Anda di halaman 1dari 13

Menganalisis Teori Belajar dan Pembelajaran

Oleh :

Sisca Dwintri Nata 18080324003

Devi Ratna Sari 18080324015

Cindi Laraswati 18080324019

Yohanes Purwantoadi 18080324025

Wahyu Putri 18080324043

Pendidikan Tata Niaga 2018 A

Universitas Negeri Surabaya

2019

1
KATA PENGANTAR

Kami mengucapkan puji dan syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa dengan
segala rahmatNya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Yang berjudul “
Menganalisis Teori Belajar dan Pembelajaran ".

Makalah ini didasari tugas yang diberikan oleh Dosen matakuliah Teori Belajar dalam
menganalisis Teori Belajar dan Pembelajaran. Tujuan makalah ini adalah untuk memberikan
pengetahuan kepada para mahasiswa-mahasiswi tentang Teori Belajar dan Pembelajaran.

Kami sangat menyadari dalam penyusunan makalah ini , masih banyak kekurangan,
dan juga makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan demi perbaikan karya ini. Sekian dan terimakasih.

Penulis

2
Daftar Isi

Cover …………………………………………………………………………………… i
Kata Pengantar …………………………………………………………………… ii
Daftar Isi …………………………………………………………………………… iii
Bab 1 Pendahuluan …………………………………………………………………… 1
Latar Belakang …………………………………………………………… 1
Rumusan Masalah …………………………………………………………… 1
Bab 2 Pembahasan …………………………………………………………………… 2
Pengertian Belajar dan Pembelajaran …………………………………………… 2
Prinsip Belajar …………………………………………………………………… 2
Tujuan Belajar …………………………………………………………………… 4
Hasil Belajar …………………………………………………………………… 4
Tipe Kegiatan Belajar …………………………………………………………… 4
Bab 3 Penutup …………………………………………………………………………… 9
Kesimpulan …………………………………………………………………… 9
Saran ……………………………………………………………………………. 9
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………………. 10

3
BAB I

(PENDAHULUAN)

A. Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan pada umumnya siswa belum menyadari pentingnya
belajar karena ketika belajar mereka merasa hal itu membosankan dan terkesan
monoton hal itu menyebabkan siswa tidak dapat menangkap apa yang disampaikan
oleh pengajar apalagi hal yang di ajarkan adalah materi yang tidak disukai oleh sang
siswa. padahal ketika siswa mengalami proses belajar siswa menggunakan
kemampuan-kemampuan mereka seperti kemampuan kognitif, kemampuan afektif,
kemampuan psikomotorik, yang ikut andil dalam belajar siswa agar materi yang
disampaikan dapat dipahami oleh siswa. Akibat didera rasa bosan tadi karena sistem
mengajar yang monoton siswa akhirnya tidak dapat menggunakan kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotoriknya dengan optimal. Padahal banyak minat siswa
yang masih terpendam dan harus dikembangkan lewat belajar dan pembelajaran.
Maka dari itu guru harus paham dengan baik dan benar bagaimana cara belajar
dan pembelajaran yang cocok bagi siswa agar sang siswa dapat menerima dengan
nyaman apa yang disampaikan oleh pengajar atau guru. Karena selama ini metode
yang digunakan oleh guru atau pengajar hanya metode itu-itu saja dalam makalah ini
akan kami jelaskan dan analisis mengenai belajar dan pembelajaran, mulai dari
pengertian sampai tipe kegiatan belajar agar dari sisi pengajar dan siswa dapat
mempraktekkan dan memahami belajar dari sisi teori.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian belajar dan pembelajaran
2. Prinsip Belajar
3. Tujuan Belajar
4. Hasil Belajar
5. Tipe Kegiatan Belajar

4
BAB II
(PEMBAHASAN)

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran


Menurut buku “The Guidance of learning activies” Belajar adalah perubahan
tingkah laku pada diri individu dan individu dengan individu dengan lingkungannya
sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya.
Dalam buku Educational Psychology, H.C. Witherington, adanya interaksi
individu dengan lingkungan belajarnya. mengemukakan bahwa belajar adalah suatu
perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari
reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian, atau suatu pengertian.
James O. Whittaker mengemukakan belajar adalah proses dimana tingkah laku
ditimbulkan atau diubah melalui latihan dan pengalaman
Belajar merupakan sebuah proses dilakukan individu untuk memperoleh
pengetahuan dan pengalaman baru yang diwujudkan dalam perubahan tingkah laku yang
relatif permanen dan menetap.
Kemudan beralih ke pengertian dari pembelajaran menurut Sugiyono dan
Hariyanto (2011:183) didefinisikan sebagai sebuah kegiatan guru mengajar dan
membimbing siswa menuju proses pendewasaan diri dengan mengajar dalam bentuk
penyampaian materi tidak serta-merta menyampaikan materi (transfer of knowledge),
tetapi lebih pada bagaimana menyampaikan dan mengambil nilai-nilai (transfer of value)
dari materi yang diajarkan bimbingan pendidik bermanfaat untuk mendewasakan siswa.
Sugiharto, dkk ( 2007:81) mendefinisikan pembelajaran secara lebih operasional
yaitu sebagai suatu upaya yang dilakukan pendidik atau guru secara sengaja dengan
tujuan menyampaikan ilmu pengetahuan, dengan cara mengorganisasikan dan
menciptakan suatu sistem lingkungan belajar dengan berbagai metode sehingga siswa
dapat melakukan kegiatan belajar dengan lebih optimal.

2. Prinsip Belajar
Prinsip belajar sendiri dapat diartikan sebagai pandangan yang di dapat dari
pengalaman panjang seorang guru tentang hal-hal positif dalam proses belajar agar
mendukung pencapaian hasil belajar yang bersumber dari temuan peneliti kemudian di
rancang untuk menguji validitas prinsip-prinsip belajar yang efektif. Menurut Davies

5
(1991:32) mengatakan beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi
penerapan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran, yaitu:
1. Hal apapun yang dipelajari murid, maka murid tersebut harus mempelajarinya sendiri.
Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut.
2. Setiap murid belajar menurut tempo atau kecepatanya sendiri, dan untuk setiap
kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar.
3. Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan
penguatan
4. Penguasaan secara penuh dalam setiap langkah-langkah pembelajaran, memungkinkan
murid belajar secara lebih berarti.
5. Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka murid akan
termotivasi untuk belajar,dan akan belajar dan mengingat lebih baik.
Kemampuan menerapkan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaranakan
dapat membantu terwujudnya tujuan pembelajaran yang dirumuskan dalam perencanaan
pembelajaran, dan dapat membantu terwujudnya hasil belajar yang diharapkan para
siswa.

3. Tujuan Belajar
Dalam proses belajar siswa menggunakan kemampuan mentalnya untuk mempelajari
bahan belajar. Tujuan belajar penting bagi siswa dan guru. Dalam tujuan instruksional
guru merumuskan tujuan instruksional khusus atau sasaran belajar siswa. Tujuan
instruksional khusus juga disebut sebagai sasaran belajar siswa, sebab rumusan tujuan
tersebut diorientasikan bagi kepentingan siswa dengan memperhitungkan kebutuhan awal
dan kebutuhan belajar siswa. Sasaran belajar tersebut merupakan panduan belajar,
panduan tersebut harus diikuti karena mengisyaratkan kriteria keberhasilan belajar.
Keberhasilan belajar siswa berarti tercapainya tujuan belajar siswa dengan demikian
merupakan tercapainya tujuan instruksional. Dengan keberhasilan belajar maka siswa
akan menyusun program belajar dan tujuan belajar sendiri yang disesuaikan dengan
prilaku yang dapat dilakukan siswa. Tindakan sebagai pendidik dan siswa agar mencapai
sasaran belajar dan tindak siswa yang belajar untuk mencapai tujuan belajar sampai lulus
dan mencapai tingkat kemandirian adalah dengan (1) guru menyusun acara pembelajaran
dan berusaha mencapai sasaran belajar, (2) siswa melakukan tindak belajar yang
menggunakan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dengan

6
meningkatnya kemampuan siswa dapat mencapai tingkat kemandiriannya sendiri dan bisa
menciptakan rasa tanggung jawab dalam belajar dan membuat program belajar dengan
tujuan belajar sendiri.

4. Hasil Belajar
Kegiatan belajar dapat dikatakan berhasil bila siswa dapat mencapai tingkat
kemandiriannya seperti yang di bahas dalam tujuan belajar. Setelah siswa mecapai tingkat
kemandirian dan terciptanya rasa tanggung jawab dalam belajar hal itu dpat dikatakan
bahwa siswa sudah mencapai hasil belajar dengan mendapat sebuah prestasi.
5. Tipe Kegiatan Belajar
1. Tipe 1 signal learning ( belajar isyarat )
Signal learning dapat diartikan sebagai penguasaan pola-pola dasar perilaku
bersifat invormantary (tidak disegaja dan tidak disadari tujuannya) kondisi yang
diperlukan dalam tipe ini adalah memberikan stimulus (signal ) secara serempak dan
perangsang-perangsang tertentu secara berulang kali. Signal learning. Ini mirip dengan
conditioning menurut Pavlov yang timbul setelah sejumlah pengalaman tertentu.
Respon yang timbul bersifat umum dan emosional selain timbulnya dengan tidak
sengaja dan tidak dapat dikuasai.

2. Belajar Tipe 2: Stimulus-Respons Learning (Belajar Stimulus-respon)


Bila tipe di atas digolongkan dalam jenis classical condition, maka belajar 2 ini
termasuk ke dalam instrumental conditioning atau belajar dengan trial and error
(mencoba-coba). Proses belajar bahasa pada anak-anak merupakan proses yang serupa
dengan ini. Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini adalah
faktor inforcement. Waktu antara stimulus pertama dan berikutnya amat penting.
Makin singkat jarak S-R dengan S-R berikutnya, semakin kuat reinforcement. Contoh:
Anjing dapat diajar “memberi’ salam”.dengan mengangkat kaki depannya bila kita
katakan “Kasih tangan! ” atau “Salam “. Ucapan `kasih tangan’ merupakan stimulus
yang menimbulkan respons `memberi’ salam’ oleh anjing itu. Berbeda dengan belajar
isyarat, respons bersifat umum, kabur dan emosional. Tipe belajar S – R, respons
bersifat spesifik. 2 x 3 = 6 adalah bentuk suatu hubungan S-R. Mencium bau masakan
sedap, keluar air liur, itupun ikatan S-R. Jadi belajar stimulus respons sama dengan
teori asosiasi (S-R bond). Setiap respons dapat diperkuat dengan reinforcement. Hal ini
berlaku pula pada tipe belajar stimulus respons.

7
3. Belajar Tipe 3: Chaining (Rantai atau Rangkaian)
Chaining adalah belajar menghubungkan satuan ikatan S-R (Stimulus-Respons)
yang satu dengan yang lain. Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya tipe belajar
ini antara lain, secara internal anak didik sudah harus terkuasai sejumlah satuan pola S-
R, baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan,
dan reinforcement tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining. Rangkaian atau
rantai dalam chaining adalah semacam rangkaian antar S-R yang bersifat segera. Hal
ini terjadi dalam rangkaian motorik, seperti gerakan dalam mengikat sepatu, makan,
minum, atau gerakan verbal seperti selamat tinggal, bapak-ibu.

4. Belajar Tipe 4. Verbal Association (Asosiasi Verbal)


Baik chaining maupun verbal association, yang kedua tipe belajar ini,
menghubungkan satuan ikatan S-R yang satu dengan lain. Bentuk verbal association
yang paling sederhana adalah bila diperlihatkan suatu bentuk geometris, dan si anak
dapat mengatakan “bujur sangkar”, atau mengatakan “itu bola saya”, bila melihat
bolanya. Sebelumnya, ia harus dapat membedakan bentuk geometris agar dapat
mengenal `bujur sangkar’ sebagai salah satu bentuk geometris, atau mengenal ‘bola’,
`saya’, dan ‘itu’. Hubungan itu terbentuk, bila unsurnya terdapat dalam urutan tertentu,
yang satu segera mengikuti satu lagi (conntiguity). Suatu kalimat “unsur itu berbangun
limas” adalah contoh asosiasi verbal. Seseorang dapat menyatakan bahwa unsur
berbangun limas kalau ia mengetahui berbagai bangun, seperti balok, kubus, atau
kerucut. Hubungan atau asosiasi verbal terbentuk jika unsur-unsurnya terdapat dalam
urutan tertentu, yang satu mengikuti yang lain.

5. Belajar Tipe 5: Discrimination Learning (Belajar Diskriminasi)


Discrimination learning atau belajar membedakan. Tipe ini peserta didik
mengadakan seleksi dan pengujian di antara perangsang atau sejumlah stimulus yang
diterimanya, kemudian memilih pola-pola respons yang dianggap paling sesuai.
Kondisi utama berlangsung proses belajar ini adalah anak didik sudah mempunyai pola
aturan melakukan chaining dan association serta pengalaman (pola S-R).
Tipe belajar ini adalah pembedaan terhadap berbagai rangkaian. Seperti
membedakan berbagai bentuk wajah, waktu, binatang, atau tumbuh-tumbuhan.

8
6. Belajar Tipe 6: Concept Learning (Belajar Konsep)

Konsep merupakan simbol berpikir. Hal ini diperoleh dari hasil membuat
tafsiran terhadap fakta. Dengan konsep dapat digolongkan binatang bertulan belakang
menurut ciri-ciri khusus (kelas), seperti kelas mamalia, reptilia, amphibia, burung,
ikan. Dapat pula digolongkan, manusia berdasarkan ras (warna kulit) atau kebangsaan,
suku bangsa atau hubungan keluarga. Kemampuan membentuk konsep ini terjadi jika
orang dapat melakukan diskriminasi.

Concept learning adalah belajar pengertian. Dengan berdasarkan kesamaan ciri-


ciri dari sekumpulan stimulus dan objek-objeknya, ia membentuk suatu pengertian atau
konsep. Kondisi utama yang diperlukan adalah menguasai kemahiran diskriminasi dan
proses kognitif fundamental sebelumnya.

Belajar konsep dapat dilakukan karena kesanggupan manusia untuk


mengadakan representasi internal tentang dunia sekitarnya dengan menggunakan
bahasa. Manusia dapat melakukannya tanpa batas berkat bahasa dan kemampuannya
mengabstraksi. Dengan menguasai konsep, ia dapat menggolongkan dunia sekitarnya
menurut konsep itu, misalnya menurut warna, bentuk, besar, jumlah, dan sebagainya.
la dapat menggolongkan manusia menurut hubungan keluarga, seperti bapak, ibu,
paman, saudara, dan sebagainya; menurut bangsa, pekerjaan, dan sebagainya. Dalam
hal ini, kelakuan manusia tidak dikuasai oleh stimulus dalam bentuk fisik, melainkan
dalam bentuk yang abstrak. Misalnya kita dapat menyuruh peserta didik dengan
perintah: “Ambilkan botol yang di tengah! ” Untuk mempelajari suatu konsep, peserta
didik harus mengalami berbagai situasi dengan stimulus tertentu. Untuk itu, ia harus
dapat mengadakan diskriminasi untuk membedakan apa yang termasuk dan tidak
termasuk konsep itu. Proses belajar konsep memakan waktu dan berlangsung secara
berangsur-angsur. Belajar

7. Tipe 7: Rule Learning (Belajar Aturan)


Rule learning belajar membuat generalisasi, hukum, dan kaidah. Pada tingkat ini
peserta didik belajar mengadakan kombinasi berbagai konsep dengan mengoperasikan
kaidah-kaidah logika formal (induktif, dedukatif, sintesis, asosiasi, diferensiasi,
komparasi, dan kausalitas) sehingga peserta didik dapat menemukan konklusi tertentu

9
yang mungkin selanjutnya dipandang sebagai “rule “: prinsip, daliI, aturan, hukum,
kaidah, dan sebagainya.

Hukum, dalil atau rumus adalah rule (aturan). Tipe belajar ini banyak terdapat
dalam semua pelajaran di sekolah, seperti benda memuai jika dipanaskan, besar sudut
dalam segitiga sama dengan 180 derajat. Belajar aturan ternyata mirip dengan verbal
chaining (rangkaian verbal), terutama jika aturan itu tidak diketahui artinya. Oleh
karena itu setiap dalil atau rumus yang dipelajari harus dipahami artinya.

8. Belajar Tipe 8: Problem Solving (Pemecahan Masalah)


Problem solving adalah belajar memecahkan masalah. Pada tingkat ini para
peserta didik belajar merumuskan memecahkan masalah, memberikan respons
terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik,
yang mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya. Belajar memecahkan
masalah itu berlangsung sebagai berikut: Individu menyadari masalah bila ia
dihadapkan kepada situasi keraguan dan kekaburan sehingga merasakan adanya
semacam kesulitan. Langkah-langkah yang memecahkan masalah, adalah sebagai
berikut: Merumuskan dan Menegaskan Masalah

Individu melokalisasi letak sumber kesulitan, untuk memungkinkan mencari


jalan pemecahannya. la menandai aspek mana yang mungkin dipecahkan dengan
menggunakan prinsip atau dalil serta kaidah yang diketahuinya sebagai pegangan.
Mencari Fakta Pendukung dan Merumuskan Hipotesis

Individu menghimpun berbagai informasi yang relevan termasuk pengalaman


orang lain dalam menghadapi pemecahan masalah yang serupa. Kemudian
mengidentifikasi berbagai alternatif kemungkinan pemecahannya yang dapat
dirumuskan sebagai pertanyaan dan jawaban sementara yang memerlukan pembuktian
(hipotesis). Mengevaluasi Alternatif Pemecahan yang Dikembangkan

Setiap alternatif pemecahan ditimbang dari segi untung ruginya. Selanjutnya


dilakukan pengambilan keputusan memilih alternatif yang dipandang paling mungkin
(feasible) dan menguntungkan.

10
Mengadakan Pengujian atau Verifikasi Mengadakan pengujian atau verifikasi
secara eksperimental alternatif pemecahan yang dipilih, dipraktikkan, atau
dilaksanakan. Dari hasil pelaksanaan itu diperoleh informasi untuk membuktikan benar
atau tidaknya yang telah dirumuskan.

11
BAB III

(PENUTUP)

1. Kesimpulan
Banyak siswa saat ini kurang menyadari akan pentingnya belajar karena
kurang nya media dalam pembelajaran. Jadi terkesan lebih monoton dan
membosankan . Maka dari itu guru harus memikirakan cara bagaimana cara belajar
dan pembelajaran yang baik . Dilihat dari pengertian belajar adalah suatu perubahan
didalam keperibadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa
kecakapan, sikap , kebiasaan , kepribadian atau suatu pengertian. Tentu dalam belajar
ada beberapa prinsip yang harus diterapkan agar dalam belajar bisa berjalan dengan
baik dan mencapai tujuan dengan hasil yang maksimal.
2. Saran
Sebaiknya guru juga perlu untuk mengikuti zaman yang semakin hari semakin
berkembang agar ketika dalam melakukan pembelajaran di kelas maupun dikelas
mampu memberikan timbal baik yang efektif bagi siswanya dan dalam belajar siswa
juga tidak perlu untuk dipaksa buat belajar agar siswa tidak merasa terbebani dengan
itu . Guru juga diperlukan untuk melakukan metode pembelajaran yang bisa membuat
siswanya bangkit buat belajar dengan motivasi-motivasi yang membangun, seperti
membuat game puzzel dalam belajar menyusun gambar para pahlawan ataupun
menyusun kalimat bahkan tanya jawab yang diselingi dengan game yang membuat
siswa tidak bosan

12
DAFTAR PUSTAKA

Ginnis, Paul.2008 Trik dan Taktik Mengajar Strategi Meningkatkan Pencapaian Pengajaran
di Kelas. PT Macanan Jaya Cemerlang

SYAH, Muhibbin. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Syah, Dr. Muhibbin. 2009. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Dr. Dimyati, Dr. Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Majid, Abdul S.Ag, M.Pd. 2013. Perencanaan Pembelajaran : Mengembangkan Standart


Kompetensi Guru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Dr. Aunurrahman, M.Pd. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

13

Anda mungkin juga menyukai