Anda di halaman 1dari 51

I.

Pendahuluan

Pertumbuhan dan perkembangan paru-paru pada dasarnya lengkap saat

individu berusia sekitar 20 tahun. Sebagian besar indeks fungsi paru mencapai

tingkat maksimum pada saat individu berusia sekitar 20-25 tahun, kemudian

semakin menurun.1 Spirometri merupakan tes fungsi paru paling sering dilakukan

untuk mengukur fungsi paru, khususnya volume dan/atau kecepatan aliran udara

yang dapat dihirup dan dibuang. Spirometri dengan metode pengukuran

menggunakan pneumotachographs dapat menilai beberapa keadaan seperti asma,

fibrosis paru, dan Penyakit Paru Obstruksi kronis (PPOK). Spirometri merupakan

tes fungsi paru paling klasik, mengukur volume udara yang diinspirasikan dan

diekspirasikan dalam suatu waktu. 2

Pemeriksaan fungsi paru adalah alat yang sangat bermanfaat dalam

menilai kondisi pernapasan. Tidak tepat jika menegakkan diagnosis suatu

penyakit obstruksi pada saluran pernapasan tanpa melakukan pengukuran aliran

udara, sama halnya dengan mendiagnosis hipertensi tanpa mengukur tekanan

darah. Selain membantu menegakkan diagnosis, pemeriksaan fungsi paru juga

dapat membantu membuat penilaian objektif terhadap keparahan dan memonitor

respon pengobatan. 1

Dengan pemeriksaan fungsi paru, penyakit pada paru sering dapat di

deteksi beberapa tahun sebelum gejala dan tanda klinis penyakit tersebut timbul.

Deteksi dini penyakit paru dapat membantu dokter meyakinkan penderita

berhenti merokok, untuk menurunkan resiko penyakit paru dan kardiovaskular. 3

1
II. Definisi Spirometri

Pemeriksaan spirometri adalah pengukuran objektif faal paru dengan

menggunakan alat spirometer. 4 Spiro berasal dari bahasa Yunani yaitu bernapas.

Oleh karena itu spirometri diartikan sebagai pengukuran pernapasan. Spirometri

merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengukur volume udara maksimum


5
yang dapat dihembuskan dalam waktu tertentu. Spirometri adalah baku emas
1,6
untuk pengukuran obstruksi aliran udara yang akurat pada penderita PPOK.

Istilah yang sering dipergunakan dalam pengukuran spirometri : 7

1. Kapasitas vital

2. Kapasitas vital paksa

3. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)

4. Persentase udara yang dikeluarkan dalam beberapa detik, misalnya %VEP1

5. Arus ekspirasi paksa25%-75% ( forced expiratory flow 25-75%, FEF 25-75%)

6. Arus ekspirasi paksa200-1200 ( forced exspiratory flow200-1200, FEF200-1200)

7. Maximal voluntary ventilation (MVV)

III. Indikasi dan Kontraindikasi Spirometri

3.1. Indikasi spirometri. 3

3.1.1 Diagnostik.

a. Untuk mengevaluasi gejala dan tanda klinis dan hasil pemeriksaan

laboratorium yang tidak normal

- Gejala klinis: batuk, sesak napas, mengi, orthopnue, nyeri dada

- Tanda klinis: overinflasi, ekpirasi memanjang, sianosis, kelainan

bentuk dada, mengi atau crackles yang tidak dapat dijelaskan

2
- Hasil pemeriksaan laboratorium yang abnormal misalnya: hipoksemia,

hiperkapnia, polisitemia, atau kelainan radiologi

b. Untuk mengukur dampak penyakit terhadap fungsi paru

c. Skrining terhadap penderita yang beresiko menderita penyakit paru

- Perokok

- Orang yang terpapar terhadap zat-zat berbahaya dari lingkungan

pekerjaanya

- Pemeriksaan fisik yang rutin

d. Untuk menilai resiko praoperasi

e. Untuk menilai prognosis

3.1.2. Monitoring

a. Untuk menilai efektifitas pengobatan

- Terapi bronkodilator

- Terapi steoid pada penyakit asma, penyakit paru interstitial

- Manajemen penyakit gagal jantung congestif

b. Untuk memberikan informasi tentang perjalanan penyakit yang

mempengaruhi fungsi paru

- Penyakit paru, seperti penyakit obstruksi saluran napas dan penyakit

paru interstitial

- Penyakit jantung, seperti gagal jantung kongestif

- Penyakit neuromaskular, misalnya sindroma Guillain-Barre

c. Penilain status kesehatan seseorang saat sekarang ini, terhadap orang yang

terpapar terhadap zat-zat berbahaya di lingkungan pekerjaannya

3
d. Untuk mendeteksi obat-obat merugikan yang diketahui dapat

membahayakan paru

3.1.3. Evaluasi ketidakmampuan atau perburukan penyakit

a. Untuk menilai penderita sebagai bagian dari program rehabilitasi.

- Medis

- Industri

- Kejuruan

b. Untuk menilai resiko pada evaluasi ansuransi

c. Untuk menilai kondisi seseorang untuk alasan yang legal

- Keamanan sosial atau program lain yang melibatkan konpensasi

pemerintahan

- Untuk perkara hukum

d. Kesehatan masyarakat

- Survei epidemiologi

3.2. Kontraindikasi Spirometri

Kontraindikasi relatif terhadap pemeriksaan spirometri adalah: 3

a. Batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya

b. Pneumotoraks yang tidak dapat ditangani

c. Keadaan kardiovaskular yang tidak stabil

d. Proses penyakit akut yang mungkin dapat terganggu dengan pemeriksaan

spirometri

e. Baru selesai menjani pembedaha pada abdomen atau pada toraks

4
IV. Tujuan Pemeriksaan Spirometri.

Spirometri adalah pemeriksaan fungsi paru yang paling sering dilakukan

karena cepat, aman dan murah. 7

Tujuan pemeriksaan spirometri adalah : 7,8

a. Menilai status faal paru yaitu menentukan apakah seseorang memiliki faal

paru normal, hiperinflasi, obstruktif, restriktif atau gabungan dari

keduanya.

b. Menilai manfaat pengobatan yaitu menentukan apakah suatu pengobatan

memberikan perubahan terhadap nilai faal paru.

c. Evaluasi penyakit yaitu menilai laju perkembangan penyakit terdapat

perbaikan atau perubahan nilai faal paru.

d. Menentukan prognosis yaitu meramalkan kondisi penderita selanjutnya

dengan melihat faal paru yang ada.

e. Menentukan toleransi tindakan bedah, apakah seseorang mempunyai

resiko ringan, sedang atau berat pada tindakan bedah. Menentukan apakah

dapat dilakukan tindakan reseksi paru.

V. Persiapan dan Tindakan

5.1. Bahan dan Alat. 4

a. Alat spirometer yang telah dikaliberasi untuk volume dan arus minimal satu

kali dalam seminggu.

b. Mouth piece sekali pakai atau penggunaan berulang satu buah.

c. Wadah berisi savlon yang telah diencerkan dengan air untuk merendam

mouth piece yang digunakan berulang.

5
5.2. Pasien

Sebelum melakukan pemeriksaan spirometri penderita harus

dipersiapkan.Hal-hal yang harus dihindari penderita sebelum melakukan tindakan

spirometri menurut Association of Respiratory Technicians and Physiologists/

British Thoracic Society, 1994 adalah : 5,8

a. Merokok dalam 24 jam

b. Minum alkohol minimal 4 jam

c. Makan terlalu kenyang minimal 2 jam sebelum pemeriksaan

d. Menggunakan bronkodilator kerja singkat selama 6 jam

e. Menggunakan inheler beta 2 agonis selama 12 jam

f. Menggunakan obat-obatan lepas lambat yang mempunyai efek pada fungsi

pernapasan dan obat teopilin selama 24 jam

g. Latihan yang berat minimal 30 menit

h. Memakai pakaian yang ketat

i. Harus mengerti tujuan dan cara pemeriksaan, maka operator harus

memberikan petunjuk yang tepat dan benar serta contoh cara melakukan

pemeriksaan.

5.3. Ruangan dan Fasilitas. 4

a. Ruangan harus mempunyai sistem ventilasi yang baik

b. Suhu udara tempat pemeriksaan tidak boleh < 170 C atau > 400C

c. Pemeriksaan pada pasien yang dicurigai menderita penyakit infeksi

saluran napas, pemeriksaan dilakukan urutan terakhir dan setelah itu harus

dilakukan tindakan antiseptik pada alat.

6
VI. Prosedur Tindakan

Untuk memperoleh hasil pemeriksaan yang tepat, maka penderita

sebaiknya dianjurkan: 4, 8

a. Melakukan pemeriksaan dalam keadaan berdiri tegak, dalam kondisi yang

tidak memungkinkan penderita untuk berdiri, maka penderita boleh duduk.

b. Penderita menghisap udara semaksimal mungkin kemudian meniup

melalui moutpiece sekuat-kuatnya dan secepat-cepatnya sampai semua

udara dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya.

c. Pemeriksaan dilakukan sampai diperoleh 3 nilai yang dapat diterima dan

dua diantaranya harus reproduksibel, dilakukan maksimal dengan betul.

d. Dilakukan pengukuran tinggi badan, kemudian tentukan besar nilai dugaan

berdasarkan nilai standar paru Pneumobile Project Indonesia.

VII. Nilai Yang Dapat Diterima

Pemeriksaan yang dapat diterima adalah yang memenuhi ke empat

ketentuan sebagai berikut : 8

a. Pemeriksaan dilakukan sampai selesai

b. Waktu ekspirasi minimal 3 detik

c. Permulaan pemeriksaan harus cukup baik

d. Grafik flow volume mempunyai puncak grafik

Hal yang menunjukkan bahwa pemeriksaan tidak dilakukan dengan baik apabila

di dapatkan : 8

a. Permulaan ekspirasi yang tidak baik di tandai dengan keragu-raguan dan

permulaan yang lambat.

7
b. Batuk selama detik pertama manuver sehingga mempengaruhi nilai VEP1.

c. Manuver valsava ( penutupan glotis).

d. Akhir ekspirasi yang cepat. Pada orang normal biasanya ekspirasi ini

berlangsung 6 detik.

e. Terdapat kebocoran.

f. Mouthpiece tersumbat oleh lidah atau gigi palsu dan lain-lainnya.

Gambar 1. Spirometri normal dan gambar menunjukkan permasalahan yang


paling sering didapati pada saat melakukan spirometri yaitu: usaha
tidak maksimal, berhenti terlalu cepat, napas tambahan, batuk,
permulaan yang buruk.. 5

8
VIII. Manuver Pelaksanaan Spirometri

8.1. Kapasitas Vital

Terdapat dua metode manuver kapasitas vital yang dapat dilakukan yaitu

dengan metode closed-circuit dan open-circuit. 9

1. Metode Closed-Circuit : 9

Metode ini dapat digunakan untuk mengukur volume paru statik dan dinamik.

Langkah-langkah yang diperlukan pada metode ini adalah :

a. Penderita duduk dengan hidung dijepit kemudian bernapas dengan tenang

kedalam alat spirometri.

b. Setelah beberapa kali bernapas dengan tenang untuk mendapatkan titik

volume akhir ekspirasi tenang, berfungsi sebagai titik acuan pemeriksaan

berikutnya, kemudian menyuruh penderita menarik napas secara

maksimum dan setelah tercapai puncak inspirasi maksimum, penderita

dianjurkan melakukan ekspirasi dengan lambat dan merata untuk

mendapatkan manuver slow vital capacity atau kapasitas vital lambat

(KVL). Berdasarkan manuver ini dapat dihitung tidal volume, volume

cadangan ekspirasi, kapasitas vital, kapasitas inspirasi.

c. Dengan manuver yang sama setelah inspirasi maksimum penderita diminta

untuk menghembuskan napas secepat dan sekuat mungkin untuk

mengukur forced vital capacity atau kapasitas vital paksa (KVP)

9
2. Metode Open-Sircuit : 9

Metode ini digunakan untuk mengukur volume paru statik dan dinamik

berguna untuk menentukan kapasitas vital. Langkah-langkah yang dilakukan pada

metode ini adalah:

a. Penderita menarik napas secara maksimal kemudian mouthpiece dipasang,

selanjutnya napas dikeluarkan secara perlahan-lahan dengan usaha yang

merata sampai mencapai titik ekspirasi maksimal untuk memperoleh KVL

dan napas dikeluarkan sekuat dan secepat mungkin untuk mendapatkan

KVP.

b. Pada metode ini titik akhir ekspiratori tenang tidak direkam, yang direkam

hanya kapasitas vital.

c. Tehnik ini dapat memberikan beberapa keuntungan:

- waktu yang dibutuhkan lebih singkat ketika melakukan penelitian

epidemiologi dengan jumlah subjek yang lebih besar.

- Kontaminasi bakteri dari udara yang dihirup dapat diminimalkan

karena penderita menarik napas dari udara ruangan sebelum

bernapas kedalam alat spirometer.

8.2. Kapasitas Vital paksa

Manuver ini memerlukan dua langkah yaitu: inspirasi dalam untuk

memperoleh KTP kemudian diikuti oleh ekspirasi maksimum sekuat dan secepat

mungkin kedalam spirometri hingga batas VR. 9

Pengukuran KVP dimulai dari titik awal ekspirasi maksimum sampai ke

titik dimana penderita tidak dapat mengeluarkan udara lagi.10 Waktu yang

10
diperlukan untuk menghembuskan KVP secara keseluruhan pada individu normal

adalah 4-6 detik. 11 Beberapa nilai yang sering ditentukan berdasarkan KVP kurva

volume-time gambaran KVP : 9

1. Volume yang diekspirasikan dalam detik pertama (VEP1) dengan nilai

dalam bentuk persentase dengan KVP (% VEP1/KVP)

2. Volume yang diekspirasikan dalam tiga detik pertama (VEP3) dengan nilai

dalam bentuk persentase dengan KVP (%VEP/KVP3)

3. The forced mid-expiratory flow rate (FEF25-75%)

8.3. Maximal Voluntary Ventilation (MVV).

Pasien inhalasi dan ekshalasi melalui spirometer secepat dan sekuat

mungkin, selama 12-15 detik. MVV adalah total volume udara yang diekshalasi

atau diinhalasi selama periode bernapas maksimal yang diukur dalam liter/menit. 9

Prosedur untuk melakukan pemeriksaan MVV: 12

1. Menjelaskan dan menggambarkan bagaimana cara manuver ini dilakukan

2. Penderita sebaiknya duduk dengan hidung dijepit

3. Penderita dianjurkan meletakkan mulutnya sedekat mungkin dengan

mouthpiece dan kemudian dimulai menarik dan membuang napas secepat

dan sekuat mungkin

4. Berikan bimbingan yang memadai dalam waktu 15 detik. Untuk menilai

acceptability.

5. Biarkan penderita beristirahat selama 5 menit sebelum melakukan manuver

berikutnya.

11
Gambar 2. Manuver KVP. Ekspirasi paksa dimulai pada titik nol. Pada manuver
ini hampir semua udara dapat dikeluarkan dalam tiga detik pertama. 9

IX. Pengukuran Fungsi Paru.

Spirometri adalah pemeriksaan untuk mengukur volume paru statik dan

dinamik seseorang dengan alat spirometri. 8,9,10,11,13

9.1. Volume Statik


9
Secara tradisional telah dikenal empat volume dan empat kapasitas.

Jumlah total udara yang dapat ditampung oleh paru dapat dibagi kedalam empat

volume tersendiri. Empat kombinasi spesifik volume paru ini dipergunakan untuk

membuat kapasitas. 13,14


7,14,15,16,17
Terdapat empat volume yaitu:

1. Tidal volume (VT) atau volume tidal (VT)

Jumlah udara normal yang masuk kedalam dan keluar paru dalam satu kali

pernapasan tenang.

12
2. Inspiratory reserve volume atau volume cadangan inspirasi ( VCI)

Jumlah udara yang dapat dihirup secara maksimum setelah inspirasi biasa.

3. Expiratory reserve volume atau volume cadangan ekspirasi (VCE)

Jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara maksimal setelah ekspirasi

biasa.

4. Residual volume atau volume residua (VR)

Volume udara yang masih tetap tinggal di dalam paru-paru setelah

ekspirasi maksimum.

Terdapat empat kapasitas, masing-masing mengandung dua atau lebih volume

primer :

1. Total lung capacity atau kapasital total paru (KTP)

Jumlah udara yang terdapat di dalam paru-paru pada saat inspirasi

maksimum. ( KPT= KI + KRF)

2. Vital capacity (VC) atau kapasitas vital (KV)

Volume udara maksimum yang dapat dikeluarkan dari paru-paru secara

paksa setelah inspirasi maksimum, tampa memperhitungkan waktu.

(KV= VCI + TV+ VCE).

3. Fuctional residual capacity (FRC) atau kapasitas residua fungsional

(KRF) adalah volume gas yang terdapat di dalam paru-paru pada akhir

ekspirasi normal. ( KRF = VCE + VR) .

4. Inspiratory capacity (IC) atau kapasitas inspirasi (KI) adalah volume

udara maksimum yang dapat dihirup setelah ekspirasi normal.

(KI= VCI + TV).

13
Volume statik yang dapat diperoleh dengan spirometri yang sederhana adalah: 9

1. Volume tidal

2. Kapasitas vital

3. Kavasitas inspirasi

4. Volume cadangan inspirasi

5. Volume cadangan ekspirasi

Volume statis yang tidak dapat diukur dengan spirometri sederhana adalah: 9

1. Volume residua

2. Kapasitas residual fungsional

3. Kapasitas total paru

Volume residua dapat ditentukan dengan tiga langkah-langkah berikut ini secara
9
tidak langsung yaitu :

1. Kapasitas residua fungsional (KRF) secara khusus diukur dengan

menggunakan salah satu dari tiga tehnik berikut ini: closed-sircuit

helium, open-sircuit helium atau total-body plethysmograph.

2. Volume cadangan ekspirasi (VCE) yang dapat ditentukan dari

pemeriksaan spirometri

Jadi volume residua adalah kapasitas residua fungsional dikurang dengan volume

cadangan ekspirasi (VR= KRF – VCE).

14
Gambar 3. Volume paru yang dapat dicatat oleh spirometri. 9

Tabel 1. Perkiraan rata-rata volume dan kapasitas paru normal pada subjek

berusia 20-30 tahun. 13

Pengukuran PRIA WANITA


mL Persentase mL Persentase
Perkiraan Perkiraan
KTP KTP
Tidal Volume (VT) 500 8-10 400-500 8-10
Inspiratory Reserve Volume (IRV) 3100 50 1900 30
Expiratory Reserve Volume (ERV) 1200 20 800 20
Residual Volume (RV) 1200 20 1000 25
Vital Capacity (VC) 4800 80 3200 75
Inspiratory Capacity (IC) 3600 60 2400 60
Functional Residual Capacity (FRC) 2400 40 1800 40
Total Lung Capacity (TLC) 6000 - 4200 -
Residual Volume/TLC 1200 1000
20 25
Capacity Ratio (RV/TLC x 100) 6000 4200

9.2. Volume Dinamik

9.2.1. Forced Vital Capacity (FVC) atau Kapasitas Vital Paksa (KVP)

Kavasitas vital paksa adalah total udara yang dapat dikeluarkan secara

paksa setelah inspirasi maksimum. Pada individu normal total exspiratory time

(TET) yang diperlukan untuk menghembuskan secara keseluruhan KVP adalah

15
4-6 detik. Pada penyakit paru obstruksi diperlukan waktu lebih lama untuk

menghembuskan napas secar keseluruhan bertambah lama. Pada penyakit

obstruksi saluran napas, ekspirasi dapat terus berlanjut sampai 10-12 detik.

Penurunan aliran udara dapat diekspresikan dengan penurunan VEP1, VEP3, rasio

VEP1/KVP, dan FEF25-75%. 9,13

Dalam keadaan normal kapasitas vital lambat (KVL) sama dengan

kapasitas vital Paksa (KVP), namun pada penyakit paru obstruksi terdapat
8,9
perbedaan KVP dan KVL dimana KVP lebih kecil dari KVL. KVL pada

kelainan restriksi juga dapat menurun karena KV yang rendah. 14

Obstruksi aliran udara dapat ditegakkan berdasarkan hasil spirometri

yaitu berkurangnya rasio VEP1/KVP. Nilai KVP rendah dapat ditemukan pada
18
penyakit restriksi dan obstruksi. Hasil pemeriksaan spirometri menunjukkan

nilai KVP rendah dapat menjadi suatu pertanda kelainan restriksi, namun hal

tersebut tidak spesifik karena KVP juga turun dapat juga ditemukan pada
7
penderita obstruksi saluran napas yang berat karena air trapping.

Gambar 4. KVP. A= titik inspirasi maksimum dan titik mulainya KVP. 10

16
9.2.2. Volume Ekspirasi Paksa Berdasarkan Waktu (forced Expiratory volume

timed, FEVT )

Volume ekspirasi paksa berdasarkan waktu adalah volume maksimum

udara yang dapat dikeluarkan dalam periode waktu spesifik. Periode waktu yang

paling sering dipergunakan adalah 1 detik. Periode waktu lainnya yang biasanya

dipergunakan adalah 0.5 detik, 2 detik dan 3 detik (gambar 5). Persentase VEP

yang dikeluarkan selama periode waktu ini adalah sebagai berikut ini : VEP 0.5 =
13,16
60%; VEP1 = 83%; VEP2 = 94%; VEP3 = 97%. Pada individu dewasa

normal dapat mengeluarkan lebih dari 70% dari KVP dalam detik pertama (rasio

ini menurun sesuai dengan pertambahan usia). 10

VEP1 adalah merupakan variabel spirometri paling penting. VEP1 adalah

volume ekspirasi paksa dalam satu detik pertama. Akan lebih mudah

mengganggap VEP1 sebagai rata-rata kecepatan aliran udara dalam detik pertama

dari manuver kapasitas paksa. 13

Gambar 5. Volume ekspirasi paksa berdasarkan waktu.14

17
VEP1 menurun secara langsung sesuai dengan beratnya gejala klinis

obstruksi saluran napas. Demikian juga VEP1 meningkat apabila pengobatan


12
obstruksi saluran napas berhasil. Penurunan VEP berdasarkan waktu dapat

ditemukan pada penyakit paru obstruksi maupun penyakit paru restriksi. Pada

kelainan restriktif penurunan VEP terjadi karena KV rendah yang berhubungan

dengan penyakit tersebut. 14

9.2.3. Rasio VEP1/ KVP

Rasio VEP1/ KVP adalah jumlah udara yang dikeluarkan dalam 1 detik

pertama selama manuver KVP. Karena rasio VEP1/ KVP adalah persentase yang

cepat diperoleh maka disebut sebagai persentase volume ekspirasi paksa detik

pertama (VEP1%) atau rasio VEP1/KVP. Walaupun rasio VEP1/KVP bermanfaat

untuk menegakkan diagnosis obstruksi aliran udara, namun nilai VEP1 paling

tepat menilai derajat obstruksi. Dengan menggunakan VEP1 dapat ditentukan

derajat obstruksi (ringan, sedang, atau berat) dan untuk perbandingan serial pada
1,3,12,14
penderita asma atau PPOK.

Biasanya terdapat perubahan bertahap antara fungsi saluran napas normal

dengan obstruksi saluran napas yang ringan. Ahli fisiologi telah mencari

pemeriksaan yang lebih sensitif dari VEP1 untuk mendeteksi obstruksi saluran

napas stadium dini. Hasilnya tidak satupun terbukti lebih baik daripada rasio

VEP1/KVP atau % VEP1. Pada orang dewasa muda normal memiliki % VEP1

sekitar 85%. Ahli fisiologi secara tradisional menyatakan bahwa %VEP1 70%

batas bawah yang masih normal. 12

18
Kunci untuk membedakan antara kelainan obstruksi dan restriksi adalah

berdasarkan VEP1 dan rasio VEP1/KVP. Pada obstruksi VEP1 dan dan rasio

VEP1/KVP keduanya menurun. Sedangkan pada kelainan restriktif VEP1

menurun tetapi rasio VEP1/ KVP normal atau meningkat. 13,18

Rasio VEP1/ KVP pada umumnya bermanfaat dalam tahap awal untuk

mendeteksi obstruksi saluran napas yang ringan. Namun penentuan obstruksi

saluran pernapasan berdasarkan rasio VEP1/ KVP kurang bermanfaat ketika nilai

KVP juga menurun dengan semakin meningkatnya obstruksi. 12

9.2.4. Arus Ekspirasi Paksa25%-75% ( forced expiratory flow 25-75%, FEF 25-75%)

FEF 25%-75% adalah kecepatan arus pada pertengahan 50% pengukuran

KVP (gambar 6).9,14,16 Pengukuran ini menggambarkan aliran udara pada saluran

napas berukuran sedang sampai kecil.1,14 FEF 25%-75% menurun sesuai dengan

bertambahan usia dan pada penyakit paru obstruktif. FEF 25%-75% juga menurun

pada pasien dengan kelainan paru restriktif, penyebab utama adalah KV yang

menurun. 1,16

Gambar 6. Arus Ekspirai Paksa 25%-75%. 14

19
9.2.5. Maximal Voluntary Ventilatin (MVV)

Pemeriksaan MVVdapat dilakukan dengan menggunakan spirometri.

MVV merupakan pemeriksaan yang tidak spesifik pada keseluruhan kemampuan

pernapasan penderita, hal ini sering juga disebut sebagai kapasitas pernapasan

maksimum atau maximal breathing capacity (MBC). Pemeriksaan MVV dapat

menyebabkan sakit kepala atau kontraksi pada bronkus pada penderita yang

rentan. Namun secara umum jika penderita dapat melaksanakan pemeriksaan

manuver KVP biasanya dia juga sanggup untuk melakukan pemeriksaan MVV. 12

MVV adalah jumlah udara dapat masuk kedalam dan keluar dari paru-

paru dalam 1 menit (pada kenyataanya penderita hanya melakukan pemeriksaan

ini dalam 12-15 detik), pemeriksaan ini berguna untuk mengevaluasi kinerja dan

kekuatan otot-otot pernapasan, pengembangan paru, resistensi saluran napas dan

mekanisme pengaturan persarafan. 9

Ketika meginterpretasikan hasil MVV, harus selalu diingat bahwa

pemeriksaan tergantung kepada usaha penderita. Pemeriksaan MVV tidak

spesifik dan dapat terjadi beberapa sebabab berikut: 12

1. Usaha penderita kurang maksimal atau pembinaan kurang

2. Obstruksi saluran (PPOK, asma, atau lesi yang terdapat di saluran napas

bagian bawah)

3. Kelainan restriksi dengan penurunan KVP

4. Kelemahan otot-otot pernapasan

20
Manuver KVP lebih tepat daripada MVV didalam mendeteksi kelainan obstruksi

dan kelainan restriksi. 12

9.2.6. Flow-Volume Loop

Flow-volume loops sering dilaporkan sebagai pemeriksaan spirometri

yang sederhana (gambar 8). Pada flow-volume loop tidak ditemukan indikator

waktu sehingga susah untuk menentukan VEP1.1 Flow-volume loop adalah

persentase grafik dari manuver KVP diikuti oleh manuver volume inspirasi paksa

(VIP) dan secara umum bermanfaat untuk menilai obstruksi saluran napas yang
1,2
besar (trakea sampai bronkus utama). Ketika KVP dan VIP digambarkan

secara bersamaan, di ilustrasi oleh dua kurva yang disebut flow-volume loop . 14

Arus maksimum yang dapat diperoleh selama manuver KVP dikenal

sebagai Peak expiratory flow (PEF) atau arus puncak ekspirasi (APE). APE tidak

mudah diukur dengan volume spirometer dan harus ditentukan dengan salah satu

dari berikut ini yaitu kurva flow-volume atau menggunakan peak flowmeter. 3

Pada kelainan obstruksi aliran udara, APE sering menurun maka tinggi

maksimum dari loop juga berkurang. Penurunan aliran udara dengan cepat, karena

aliran udara menyempit, diikuti oleh penurunan volume paru menyebabkan loop

menjadi cekung.1 Sedangkan pada kelainan restriktif karena penyakit paru

intestitial, terjadi gangguan ekspansi paru maksimal paru karena adanya jaringan

fibrotik pada parenkim paru menyebabkan KV menurun. Namun jaringan fibrotik

akan meningkatkan elastic recoil paru sehingga dapat meningkatkan aliran udara.

Walaupun pada kelainan restriktif VEP1 dan KVP dapat berkurang karena ukuran

21
paru yang kecil dan kaku, namun APE normal bahkan meningkat dari nilai

prediksi.1

Gambar 7.Terlihat gambaran spirometri normal, spirometri pada saat


terjadinya batuk, berhenti terlalu cepat dan usaha yang kurang
maksimum. 3

22
Gambar 8. Normal Flow-volume loop. PEFR= Peak expiration flow rate
PIFR= peak inspiratory flow rate, FVC= Forced vital
capacity, FEF 25%-75% = forced expiratory flow 25%-75%, FEF
14
50%= forced expiratory flow 50% .

23
Tabel 2. Rata-rata pengukuran kecepatan dinamik pada pria dan wanita sehat

umur 20-30 tahun. 134

_______________________________________________________________-_
PENGUKURAN PRIA WANITA
_________________________________________________________________

FEVT
FEV0.5 60% 60%
FEV1.0 83% 93%
FEV2.0 94% 94%
FEV3.0 97% 97%
FEV200 - 1200 8 L/sec (480 L/min) 5.5 L/sec (330 L/min)
FEV25% - 75% 񗹤 4.5 L/sec (270 L/min) 3.5 L/sec (210 L/min)
PEFA 10 L/sec (600 L/min) 7.5 L/sec (450 L/min)
MW 170 L/min 5.5 L/min
_________________________________________________________________

X. Cara Penilaian Hasil Spirometri.

Sebagian besar spirometer elektonik dapat menghasilkan dua tipe grafik

yaitu kurva arus per volume atau flow/volume dan kurva volume per waktu atau

volume/time. 3 Interpretasi spirometri selalu menggunakan rasio VEP1/KVP untuk

menentukan adanya kelainan obstruksi. Sedangkan tingkat derajat obstruksi

dengan menggunakan persen prediksi VEP1. Jika rasio VEP1/ KVP diatas nilai
3,10,19
batas bawah yang masih normal maka spirometri adalah normal. Kelainan

hasil pemeriksaan yang ditunjukkan oleh spirometri paling sering adalah adanya

obstruksi saluran napas yang digambarkan oleh berkurangnya kecepatan aliran,

menurunan rasio VEP1/KVP dan VEP1. 3,10

24
Spirometri dapat menggambarkan dua pola dasar yaitu kelainan
5,6,10,14
obstruktif dan retriktif. VEP1 merupakan pemeriksaan yang dapat

menunjukkan kelainan obstriktif pada saluran napas. Sedangkan KVP dan KV

digunakan untuk memonitoring penyakit restriktif dan kelemahan

neuromaskular.10,19

KVP lebih kecil dari 80% nilai prediksi dengan nilai rasio VEP1/KVP

dalam batas normal maka hal ini kemungkinan disebabkan oleh kelainan paru

restriksi. Kecenderungan untuk menginterpretasikan suatu bentuk gabungan

antara kelainan obstruktif dan restriktif apabila ditemukan nilai KVP yang rendah,

maka hal ini harus dihindari apabila apabila pengukuran volume paru absolut dan

melakukan manuver SVC atau KVL belum dilakukan, karena KVP yang rendah

sering ditemukan pada kelainan obstruksi karena air trapping daripada bersamaan

dengan kelainan restriksi. 3

10.1. Spirometri Normal

Karena batas normal nilai spirometri sangat luas yaitu 80%-120% dari

nilai prediksi, hal ini sering bermanfaat untuk membandingkan nilai spirometri

sekarang dengan nilai spirometri sebelumnya. 3 Faal paru masih dinyatakan dalam

batas normal bisa hasil pemeriksaan spirometri diperoleh deviasi sampai 20% dari
19
nilai prediksi. Ketika saluran napas dan jaringan paru dalam keadaan normal

maka VEP1> 80% dari prediksi, KVP > 80% dari prediksi dan rasio VEP1/ KVP >

70% . 5

25
Gambar 9. Kurva arus-volume normal. 10

Gambar 10 . Kurva volume-waktu normal. 10

26
10.2. Kelainan Paru Obstruktif.

Pada stadium awal kelainan obstruktif dimana belum ditemukan adanya

keluhan, maka nilai yang menjadi tidak normal pertama sekali adalah rasio

VEP1/KVP, kemudian diikuti oleh penurunan VEP1. Pada penderita obstruktif

yang berat ditemukan adanya keluhan dan air trapping menyebabkan peningkatan

VR dan penurunan KVP. Pada stadium lanjut empisema, maka KTP meningkat

(hyperinflation). 3

Spirogram dapat terus menanjak lebih dari 6 detik karena membutuhkan

waktu lebih lama untuk mengosongkan paru-paru. KVP juga menurun karena

udara terperangkap diantara obstruksi bronkus tetapi penurunannya lebih sedikit

bila dibandingkan dengan VEP1. 10,20

Penyakit paru obstruksi terdiri dari: 3,10,20

 Emfisema

 Bronkitis kronis

 Asma bronkial

 Bronkiektasis

 Kistik fibrosis

 tracheobronchomalacia

Diagnosis obstruktif aliran udara ditegakkan berdasarkan rasio VEP1/ KVP < 75%

dan VEP1 < 80% dari prediksi ( National Collaborating centre for Chronic

Conditins, 2004). 5,8

27
Menurut panduan American Thoracic Society (ATS)/ European Respiratory

Society (ERS) menentukan tingkat keparahan pada kelainan obstuktif, restriktif


9
atau gabungan bentuk keduanya ditunjukkan berdasarkan VEP1 (tabel 3).

Tabel 3. Tingkat keparahan spirometri berdasarkan VEP1. 9

Keparahan Persen prediksi VEP1

Ringan >70

Sedang 60-69

Sedang berat 50-59

Berat 35-49

Sangat berat < 35

Sumber. Modifikasi dari Pellegrino R, Viegi G, Brusasco V dkk: interpretasi


strategi untuk pemeriksaan fungsi paru. Eur Respir J 26: 948-968,
2005. 9

Sebuah bentuk obstruktif yang klasik menunjukkan berkurangnya

kecepatan arus dan volume paru : 5

 VEP1 kurang dari 80% dari nilai prediksi

 KVP normal atau berkurang

 Rasio VEP1/ KVP kurang dari 75%

28
Gambar 11. Obstruksi saluran napas yang ringan. 10

Gambar 12. Obstruksi saluran napas yang sedang. 10

29
Gambar 13. Obstruksi saluran napas yang berat. 10

Obstruksi = menurunkan kecepatan aliran= berkurangnya VEP1 dan % VEP1. 12

10.3. Kelainan Paru Restiktif.

Kapasitas vital paksa adalah volume udara yang dapat dihembuskan

selama manuver ekspirasi paksa. Jika kita telah menyingkirkan kelainan obstruksi

( nilai % VEP1) kemudian diikuti Penurunan KVP hal ini mengindikasikan suatu

kelainan restriksi. 12

Restriksi = Penurunan volume = penurunan KVP (dengan VEP1 dalam batas

normal). 12

Kelainan paru restriktif adalah suatu penurunan volume paru. Istilah ini

dapat diaplikasikan secara penuh pada penderita yang sudah dilakukan

pengukuran kapasitas total paru dan ditemukan adanya penurunan kapasitas total

30
paru. Disebut penyakit paru restriksitif apabila KTP kurang dari 80% dari nilai

prediksi. 12,20
3,5,9,20
Pada kelainan restriktif semua volume paru menurun. Secara

fisiologis pada kelainan restriksitif menggambarkan bahwa berkurangnya KV dan


6
KTP seimbang dengan berkurangnya VEP1. Pada penyakit retriktif, saluran

napas dalam keadaan normal sehingga aliran udara tidak terhambat tetapi volume

paru tersebut yang berkurang sehingga bentuk spirogram tetap normal tetapi yang
5
berubah adalah tinggi gelombangnya menurun. Pada kelainan restriksi murni,

walaupun VEP1, KVP menumun tetap rasio VEP1/KVP adalah normal atau

meningkat. 3,5,20
6,7
Bentuk kelainan restriktif dapat dijumpai pada:

1. Penyakit Paru Interstitial

 Pneumonitis interstitial

 Fibrosis

 Pneumoconiosis

 Granulomatosis

 Edema

2. Space-Occupying Lesions

 Tumor

 Cysts

3. Penyakit Pleura

 Pneumotoraks

 Hemotoraks

31
 Efusi pleura

 Empiema

 Fibrotoraks

4. Penyakit pada Dinding Dada

 Trauma

 Kyphoscoliosis

 Spondylitis

 Penyakit neuromuscular

5. Keadaan-keadaan diluar Toraks

 Kegemukan

 Peritonitis

 Asites

 kehamilan

Apabila %VEP1 dan KVP sama-sama menurun, maka KVL dapat

digunakan untuk membedakan antara kelainan restriktif dan obstruktif. Pada

obstruksi berat nilai KVP dapat rendah, tetapi bukan nilai sebenarnya karena

saluran napas kollap selama ekspirasi paksa. Pada kelainan resriktif KVP juga

menurun, karena rendahnya KV yang berhubungan dengan kelainan restriktif.

Jika KVL dalam batas normal maka kelainannya adalah obstruksi, tetapi jika KVL

juga menurun maka pengukuran volume paru absolut bermamfaat untuk

mengevaluasi gabungan kelainan obstruksi dan restriksi. 9, 13,14,16

32
Gambar 14. Gambaran restriksi yang sedang. 10

Baku emas yang terbaru untuk menegakkan kelainan restriksi dengan


21
mengukur KTP. Karena KV yang rendah mengakibatkan berkurangnya KTP.16

Jika pengukuran nilai KTP tidak tersedia maka kelainan restriktif dapat

interpretasikan berdasarkan penurunan nilai KVP dengan rasio VEP1/KVP

normal atau meningkat. 14

Tabel 4. Pembagian kelainan restriktif. 14

Berdasarkan KTP
Ringan % prediksi KTP < batas bawah normal tepi ≥ 70
Sedang % prediksi KTP < 70 dan ≥ 60
Berat sedang % prediksi < 60
Berdasarkan spirometri
Ringan % prediksi < KVP batas bawah normal tapi ≥ 70
Sedang % prediksi < KVP 70 dan ≥60
Berat sedang % prediksi KVP < 60 dan ≥50
Berat % prediksi KVP< 50 dan ≥40
Sangat berat % prediksi KV P< 34

33
Restriksi = berkurangnya volume paru= berkurangya KVP (dengan % VEP1

normal). 12

10.4. Bentuk Gabungan Antara Kelainan Restriktif dan Obstruktif

Jika kita ditemukan obstruksi (penurunan % VEP1) dan penuruna KVP,

maka ada dua kemungkinan yang terjadi yaitu: 12

1. Penurunan KVP hanya disebabkan oleh obstruksi saluran napas kronis.

2. Terdapat gabungan antara kelainan restriksi dan obstruksi

Penyebab paling sering dari bentuk ini adalah PPOK yang menyebabkan

peningkatan volume udara tertinggal dalam paru-paru pada akhir ekspirasi

maksimum (meningkatkan volume residual). Disini beberapa mekanisme

penyebab peningkatan VR dan penurunan KVP: 12

1. Saluran napas kolap selama ekspirasi paksa, udara terperangkat dalam

alveoli.

2. Berkurangnya elastisitas jaringan paru mengakibatkan penurunan

kemampuan untuk mengeluarkan udara dan udara diekspirasikan lebih

sikit

3. Bullae dan blebs pada paru yang emfisematous mengganggu volume

alveoli yang masih bagus dan hal ini akan menyebabkan penurunan

volume udara yang dapat diekspirasikan

4. Penderita merasa tidak nyaman selama melakukan ekspirasi yang lama,

menyebabkan penderita menarik napas sebelum manuver ekspirasi selesai.

Ketidak nyamanan ini mungkin dapat menyebabkan hipoksemia. Disisi

34
lain, beberapa penderita PPOK dapat terus melakukan ekspirasi paksa

lebih dari 30 detik.

Spirogram acceptabl

Apakah rasio VEP1/KVP rendah?

Ya Tidak

Kelainan obstruksi Apakah KVP rendah?

Apakah KVP rendah? Ya Tidak

Ya Tidak Kelainan restriksi Hasil spirometri


normal

Hiperinflasi versus Murni Pemeriksaan


kelainan kombinasi obstruksi selanjutnya

Pemeriksaan Reversibel dengan


selanjutnya penggunaan beta-agonis?
(pengukuran
volume paru) Ya Tidak

Asma
Asma COPD
COPD

Gambar 15. Algoritma untuk menentukan kelainan restriktif atau obstruktif. 10

Kadang-kadang panderita dapat memiliki lebih dari satu kelainan, yaitu

gabungan antara kelainan obstruktif dan kelainan restriktif. Contohnya adalah

empisema (obstruksi) dengan penyakit jantung kongestif ( restriksi) atau stenosis

35
trakea (obstruksi) dengan kegemukan (restriksi). Pada keadaan ini gabungan

antara kelainan restriksi dan obstruksi ditemukan penurunan nilai KV. Kesalahan

sering dibuat adalah menegakkan suatu kelainan restriktif apabila ditemukan nilai

KVP yang menurun. Sedangkan penurunan KVP dan KVL dapat terjadi akibat

air trapping pada penyakit obstruktif saluran pernapasan. Jika ditemukan

penurunan nilai KV dan rasio VEP1/KVP maka untuk menentukan kelainan

restriktif secara pasti adalah dengan ditemukannya penurunan nilai KTP. Pada

panderita empisema maka nilai KTP dapat normal atau meningkat diatas nilai

normal. Rasio VR/KTP meningkat pada gabungan antara kelainan restriksi dan

obstruksi. 3 ,5,9

XI. Contoh Klinis

1. Seorang penderita perempuan Eropah berusia 31 tahun dengan berat

badan 74kg dan tinggi badan 169 cm.

Anamnesis: mengi hilang timbul, bukan perokok

Kementar ahli: penderita melakukan teknik dengan benar, hasilnya

acceptable dan reproduksible

Tabel 4. 1

Prediksi Pengukuran % Prediksi


Spirometri VEP1 liter 3.17 (2.08) (66)
KVP liter 3.99 3.85 98
VEP1/KVP % 79 54
FEF 25-75% 3.58 (1.14) (32)
liter/menit

36
Spirometri dilakukan 15 menit setelah pemberian nebulized bronkodilator

Tabel 5. 1

Pengukuran % Prediksi % perubahan


Spirometri VEP1 liter 3.40 107 63
KVP liter 4.30 108 12
VEP1/KVP % 79
FEF 25-75% 3.14 88
liter/menit

Interpretasi: hasil spirometri pertama terdapat obstruksi ringan,

diperlihatkan oleh VEP1 dan rasio VEP1/KVP rendah. Setelah pemberian

bronkodilator hasil spirometri kembali normal dengan perbaikan

bermakna pada VEP1 dan sedikit perbaikan pada KVP mengindikasikan

repersibiliti yang sempurna. Dinyatakan sebagai asma.

2. Seorang penderita perempuan Eropah berusia 50 tahun, berat badan 57 kg

,tinggi badan 162 cm.

Anamnese: sesak napas dan mengi dalam beberapa waktu terakhir ini.

Merokok selama 30 tahun 20 batang /hari.

Kementar ahli: penderita melakukan teknik dengan benar, hasilnya

acceptable dan reproduksible meskipun penderita sering batuk. Penderita

masih merokok sebelum pemeriksaan.

37
Tabel 6. 1

Prediksi Pengukuran % prediksi

Spirometri VEP1 liter 2.51 (1.31) (52)


KVP liter 3.31 2.88 87
VEP1/KVP % 75 45
FEF 25-75% 2.89 (0.52) (18)
liter/menit

Spirometri dilakukan 15 menit setelah pemberian nebulized bronkodilator


Tabel 7. 1

pengukuran % prediksi % perubahan


Spirometri VEP1 liter (1,60) (64) 22
KVP liter 3.36 102 17
VEP1/KVP % 48
FEF 25-75% (0.78) (27) 49
liter/menit

Interpretasi: hasil pemeriksaan spirometri pertama tampak obstruksi

saluran napas berat diperlihatkan oleh penurunan nilai VEP1 dan rasio

VEP1/KVP. Setelah pemberian bronkodilator terdapat repersibiliti

sebahagian dengan perbaikan bermakna pada VEP1 dan KVP. Dengan

catatan bahwa rasio VEP1/KVP tidak mengalami perubahan bermakna

meskipun respon terhadap pemberian bronkodilator. Dilihat dari riwayat

merokok dan gejala klinis baru muncul maka hasil pemeriksaan spirometri

dinyatakan penyakit paru obstruksi menahun (PPOK)

38
3. Penderita laki-laki Asia, umur 77 tahun, berat badan 65 kg, tinggi badan

163 cm.

Anamnesis: sesak napas semakin lama semakin memberat dalam satu

tahun terakhir ini. Merokok selama 50 tahun 10 batang/ hari.

Kementar ahli: penderita melakukan teknik dengan benar, hasilnya

acceptable dan reproduksible.

Tabel 8. 1

Prediksi Pengukuran % prediksi


Spirometri VEP1 liter 2.16 2.08 92
KVP liter 3.31 2.55 74
VEP1/KVP % 69 81
FEF 25-75% 2.06 2.09 99
liter/menit

Interpretasi: didapati kelainan restriktif dengan penurunan KVP yang

sedang. Nlai VEP1 adalah batas bawah terendah yang masih normal dan

rasio VEP1/KVP meningkat. FEF 25-75% adalah batas tertinggi yang masih

normal, menimbulkan peningkatan mid expiratory flow walaupun

kapasitas vital menurun. Dianjurkan pemeriksaan fungsi paru lebih lanjut

termasuk pemeriksaan volume paru.

4. Penderita seorang laki-laki Asia, umur 77 tahun, berat badan 73 kg

dengan tinggi bada 164 cm.

Anamnesis: batuk dan sesak napas memberat dalam beberapa bulan

terakhir ini. Merokok selama 30 tahun, 20 batang/hari dan berhenti

39
merokok 15 tahun ini. Telah mendapat pengobatan dengan amiodarone

untuk atrial fibrillation.

Komenter ahli : teknik dilakukan dengan baik, tetapi ketika melakukan

ekspirasi maksimum penderita batuk. KVP dapat dibawah nilai rata-rata.

Tabel 9. 1

Prediksi Pengukuran % prediksi


Spirometri VEP1 liter 2.26 2.08 92
KVP liter 3.45 2.55 74
VEP1/KVP % 68 81
FEF 25-75% 2.10 2.09 99
liter/menit

Interpretasi: semua hasil pengukuran dalam batas prediksi. Namun

demikian bentuk kelainan restriksi ditunjukkan oleh KVP rendah/ normal

dan rasio VEP1/KVP yang meningkat. KVP mungkin dibawah perkiraan

karena os batuk. VEP1 dan FEF 25-75% adalah normal dan tidak ada bukti

menyatakan adanya hambatan aliran udara .

5. Penderita seorang laki-laki Eropah, umur 68 tahun, berat badan 83kg dan

tinggi badan 178cm.

Anamnesis: adanya batuk dan sesak napas yang semakin lama semakin

memberat

Komenter ahli: teknik dilakukan dengan baik, hasilnya acceptable dan

reproduksible

40
Tabel 10. 1

Prediksi Pengukuran % prediksi


VEP1 liter 3.00 2.14 71
Spirometri KVP liter 4.42 2.82 64
VEP1/KVP % 69 76
FEF 25-75% liter/menit 2.74 1.65 60

Tabel 11.1

Prediksi Pengukuran % prediksi


Volume paru KTP liter 6.54 (4.70) (72)
(plethysmograph) VR liter 2.51 (1.64) (65)
RV/KTP% 40 35
KRF liter 3.71 2.78 75
KV liter 4.42 3.07 69

Interpretasi: VEP1 dan KVP menurun, tetapi penurunan KVP lebih besar,

hal ini menyatakan kelainan restriksi. Dibuktikan dengan melihat volume

paru terjadi penurunan KTP. VR juga menurun menyatakan bahwa

permasalahan lebih disebabkan oleh fibrosis dari pada oleh restriksi pada

dinding dada.

6. Seorang penderita perempuan Eropah, usia 64 tahun, berat badan 95 kg

dan tinggi badan 171cm.

Anamnesis : sesak napas, merokok selama 25 tahun, 30 batang/hari dan

sudah berhenti merokok. Penderita ini juga diketahui menderita penyakit

jantung iskemik

Komentar ahli: penderita kesulitan dalam melakukan teknik pemeriksaan.

Penderita tidak sanggup menghembuskan napas secara maksimal untuk

mendapatkan kapasitas vital karena nyeri dada.

41
Tabel 12. 1

Prediksi Pengukuran % Prediksi


Spirometri VEP1 liter 2.43 1.96 81
KVP liter 3.32 2.81 85
VEP1/KVP % 73 70
FEF 25-75% 2.65 (1.09) (41)
liter/menit

Tabel 13. 1

Prediksi Pengukuran % prediksi


Volume paru KTP liter 5.42 (6.89) (126)
(plethysmograph) VR liter 2.12 (3.98) (187)
RV/KTP% 39 (58)
KRF liter 2.70 4.22 (157)
KV liter 3.32 2.91 88

Interpretasi: spirometri dalam batas normal kecuali arus ekspirasi paksa

25-75% ( FEF 25-75%) menurun. Namun demikian KVP dapat dibawah nilai

sebenarnya karena penderita tidak sanggup menghembuskan napas secara

maksimal. Rasio VEP1/KVP meningkat. Volume paru menunjukkan pola

obstruktif dengan hiperinflasi (meningkatnya KTP) dan adanya gas

trapping (VR meningkat). Rasio VR/KTP adalah tinggi dan KFR penderita

juga tinggi. Pada umumnya ditemukan pada kelainan obstruksi. Namun

demikian temuan ini perlu ditafsirkan secara hati-hati pada saat

memberikan komentar ahli, karena mungkin terdapat kesalahan pada

waktu pengukuran dengan menggunakan plethysmograph karena penderita

kesulitan melakukan tehnik tersebut dan pemeriksaan mungkin dapat

diulang setelah nyeri dada penderita sudah hilang.

42
XII. Pemeriksaan Respon Saluran Napas

Terdapat dua jenis pemeriksaan yaitu pemeriksaan uji bronkodilator dan

provokasi bronkus. 8

12.1. Uji Bronkodilator.

Pemeriksaan Spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian

bronkodilator. VEP1 merupakan pengukuran yang lebih baik karena

reproduksibel. Reversibiliti yaitu perbaikan VEP1 ≥ 15% secara spontan maupun

setelah inhalasi bronkodilator, setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari,


21
atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) selama 2 minggu. Jika

penderita dicurigai menderita PPOK dan asma, maka pemeriksaan reversibiliti

harus selalu dilakukan. Pada penderita PPOK reversibiliti kembali kenilai normal

tidak diperoleh tetapi pemeriksaan reversibiliti ini dapat menegakkan diagnosis

asma. Pada waktu melakukan pemeriksaan uji bronkodilator, maka seharusnya

penderita sedang tidak menggunakan obat beta agonis kerja singkat dalam 4-8 jam

dan beta agonis kerja lama atau aminopilin kerja lambat dalam 24 jam sebelum

melakukan pemeriksaan. VEP1 sebaiknya di ukur sebelum dan 20 menit sesudah

pemberian inhalasi atau nebulezer beta agonis atau sebelum dan 45 menit sesudah

pemberian nebulezer dengan ipratroprium atau kombinasi keduanya. 6

VEP1 post − VEP1 pre


% Perubahan VEP1 = × 100%
VEP1 pre

43
12.2. Uji Provokasi Bronkus.

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada

penderita dengan asma dengan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji
3,6,21
provokasi bronkus. Pemeriksaan ini untuk menilai respon saluran napas

terhadap agen-agen yang diketahui dapat menyebabkan konstriksi pada

bronkus,misalnya histamin atau metilkolin. Pada orang yang normal terdapat

terjadi sedikit bronkokontriksi, tetapi pada penderita asma dapat terjadi respon

berlebihan. 17

XIII Perubahan Fungsi Paru dengan Pembedahan.

Pemeriksaan fungsi paru sejak lama telah dikenal menjadi bagian yang

penting untuk menilai resiko praoperasi pada penderita yang membutuhkan

anestesi umum dan pembedahan. Resiko ini sangat berhubungan dengan

kematian. Perubahan bermakna fungsi paru dapat terjadi pada orang sehat setelah

tindakan pembedahan pada abdomen dan toraks. Beberapa perubahan dapat

berkembang menjadi komplikasi paru pada orang yang normal apalagi pada

penderita dengan resiko tinggi yang diakibatkan oleh faktor-faktor dari paru atau

di luar paru. 23

Beberapa tipe orang dibawah ini harus dipertimbangkan untuk melakukan

pemeriksaan faal paru sebelum melakukan tindakan pembedahan: 23

1. Pasein menderita penyakit paru

2. Penderita berusia diatas 70 tahun

3. Penderita perokok dan mengalami batuk yang persisten

44
4. Penderita terlalu gemuk

5. Penderita kelainan pada rongga torak dan spinal

6. Penderita yang akan menjalani bedah toraks

7. Penderita yang akan menjalani bedah abdomen

Gangguan fungsi paru pascaoperasi dapat terjadi bahkan pada orang normal,

termasuk: 23

1. Berkurangnya volume paru

2. Bernapas cepat dan dangkal

3. Gangguan pertukaran O2 dan CO2

4. Penurunan mekanisme pertahanan saluran napas

Lockwood pada tahun1973 menggambarkan sebuah sistim berdasarkan

skema statistik melibatkan banyak fungsi. Dalam hal ini penderita dibagi menjadi

empat kategori resiko komplikasi poscaoperasi. Dia menekankan bahwa sistim

tersebut itu sendiri tidak dapat menentukan siapa yang layak menjalani

pembedahan dan penilain fisiologi lainnya. Batas-batas menentukan kategori

resiko pembedahan ringan dan resiko sangat tinggi dapat dilihat pada tabel 1. 1

Jika fungsi paru penderita penderita melebihi batas resiko ringan (lihat

tabel 14) yaitu termasuk ketiga kategori pada kelompok satu atau tiga dari ke

empat kategori yang terdapat pada kelompok dua, maka mereka dipertimbangkan

sebagai kategori pembedahan resiko sedang. Jika penderita fungsi paru penderita

melebihi batas resiko sangat tinggi yaitu termasuk semua kategori pada kelompak

satu atau tiga dari lima kategori pada kelompok dua maka mereka dimasukkan ke

dalam ketegori resiko pembedahan diatas resiko sedang. 23

45
Tabel 14. Batas penilaian resiko anestesi-pembedahan. 23

Fungsi Resiko ringan Resiko sangat tinggi


Kelompok I
KVP < 3.33 liter < 1.70 liter
VEP1 < 2.23liter <1.20 liter
< 35% KVP
MVV < 77.5liter/menit < 28.0 liter/menit
Kelompok II
MVV < 77.5 liter/menit <28.0 liter/ menit
VR >1.54 liter > 3.30 liter
KTP >30.0 liter > 7.90 liter
VR/KTP, % >30.% > 47%
Nx mixing time, detik >108 detik > 265 detik

Tabel 15. Penilaian resiko anestesi- pembedahan. 23

Fungsi Resiko Resiko sedang Resiko tinggi


ringan
PaCO2 mmHg 45-49 50-55 >50
PaO2 mmHg 61-70 50-60 <50
FEF200-1200 liter/ menit 1.67-3.33 0.83-1.66 < 0.83
MVV,% prediksi 51-75 33-50 <33
VEP1, liter 0.5-1.0 0.3-0.9 <0.3
KVP, liter 1-1.5 0.6-0.9 <0.6

Gracey dkk, melakukan penelitian terhadap 157 penderita PPOK,

melaporkan kesulitan untuk menentukan siapa penderita yang akan mengalami

komplikasi paru yang tidak merlukan ventilasi mekanik. Kelompok yang akan

membutuhkan ventilasi mekanik pascaoperasi adalah pada penderita dengan nilai

FEF25-75% dan MVV kurang dari 50% dari prediksi, sama dengan KVP lebih

kecil dari 75% dari prediksi. Peningkatan resiko juga dapat ditentukan

berdasarkan pada produksi dahak, terjadi peningkatan resiko paskaoperasi jika

dahak lebih dari 60 cc. Penelitian yang dilakukan oleh Gracey dkk dan Veith dan

Rocco menekankan penting dilakukan pembersihan jalan napas sebelum tindakan

46
operasi karena hal tersebut berhubungan dengan resiko terjadinya komplikasi

pada paru setelah operasi. 23

Pemeriksaan gas darah arteri juga dapat dilakukan untuk menilai

kebutuhan oksigen tambahan atau ventilasi mekanik tetapi memiliki nilai yang

rendah dalam menilai resiko pembedahan. Pada saat ditemukan gangguan yang

berat pada indikator pernapasan seperti FEV 0.5, FEV1, FEF 25-75%, pertukaran gas

biasanya terganggu tapi tidak bermakna. 23

Evaluasi fisiologi fungsi pernapasan dan sirkulasi merupakan bagian

penting dalam menilai secara keseluruhan dalam menentukan siapa penderita yang

beresiko mengalami kematian bermakna setelah tindakan operasi dengan anestesi

umum dan operasi besar pada abdomen dan toraks.

Pemeriksaan pernapasan sederhana seperti FVC, FEV0.5, VEV1.0, dan FEF

25-75% , telah digunakan secara luas untuk menilai resiko paru, tetapi identifikasi

pemeriksaan kombinasi yang edeal masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. 23

Komplikasi pernapasan setelah pembedahan paling sering berhubungan

dengan perubahan fungsi paru yang terjadi sebagai akibat dari pembedahan itu

sendiri, anestesi, atau berbagai jenis intervensi farmakologi. Terdapat lima

kategori utama perubahan fungsi paru yang dipertimbangkan berhubungan dengan

pembedahan adalah : berkurangnya volume paru, disfungsi diafragma, gangguan

pertukaran gas, depresi pernapasan sebagai akibat dari sisa obat anastesi atau

narkotika setelah pembedahan, gangguan batuk dan mucociliary clearence. 9

47
XIV. Perbedaan Spirometri dengan Peak Flow Meter.

Arus maksimum yang diperoleh selama manuver KVP disebut sebagai

peak exspiratory flow (PEF) atau arus puncak ekspirasi (APE). APE tidak mudah

diukur dengan menggunakan spirometer volume dan harus digunakan oleh kurva
3,21
flow-volume atau dengan menggunakan peak flow meter. APE bertujuan

untuk mengukur secara objektif arus udara pada saluran napas yang besar. APE

tidak dapat membedakan antara penyakit restriksi atau obstruksi pada saluran
3
pernapasan. Sedangkan dengan spirometri dapat menentukan apakah seseorang

memiliki faal paru normal, hiperinflasi, obstruksi, restriksi atau gabungan

keduanya. 8,9

Monitoring APE dengan menggunakan Peak flow meter adalah penting

untuk menilai beratnya asma, derajat variasi diurnal, respon pengobatan saat

serangan akut, deteksi perburukan asimptomatik sebelum menjadi serius, respon

pengobatan jangka panjang, justifikasi objektif dalam memberikan pengobatan

dan identifikasi pencetus. Peak flow meter relatif murah dan dapat dibawa

kemana-mana, sehingga pemeriksaan itu tidak hanya dapat dilakukan di klinik,

rumah sakit, bahkah dirumah penderita itu sendiri. 21

XV. Kesimpulan

Pemeriksaan fungsi paru merupakan alat yang sangat bermanfaat untuk

menilai kondisi pernapasan. Spirometri adalah penting untuk menentukan fungsi

paru penderita apakah normal, obstruksi, restriksi, atau gabungan bentuk antara

kelainan obstruksi dan restriksi. Faal paru masih dinyatakan dalam batas normal

bila hasil pemeriksaan didapatkan deviasi sampai 20% dari nilai prediksi.

48
Rasio VEP1/KVP menurun merupakan gambaran utama kelainan

obstruksi, namun nilai VEP1 merupakan gambaran terbaik untuk menilai derajat

obstruksi. Diagnosis kelainan obstruktif ditegakkan berdasarkan nilai rasio

VEP1/KVP < 75% dan VEP1 < 80%. Pada kelainan restriktif murni, walaupun

VEP1 dan KVP menurun, namun rasio VEP1/KVP adalah normal atau meningkat.

Jika KVP dan rasio VEP1/KVP keduanya menurun maka untuk menentukan

adanya kelainan restriktif dan obstruksi perlu dilakukan pemeriksaan KVL, jika

nilai KVL dalam batas normal maka kelainannya adalah obstruksi tetapi jika KVL

rendah perlu dilakukan pemeriksaan volume paru absolut, karena pada kelainan

restriktif di temukan adanya penurunan nilai KTP.

49
XVI. Daftar P

1. Whyte K. In : Pocket Guide to Lung Function test. The McGraw-Hill companies,


Inc. Australia. 2001. 1-14, 25-29,43-48

2. Baharuddin S, Roestam AW, Yunus F, Ikhsan M, Kekalih A. Analisis Hasil


Spirometri Karyawan PT X yang Terpajan Debu di Area Penambangan dan
Pemrosesan Nikel, J Respir Indo 2010; 30:20-31.

3. Enright PL, Hodgkin JE. Pulmonary Function Test. In: Burton GG, Hodgkin JE,
Ward JJ. Respiratory care. Lippincott. New York.1997: 225-247.

4. Rasmin M, Rogayah R, WihastutiR, Fordiastiko, Zubaedah, Elisna. Uji Faal Paru.


in: prosedur Tindakan Bidang Paru Diagnostik dan Terapi. Balai Penerbit FK UI.
Jakarta. 2001;28-35.

5. Barnet M. Investigations to Diagnose COPD. In: Chronic Obstructive Pulmonary


Disease in Primary care Jhon wiley & sons. New York.2006. 45-66.

6. Dakin JH, Kourteli EN, winter RJD. Spirometry . In : Koster J, Rooke W.


Making Sense OF Lung Function Test. Oxford University press Inc. London.
2003. 11-12

7. Gold WM. Pulmonary Fuction Test. In : Gold WM, Murray JF, Nadel JA.
Prosedure in Respiratory Medicine.W.B. Saunders Company.
Philadelphia.2002.345-451.

8. Yunus F, Wiyono WH. Pemeriksaan spirometri. In : Abdullah HA, PataunMJ,


Saleh K, Tabri NA,Mappangara I, et all. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah
Khusus (PIK) –X. Sub-Bagian paru, Bagian Ilmu Penyakit dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin Perjan RS. Dr. Wahidin sudirohusodo
Bekerjasana dengan Perhimpunan Dokter Peru Indonesia. Makassar. 2003. 1-4.

9. Grippi MA, Tino G. Pulmonary Function Testing. In; Fishman AP, Elias JA,
Fishman JA, Grippi MA, Senior RM, Pack AL. Pulmonary Disease and
disorders. Philadelphia. Mc Graw Hill.2000.568-608

10 Buckner JK, Ditchey RV, Good JT, Matthay R, Petty TL, Morrison D, Smith S,
at all. Office Evaluation of the Patient : Initial Studies Spirometry. In: Petty
TL,Smith S. Frontline Cardiopulmonary Topics dyspnea. Snowdrift Pulmonary
Comference. America. 2001: 19-31.

11 White CG. Pulmonary Function Testing. In : MePhee A, Thorp JD, Donnellan K.


Respiratory Notes Respiratory therapist,s Pocket Guide. F.A Davis Company.
Philadelphia.2008. 58-70

12 Hyatt E, Enringht PL. Office Spirometry A Practical Guide to the selection and
Use of Spirometry. Philadelphia. Lea & Febiger; 1987:23-69,195-200

50
13 Sherwood L. Sistim Pernapasan. In : Santoso BI. Fisiologi Manusia dari sel
Kesistim.edisi 2. EGC. Jakarta .2001.410-446.

14 Jardin TD. Cardiopulmonary Anatomy and Physiology of The Respiratory


Essentials for Respiratory care. In : Angelio MD. Fetal development and the
Cardiopulmonary sytem. 5th ed. Delmar Thomson Learning; Australia. 2002:
313-344.

15 Ward JPT, Ward J, leach RM , Wiener CM . Struktur dan Fungsi. In: Safitri A.
At a glance sistem respirasi. Edisi ke-2 . Erlangga; Jakarta. 2007: 1-44.

16 Ruppel G. Pulmonary Mechanics Test. In: Kimpton H. Pulmonary Function. The


C.V. Mosby Company.London. 1975: 21-37

17 Blom JA. Respiratory Measurements. In : Monitoring Of Repiration and


Cirlation. Taylor & Franis e-Library. Ney York.2005. 103-107

18 Glady CA, Aaron SD, Lanau M, Clinch J, Dales RE. Spirometry-Based


Algorithm to Direct Lung Fuction Testing in The Pulmonary Function
Laboratory, Chest; 123: 1939-1946.

19 Setiaji M, Nur BM, Gunawan B. Uji Faal Paru . Cermin Dunia Kedokteran No.
24, 1981: 7- 11

20 Perkhie s, Mintz ML. Pulmonary Function Testing. In: Mintz ML. Disorder of
The Respiratory Tract Common Challenges in Primary Care. New Jersey.2006.
17-26.

21 Aaron SD, Dales RE, Cardinal P. How Accurate is Spirometry at Predicting


Restrictive Pulmonary Impairment?, Chest 1999; 115; 869-873.

22 Mangunnegoro H, Widjaja A, Sutoyo DK, Yunus F, Pradjnaparamita, Suryanto


Edi, et all. Diagnosa Dan Klasifikasi.Asma. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Di Indonesia.PDPI. Jakarta. 2006: 20-24.

23 Miller WF. Preoperative Evaluation Of Pulmonary Function In The Surgical


patient. In : Chusid EL. The Selective And Comprehensive Of Adult Pulmonary
Function. New York. Futura Publishing Company, Inc; 1983: 283-292

51

Anda mungkin juga menyukai