PRS 12
Kepemimpinan Etis dan Lintas Budaya serta Keberagaman dalam Organisasi
Dosen Pengampu :
I Gusti Made Suwandana, S.E.,M.M.
Kelompok 2
Dyimas Anggoro Ratri Kurniawan (1707522041)
Ni Kadek Yuliantari Dewi (1707522048)
Ni Kadek Lisa Luciana (1707522070)
I Putu Gian Resyananda (1707522074)
Desain penelitian yang paling umum untuk memelajari hubungan di antara nilai
budaya dan kepemimpinan adalah studi komparatif yang mencakup survei responden di
negara dengan nilai budaya yang berbeda. Peneliti menguji bagaimana dimensi nilai
budaya nasional terkait dengan keyakinan, perilaku, danpraktik pengembangan
kepemimpinan. Dimensi nilai yang akan/ didiskusikan adalah (1) jarak kekuasaan, (2)
penghindaran ketidakpastian, (3) individualisme/kolektivisme, (4) kesetaraan jender, (5)
orientasi kinerja, dan (6) orientasi kemanusiaan.
1. Jarak Kekuasaan
1. Bagaimana perbedaan perilaku nyata pemimpin lintas kelompok nilai budaya dan
negara yang berbeda?
2. Bagaimana nilai dan perilaku pemimpin dipengaruhi secara bersama oleh kepribadian
(dan pengalaman pengembangan), budaya perusahaan, dan budaya nasional?
3. Seberapa bergunanya perbedaan antara nilai budaya nyata dan ideal untuk memahami
teori implisit tentang kepemimpinan dan pola perilaku kepemimpinan?
4. Seberapa sulitkah mengubah nilai budaya organisasi ketika nilai itu tidak konsisten
dengan nilai sosial di tempat a fasilitas organisasi berada?
5. Seberapa cepat nilai budaya berubah, dan apakah faktor penentu utama perubahan
budaya yang relevan untuk kepemimpinan?
6. Apakah jenis sifat, keterampilan, dan pengalaman pengembangan kepemimpinan
yang paling berguna untuk mempersiapkan seseorang guna penugasan kepemimpinan
di budaya yang berbeda?
C. Gender dan Kepemimpinan
Topik paling menarik dikalangan para praktisi dan juga para akademisi adalah
kemungkinan perbedaan antara pria dan wanita dalam prilaku dan keefektivan
kepemimpinan.Alasan diskriminasi yang berkelanjutan terhadap wanita dalam sleksi
kepemimpinan merupakan topic terkait yang amat penting.
Diskriminasi berdasarkan jenis kelamin
Diskriminasi yang meluas telah terbukti jenis dalam sejumlah kecil wanita yang
memegang posisi kepemimpinan tingkat tinggi yang penting dalam sebagian besar jenis
organisasi.Kecendrungan kuat untuk lebih menguntungkan pria daripada wanita dalam
pengisian posisi kepemimpinan tingkat tinggi telah disebut dengan “langit-langit kaca
(glass eiling)”.
Selama abad ke-20 diskriminasiberdasarkan jenis kelamin didukung oleh
keyakinan lama bahwa pria lebih memenuhi syarat daripada wanita untuk peran
kepemimpinan.Keyakinan ini melibatkan asumsi mengenai ciri dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk kepemimpinan efektif dalam organisasi (teori implisit),asumsi
mengenai perbedaan yang sudah melekat antara pria dan wanita (stereotip jender),dan
asumsi mengenai perilaku yang tepat bagi pria dan wanita (harapan peran).seperti telah
dinyatakan sebelumnya,teori implisit dan stereotip jender dipengaruhi oleh nilai budaya
untuk kesetaraan jender.
Penjelasan atas langit-langit kaca
Keyakinan yang biasa mengenai keterampilan dan perilaku yang diperlukan untuk
kepemimpinanyang efektif adalah satu alas an diskriminasi berdasarkan jenis
kelamin.Telah diasumsikan sejak lama bahwa pemimpin yang efektif haruslah percaya
diri,berorientasi tugas,kompetitif,objektif,tegas dan asertif,yang biasanya dipandang
sebagai karakteristik maskulin (Schein,1975, Stogdill 1974)
Diskriminasi berbasis jenis kelamin dalam pemilihan kepemimpinan juga
merefrensikan pengaruh dari stereotip dan harapan peran laki-laki dan perempuan
(Heilman,2001).Untuk waktu yang lama,perempuan diasumsikan orang yang tidak dan
tidak bersedia menggunakan perilaku maskulin yang dianggap penting untuk
kepemimpinan efektif.Alasan lain yang mungkin ada untuk langit-langit kaca telah
disarankan juga (Ragins et al, 1998, Schein, 2001, Threnou, latimer dan
Conroy,1994)Penjelasan yang mencakup :
1. Ketiadaan peluang untuk mendapatkan pengalaman dan visibilitas dalam jenis
posisi yang akan memfasilitasi kemajuan
2. Standard kinerja yang lebih tinggi untuk perempuan daripada untuk laki-laki
3. Pengecualian perempuan dari jejaring informal yang membantu promosi
4. Ketiadaan dukungan dan peluang untuk aktivitas pengembangan
5. Ketiadaan peluang untuk pendamping yang efektif
6. Ketiadaan upaya yang kuat untuk mendapatkan akses ke posisi kepemimpinan
7. Kesulitan yang diciptakan oleh tuntutan keluarga yang saling bersaing
8. Ketiadaan tindakan yang kuat oleh manajemen puncak untuk memastikan peluang
yang setara
9. Bisa untuk menyeleksi dan memperomosikan individu yang serupa ke manajer
yang membuat keputusan
10. Upaya yang disengaja oleh sejumlah manusia untuk mempertahankan control
posisi yang paling digdaya bagi diri mereka sendiri
Teori keunggulan feminine
Kontroversi yang lebih baru dipicu oleh pernyataan bahwa wanita lebih mungkin
memiliki nilai dan keterampilan yang diperlukan untuk kepemimpinan efektif dalam
organisasi modern dibandingkan dengan pria..Perbedaan itu adalah hasil dari masa
kecil,interaksi anak orang tua dan praktik sosialisasi yang merefrensikan stereotip peran
jenis kelamin dan keyakinan tentang perbedaan jender dan posisi yang tepat bagi laki-laki
dan perempuan (Cockburn,1991).Pengalaman ini mendukung nilai “feminine” seperti
kebaikan hati,simpati,pengasuhan dan sikap untuk berbagi.
Pendukung keunggulan feminin mengklaim bahwa karakter kepemimpinan yang
berubah dalam organisasi telah meningkatkan relevansi ketrampilan dan nilai yang lebih
kuat dalam perempuan daripada laki-laki.Tetapi,seperti pernyataan sebelumnya bahwa
pria lebih memenuhi syarat sebagai pemimpin,pernyataan bahwa perempuan lebih
memenuhi syarat tanpa didasarkan pada asumsi yang lemah dan stereotip jender yang
dibesar-besarkan.
Temuan penelitian mengenai perbedaan jender
Banyak studi telah membandingkan para pemimpin pria dan wanita terkait dengan
perilaku kepemimpinan mereka .Tinjauan atas penelitian mengenai jender dan
kepemimpinan itu tidak sepakat hasilnya.Beberapa peninjauan telah menyimpulkan
bahwa tidak ada bukti bahwa pebedaan jender yang penting dalam perilaku dan
keterampilan kepemimpinan.Peninjauan lainnya telah menyimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang behubungan dengan jender bagi beberapa keterampilan atau perilaku
dalam beberapa situasi.Debat terbaru yang di publikasikan dalam leadership quarterly
menunjukan kompleksitas masalah dan sejauh mana ketidakspakatan para akademisi.
Banyak peneliti terdahulu tentang perbedaan jender dalam perilaku
kepemimpinan melibatkan perilaku tugas dan hubungan.Melakukan metanalisis atas
study jender dengan para manajer dan menemukan tidak ada perbedaan jender dalam
penggunaan perilaku yang berorientasi tugas atau yang mendukungnya.Tetapi,penelitian
mendapati bahwa kepemimpinan partisipatif sedikit lebih sering digunakan oleh
perempuan daripada oleh laki-laki.Dalam metanalisis berikutnya perempuan agak lebih
banyak menggunakan perilaku kepemimpinan transformasi daripada oleh laki-laki dan
perbedaan utama adalah pertimbangan individu,yang mencakup perilaku yang
mendukung dan dukungan untuk mengembangkan keterampilan dan keyakinan
bawahan.Hasil tentang kepemimpinan transaksi adalah campur aduk,perempuan agak
lebih banyak menggunakan perilaku imbalan yang tergantung lingkungan dan laki-laki
menggunakan manajemen pengecualian dengan sedikit lebig pasif.
Para pemimpin dapat melakukan banyak hal untuk memupuk apresiasi dan
toleransi keragaman. Beberapa langkah tindakan yang direkomendasikan bagi tiap-tiap
pemimpin yaitu :
Tindakan ini dapat dibagi menjadi dua kategori yang serupa dengan perbedaan
yang dilakukan sebelumnya untuk perilaku kepemimpinan yang etis. Beberapa tindakan
berusaha mendorong toleransi dan apresiasi, sedangkan tindakan lainnya menentang
diskriminasi dan ketiadaan toleransi.
Upaya mengubah sikap akan lebih dapat berhasil jika pelatihan keragaman
diarahkan pada orang yang belum membentuk prasangka yang kuat, dan terdapat budaya
organisasi yang mendukung apresiasi keragaman (Nemetz & Christensen, 1996).
Diskriminasi yang tidak adil bisa dikurangi dengan penggunaan seleksi berbasis
kriteria pada ketrampilan yang relevan, bukan konsepsi yang bias. Penilain yang
digunakan untuk keputusan seleksi dan promosi akan lebih akurat bila penilai yang
membuat penilain itu terlatih atau bila tidak membantu mengurangi bias yang di
sebabkan oleh stereotip peran ras atau jender. Contoh, jenis bias ini bisa dikurangi dengan
intervensi “ingatan yang gratis dan terstruktur” (Baltes, Bauer, & Frensch, 2007; Bauer &
Baltes, 2002). Penilai diminta mengingat contoh tentang perilaku positif dan negative
oleh orang tertentu sebelum membuat penilaian mereka tentang orang itu.
Promosi yang dialami oleh perempuan dan minoritas difasilitasi oleh program
pendampingan yang memberi nasihat, dukungan, dan pemberian bantuan. Program
pengembangan kepemimpinan seharusnya memberikan peluang yang setara bagi orang
yang ingin memelajari keterampilan yang relevan dan mendapatkan pengalaman yang
bernilai. Program tindakan yang wajib bisa berguna bila program itu didesain dengan
baik dan diterapkan (Harrison, Kravitz, Mayer, Leslie, & Lev-Arey, 2006). Program
kemungkinan tidak terlalu kontroversial dan lebih sukses bila kebutuhan akan hal itu
dipahami dengan jelas oleh anggota organisasi, dan ditemukan cara untuk mendukung
tindakan wajib tanpa menampilkan diskriminasi yang berlawanan.
Depertemen SDM biasanya memiliki tanggung jawab utama untuk banyak proses
yang memengaruhi keragaman dan peluang yang setara, seperti perekrutan, seleksi,
orientasi karyawan, penilaian kinerja, pelatihan dan pendampingan. Tetapi, tanggung
jawab untuk memberi peluang yang setara seharusnya tidak hanya ditimpakan kepada
staf ahli SDM. Upaya yang sukses untuk meningkatkan keragaman dan peluang yang
setara membutuhkan dukungan yang kuat oleh manajemen puncak dan oleh manajer di
semua tingkatan organisasi.
KASUS
Enron adalah perusahaan energi dan komunikasi yang tumbuh dengan sangat cepat
setelah deregulasi 1998 tentang pasar energi di AS. Pada awal 2001, perusahaan itu
mempekerjakan sekitar 22.000 orang, dan pada saat itu, Kenneth Lay adalah Ketua Dewan
Direksi dan CEO adalah Jeffrey Skilling. Majalah Fortune menyebut Enron sebagai “Perusahaan
Paling Inovatif di Amerika” selama enam tahun berturut-turut, dari 1996-2001. Perusahaan itu
ada dalam daftar 100 perusahaan terbaik yang beroperasi di Amerika versi majalah Fortune pada
tahun 2000. Dan, perusahaan itu dipuji banyak pihak karena memiliki tunjangan yang baik dank
arena manajemen yang efektif. Tetapi, citra publik tentang kebaikan dan manajemen yang efektif
adalah palsu, dan perusahaan itu tidak sesukses yang terlihat.
Dengan bantuan dari akuntan dan pengacara, CEO menciptakan kantor cabang yang
terlihat seperti rekanan, dan membuat kantor cabang tersebut bisa menjual asset dan menciptakan
pendapat palsu. Organisasi di luar negeri digunakan untuk menghindari pajak, meningkatkan aset
dan laba, serta menyembunyikan kerugian. Perusahaan baru yang penuh risiko didirikan, seperti
EnronOnline, layanan berbasis web untuk kontrak pembelian, penjualan, dan perdagangan
energi. Peraturan dengan konflik kepentingan mendorong informalitas yang memungkinkan
eksekutif mendapat manfaat secara pribadi dari perusahaan yang tidak dapat dipercaya yang
dalam sebagian kasus menguras habis dana perusahaan itu dan menghasilkan kerugian.
Kebohongan finansial yang tumpang tindih digunakan untuk menyembunyikan kerugian dan
menciptakan ilusi laba miliaran dolar. Praktik ini menaikkan harga saham Enron ke tingkat yang
baru, dan pada tahun 2000, saham mencapai nilai tertingginya, $90.
Praktik yang tidak etis tidak terbatas pada tingkat CEO, dan budaya perusahaan tentang
individualisme, inovasi, dan upaya untuk mendapat keuntungan yang tidak terkontrol menggerus
perilaku etis banyak karyawan Enron. Dalam satu skema yang digunakan untuk meningkatkan
laba, energi ditransfer ke California untuk menciptakan kegelapan total dan meningkatkan harga
listrik. Lalu, energi ditransfer kembali ke California dan dijual dengan harga lebih tinggi, yang
menghasilkan laba tambahan miliaran dolar. Di bawah Skilling, Enron mulai menggunakan
praktik akuntansi yang mengantisipasi laba masa depan dari kesepakatan apa pun yang dihitung
sebagai pendapatan nyata dalam periode pelaporan terbaru. Untuk mencapai tujuan laba yang
tidak masuk akal dan meningkatkan bonus mereka, karyawan didorong untuk memperbesar
perkiraan laba dari penjualan masa depan. Karyawan yang terlibat dalam pengaturan penjualan
ditekan untuk bekerja mati-matian bila memungkinkan. Setiap tahun, 15-20% karyawan dengan
kinerja terendah dipecat dan digantikan dengan karyawan baru. Siapa pun yang mempertanyakan
praktik yang tidak etis atau konflik kepentingan di Enron dipecat, ditempatkan kembali di posisi
baru, atau tidak mendapat promosi.
CEO di Enron yang tahu tentang pembohongan finansial dan kerugian yang semakin
besar mulai menjual saham perusahaan mereka sendiri senilai jutaan dolar. Pada saat yang sama,
mereka memberi tahu investor dan karyawan untuk membeli saham karena akan terus meningkat
harganya. Ketika eksekutif menjual saham mereka, harga mulai jatuh, tetapi Kenneth Lay
menenangkan para investor dan memastikan bahwa Enron menuju kearah yang benar. Skilling
mundur pada Agustus 2001 untuk “alasan pribadi” dan diperbolehkan menjual banyak sahamnya
dengan harga yang bagus. Sebagai CEO, dia digantikan oleh Kenneth Lay, yang menjanjikan
kepada publik bahwa tidak ada masalah tersembunyi di Enron. Pada 15 Agustus 2001, harga
saham turun hingga 15%, tetapi banyak investor tetap mempercayai Lay dan terus
mempertahankan saham mereka atau bahkan membeli lebih banyak saham. Kejatuhan akhir nilai
saham terjadi setelah penemuan bahwa aset dan laba yang dicatat Enron digelembungkan dan
utang serta kerugian perusahaan tidak dilaporkan dengan akurat. Pada titik itu, beberapa
eksekutif berupaya menutupi tindakan tidak etis mereka dengan merusak catatan yang bisa
digunakan sebagai bukti untuk melawan mereka, dan mereka berupaya menyalahkan pihak lain
atas masalah itu.
Enron mencatatkan kebangkrutannya pada Desember 2001. Hal itu adalah kasus
kebangkrutan terbesar dan paling rumit dalam sejarah AS, dan hal itu memiliki dampak yang
menyengsarakan ribuan karyawan dan investor. Skandal itu juga menyebabkan kebangkrutan
Arthur Anderson, salah satu perusahaan akuntan terbesar pada saat itu, setelah karyawan
perusahaan itu terpergok memusnahkan dokumen terkait audit keuangan Enron. Anderson
seharusnya berfungsi sebagai auditor independen untuk masalah keuangan Enron sambil
menagih jutaan dolar sebagai tarif konsultan manajemen. Konflik kepentingan ini bisa
menjelaskan mengapa pengecualian finansial Enron tidak diungkapkan oleh audit Anderson.
DAFTAR PUSTAKA