terlebih dahulu. Pada umumnya refluks digunakan untuk mensintesis
senyawa-senyawa yang mudah menguap. Pada kondisi tersebut maka apabila
dilakukan pemanasan teknik biasa maka pelarut akan menguap, sebelum reaksi
berjalan sampai selesai. Prinsip yang digunakan pada teknik Refluks yaitu untuk
mempercepat reaksi pada reaksi organik melalui pemanasan, tanpa mengurangi
volume, sehingga volume awal suatu cairan tidak akan berubah atau sama
seperti kondisi awal (volume awal = volume akhir). Pada saat akhir pendidihan,
diberi indikator PP, pada saat diberi indicator PP, maka larutan harus berwarna
merah, maka larutan tersebut menunjukkan kelebihan alkali, jika tidak berwarna
merah maka larutan tidak mengandung kelebihan alkali dan harus diberi
penambahan KOH Alkohol 0,5 N lagi, hingga berwarna merah yang menunjukkan
larutan tersebut mengandung kelebihan alkali. Setelah selesai di refluks, larutan
tersebut didinginkan sebentar jangan sampai membeku karena jika membeku reaksi
tidak akan berjalan sempurna, lalu titar menggunakan HCl 0,5 N hingga warna
larutan berubah menjadi warna merah jambu muda atau warna merah tepat hilang,
itu artinya larutan contoh minyak/lemak telah mencapai titik ekivalen atau titik
akhir kesetimbangan, dimana pH titran dan titrat menjadi sama.
Pada percobaan ini dilakukan titrasi blanko, yang bertujuan untuk
mengurangi kesalahan yang disebabkan oleh zat pereaksi, pelarut, atau kondisi
percobaan. Prosedurnya sama dengan titrasi terhadap larutan contoh uji, namun
tanpa menggunakan larutan contoh. Bilangan penyabunan juga dapat dilogikakan
dengan penjumlahan bilangan asam dan bilangan ester karena dari tujuan bilangan
penyabunan itu sendiri adalah menentukan banyaknya asam lemak bebas dan
teresterkan dalam 1gr minyak/lemak. Namun, pada rumus BP = BA + BE
itu sendiri terkadang akan beda hasilnya dengan ketika kita percobaan Bilangan
Penyabunan dan menggunakan rumus:

(𝑚𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐵𝐸 𝐾𝑂𝐻


𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛 =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖 (𝑔𝑟)

Kesalahan yang diperoleh pada saat percobaan ini dapat dikarenakan


beberapa faktor, yaitu diantaranya adalah saat merefluks, kurang rapat sehingga
menyebabkan pelarutnya menguap dan itu akan berpengaruh pada hasil. Atau
kesalahan pada saat titrasi, pada saat menitar ternyata titrasi melewati titik ekivalen
atau titik akhir kesetimbangan sehingga menyebabkan pH titrat dan pH titran
menjadi tidak seimbang, dan itu juga sangat berpengaruh pada hasil perhitungan
bilangan penyabunan.

9.5. Bilangan Iodium (BI)


Pada percobaan ini, Bilangan Iodium menggunakan cara penetapan dengan
titrasi yodometri. Titrasi yodometri ini juga disebut dengan titrasi secara tidak
langsung, karena I2 dihasilkan dari donor iodium, yaitu KI atau NaI. Titrasi
yodometri ini yaitu penitaran dengan menggunakan suatu larutan Na2S2O3, dimana
titrannya adalah Na2S2O3 dan titratnya adalah larutan contoh minyak/lemak yang
telah dilarutkan dengan kloroform dan diberi larutan Hanus. Larutan Hanus
digunakan karena larutan Hanus adalah (Iodinbromida) yaitu senyawa halogen
yang digunakan untuk penentuan bilangan iodium. Senyawa hanus bereaksi dengan
lemak melalui reaksi adisi pada ikatan rangkap. Dan titrasi
yodometri dalam penentuan Bilangan Iodium ini dilakukan setelah proses adisi
selesai atau sempurna.
Reaksi yang terjadi:

Oleh karena itu, sebelum dititar menggunakan larutan tiosulfat, larutan


contoh minyak/lemak diberi larutan hanus agar proses adisi berjalan sempurna.
Agar proses adisi berjalan sempurna, maka alat yang digunakan disini adalah
erlenmeyer tutup asah sehingga pada saat larutan telah diberi larutan Hanus, larutan
contoh minyak/lemak tersebut disimpan dalam ruangan tertutup dan gelap.
Mengapa harus yang gelap? Karena, I2 mudah menguap sehingga larutan contoh
yang sudah dilarutka dengan choloroform dan diberi larutan Hanus
disimpan dalam Erlenmeyer tutup asah dan ruangan yang gelap, juga agar proses
berlangsung dengan sempurna. Sisa larutan hasil reaksi yang berlebih akan
ditambahkan dengan KI 10% dan diencerkan dengan air suling atau aquades.
Sehingga reaksi akan menjadi:
Br2 + 2KI 2KBr + I2
Lalu, iodium yang dibebaskan akan segera dititar dengan larutan natrium
tiosulfat, ditengah titrasi saat larutan berwarna kuning muda, larutan akan diberi
indicator kanji. Fungsi dari indikator kanji tersebut adalah untuk menandakan
adanya yod kanji, sehingga larutan menjadi warna biru kehitaman. Setelah itu, kita
lanjutkan titrasi hingga mencapai titik ekivalen atau titik akhir titrasi dengan
ditandai larutan menjadi tidak berwarna dimana pH titran dan pH titrat telah sama.
Dan reaksi akan menjadi:
I2 + 2Na2S2O3 Na2S4O6 + 2NaI
Kesalahan yang diperoleh pada saat percobaan ini dapat dikarenakan
beberapa faktor, yaitu diantaranya adalah saat menyimpan larutan contoh
minyak/lemak yang telah diberi larutan Hanus kurang rapat sehingga menyebabkan
I2 menguap atau hilang dan itu akan berpengaruh pada hasil. Atau kesalahan pada
saat titrasi, pada saat menitar ternyata titrasi melewati titik ekivalen atau titik akhir
kesetimbangan sehingga menyebabkan pH titrat dan pH titran menjadi tidak
seimbang, dan itu juga sangat berpengaruh pada hasil perhitungan.

X. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum-praktikum diatas, telah didapatkan hasil sebagai berikut :
PENGUJIAN HASIL
Bilangan Asam 7,30535
Bilangan Ester 103,3545
Kadar minyak/lemak 12,5605%
(perhitungan selisih berat kain)
Kadar minyak/lemak 15,3223%
(perhitungan selisih berat labu lemak)
Bilangan Penyabunan 127,3158%
Bilangan Iodium 54,0433%
ANALISA SABUN

I. JUDUL PRAKTIKUM
1.1 Lemak Netral yang Tak Tersabunkan
1.2 Kadar Zat Pemberat (Filler)
1.3 Kadar Air
1.4 Logam Pelikan
1.5 Asam Lemak Bebas
1.6 Alkali Total

II. TANGGAL PRAKTIKUM


2.1 Lemak Netral yang Tak Tersabunkan
5 Oktober 2017
2.2 Kadar Zat Pemberat (Filler)
12 Oktober 2017
2.3 Kadar Air
12 Oktober 2017
2.4 Logam Pelikan
12 Oktober 2017
2.5 Asam Lemak Bebas
12 Oktober 2017
2.6 Alkali Total
12 Oktober 2017

III. MAKSUD DAN TUJUAN


3.1 Lemak Netral yang Tak Tersabunkan
Menentukan banyaknya lemak tak tersabunkan ( RCOOH + R’H) apabila hasil
analisa lemak tak tersabunkan >3%
3.2 Kadar Zat Pemberat (Filler)
Mengetahui jumlah kadar zat pemeberat dalam sabun
3.3 Kadar Air
Mengukur kandungan air dalam sabun
3.4 Logam Pelikan
Mengetahui minyak / logam pelikan dalam sabun
3.5 Asam Lemak Bebas
Menentukan kadar asam lemak bebas di dalam sabun yang tidak tersabunkan
pada saat pembuatan sabun
3.6 Alkali Total
Menentukan kadar alkali total didalam sabun sebagai jumlah alkali bebas dan
alkali terikat

IV. DASAR TEORI


Sabun adalah garam logam dari asam lemak dengan logam alkali.
REAKSI UMUM : O
//
RCOOH + LOH  R – C- OL
a) SABUN NATRIUM :
Sabun dibuat dari asam lemak dengan natrium hidroksida
R-COOH + NaOH RCOONa
b) SABUN KALIUM :
Sabun dibuat dari asam lemak dengan kalium hidroksida
R-COOH + KOH  RCOOK
Pada prinsipnya sabun dibuat dengan cara mereaksikan asam lemak dan alkali
sehingga terjadi reaksi penyabunan.
Reaksi pertama : Hidrolisa

Reaksi kedua : Penyabunan


Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung
ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat
non-polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya
rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut
dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel
(micelles), yakni segerombol (50-150) molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya
mengelompok dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke air.
Kegunaan sabun ialah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak
sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat
sabun.
Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat-zat non-
polar, seperti tetesan-tetesan minyak.
Kedua, ujung anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung
anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak-
menolak antara tetes-tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling
bergabung tetapi tetap tersuspensi.
Sabun termasuk dalam kelas umum senyawa yang disebut surfaktan, yakni
senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air. Molekul surfaktan apa saja
mengandung suatu ujung hidrofobik (satu rantai molekul atau lebih) dan suatu ujung
hidrofilik. Porsi hidrokarbon suatu molekul surfaktan harus mengandung 12 atom
karbon atau lebih agar efektif.
Larutan encer sabun selalu terionkan membentuk anion dari alkil karboksilat,
yang aktif sebagai pencuci sehingga sabun alkil natrium karboksilat disebut zat aktif
anion. Gugus RCOO mempunyai sifat ganda, gugus alkil R bersifat hidrofob (menolak
air) sedangkan gugus karboksilat – COO bersifat hidrofil (menarik air).
RCOONa RCOO- + Na+
Larutan sabun selalu trhidrolisa di dalam air sehingga bersifat sedikit alkalis.
Dengan penambahan indikator PP(fenolftalein) selalu berwarna merah muda. Sehingga
dalam waktu bersamaan akan terdapat molekul-moleku RCOONa, RCOOH dan ion-
ion RCOO , OH dan Na+.
RCOONa RCOOH + Na+
Sabun dan asam lemak dapat membentuk :
X RCOOH + Y RCOONa (RCOOH)X (RCOONa)Y
asam – sabun (tidak aktif)
Sabun larut dalam alkohol dan sedikit larut dalam pelarut lemak. Sabun secara
koloidal di dalam air dan bersifat sebagi zat aktif permukaan. R – COOL . Gugus R
sebagi alkil bersifat menolak air (hidrofob) dan gugus – COOL bersifat menarik air
(hidrofil) bila L berupa kation dari Na, K atau NH4. Larutan koloidal akan terbentuk
dengan cepat pada suhu makin tinggi.
Larutan asam akan segera menghidrolisa sabun menjadi asam lemak kembali.
Di dalam air dingin berbentuk gumpalan dan di dalam air panas akan meleleh dan
membentuk lapisan minyak yang jernih di prmukaan larutan asam.
R – COONa + HCl H+ R – COOH + NaCl
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah
trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan
gliserol. Masing – masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan
rantai karbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada lemak
jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi
sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida membebaskan
gliserol.
Sabun adalah hasil reaksi dari asam lemak dengan logam alkali. Hasil
penyabunan tersebut diperoleh suatu campuran sabun, gliserol, dan sisa alkali atau asam
lemak yang berasal dari lemak yang telah terhidrolisa oleh alkali. Campuran tersebut
berupa masa yang kental, masa tersebut dapat dipisahkan dari sabun dengan cara
penggaraman, bila sabunnya adalah sabun natrium, proses pengggaraman dapat
dilakukan dengan menambahkan larutan garam NaCl jenuh. Setelah penggaraman
larutan sabun naik ke permukaan larutan garam NaCl, sehingga dapat dipisahkan dari
gliserol dan larutan garam dengan cara menyaring dari larutan garam. Masa sabun yang
kental tersebut dicuci dengan air dingin untuk menetralkan alkali berlebih atau
memisahkan garam NaCl yang masih tercampur. Sabun kental kemudian dicetak
menjadi sabun batangan atau kepingan dan kepingan. Gliserol dapat dipisahkan dari
sisa larutan garam NaCl dengan jalan destilasi vakum. Garam NaCl dapat diperoleh
kembali dengan jalan pengkistralan dan dapat digunakan lagi.
 Sifat Sabun
 Sabun larut dalam alcohol dan sedikit larut dala pelarut lemak.
Sabun + air  larutan koloid
 Dalam air terlarut secara koloidal dan bersifat surfaktan yang terdiri dari
molekul yang suka air (hidrofil) dan tidak suka air (hidrofob).
 Dalam air sadah (mengandung Ca dan Mg berlebih) mengendap sebagai
sabun kalsium/ natrium.
 Dalam asam, sabun akan terhidrolisa sebagai asam lemak kembali
RCOONa + HCl  RCOOH + NaCl
 Larutan encer sabun terionkan membentuk anion dari alkil karboksilat, yang
aktif sebagai pencuci (ZAP).
 Hidrolisa dalam air bersifat alkali dan terbentuk molekul RCOONa, RCOOH
dan ion-ion RCOO-, OH- dan Na+.
 Panjang rantai alkil akan mempengaruhi sifat fisik sabun seperti derajat
hidrolisa, suhu titer, dan titik keruh. Untuk sabun yang jumlah C-nya 14,15
dan 17.
Analisa sabun dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menentukan
mutu sabun. Analisa ini juga diperlukan untuk mengetahui penggunaan sabun pada
proses basah tekstil secara tepat. Analisa yang dilakukan untuk sabun, yaitu :
a) Kadar Alkali Bebas
Kadar alkali bebas didalam sabun adalah bilangan yang menunjukkan banyaknya
alkali bebas (sebagai NaOH) yang dapat dinetralkan oleh asam. Timbulnya alkali
bebas didalam sabun disebabkan oleh jumlah NaOH yang berlebih pada saat
pembuatan sabun. Metoda yang digunakan dalam analisa penentuan kadar alkali bebas
adalah penetralan alkali dengan asam.
b) Kadar Asam Lemak Bebas
Penyabunan berjalan tidak sempurna sehingga masih terdapat asam lemak.
Banyaknya asam lemak bebas berbanding lurus dengan banyaknya KOH. Asam lemak
bebas adalah bilangan yang menunjukkan banyaknya NaOH yang diperlukan untuk
menetralkan asam lemak bebas di dalam sabun.
c) Kadar Alkali Total
Untuk mengetahui kadar alkali total (sebagai alkali terikat dan alkali bebas) di dalam
sabun dilakukan penetapan kadar alkali total dengan cara penetralan alkali dengan
asam. Prinsipnya adalah menghidrolisa sabun dalam air kemudian mereaksikan alkali
yang terbebas dengan asam.
d) Kadar Lemak Tak tersabunkan
Kadar lemak taktersabunkan adalah bilangan yang menunjukkan banyaknya NaOH
yang diperlukan untuk menyabunkan lemak tak tersabunkan di dalam sabun. Metoda
yang digunakan untuk mengetahui kadar lemak taktersabunkan bemacam-macam,
seperti penyabunkan lemak taktersabunkan oleh alkali pekat (NaOH 0,5 N) dan
pemisahan lemak tak tersabunkan menggunakan eter.
e) Kadar Zat Pemberat
Analisa kadar zat pemberat pada sabun sama dengan cara analisa kadar zat pemberat
pada lemak, yaitu ekstaraksi sabun menggunakan soxhlet.

V. REAKSI
5.1 Asam Lemak Bebas
𝑅𝐶𝑂𝑂𝐻 + 𝐾𝑂𝐻 → 𝑅𝐶𝑂𝑂𝐾 + 𝐻2 𝑂
5.2 Alkali Total
𝑅𝐶𝑂𝑂𝑁𝑎 + 𝐻2 𝑂 → 𝑅𝐶𝑂𝑂𝐻 + 𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁𝑎𝑂𝐻 + 𝐻𝐶𝐿 → 𝑁𝑎𝐶𝐿 + 𝐻2 𝑂

VI. ALAT DAN BAHAN


6.1 Lemak Netral yang Tak Tersabunkan
Alat:
 Neraca analitik
 Pipet
 Erlenmeyer tutup asah
 Penangas air
 Corong pisah
 Piala gelas
 Labu lemak
 Soxhlet
 oven
Bahan:
- Eter
- NaHCO3

6.2 Kadar Zat Pemberat (Filler)


Alat:
 Neraca analitik
 Erlenmeyer 250 mL
 Refluks
 Penangas air
 Kertas saring
 Eksikator
 Oven
 Sabun
Bahan:
- Alkohol

6.3 Kadar Air


Alat:
 Neraca analitik
 Kertas timbnag
 Oven
 eksikator
Bahan:
- Contoh uji

6.4 Logam Pelikan


Alat:
 Tabung reaksi
 Rak tabung
Bahan:
- Contoh uji
- Air suling

6.5 Asam Lemak Bebas


Alat:
 Erlenmeyer
 Buret
 Alat refluks
 Kertas saring
 Pipet tetes
 Pipet ukur
Bahan:
 Alcohol netral
 KOH alkohol 0,1 N
 Indikator PP

6.6 Alkali Total


Alat:
 Erlenmeyer
 Buret
 Alat refluks
 Kertas saring
 Pipet tetes
 Pipet ukur
Bahan:
 HCl 0,5 N
 Indikator MO
VII. CARA KERJA
7.1 Lemak Netral yang Tak Tersabunkan
1) Timbang teliti (empat angka dibelakang koma) 5-10 gram contoh sabun,
larutkan dengan 100 mL NaHCO3 1%
2) Panaskan diatas penangas air, jangan dikocok untuk menghindari busa.
NaHCO3 gunanya untuk menghisap alkali bebas yang mungkin ada. Hal ini
dilakukan agar asam lemak tidak terikat oleh alkali bebas tersebut dan lemak
netralnya tidak disabunkan.
3) Dinginkan sampai suhu kamar, pindahkan seluruh contoh sabun yang sudah
larut kedalam corong pemisah secara kuantitatif. Piala dibilas dengan
NaHCO3 1%.
4) Kedalam corong pemisah masukkan 10 – 20 mL larutan eter lalu dikocok
putar dan biarkan beberapa menit sampai terlihat lapisan pemisah (terpisah.
5) Kemudian dipisahkan.
6) Lapisan bawah yang terdiri dari larutan NaHCO3 1% masukkan kembali
kedalam piala gelas semula, sedangkan lapisan eter masukkan kedalam labu
lemak/labu ekstraksi yang telah diketahui beratnya.
7) Larutan contoh dari NaHCO3 1% dalam piala gelas tersebut dimasukkan
kembali kedalam corong pemisah, tambahkan lagi 10-20mL eter, kocok dan
biarkan dan pisahkan lagi seperti tadi. Diulangi pengerjaan tersebut 3kali
berturut-turut.
8) Larutan eter yang sudah terkumpul disulingkan dengan shoklet.
9) Residu yang tinggal dalam labu lemak kemudian keringkan dalam oven suhu
110 derajat selama 30 menit, dingikan pada eksikator dan timbang sampai
bobot tetap.

7.2 Kadar Zat Pemberat (Filler)


1) Timbang dengan teliti (empat angka dibelakang koma) 1-2 gram contoh sabun,
masukkan kedalam erlenmeyer 250 mL(Erlenmeyer 250 mL).
2) Larutkan dalam 50 – 100 mL alkohol 96%.
3) Refluks dengan menggunakan pendingin tegak diatas penangas air.
4) Sabun dan hidroksida alkali pada sabun akan larut, sedangkan karbonat tidak
akan larut.
5) Bagian yang tidak larut disaring dengan kertas saring yang sudah diketahui
bobotnya.
6) Kertas saring dan residu dikeringkan pada suhu 105OC -110OC selama 1 jam,
masukkan kedalam eksikator lalu timbang sampai bobot tetap.

7.3 Kadar Air


1) Contoh uji sabun dipotong kecil kecil dan dikeringkan pada suhu 105 – 1100C
selama 2 jam, disimpan dalam eksikator dan ditimbang sampai berat tetap ( a
gram)
2) Sabun yang telah kering tersebut dikondisikan didalam ruang standar (
kelembaban RH 65% dan suhu 210C ) selama 4 jam
3) Ditimbang sampai berat tetap ( b gram )

7.4 Logam Pelikan


1) Timbang kira-kira 0,1 – 0,2 gram contoh sabun, dimasukkan dalam tabung
reaksi yang bersih dan kering.
2) Kemudian dilarutkan dengan 2 ml KOH Alkohol 0,5N.
3) Larutan yang terjadi kemudian diencerkan dengan air suling.
4) Berturut-turut diencerkan kembali dengan air suling kurang lebih lima kali
pengenceran.
5) Adanya logam pelikan, menunjukkan kekeruhan pada setiap pengenceran
dengan air. Tidak adanya kekeruhan (jernih) logam pelikan negative.

7.5 Asam Lemak Bebas


1) Timbang dengan teliti (empat angka dibelakang koma) 2-3 gram conotoh,
masukkan dalam Erlenmeyer 250 mL (Erlenmeyer harus kering).
2) Larutkan dalam 25 mL pelarut eter alkohol netral.
3) Tambahkan 1-2 butih batu didih.
4) Didihkan dengan pendingin refluks selama 15-30 menit.
5) Dinginkan sebentar, bubuhi 1-2 tetes indikator PP.
6) Titar dengan KOH Alkohol 0,1000 N samapi warna merah muda.

7.6 Alkali Total


1) Timbang dengan teliti (empat angka dibelakang koma) 0,5-1 gram contoh
sabun, masukkan kedalam erlenmeyer 250 mL.
2) Larutkan dalam 50 mL air suling (air suling panas), sampai seluruh sabun larut
(jangan terlalu dikocok busa sabun mengganggu titik akhir).
3) Bubuhi 2-3 tetes indikator MO.
4) Titar dengan larutan HCl 0,5000 N sampai warna jingga muda.

VIII. DATA PERCOBAAN


8.1. Lemak Netral yang Tak Tersabunkan
Sabun yang digunakan : Sabun kuning NPM 09

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑛𝑒𝑡𝑟𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑎𝑏𝑢𝑛𝑘𝑎𝑛 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

0,0974
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑛𝑒𝑡𝑟𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑎𝑏𝑢𝑛𝑘𝑎𝑛 = 𝑥 100%
2,0066
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑛𝑒𝑡𝑟𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑎𝑏𝑢𝑛𝑘𝑎𝑛 = 4,8533%

8.2. Kadar Zat Pemberat (Filler)


Berat contoh 1 = 1,1778 gram
Berat residu 1 = 0,2025 gram
Berat contoh 2 = 1,2477 gram
Berat residu 2 = 0,2217 gram

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑖𝑠𝑖 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

0,2025
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑖𝑠𝑖 1 = 𝑥 100% = 17,1931%
1,1778
0,2217
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑖𝑠𝑖 2 = 𝑥 100% = 17,7687%
1,2477
17,1931 + 17,7687
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑖𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 17,4809%
2
8.3. Kadar Air
a = 1,0700 gram
b = 0,9964 gram

𝑏−𝑎
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

1,0700 − 0,9964
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
1,0700
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 6,8785%

8.4. Logam Pelikan


Logam pelikan dalam minyak = negatif (-)

8.5. Asam Lemak Bebas


Nalkohol = 0,1 N
BEasam lemak = 200
Berat cotoh uji 1 = 2,2418 gram
Vol titrasi 1 = 2,4 ml
Berat contoh uji 2 = 2,2512 gram
Vol titrasi 2 = 2,6 ml

𝑚𝑙 𝑥 𝑁 𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝑋 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘


𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ (𝑚𝑔)

2,4 𝑥 0,1 𝑋 200


𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 1 = 𝑥 100% = 2,1411%
2241,8 𝑚𝑔
2,6 𝑥 0,1 𝑋 200
𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 2 = 𝑥 100% = 2,3099%
2251,2 𝑚𝑔
2,1411 + 2,3099
𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 2,2255%
2
8.6. Alkali Total
NHCl = 0,5 N
BEKOH = 56,1
Berat contoh uji 1 = 0,7269 gram
Vol titrasi 1 = 4,8 ml
Berat contoh uji 2 = 0,7199 gram
Vol titrasi 2 = 4,7 ml

𝑚𝑙 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐵𝐸 𝐾𝑂𝐻
𝐴𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖 (𝑚𝑔)

4,8 𝑥 0,5 𝑥 56,1


𝐴𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 1 = 𝑥 100% = 18,5225%
726,9
4,7 𝑥 0,5 𝑥 56,1
𝐴𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 2 = 𝑥 100% = 18,3129%
719,9

18,5225 + 18,3129
𝐴𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = 𝑥 100% = 18,4177%
2

8.7. Nilai Sabun & Kadar Sabun


Sabun mengandung asam lemak bebas
𝐴𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑎𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡
𝐴𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡 = 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡 = 18,4177%
𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡 = 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 − 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠
𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡 + 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠
𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 18,4177% + 2,2255%
20,6432%
𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑥 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑢𝑟𝑎𝑡
𝐵𝐸 𝐾𝑂𝐻
20,6432%
𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑥 200
56,1
𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 73,5943%

Nilai sabun bergantung pada :


Kadar asam lemak total = 73,5943% (T3)
Lemak Netral yang Tak Tersabunkan = 4,8533% (diatas 2,50%)
Nilai.mutu sabun akan turun menjadi T4

Kadar Sabun
1) Alkali total : 18,4177%
2) Asam lemak total : 73,5943%
3) Filler : 17,4809%
4) Kadar air : 6,8785%
+
116,3714%

IX. DISKUSI
9.1. Lemak Netral yang Tak Tersabunkan
Pada percobaan kali ini, Penetapan Kadar Lemak Bebas tak Tersabunkan
menggunakan penetapan penyabunan lemak tak tersabunkan dengan alkali.
Dimana, langkah awal percobaan ini adalah menimbang contoh sabun dengan teliti
dan dilarutkan ke dalam NaHCO3 1%. Fungsi NaHCO3 1% disini adalah untuk
mengikat alkali bebas yang mungkin ada di dalam sabun. Hal ini
dilakukan agar asam lemak tidak terikat oleh alkali bebas tersebut dan lemak
netralnya tidak tersabunkan. Setelah dilarutkan dalam NaHCO3 1% , larutan contoh
sabun dipanaskan diatas pemanas. Jika sudah sedikit mendidih, larutan didinginkan
dalam suhu kamar kemudian dipindahkan kedalam corong pemisah dan diberi
larutan Eter. Sedangkan piala gelas bekas larutan contoh sabun tadi dibilang
menggunakan NaHCO3 1%. Mengapa harus dipindahkan ke dalam corong
pemisah? Karena, untuk memisahkan antara larutan Eter dan larutan NaHCO3 1%.
Mengapa harus Eter? Karena, eter berfungsi untuk mengikat asam lemak bebas
yang mungkin ada. Sehingga asam lemak bebas dan alkali bebasnya benar-benar
terpisahkan. Ketika diberi larutan Eter, maka pada corong pemisah akan terlihat
larutan pemisah. Lapisan bawah terdiri atas NaHCO3 1% sedangkan lapisan atas
terdiri dari eter. Lapisan eter dimasukan ke dalam labu lemak yang telah diketahui
bobot tetapnya, sedangkan lapisan NaHCO3 1% dituangkan ke dalam piala gelas
dan dimasukkan kembali ke dalam corong pemisah kemudian kedalam corong
pemisah diberi eter lagi. Hal ini dilakukan hingga 3 kali untuk mengumpulkan
lapisan eter ke dalam labu lemak. Mengapa harus yang mengandung larutan eter
yang dimasukkan ke dalam labu lemak? Karena, yang akan dicari disini adalah
lemak bebas yang tak tersabunkan. Sesuai fungsi eter tadi adalah untuk mengikat
asam lemak bebas yang terdapat didalam sabun.
Kemudian, larutan eter yang sudah terkumpul didalam labu lemak tadi akan
disulingkan menggunakan Soxhlet. Setelah itu, residu yang tertinggal didalam
labu lemak dikeringkan dalam oven dan dimasukkan dalam eksikator kemudian
ditimbang bobot tetapnya. Kita telah mendapatkan berat residunya. Sehingga,
kadar lemak bebas yang tak tersabunkan dapat dihitung menggunakan rumus:

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑛𝑒𝑡𝑟𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑎𝑏𝑢𝑛𝑘𝑎𝑛 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Pada percobaan ini, memungkinkan terjadinya kesalahan yang diperoleh


pada saat percobaan. Kesalahan ini dapat dikarenakan beberapa factor, yaitu
diantaranya adalah saat dipanaskan adanya busa yang mempengaruhi titik akhir.
Oleh karena itu pada saat memanaskan tidak boleh dikocok untuk menghindari
busa. Kemudian, bisa terjadi karena salah menggunakan pelarut eter. Yang
digunakan disini adalah larutan eter, bukan eter alcohol. Karena, jika menggunakan
eter alcohol maka larutan eter alcohol dan larutan NaHCO3 1% tidak akan terpisah.

9.2. Kadar Zat Pemberat (Filler)


Pada percobaan kali ini, percobaan Kadar Zat Pemberat menggunakan cara
penetapan penyaringan secara kuantitatif dimana sebelum melakukan percobaan,
contoh sabun ditimbang teliti kemudian dilarutkan dengan alcohol. Alkohol
digunakan karene sabun larut dalam alcohol. Kemudian, setelah itu larutan contoh
sabun direfluks. Pada umumnya refluks digunakan untuk mensintesis senyawa-
senyawa yang mudah menguap. Maka, pada kondisi tersebut apabila dilakukan
pemanasan teknik biasa maka pelarut akan menguap, sebelum reaksi berjalan
sampai selesai. Prinsip yang digunakan pada teknik Refluks yaitu untuk
mempercepat reaksi pada reaksi organik melalui pemanasan, tanpa mengurangi
volume, sehingga volume awal suatu cairan tidak akan berubah atau sama seperti
kondisi awal (volume awal = volume akhir). Setelah direfluks, maka sabun dan
hidroksida alkali akan larut, sedangkan karbonat yang ada didalam sabun tidak
akan larut. Oleh karena itu, skarbonat yang tidak larut disaring dengan
menggunakan kertas saring yang tentunya kertas saringnya sudah diketahui
bobotnya. Kertas saring dan residu dikeringkan didalam oven pada suhu 105-110˚C
dan dimasukkan kedalam eksikator agar dingin lalu ditimbang hingga bobot tetap.
Dari hasil penimbangan residu, kita dapat mengetahui kadar zat pemberat yang ada
didalam sabun jumlahnya berapa dengan menggunakan rumus:
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Didalam sabun, kadar lemak tidak seharusnya lebih dari 10% jika lebih dari
10% maka sabun bersifat merusak dan kurang baik untuk digunakan. Dalam hal
ini, kadar zat pemberat yang saya dapatkan sekitar 17% . Hasil ini bisa menjadi 2
kemungkinan, kemungkinan pertama adalah sabun yang diuji meman benar-benar
mengandung zat pemberat sebesar 17% yang menandakan sabun bersifat merusak
dan kurang baik untuk digunakan. Kemungkinan kedua adalah kesalahan yang
mungkin terjadi saat praktikum Kesalahan tersebut yaitu kesalahan penimbangan
atau perhitungan dan juga kesalahan dalam penambahan larutan.

9.3. Kadar Air


Pada percobaan penetaoan kadar air ini untuk mengukur kandungan air dan
sabun pada sabun contoh uji. Percobaan ini dilakukan dengan menimbang berat
awal sabun lalu mengeringkan sabun dalam oven agar kandungan airnya
menghilang. Setelah di oven selama 1 jam, timbang kembali saun. Berat akhir
sabun akan berkurang karena air yang ada di dalamnya tela menguap saat berada
di oven.

9.4. Logam Pelikan


Pada percobaan penetapan Minyak/Logam Pelikan ini untuk mengetahui
apakah didalam sabun mengandung logam pelikan atau tidak. Percobaan ini
dilakukan dengan cara melarutkan contoh sabun dengan KOH Alkohol 0,5 N dan
diencerkan menggunakan air suling dan itu dilakukan beberapa kali pengenceran
dengan cara memindahkan larutan contoh sabun yang telah diencerkan ke dalam
tabung reaksi lainnya dan encerkan lagi dengan air suling. Jika terjadi kekeruhan
disetiap pengencerannya, maka contoh sabun dipastikan mengandung logam
pelikan. Berdasarkan praktikum, sabun tidak terjadi kekeruhan yang artinya
sabun tidak mengandung logam pelikan.
9.5. Asam Lemak Bebas

Pada uji kualitatif, larutan contoh sabun yang telah larutkan dalam alkohol
netral dan direfluks ketika ditetesi indikator PP berubah menjadi warna merah
muda, yang mengindikasikan adanya alkali bebas sehingga tidak ada asam lemak
bebas di dalam sabun contoh uji. Ada tiga kemungkinan kandungan dalam suatu
sabun yang bersangkutan dengan alkali bebas dan asam lemak bebas.
Kemungkinan tersebut antara lain :

1) Sabun, gliserol, dan alkali bebas. Hal tersebut terbentuk jika lemak lebih sedikit
dari alkali yang digunakan
2) Sabun, gliserol, dan asam lemak bebas. Hal tersebut terbentuk jika lemak lebih
banyak dari alkali yang digunakan
3) Sabun dan gliserol. Hal tersebut terbentuk jika banyaknya lemak sama dengan
banyaknya alkali yang digunakan.
Jadi, pada contoh sabun B, alkali yang digunakan lebih banyak dibandingkan
dengan banyaknya lemak yang digunakan pada saat proses pembuatan sabun.

9.6. Alkali Total


Pada percobaan kali ini, Penetapan Kadar Alkali Total menggunakan cara
penetapan hidrolisa sabun dalam air dimana contoh sabun sebelumnya ditimbang
teliti terlebih dahulu kemudian dilarutkan dalam air panas. Air panas digunakan
kuntuk memudahkan sabun untuk larut. Karena proses hidrolisa juga harus
menggunakan air panas, maka contoh sabun juga dilarutkan dalam air suling panas,
namun contoh sabun jangan dikocok untuk menghindari terjadinya busa karena
busa sabun mengganggu titik akhir. Kemudian, setelah semua sabun larut maka
larutan contoh sabun diberi indicator MO. Indikator MO digunakan karena
indikator MO bersifat asam, trayek pH nya antara 4-6 agar saat dititar nanti
menggunakan HCl, menandakan apakah larutan telah mencapai titik akhir atau
belum. Saat diberi indicator MO, larutan harus berubah menjadi warna orange.
Jika sudah berwarna orange, maka larutan segera dititar menggunakan HCl 0,5 N.
HCl dengan konsentrasi 0,5N digunakan karena tugas HCl dalam percobaan ini ada
2, yaitu hidrolisa dan penggaraman.
Reaksi yang terjadi:
RCOOK + H2O  RCOOH + KOH
KOH + HCl  KCl + H2O
Saat menitar menggunakan HCl, harus diperhatikan hingga larutan berubah
menjadi berwarna jingga muda. Jangan sampai berlebih, karena jika berlebih, maka
larutan lebih dari mencapai titik ekivalen atau titik akhir kesetimbangan dan pH
titran tidak sama dengan pH titrat. Oleh karena itu, harus hati-hati saat menitar
jangan sampai warna larutan berubah menjadi sedikit merah muda. Didalam sabun,
sabun juga memiliki kadar alkali terikat, kadar alkali terikat ini dapat dicari
menggunakan rumus:
Alkali Terikat = Alkali Total – Alkali Bebas.
Kadar alkali total yang didapatkan seharusnya tidak boleh lebih dari 0,10 %
karena jika lebih dari 0,10 % maka sabun bersifat merusak. Sabun dapat merusak
kulit karena terlalu banyak mengandung alkali, sedangkan kulit sendiri jika terkena
alkali kuat saja akan menjadi iritasi. Dan dari hasil yang saya dapatkan, ternyata
sabun contoh uju mengandung lebih dari 0,10% alkali bebas, itu artinya sabun
bersifat merusak. Kandungan alkali total yang berjumlah lebih dari 0,10 % ini dapat
terjaadi karena beberapa faktor kesalahan.
Kesalahan ini dapat dikarenakan pada saat titrasi, pada saat menitar ternyata
titrasi melewati titik ekivalen atau titik akhir kesetimbangan sehingga
menyebabkan pH titrat dan pH titran menjadi tidak seimbang, dan itu juga sangat
berpengaruh pada hasil perhitungan. Atau bisa saja kandungan alkali total
didalam sabun ini memang berlebih, sehingga sabun tidak cocok digunakan pada
kulit karena sabun ini bersifat merusak dan membahayakan bagi tubuh.
X. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum-praktikum diatas, telah didapatkan hasil sebagai berikut :

PENGUJIAN HASIL
Lemak Netral yang Tak Tersabunkan 4,8533%
Kadar Zat Pemberat (Filler) 17,4809%
Kadar Air 6,8785%
Logam Pelikan Negatif
Asam Lemak Bebas 2,2255%
Alkali Total 18,4177%
Kadar Sabun 116,3714%
Nilai Sabun T4
DAFTAR PUSTAKA

Iriani, Sri, dkk. 2006. Bahan Ajar Praktikum Kimia Zat Pembantu Tekstil. Bandung : Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil.
http://smakmaterpadu3a12.blogspot.co.id/2014/11/laporan-lengkap-nama
hasanuddin-dg.html
http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/10/bilangan-asam-ba-ester-be
penyabunan-bp-iodin-bi--angka.html
http://kimiaterpadusmakma20143b23.blogspot.co.id/2014/10/laporan-penentuan
bilangan-penyabunan.html
http://kafekimia.blogspot.co.id/2009/03/batudidih.html
http://organiksmakma3d19.blogspot.com/2013/03/analisa-sabun.html
http://gerbangtau.blogspot.com/2011/10/asam-lemaklemak.html

Anda mungkin juga menyukai