Anda di halaman 1dari 61

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil’alamin, puji syukur kehadiran Allah SWT atas limpahan dan
berkat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.. Makalah Farmakologi ini ditulis
dari hasil pencarian diberbagai media dan buku sumber.
Dalam penulisan makalah ini kami masih merasa banyak kekurangan baik pada teknik
penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang kami miliki untuk itu kritik dan saran
dari semua pihak yang sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihakyang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini khususnya kepada Dosen kami yang telah
memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Padang, 26 Februari 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang...................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................4
C. TujuanPenulisan................................................................................................................ 4

BAB II Pembahasan
A. Prinsip dan Pertimbangan Dalam Pemberian Obat Yang Bekerja Pada Susunan Saraf
Pusat pada Pasien Dengan Kasus Gangguan Psikologis...................................................5
B. Pengkajian dan intervensi/implikasi keperawatan pada pemberian obat pasien dengan
kasus gangguan psikologis……………………………………………………………...29
C. Obat-obat yang lazin diberikan: Morfin, Klorflomazin, Haloperidol, Barbiturat, dll….36

BAB III Penutup


A.Kesimpulan............................................................................................................................ 59
B. Saran......................................................................................................................................59
Daftar Pustaka.........................................................................................................................60

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Depresi adalah suatu kelainan alam perasaan berupa hilangnya minat atau
kesenangan dalam aktivitas-aktivitas yang biasa dan pada waktu yang lampau
(Townsend,1998:179). Rentang respon emosi individu dapat berfluktuasi dalam rentang
respon emosi dari adaptif sampai maladaptif. Respon depresi merupakan emosi yang
maladaptif (Keliat,1996:2).
Morfin adalah alkaloid yang ada dalam opium. Morfin merupakan zat analgesik
dan narkotik, digunakan dalam pengobatan untuk mengatasi nyeri yang berat dan
penentram, dipakai sebagai obat bius . Dalam takaran yang besar dan sering dipakai dapat
menyebabkan kecanduan ( adiksi ) dan ketergantungan, serta dapat menyebabkan depresi
pernafasan.
Chlorpromazine adalah obat untuk menangani gejala psikosis
pada skizofrenia.Selain untuk mengatasi gejala psikosis, chlorpromazine juga digunakan
untuk menangani mual, muntah, dan cegukan yang tidak kunjung berhenti.Obat ini
bekerja dengan menghambat zat kimia di otak yang dinamakan dopamin, sehingga dapat
mengurangi gejala psikosis berupa perilaku agresif yang membahayakan diri sendiri atau
orang lain (disorganized behaviour), serta halusinasi, yaitu mendengar atau melihat
sesuatu yang tidak nyata.Chlorpromazin juga menghambat dopamine di pusat muntah di
otak, sehingga dapat meringankan gejala mual dan muntah.
Barbiturat adalah obat yang bertindak sebagai depresan sistem saraf pusat, dan
menghasilkan efek yang luas, dari sedasi ringan sampai anestesi total.Barbiturat juga
efektif sebagai anxiolitik, hipnotik, dan antikolvusan.Barbiturat memiliki potensi
kecanduan, baik secara fisik dan psikologis.

3
B. Rumusan Masalah
1. Apa Prinsip dan pertimbangan dalam pemberian obat yang bekerja pada susunan
saraf pusat pada pasien dengan kasus gangguan Psikologis?
2. Apa saja Pengkajian dan intervensi/implikasi keperawatan pada pemberian obat
pasien dengan kasus gangguan psikologis?
3. Jelaskan tentang Obat-obat yang lazin diberikan: Morfin, Klorflomazin, Haloperidol,
Barbiturat, dll?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Tentang Prinsip dan pertimbangan dalam pemberian obat yang
bekerja pada susunan saraf pusat pada pasien dengan kasus gangguan Psikologis
2. Untuk Mengetahui Tentang Pengkajian dan intervensi/implikasi keperawatan pada
pemberian obat pasien dengan kasus gangguan psikologis
3. Untuk Mengetahui Tentang Obat-obat yang lazin diberikan: Morfin, Klorflomazin,
Haloperidol, Barbiturat, dll

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip dan Pertimbangan dalam Pemberian Obat Yang Bekerja pada Susunan Saraf
Pusat pada Pasien Dengan Kasus Gangguan Psikologis

I. Obat Yang Bekerja Pada Sistem Persyaratan


Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat atau sentral dan sistem saraf tepi
(SST) .Pada sistem syaraf pusat, rangsang seperti sakit, panas, rasa, cahaya, dan suara mula-
mula diterima oleh reseptor, kemudian dilanjutkan ke otak dan sumsum tulang belakang.Rasa
sakit disebabkan oleh perangsangan rasa sakit diotak besar. Obat – obat yang bekerja terhadap
susunan saraf pusat berdasarkan efek farmakodinamiknya dibagi atas dua golongan besar yaitu
: merangsang atau menstimulasi yang secara langsung maupun tidak langsung merangsang
aktivitas otak, sumsum tulang belakang beserta syarafnya dan menghambat atau mendepresi,
yang secara langsung maupun tidak lansung memblokir proses proses tertentu pada aktivitas
otak, sumsum tulang belakang dan saraf- sarafnya.

II. Obat Perangsang Sistem Pusat


Banyak obat yang dapat merangsang syaraf pusat, tetapi pemakaiannya yang disetujui
secara medis terbatas . Kelompok utama dari perangsang SSP adalah amfetamin dan kafein
yang merangsang korteks cerebri otak, analeptic dan kafein yang bekerja pada batang otak dan
medulla untuk merangsang pernafasan, dam obat-obat yang menimbulkan anoreksia.
Pemakaian amfetamin yang panjang dapat menimbulkan ketergantungan psikologis dan
toleransi, suatu keadaan dimana dibutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk mendapatkan respon
awal. Obat Perangsang Sistem Saraf Pusat antara lain dapat dilihat pada table berikut ini

5
Tabel 2.1
Obat Perangsang Sistem Saraf Pusat

Obat Dosis Pertimbangan dan Penggunaan

Dewasa : 5-
Amfetamin 20 Indikasi : untuk narkolepsi, gangguan penurunan
mg; Perhatian
Anak > 6 th :
2,5- Efek samping : Euforia dan kesiagaan, tidak dapat
5 mg/hari tidur, gelisah, tremor, iritabilitas dan beberapa
masalah kardiovaskuler ( tachicardia, palpitasi,
aritmia)

0
.
2
Metilfenidat Anak : 5 Untuk pengobatan depresi mental, pengobatan
mg/kgBB/hr keracunan depresan SSP, syndrom hiperkinetik pada
m
Dewasa : 10 g anak. Kontraindikasi : hipertiroidisme, penyakit
3x/hr ginjal. Efek samping : insomnia, mual, iritabilitas,
nyeri abdomen, nyeri kepala, Tachycardia
Reaksi yang merugikan : takikardia, palpitasi,
meningkatkan hiperaktivitas.

6
Obat Dosis Pertimbangan dan Penggunaan

Kafein apnea pada bayi : Untuk menghilangkan rasa kantuk, menimbulkan


2.5-5 daya pikir yang cepat, perangsang pusat pernafasan
mg/kgBB/hr, dan fasomotor, untuk merangsang pernafasan pada
keracunan obat apnea bayi premature. Kontraindikasi : diabetes,
depresan : 0.5-1 kegemukan, hiperlipidemia, gangguan migren,
gr kafein Na- anxietas. Efek samping : sukar tidur, gelisah, tremor,
Benzoat (IMr) tachicardia, takhipnu . Reaksi yang merugikan :
mempengaruhi SSP dan jantung ( > dari 500 mg).

Niketamid Dosis : 1-3 ml Indikasi : merangsang pusat pernafasan


Untuk Efek samping : kejang (pada dosis berlebihan)
perangsang
pernafasan

Doksapram Dosis : 0.5-1.5 Indikasi : perangsang pernafasan


mg/kgBB IV Efek samping : hipertensi, tachicardia, aritmia, otot
kaku, muntah.

III. Obat-Obat Penekan Sistem Saraf Pusat


1. Obat Anestetik :
Obat anestetik adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit
dalambermacan-macam tindakan operasi.
a. Anestetik Lokal :
Obat yang merintangi secara reversible penerusan impuls-impulssyaraf ke SSP (susunan
syaraf pusat) pada kegunaan lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-
gatal, panas atau dingin. Anestetik lokal umumnya digunakan secara parenteral misalnya
pembedahan kecil dimana pemakaian anestetik umum tidak dibutuhkan. Efek samping dari
pengguna anestetik local terjadi akibat khasiat dari kardio depresifnya ( menekan fungsi
jantung ), mengakibatkan hipersensitasi berupa dermatitis alergi.

7
Contoh obat anestesi local diantaranya adalah Bupivikain, Etil klorida ( dengan efek
menekan pernafasan, gelisah dan mual. Selanjutnya adalah Lidokain dan Prokain ( novokain
)sebagai anestesi filtrasi dan anestesi permukaan, antiaritmia dengan efek mengantuk;
Benzokain sebagai anestesi permukaan dan menghilangkan rasa nyeri dan gatal
b. Anestetika Umum : Obat yang dapat menimbulkan suatu keadaan depresi padapusat-pusat
syaraf tertentu yang bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan..
Hampir semua anestetik inhalasi mengakibatkan sejumlah efek samping yang terpenting
diantaranya adalah :
1) Menekan pernafasan, paling kecil pada N2O, eter dan trikloretiken
2) Mengurangi kontraksi jantung, terutama haloten dan metoksifluran yang paling
ringan pada eter
3) Merusak hati, oleh karena sudah tidak digunakan lagi seperti senyawa klor

Tabel 2.3

Penggolongan Obat anestesi Umum

Obat Waktu induksi Pertimbangan Pemakaian

Inhalasi : Cairan Menguap

Eter Lambat Sangat mudah terbakar. Tidak menimbulkan efek


yang berat bagi sistem cardiovasculer dan hepar

Enfluran Cepat Menyebabkan hiptensi, kontra indikasi gangguan


Ginjal

Halotan Cepat Pemulihan cepat,dapat menurunkan tekanan


darah, efek bronkhodilator dan kontraindikasi
bagi obstetric

Inhalasi : Gas

Nitrous Oksida (Gas Sangat cepat Pemulihan cepat, mempunyai efek yang minimal

8
tertawa) pada kardiovaskuler. Haus diberikan bersama
sama oksigen. Potensi rendah

Intravena

Ketamin (Ketalar) Cepat Dipakai untuk pembedahan jangka singkat atau


induksi pembedahan. Obat ini meninkatkan
salivasi, tekanan darah dan nadi.

2. Obat Hipnotik dan Sedatif


Hipnotik atau obat tidur , adalah obat yang diberikan malam hari dalam dosis terapi
dapat mempertinggi keinginan tubuh normal untuk tidur, mempermudah atu menyebabkan
tidur. Sedangkan sedative adalah obat obat yang menimbulkan depresi ringan pada SSP tanpa
menyebabkan tidur, dengan efek menenangkan dan mencegah kejang-kejang. Kebanyakan
obat tidur memberikan efek samping umum yang mirip dengan morfin .
a. Depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi, contohnya flurazepam, kloralhidrat,
dan paraldehida.
b. Tekanan darah menurun, contohnya golongan barbiturate.
c. Hang-over, yaitu efek sisa mengantuk pada keesokan harinya contohnya golongan
benzodiazepine dan barbiturat.
d. Berakumulasi di jaringan lemak karena umumnya hipnotik bersifat lipofil.
Penggolongan Obat Hypnotik dapat dilihat pada table dibawah ini.
Tabel 2.4

Obat Sedatif-Hipnotik

Obat Dosis Pertimbangan Pemakaian

Kloral Hidrat S : 250 mg 3 kali sehari Diberikan bersama makanan untuk


H: 0,5 – 1 gr/jam mencegah iritasi lambung

Paraldehida 5-10 ml dalam sari buah-buahan Aroma keras, rasa tidak enak,
atau susu sekarang jarang dipakai

9
Barbiturat Masa Kerja Singkat

Penobarbital S:20-30 mg, 3 kali sehari Untuk sedative dan tidur. Mula kerja
H: 100 mg oral waktu tidur, 150- 15-30 menit dengan lama kerja 3-6
200 mg IM Jam

Secobarbital S: 30-50 mg , 3 kali sehari Untuk sedative dan tidur. Mula kerja
H:100-200 mg waktu tidur dan 15-30 menit dengan lama kerja 3-6
IM Jam
Anak : 3-5 mg/kgBB, tidak lebih
dari 100

Barbiturat Masa Kerja Sedang

Natrium S: 30-50 mg , 3 kali sehari Untuk sedative dan tidur. Mula kerja
Amobarbital H:60-200 mg waktu tidur dan IM 45-60 menit dengan lama kerja 6-10
Anak : 2mg/kgBB, dalam dosis Jam
terbagi 3

Aprobarbital S: 40 mg 3 kali sehari Untuk sedative dan tidur


H: 40-160 mg, waktu tidur

Hipnotik Benzodiazepin

Flurazepam H: 15-30 mg, waktu tidur untuk insomnia

Triazolam H: 0,125-0,5 mg, waktu tidur untuk insomnia

Piperidindion

Glutetimid H: 250-500 mg, waktu tidur Untuk insomnia, mirip barbiturate,


hati-hati dalam pemakaian : penyakit

10
Ginjal

Metilprilon H:200-400 mg, waktu tidur Untuk insomnia, Hentikan obat


Secara Bertahap untuk mencehag
timbulnya gejala putus obat

Ket : S ; Sedatif ; H: Hipnotik

3. Analgetik-Antipiretik

Merupakan obat atau zat-zat yang mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran.Sedangkan bila menurunkan panas disebut Antipiretika.Atas kerja
farmakologisnya, analgetik dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu: analgetik perifer (non-
narkotik dan analgetik narkotik).
a. Analgetik Perifer (non narkotik)
Semua analgetik perifer memiliki khasiat sebagai anti piretik yaitu menurunkan suhu. Terdiri
dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral :
1) Golongan salisilat
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin.Obat ini diindikasikan
untuk sakit kepala, nyeri otot, demam.Sebagai contoh aspirin dosis kecil digunakan untuk
pencegahan thrombosis koroner dan cerebral.
Asetosal adalah analgetik antipirentik dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan dan
digolongkan dalam obat bebas.Efek sampingnya yaitu perangsangan bahkan dapat
menyebabkan iritasi lambung dan saluran cerna. Dosis oral 325-650 mg, 4-6 jam/hari

2) Golongan para aminofenol


Terdiri dari fenasetin dan asetaminofen (parasetamol ). Efek samping golongan ini serupa
denga salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sedang, dan dapat
menurunkan suhu tubuh dalam keadaan demam, dengan mekanisme efek sentral.Efek
samping dari parasetamol dan kombinasinya pada penggunaan dosis besar atau jangka
lama dapat menyebabkan kerusakan hati.Dosis 325-650 mg, 4 kali sehari.

11
3) Golongan pirazolon(dipiron)
Dipiron sebagai analgetik antipirentik, karena efek inflamasinya lemah.Efek samping
semua derivate pirazolon dapat menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik dan
trombositopenia.

4) Golongan antranilat
Obat-obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi
SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan.Kebanyakan zat ini
juga berdaya antipiretis dan/atau antiradang, sehingga tidak hanya digunakan sebagai obat
antinyeri, melainkan juga pada demam (infeksi virus/kuman, selesma, pilek) dan
peradangan seperti rematik dan encok.Efek samping yang paling umum adalah gangguan
lambung-usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal dan juga reaksi alergi
kulit.terutama terjadi pada penggunaan lama atau dalam dosis tinggi. Oleh karena itu
penggunaan analgetika secara kontinu tidak dianjurkan.

b. Analgetik Narkotik.
Khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri sedang sampai hebat, seperti fraktur dan
kanker.Analgesik ini bekerja pada syaraf pusat.Obat ini tidak hanya menekan nyeri, tetapi juga
menekan pernafasan dan batuk.Banyak narkotik mempunyai efek antitusif dan anti diare selain
kemampuannya meredam nyeri. Penggolongan analgetik narkotik adalah sebagai berikut :
Alkaloid alam : morfin,codein
Derivate semi sintesis : heroin
Derivate sintetik : metadon, fentanyl
Antagonis morfin : nalorfin, nalokson, dan pentazooin.

Tabel 2.5 : Obat Analgesik narkotika

Pertimbangan
Obat Dosis Pemakaian

Morfin IM, IV :5-15 mg Indikasi : analgetik selama dan setelah


setiap 4 jam, jika pembedahan
perlu (PRN) Kontra indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme

12
akut, penyakit perut akut.
Efek samping : mual, muntah, konstipasi,
ketergantungan/ indiksi pada over dosis

Kodein fosfat IM, IV :15 – 60 mg Indikasi : nyeri ringan sampai sedang


setiap 4 jam, jika Kontra indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme
perlu (PRN) akut, penyakit perut akut
Efek samping : mual, muntah, konstipasi,
ketergantungan/ indiksi over dosis.

Meperidin Dosis : Oral, IM 50- Indikasi : nyeri sedang,


(Demerol) 100 mg setiap 3-4 Efek samping: menurunkan tekanan darah, pusing.
jam bila perlu Pada cidera kepala, dapat menimbulkan peningkatan
TIK

Hidromorfon Oral, SC,IM,IV dan Untuk nyeri hebat. Merupakan narkotik kuat , 5-10
perektal 2-4 mg kali lebih hebat dari morfin. Dapat menekan
setiap 4-5 jam , jika pernafasan dan digunakan untuk nyeri pada kanker
Perlu terminal.

4. Obat Psikofarmaka
Obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat
(SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, dan digunakan
untuk terapi gangguan psikiatrik.Psikofarmaka dibagi dalam 3 kelompok :
a. Obat yang menekankan fungsi psikis terhadap susunan saraf pusat
b. Obat yang menstimulasi fungsi psikis terhadap susunan saraf pusat
c. Obat yang mengacau fungsi mental tertentu.

Baiklah kita akan membahasnya satu persatu.


a. Obat yang menekankan fungsi psikis terhadap susunan saraf pusat
1) Neuroleptika yaitu obat yang berkerja sebagai anti psikotis dan sedative yang dikenal
dengan Mayor Tranquilizer. Digunakan pada bermacam-macam psikosis, sperti

13
schizophrenia, maniak dan sebagainya.Neuroleptika mempunyai beberapaa khasiat ,
yaitu anti psikotika, yaitu dapat meredakan emosi dan agresi, mengurangi atau
menghilangkan halusinasi, mengembalikan kelakuan abnormal dan schizophrenia,
sedative, anti emetika, dan analgetika yaitu menekan ambang rasa nyeri.Adapun efek
samping berupa gejala ekstrapiramidal , sedative, iskenesiatarda, hipotensi, efek anti
kolinergik, efek anti serotonin dan galaktore.
2) Atraktika/ anksiolitika , merupakan kelompok obat anti nsietas, yaitu obat yang
bekerja sedative, relaksasi otot dan anti konvulsi yang digunakan pada gangguan
akibat gelisah/ cemas, takut, stress dan gangguan tidur, dikenal dengan Minor
Tranquilizer.

Tabel 2.6 : Ansiolitik

Obat Dosis Pemakaian dan Pertimbangan

Bensodiazepin

Klordiazepoksid Ringan : 5-10 mg. 3 atau 4 efektif untuk gejala putus obat karena
kali sehari alcohol, ansietas dan ketegangan.
Sedang 20-25 mg, 3 atau 4
kali sehari

Diazepam (Valium) Dewasa : Oral : 2-10 mg, Gangguan ansietas, untuk gejala putus
2,3 atau 4 kali sehari obat karena alcohol, status epileptikus,
Anak : Oral : 1-2,5 mg, 3 spasme oto, sedasi. Hindari pemakaian
atau 4 kali sehari/ alcohol.

Alprazolam Dewasa, Oral 0, 25 -0,5 3 Gangguan ansietas


kali sehari

Propandiol

Meprobamat Dewasa : Oral : 400 mg, 3 meredakan ansietas jangka pendek,

14
atau 4 kali sehari Hindari pemakaian alcohol
Anak : Oral : 100-200 mg 2
atau 3 kali sehari

Antihistamin

Hidroksizin Dewasa : Oral: 50-100 mg Untuk ansietas dan ketegangan


3 atau 4 kali sehari. IM 25-
100 mg

b. Obat yang menstimulasi fungsi psikis terhadap susunan saraf pusat, dibagi 2:
1) Anti Depresiva
Obat-obat anti depresif adalah obat yang dapat memperbaiaki suasana jiwa (mood) dan
menghilangkan atau meringankan murung dan putus asa..Obat ini terutama digunakan pada
keadaan depresi, panic dan fobia.Semua anti depres memiliki efek sedative yang masing-
masing bervariasi kekuatannya.Selain efek antidepresifnya, obat ini memiliki efek yang
tidak diinginkan yaitu aritmia jantung, agranulositosis, trombositopenia dan gagal ginjal
akut. Semua antidepersive tidak boleh diberikan pasien epilepsy karena akan
membangkitkan konvulsi.
Anti depresiva dibagi dalam 3 golongan , yaitu
a) Anti depresiva generasi pertama, seringkali disebut anti depresiva trisiklik dengan
dengan efek samping gangguan pada system otonom dan jantung Contohnya
imipramin , doksepin dan amitriptilin.
b) Anti deprisiva generasi kedua. Kelompok ini tidak berkaitan dengan trisiklik dan
pe nghambat monoamine oksidase (MAO) . Kelompok bat ini tidak menyebabkan
efek anti kolinergik dan gangguan jantung, contohnya meprotilin, amoksapin dan
trazodon.
c) Penghambat monoamine oksidase (MAO). Kelompok ketiga adalah penghambat
monoamine oksidase (MAO). Enzim, monoamine oksidase , menginaktivasi
norepinefrin, dopamine , epinefrin dan serotonin. Dengan menghambat
monoamine oksidase (MAO), kadar neurotransmitter akan meningkat. Kelompok
ini dipakai untuk depresi ringan, reaktif dan atipikal.

15
2) Psikostimulansia yaitu obat yang dapat mempertinggi inisiatif, kewaspadaan dan
prestasi fisik dan mental dimana rasa letih dan kantuk ditangguhkan, memberikan rasa
nyaman dan kadang perasaan tidak nyaman tapi bukan depresi. Termasuk kelompok
ini adalah amfetamin, metilvanidad, fenkamin dan kafein lemah. Beberapa obat
seperti amfetamin telah dibahas pada materi sebelumnya yaitu pada obat perangsang
sistem saraf pusat.

c. Obat yang mengacaukan fungsi mental tertentu.


Kelomok obat dimaksud adalah Psikodisleptika.Obat ini mengandung zat halusinogen
yang menimbulkan keadaan disintegrasi dengan gejala-gejala yang mirip psikosis
halusinasi.Yang termasuk golongan obat ini adalah LSD dan Fenasklidin Obat-obat ini
adalah drug.

5. Obat Anti Konvulsi


Anti konvulsi atau anti kejang digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit
epilepsi, yaitu suatu penyakit gangguan syaraf yang ditimbul secara tiba-tiba dan berkala,
adakalanya disertai perubahan-perubahan kesadaran.

Penyebab antiepileptika : pelepasan muatan listrik yang cepat, mendadak dan


berlebihan pada neuron-neuron tertentu dalam otak yang diakibatkan oleh luka di otak (
abses, tumor, anteriosklerosis ), keracunan timah hitam dan pengaruh obat tertentu yang dapat
memprovokasi serangan epilepsi. Jenis – Jenis Epilepsi :
a. Grand mal (tonik-tonik umum )
Timbul serangan-serangan yang dimulai dengan kejang-kejang otot hebat dengan
pergerakan kaki tangan tak sadar yang disertai jeritan, mulut berbusa,mata membeliak
dan disusul dengan pingsan dan sadar kembali.
b. Petit mal
Serangannya hanya singkat sekali tanpa disertai kejang.
c. Psikomotor (serangan parsial kompleks)
Kesadaran terganggu hanya sebagian tanoa hilangnya ingatan dengan memperlihatkan
perilaku otomatis seperti gerakan menelan atau berjalan dalam lingkaran.

16
Penggolongan obat antikonvulsi
a. Golongan hidantoin, adalah obat utama yang digunakan pada hampir semua jenis
epilepsi. Contoh fenitoin.
b. Golongan barbiturat, sangat efektif sebagi anti konvulsi, paling sering digunakan
pada serangan grand mal. Contoh fenobarbital dan piramidon.
c. Golongan karbamazepin, senyawa trisiklis ini berkhasiat antidepresif dan anti
konvulsif.
d. Golongan benzodiazepine, memiliki khasiat relaksasi otot, hipnotika dan
antikonvulsi.Yangtermasuk golongan ini adalah desmetildiazepam yang aktif,
klorazepam, klobazepam.
e. Golongan asam valproat, terutama efektif untuk terapi epilepsy umum tetapikurang
efektif terhadap serangan psikomotor. Efek anti konvulsi asam valproat didasarkan
meningkatkan kadar asam gama amino butirat acid.
Tabel 2.5

obat antikonvulsi

Obat Dosis Pertimbangan dan Pemakaian

Fenitoin Oral 100 mg 3kali sehari, Indikasi : semua jenis epilepsi, kecuali
IV dosis pembebasan 10- petit mal, status epileptikus
15 mg, infus IV 50 Kontra indikasi: gangguan hati, wanita hamil
mg/menit maksimal 300 dan menyusui
mg sehari Efek samping : gangguan saluran cerna,
pusing nyeri kepala tremor, insomnia.

Penobarbital Oral 100-200 mg/hari Indikasi : semua jenis epilepsi kecuali


dalam dosis terbagi. Anak, petit mal, status epileptikus
oral 3-6 mg/kg/hari dalam Kontra indikasi: depresi pernafasan berat,
dosis terbagi. porifiria
Efek samping :mengantuk, depresi mental

17
Obat Dosis Pertimbangan dan Pemakaian

Karbamazepin Oral 200 mg dua kali Indikasi : epilepsi semua jenis kecuali
sehari , dosis ditingkatkan petit mal neuralgia trigeminus
bila perlu Kontra indikasi: gangguan hati dan ginjal,
riwayat depresi sumsum tulang
Efek samping : mual,muntah,pusing,
mengantuk, ataksia,bingung

Diazepam IV 5-10 mg dengan Indikasi : status epileptikus, konvulsi


(Valium) perlahan-lahan (1-2 akibat keracunan
menit),bila perlu Diulang Kontra indikasi: depresi pernafasan
setelah 30 menit. Efek samping : mengantuk,
Pada anak-anak 2-5 mg. pandangan kabur, bingung, antaksia,
Pada konvulsi Karena amnesia, ketergantungan, kadang nyeri
demam, anak-2 0,25-0,50 kepala.
mg/kg berat badan, Bayi
dan anak < 5 tahun : 5
mg , setelah 5 tahun : 10
mg.

IV. Obat Syaraf Otonom


Obat otonom yaitu obat-obat yang bekerja pada susunan syaraf otonom, mulai dari
sel syaraf sampai sel efektor.Obat ini berpengaruh secara spesifik dan bekerja pada dosis
kecil.Efek suatu obat otonom dapat diperkirakan jika respons berbagai organ otonom
terhadap impuls syaraf otonom diketahui.

1. Cara Kerja Obat Otonom


Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohormonal dengan cara menghambat atau
mengintensifkannya.

18
Terdapat beberapa kemungkinan pengaruh obat pada transmisi system kolinergik dan
adrenergic, yaitu:
a. Menghambat sintesis atau pelepasan transmitor
b. Menyebabkan penglepasan transmitor.
c. Berikatan dengan reseptor
d. Menghambat destruksi transmitor.

2. Penggolongan Obat Berdasarkan Efek Utamanya


a. Kolinergik atau Parasimpatomimetik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan
sarafparasimpatis.Ada 2 macam reseptor kolinergik, yaitu pertama, reseptor muskarinik
yang merangsang otot polos dan memperlambat denyut jantung dan kedua reseptor
nikotinik/ neuromuskular yang mempengaruhi otot rangka.Pada pemberian obat
kolinergik perawat perlu memperhatikan efek akibat hiperkoligergik. Penggolongan
Kolinergik
1) Ester kolin: tidak digunakan pengobatan (efek luas dan singkat), meteorismus,
(kembung), retensio urine, glaukoma, paralitic ileus, intoksikasi atropin/ alkaloid
beladona, faeokromositoma.
2) Antikolinesterase: atonia otot polos (pasca bedah, toksik), miotika, diagnosis dan
pengobatan miastemia gravis (defisiensi kolinergik sinap), penyakit Alzheimer
(defisiensi kolinergik sentral)
3) Alkaloid Tumbuhan: untuk midriasis (pilokarpin)
4) Obat Kolinergik Lain: digunakan untuk memperlancar jalanya kontras radiologik,
mencegah dan mengurangi muntah (Metoklopramid)

Tabel 2.6 Jenis Obat Kolinergik

Obat Dosis Pemakaian dan pertimbangan


Pemakaian
Bekerja langsung

Betanekol Oral: 10-50 mg, 2-4 kali Untuk meningkatkan urin, dapat
(urecholine) Sehari merangsang motilitas lambung

19
Karbakol (carcholine, 0,75-3%, 1 tetes Untuk Menurunkan tekanan
miostat) intraokuler, miosis

Pilokarpin (pilocar) 0,5-4%, 1 tetes Untuk Menurunkan tekanan


intraokuler, miosis

Antikolinestrase reversible

Fisostigmin (eserine) 0,25-0,5%, 1 tetes, 4 kali Untuk Menurunkan tekanan


Sehari intraokuler, miosis, masa kerja singkat

Obat Dosis Pemakaian dan pertimbangan


Pemakaian
Neostigmin Oral : mula-mula 15 mg, 3 Untuk menambah kekuatan otot pada
(prostigmin) kali sehari miastenia gravis, masa kerja singkat
Dosis max: 50 mg, 3 kali
Sehari

Ambenonium Oral: 60-120 mg, , 3-4 kali Untuk menambah kekuatan otot, masa
(mytelase) Sehari kerja sedang

Antikolinestrase irreversible

Demakarium 0,125-0,25%, 1 tetes, tiap Untuk Menurunkan tekanan


(humorsol) 12-48 jam intraocular pada glaucoma, miotikum,
masa kerja panjang

Isofluorofat Ointment 0,25%, tiap 8-72 Untuk mengobati glaucoma. Kenakan


(floropryl) Jam pada sakus konjungtiva

20
b. Simpatomimetik atau Adrenergic
Yakni obat yang merangsang system syaraf simpatis, karena obat- ini
menyerupaineurotransmitter (norepinafrin /NE dan epinephrine).Obat-obat ini bekerja
pada suatu reseptor adrenergic yang terdapat pada sel-sel otot polos, seperti pada jantung,
dinding bronkiolus saluran gastrointestinal, kandung kemih dan otot siliaris pada mata.
Reseptor adrenergic meliputi alfa1, alfa2, beta1 dan beta2 Kerja obat adrenergic dapat di
bagi dalam 7 jenis:
1) Perangsang perifer terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, dan
terhadap kelenjar liur dan keringat.
2) Penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah
otot rangka.
3) Perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan
kontraksi.
4) Perangsangan SSP, misalnya perangsangan pernapasan, peningkatan
kewaspadaan, aktivitas psikomotor dan pengurangan nafsu makan.
5) Efek metabolic, misalnya peningkatan glikogenesis di hati dan otot, lipolisis dn
pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak.
6) Efek endokrin, misalnya mempengaruhi efek insulin, rennin dan hormone
hipofisis.
7) Efek prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan penglepasan
neurotransmitter NE dan Ach.

Efek samping sering kali muncul adalah, hipertensi, takikardi, palpitasi, aritmia,
tremor, pusing, kesulitan berkemih, mual dan muntah.Adapun, kontra indikasinya adalah
pada ibu hamil, penderita Stenorsis subaorta, anoreksia, insomnia dan estenia.

Tabel 2.7

Jenis Obat Adrenergik

Adrenergic Reseptor Dosis Pemakaian dalam klinik

Epinefrin Alfa1, beta1, Dewasa : IV, IM, SK: Syok nonhipovalemik, henti

21
(adrenalin) beta2 0,2-1 Ml dari jantung, anafilaksis akut, asma
1:1000 akut.

Efadrin Alfa1, beta1, Dewasa: PO: 25-50 Keadaan hipotensi,


beta2 mg, 3-4 kali sehari bronkospasme, kongesti hidung,
hipotensi ortoristik.

Norepinefrin Alfa1, beta1 IV: 4 mg, dekstrose Syok, merupakan vasokontriktor


5% dalam 250-500 kuat, meningkatkan tekanan
Ml darah dan curah jantung

Dopamine Beta1 D: IV: mula-mula 1- Hipotensi (tidak menurunkan


(intropin) 5 µg/kg/menit, fungsi ginjal dalam dosis <5
Naikkan secara µg/kg/menit)
bertahap; ≤ 50
µg/kg/menit

Fenilefrin (neo- Alfa1 Larutan 0,123-1% Kongesti hidung (dekongestan)


synephrine)

Pseudoefedrin Alfa1, beta1 Obat bebas Dekongestan


(beberapa)

Fenilpropanolamin Alfa1, beta1 Obat bebas Dekongestan


(beberapa)

Dobutamin Beta1 D: IV: mula-mula Obesitas


(dobutrek) 2,5-10 µg/kg, dapat
Dinaikkan secara
bertahap; ≤ 40
µg/kg/menit

Isoprotenol Beta1, beta2 Inhal: 1-2 Dekompensasi jantung, payah

22
(isoprel) semprotan, IV: 5-20 jantung kongestif
µ/menit (meningkatkan Aliran darah
miokardium dan curah jantung)

Metaprotenol Beta1 Inhal: 2-3 Bronkospasme, Blok jantung


(alupent, (beberapa), Semprotan ≤ 12 akut (hanya dipakai pada
metaprel) beta2 semprotan/hari bradikardi yang refrakter
D: PO: 10-20 mg, , terhadap atropine)
3 – 4 kali sehari

Adrenergic Reseptor Dosis Pemakaian dalam klinik

Albuterol Beta2 Inhal:1-2 spray, Bronkospasme


(proventil) setiap 4-6 jam
Dewasa , Oral: 2-4
mg, , 3-4 kali
Sehari

Ritodrin (yutopar) Beta1 Oral: 10-20 mg,tiap Relaksasi usus


(beberapa), 4-6 jam, ≤ 120
beta2 mg/hari
IV: 50-300 µ/menit

23
c. Parasimpatolitik atau Antikolinergik
Obat-obat yang menghambat kerja asetilkolin dengan menempati reseptor-resepto
asetilkolindisebut dengan antikolinergik atau parasimpatolitik.Obat ini mempengaruhi
organ jantung, saluran pernapasan, saluran gastrointestinal, kandung kemih, mata dan
kelenjar eksokrin dengan menghambat saraf parasimpatis, sehingga system saraf simpatis
(adrenergic) menjadi dominan. Efek samping yang bisa terjadi adalah mulut kering,
gangguan penglihatan (terutama penglihatan kabur akibat midriasis), konstipasi sekunder,
retensi urine dan takikardia (akibat dosis tinggi)
Penggolongan Obat Antikolinergik
1) Antikolinergik klasik (alkaloid belladonna, atropine sulfat dan skopolamin)
2) Antikolinergik sintetik (Propantelin)
3) Antikolinergik-antiparkisonisme (triheksifenidil hidroklorida, prosiklidin, biperiden
dan benztropin)
Tabel 2.8

Obat-obat Antikolinergik

Nama obat Dosis Pemakaian dan pertimbangan

Atropine IM: 0,4 mg Pembedahan untuk mengurangi salvias dan


IV: 0,5-2 mg sekresi bronchial. Meningkatkan denyut jantung
dengan dosis ≥ 0,5 mg

Propantelin Oral : 7,5-15 mg, , 3 - Sebagai antispasmodic untuk tukak peptic


(bentyl) kali sehari dan irritable bowel syndrome

Skopolamin Oral : 0,5-1 mg, , 3-4 Obat preanestesi, irritable bowel syndrome dan
(hyoscine) kali sehari IM: 0,3-0,6 mabuk perjalanan.
Mg

Isopropamid Oral: 5 mg, , 2 kali Tukak peptic dan irritable bowel syndrome
(darbid) Sehari

Hematropin Larutan 2-5%, 1-2 tetes Midriasis dan siklopegia (paralisis otot siliaris

24
Nama obat Dosis Pemakaian dan pertimbangan

(isopto sehingga akomodasi hilang) untuk pemeriksaan


hematropin) Mata

Siklopentolat Larutan 0,5-2%, 1-2 Midriasis dan siklopegia untuk pemeriksaan


(cyclogyl) Tetes Mata

Benztropin Oral: 0.5-6 mg/hari Penyakit parkison. Untuk mengobati efek


(cogentin) dalam dosis terbagi samping fenotiazin dan agen antipsikotik
Lainnya

Biperiden Oral: 2 mg, , 2-4 kali Penyakit parkison. Untuk mengobati efek
(akineton) Sehari samping fenotiazin dan agen antipsikotik
Lainnya

Trihesifinidil Oral : 1 mg/hari, dapat Penyakit parkison. Untuk mengobati efek


(artane) dinaikkan sampai 5-15 samping fenotiazin dan agen antipsikotik
mg/hari dalam dosis Lainnya
Terbagi

d. Simpatolitik atau Antiadrenergik


Obat-obat antiadrenergik umumnya mengahambat efek neurotransmitter
adrenergic dengan menempati reseptor alfa dan beta baik secara langsung maupun tidak
langsung.Berdasar tempat kerjanya, golongan obat ini dibagi atas antagonis
adrenoreseptor (adrenoreseptor bloker) dan penghambat saraf adrenergic.Antagonis
reseptor atau adrenoreseptor blocker ialah obat yang mendudukiadrenoreseptor sehingga
menghalanginya untuk berinteraksi dengan obat adrenergic, dengan demikian
menghalangi kerja obat adrenergic pada sel efektornya.

25
Untuk masing-masing adrenoreseptor α dan β memiliki penghambat yang efektif
yakni α-blocker dan β-blocker.Penghambat saraf adrenergic adalah obat yang
mengurangi respon sel efektor terhadap perangsangan saraf adrenergic, tetapi tidak
terhadap obat adrenergic eksogen.

a. α - Blocker
Efek samping yang bisa terjadi adalah hipotensi postural, iskemia miokard dan infark
miokard, Takikardi dan aritmia, Hambatan ejakulasi dan espermia yang reversible,
Kongesti nasal, Pusing, sakit kepala, ngantuk, palpasi edema perifer dan nausea dan
tekanan darah menurun. Adapun mekanisme kerjanya dapat Menimbulkan vasodilatasi
dan venodilatasi, menghambat reseptor serotonin dan merangsang sekresi asam lambung,
saliva, air mata dan keringat serta kontriksi pupil

Penggolongan dan Indikasi Obat α – Blocker


a) α – Blocker Nonselektif:
(1) Derivat haloalkilamin (dibenamin dan fenoksibenzamin) : untuk pengobatan
feokromositoma, simtomatik hipertofi prostat benigna dan untuk persiapan
operasi,
(2) Derivat imidazolin (fentolamin dan telazolin) : mengatasi hipertensi, pseudo-
obstruksi usus dan impotensi.
(3) Alkaloid ergot (ergonovin, ergotamine dan ergotoksin) : untuk stimulasi kontraksi
uterus setelah partus, mengurangi nyeri migren dan untuk pengobatan demensia
senelis.
b) α1 – Blocker Selektif:
Derivat kuinazolin (prazosin, terazosin, doksazosin, trimazosin danbunazosin) : untuk
pengobatan hipertensi, gagal jantung kongesif, penyakit vaskuler perifer, penyakit
raynaud dan hipertofi prostat benigna (BPH)α2 – Blocker Selektif : (Yohimbin) untuk
pengobatan impotensi, meningkatkan TD,

b. β - Blocker
Jenisnya adalah propanolol yang menjadi prototype golongan obat ini.Sehingga sampai
sekarang semua β-blocker baru selalu dibandingkan dengan propanolol.

26
Efek samping yang ditimbulkan adalah Gagal jantung dan Bradiaritmia, Bronkospasme,
Gangguan sirkulasi perifer, Gejala putus obat (serangan angina, infark miokard, aritmia
ventrikuler bahkan kematian). Selain itu , dapat terjadi Hipoglikemia dan hipotensi, efek
sentral (rasa lelah, gangguan tidur dan depresi), Gangguan GI (nausea, muntah, diare atau
konstipasi), Gangguan fungsi libido dan alopesia, retensi urine, miopati dan atropati. Pada
umumnya obat-obat antiadrenergik di gunakan untuk pengobatan Angina pectoris,
Aritmia, Hipertensi, Infark miokard, Kardiomiopati obstruktif hipertrofik,
Feokromositoma, Tirotoksokosis, Glaucoma, tremor esensial dan Ansietas. Adapun
kontraindikasinya adalah pada penyakit vascular perifer dan penyakit paru obstruktif
menahun.

e. Penghambat Saraf Adrenergik


Penghambat saraf adrenergic mengambat aktivitas saraf adrenergic berdasarkan
gangguan sintesis atau penyimpanan dan penglepasan neurotransmitor di ujung saraf
adrenergic.Kontraindikasi anti Adrenergik adalah penderita dengan riwayat depresi dan
tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan alcohol.
Tabel 2.9
Jenis Obat Antiadrenergik

Antiadrenergik Reseptor Dosis Pemakaian dalam klinis

Tolazolin Alfa Dewasa :IM: IV: 25mg, 4 Gangguan pembuluh


(proscoline) Kali sehari. bayi baru darah tepi (raynaud),
lahir: IV: 1-2mg/kg Hipertensi
selama 10 menit

Fentolamin Alfa Dewasa : IM: IV: 5 Gangguan pembuluh


(regitine) Mg Anak : IM: IV: 1 darah perifer, hipertensi.
Mg

Prazosin Alfa D: PO: 1-5 mg, 3 kali Hipertensi


(minipress) sehari; ≤ 20 mg/hari

27
Propanolol Beta1, D: PO: 10-20 mg, 3- 4 Hipertensi, aritmia,
(inderal) beta2 Kali sehari; dosis dapat angina pectoris, pasca
Disesuaikan infark miokardium
IV: 1-3 mg, dapat
diulang bila perlu

Nadolol (corgard) Beta1, D: PO:40-80 mg/hari, ≤ Hipertensi, angina


beta2 240 mg/hari pektoris

Timolol (blocarden) Beta1, D: PO:10-20 mg, 2 kali Hipertensi pasca infark


beta2 sehari ≤60 mg/hari miokardium

Meetoprolol Beta1 D: PO: 100-450 mg, 4 Hipertensi, angina, pasca


(lopressor) kali sehari; rata-rata 50 infark miokardium
mg 2 kali sehari

Atenolol Beta1 D: PO:50-100 mg/hari Hipertensi, angina


(temormin)

Asebutolol Beta1 D: PO: 200 mg, 2 kali Hipertensi, aritmia


(spectral) Sehari Ventrikel

f. Obat Ganglion
Reseptornya dikenal sebagai reseptor nikotinik yang sensitive terhadap
peghambatan oleh heksametonium.Atas dasar fakta yang ditemukan diduga bahwa Ach
yang dilepaskan saraf preganglion berinteraksi dengan suatu neuron perantara yang di
lepaskan katekolamin.Zat yang menstimulasi kolinoreseptor di ganglion otonom dapat
dibagi 2 golongan.Golongan yang pertama terdiri dari nikotin dan lobelin.Golongan
kedua adalah muskarin, metakolin dan sebagian antikolinestrase. Sedangkan zat
penghambat ganglion juga ada 2 golongan,yaitu golongan yang merangsang lalu
menghambat seperti nikotin dan yang langsung mengambat contohnya heksametonium
dan trimetafan.

28
1) Obat Yang Merangsang Ganglion.
Nikotin penting bukan karena kegunaannya dalam terapi tapi tempat kerjanya di
ganglion yang dapat menimbulkan ketergantungan dan bersifat toksik. Efek
sampingyang dapat berupa muntah dan salivasi, Hipertensi,Efek sentral (Tremor dan
insomnia) dan Efek nikotinik (kelumpuhan atau lemah pada otot rangka). Intoksikasi
dapat terjadi pada penggunaan obat ini. Intoksikasi akut: mual, slivasi, kolik usus,
muntah, diare, keringat dingin, sakit kepala, pusing, pendengaran dan penglihatan
terganggu, otot-otot menjadi lemah, frekuensi napas meninggi, TD naik. Pengobatan:
larutan kalium permanganate 1:10.000. Intoksikasi kronik: kejadian ini biasanya
terjadi pada perokok berat antara lain faringitis, sindrom pernapasann perokok,
ekstrasistol, takikardi atrium paroksismal, nyeri jantung, penyakit buerger, tremor dan
insomnia.
2) Obat Penghambat Ganglion
Dalam golongan ini termasuk heksametonium (C6), pentolinium (C5),
tetraetiamonium(TEA), klorisondamin, mekamilamin, trimetafan.Efek obat ini adalah
midriasis, ipotensi ortostatik, sembelit dengan kemungkinan ileus peeristaltik dan
retensi urin, mulut kering dan impotensi.Obat ini tidak boleh di gunakan pada
penderita insufisiensi koroner dan ginjal.

B. Pengkajian dan Intrevensi/implikasi Keperawatan pada Pemberian Obat Pasien


Dengan Kasus Gangguan Psikologis

1. Proses Keperawatan Pemberian Obat Antipsikotik


Antipsikotik adalah (Latin: anti-, berlawanan dengan, kebalikan dari +
Latin psychosis, gangguan penilaian realitas + -ic, akhiran yang biasa dipakai pada nama jenis
obat medis) adalah obat medis yang digunakan untuk menyembuhkan gangguan
jiwa psikosis, yang merupakan gangguan jiwa dengan ciri "adanya ketidak mampuan dalam
menilai apakah sesuatu itubenar-benar nyata atau tidak."
a. Pengkajian
1) Dapatkan tanda – tanda vital dasar yang dapat dipergunakan sebagai pembanding
dengan tanda – tanda vital diwaku mendatang.
2) Dapatkan dari klien riwayat terapi obat yang sekarang dipakai.Jika klien memakai
antikonvulasi,dosis obat perlu ditingkatkan karena antipsikotik cenderung
menurunkan ambang serangan kejang.

29
b. Perencanaan
Perilaku psikotik klien akan dikendalikan dengan obat antipsikotik dan psikoterapi
c. Intervensi Keperawatan
1) Pantau tanda tanda vital. Hipotensi ortostatik mungkin terjadi pada fenotiazin aliefatik
dan piperidin dan dengan tiosantin.Periksa tekanan darah darah dalam posisi
berbaring, duduk , dan berdiri.Klien mungkin perlu duduk ditepi tempat tidur
beberapa menit sebelum bangkit.
2) Tetaplah bersama klien ketika ia meminum antipsikotik. Beberapa klien mengkin
akan menyembunyikan obat obat tersebut
3) Berikan fenotiazin IM dengan dalam pada otot karena larutan obat dapat mengiritasi
jaringan lemak. Periksa teknanan darah 30 menit setelah fenotiazin diinjeksi IM untuk
melihat apakah ada penurunan tekanan darah yang nyata.
4) Amati klien akan adanya EPS : distonia akut ( spasme lidah, wajah , leher, dan
punggung ),akatisia ( gelisah, tidak dapat duduk dengan tenang, mengetuk – ngetukan
kaki , pseudoparkinsonisme ( tremor otot, rigiditas, berjalan dengan menyeret kaki
),dan diskenesia tardif ( mengecapkan bibir, menjulurkan lidah, dan gerakan
mengunyah yang konstan).
5) Pantau keluaran urin. Retensi urin dapat terjadi akibat pemakaian antipsikotik
6) Pantau kadar glukosa serum. Kadang kadang antipsikotik dapat mengubah kadar
glukosa.

PENYULUHAN KEPADA KLIEN


1) Beritahu klien untuk tidak mengendari mobil atau menjalankan peralatan samapi
dicapai dosis obat rumatan dan efek efek obat pada klien telah diketahui.Klien harus
memeriksakannya ke dokter.
2) Sarankan klien untuk makan tablet isap atau permen yang keras jika mulut terasa
kering.
3) Beritahu klien untuk meneruskan memakai pengobatan seperti yang telah diresepkan.
Pada skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya, antipsikotik tidak menyembuhkan
penyakit jiwa tetapi mencegah gejala- gejala. Banyak klien yang sedang mendapatkan
pengobatan dapat berfungsi dengan baik diluar ringkup rumah sakit.
4) Beritahu klien untuk tidak meminum alkohol atau penekan SSP lain, seperti narkotik.
Obat – obat ini hanya akan menambah efek depresi pada tubuh.

30
5) Beritahu klien untuk tidak secara mendadak menghentikan antipsikotik. Dosis obat
harus diturunkan perlahan – lahan. Perlu untuk mendapatkan nasehat dokter sebelum
melakukan setiap perubahan.
6) Anjurkan klien untuk membaca label pada obat bebas. Beberapa obat merupakan
kontraindikasi pada orang yang memakai antipsikotik.
7) Dapat terjadi fotosensitifitas ketika memaka antipsikotik, oleh karena itu beritahu
klien untuk menghindari sinar matahari langsung atau menggunakan sunblock dan
baju pelindung ketika keluar rumah. Berjemur disinar matahari dapat menyebabkan
timbulnya ruam kulit.
8) Nasehatkan klien yang memakai fenotiazin alifatik, seperti klorpromazin (Thorazine),
bahwa urin akan berubah warna menjadi merah muda atau coklat kemerahan.
Perubahan warna ini tidak berbahaya.
9) Beritahu klien bahwa dapat terjadi perubahan yang berkaitan dengan fungsi seksual
dan menstruasi. Wanita dapat mempunyai periode menstruasi yang tidak teratur atau
amenore, dan pria mungkin mengalami impoten atau ginekomastia, pembesaran
jaringan payudara.
10) Anjurkan klien untuk berbicara dengan dokter mengenai keluarga berencana. Efek
antipsikotik pada janin tidak sepenuhnya diketahui; tetapi, efekteratogenik pada janin
dapat terjadi.
11) Anjurkan klien untuk melakukan pemeriksaan laboratorium. Sel darah putih (SDP)
diperiksa 3 bulan, khususnya pada awal pemakaian antipsikotik. Lekopenia, atau
menurunnya SDP, dapat terjadi. Diskrasia darah yang serius yang dapat menyertai
pemakaian antipsikotik adalah agranulositosis, dimana gejala – gejalanya adalah
malaise, demam, dan nyeri tenggorokan.
12) Anjurkan klien untuk memakai gelang pengenal yang menunjukan obat yang sedang
dimakan.

d. Evaluasi
1) Evaluasi efektifitas antipsikotik. Apakah klien mampu mengatasi situasi kehidupan
sehari – hari.
2) Tentukan apakah klien mengalami efek samping, seperti hipotensi ortostatik atau EPS,
akibat terapi obat.
2. Proses Keperawatan Pemberian Obat Ansiolitik

31
Obat ansiolitik adalah obat anti-kecemasan, depresan system saraf pusat yang kuat
yang dapat memperlambat fungsi otak normal. Mereka sering diresepkan untuk mengurangi
perasaan tegang dan cemas, dan / atau untuk membuat tidur.
a. Pengkajian
1) Dapatkan riwayat sebab – sebab yang mungkin dari reaksi ansietas klien.
2) Tentukan sistem pendukung klien (keluarga, teman, kelompok), jika ada.
3) Dapatkan riwayat pengobatan klien. Catat jika ada obat yang dipakai klien dapat
menimbulkan interaksi

4) Dapatkan riwayat pengobatan klien. Catat jika ada obat yang dipakai klien dapat
menimbulkan interaksi

b. Perencanaan
Ansietas dan stress klien akan berkurang melalui metode non farmakologik, obat –
obat antiansietas atau terapi psikologik atau kelompok.
c. Intervensi Keperawatan
1) Amati klien untuk terjadinya efek samping dari antiansietas. Ingat bahwa toleransi
obat, ketergantungan fisik dan psikologis dapat terjadi pada pemakaian kebanyakan
antiansietas, terutama benzodiazepin.
2) Anjurkan keluarga untuk mendukung klien.

PENYULUHAN KEPADA KLIEN


1) Beri tahu klien cara – cara untuk mengendalikan stress dan ansietas yang berlebihan,
seperti teknik relaksasi.
2) Beri tahu klien untuk tidak minum alkohol atau memakai penekan SSP lain, seperti
narkotik, sewaktu menggunakan antiansietas. Kombinasi dari obat – obat ini dapat
menambah depresi dari SSP dan pernapasan.
3) Beritahu klien bahwa respon efektif dari antiansietasdapat membutuhkan waktu 1 – 2
minggu.
4) Anjurkan klien untuk tetap pada regimen obat dan melakukan pemeriksaan
laboratorium pada waktu – waktu tertentu. Beritahu klien untuk tidak dengan
mendadak menghentikan pemakaian antiansietas setelah memakainya dalam jangka
panjang, karena dapat terjadi gejala – gejala putus obat.

32
5) Nasehatkan klien untuk tidak mengemudikan mobil atau menjalankan peralatan yang
berbahaya ketika memakai antiansietas karena sedasi merupakan efek samping yang
sering terjadi. Anjurkan klien melaporkan efek samping kepada dokter karena dosis
obat perlu diubah.

d. Evaluasi
1) Evaluasi efektifitas terapi obat dengan menentukan apakah ansietas klien berkurang
dan lebih dapat mengatasi stress dan kecemasannya.
2) Tentukan apakah klien memakai obat antiansietas seperti yang diresepkan dan patuh
pada instruksi dalam penyuluhan pada klien.

3. Proses Keperawatan Pemberian Obat Antidepresi dan Litium

Obat antidepresi adalah obat untuk mengatasi depresi mental, jugadigunakan untuk:
kecemsan, enuresis, sindrom nyeri kronis. Perbaikan depresi ditandai dengan: perbaikan alam
perasaan, bertambahnya aktivitas fisik dan kewaspadaan mental, nafsu makan dan pola tidur
yang lebihbaikdanberkurangnyapikiran morbid. Obat litium adalah obat dengan fungsi untuk
mengobati episode manic dari manic depresi. Gejala manic yaitu hiperaktivitas, bicara cepat,
tidak dapat membuatk eputusan yang masuk akal. Berkurangnya kebutuhan tidur, agresi, dan
marah. Obat ini juga membantu mencegah atau mengurangi intensitas episode manik.
Lithium mempengaruhi aliran sodium melalui saraf dan sel otot pada tubuh. Sodium
mempengaruhi eksitasi atau mania.

a. Pengkajian
ANTIDEPRESI DAN LITIUM
1) Dapatkan tanda – tanda vital dasar klien.
2) Periksa fungsi ginjal dan hati klien dengan memeriksa apakah keluaran urin (> 600
mL), kadar BUN, dan kreatinin serum, enzim – enzim hati berada dalam batas – batas
normal.
3) Peroleh riwayat setiap serangan depresi atau perilaku manik-depresif.
4) Dapatkan riwayat pengobatan yang dipakai sekarang oleh klien. Penekanan SSP dapat
menimbulkan efek aditif terhadap antidepresi. Antidepresi menimbulkan gejala –
gejala seperti antikolinergik dan merupakan kontraindikasi jika klien menderita
glaukoma. Ganggaguan ginjal atau hati dapat menyebabkan akumulasi obat.

33
b. Perencanaan
Depresi atau perilaku manik-depresi klien akan berkurang.
c. Intervensi Keperawatan
ANTIDEPRESI
1) Pantau klien untuk tanda – tanda dan gejala – gejala depresi; perubahan mood;
insomnia; apati; atau kurang berminat dalam aktifitas.
2) Periksa tanda – tanda vital klien. Periksa gejala – gejala seperti antikolinergik: mulut
kering, meningkatnya denyut jantung atau tekanan darah, retensi urin, atau konstipasi.
3) Pantau klien untuk kecenderungan bunuh diri jika terdapat depresi yang jelas.
4) Jika klien memakai antikonvulsi, amati klien apakah mengalami serangan kejang;
antidepresi menurunkan ambang serangan kejang.
5) Dosis antikonvulsi mungkin perlu ditambah. Berikan klien daftar makanan dan obat
yang harus dihindari dari klien ketika memakai penghambat MAO.
6) Periksa klien akan adanya tekanan darah yang sangat tinggi ketika memakai
penghabat MAO. Obat – obat seperti simpatomimetik dan makanan mengandung
tiramin dapat menyebabkan krisis hipertensi jika dipakai bersama – sama dengan
penghambat MAO.

LITIUM
1) Pantau keluaran urin dan berat badan klien. Kekurangan volume cairan dapat terjadi
akibat poliuria.
2) Amati klien akan adanya tremor halus dan kasar.
3) Periksa keadaan jantung klien. Kehilangan cairan dan elektrolit dapat menimbulkan
aritmia jantung.
4) Pantau elektrolit serum klien. Laporkan hasil penemuan yang abnormal.
5) Pantau kadar litium klien. Segera laporkan kadar litium serum yang tinggi (>1,5
mEq/L) atau toksik (>2,0 mEq/L) kepada dokter.

PENYULUHAN KEPADA KLIEN


ANTIDEPRESI
1) Beritahu klien untuk memakai pengobatan yang diresepkan. Tekankan pentingnya
kepatuhan.
2) Anjurkan klien untuk menaati kunjungan dokter. Minta klien untuk bertanya ke dokter
mengenai pemakaian obat – obat bebas.

34
3) Beritahu klien untuk tidak meminum alkohol atau penekan SSP lain karena efek aditif
terhadap antidepresi.
4) Beritahu klien umtuk tidak mengendari kendaraan atau menjalankan peralatan yang
berbahaya karena efek sedasi dari antidepresi.
5) Beritahu klien untuk tidak secara mendadak menghentikan pemakaian anti depresi.
Beri tahu klien untuk secara bertahap menurunkan dosis obat.
6) Nasehatkan klien bahwa antidepresi dapat dipakai pada jam tidur untuk mengurangi
bahaya akibat efek sedasi dari obat. Minta klien untuk bertanya dokter.
7) Nasehatkan klien untuk menambah serat dalam diet jika konstipasi merupakan
masalahyang dihadapi.
8) Beritahu klien bahwa efektifitas obat mungkin belum terlihat sampai 1-2 Minggu
setelah dimulainya terapi obat.
9) Nasehatkan klien yang merencanakan untuk hamil untuk bertemu dengan dokter atau
profesional kesehatan mengenai obat yang ia pakai dan kemungkinan akan efek
teratogenik obat pada janin.
10) Beritahu klien yang memakai penghambat MAO tentang obat dan makanan yang
harus dihindari.Sediakan daftar makanan dan obat ini.

LITIUM
1) Beritahu klien untuk memakai litium seperti yang diresepkan. Tekankan kepentingan
kepatuhan terhadap regiman obat dan pemeriksaan obat laboratorium. Jika litium
dihentikan, beritatu klien bahwa gejala – gejala manik akan muncul kembali.
2) Nasehatkan klien untuk menghindari pemakain produk – produk kafein karena dapat
memperberat fase manik dari gangguan bipolar.
3) Beritahu klien untuk meminum litium bersama makanan untuk menghindari iritasi
lambung.
4) Nasehatkan klien wanita yang berencanakan untuk hamil untuk membicarakan
dengan dokter mengenai kemungkinan efek obat pada janin.
5) Beritahu klien untuk menjaga masukan natrium dan menghindari diet ketat yang
mempengaruhi kesehatan fisik dan mental.
6) Anjurkan klien untuk mengenakan atau membawa pengenal atau gelang identifikasi
yang menunjukan obat yang sedang dipakai.
7) Nasehatkan klien untuk menjaga masukan cairan yang cukup.

35
d. Evaluasi
Evaluasi efektifitas dari antidepresi. Klien tidak mengalami depresi dan tidak
menunjukan perilaku manik-depresif.

C. Obat-Obat yang Lazim Diberikan


1. Morfin

Morfin adalah alkaloid yang ada dalam opium. Morfin merupakan zat analgesik dan
narkotik, digunakan dalam pengobatan untuk mengatasi nyeri yang berat dan penentram,
dipakai sebagai obat bius . Dalam takaran yang besar dan sering dipakai dapat menyebabkan
kecanduan ( adiksi ) dan ketergantungan, serta dapat menyebabkan depresi pernafasan.

Morfin berasal dari perkataan “Morpheus” yaitu dewa mimpi dalam mitologi
Yunani.Di tahun 1804, ahli farmasi Jerman, Friedrich Wilhelm Adam Setuner, untuk pertama
kalinya berhasil mengidentifikasi dan mengisolasi kandungan utama opium, yaitu morfin.
Sertuner menyebut zat ini Morphia, meniru nama Morpheus, dewa Yunani untuk mimpi.
Nama morfin (morphine) kemudian lebih banyak digunakan daripada morphia.Di tahun 1952,
Dr. Marshall D. Gates, Jr. menjadi orang pertama yang mensintesis morfin secara kimiawi di
University of Rochester.

Tanaman opium, Ilustrasi foto dari brian-shine.blogspot.co.id

Kandungan Morfin

Morfin merupakan getah opium yang dicampur dan diolah dengan zat-zat kimia
tertentu yang mempunyai daya analgesik kuat berbentuk kristal, tidak berbau serta memiliki
warna putih dan berubah menjadi kecoklatan.

36
Mekanisme dan Cara Kerja Morfin

Morfin merupakan agonis reseptor opioid, dengan efek utama mengikat dan mengaktivasi
reseptor µ-opioid pada sistem saraf pusat.Aktivasi reseptor ini terkait dengan analgesia,
sedasi, euforia, physical dependence dan respiratory depression. Morfin juga bertindak
sebagai agonis reseptor κ-opioid yang terkait dengan analgesia spinal dan miosis (morfin
bekerja langsung pada sistem saraf pusat ).

Di dalam tubuh, morfin terutama dimetabolisme menjadi morphine-3-glucuronide dan


morphine-6-glucuronide (M6G).Pada hewan pengerat, M6G tampak memiliki efek analgesia
lebih potensial ketimbang morfin sendiri.Cara kerja morfin dalam tubuh adalah dengan
menekan pusat pernapasan. Pemakai yangoverdosis akan mengalami gangguan pernapasan
yang fatal. Penyalahgunaan morfin mengakibatkan ketergantungan, pada wanita mengganggu
siklus menstruasi, pada pria mengakibatkan impotensi, menyebabkan sembelit dan kematian.

Jenis Morfin

Morfin terdiri dari beberapa jenis, yaitu bubuk atau serbuk, cairan berwarna putih, balakon
(bentuk balok-balok kecil dengan ukuran dan warna yang berbeda), dan tablet.Pemakaiannya
dengan disuntik, dicampur dengan rokok atau minuman dan juga dengan dihirup langsung.

Efek Samping Penggunaan Morfin

1. Efek samping yang ringan atau efek awal yang terjadi yakni rasa mengantuk yang
sangat berat. Dengan menggunakan obat morfin ini, pengguna akan merasakan
rasa ngantuk yang amat berat.
2. Rasa mual pada tubuh yang terus terusan dan tidak berhenti.
3. Setelah merasakan mual yang terus-terusan, pengguna akan berkeringat secara
berlebihan.
4. Merasakan sakit kepala yang sangat. Ini di sebabkan karena morfin langsung
menyerang saraf otak.
5. Mulut pengguna akan kering dan warna pada muka akan berubah.
6. Perubahan suasana hati yang tidak nyaman.
7. Rasa euphoria (rasa gembira yang luar biasa). Inilah tujuan yang biasa di cari para
pengguna morfin sendiri.

37
8. Mudah tersinggung dan mudah pula merasakan marah terhadap sekelilingnya
sebab perbedaan suasana hati di dalam pengguna morfin.
9. Timbulnya insomia dan mimpi buruk pada saat tidur.
10. Otot-otot akan melemah, sehingga menimbulkan rasa malas bergerak terhadap
pengguna morfin. Selain malas bergerak, pengguna akan berbicara cadel.
11. Meningkatkan rasa nyeri yang meningkat oleh pengguna yang mempunyai
penyakit sebelumnya.
12. Dapat meningkatkan produksi antidiuretik hormon. Ini dapat menyebabkan
produk air seni berkurang pada pengguna morfin.
13. Morfin sendiri dapat mengurangi motilitas usus yang menghasilkan penyakit
sembelit dan menghambat generasi oksida nitrat yang dikenai oleh morfin. Itu di
sebabkan karena morfin mengurangi sekresi pada usus dan meningkatkan
penyerapan cairan pada usus, sehingga akan menimbulkan rasa sembelit.
14. Pada hati, morfin akan menyebabkan hepatitis C atau biasa di sebut dengan
peradangan hati. Sebab, morfin sendiri akan merumitkan hepatitis C dengan
kekebalan yang menekan dan meningkatkan replikasi virus pada hepatitis C. Hal
ini akan mengarah pada perkembangan penyakit yang terjadi.
15. Seperti yang disebutkan di atas, menggunakan morfin akan menyebabkan rasa
ketergantungan atau kecanduan terhadap obat. Ini akan menyerang pada
psikologis dan fisik si pengguna. Terutama pada sistem otak.
16. Efek samping lainnya, yakni proses metabolisme tubuh yang lambat. Kadar gula
darah yang rendah sehingga menyebabkan tekanan darah rendah pada pengguna.
17. Jika dilakukan terus dalam menggunakan morfin, akan menyebabkan infeksi pada
rasa sakit yang dirasakan pengguna. Selain itu pula, morfin akan menyebabkan
lambatnya proses penyembuhan penyakit atau luka yang dirasakan.
18. Morfin akan menyerang pada proses psikomotorik seseorang yang
menggunakannya. Psikomotorik pengguna akan terserang dan mengakibatkan rasa
depresi setelah pemakaian morfin yang berlebih. Selain rasa depresi, kinerja si
pengguna akan menjadi buruk dan hilangnya konsentrasi sehingga selalu
membuat kesalahan dan kurangnya rasa perhatian terhadap sekelilingnya.
19. Dalam jangka panjang, pengguna akan merasakan efek meurotoksik pada obat
morfin ini. Sulit untuk mencegah rasa kecanduan dalam menggunakan obat
morfin.

38
Pemberhentian secara mendadak untuk menggunakan morfin pada pengguna, akan
menimbulkan Syndroma Abstinensia, yakni rasa badan yang menggigil, hidung
menggunakan cairan seperti flu. Pupil mata akan melebar, dan bulu roma akan berdiri. Ini
juga biasa disebut dengan cold turkey, yang mana setelah 48 jam bakal terjadi kejang perut
yang akan disertai dengan rasa sakit yang lumayan hebat dan diare berat.

Manfaat Morfin

Bidang Kesehatan, Morfin adalah hasil olahan dari opium atau candu mentah. Morfin
mempunyai rasa pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau cairan berwarna
putih.Morfin, terutama digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri yang hebat yang tidak
dapat diobati dengan analgetik non narkotika.Apabila rasa nyeri makin hebat maka dosis
yang digunakan juga makin tinggi.Semua analgetik narkotika dapat menimbulkan adiksi
(ketagihan). Morfin juga digunakan untuk mengurangi rasa tegang pada penderita yang akan
dioperasi.

Indikasi:
untuk meredakan dan menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgetik
non narkotik yaitu nyeri akibat trombosis koroner, neoplasma, kolik renal atau kolik empedu,
oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmoner atau koroner, perikarditis akut, pleuritis dan
pneumotoraks spontan, trauma misal luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah.

Kontraindikasi

1. Hipersensitivitas
2. Ileus paralitik
3. Diare dimediasi toksik
4. Depresi pernafasan, asma bronkial akut atau berat, obstruksi jalan napas atas

39
5. Dalam waktu 2 minggu menjalani terapi dari inhibitor monoamine oxidase
(MAOI)
6. Obstruksi saluran pencernaan (rilis diperpanjang)
7. Hiperkarbia (tablet atau larutan rilis cepat)
8. Obstruksi jalan napas bagian atas (epidural/intratekal)
9. Kegagalan dengar karena penyakit paru-paru kronis, cedera kepala, tumor otak,
deliriums tremens, gangguan kejang, antisipasi selama persalinan saat kelahiran
prematur (formulasi injeksi)
10. Aritmia jantung, peningkatan intrakranial atau tekanan serebrospinal, alkoholisme
akut, penggunaan setelah operasi saluran empedu, anastomosis bedah (supositoria
formulcation)

Dosis Morfin

Untuk tahap awal, dosis morfin yang diberikan biasanya berkisar antara 5-20 mg tiap empat
jam sekali.Dosis bisa dinaikkan menjadi 5-20 mg dua kali sehari jika kondisi semakin parah.
Untuk morfin dengan obat suntik, dosis akan diberikan dokter di rumah sakit sesuai dengan
kondisi pasien.

Perhatian

1. Gunakan dengan hati-hati pada pankreatitis akut, penyakit Addison, hiperplasia


prostat jinak, aritmia jantung, depresi sistem saraf pusat (SSP), penyalahgunaan atau
ketergantungan obat, emosi labil, penyakit kandung empedu, gangguan
gastriontestinal, pasien morbiditas obesitas, pasien dengan striktur kemih , kolitis
pseudomembran, operasi GI, cedera kepala, hipotiroidisme atau myxedema yang tidak
diobati, hipertensi intrakranial, tumor otak, psikosis toksik, striktur uretra, operasi
saluran kemih, kejang, alkoholisme akut, delirium tremens, syok, cor pulmonale,
penyakit paru kronis, emfisema, hiperkapnia, kifoskoliosis, obesitas berat, gangguan
ginjal atau hati, pasien usia lanjut atau lemah, neonatus
2. Dapat menyebabkan sembelit; mempertimbangkan langkah-langkah preventif
(misalnya, pelunak feses, serat yang ditingkatkan) untuk mengurangi potensi untuk
sembelit, terutama pada pasien dengan angina tidak stabil dan pasien dengan infark
miokard

40
3. Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan reaksi hipersensitivitas terhadap
fenantrena derivatif agonis opioid lainnya
4. Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan insufisiensi adrenal, termasuk penyakit
Addison; penggunaan opioid kronis dapat menyebabkan hipogonadisme sekunder,
yang dapat menyebabkan gangguan mood, osteoporosis, disfungsi seksual, dan
infertilitas
5. Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan disfungsi saluran empedu, termasuk
pankreatitis akut; Penggunaan dapat menyebabkan penyempitan sfingter Oddi
sehingga mengurangi pelepasan empedu dan sekresi pankreas
6. Hindari penggunaan morfin pada pasien dengan depresi sistem saraf pusat atau koma
yang mungkin rentan terhadap efek intrakranial retensi CO2
7. Beberapa formulasi mungkin mengandung sodium benzoate/asam benzoat, yang telah
dikaitkan dengan toksisitas yang berpotensi fatal (sindrom gasping/terengah-engah)
pada neonatus
8. Produk yang dirancang untuk pemberian melalui jalur tertentu; gunakan hati-hati saat
penulisan resep, dispensi, atau pemberian untuk menggunakan formulasi sesuai
dengan anjuran
9. Beberapa formulasi mengandung sulfit, yang dapat menyebabkan reaksi alergi pada
pasien yang sensitif sulfit
10. Kadian: Hindari konsumsi bersamaan alkohol atau makanan atau obat yang
mengandung alkohol; pemberian bersamaan dengan alkohol menyebabkan
peningkatan kadar plasma dari morfin dan overdosis fatal
11. Dapat menyebabkan depresi SSP dan merusak kemampuan untuk mengoperasikan
mesin berat
12. Semua formulasi mampu menghasilkan depresi pernapasan
13. Gunakan dengan hati-hati, khususnya dengan pemberian IV, pada pasien dengan
hipovolemia, penyakit kardiovaskular, syok peredaran darah atau obat-obatan yang
mungkin exagerate efek hipotensi, termasuk anestesi umum dan fenotiazin; dapat
menyebabkan hipotensi ortostatik dan sinkop pada pasien rawat jalan
14. Setelah paparan kronis opioid pada ibu hamil, dapat terjadi sindrom pelepasan obat
neonatal dapat terjadi pada bayi baru lahir
15. Pemberian morfin dapat mengaburkan diagnosis atau kondisi klinis tertentu pasien
dengan kondisi nyeri perut akut

41
2. Chlorpromazine

Chlorpromazine adalah obat untuk menangani gejala psikosis pada skizofrenia.Selain


untuk mengatasi gejala psikosis, chlorpromazine juga digunakan untuk menangani mual,
muntah, dan cegukan yang tidak kunjung berhenti.Obat ini bekerja dengan menghambat zat
kimia di otak yang dinamakan dopamin, sehingga dapat mengurangi gejala psikosis berupa
perilaku agresif yang membahayakan diri sendiri atau orang lain (disorganized behaviour),
serta halusinasi, yaitu mendengar atau melihat sesuatu yang tidak nyata.Chlorpromazin juga
menghambat dopamine di pusat muntah di otak, sehingga dapat meringankan gejala mual dan
muntah.

Dosis Chlorpromazine

Kondisi Bentuk Obat Usia Dosis

25-50 mg, tiap 6-8 jam. Ganti


Dewasa ke bentuk tablet setelah
memungkinkan.

500 mcg/kgBB, tiap 4-6 jam.


Anak usia 1-12
Suntikan Dosis maksimal adalah 75 mg
tahun
per hari.

Anak usia 1-5 tahun 40 mg per hari.

Dosis awal 1/3 - ½ dosis


Psikosis Lansia
normal dewasa.

25 mg, 3 kali sehari, atau 75


mg, sekali sehari pada malam
hari.Dosis perawatan adalah
Dewasa
25-100 mg, 3 kali sehari, bisa
Tablet ditingkatkan hingga 1 g per
hari.

Anak usia 1-12 500 mcg/kgBB, tiap 4-6 jam.


tahun Dosis maksimal adalah 75 mg

42
per hari.

Anak usia 1-5 tahun 40 mg per hari.

Dosis awal 1/3 - ½ dosis


Lansia
normal dewasa.

Dosis awal 25 mg melalui


intramuscular (IM),
Dewasa
dilanjutkan 25-50 mg, tiap 3-4
jam hingga muntah berhenti.

500 mcg/kgBB, tiap 4-6 jam.

Mual dan muntah Suntikan Anak usia 1-12 Dosis maksimal bagi anak usia
tahun hingga 5 tahun adalah 75 mg
per hari.

Anak usia 1-5 tahun 40 mg per hari.

Dosis awal 1/3 - ½ dosis


Lansia
normal dewasa.

Dosis awal 25-50 mg, 3-4 kali


sehari, selama 2-3 hari. Jika
tidak ada respons, bisa
Dewasa ditambahkan 25-50 mg melalui
injeksi. Bila diperlukan,
berikan 25-50 mg dalam 500-
Cegukan yang
1000 ml cairan melalui infus.
tidak kunjung Tablet
berhenti. 500 mcg/kgBB, tiap 4-6 jam.
Anak usia 1-12
Dosis maksimal adalah 75 mg
tahun
per hari.

Anak usia 1-5 tahun 40 mg per hari.

Lansia Dosis awal 1/3 - ½ dosis

43
normal dewasa.

Indikasi
Mengendalikan mania, terapi shcizofrenia, mengendalikan mual dan muntah, menghilangkan
kegelisahan dan ketakutan sebelum operasi, porforia intermiten akut, Terapi tambahan pada
tetanus.

Kontra Indikasi
Hipersensitifitas terhadap klorpromazin atau komponen lain formulasi, reaksi hipersensitif
silang antar fenotiazin mungkin terjadi, Depresi SSP berat dan koma

Menggunakan Chlorpromazine dengan Benar

Pastikan untuk membaca petunjuk pada kemasan obat dan mengikuti anjuran dokter
dalam mengonsumsi chlorpromazine.Untuk mengurangi risiko efek samping, dokter akan
menyarankan pasien memulai pengobatan dalam dosis rendah, lalu ditingkatkan secara
bertahap.Gunakan chlorpromazine di waktu yang sama setiap harinya untuk mendapatkan
efek maksimal. Bagi pasien yang lupa mengonsumsi obat ini, dianjurkan untuk segera
melakukannya begitu ingat, apabila jeda dengan jadwal konsumsi berikutnya tidak terlalu
dekat.Jika sudah dekat, abaikan dan jangan menggandakan dosis.Jangan menghentikan
konsumsi obat tanpa seizin dokter, karena beberapa gejala mungkin memburuk saat berhenti
mengonsumsi obat ini secara mendadak. Dokter akan menurunkan dosis secara bertahap.

Interaksi Obat

Berikut ini adalah interaksi yang dapat terjadi jika menggunakan chlorpromazine bersama
dengan obat lain:

1. Semakin menekan sistem saraf pusat, sehingga meningkatkan efek mengantuk, jika
chlorpromazine dikombinasikan dengan obat penenang, antihistamin, obat bius, dan
alkohol.
2. Chlorpromazine meningkatkan efek antikolinergik (seperti mulut kering), pada obat
antiparkinson.

44
3. Chlorpromazine dapat membuat obat clonidine dan methyldopa tidak efektif dalam
menurunkan tekanan darah

Efek Samping Chlorpromazine

Penggunaan chlorpromazine menimbulkan efek samping yang bervariasi pada tiap pasien.
Efek samping yang mungkin muncul adalah:

1) Gejala extrapiramidal, seperti tremor dan bicara pelo.


2) Efek antikolinergik, seperti mulut kering dan penglihatan kabur.
3) Hilang nafsu makan.
4) Cemas.
5) Depresi.
6) Gangguan menstruasi.
7) Disfungsi ereksi.
8) Kejang.
9) Tubuh mudah lelah.
10) Berat badan naik.
11) Sulit tidur.
12) Sakit kepala.
13) Pusing.
14) Pembengkakan otak.
15) Hipotensi ortostatik.
16) Jantung berdebar.
17) Dispepsia.

Tentang Chlorpromazine

Golongan Antipsikotik

Kategori Obat resep

 Mengatasi gejala psikosis


Manfaat  Menangani mual, muntah, dan cegukan

45
Digunakan oleh Dewasa dan anak-anak ≥ 6 bulan

Kategori C: Studi pada binatang percobaan memperlihatkan


adanya efek samping terhadap janin, namun belum ada studi
Kategori kehamilan dan terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan jika
menyusui besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko
terhadap janin.Chlorpromazine dapat diserap ke dalam ASI,
tidak boleh digunakan selama menyusui.

Bentuk obat Tablet dan suntik

Peringatan:

1. Chlorpromazine tidak boleh digunakan pada pasien psikosis akibat demensia, karena
bisa meningkatkan risiko penyakit jantung dan infeksi paru hingga mengakibatkan
kematian.
2. Gunakan dengan hati-hati pada penderita glaukoma, penyakit Parkinson, gangguan
ginjal dan hati, pembesaran prostat, serta orang dengan kalsium rendah dalam darah.
3. Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat kejang, asma, infeksi saluran
pernapasan, dan penyakit jantung.
4. Hindari penggunaan pada pasien anak-anak dengan sindrom Reye dan anak-anak di
bawah usia 6 bulan.
5. Chlorpromazine berisiko menyebabkan penyakit jantung, hipotensi, koma, kejang,
hingga gangguan sistem saraf pusat dan kerusakan otak.
6. Beri tahu dokter jika Anda sedang mengonsumsi obat-obatan lain, termasuk suplemen
dan produk herba.
7. Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis setelah menggunakan chlorpromazine, segera
temui dokter.

46
3. Haloperidol

Pengertian obat Haloperidol

Haloperidol adalah obat dengan fungsi untuk mengobati gangguan mental/mood


(misalnya skizofrenia, gangguan skizoafektif).Obat ini membantu Anda berpikir lebih jernih,
lebih tidak gugup, dan berpartisipasi setiap hari dalam hidup.Obat ini juga dapat mencegah
ide bunuh diri pada orang yang ingin melukai dirinya. Obat ini juga mengurangi agresi dan
keinginan untuk melukai orang lain. Obat ini dapat mengurangi pikiran negatif dan
halusinasi.
Haloperidol dapat juga digunakan untuk mengobati pergerakan tak terkontrol dan
kata-kata/suara semburan berkaitan dengan gangguan Tourette. Haloperidol juga dapat
digunakan untuk masalah perilaku berat pada anak hiperaktif saat terapi atau obat lain tidak
bekerja.
Haloperidol adalah obat kejiwaan (tipe antipsikotik) yang bekerja dengan menjaga
keseimbangan substansi kimia otak tertentu (neurotransmiter).
Penggunaan lain: Section ini berisi penggunaan obat yang tidak disebutkan di label
yang disetujui profesional namun dapat diresepkan oleh dokter Anda. Gunakan obat ini pada
kondisi yang disebutkan pada section ini hanya bila diresepkan oleh dokter Anda.
Kadang-kadang, Haloperidol juga dapat digunakan pada pasien yang dirawat dengan
masalah perilaku berat atau kebingungan dalam waktu singkat.Obat ini juga dapat digunakan
untuk mengobati mual dan muntah akibat terapi kanker.
Nama Generik: Haloperidol Merek:Dores, Lodomer, Govotil, Haldol, Haldol Decanoas,
Haloperidol Indo Farma dan Serenace.

Indikasi Haloperidol:
Penanganan shicizofrenia,sindroma Tourette pada anak dan dewasa, masalah perilaku yang
berat pada anak.

Kontra Indikasi:
Hipersensitif terhadap haloperidol atau komponen lain formulasi, penyakit Parkinson, depresi
berat SSP, supresi sumsum tulang, penyakit jantung atau hati berat, koma.

47
Dosis dan cara Pemakaian:
1. Anak-anak 3-12 tahun
a. Oral: Awal: 0,05 mg/kg/hari atau 0,25-0,5 mg/hari dibagi dalam 2-3 dosis
b. Peningkatan 0,25-0,5 mg setiap 5-7 hari maksimum 0,15 mg/kg/hari.
c. Dosis lazim pemeliharaan: Agitasi/hiperkinesia: 0,01-0,003 mg/kg/hari, sehari satu
kali.
d. Gangguan nonpsikosis: 0,05-0,075 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3 dosis
e. Gangguan psikosis: 0,05-15 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3 dosis.
2. Anak-anak 6-12 tahun:
a. Gangguan psikosis/sedasi: i.m. sebagai laktat: 1-3 mg/dosis setiap 4-8 jam
ditingkatkan sampai maksimum 0,15 mg/kg/hari
b. Ubah ke terapi oral sesegera mungkin.
3. Dewasa:
a. Psikosis: Oral: 0,5-5 mg, sehari 2-3 kali, maksimum lazimnya 30 mg/hari.
b. Intramuscular. sebagai laktat: 2-5 mg setiap 4-8 jam sesuai kebutuhan
c. Sebagai dekanoat: awal 10-20 x dosis harian oral, diberikan dengan interval 4
minggu.

4. Dosis pemeliharaan:
a. 10-15 kali dosis awal oral, digunakan untuk menstabilkan gejala psikiatri.
b. Delirium di unit perawatan intensif: intravena: 2-10 mg
c. Dapat diulang secara bolus setiap 20-30 menit sampai dicapai kondisi tenang,
kemudian berikan 25% dosis maksimum setiap 6 jam, monitor EKG dan interval QT.
d. Intravena intermiten: 0,03-0,15 mg/kg setiap 30 menit sampai 6 jam.
e. Oral: Agitasi: 5-10 mg;
f. infus intravena. 100 mg/100 ml D5W (dextrosa 5%), kecepatan 3-25 mg/jam.
g. Agitasi berat: setiap 30-60 menit 5-10 mg oral atau 5 mg im., dosis pemeliharaan
total 10-20 mg.
5. Orang tua
a. Awal 0,25-0,5 mg oral sehari 1-2 kali, tingkatkan dosis 0,25-0,5 mg/hari setiap
interval 4-7 hari.
b. Naikkan interval pemberian sehari 2 kali, sehari 3 kali dan seterusnya bila
diperlukan untuk mengontrol efek samping.

48
Efek Samping Haloperidol:
Beberapa efek samping yang biasanya terjadi pada penggunaan Haloperidol yaitu:
1. Kardiovaskular: takikardia, hiper/hipotensi, aritmia, gelombang T abnormal dengan
perpanjangan repolarisasi ventrikel, torsade de pointes.
2. SSP: gelisah, cemas, reaksi ekstrapiramidal, reaksi distonik, tanda pseudoparkinson,
diskinesia tardif, sindroma neurolepsi malignan, perubahan pengaturan temperatur
tubuh, akathisia, distonia tardif, insomnia, eforia, agitasi, pusing, depresi, lelah, sakit
kepala, mengantuk, bingung, vertigo, kejang.
3. Kulit: kontak dermatitis, fotosensitifitas, rash, hiperpigmentasi, alopesia
4. Metabolik dan endokrin: amenore, gangguan seksual, nyeri payudara, ginekomastia,
laktasi, pembesaran payudara, gangguan keteraturan menstruasi, hiperglisemia,
hipoglisemia, hiponatremia.
5. Saluran cerna: berat: mual muntah, anoreksia, konstipasi, diare, hipersalivasi,
dispepsia, xerostomia.
6. Saluran genito-urinari: retensi urin, priapisme.
7. Hematologi: cholestatic jaundice, obstructive jaundice
8. Mata: penglihatan kabur,
9. Pernafasan: spasme laring dan bronkus
10. Lain-lain: diaforesis dan heat stroke.

Peringatan dan atau Perhatian:


1. Hati-hati penggunaan pada pasien dengan depresi SSP, penyakit hati dan jantung
berat.
2. Hipotensi mungkin terjadi terutama pada pemberian parenteral.
3. Bentuk dekanoat jangan diberikan secara iv.
4. Hindari penggunaan pada toksikosis.
5. Hati-hati digunakan pada gangguan yang menunjukkan depresi SSP karena
menimbulkan sedasi
6. Hati-hati penggunaan pada pasien yang mengalami ketidakstabilan hemodinamik,
kecenderungan kejang, kerusakan subkortikal otak, penyakit ginjal dan pernafasan.
7. Hati-hati pada penderita yang beresiko menderita pneumonia (misalnya penyakit
Alzheimer) karena kemungkinan terjadi dismotil esofagus dan aspirasi.
8. Hati-hati pada penderita kanker payudara atau tumor yang dependen terhadap
prolaktin karena mungkin meningkatkan kadar prolaktin.

49
9. Mungkin mengubah pengaturan temperatur tubuh, atau menutupi efek toksik obat lain
karena efek anti emetik.
10. Mungkin mengubah hantaran di jantung; aritmia yang mengancam jiwa.
11. Hipotensi dapat terjadi dengan pemberian secara im, hati-hati pada pasien dengan
penyakit: serebrovaskuler, kardiovaskuler, atau obat yang menimbulkan penyakit-
penyakit tersebut karena dapat menimbulkan hipotensi ortostatik.
12. Pemberian sebagai dapat memperpanjang reaksi yang tidak dikehendaki.
13. Beberapa obat mengandung tartazine.

Apakah Haloperidol aman untuk ibu hamil dan menyusui?


Tidak ada penelitian yang memadai mengenai risiko penggunaan obat ini pada ibu
hamil atau menyusui.Selalu konsultasikan kepada dokter Anda untuk mempertimbangkan
potensi manfaat dan risiko sebelum menggunakan obat ini. Obat ini termasuk ke dalam risiko
kehamilan kategori C menurut US Food and Drugs Administration (FDA)
Berikut referensi kategori risiko kehamilan menurut FDA:
A= Tidak berisiko
B=Tidak berisiko pada beberapa penelitian
C=Mungkin berisiko
D=Ada bukti positif dari risiko
X=Kontraindikasi
N=Tidak diketahui

Interaksi Dengan Obat Lain:


1. Efek haloperidol meningkat oleh klorokuin, propranolol, sulfadoksin-piridoksin, anti
jamur azol, chlorpromazin, siprofloksacin, klaritromisin, delavirdin, diklofenak,
doksisiklin, aritromisin, fluoksetin, imatinib, isoniasid, mikonazol, nefazodon,
paroksetin, pergolid, propofol, protease inhibitor, kuinidin, kuinin, ritonavir,
ropinirole, telitromisin, verapamil, dan inhibitor CYP2D6 atau 3A4.
2. Haloperidol dapat meningkakan efek amfetamin, betabloker tertentu, benzodiazepin
tertentu, kalsium antagonis, cisaprid, siklosporin, dekstrometorfan, alkaloid ergot,
fluoksetin, inhibitor HMG0CoA reductase tertentu, lidokain, paroksetin, risperidon,
ritonavir, sildenafil, takrolimus, antidepresan trisiklik, venlafaksin, dan sunstrat
CYP2D6 atau 3A4.

50
3. Haloperidol dapat meningkatkan efek antihipertensi, SSP depresan, litium, trazodon
dan antidepresan trisiklik.
4. Kombinasi haloperidol dengan indometasin dapat menyebabkan mengantuk, lelah dan
bingung sedangkan dengan metoklopramid dapat meningkatkan risiko
ekstrapiramidal.
5. Haloperidol dapat menghambat kemampuan bromokriptin menurunkan konsentrasi
prolaktin.
6. Benztropin dan antikholinergik lainnya dapat menghambat respons terapi haloperidol
dan menimbulkan efek antikholinergik.
7. Barbiturat, karbamazepin, merokok, dapat meningkatkan metabolisme haloperidol.
8. Haloperidol dapat menurunkan efek levodopa, hindari kombinasi.
9. Efek haloperidol dapat menurun oleh aminoglutetimid, karbamazepin, nafsilin,
nevirapin, fenobarbital, fenitoin, rifamisin dan induser CYP3A4 lainnya.
10. Haloperidol mungkin menurunkan efek substrat prodrug CYP2D6 seperti kodein,
hirokodon, oksikodon dan tramadol.

Bentuk dan Kekuatan Sediaan:


a) Injeksi Sebagai Dekanoat: 50 mg/ml,
b) Larutan Injeksi Sebagai Laktat: 1 ml
c) Tablet: 1,5 mg, 2 mg, 5 mg

Penyimpanan dan Stabilitas:


a) Hindari cahaya, injeksi haloperidol laktat disimpan di temperatur ruang, hindari
cahaya, pembekuan dan temperatur > 40°C,
b) paparan sinar dapat menghilangkan warna dan menyebabkan endapan merah abu-abu
setelah beberapa minggu.
c) Stabilitas larutan standar (0,5-100 mg/50-100 ml dekstrosa 5% adalah 38 hari pada
suhu kamar 24°C.

Yang harus diketahui sebelum menggunakan Haloperidol


1. Beri tahukan dokter dan apoteker jika Anda alergi Haloperidol atau obat lain
2. Beri tahu dokter dan apoteker Anda obat resep dan non resep, vitamin, suplemen gizi,
dan produk herbal yang Anda gunakan atau berencana gunakan. Pastikan menyebut
obat berikut ini: amiodarone (Cordarone); antikoagulan (pengencer darah);
antihistamin; disopyramide (Norpace); dofetilide (Tikosyn); epinephrine (Epipen);

51
erythromycin (E.E.S., E-Mycin, Erythrocin); ipratropium (Atrovent); lithium
(Eskalith, Lithobid); obat ansietas, depresi, obat gangguan usus, gangguan mental,
mabuk, penyakit Parkinson, kejang, ulkus, atau masalah BAK; methyldopa;
moxifloxacin (Avelox); antinyeri narkotik; pimozide (Orap); procainamide; quinidine;
rifampin (Rifater, Rifadin); sedatif; sotalol (Betapace, Betapace AF); sparfloxacin
(Zagam) (tidak tersedia di AS); obat tidur; thioridazine; dan penenang. Dokter dapat
mengubah dosis atau memonitor ketat efek samping yang timbul
3. Beri tahu dokter jika Anda menderita atau pernah menderita penyakit Parkinson (PD;
gangguan sistem saraf yang menyebabkan sulit bergerak, kontrol otot dan
keseimbangan). Dokter Anda mungkin meminta Anda untuk tidak menggunakan
Haloperidol
4. Beri tahukan dokter jika Anda atau anggota keluarga Anda mengalami atau pernah
mengalami sondroma QT memanjang (kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya
denyut jantung tidak teratur yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran, atau
kematian mendadak). Dan juga beritahukan dokter jika Anda menderita atau pernah
menderita kanker payudara; gangguan bipolar (kondisi yang menyebabkan episode
depresi, mania dan mood abnormal lainnya); citrullinemia (kondisi yang
menyebabkan tingginya ammonia dalam darah); electroencephalogram abnormal
(EEG; tes yang merekam aktivitas listrik otak); kejang; denyut jantung tidak teratur;
kadar calcium atau magnesium rendah dalam darah; nyeri dada; atau penyakit jantung
atau tiroid. Dan juga beritahukan dokter Anda pernah berhenti menggunakan obat
gangguan mental karena efek samping yang berat
5. Beri tahu dokter jika Anda hamil, berencana hamil, atau sedang menyusui. Jika Anda
akan hamil dan sedang konsumsi Haloperidol, hubungi dokter Anda. Haloperidol
dapat menyebabkan masalah pada bayi baru lahir setelah kelahiran jika digunakan
selama bulan terakhir kehamilan
6. Jika Anda akan melakukan operasi, seperti operasi gigi, beri tahu dokter atau dokter
gigi bahwa Anda menggunakan Haloperidol
7. Anda harus tahu bahwa obat ini dapat membuat Anda mengantuk. Jangan menyetir
mobil atau menjalankan kendaraan bermesin hingga efek obat sudah habis
8. Tanyakan dokter mengenai keamanan konsumsi alkohol selama terapi dengan
Haloperidol. Alkohol dapat memperburuk efek samping Haloperidol.

52
Kondisi kesehatan yang dapat berinteraksi dengan Haloperidol
Adanya masalah kesehatan lain di tubuh Anda dapat mempengaruhi penggunaan obat ini.
Beritahukan dokter Anda bila Anda memiliki masalah kesehatan lain, khusunya:
a. Riwayat kanker payudara
b. Nyeri dada
c. Penyakit jantung atau pembuluh darah berat
d. Hiperprolaktinemia (prolaktin tinggi dalam darah)
e. Hipotensi (tekanan darah rendah)
f. Mania
g. Riwayat sindrom neuroleptic malignan
h. Riwayat kejang atau epilepsi—gunakan dengan hati-hati. dapat
memperburuk kondisi
i. Depresi sitem saraf pusat berat
j. Koma
k. Demensia pada lansia
l. Penyakit Parkinson—tidak boleh digunakan pada pasien dengan kondisi
ini
m. Riwayat masalah ritme jantung. (misalnya familial long QT-syndrome)
n. Hipokalemia (potassium rendah dalam)
o. Hipomagnesemia (magnesium rendah dalam darah)
p. Hipoiroid (tiroid kurang aktif)
q. Tirotoksikosis (tiroid overaktif)—dapat meningkatkan risiko efek samping
yang lebih serius.
4. Barbiturat

Pengertian Obat Barbiturat


Barbiturat adalah obat yang bertindak sebagai depresan sistem saraf pusat, dan
menghasilkan efek yang luas, dari sedasi ringan sampai anestesi total.Barbiturat juga efektif
sebagai anxiolitik, hipnotik, dan antikolvusan.Barbiturat memiliki potensi kecanduan, baik
secara fisik dan psikologis.
Secara kimia, barbiturat merupakan derivat asam barbiturat. Asam barbiturat (2,4,4-
trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum dengan asam
malonat.

53
Pembagian Barbiturat
1) Aksi pendek (short acting) contohnya Pentobarbital, Sekobarbital, dan Amobarbital
2) Aksi lama (long acting) contohnya Penobarbtital
Indikasi Barbiturat
1) Sebagai hipnotik sedatif
2) Kejang
3) Eklamsia
4) Epilepsi
5) Antikonvulsan

Mekanisme Kerja

Barbiturat menyerang tempat ikatan tertentu pada reseptor GABA A sehingga kanal
klorida terbuka lebih lama yang membuat klorida lebih banyak masuk sehingga
menyebabkan hiperpolarisasi dan pengurangan sensitivitas sel-sel GABA.Dimana barbturat
merupakan kelanjutan efek terapi.Disini, barbiturat adalah agonis dari GABA yang bekerja
mirip dengan GABA sehingga ketika terjadi hiperpolarisasi maka tidak terjadi depolarisasi
sehingga tidak terjadi potensial aksi dan terjadinya anastesi.
Ketika anastesi telah berlangsung, perlu diperhatikan dalam penggunaan
barbiturat.Sebab, barbiturat merupakan obat yang distribusinya luas.Karena seperti yang kita
ketahui bahwa tahap-tahap anatesi ada empat tingkatan dan yang paling fatal adalah pada
tingkat keempat dimana dapat terjadi koma bahkan kematian pada pasien.
Farmakodinamik Barbiturat
Peningkatan dosis => sedasi => memaksa tidur (hipnose) => anastesi => koma dan kematian
Efek samping

1) Dapat menyebbakan hiperalgesia (rasa nyeri yang berlebihan)


2) Dapat mengakibatkan reaksi paradoksal (kegelisahan, emosional yang labil terutama
pada lansia)
3) Vertigo
4) Mual
5) Diare
6) Kelainan emosional

54
Farmakokinetik Barbiturat

1) Barbiturat kerja lama karena lipofil rendah (10-20 hari)


2) t 1/2 120 – 150 jam
3) Metabolisme sedikit (metabolit tidak aktif) di hati
4) Eliminasi sampai 30 % tidak berubah di ginjal sehingga menetap didalam tubuh lama
(bahaya lebih besar)

Interaksi Obat
Efek barbiturat diperkuat oleh penekan saraf pusat seperti neuroleptik, trankulansi,
antihistamin, analgetik tipe morfin dan alkohol.

Ketergantungan Barbiturat

a) Terjadi setalah 1-2 minggu komsumsi obat terus menerus sehingga efek sedatif hipnotik
menurun maka diberikan dosis lebih tinggi (10 kali lipat) bahayanya penyempitan lebar
yang jauh karena terjadi :terapetik

1. Toleransi farmakodinamik (proses adaptasi pada reseptor di SSP)


2. Toleransi farmakodinamik (peruraian barbiturat lebih banyak karena ada induksi
enzim sitokrom P450.

b) Menyebabkan efek euforia (kesenangan berlebihan)

Intoksisitas

1. Tidak sadar; napas lambat; datar sebagai akibat hambatan pernafasan sentral

2. Penurunan tekanan darah (efek depresif pada peredaran darah)

3. Fungsi ginjal menurun sampai gagal ginjal

4. Setelah intoksikasi akut yang dapat diatasi, kadang-kadang terjadi perubahan pada kulit

55
Pengobatan intoksisitas (anti dotum/anti racun)

1. Arang aktif sebagai anti dotum umum


2. Simtomatik (pengobatan dengan menghilang gejala sakit), karena tidak ada antidotum
yang spesifik pada intoksikasi barbiturat
3. Bilas lambung untuk mengeluarkan sisa-sisa tablet yang tidak terabsorbsi, masih ada
manfaat setelah beberapa jam (motilitas lambung –usus berkurang karena intoksikasi).
Pembiasan baru dilakukan setelah tube trakeal dimasukkan, karena jika tidak
dimasukkan akan terjadi bahaya aspirasi.
4. Intubasi dan pernapasan O2 pada pasien yang kebanyakan hipoksemis (penurunan
konsentrasi oksigen dalam darah)
5. Mempertahankan sirkulasi dan fungsi ginjal , infus dengan plasmaexpander
6. Diuresis paksa dengan Furosemid i.v, dikombinasi dengan infus ekuivalen yang
dilengkapi dengan NaHCO3 untuk membebaskan urin sehingga eliminasi barbiturat
dipercepat. Dimana, Furosemid berguna untuk merangsang urin agar keluar dan
fungsi dari Natrium Bikarbonat (NaHCO3) adalah untuk memberikan suasana basa.
7. Mungkin juga perlu dilakukan hemodialisis atau hemoperfusi (cuci darah)

Peringatan

1. Tidak boleh menghentikan mendadak suatu terapi jangka panjang, harus dikurangi
secara bertahap
2. Bahaya timbulya putus obat lebih besar dan fatal

Penyebab Penyalahgunaan Barbiturate


Meskipun penggunaan medis dari barbiturat berkurang, abusage yang telah terus
meningkatkan. Salah satu alasan utama untuk penyalahgunaan barbiturat adalah untuk
mengimbangi gejala obat lain. Berikut ini adalah beberapa penyebab menyalahgunakan
barbiturat.
Kenaikan di barbiturat menyalahgunakan dapat disebabkan karena popularitas obat
merangsang seperti kokain dan methamphetamin.Para barbiturat mengimbangi kegembiraan
dan kesenangan yang diperoleh dari obat-obatan merangsang.
Sebagian besar pecandu obat remaja yang mengabaikan efek barbiturat.Akibatnya
mereka meremehkan risiko yang terlibat di dalamnya.
Obat ini juga digunakan umumnya untuk mencoba bunuh diri.

56
Gejala Penyalahgunaan Barbiturate
Gejala-gejala menyalahgunakan barbiturat bervariasi secara individual untuk setiap
pasien. Gejala lain meliputi, sering menguap, bernapas iritabilitas, dangkal dan kelelahan.
Berikut ini adalah gejala menyalahgunakan barbiturat.
Sebuah dosis kecil membuat para penyiksa barbiturat merasa mengantuk, disinhibited,
dan mabuk.Sebuah dosis yang lebih tinggi membuat para penyiksa baik secara fisik dan
mental terganggu, seolah-olah mereka sedang mabuk. Ini mengembangkan bicara cadel dan
pikiran bingung.Jika seseorang telah mengambil dosis tinggi dan tidak dapat dibangunkan
(koma), maka ada kemungkinan sengaja menghentikan napas.Barbiturat yang adiktif.Jika
mereka diambil secara teratur selama sekitar satu bulan, otak berkembang kebutuhan untuk
barbiturat yang menyebabkan gejala parah.
Para gejala penarikan terdiri dari agitasi, kesulitan tidur dan tremor.Gejala ini juga
dapat mengakibatkan mengancam kehidupan, termasuk halusinasi, suhu tinggi, dan kejang.
Jika wanita hamil mengambil barbiturat, bahkan menyebabkan bayi menjadi
kecanduan, dan bayi baru lahir mungkin memiliki Penarikan symptoms.The atas informasi
yang memberikan Anda gambaran tentang menyalahgunakan obat-obatan barbiturat dan
penyebab dan gejala.
Informasi di atas memberi Anda gambaran tentang menyalahgunakan obat-obatan
barbiturat dan penyebab dan gejala.
Barbital : mempunyai inti hasil kondensasi ester etil dari asam dietil malonat dengan ureum.
Pemakaian :
1. Sebagai obat tidur dalam dosis yang banyak dalam dosis yang sedikit
2. Sebagai sedative
3. Sebagai obat antikonvulsif
4. Sebagai obat anasstetika,narcose pendek

Sifat-sifat umum barbital di antaranya adalah


1. Sukar larut dalam air, kecuali dalam bentuk garamnya (Na) bereaksi asam lemak
2. Ada dalam dua bentuk , yaitu bentuk keto yang tidak larut dalam air, dan bentuk enol
yang larut dalam air.
3. Bentuk keto larut dalam pelarut kloroform, eter, etilasetat.
4. Garam Na-nya dalam bentuk larutan mudah terhidrolisa menjadi barbital yang
mengendap.

57
5. Dapat menyublim (membentuk sublimasi) yang tergantung sekali pada tekanan, suhu,
jarak sublimasinya, dll. Untuk teknik sublimasi yang digunakan dalam kualitatif,
maka digunakan tekanan yang dikurangi.

Penggolongan Senyawa Barbital


a) Penggolongan barbiturat disesuaikan dengan lama kerjanya, yaitu:

Barbiturat kerja panjang (6 jam)


Contohnya: Fenobarbital digunakan dalam pengobatan kejang
b) Barbiturat kerja singkat ( 3 jam )

Contohnya: Pentobarbital, Sekobarbital, dan Amobarbital yang efektif sebagai sedatif dan
hipnotik

c) Barbiturat kerja sangat singkat ( 2-4 jam)

Contohnya: Tiopental, yang digunakan untuk induksi intravena anestesia

obat, waktu paruh, dan dosis hipnotiknya (Rahardjo, 2008)

58
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Depresi adalah suatu kelainan alam perasaan berupa hilangnya minat atau kesenangan
dalam aktivitas-aktivitas yang biasa dan pada waktu yang lampau (Townsend,1998:179).
Rentang respon emosi individu dapat berfluktuasi dalam rentang respon emosi dari adaptif
sampai maladaptif. Respon depresi merupakan emosi yang maladaptif (Keliat,1996:2).
Morfin adalah alkaloid yang ada dalam opium. Morfin merupakan zat analgesik dan
narkotik, digunakan dalam pengobatan untuk mengatasi nyeri yang berat dan penentram,
dipakai sebagai obat bius . Dalam takaran yang besar dan sering dipakai dapat menyebabkan
kecanduan ( adiksi ) dan ketergantungan, serta dapat menyebabkan depresi pernafasan.
Chlorpromazine adalah obat untuk menangani gejala psikosis pada skizofrenia.Selain
untuk mengatasi gejala psikosis, chlorpromazine juga digunakan untuk menangani mual,
muntah, dan cegukan yang tidak kunjung berhenti.Obat ini bekerja dengan menghambat zat
kimia di otak yang dinamakan dopamin, sehingga dapat mengurangi gejala psikosis berupa
perilaku agresif yang membahayakan diri sendiri atau orang lain (disorganized behaviour),
serta halusinasi, yaitu mendengar atau melihat sesuatu yang tidak nyata.Chlorpromazin juga
menghambat dopamine di pusat muntah di otak, sehingga dapat meringankan gejala mual dan
muntah.
Barbiturat adalah obat yang bertindak sebagai depresan sistem saraf pusat, dan
menghasilkan efek yang luas, dari sedasi ringan sampai anestesi total.Barbiturat juga efektif
sebagai anxiolitik, hipnotik, dan antikolvusan.Barbiturat memiliki potensi kecanduan, baik
secara fisik dan psikologis.

B. Saran

Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan
dalam makalah ini.Tentunya banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya
pengetahuan, kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh.Penulis berharap kepada
para pembaca untuk dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi
sempurnanya makalah ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para
pembaca.

59
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E. dkk. 2009. Askep Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Gery Schmitz, dkk. “Farmakologi dan Toksikologi”. Edisi III. EGC.Gramedia.
Hawari, D. 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: EGC
ISO Indonesia Volume 46 Tahun 2011-2012.
Jackson, M & Jackson, L. 2011. Seri Panduan Praktis Keperawatan Klinis. Jakarta:
Erlangga.
Kaplan, H. I. dkk. 1997. Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Binarupa Aksara.
Keliat, B.A. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta : EGC
Maramis, W. F. 1900. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
MIMS Indonesia Edisi 15 Tahun 2014.
Syarif Amir.“Farmakologi dan Terapi”. Edisi IV. Fakultas Kedokteran. Universitas
Indonesia

60
61

Anda mungkin juga menyukai