Makalah 7 Dosa Besar
Makalah 7 Dosa Besar
PENDAHULUAN
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan hasil dari latar belakang masalah diatas,
maka kami akan membahas permasalahan, diantaranya:
1. Apakah pengertian dosa besar itu?
2. Apa saja 7 macam dosa besar?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dosa Besar
Para ulama berbeda pendapat dalam membedakan pengertian dosa-dosa
besardengan dosa kecil. Akan tetapi, mayoritas mereka memilih bahwa dosa besar
adalah setiap kemaksiatan yang bersekuensi hadd (hukuman), atau ancaman
neraka, atau laknat atau murka Allah.
Abu Hamid Al-Ghazali mengatakan, “setiap kemaksiatan yang di lakukan
seseorang dengan tidak disertai perasaan takut, wanti-wanti dan penyesalan,
misalnya orang yang meremehkan perbuatan dosa dan berani membiasakannya,
maka sikap itu justru termasuk dosa besar.” Sedangkan kesalahan yang terjadi
karena keseleo lidah karena tidak terkontrolnya jiwa serta karena kevakuman
kesadaran akan adanya pengawasan Allah Swt. sembari tidak terlepas dari
penyesalan, maka hal itu tidaklah menghilangkan sifat adalah (integritas) dan
tidak termasuk dosa besar.1
Apabila kita ingin mengetahui perbedaan dari dosa besar dan dosa kecil,
maka kita lihat dari mafsadat (bahaya) nya suatu perbuatan dosa tersebut dan nash
yang sudah ditentukan.
َ ع َل ْي ِه َو
ا ِْجتَنِب ُْوا الس ْب َع:سل َم قَا َل َ ُّللا
صلى ه َ ع ِن الَنهبِي
َ ُع ْنه
َ ُّللا
ي ه َ ض ُ َح ِدي
ِ ْث اَبِى ُه َري َْرة َ َر
َوقَتْ ُل الن ْف ِس,س ْح ُر َوال ِ ه,ِش ْر ُق بِاهللا ُ ال ُم ْوبِقَاتِ" قَالُ ْوا يَا َر
"ال ِ ه:س ْو َل هللا َو َما ُهن؟ قَا َل
ِ َوأ َ ْك ُل َما ِل ال َي ِتي َْم َوالت َو ِلهى َي ْو َم الز ْح,الر َبا
,ف َوأ َ ْك ُل ِ ه,قِ ال ِتى َحر َم هللاُ اِال ِبا ال َح ه
) ت الغَافِ ََلتِ"( اخرجه البخارى والمسلم ِ ت ال ُمؤْ ِمنَا
ِ صنَاَ ف ال ُم ْحُ َوقَ ْذ
2
“Abu Hurairah r. a berkata: Nabi Saw. bersabda: tinggalkanlah tujuh
dosa yang dapat membinasakan, sahabat bertanya: apakah itu ya Rasulullah?
Nabi SAW menjawab: “Syirik mempersekutukan Allah, Berbuat sihir (tenung),
membunuh jiwa yang di haramkan Allah kecuali dengan hak, Makan harta riba,
Makan harta anak yatim, melarikan diri dari perang jihad saat berperang, dan
menuduh wanita mu‘minat yang sofat (berkeluarga) dengan zina “. (H.R. Bukhari
Muslim2
Dari hadits di atas di sebutkan bahwa ada tujuh dosa besar. Di bawah ini
penulis akan menjelaskan dari ke tujuh dosa besar tersebut:
Mufradat Hadis
ِ ( ْال ُموبِقَاyang membinasakan). Maksudnya, adalah hal-hal yang bisa
ت
mengahancurkan ataupun membinasakan seseorang. Dalam bahasa Arab
disebutkan wabaqa ar-rajulu artinya seseorang telah binasa. Sedangkan dalam
bentuk fi’il mudhari’nya adalah yabiqu. Kalau dibaca wubiqa, maka fi’il
mudhari’nya berbunyi yuubaqu. Jika dikatakan, aubaqa ghairahu, artinya
seseorang telah membinasakan orang lain. Ibnu Hajar mengatakan yang dimaksud
dengan al-mubiqaat di sini adalah perbuatan dosa besar sebagaimana yang
dinyatakan dalam hadis Abu Hurairah dari jalur lainnya.
ِ ت ْالغَافِ ََل
ت َ ْ( ْال ُمحwanita terhormat yang lalai). Kata muhshaanaat bisa juga
ِ صنَا
dibaca muhshinaat. Kedua cara baca initermasuk qira’ah sab’ah. Imam Al-Kisa’i
membacanya muhshinaat, sedangkan imam yang lain membacanya muhshanaat.
Maksudnya adalah wanita yang memelihara dirinya dari hal-hal yang hina.
Sedangkan yang dimaksud dengan lalai dalam hadis ini adalah lalai terhadap
perbuatan-perbuatan yang keji dan sama sekali terbebas dari hal-hal buruk yang
dituduhkan pada dirinya
2 Rahmat Syafe’i, Al-Hadits: Aqidah, Akhlak, Sosial dan Hukum, (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2003) Hlm:101-102
3
1. Syirik (Menyekutukan Allah)
Syirik menurut bahasa adalah persekutuan atau bagian, sedangkan menurut
istilah agama adalah mempersekutukan Allah SWT dengan selain Allah
(makhluk-Nya). Sebagian ulama berpendapat bahwa syirik adalah kufur atau satu
jenis kekufuran.3
Syirik di katagorikan sebagai dosa paling besar yang tidak akan di ampuni
Allah Swt. Firman Allah:
Selain ayat di atas, banyak ayat Al-Qur’an dan hadits lainnya yang
menerangkan tentang syirik tersebut. Adapun beberapa contoh perbuatan syirik,
antara lain4:
a. Dukun yang mengaku bisa merubah nasib manusia dan menolak
malapetaka,
b. Ahli perbintangan atau ramalan,
c. Mempercayai benda-benda pusaka,
d. Jiarah Kubur yang bertujuan meminta berkah kepada orang yang telah
meninggal dunia.
4 Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, (Jakarta: Penebar Salam, 1999) Hlm:
298
4
2. Berbuat Sihir (Tenung)
Kemampuan orang-orang kafir atau para penjahat-atas izin Allah Swt.
melakukan sesuatu yang luar biasa, dinamakan sihir. Para Ulama menegaskan,
bahwa melakukan sihir itu haram hukumnya, oleh karena sihir itu bersifat
merusak dan segala sesuatu yang merusak dilarang oleh Islam. Sihir dikatakan
merusak, sebab sasaran sihir antara lain:
a. Mempengaruhi hati dan badan seseorang, untuk di sakiti atau di
bunuh,
b. Memusnahkan harta benda seseorang,
c. Memutuskan ikatan kasih sayang seseorang dengan suami istri atau
anak atau dengan anggota keluarga lainnya.
Firman Allah SWT:
َاريْن
ض هَ ِو َيت َ َعل ُم ْونَ ِم ْن ُه َما َما يُفَ ِ هرقُ ْونَ به بَ ْينَ ال َم ْر ِء َو زَ ْو ِج ِهج ِو َما ُه ْم ب......
َ
...............ج
ِب ِه ِم ْن ا َ َح ٍد إِ هالَ ِبإ ِ ْذ ِن هللا
“Mereka mempelajari dari kedua )malaikat( ini, ada apa dengan sihir
itu, mereka dapat menceraikan antara seorang suami dengan istrinya. Dan para
tukang sihir itu tidaklah memberi madarat dengan sihirnya kepada seorangpun,
kecuali dengan izin Allah “.5
Selain itu, orang yang sering melakukan perbuatan sihir termasuk
golongan orang-orang yang tidak dapat masuk surga. Rasulullah Saw. bersabda:
5 Q.SA1-Baqarah :101
5
“ada tiga golongan orang yang tidak dapat masuk surga yaitu, peminum
khamar, orang yang memutuskan hubungan tali persaudaraan, dan orang yang
membenarkan sihir.” (H.R. Ahmad dan Hakim)6
Menurut hadis yang diriwayatkan secara marfu oleh Ibnu Masud,
perbuatan yang termasuk sihir adalah memohon kekuatan kepada alam;
mempercayai bahwa benda-benda tertentu dapat menolak dari gangguan pada diri;
serta memalingkan hati perempuan supaya menyukai.7
6 Rachmat syafe’i Al-Hadits: Aqidah, Akhlak, Sosial dan Hukum, (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2003) hlm 105
7 Rahmat Syafe’i, Al-Hadits: Aqidah, Akhlak, Sosial dan Hukum, (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2003) Hlm:105
6
tidak, tambahan atau takarannya. Hal ini sering terjadi dalam pertukaran bahan
makanan, perak dan emas dan yang lainnya.9
Apapun macamnya riba, hukumnya haram dan di larang oleh agama.
Firman Allah Swt:
.......الربوآج
وحرم ه
ه واح هل هللا البيع.....
“…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba“… (Q.S
Al-Baqarah .275)
ًتيم ه
َ ع الي ْ أ َ َر َءيْتَ الهل ِذ
ُّ ُ ي يُ َكذهبُ بِالدهي ِْن ه فَذَالِكَ اللذِي يَد
9 Rahmat Syafe’i, Al-Hadits: Aqidah, Akhlak, Sosial dan Hukum, (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2003) Hlm:105
7
kepadanya. Tetapi apabila sebaliknya jika orang tersebut yang memelihara
memakan hartanya maka Ia telah berbuat Dzalim.
Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat An-Nisa ayat 10:
َصلَ ْون
ْ س َي
َ َارا َو ُ ُظ ْل ًما ِإن َما َيأ ْ ُكلُ ْونَ فِي ب
ً ط ْو ِن ِه ْم ن ُ ِإن ال ِذي ِْن َيأ ْ ُكلُ ْونَ أ َ ْم َوا َل ال َيتَا َمي
س ِعي ًْرا
َ
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta yatim secara
zalim, sebenarnya mereka itu menelan api neraka sepenuh perutnya dan mereka
akan masuk kedalam api yang menyala-nyala (neraka).”
اج ِلد ُْو ُه ْم ِث ِمانِيْنَ َج ْلدَة ً َو َال ُ ت ثُم لَ ْم يَأْت ُ ْوا بِأ َ ْربَعَ ِة
ْ َش َهدَآ َء ف ِ صنِا َ َوالل ِذيْنَ يَ ْر ُم ْونَ ال ُم ْح
َش َهادَة ً أَبَدًاج َوا ُ ْولَئِ َك ُه ُم الفَا ِسقُ ْون
َ تِ ْقبَلُ ْوا ُه ْم
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat
zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka
(yang menuduh) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik’
(Q.SAn-nur :4)
8
Hal itu antara lain menunjukkan kehati-hatian islam dalam memvonis
seseorang, sekaligus menunjukkan bahwa saksi berperan penting dalam
menentukan nasib seorang terdakwa. Itulah sebabnya, seorang yang memberikan
kesaksian palsu akan mendapat azab Allah Swt., baik didunia diakhirat.
ب ِمنَ هللا َ ََو َم ْن ي َُو ِله ِه ْم يَ ْو َمئِ ٍذ دُب َُرهُ ِإال ُمت َ َح ِ هرفًا ل ِقتَا ٍل أ َ ْو ُمتَ َح ِيهذا ً إِلَى فِئ َ ٍة فَقَ ْد بَآ َء ِبغ
ٍ ض
صي ُْر ه َ َْو َمأ ْ َوا ُه ْم َج َهن ُم صلى َو ِبئ
ِ سال َم
“barang siapa membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali
berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan
lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari
Allah, dan tempatnya ialah neraka jahanam, dan amal buruklah tempat kediaman
itu “. (Q.S Al-anfal :16)
Sulaiman Rasjid, dalam bukunya Fiqih Islam (1989 :417) menyebutkan
bahwa para ulama berpendapat bahwa hukuman dan berperang adalah fardu ‘ain
bagi setiap orang islam, tetapi yang lebih berhak hukum berperang itu ialah fardu
kifayah, artinya wajib bagi setiap orang Islam. Akan tetapi apabila sebagian dan
orang Islam telah mengerjakannya serta telah cukup bilangannya menurut hajat,
maka terlepaslah kewajiban tersebut.13
13 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Bani, 1989) Hal: 417
9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dosa-dosa besar merupakan segala larangan yang berasal dari Allah
maupun Rasul-Nya. Dosa-dosa besar sangat banyak jumlahnya, diantaranya:
syirik, durhaka terhadap kedua orang tua, membunuh jiwa tanpa hak, saksi palsu,
sihir, menuduh mukminat berzina, membunuh anak karena takut miskin,
memakan harta anak yatim, memakan harta riba, lari dari medan perang, berzina
dengan istri tentang dan lainnya.
Dosa-dosa besar di atas yang merupakan dosa dan kezhaliman yang paling
besar serta yang paling berat hukumannya, yaitu syirik. Allah telah
mengharamkan surga bagi orang yang menyekutukan-Nya dan telah disiapkan
baginya neraka sebagai tempat kembali. Sesungguhnya tidak ada penolong bagi
orang-orang yang zhalim.
Selain itu, durhaka terhadap orang tua juga merupakan dosa besar dan
termasuk dosa yang membinasakan. Sudah sepatutnya kita harus taat terhadap
keduanya sesuai dengan syariat Islam.
Banyak lagi dosa-dosa besar yang harus dihindari, karena berakibat buruk
dan dapat membinasakan diri sendiri juga orang lain selain yang telah disebutkan
di atas. Setiap orang Islam yang beriman wajib menghindarkan diri dari dosa-dosa
besar tersebut, agar tidak mendapat laknat dari-Nya. Karena Allah menjanjikan
surga-Nya untuk orang-orang yang menhindarkan diri dari padanya dan Allah
menghadiahkan neraka-Nya untuk orang-orang yang mengerjakannya.
Muhammad Abdul Aziz al-Khauli mendefinisikan dosa besar sebagai dosa
yang memiliki kemudharatan yang sangat besar dan pengaruh negatifnya di
masyarakat sangat besar pula. Hal demikian disebabkan karena mafsadat dan
ancamannya yang sangat besar terhadap dosa-dosa tersebut. (Al-Khauli, tt: 112)
Jika kita mengacu kepada berbagai definisi di atas, maka yang termasuk dosa-
dosa besar itu sangat banyak jumlahnya. Dengan demikian, tujuh dosa yang
membinasakan sesuai dengan sabda Rasul di atas bukan sebagai pembatas bagi
dosa-dosa besar tersebut. Tetapi hal itu disampaikan oleh Rasulullah sebagai
10
bentuk perhatiannya yang sangat besar terhadap umatnya agar tidak terjerumus
kepada dosa-dosa besar lain yang mafsadat, hukuman, dan ancamannya seperti
ketujuh dosa di atas.
Namun demikian, dari sekian banyak dosa yang tergolong kepada dosa-
dosa besar, dosa musyrik menempati urutan paling atas (yang terbesar) dari dosa-
dosa besar lainnya. Adapun dosa-dosa besar lainnya yang tidak tercantum dalam
hadis di atas, tetapi menjadi kriteria dosa besar dalam hadis yang lain, di
antaranya adalah durhaka terhadap orangtua, membunuh anak karena
kekhawatiran menambah kemiskinan, persaksian palsu atau dusta, khianat dalam
perkara ghanimah, zina, mencuri, meminum minuman keras, memisahkan diri
dari al-jama’ah, menebar fitnah, melanggar bai’at, dan tidak membersihkan air
kencing.
C. SARAN
11
DAFTAR PUSTAKA
Hamid, Syamsul Rijal, (1999) , Buku Pintar Agama Islam, Jakarta: Penebar Salam
Rasjid, Sulaiman, (1989) , Fiqih Islam, Bandung: Sinar Bani
Syafe’i, Rahmat, (2003) , Al-Hadits: Aqidah, Akhlak, Sosial dan Hukum,
Bandung: CV Pustaka Seti
Yasin, Muhammad Nu’aim, (2002), Iman: Rukun, Hakikat dan yang
membatalkannya, Bandung: Syamil Cipta Media
Al-Bani, Muhammad Nasruddin, (2006), Silsilah Hadis Sahih, Jakarta: Qisthi
Press
12