Anda di halaman 1dari 13

Kepada,

Yth. Direktur RSIA Harapan Mulia


di
Tempat.

Dengan hormat,

Dengan ini saya mengajukan permohonan Surat Penugasan Klinis dan Rincian
kewenangan klinik sebagai dokter umum di rumah sakit, Untuk kelengkapan administrasi
saya lampirkan fotocopy SIP dan fotocopy ijazah terakhir

Demikianlah permohonan ini kami sampaikan, atas perhatiannya di ucapkan terima kasih

Tangerang, 2018
Hormat Saya,

dr. Yanuar Nus Pitriandani, Sp.A


Tembusan :
1. Komite Medik RSIA Harapan Mulia
2. Kabid Medik RSIA Harapan Mulia
RINCIAN KEWENANGAN KLINIS

Rekomendasi Rincian Kewenangan klinis untuk dokter dalam menjalankan prosedur tindakan
medis di RSIA Harapan Mulia diberikan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan dan
keselamatan pasien dengan kemampuan bersikap secara bertanggung jawab dan mentaati semua
disiplin dan etika kedokteran serta moral yang baik kepada pasien, sejawat dan masyarakat.
Kewenangan ini diberikan kepada:
Nama : dr. Yanuar Nus Pitriandani, Sp.A
Kualifikasi : Dokter Spesialis Anak
Kewenangan prosedur yang diberikan termasuk inti pelayanan yaitu melakukan diagnosis,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan dan terapi konsultasi medis dalam penatalaksanaan
penyakit dalam bidang Dokter Spesialis Anak dengan rincian untuk prosedur tindakan sebagai
berikut:
DAFTAR KOMPETENSI DOKTER SPESIALIS ANAK DIMINTA DISETUJUI DITOLAK
1. Tatalaksana spesialistik pemantauan pertumbuhan dan M TA TK DS
perkembangan anak
 Konsep dasar tumbuh kembang anak
 Pemantauan tumbuh kembang anak
 Deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang anak
 Gangguan tumbuh kembang anak
 Masalah tumbuh kembang pada remaja (a.l. NAPZA,
kehamilan remaja, dst)
2. Tatalaksana spesialistik pemantauan peningkatan kualitas
hidup anak
 Gangguan belajar pada anak
 Anak dengan kebutuhan khusus (al. CP, MR, ADHD,
autism, sindrom down)
3. Tatalaksana spesialistik pemantauan dan penerapan pediatri
sosial
 Konvensi hak anak
 Kekerasan pada anak
 Adopsi
4. Tatalaksana spesialistik pemantauan nutrisi klinis pediatric
 Metabolisme nutrient (macro dan micro nutrient) serta
perannya dalam proses tumbuh kembang
 Kebutuhan nutrisi / nutrient pada neonatus, bayi, anak
dan remaja
 Interksi nutrient- nutrient dan nutrient- obat
 Food additives dan food safety
 Nutritional genomics
 Preventive nutrition
 Nutrisi komunitas
5. Tatalaksana spesialistik asuhan keterampilan makan bayi (
infant feeding practice)
 Perkembangan fungsi saluran cerna
 Penentuan status nutrisi pada bayi
 Perkembangan ketrampilan makan bayi
 Breast feeding
 Susu formula dan Codex Alimentarius
 Makanan pendamping ASI
 Pengaturan makan pada bayi
 Mssalah makan pada neonatus dan bayi
6. Tatalaksana spesialistik asuhan nutrisi pada anak dan remaja
 Penilaian status nutrisi
 Penentuan kebutuhan nutrisi
 Penentuan cara pemberian nutrisi
 Dukungan nutrisi enteral dan atau parenteral
 Dukungan nutrisi perioperatif
 Dukungan nutrisi pada penyakit kritis
 Penentuan jenis nutrisi yang diberikan
 Pengenalan masalah makan pada anak dan remaja
 Pemantauan pelaksanaan asuhan nutrisi
7. Asuhan tindakan imunisasi
 Konsep dasar imunisasi
 Pelayanan imunisasi
 Jadwal imunisasi
 Manajemen penyimpanan dan transport vaksin
 Teknik imunisasi
 Safety injection
 Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI)
8. Asuhan diet pada berbagai penyakit
 Pada kelainan neurologis
 Pada kelainan sistem pernafasan
 Pada kelainan gastrointestinal
 Pada kelainan hati
 Pada kelainan ginjal
 Pada kelainan jantung dan pembuluh darah
 Pada kelainan imunologis
 Pada diabetes mellitus
 Pada keganasan
 Food adverse reactions
9. Asuhan medis genetika klinis
 Anamnesis (pedigree)
 Pemeriksaan fisis (dysmorphology)
 Pemeriksaan penunjang : cytogenetic, molecular
genetic, biochemical genetic
 Genetic diagnosis
 Genetic treatment
 Genetic counseling
10. Asuhan medis anak sakit gawat
 Resusitasi dan transportasi anak sakit gawat
 Dukungan nutrisi anak sakit gawat
11. Penerapan farmakologi klinis di bidang pediatric
 Farmakokinetik    
b. faktor yang mengubah respon c. d. e. f.
d. efek samping dan interaksi obat e. f. g. h.
i. analisis manfaat, risiko dan ekonomi dalam j. k. l. m
penggunaan
12. Penerapan radiologi dan pencitraan di bidang pediatri
 Radiology : kepala, abdomen, ekstremitas, jaringan    
lunak
 Radiology toraks    
 Ultrasonografi : kepala, toraks, abdomen    
 Ekokardiografi    
 CT-scan : kepala, toraks, abdomen, ekstremitas,    
jaringan lunak
 MRI : kepala, toraks, abdomen, ekstremitas, jaringan    
lunak
13. Tatalaksana spesialistik gawat darurat susunan saraf pusat
(SSP)
 Kejang    
 penurunan kesdaran    
 paresis/ paralisis    
 peningkatan tekanan intracranial/ edema serebri    
 trauma kepala dan medulla spinalis    
 perdarahan intracranial    
 hipoksik iskemik ensefalopati    
14. Tatalaksana spesialistik gawat darurat respirasi
 Sesak napas    
 Status asmatikus    
 Gagal napas    
 Sumbatan ( obstruksi ) jalan napas    
- laringitis akut - - - - -
- epiglotitis - - - - -

- trakeitis bakterialis - - - - -

- abses retrofaringeal - - - - -

- abses parafaringeal - - - - -

- benda asing - - - - -

 pneumotoraks    
 pneumomediastinum    
 edema paru    
 haemoptisis    
15. Tatalaksana spesialistik gawat darurat kardiovaskuler
 Syok    
 cyanotic spell    
 SVT/ aritmia    
 Gagall jantung    
 Krisis tamponade    
 Efusi pericardium    
16. Tatalaksana spesialistik gawat darurat metabolik-gastro-renal-
endokrin-alergi
 Gangguan cairan – elektrolit, asam- basa    
 Inborn error of metabolism    
 Diabetik ketoa sidosis    
 Renal tubular acidosis    
 Hipoglikemia dan hiperglikemia    
 Gagal ginjal    
 Sindrom uremik-hemolitik    
 Sindrom lisis tumor    
 Perdarahan saluran cerna    
 Pancreatitis    
 gagal hati fulminan    
 short gut syndrome    
 syok anafilaksis    
17. Tatalaksana spesialistik gawat darurat infeksi-hematologi
 SIRS, sepsis & MOF    
 Koagulasi intravaskuler diseminata    
18. Tatalaksana spesialistik gawat darurat keracunan (poisoning)
19. Tatalaksana spesialistik gawat darurat hampir tenggelam
20. Tatalaksana spesialistik gawat darurat trauma non SSP
21. Tatalaksana spesialistik gawat darurat luka bakar
22. Tatalaksana spesialistik gawat darurat hipotermi dan
hipertermi
23. Tatalaksana spesialistik asfiksia neonatorum
24. Tatalaksana spesialistik hiperbilirubinemia pada neonatus
 G6PD    
 Inkompatibilitas ABO/ rhesus    
 Kern ikterus    
25. Tatalaksana spesialistik prematuritas dan Intra Uterine Growth
Retardation
 Retinopathy of prematurity    
 Apnu prematuritas    
 Penyakit membran hialin    
 PVL    
 IVH/ PVH    
 Perawatan metode kangguru (Kanggaro Mother Care)    
26. Tatalaksana spesialistik trauma lahir
 Trauma jaringan lunak    
 Trauma susunan saraf ekstra/ intracranial    
 Trauma jaringan tulang    
 Trauma organ intra abdomen    
27. Tatalaksana spesialistik kelainan gastrointestinal neonatus
 Necrotizing enterocolitis    
 Meconium plugs    
28. Tatalaksana spesialistik perdarahan pada neonatus (+ vitamin
K deficiency bleeding)
29. Tatalaksana spesialistik kejang dan jittery pada neonatus
 Hipoglikemia dan hiperglikemia    
 Hipokalsemia    
 Hipomagnesemia    
 Hiperamonemia    
 other metabolic disorders    
30. Tatalaksana spesialistik syok pada neonatus
31. Tatalaksana spesialistik sepsis neonatorum
32. Tatalaksana spesialistik anemia pada neonatus
33. Tatalaksana spesialistik kelainan respirasi pada neonatus
 Meconium aspiration syndrome    
a. Pneumotorak/ pneumomediastinum b. c. d. e.
f. PPHN g. h. i. j.
k. TRDN l. m. n. o.
p. Pneumonia q. r. s. t.
34. Tatalaksana spesialistik termoregulasi pada neonatus
35. Tatalaksana spesialistik infeksi TORCH pada neonatus
36. Tatalaksana spesialistik cacat lahir
 Agenesis paru, aplasia paru, hipoplasia paru    
 Kista paru    
 Emfisema kongenital lobaris    
 Eventrasio diafragmatika    
 Hernia diafragmatika    
 Displasia bronkopulmonal    
 Laringotrakeomalasia    
 undescended testes (kriptorkismus)    
 uropati congenital    
 malformasi kongenital SSP    
 hiperplasia timus    
 cleft lip, cleft palate    
 atresia esofagus, fistel trakeoesofagus    
 hypertrophic pyloric stenosis    
 duodenal atrasia    
 Hirschsprung’s disease    
 Atresia ani    
 Hidrokel    
 Omfalokel    
 Gastroskisis    
 hernia ( inguinalis, skrotalis, labialis, umbilikalis)    
 pektus eksavatus    
 hemangioma    
 CTEV    
 Spina bifida    
 Hidrosefalus    
 Phocomelia    
 kembar siam    
 kelainan jantung bawaan    
37. Tatalaksana spesialistik ensefalitis
 Japanese ensefalitis   
 Herpes simpleks ensefalitis   
38. tatalaksana spesialistik meningitis
 meningitis bakterialis neonatus, bayi & anak   
 meningitis virus    
 meningitis oleh mikroorganisme lain   
39. Tatalaksana spesialistik abses otak
40. Tata laksana spesialistik ventrikulitis
41. Tata laksana spesialistik empiema subdural
42. Tata laksana spesialistik tetanus
 Tetanus neonatorum   
 Tetanus anak    
43. Tata laksana spesialistik poliomyelitis
44. Tata laksana spesialistik rabies
45. Tata laksana spesialistik infeksi respiratorik akut
 Selesma (common cold)   
 Rinotonsilofaringitis    
 otitis media akut    
46. Tata laksana spesialistik difteri
47. Tata laksana spesialistik bronchitis kronis
48. Tata laksana spesialistik rinosinobronkitis
49. Tata laksana spesialistik bronkiolitis
50. Tata laksana spesialistik pneumonia
51. Tata laksana spesialistik pneumonia atipik
52. Tata laksana spesialistik efusi pleura
53. Tata laksana spesialistik empiema
54. Tata laksana spesialistik influenza
55. Tata laksana spesialistik avian influenza
56. Tata laksana spesialistik parotitis epidemika
57. Tata laksana spesialistik pertusis
58. Tata laksana spesialistik infeksi respiratorik kronik non TB
 Bronkiektasis
 abses paru   
59. Tata laksana spesialistik tuberkulosis paru
 Miliary spread  
 Bronchogenic spread   
 Endobronchitis TB    
 Atelektasis    
 Cavities    
 others primary TB    
60. Tata laksana spesialistik tuberculosis ekstra paru
 Limfadenitis TB superfisialis    
 TB pleura    
 TB pericardium    
 Skrofuloderma    
 TB tulang : spondilitis, koksitis, gonitis, daktilitis    
 TB abdomen : peritonitis, usus, hepar, limpa, Tata    
laksana spesialistik ginjal
 TB SSP : meningitis, tuberkuloma otak    
61. Tata laksana spesialistik tuberkulosis diseminata
62. Tata laksana spesialistik tuberkulosis perinatal
63. Tata laksana spesialistik tuberkuloma
64. Tata laksana spesialistik mikobakteriosis atipik
65. Tata laksana spesialistik pneumotoraks
66. Tata laksana spesialistik pneumomediastinum
67. Tata laksana spesialistik endokarditid infektif
68. Tata laksana spesialistik miokarditis
69. Tata laksana spesialistik penyakit Kawasaki
70. Tata laksana spesialistik kandidiasis
71. Tata laksana spesialistikleptospirosis
72. Tata laksana spesialistik soil helmintiasis
73. Tata laksana spesialistik hepatitis
 Hepatitis akut   
 Hepatitis A    
 Hepatitis B    
 Hepatitis C    
74. Tata laksana spesialistik amubiasis hati
75. Tata laksana spesialistik kolesistitis akut
76. Tata laksana spesialistik pankreatitis akut
77. Tata laksana spesialistik infeksi saluran kemih
78. Tata laksana spesialistik penyakit menular seksual
79. Tata laksana spesialistik fever of unknown sources
80. Tata laksana spesialistik sepsis
81. Tata laksana spesialistik demam neutropenia
82. Tata laksana spesialistik demam tifoid
83. Tata laksana spesialistik infeksi arboviruses
 Virus dengue 
 Virus chikungunya 
84. Tata laksana spesialistik infeksi virus HIV
 Transmisi HIV perinatal   
 Infeksi opurtunistik respiratori pada HIV   
 TB-HIV   
 Pneumocystis jeroveci (carinii)   
 Lymphoid interstitial pneumonia (LIP)    
 Fungal infection    
85. Tata laksana spesialistik eksantema akut/ demam dengan ruam
 Morbili    
 Rubella    
 Varicella    
 HFMD    
86. Tata laksana spesialistik malaria
87. Tata laksana spesialistikanthrax
88. Tata laksana spesialistik lepra
89. Tata laksana spesialistik filariasis
90. Tata laksana spesialistik artritis septik
91. Tata laksana spesialistik osteomielitis
92. Tata laksana spesialistik infeksi kulit
 Impetigo & pioderma 
 Selulitis   
93. Tata laksana spesialistik infected bite/ sting (serangga, ular,
hewan lain)
94. Tata laksana spesialistik infeksi konjungtiva akut
 Konjungtivitis akut GO   
 Konjungtivitis akut non GO    
95. Tata laksana spesialistik infeksi nosokomial
96. Tata laksana spesialistik urtikaria
 Urtikaria akut    
 Urtikaria kronik    
 Angioedema    
97. Tata laksana spesialistik dermatitis atopik
98. Tata laksana spesialistik rinitis alergika
99. Tata laksana spesialistik konjungtivitis vernalis
100. Tata laksana spesialistik alergi
 Alergi obat    
 Alergi makanan    
101. Tata laksana spesialistik penyakit defisiensi imun
102. Tata laksana spesialistik artritis reumatoid juvenilis.
103. Tata laksana spesialistik lupus eritematosus sistemik
104. Tata laksana spesialistik purpura Henoch-Schonlein
105. Tata laksana spesialistik sindrom Steven Johnson 106.
107. Tata laksana spesialistik nekrolisis epidermal toksik 108. 109. 110. 111.
112. Tata laksana spesialistik asma
 Tatalaksana jangka panjang asma dan BKB    
 Serangan asma    
113. Tata laksana spesialistik gigitan/ sengatan (serangga, 114. 115. 116. 117.
ular, hewan lain)
118. Tata laksana spesialistik demam reumatik 119. 120. 121. 122.
123. Tata laksana spesialistik penyakit jantung rematik 124. 125. 126. 127.
128. Tata laksana spesialistik gangguan tiroid 129. 130. 131. 132.
133. Tata laksana spesialistik hipotiroid kongenital 134. 135. 136. 137.
138. Tata laksana spesialistik hiperplasia adrenal kongenital 139. 140. 141. 142.
143. Tata laksana spesialistik diabetes melitus 144. 145. 146. 147.
148. Tata laksana spesialistik disorders of sexual development 149. 150. 151. 152.
153. Tata laksana spesialistik diare 154. 155. 156. 157.
 Diare akut    
 Diare kronik    
 Diare persisten    
158. Tata laksana spesialistik gangguan motilitas saluran cerna
 Muntah    
 refluks gastroesofagus    
 konstipasi    
 nyeri parut    
 kembung    
159. Tata laksana spesialistik kelainan hepatobilier
 Hepatitis akut    
 Hepatitis kronis    
 Kolestasis    
 sirosis hepatis    
160. Tata laksana spesialistik anemia
 Anemia nutrisi    
 Hemoglobin abnormal (thalassemia)    
 Anemia hemolitik autoimun    
 Anemia pada infeksi kronik    
 Anemia aplastik    
161. Tata laksana spesialistik kelainan trombosit
 Idiopathyc thrombocytopenic purpura    
 Trombositosis    
 Trombopati    
162. Tata laksana spesialistik gangguan pembekuan
 Herediter (hemofilia)    
 Acquired (didapat)    
163. Tata laksana spesialistik leukemia
 Leukemia limfoblastik akut    
 Leukemia mielositik akut    
164. Tata laksana spesialistik tumor padat
 Neuroblastoma    
 Wilm’s tumor    
 Rabdomyosarcoma    
 limfoma malignum (Hodgkin disease)    
 tumor hati    
 teratoma    
 osteosarcoma    
 limfangioma    
 orbital tumor (retinoblastoma)    
 tumor susunan saraf    
165. Tata laksana spesialistik penyakit jantung bawaan
 Sianotik   
 non sianotik    
166. Tata laksana spesialistik hematuria
167. Tata laksana spesialistik proteinuria
168. Tata laksana spesialistik enuresis
169. Tata laksana spesialistik inkontinensia urin
170. Tata laksana spesialistik glomerulonefritis
 Glomerulonefritis akut
 Glomerulonefritis kronik 
171. Tata laksana spesialistik kelainan ginjal akibat penyakit
sistemik
172. Tata laksana spesialistik sindrom nefrotik
173. Tata laksana spesialistik hipertensi
174. Tata laksana spesialistik uropati obstruktif
 Uropati kongenital    
 Batu saluran kemih    
 Intoksikasi jengkol    
175. Tata laksana spesialistik tubulopati
176. Tata laksana spesialistik nefritis intersisialis
177. Tata laksana spesialistik floppy infant
178. Tata laksana spesialistik gangguan gerak di luar kemauan
179. Tata laksana spesialistik epilepsi pada neonatus, bayi,
dan anak
180. Tata laksana spesialistik kejang demam
181. Tata laksana spesialistik keadaan yang menyerupai
epilepsi
182. Tata laksana spesialistik penyakit metabolik dan
degeneratif
183. Tata laksana spesialistik penyakit neurokutan
184. Tata laksana spesialistik penyakit neuromuskular
185. Tata laksana spesialistik nyeri kepala
186. Tata laksana spesialistik ensefalopati
187. Tata laksana spesialistik trauma kepala
tata laksana spesialistik penyakit serebrovaskuler
188. Tata laksana spesialistik gangguan perkembangan khusus
189. Tata laksana spesialistik gangguan otonom
190. Tata laksana spesialistik malnutrisi energi protein
191. Tata laksana spesialistik failure to thrive
192. Tata laksana spesialistik obesitas pada anak dan remaja
193. Tata laksana spesialistik Obstructive S Tata laksana
spesialistikleep Apnea Syndrome (OSAS)
194. Tata laksana spesialistik kelainan metabolisme bawaan
195. Tata laksana spesialistik kelainan kulit pada anak
196. Tata laksana spesialistik kelainan mata pada anak
197. Tata laksana spesialistik kelainan/ gangguan psikologis-
psikiatris

KETERANGAN :
M : Mandiri
DS : Dibawah Supervisi
TA : Tak Ada Alat
TK : Tak Ada Kompetensi
Tangerang, 2018
Pemohon
dr. Yanuar Nus Pitriandani, Sp.A

Anda mungkin juga menyukai