Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
“PENDIDIAN PANCASILA”

Dosen Pengampu:
ZULVA ISMAWATI M.Pd. (MD 5)

Disusun Oleh :

ALFI MARDHIYATUS STANIYAH (12304183004)


DEWI LARASATI BINARI (12304183002)

JURUSAN BAHASA DAN SATRA ARAB (BSA-1A)


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI IAIN TULUNGAGUNG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Pancasila
Sebagai Sistem Filsafat" dengan tepat waktu, sebagai salah satu bahan kajian pada tugas dari
mata kuliah Pendidikan Pancasila yang semoga bermanfaat bagi penulis khususnya dan untuk
pembaca pada umumnya.

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Agung
Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari zaman Jahiliyah menuju zaman yang
terang benderang yaitu agama Islam.
Dengan terselesaikanya pembuatan makalah ini, kami tidak lupa mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Dr. Maftuhin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Tulungagung.
2. Dr. Akhmad Rizqon Khamami, Lc., M.A. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Dakwah..
3. Ibu Zulva Ismawati M.Pd. (Md 5) selaku Dosen Pengampu.
4. Orang tua yang selalu mendukung penulis.
Makalah ini disusun agar penulis sendiri dan pembaca dapat memperluas pengetahuan
tentang pancasila sebagai sistem filsafat yang penulis sajikan berdasarkan referensi dan
informasi dari berbagai sumber.
Akhirnya penulis menyadari bahwa karya ini bukanlah merupakan proses akhir dari
sebuah penulisan. Tetapi merupakan langkah awal yang masih banyak memerlukan
perbaikan. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan
informasi bagi semua pihak yang berkepentingan.

Tulungagung, 30 September 2018


Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 3

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 3


B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 3
C. Tujuan Makalah ..................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 4

A. Pengertian Sistem................................................................................................... 4
B. Pengertian Filsafat ................................................................................................. 4
C. Pengertian Filsafat Ilmu ......................................................................................... 7
D. Pengertian dan Landasan Ontologis, Epistemologis, Aksiologis .......................... 9
E. Pengertian Sistem Filsafat..................................................................................... 14
a) Karakteristik Sistem Filsafat Pancasila ............................................................ 14
b) Kesatuan sila-sila pancasila sebagai satu kesatuan yang sistematis, hirearkis,
dan logis .......................................................................................................... 14

BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 18

A. Kesimpulan ........................................................................................................... 18
B. Saran ..................................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan bangsa Indonesia, diakui bahwa nilai-nilai pancasila adalah
falsafah hidup atau pandangan yang berkembang dalam sosial-budaya Indonesia.
Nilai pancasila dianggap nilai dasar dan puncak atau sari dari budaya bangsa. Oleh
karena itu, nilai ini diyakini sebagai jiwa dan kepribadian bangsa. Dengan
mendasarnya nilai ini dalam menjiwai dan memberikan indentitas, maka pengakuan
atas kedudukan pancasila sebagai falsafah adalah wajar.

Pancasila sebagai system filsafat adalah merupakan kenyataan pancasila


sebagai kenyataan yang obyektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada pancasila
sendiri terlepas dari sesuatu yang lain atau terlepas dari pengetahuan orang.
Kenyataan obyekrif yang ada dan terletak pada pancasila, sehingga pancasila
sebagai suatu system filsafat bersifat khas dan berbeda dalam system-sistem filsafat
yang lain. Hal ini secara ilmiah disebut sebagai filsafat secara obyektif. Dan untuk
mendapatkan makna yang lebih mendalam dan mendasar, kita perlu mengkaji nilai-
nilai pancasila dari kajian filsafat secara menyeluruh.

B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian sistem?
b. Apa pengertian filsafat dan filsafat ilmu?
c. Apa pengertian ontology, epistemology, aksilogi?
d. Bagaimana sistem filsafat pancasila?
C. Tujuan Makalah
a. Mengetahui pengertian sistem.
e. Mengetahui pengertian filsafat dan filsafat ilmu.
b. Mengetahui pengertian ontology, epistemology, aksilogi.
f. Mengetahui sistem filsafat pancasila.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem

Sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling


bekerja sama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu
kesatuan yang utuh. Sistem lazim nya memiliki ciri-ciri: 1) Suatu kesatuan bagian-
bagian; 2) Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri; 3) Saling
berhubungan dan saling ketergantungan; 4) Keseluruhannya dimaksudkan untuk
mencapai tujuan tertentu atau tujuan sistem; dan 5) Terjadi dalam suatu lingkungan
yang kompleks (shore dan voich dalam kaelan, 2002: 154-155).

Sistem dapat juga diartikan suatu kesatuan bagian-bagian yang saling


berhubungan, saling bekerja sama untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yang utuh. Ali(1996:950) mengartikan sistem sebagai: 1.
Perangkat unsur yang secara teratur saling beraitan sehingga membentuk totalitas; 2.
Susunan yang teratur dari pandangan, teoro, asas dsb; dan 3. Metode. 1

B. Pengertian Filsafat
Istilah filsafat berasal dari bahasa yunani, bahasa yunani lah yang mula mula
berfilsafat seperti lazimnya di pahami orang sampai sekarang. Kata ini bersifat
majemuk, berasal dari kata “philos”yang berarti “sahabat” dan kata “shopia” yang
berarti “pengetahuan yang bijaksana (wished) dalam bahasa Belanda, atau wisdom
kata inggris, dan hikmat menurut kata Arab.maka philosophia menurut arti katanya
berarti cinta pada pengetahuan yang bijaksana,olehkarena itu
mengusahakannya.(Gazalba,1977).jadi terdapat sedikit perbedaan arti ,di satu pihak
menyatakan bahwa filsafat merupakan bentuk majemuk dari “philein” dan
shopos”,(Nasution1973) di lain pihak filsafat di nyatakan dalam bentuk majemuk dari
“philos” dan “shopia” (Gazalba,1977), namun secara nemantis mengandung makna
yang sama.

1
Tukiran Taniredja, Dkk., Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa, (Bandung: Alfabeta, 2015),
hlm. 56-57.

4
Filsafat bermakna juga sebagai pemikiran fundamental dan monumental
manusia untuk mencari kebenaran hakiki (hikmat, kebijaksanaan); karenanya
kebenaran ini diakui sebagai nilai kebenaran terbaik, yang dijadikan pandangan hidup
(falsafat hidup, weltanscahuuang). Berbagai tokoh filosof dari berbagai bangsa
menemukan dan merumuskan sistem filsafat sebagai ajaran terbaik mereka, yang
dapat berbeda antar ajaran filosof. Karena itulah berkembang berbagai aliran filsafat,
yaitu: materialisme, idealisme, spiritualisme, realisme dan berbagai aliran moderen:
rasionalisme, humanisme, individualisme, liberalisme-kapitalisme, marximisme-
komunisme, sosialisme.
Secara umum filsafat merupaka hasil dari pemikiran manusia yang kritis dan
radikal, mendalam,s ampai pada intinya yang membahas secara menyeluruh “pada
hakikat nya” untuk mencapai kebenaran yang sesuai dengan kenyataan. Hakikat
adalah sesuatu hal yang adanya terlepas dari hal yang lain, adanya menurut dirinya
sendiri, tidak terikat oleh ruang.waktu,keadaan, serta sifatnya tidak boleh berubah.
Secara umum filsafat berfungsi memberikan jawaban kepada kita tentang
hakikat terdasar dari segala sesuatu. Pemahaman tentang hakikat terdasar dari segala
sesuatu ini amat penting agar kita tidak keliru dalam menilai keadaan serta dalam
menentukan kebijaksanaan yang akan kita tempuh (moerdiono,1991-401). 2

Cabang cabang filsafat yang pokok meliputi :

Menurut Harry Hamersma membagi cabang-cabang filsafat menjadi empat,


yakni :

1. Filsafat tentang pengetahuan :


a. Epistimologi
b. Logika
c. Kritik Ilmu
2. Filsafat tentang kenyataan menyeluruh :
a. Metafisika umum (ontologi)
b. Metafisika khusus
• teologi metafisika
• anthropologi
• kosmologi

2
Ibid., hlm.53-55.

5
3. Filsafat tentang tindakan :
a. Etika
b. Estetika
4. Sejarah filsafat.
Disamping itu, menurut The Liang Gie, filsafat dibagi menjadi :
A. Metafisika, yang membahas tentang hal-hal yang bereksestiensi di balik fisis
yang meliputi bidang 1)ontology , membicarakan teori sifat dasar dan ragam
kenyataan; 2)kosmologi membicarakan tentang teori umum dan ragam
kenyataan; 3)Antropologi
B. Epistemologi, adalah pikiran-pikiran dengan hakikat pengetahuan atau
kebenaran.
C. Metodologi, adalah ilmu yang membicarakan cara atau jalan untuk
memperolehpengetahuan.
D. Logia,adalah membicarakan tentang aturan aturan berpikir agar dapat
mengambil kesimpulan yang benar.
E. Etika, membicarakan hal –hal yang berkaitan dengan tingkah laku manusia
tentang baik buruk.
F. Estetika,membicarakan hal – hal yang berkaitan dengan hakikat keindahan-
kejelekan. 3

C. Pengertian Filsafat Ilmu


Filsafat ilmu adalah telaah kefilsafatan yang ingin menjawab
pertanyaanmengenai hakikat ilmu, baik ditinjau dari sudut ontologis, epistemologis,
maupun aksiologis yang dilakukanmelalui proses dialektika secara mendalam
(radic)yang sistematis dan bersifat spekulatif. Rosenberg (2003), mengatakan dalam
filsafat ilmu dibagi dalm dua pertanyaan utama. Pertama, pertanyaan tentang ilmu:
fisika, biologi, sosial, dan budaya. Kedua,pertanyaan tentang mengapa ilmu tidak
dapat menjawabpertanyaan yang pertama,yani tentang ilmuitu sendiri. Dari uraian
iniada dua buah konsep filsafat ilmu yang senantiasa dipertanyakan, yakni tentang apa
dan bagaimana.Apa itu ilmu dan bagaimana ilmu itu disusundan dikembangkan?

3
Nur A. Fadhil Lubis, Pengantar Filsafat Ilmu, (Medan: Perdana Publishing, 2015), hlm. 13-15.

6
Pertanyaan inilah yang dijawab secara mendasar dalam filsafat ilmu hingga
menemukan suatu jawaban yang lahir dari proses dialektika berpikir.
Pemikiran filsafat termasuk filsafat ilmu berkembang sangat cepat, Solihin
(2007) menguraikan proses filsafat dimulai dari demitologisasi menuju gerakan
logosentrisme. Demitologisasi ini disebabkan oleh arus besar gerakan rasionalisme,
empirisme, dan positivisme, yang dipelopori oleh para pakar dan pemikir
kontemporeryang akhirnya mengantarkan kehidupan manusia pada tatanan era
modernitas yang berbasis pada pengetahuan ilmiah.Setelah adanya demitplogisasi
oleh para pemikir ilmu alam (fisika) yang memosisikan pengetahuan ilmu alam
merupakan "a higher level of knowledge", maka dari sini lahirlah filsafat ilmu sebagai
lanjutan dari pengembangan filsafat umum.
Tetapi ada hal yang mendasar yang memberikan perbedaan antara filsafat dan
ilmu, yaitu dari sisi sudut pandang pembahasan. Ilmu melihat objek cukup dalam
tetapi tidak sedalam filsafat yang radikal, filsafat membahas objek sedalam-dalamnya.
Contoh, apabila ilmu bertanya tentang bagaimana dan apa sebabnya? Maka filsafat
lebih dari itu, ia bertanya apa itusesungguhnya (esensinya)? Dari mana awalnya? Dan,
kemana akhirmya? Jika ilmu dalam membahas objek kajian hanya berdasarkan
pengalaman, maka filsafat mempertanyakan pengalaman itu sendiri. Oleh karena
itulah, muculnya penggabungan kedua istilah menjadi filsafat ilmu, yang bermaksud
mempertanyakan ilmu itu sendiriyang tentunyamempunyai kajian yang mendalam.
Filsafat ilmu yaitu bagian dari epistemologi yang secara spesifik mengkaji
hakikat il,u. Di sisi lain dikatakan, bahwa filsafat ilmu merupakann penelaahan secara
filsafat terhadap beberapa pertanyaan mendasar akan hakikat ilmun itu sendiri, dan
pendapat-pendapat itu tentu saja pada akhirnya memiliki keterkaitan sehingga
menjadikan persoalan semakin mudah untuk memahaminya.
Dari pengertian diatas, makan filsafat ilmu secara umum dapar dipahami dari
dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses
keilmuan.Sebagai suatu dispilin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu
filsafat yang membicarakan objek khusus, yaitu ilmu pengetahuan yang memiliki sifat
dan karakteristik tertentu hampir sama dengan filsafat pada umumnya. Sementara itu,
filsafat ulmu sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan merupakan kerangka
dasar dariproses keilmuan itu sendiri. Secara sederhana, filsafat dapat diartikan
sebagai berpikir menurut tata tertib dengan bebas dan sedalam-dalamnya sehingga

7
sampai kedasar suatu persoalan, yakni berpikir yang mempunyai ciri-ciri khusus
seperti analitis, pemahaman deskriptif, evaluatif, interpretatif dan spekulatif. 4
Banyak pengertian yang dapat dipahami tentang filsafat ilmu, diantaranya
sebagaimana yang dikemukakan oleh beragam pendapat dari para pakar sebagai
berikut :
1. Robet Ackerman
Filsafat ilmu dalam satu segi adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-
pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap pendapat-pendapat
lampau yang telah di buktikan atau dalam kerangka ukuran ukuran yang di
kembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu demikian
bukan suatu cabang yang bebas dari praktek ilmiah senyatanya.
2. Peter Caws
Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat yang mencoba berbuat bagi ilmu apa
yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia.
3. Lewis White Beck
Filsafat ilmu adalah mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran
ilmiah serta mencoba menetapkan nilai dan penting nya usaha ilmiah sebagai suatu
keseluruhan.
4. John Macmurry
Filsafat ilmu terutama bersangkutan dengan pemeriksaan kritis terhadap
pandangan-pandangan umum, prasangka-prasangka alamiah yang terkadang dalam
asumsi-asumsi ilmu atau yang berasal dari ke asyikan dengan ilmu. 5
D. Pengertian dan Landasan Ontologis, Epistemologis, Aksiologis
1. Pengertian Ontologis Filsafat Pancasila.
Pernahkah Anda mendengar istilah ”ontologi”? Ontologi menurut Aritoteles
merupakan cabang filsafat yang membahas tentang hakikat segala yang ada secara
umum sehingga dapat dibedakan dengan disiplin ilmu-ilmu yang membahas
sesuatu secara khusus. Ontologi membahas tentang hakikat yang paling dalam dari
sesuatu yang ada, yaitu unsur yang paling umum dan bersifat abstrak, disebut juga
dengan istilah substansi. Inti persoalan ontologi adalah menganalisis tentang
substansi (Taylor, 1955: 42). Substansi menurut Kamus Latin – Indonesia, berasal
dari bahasa Latin “substare” artinya serentak ada, bertahan, ada dalam kenyataan.

4
Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 20-23.
5
Ibid., hlm. 23-24.

8
Substantialitas artinya sesuatu yang berdiri sendiri, hal berada, wujud, hal wujud
(Verhoeven dan Carvallo, 1969: 1256).
Ontologi menurut pandangan Bakker adalah ilmu yang paling universal karena
objeknya meliputi segala-galanya menurut segala bagiannya (ekstensif) dan
menurut segala aspeknya (intensif) (Bakker, 1992: 16). Lebih lanjut, Bakker 149
mengaitkan dimensi ontologi ke dalam Pancasila dalam uraian berikut. Manusia
adalah makhluk individu sekaligus sosial (monodualisme), yang secara universal
berlaku pula bagi substansi infrahuman, manusia, dan Tuhan. Kelima sila Pancasila
menurut Bakker menunjukkan dan mengandaikan kemandirian masing-masing,
tetapi dengan menekankan kesatuannya yang mendasar dan keterikatan dalam
relasi-relasi. Dalam kebersamaan itu, sila-sila Pancasila merupakan suatu hirarki
teratur yang berhubungan satu sama lain, tanpa dikompromikankan otonominya,
khususnya pada Tuhan. Bakker menegaskan bahwa baik manusia maupun
substansi infrahuman bersama dengan otonominya ditandai oleh ketergantungan
pada Tuhan Sang Pencipta. Ia menyimpulkan bahwa segala jenis dan taraf
substansi berbeda secara esensial, tetapi tetap ada keserupaan mendasar (Bakker,
1992: 38).
Landasan ontologis Pancasila artinya sebuah pemikiran filosofis atas hakikat
dan raison d’etre sila-sila Pancasila sebagai dasar filosofis negara Indonesia. Oleh
karena itu, pemahaman atas hakikat sila-sila Pancasila itu diperlukan sebagai
bentuk pengakuan atas modus eksistensi bangsa Indonesia. Sastrapratedja (2010:
147--154) menjabarkan prinsip-prinsip dalam Pancasila sebagai berikut: (1) Prinsip
Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan pengakuan atas kebebasan beragama,
saling menghormati dan bersifat toleran, serta menciptakan kondisi agar hak
kebebasan beragama itu dapat dilaksanakan oleh masing-masing pemeluk agama.
(2). Prinsip Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mengakui bahwa setiap orang
memiliki martabat yang sama, setiap orang harus diperlakukan adil sebagai
manusia yang menjadi dasar bagi pelaksanaan Hak Asasi Manusia. (3). Prinsip
Persatuan mengandung konsep nasionalisme politik yang menyatakan bahwa
perbedaan budaya, etnis, bahasa, dan agama tidak menghambat atau mengurangi
partsipasi perwujudannya sebagai warga negara kebangsaan. Wacana tentang
bangsa dan kebangsaan dengan berbagai cara pada akhirnya bertujuan menciptakan
identitas diri bangsa Indonesia. (4). Prinsip Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan mengandung makna

9
bahwa sistem demokrasi diusahakan ditempuh melalui proses musyawarah demi
tercapainya mufakat untuk menghindari dikotomi mayoritas dan minoritas. (5).
Prinsip Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia sebagaimana yang
dikemukakan Soekarno, yaitu didasarkan pada prinsip tidak adanya kemiskinan
dalam negara Indonesia merdeka, hidup dalam kesejahteraan (welfare state).
2. Pengertian Epistemologis Filsafat Pancasila
Pernahkah Anda mendengar istilah “epistemologi”? Istilah tersebut terkait
dengan sarana dan sumber pengetahuan (knowledge). Epistemologi adalah cabang
filsafat pengetahuan yang membahas tentang sifat dasar pengetahuan,
kemungkinan, lingkup, dan dasar umum pengetahuan (Bahm, 1995: 5).
Epistemologi terkait dengan pengetahuan yang bersifat sui generis, berhubungan
dengan sesuatu yang paling sederhana dan paling mendasar (Hardono Hadi, 1994:
23). Littlejohn and Foss menyatakan bahwa epistemologi merupakan cabang
filosofi yang mempelajari pengetahuan atau bagaimana orang-orang dapat
mengetahui tentang sesuatu atau apa-apa yang mereka ketahui. Mereka
mengemukakan beberapa persoalan paling umum dalam epistemologi sebagai
berikut: (1) pada tingkatan apa pengetahuan dapat muncul sebelum pengalaman?
(2) pada tingkatan apa pengetahuan dapat menjadi sesuatu yang pasti? (Littlejohn
and Foss, 2008: 24).
Problem pertama tentang cara mengetahui itu ada dua pendapat yang
berkembang dan saling berseberangan dalam wacana epistemologi, yaitu
rasionalisme dan empirisisme. Kaum rasionalis berpandangan bahwa akal
merupakan satu-satunya sarana dan sumber dalam memperoleh pengetahuan
sehingga pengetahuan bersifat a priori. Empirisisme berpandangan bahwa
pengalaman inderawi (empiris) merupakan sarana dan sumber pengetahuan
sehingga pengetahuan bersifat a posteriori. Pancasila sebagaimana yang sering
dikatakan Soekarno, merupakan pengetahuan yang sudah tertanam dalam
pengalaman kehidupan rakyat Indonesia sehingga Soekarno hanya menggali dari
bumi pertiwi Indonesia. Namun, pengetahuan dapat muncul sebelum pengalaman,
dalam kehidupan bangsa Indonesia, yakni ketika menetapkan Pancasila sebagai
dasar negara untuk mengatasi pluralitas etnis, religi, dan budaya. Pancasila diyakini
mampu mengatasi keberagaman tersebut sehingga hal tersebut mencerminkan
tingkatan pengetahuan yang dinamakan a priori.

10
Problem kedua tentang pada tingkatan apa pengetahuan dapat menjadi sesuatu
yang pasti berkembang menjadi dua pandangan, yaitu pengetahuan yang mutlak
dan pengetahuan yang relatif. Pancasila dapat dikatakan sebagai pengetahuan yang
mutlak karena sifat universal yang terkandung dalam hakikat sila-silanya, yaitu
Tuhan, manusia, satu (solidaritas, nasionalisme), rakyat, dan adil dapat berlaku di
mana saja dan bagi siapa saja. Notonagoro menamakannya dengan istilah Pancasila
abstrak-umum universal. Pada posisi yang lain, sifat relatif pengetahuan tentang
Pancasila sebagai bentuk pengamalan dalam kehidupan individu rakyat Indonesia
memungkinkan pemahaman yang beragam, meskipun roh atau semangat
universalitasnya tetap ada. Notonagoro menyebutnya dengan pelaksanaan
Pancasila umum kolektif dan singular konkrit. (Bakry, 1994: 45).
Landasan epistemologis Pancasila artinya nilai-nilai Pancasila digali dari
pengalaman (empiris) bangsa Indonesia, kemudian disintesiskan menjadi sebuah
pandangan yang komprehensif tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Penjabaran sila-sila Pancasila secara epistemologis dapat diuraikan
sebagai berikut. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa digali dari pengalaman kehidupan
beragama bangsa Indonesia sejak dahulu sampai sekarang. Sila Kemanusiaan Yang
Adil dan Beradab digali dari pengalaman atas kesadaran masyarakat yang ditindas
oleh penjajahan selama berabad-abad. Oleh karena itu, dalam alinea pertama
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan bahwa penjajahan itu tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan. Sila Persatuan Indonesia digali dari pengalaman atas kesadaran
bahwa keterpecahbelahan yang dilakukan penjajah kolonialisme Belanda melalui
politik Devide et Impera menimbulkan konflik antarmasyarakat Indonesia. Sila
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan digali dari budaya bangsa Indonesia yang sudah
mengenal secara turun temurun pengambilan keputusan berdasarkan semangat
musyawarah untuk mufakat. Misalnya, masyarakat Minangkabau mengenal
peribahasa yang berbunyi ”Bulek aie dek pambuluh, bulek kato dek mufakat”,
bulat air di dalam bambu, bulat kata dalam permufakatan. Sila Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia digali dari prinsip-prinsip yang berkembang dalam
masyarakat Indonesia yang tercermin dalam sikap gotong royong.
3. Pengertian Aksiologis Pancasila

11
istilah “aksiologis” terkait dengan masalah nilai (value). The study of the
theory of values is axiology (Gr. Axios, of like value + logos, theory). Pure
axiology is the study of values of all types. (Hunnex, 1986: 22). Frondizi (2001:7)
menegaskan bahwa nilai itu merupakan kualitas yang tidak real karena nilai itu
tidak ada untuk dirinya sendiri, ia membutuhkan pengemban untuk berada.
Littlejohn and Foss mengatakan bahwa aksiologi merupakan cabang filosofi
yang berhubungan dengan penelitian tentang nilai-nilai. Salah satu masalah penting
dalam aksiologi yang ditengarai Littlejohn and Foss, yaitu: dapatkah teori bebas
dari nilai? (Littlejohn and Foss, 2008: 27--28). Problem apakah teori atau ilmu itu
dapat bebas dari nilai, memiliki pengikut yang kuat dalam kubu positivisme.
Pengikut positivis meyakini bahwa teori dan ilmu harus bebas nilai untuk menjaga
semangat objektivitas ilmiah. Namun, perlu disadari bahwa tidak semua aspek
kehidupan manusia dapat diukur secara “ilmiah” menurut perspektif positivistik
karena banyak aspek kehidupan manusia ini yang mengandung muatan makna dan
bernilai tinggi ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang berdimensi spiritual,
ideologis, dan kepercayaan lainnya. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia
mengandung berbagai dimensi kehidupan manusia, seperti spiritualitas,
kemanusiaan, solidaritas, musyawarah, dan keadilan. Kelima sila tersebut
mengandung dimensi nilai yang “tidak terukur” sehingga ukuran “ilmiah”
positivistik atas kelima sila tersebut sama halnya dengan mematikan denyut nadi
kehidupan atau memekanisasikan Pancasila. Pancasila sebagai sumber nilai bagi
bangsa Indonesia seharusnya dikembangkan tidak hanya dalam kehidupan
bernegara, tetapi juga dalam bidang akademis sehingga teori ilmiah yang
diterapkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia berorientasi pada nilai-nlai
Pancasila tersebut.
Landasan aksiologis Pancasila artinya nilai atau kualitas yang terkandung
dalam sila-sila Pancasila. Sila pertama mengandung kualitas monoteis, spiritual,
kekudusan, dan sakral. Sila kemanusiaan mengandung nilai martabat, harga diri,
kebebasan, dan tanggung jawab. Sila persatuan mengandung nilai solidaritas dan
kesetiakawanan. Sila keempat mengandung nilai demokrasi, musyawarah, mufakat,
dan berjiwa besar. Sila keadilan mengandung nilai kepedulian dan gotong royong. 6

6
Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta:
Ristekdikti, 2016), hlm. 148-156.

12
E. Pengertian Sistem Filsafat
adalah suatu kesatuan yang saling berhubungan untuk satu tujuan tertentu,dan
saling berkualifikasi yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Jadi
Pancasila pada dasarnya satu bagian unit-unit yang saling berkaitan satu sama
lain,dan memiliki fungsi serta tugas masing-masing.
a) Karakteristik Sistem Filsafat Pancasila
Sebagai Filsafat, Pancasila memiliki karakteristik sistem filsafat tersendiri
yang berbeda dengan filsafat lainnya, yaitu Sila-sila pancasila merupakan satu-
kesatuan sistem yang bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas). Dengan
pengertian lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila yang
lainnya terpisah-pisah, maka itu bukan Pancasila.
b) Kesatuan sila sila pancasila sebagai satu kesatuan yang sistematis,
hirearkis,dan logis
Menutut notonagoro (1983:59-60) sususnan pancasila adalah hierarkis dan
mempunyai bentukprimadial. Kalau di lihat dari inti-isinya,urut-urutan lima sila
menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luas nya isi, tiap-tiap sila yang di
belakang sila lainnya merupakan pengkhususan dari sila-sila yang di mukanya. Jika
urut-urutan lima sila di anggap mempunyai maksud yang demikian,maka di antara
lima sila ada hubungan yang mengikat yang satu kepada yang lain, sehingga
pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat. Andaikan urut-urutan itu tidak
mutlak,di antara satu sila yang satu dengan yang lainnya tidak ada sangkut-
pautnya, maka pancasila menjadi terpecah belah oleh karena itu tidak dapat di
pergunakan sebagai suatu dasar ke rohanian bagi negara.dalam susuna hierakis dan
ini maka ketuhanan yang maha esa menjadi basis daripada kemanusiaan
(perikemanusiaan),persatuan indonesia(berkebangsaan,berkerakyatan dan
berkeadilan sosial. Demi selanjutnya sehingga tiap tiap sila di dalamnya
mengandung sila lain nya.
Susunan dan urutan sila sila dalam pancasila itu sudah merupakan suatu
kesatuan yang bulat,yang di depan menjiwai yang ada di belakang serta
mempunyai sifat yang hierarkis berbentuk piramidal.

Kesatuan dan kebulatan itu dapat di gambarkan sebagai berikut:


1. Sila pertama, ketuhanan yang maha esa,yang isinya paling luas,menjiwai dan
meliputi sila kedua, ketiga,keempat,kelima.

13
2. Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab,yang isinya lebih
sempit,dijiwai dan di liputi oleh sila pertama menjiwai dan meliputi sila
ketiga,keempat dan kelima.
3. Sila ketiga, persatuan indonesia,yang isinya lebih sempit lagi, dijiwai dan di
liputi oleh sila pertama dan kedua. Menjiwai dan meliputi sila keempat dan
kelima.
4. Sila keempat, kerkayatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwkilan, yang isinya lebih sempit lagi di jiwai dan diliputi
oleh sila pertama, kedua,ketiga,menjiwai dan meliputi sila ke lima.
5. Sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, yang isinya paling
sempit,di jiwai dan di liputi oleh sila pertama, kedua,ketiga dan keempat.
Menurut pendapat muladi(2003:3) bahwa untuk memahami perumusan
pancasila secara murni dalam alenia terakhir pembukaan UUD 1945, Hal tersebut
harus di lihat dalam kerangka keseluruhan sistem (wholisem) dalam keseluruhan
pembukaan UUD 1945, yang masing-masing terkait dan tergantung satu sama
lain(interrelatednes) untuk menuju tujuan akhir(purpose oriented) yang dicita-
citakan, yakni melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah daeah
indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial. 7
c) Unsur-unsur pancasila sebagai suatu sistem filsafat
Rasional (alasan) bahwa pancasila adalah sistem filsafat :
1. Secar material-substansial dan intrinsiknilai pancasila adalah flosofis: misal
hakikat kemanusiaan yang adil dan beradab, apalagi ketuhanan yang maha esa
adalah metaisis atau filosofis.
2. Secara praktis-fungsional, dalam tata budaya masyarakat indonesia pra
kemerdekaan nilai pancasila diakui sebagai filsafat hidup atau pandangan
hidup yang di praktekkan.
3. Secara formal-kositusional, bangsa indonesia mengakui pancasila adalah
dasar negara (filsafat negara) RI.
4. Secara psikologis dan kultural, bangsa dan budaya indonesia sederajat dengan
bangsa dan budaya manapun. Karenanya wajar bangsa indonesia sebagai mana

7
Tukiran Taniredja, Dkk., Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa, (Bandung: Alfabeta, 2015),
hlm. 57-60.

14
bangsa-bangsa lain (cina, india, arab, eropa) mewarisi sistem filsafat dalam
budaya, jadi, pancasila adalah filsafat yang di warisi dalam budaya indonesia.
5. Secara potensial, filsafat pancasila akan berkembang bersama dinamika
budaya;filsafat pancasila akan berkembang secara konsepsional, kaya
konsepsional dan kepustakaan secara kuantitatis dan kualitas. Filsafat
pancasila merupakan bagian dari khasanah dan filsafat yang ada dalam
kepustakaan dan peradaban moderen.
Kedudukan dan fungsi nilai dasar pancasila, dapat di lukiskan sebagai beeikut:
Nilai dasar filsafat pancasila :
1. warisan sosio-budaya bangsa.
2. pandangan hidup bangsa (weltanschaning)
3. Jiwa dan kepribadian bangsa; jati diri nasional (volksgeist) indonesia.
4. Dasar negara (proklamasi, pembukaan UUD 1945): asas kerohanian bangsa,
jiwa UU 45;Grundnorm,basic norm, sumber dari segal sumber hukum.
5. Ideologi negara, Ideologi nasional.
6. Sistem filsafat pancasila, filsafat dan budaya indonesia ; asas dan moral politik
NKRI.
7. Sistem nasional. 8

8
Ibid., hlm. 60-61.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan
ilmu yang paling umum yang mengandung usaha mencari kebijaksanaan dan cinta
akan kebijaksanaan. Pancasia. Sedangkan Pancasila sebagai filsafat bangsa dan
Negara Republik Indonesia, mengandung makna bahwa dalam setiap aspek
kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan dan kenegaraan harus berdasarkan nilai-
nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.
Pancasila sebagai Sistem filsafat mengandung pandangan nilai pemikiran yang
saling berhubungan dan merupakan kesatuan yang utuh. Pancasila juga memiliki
ciri-ciri yang utuh, dan memiliki 3 landasan yaitu landasan Ontologi, Epistemologi
dan Aksiologi yang saling berkaitan satu sama lain. Pancasila juga berfungsi
sebagai dasar negara indonesia, pandangan hidup bangsa dan jiwa bangsa
indonesia ini yang sudah mulai menurun. Pelaksanaan yang bisa lakukan oleh
masyarakat indonesia, khusunya bagi pelajar adalah mencintai dan membina
persatuan, tidak membeda-bedakan ras, suku, agama dll, saling menghormati dan
saling bergotong-royong membangun bangsa ini menjadi lebih baik lagi.
B. Saran
Dengan adanya materi ini diharapkan agar pembaca dapat memahami dengan
baik tentang filsafat, filsafat ilmu, dan pancasila sebagai sistem filsafat, serta dapat
menerapkan ilmu yang telah didapat. Semoga dengan makalah ini para pembaca
dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan. 2016. Pendidikan Pancasila

untuk Perguruan Tinggi . Jakarta : Ristekdikti.

Latif, Mukhtar. 2014. Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu. Jakarta : Kencana.

Lubis, Nur A. Fadhil. 2015. Pengantar Filsafat Ilmu. Medan : Perdana Publishing.

Tukiran, Afandi dan Efi. 2015. Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa.

Bandung : Alfabeta.

17

Anda mungkin juga menyukai