Anda di halaman 1dari 9

REFERAT

PANIC ATTACK

Oleh:

Masita Rahman

201410330311080

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2018
BAB 1

PENDAHULUAN

Gangguan cemas panik adalah salah satu gangguan jiwa yang paling sering

ditemukan pada populasi umum. Lebih dari 30 juta orang di Amerika Serikat

menderita kondisi ini. Data epidemiologi menunjukkan prevalensinya pada wanita

lebih besar dua sampai tiga kali daripada pria.

Gangguan cemas panik diawali serangan panik yang terjadi beberapa kali

dalam satu hari. Kondisi lebih lanjut gangguan ini dapat mengarah ke agorafobia,

suatu kondisi kecemasan berada di tempat terbuka karena ketakutan akan

ditinggalkan, tidak berdaya atau merasa tidak ada yang menolong bila serangan

panik datang.1

Kondisi gangguan cemas panik sering disalahartikan sebagai suatu kondisi

sakit fi sik karena gejala-gejalanya adalah gejala fi sik terutama yang melibatkan

sistem saraf autonom, baik simpatis dan parasimpatis. Tidak heran biasanya

pasien dengan gangguan ini akan terlebih dahulu datang ke dokter non-spesialis

psikiatri. Pada makalah ini, akan dibahas secara menyeluruh suatu contoh kasus

gangguan panik beserta tata laksananya dalam bentuk laporan kasus lengkap.1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Demam Berdarah Dengue

2.1 Definisi

Gangguan panik ditandai dengan adanya serangan panik yang tidak diduga

dan spontan yang terdiri atas periode rasa takut yang intens dan bervariasi

dari sejumlah serangan sepanjang hari sampai hanya sedikit serangan

selama satu tahun. Serangan panik sering disertai agoraphobia, yaitu rasa

takut sendirian ditempat umum (seperti supermarket) terutama tempat yang

sulit untuk keluar dengan cepat saat terjadi serangan panik.3

2.2 Etiologi

 Faktor biologis
 Zat yang mencetuskan panik
 Faktor genetik
 Faktor psikososial
 Teori perilaku kognitif
 Teori psikoanalitik3
2.3 Manifestasi Klinis

Serangan panik yang pertama sering benar-benar spontan walaupun

serangan panik kadang-kadang mengikuti kegairahan, kerja fisik, aktivitas

seksual atau trauma emosi sedang. Menurut DSM IV TR menekankan

bahwa setidaknya serangan pertama harus tidak diduga untuk memenuhi

kriteria diagnostik gangguan panik. Klinisi harus berupaya untuk

mendapatkan setiap kebiasaan yang mendahului serangan panik pasien.

Aktivitas tersebut dapat mencakup penggunaan kafein, alkohol, nikotin atau

zat lain, pola tidur atau makanan yang tidak biasa, dan situasi lingkungan
tertentu seperti pencahayaan yang berlebihan. Serangan sering dimulai

dengan periode meningkatnya gejala dengan cepat selama 10 menit. Gejala

mental utama adalah rasa takut yang ekstrim dan rasa kematian serta ajal

yang mengancam. Pasien biasanya tidak mampu menyebutkan sumber rasa

takutnya, mereka menjadi bingung dan memiliki masalah konsentrasi.

Tanda fisik sering mencakup takikardi, palpitasi, dispneu, dan berkeringat.

Pasien sering mencoba pergi untuk mencari pertolongan. Serangan biasanya

bertahan 20-30 menit jarang lebih dari 1 jam. Pemeriksaan status mental

formal selama serangan panik dapat mengungkapkan adanya perenungan,

kesulitan bicara dan gangguan memori. Pasien dapat mengalami depresi

atau depersonalisasi selama serangan. Gejala dapat hilang segera atau

bertahap. Diantara serangan pasien dapat memiliki ansietas antisipatorik dan

gangguan ansietas menyeluruh mungkin sulit, walaupun pasien gangguan

nyeri dengan ansietas antisipatorik mampu menyebutkan fokus ansietas

mereka.1

Kekhawatiran somatik akan kematian akibat masalah jantung atau

pernapasan dapat menjadi fokus utama perhatian pasien selama serangan

panik. Pasien dapat meyakini bahwa palpitasi dan nyeri dada menunjukkan

bahwa mereka akan mati. Sebanyak 20% pasien benar-benar mengalami

episode sinkop selama serangan panik. Pasien dengan agorafobia

menghindari situasi di saat sulit mendapat bantuan. Lebih suka ditemani

kawan atau anggota keluarga di tempat tertentu, seperti jalan yang ramai,

toko yang padat, ruang tertutup (seperti terowongan, jembatan, lift),

kendaraan tertutup (seperti kereta bawah tanah, bus, dan pesawat terbang).
Mereka menghendaki ditemani setiap kali harus keluar rumah. Perilaku

tersebut sering menyebabkan konflik perkawinan dan keliru didiagnosis

sebagai masalah primer. Pada keadaan parah mereka menolak keluar rumah

dan mungkin ketakutan akan menjadi gila. Gejala depresif sering kali

ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, dan pada beberapa pasien

suatu gangguan depresif ditemukan bersama-sama dengan gangguan panik.

Penelitian telah menemukan bahwa risiko bunuh diri selama hidup pada

orang dengan gangguan panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang

tanpa gangguan mental

2.4 Diagnosis

Kriteria diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Panik dengan


Agoraphobia1
A. Mengalami (1) dan (2):
(1) Serangan panik berulang tidak diduga
(2) Sedikitnya satu serangan telah diikuti selama satu bulan atau lebih oleh
salah satu atau lebih hal berikut:
a. Kekhawatiran menetap akan mengalami serangan tambahan
b. Khawatir akan akibat atau konsekuensi serangan (contoh hilang
kendali, serangan jantung, menjadi gila)
c. Perubahan perilaku bermakna terkait serangan
B. Adanya agoraphobia
C. Serangan panik tidak disebabkan efek fisiologis langsung zat
(penyalahgunaan obat, pengobatan) atau keadaan medis umum
(hipertiroidisme)
D. Serangan panik tidak dapat dimasukkan kedalam gangguan jiwa lain,
seperti fobia sosal, fobia spesifik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan
stress pasca trauma atau gangguan ansietas perpisahan

Kriteria diagnostik DSM-IV-TR Agoraphobia1


Catatan: Agorafobia bukan merupakan gangguan yang dapat diberi kode. Buatlah
kode gangguan spesifik saat terjadinya agorafobia (misalnya, gangguan panik dengan
agorafobia atau agorafobia tanpa riwayat gangguan panik).
A. A. Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dari mana kemungkinan sulit
meloloskan diri (atau merasa malu) atau tidak ada pertolongan saat mengalami
serangan panik dengan predisposisi situasional atau tidak terduga atau gejala mirip
panik. Rasa takut agorafobik biasanya mengenai kumpulan situasi karakteristik
seperti di luar rumah sendirian; berada di tempat ramai atau berdiri di sebuah barisan;
berada di atas jembatan; atau bepergian dengan bis, kereta, atau mobil.
Catatan: Pertimbangkan diagnosis fobia spesifik jika penghindaran adalah terbatas
pada satu atau hanya beberapa situasi spesifik, atau fobia sosial jika penghindaran
terbatas pada situasi sosial.
B. B. Situasi dihindari (misalnya, jarang bepergian) atau jika dilakukan adalah dilakukan
dengan penderitaan yang jelas atau dengan kecemasan akan mendapatkan serangan
panik atau gejala mirip panik, atau perlu didampingi teman.
C. C. Kecemasan atau penghindaran fobik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan
mental lain, seperti fobia sosial (misalnya, penghindaran terbatas pada situasi sosial
karena rasa takut terhadap situasi tertentu seperti di elevator), gangguan obsesif-
kompulsif (misalnya, menghindari kotoran pada seseorang dengan obsesi tentang
kontaminasi), gangguan stres pascatraumatik (misalnya, menghindari stimuli yang
berhubungan dengan stressor yang berat), atau gangguan cemas perpisahan (misalnya,
menghindari meninggalkan rumah atau sanak saudara).

Pedoman Diagnostik menurut PPDGJ-III2


F40.0 Agorafobia
Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti :
a. Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain
seperti misalnya waham atau pikiran obsesif;
b. Anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutama terjadi dalam hubungan
dengan) setidaknya dua dari situasi berikut: banyak orang/keramaian, tempat
umum, bepergian keluar rumah, dan bepergian sendiri; dan
c. Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang
menonjol (penderita menjadi “house-bound”)
Karakter kelima : F40.00 = Tanpa gangguan panik
F40.01= Dengan gangguan panik

2.5 Penatalaksanaan2

Psikofarmaka

 benzodiazepin (didahulukan sebelum antidepresan dan tappering off

setelah 2 minggu-1 bulan)


- Alprazolam 2x0,5-1 mg

- Clobazam 2x5-10

 Antidepresan

- SSRI : Fluoxetin 1x20-40 mg, sertaline 1x50-100 mg

- Trisiklik : Amitriptilyne 2x25 mg, Imimpramine 2x25 mg

 Psikoterapi CBT dan manipulasi lingkungan

Psikoterapi Pendekatan psikoterapi sesuai dengan pendekatan dinamik (Karen

Horney) berupa reorganizing dan redirecting menuju real self. Caranya dengan

menggunakan pendekatan terapi perilaku dan kognitif.

Psikoterapi dengan teknik terapi kognitif dan perilaku terbagi atas berbagai

langkah:

• Membangun dan membina rapport dan empati.

• Mempersiapkan pasien dalam terapi: menilai motivasi pasien, menjelaskan

tujuan terapi dan cara pendekatan terapi, membuat kontrak terapi.


BAB 3

KESIMPULAN

Gangguan cemas panik adalah salah satu gangguan jiwa yang paling sering

ditemukan pada populasi umum. Lebih dari 30 juta orang di Amerika Serikat

menderita kondisi ini. Data epidemiologi menunjukkan prevalensinya pada wanita

lebih besar dua sampai tiga kali daripada pria.

Serangan panik yang pertama sering benar-benar spontan walaupun

serangan panik kadang-kadang mengikuti kegairahan, kerja fisik, aktivitas seksual

atau trauma emosi sedang.

Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis yang benar dan

mengindetifikasi keluhan pasien dengan DSM 5 dan PPDGJ III serta melakukan

penalataksanaan dengan memberikan obat golongan benzodiazepin dan SSRI

dengan tambahan psikoterapi CBT dan manipulasi lingkungan


DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Sadock. 2010. Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Psikiatri

Klinis Edisi 10. Alih bahasa: Widjaja Kusuma. Jawa Barat: Binarupa

Aksara

2. Maslim, R. Buku Saku Diagnosis Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ

III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Unika Atmajaya: Jakarta. 2003

3. Selti Rosani, Diatri Hervita, 2014, Gangguan Neurotik (F4), Kapita

Selekta FKUI.

Anda mungkin juga menyukai