Pendahuluan
individu berusia sekitar 20 tahun. Sebagian besar indeks fungsi paru mencapai
tingkat maksimum pada saat individu berusia sekitar 20-25 tahun, kemudian
semakin menurun.1 Spirometri merupakan tes fungsi paru paling sering dilakukan
untuk mengukur fungsi paru, khususnya volume dan/atau kecepatan aliran udara
fibrosis paru, dan Penyakit Paru Obstruksi kronis (PPOK). Spirometri merupakan
tes fungsi paru paling klasik, mengukur volume udara yang diinspirasikan dan
respon pengobatan. 1
deteksi beberapa tahun sebelum gejala dan tanda klinis penyakit tersebut timbul.
1
II. Definisi Spirometri
menggunakan alat spirometer. 4 Spiro berasal dari bahasa Yunani yaitu bernapas.
1. Kapasitas vital
3.1.1 Diagnostik.
2
- Hasil pemeriksaan laboratorium yang abnormal misalnya: hipoksemia,
- Perokok
pekerjaanya
3.1.2. Monitoring
- Terapi bronkodilator
paru interstitial
c. Penilain status kesehatan seseorang saat sekarang ini, terhadap orang yang
3
d. Untuk mendeteksi obat-obat merugikan yang diketahui dapat
membahayakan paru
- Medis
- Industri
- Kejuruan
pemerintahan
d. Kesehatan masyarakat
- Survei epidemiologi
spirometri
4
IV. Tujuan Pemeriksaan Spirometri.
a. Menilai status faal paru yaitu menentukan apakah seseorang memiliki faal
keduanya.
resiko ringan, sedang atau berat pada tindakan bedah. Menentukan apakah
a. Alat spirometer yang telah dikaliberasi untuk volume dan arus minimal satu
c. Wadah berisi savlon yang telah diencerkan dengan air untuk merendam
5
5.2. Pasien
memberikan petunjuk yang tepat dan benar serta contoh cara melakukan
pemeriksaan.
b. Suhu udara tempat pemeriksaan tidak boleh < 170 C atau > 400C
saluran napas, pemeriksaan dilakukan urutan terakhir dan setelah itu harus
6
VI. Prosedur Tindakan
sebaiknya dianjurkan: 4, 8
Hal yang menunjukkan bahwa pemeriksaan tidak dilakukan dengan baik apabila
di dapatkan : 8
7
b. Batuk selama detik pertama manuver sehingga mempengaruhi nilai VEP1.
d. Akhir ekspirasi yang cepat. Pada orang normal biasanya ekspirasi ini
berlangsung 6 detik.
e. Terdapat kebocoran.
8
VIII. Manuver Pelaksanaan Spirometri
Terdapat dua metode manuver kapasitas vital yang dapat dilakukan yaitu
1. Metode Closed-Circuit : 9
Metode ini dapat digunakan untuk mengukur volume paru statik dan dinamik.
9
2. Metode Open-Sircuit : 9
Metode ini digunakan untuk mengukur volume paru statik dan dinamik
KVP.
b. Pada metode ini titik akhir ekspiratori tenang tidak direkam, yang direkam
memperoleh KTP kemudian diikuti oleh ekspirasi maksimum sekuat dan secepat
titik dimana penderita tidak dapat mengeluarkan udara lagi.10 Waktu yang
10
diperlukan untuk menghembuskan KVP secara keseluruhan pada individu normal
adalah 4-6 detik. 11 Beberapa nilai yang sering ditentukan berdasarkan KVP kurva
2. Volume yang diekspirasikan dalam tiga detik pertama (VEP3) dengan nilai
mungkin, selama 12-15 detik. MVV adalah total volume udara yang diekshalasi
atau diinhalasi selama periode bernapas maksimal yang diukur dalam liter/menit. 9
acceptability.
berikutnya.
11
Gambar 2. Manuver KVP. Ekspirasi paksa dimulai pada titik nol. Pada manuver
ini hampir semua udara dapat dikeluarkan dalam tiga detik pertama. 9
Jumlah total udara yang dapat ditampung oleh paru dapat dibagi kedalam empat
volume tersendiri. Empat kombinasi spesifik volume paru ini dipergunakan untuk
Jumlah udara normal yang masuk kedalam dan keluar paru dalam satu kali
pernapasan tenang.
12
2. Inspiratory reserve volume atau volume cadangan inspirasi ( VCI)
Jumlah udara yang dapat dihirup secara maksimum setelah inspirasi biasa.
biasa.
ekspirasi maksimum.
primer :
(KRF) adalah volume gas yang terdapat di dalam paru-paru pada akhir
13
Volume statik yang dapat diperoleh dengan spirometri yang sederhana adalah: 9
1. Volume tidal
2. Kapasitas vital
3. Kavasitas inspirasi
Volume statis yang tidak dapat diukur dengan spirometri sederhana adalah: 9
1. Volume residua
Volume residua dapat ditentukan dengan tiga langkah-langkah berikut ini secara
9
tidak langsung yaitu :
pemeriksaan spirometri
Jadi volume residua adalah kapasitas residua fungsional dikurang dengan volume
14
Gambar 3. Volume paru yang dapat dicatat oleh spirometri. 9
Tabel 1. Perkiraan rata-rata volume dan kapasitas paru normal pada subjek
9.2.1. Forced Vital Capacity (FVC) atau Kapasitas Vital Paksa (KVP)
Kavasitas vital paksa adalah total udara yang dapat dikeluarkan secara
paksa setelah inspirasi maksimum. Pada individu normal total exspiratory time
15
4-6 detik. Pada penyakit paru obstruksi diperlukan waktu lebih lama untuk
obstruksi saluran napas, ekspirasi dapat terus berlanjut sampai 10-12 detik.
Penurunan aliran udara dapat diekspresikan dengan penurunan VEP1, VEP3, rasio
kapasitas vital Paksa (KVP), namun pada penyakit paru obstruksi terdapat
8,9
perbedaan KVP dan KVL dimana KVP lebih kecil dari KVL. KVL pada
yaitu berkurangnya rasio VEP1/KVP. Nilai KVP rendah dapat ditemukan pada
18
penyakit restriksi dan obstruksi. Hasil pemeriksaan spirometri menunjukkan
nilai KVP rendah dapat menjadi suatu pertanda kelainan restriksi, namun hal
tersebut tidak spesifik karena KVP juga turun dapat juga ditemukan pada
7
penderita obstruksi saluran napas yang berat karena air trapping.
16
9.2.2. Volume Ekspirasi Paksa Berdasarkan Waktu (forced Expiratory volume
timed, FEVT )
udara yang dapat dikeluarkan dalam periode waktu spesifik. Periode waktu yang
paling sering dipergunakan adalah 1 detik. Periode waktu lainnya yang biasanya
dipergunakan adalah 0.5 detik, 2 detik dan 3 detik (gambar 5). Persentase VEP
yang dikeluarkan selama periode waktu ini adalah sebagai berikut ini : VEP 0.5 =
13,16
60%; VEP1 = 83%; VEP2 = 94%; VEP3 = 97%. Pada individu dewasa
normal dapat mengeluarkan lebih dari 70% dari KVP dalam detik pertama (rasio
volume ekspirasi paksa dalam satu detik pertama. Akan lebih mudah
mengganggap VEP1 sebagai rata-rata kecepatan aliran udara dalam detik pertama
17
VEP1 menurun secara langsung sesuai dengan beratnya gejala klinis
ditemukan pada penyakit paru obstruksi maupun penyakit paru restriksi. Pada
Rasio VEP1/ KVP adalah jumlah udara yang dikeluarkan dalam 1 detik
pertama selama manuver KVP. Karena rasio VEP1/ KVP adalah persentase yang
cepat diperoleh maka disebut sebagai persentase volume ekspirasi paksa detik
untuk menegakkan diagnosis obstruksi aliran udara, namun nilai VEP1 paling
derajat obstruksi (ringan, sedang, atau berat) dan untuk perbandingan serial pada
1,3,12,14
penderita asma atau PPOK.
dengan obstruksi saluran napas yang ringan. Ahli fisiologi telah mencari
pemeriksaan yang lebih sensitif dari VEP1 untuk mendeteksi obstruksi saluran
napas stadium dini. Hasilnya tidak satupun terbukti lebih baik daripada rasio
VEP1/KVP atau % VEP1. Pada orang dewasa muda normal memiliki % VEP1
sekitar 85%. Ahli fisiologi secara tradisional menyatakan bahwa %VEP1 70%
18
Kunci untuk membedakan antara kelainan obstruksi dan restriksi adalah
berdasarkan VEP1 dan rasio VEP1/KVP. Pada obstruksi VEP1 dan dan rasio
Rasio VEP1/ KVP pada umumnya bermanfaat dalam tahap awal untuk
saluran pernapasan berdasarkan rasio VEP1/ KVP kurang bermanfaat ketika nilai
9.2.4. Arus Ekspirasi Paksa25%-75% ( forced expiratory flow 25-75%, FEF 25-75%)
KVP (gambar 6).9,14,16 Pengukuran ini menggambarkan aliran udara pada saluran
napas berukuran sedang sampai kecil.1,14 FEF 25%-75% menurun sesuai dengan
bertambahan usia dan pada penyakit paru obstruktif. FEF 25%-75% juga menurun
pada pasien dengan kelainan paru restriktif, penyebab utama adalah KV yang
menurun. 1,16
19
9.2.5. Maximal Voluntary Ventilatin (MVV)
pernapasan penderita, hal ini sering juga disebut sebagai kapasitas pernapasan
menyebabkan sakit kepala atau kontraksi pada bronkus pada penderita yang
manuver KVP biasanya dia juga sanggup untuk melakukan pemeriksaan MVV. 12
MVV adalah jumlah udara dapat masuk kedalam dan keluar dari paru-
ini dalam 12-15 detik), pemeriksaan ini berguna untuk mengevaluasi kinerja dan
2. Obstruksi saluran (PPOK, asma, atau lesi yang terdapat di saluran napas
bagian bawah)
20
Manuver KVP lebih tepat daripada MVV didalam mendeteksi kelainan obstruksi
yang sederhana (gambar 8). Pada flow-volume loop tidak ditemukan indikator
persentase grafik dari manuver KVP diikuti oleh manuver volume inspirasi paksa
(VIP) dan secara umum bermanfaat untuk menilai obstruksi saluran napas yang
1,2
besar (trakea sampai bronkus utama). Ketika KVP dan VIP digambarkan
secara bersamaan, di ilustrasi oleh dua kurva yang disebut flow-volume loop . 14
sebagai Peak expiratory flow (PEF) atau arus puncak ekspirasi (APE). APE tidak
mudah diukur dengan volume spirometer dan harus ditentukan dengan salah satu
dari berikut ini yaitu kurva flow-volume atau menggunakan peak flowmeter. 3
Pada kelainan obstruksi aliran udara, APE sering menurun maka tinggi
maksimum dari loop juga berkurang. Penurunan aliran udara dengan cepat, karena
aliran udara menyempit, diikuti oleh penurunan volume paru menyebabkan loop
intestitial, terjadi gangguan ekspansi paru maksimal paru karena adanya jaringan
akan meningkatkan elastic recoil paru sehingga dapat meningkatkan aliran udara.
Walaupun pada kelainan restriktif VEP1 dan KVP dapat berkurang karena ukuran
21
paru yang kecil dan kaku, namun APE normal bahkan meningkat dari nilai
prediksi.1
22
Gambar 8. Normal Flow-volume loop. PEFR= Peak expiration flow rate
PIFR= peak inspiratory flow rate, FVC= Forced vital
capacity, FEF 25%-75% = forced expiratory flow 25%-75%, FEF
14
50%= forced expiratory flow 50% .
23
Tabel 2. Rata-rata pengukuran kecepatan dinamik pada pria dan wanita sehat
_______________________________________________________________-_
PENGUKURAN PRIA WANITA
_________________________________________________________________
FEVT
FEV0.5 60% 60%
FEV1.0 83% 93%
FEV2.0 94% 94%
FEV3.0 97% 97%
FEV200 - 1200 8 L/sec (480 L/min) 5.5 L/sec (330 L/min)
FEV25% - 75% 4.5 L/sec (270 L/min) 3.5 L/sec (210 L/min)
PEFA 10 L/sec (600 L/min) 7.5 L/sec (450 L/min)
MW 170 L/min 5.5 L/min
_________________________________________________________________
yaitu kurva arus per volume atau flow/volume dan kurva volume per waktu atau
dengan menggunakan persen prediksi VEP1. Jika rasio VEP1/ KVP diatas nilai
3,10,19
batas bawah yang masih normal maka spirometri adalah normal. Kelainan
hasil pemeriksaan yang ditunjukkan oleh spirometri paling sering adalah adanya
24
Spirometri dapat menggambarkan dua pola dasar yaitu kelainan
5,6,10,14
obstruktif dan retriktif. VEP1 merupakan pemeriksaan yang dapat
neuromaskular.10,19
KVP lebih kecil dari 80% nilai prediksi dengan nilai rasio VEP1/KVP
dalam batas normal maka hal ini kemungkinan disebabkan oleh kelainan paru
antara kelainan obstruktif dan restriktif apabila ditemukan nilai KVP yang rendah,
maka hal ini harus dihindari apabila apabila pengukuran volume paru absolut dan
melakukan manuver SVC atau KVL belum dilakukan, karena KVP yang rendah
sering ditemukan pada kelainan obstruksi karena air trapping daripada bersamaan
Karena batas normal nilai spirometri sangat luas yaitu 80%-120% dari
nilai prediksi, hal ini sering bermanfaat untuk membandingkan nilai spirometri
sekarang dengan nilai spirometri sebelumnya. 3 Faal paru masih dinyatakan dalam
batas normal bisa hasil pemeriksaan spirometri diperoleh deviasi sampai 20% dari
19
nilai prediksi. Ketika saluran napas dan jaringan paru dalam keadaan normal
maka VEP1> 80% dari prediksi, KVP > 80% dari prediksi dan rasio VEP1/ KVP >
70% . 5
25
Gambar 9. Kurva arus-volume normal. 10
26
10.2. Kelainan Paru Obstruktif.
keluhan, maka nilai yang menjadi tidak normal pertama sekali adalah rasio
yang berat ditemukan adanya keluhan dan air trapping menyebabkan peningkatan
VR dan penurunan KVP. Pada stadium lanjut empisema, maka KTP meningkat
(hyperinflation). 3
waktu lebih lama untuk mengosongkan paru-paru. KVP juga menurun karena
Emfisema
Bronkitis kronis
Asma bronkial
Bronkiektasis
Kistik fibrosis
tracheobronchomalacia
Diagnosis obstruktif aliran udara ditegakkan berdasarkan rasio VEP1/ KVP < 75%
dan VEP1 < 80% dari prediksi ( National Collaborating centre for Chronic
27
Menurut panduan American Thoracic Society (ATS)/ European Respiratory
Ringan >70
Sedang 60-69
Berat 35-49
28
Gambar 11. Obstruksi saluran napas yang ringan. 10
29
Gambar 13. Obstruksi saluran napas yang berat. 10
selama manuver ekspirasi paksa. Jika kita telah menyingkirkan kelainan obstruksi
( nilai % VEP1) kemudian diikuti Penurunan KVP hal ini mengindikasikan suatu
kelainan restriksi. 12
normal). 12
Kelainan paru restriktif adalah suatu penurunan volume paru. Istilah ini
pengukuran kapasitas total paru dan ditemukan adanya penurunan kapasitas total
30
paru. Disebut penyakit paru restriksitif apabila KTP kurang dari 80% dari nilai
prediksi. 12,20
3,5,9,20
Pada kelainan restriktif semua volume paru menurun. Secara
napas dalam keadaan normal sehingga aliran udara tidak terhambat tetapi volume
paru tersebut yang berkurang sehingga bentuk spirogram tetap normal tetapi yang
5
berubah adalah tinggi gelombangnya menurun. Pada kelainan restriksi murni,
walaupun VEP1, KVP menumun tetap rasio VEP1/KVP adalah normal atau
meningkat. 3,5,20
6,7
Bentuk kelainan restriktif dapat dijumpai pada:
Pneumonitis interstitial
Fibrosis
Pneumoconiosis
Granulomatosis
Edema
2. Space-Occupying Lesions
Tumor
Cysts
3. Penyakit Pleura
Pneumotoraks
Hemotoraks
31
Efusi pleura
Empiema
Fibrotoraks
Trauma
Kyphoscoliosis
Spondylitis
Penyakit neuromuscular
Kegemukan
Peritonitis
Asites
kehamilan
obstruksi berat nilai KVP dapat rendah, tetapi bukan nilai sebenarnya karena
saluran napas kollap selama ekspirasi paksa. Pada kelainan resriktif KVP juga
Jika KVL dalam batas normal maka kelainannya adalah obstruksi, tetapi jika KVL
32
Gambar 14. Gambaran restriksi yang sedang. 10
Jika pengukuran nilai KTP tidak tersedia maka kelainan restriktif dapat
Berdasarkan KTP
Ringan % prediksi KTP < batas bawah normal tepi ≥ 70
Sedang % prediksi KTP < 70 dan ≥ 60
Berat sedang % prediksi < 60
Berdasarkan spirometri
Ringan % prediksi < KVP batas bawah normal tapi ≥ 70
Sedang % prediksi < KVP 70 dan ≥60
Berat sedang % prediksi KVP < 60 dan ≥50
Berat % prediksi KVP< 50 dan ≥40
Sangat berat % prediksi KV P< 34
33
Restriksi = berkurangnya volume paru= berkurangya KVP (dengan % VEP1
normal). 12
Penyebab paling sering dari bentuk ini adalah PPOK yang menyebabkan
alveoli.
sikit
alveoli yang masih bagus dan hal ini akan menyebabkan penurunan
34
lain, beberapa penderita PPOK dapat terus melakukan ekspirasi paksa
Spirogram acceptabl
Ya Tidak
Asma
Asma COPD
COPD
35
trakea (obstruksi) dengan kegemukan (restriksi). Pada keadaan ini gabungan
antara kelainan restriksi dan obstruksi ditemukan penurunan nilai KV. Kesalahan
sering dibuat adalah menegakkan suatu kelainan restriktif apabila ditemukan nilai
KVP yang menurun. Sedangkan penurunan KVP dan KVL dapat terjadi akibat
restriktif secara pasti adalah dengan ditemukannya penurunan nilai KTP. Pada
panderita empisema maka nilai KTP dapat normal atau meningkat diatas nilai
normal. Rasio VR/KTP meningkat pada gabungan antara kelainan restriksi dan
obstruksi. 3 ,5,9
Tabel 4. 1
36
Spirometri dilakukan 15 menit setelah pemberian nebulized bronkodilator
Tabel 5. 1
Anamnese: sesak napas dan mengi dalam beberapa waktu terakhir ini.
37
Tabel 6. 1
saluran napas berat diperlihatkan oleh penurunan nilai VEP1 dan rasio
merokok dan gejala klinis baru muncul maka hasil pemeriksaan spirometri
38
3. Penderita laki-laki Asia, umur 77 tahun, berat badan 65 kg, tinggi badan
163 cm.
Tabel 8. 1
sedang. Nlai VEP1 adalah batas bawah terendah yang masih normal dan
rasio VEP1/KVP meningkat. FEF 25-75% adalah batas tertinggi yang masih
39
merokok 15 tahun ini. Telah mendapat pengobatan dengan amiodarone
Tabel 9. 1
karena os batuk. VEP1 dan FEF 25-75% adalah normal dan tidak ada bukti
5. Penderita seorang laki-laki Eropah, umur 68 tahun, berat badan 83kg dan
Anamnesis: adanya batuk dan sesak napas yang semakin lama semakin
memberat
reproduksible
40
Tabel 10. 1
Tabel 11.1
Interpretasi: VEP1 dan KVP menurun, tetapi penurunan KVP lebih besar,
permasalahan lebih disebabkan oleh fibrosis dari pada oleh restriksi pada
dinding dada.
jantung iskemik
41
Tabel 12. 1
Tabel 13. 1
25-75% ( FEF 25-75%) menurun. Namun demikian KVP dapat dibawah nilai
trapping (VR meningkat). Rasio VR/KTP adalah tinggi dan KFR penderita
42
XII. Pemeriksaan Respon Saluran Napas
provokasi bronkus. 8
harus selalu dilakukan. Pada penderita PPOK reversibiliti kembali kenilai normal
penderita sedang tidak menggunakan obat beta agonis kerja singkat dalam 4-8 jam
dan beta agonis kerja lama atau aminopilin kerja lambat dalam 24 jam sebelum
pemberian inhalasi atau nebulezer beta agonis atau sebelum dan 45 menit sesudah
43
12.2. Uji Provokasi Bronkus.
penderita dengan asma dengan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji
3,6,21
provokasi bronkus. Pemeriksaan ini untuk menilai respon saluran napas
terjadi sedikit bronkokontriksi, tetapi pada penderita asma dapat terjadi respon
berlebihan. 17
Pemeriksaan fungsi paru sejak lama telah dikenal menjadi bagian yang
kematian. Perubahan bermakna fungsi paru dapat terjadi pada orang sehat setelah
berkembang menjadi komplikasi paru pada orang yang normal apalagi pada
penderita dengan resiko tinggi yang diakibatkan oleh faktor-faktor dari paru atau
di luar paru. 23
44
4. Penderita terlalu gemuk
Gangguan fungsi paru pascaoperasi dapat terjadi bahkan pada orang normal,
termasuk: 23
skema statistik melibatkan banyak fungsi. Dalam hal ini penderita dibagi menjadi
tersebut itu sendiri tidak dapat menentukan siapa yang layak menjalani
resiko pembedahan ringan dan resiko sangat tinggi dapat dilihat pada tabel 1. 1
Jika fungsi paru penderita penderita melebihi batas resiko ringan (lihat
tabel 14) yaitu termasuk ketiga kategori pada kelompok satu atau tiga dari ke
empat kategori yang terdapat pada kelompok dua, maka mereka dipertimbangkan
sebagai kategori pembedahan resiko sedang. Jika penderita fungsi paru penderita
melebihi batas resiko sangat tinggi yaitu termasuk semua kategori pada kelompak
satu atau tiga dari lima kategori pada kelompok dua maka mereka dimasukkan ke
45
Tabel 14. Batas penilaian resiko anestesi-pembedahan. 23
komplikasi paru yang tidak merlukan ventilasi mekanik. Kelompok yang akan
FEF25-75% dan MVV kurang dari 50% dari prediksi, sama dengan KVP lebih
kecil dari 75% dari prediksi. Peningkatan resiko juga dapat ditentukan
dahak lebih dari 60 cc. Penelitian yang dilakukan oleh Gracey dkk dan Veith dan
46
operasi karena hal tersebut berhubungan dengan resiko terjadinya komplikasi
kebutuhan oksigen tambahan atau ventilasi mekanik tetapi memiliki nilai yang
rendah dalam menilai resiko pembedahan. Pada saat ditemukan gangguan yang
berat pada indikator pernapasan seperti FEV 0.5, FEV1, FEF 25-75%, pertukaran gas
penting dalam menilai secara keseluruhan dalam menentukan siapa penderita yang
25-75% , telah digunakan secara luas untuk menilai resiko paru, tetapi identifikasi
dengan perubahan fungsi paru yang terjadi sebagai akibat dari pembedahan itu
pertukaran gas, depresi pernapasan sebagai akibat dari sisa obat anastesi atau
47
XIV. Perbedaan Spirometri dengan Peak Flow Meter.
peak exspiratory flow (PEF) atau arus puncak ekspirasi (APE). APE tidak mudah
diukur dengan menggunakan spirometer volume dan harus digunakan oleh kurva
3,21
flow-volume atau dengan menggunakan peak flow meter. APE bertujuan
untuk mengukur secara objektif arus udara pada saluran napas yang besar. APE
tidak dapat membedakan antara penyakit restriksi atau obstruksi pada saluran
3
pernapasan. Sedangkan dengan spirometri dapat menentukan apakah seseorang
keduanya. 8,9
untuk menilai beratnya asma, derajat variasi diurnal, respon pengobatan saat
dan identifikasi pencetus. Peak flow meter relatif murah dan dapat dibawa
XV. Kesimpulan
paru penderita apakah normal, obstruksi, restriksi, atau gabungan bentuk antara
kelainan obstruksi dan restriksi. Faal paru masih dinyatakan dalam batas normal
bila hasil pemeriksaan didapatkan deviasi sampai 20% dari nilai prediksi.
48
Rasio VEP1/KVP menurun merupakan gambaran utama kelainan
obstruksi, namun nilai VEP1 merupakan gambaran terbaik untuk menilai derajat
VEP1/KVP < 75% dan VEP1 < 80%. Pada kelainan restriktif murni, walaupun
VEP1 dan KVP menurun, namun rasio VEP1/KVP adalah normal atau meningkat.
Jika KVP dan rasio VEP1/KVP keduanya menurun maka untuk menentukan
adanya kelainan restriktif dan obstruksi perlu dilakukan pemeriksaan KVL, jika
nilai KVL dalam batas normal maka kelainannya adalah obstruksi tetapi jika KVL
rendah perlu dilakukan pemeriksaan volume paru absolut, karena pada kelainan
49
XVI. Daftar P
3. Enright PL, Hodgkin JE. Pulmonary Function Test. In: Burton GG, Hodgkin JE,
Ward JJ. Respiratory care. Lippincott. New York.1997: 225-247.
7. Gold WM. Pulmonary Fuction Test. In : Gold WM, Murray JF, Nadel JA.
Prosedure in Respiratory Medicine.W.B. Saunders Company.
Philadelphia.2002.345-451.
9. Grippi MA, Tino G. Pulmonary Function Testing. In; Fishman AP, Elias JA,
Fishman JA, Grippi MA, Senior RM, Pack AL. Pulmonary Disease and
disorders. Philadelphia. Mc Graw Hill.2000.568-608
10 Buckner JK, Ditchey RV, Good JT, Matthay R, Petty TL, Morrison D, Smith S,
at all. Office Evaluation of the Patient : Initial Studies Spirometry. In: Petty
TL,Smith S. Frontline Cardiopulmonary Topics dyspnea. Snowdrift Pulmonary
Comference. America. 2001: 19-31.
12 Hyatt E, Enringht PL. Office Spirometry A Practical Guide to the selection and
Use of Spirometry. Philadelphia. Lea & Febiger; 1987:23-69,195-200
50
13 Sherwood L. Sistim Pernapasan. In : Santoso BI. Fisiologi Manusia dari sel
Kesistim.edisi 2. EGC. Jakarta .2001.410-446.
15 Ward JPT, Ward J, leach RM , Wiener CM . Struktur dan Fungsi. In: Safitri A.
At a glance sistem respirasi. Edisi ke-2 . Erlangga; Jakarta. 2007: 1-44.
19 Setiaji M, Nur BM, Gunawan B. Uji Faal Paru . Cermin Dunia Kedokteran No.
24, 1981: 7- 11
20 Perkhie s, Mintz ML. Pulmonary Function Testing. In: Mintz ML. Disorder of
The Respiratory Tract Common Challenges in Primary Care. New Jersey.2006.
17-26.
51