Anda di halaman 1dari 19

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Konsumsi Minuman Beralkohol

2.1.1 Pengertian Alkohol

Alkohol sendiri ada bermacam-macam, yang biasa jumpai di minuman

keras adalah jenis ethyl alkohol atau biasa disebut dengan etanol/alkohol saja.

Sedangkan yang disebut spritus adalah methyl alcohol atau sering disebut

metanol. Menurut Poerwodarminto (2000) alkohol adalah nama zat cair yang

memabukkan. Budiarjo (1991) mengemukakan alkohol adalah senyawa kimia

organis yang berperan sebagai obat peringan pada aktifitas system syaraf pusat.

Alkohol adalah minuman yang sifatnya menimbulkan ketagihan.

2.1.2 Minuman Beralkohol

Minuman beralkohol atau sering disebut minuman keras adalah jenis

NAPZA dalam bentuk minuman yang mengandung alkohol tidak peduli berapa

kadar alkohol didalamnya. Alkohol termasuk zat adiktif, artinya zat tersebut dapat

menimbulkan adiksi (addiction) yaitu ketagihan dan dependensi (ketergantungan).

Penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA jenis alkohol ini dapat

menimbulkan gangguan mental organic, yaitu gangguan dalam fungsi berpikir,

berperasaan dan berperilaku. Gangguan mental organic ini disebabkan reaksi

langsung alkohol pada neuro – transmitter sel-sel saraf pusat (otak). Karena sifat

adiktifnya itu, maka orang yang meminumnya lama-kelamaan tanpa disadari akan

menambah takaran/dosis sampai dosis keracunan (intoksikasi) atau mabuk.

9
Alkohol saat ini tidak hanya digunakan dalam dunia medis saja, alkohol

tidak asing lagi bagi masyarakat umum, terlebih orang yang menyalahgunakannya

salah satunya adalah minuman beralkohol. Minuman beralkohol adalah minuman

yang mengandung zat etanol, zat psikoaktif yang bila dikonsumsi akan

mengakibatkan kehilangan kesadaran (Ahira, 2010).

Pada perkembangan dan tahap peralihan ini, remaja rentan dengan

perilaku menyimpang dan frustasi akibat kekecewaan atau kegagalan atas apa

yang dikehendakinya. Banyak cara individu tersebut dalam mereaksi frustasi yang

dialami, salah satunya adalah kompensasi yang dimana individu berusaha untuk

menutupi kekurangan atau kegagalannya dengan cara-cara lain yang dianggap

memadai. Kompensasi tersebut cenderung ke arah negatif seperti mengkonsumsi

minuman beralkohol.

Di Indonesia, minuman beralkohol sudah banyak merambah dari

masyarakat menengah ke atas sampai golongan masyarakat berekonomi ke

bawah. Tidak dipungkiri akses untuk memperoleh minuman beralkohol sangat

mudah. Menurut Laporan Status Global mengenai Alkohol dan Kesehatan 2011

keluaran WHO, tak kurang dari 320.000 orang antara usia 15-29 tahun meninggal

setiap tahun karena berbagai penyebab terkait alkohol. Jumlah ini mencapai

sembilan persen dari seluruh kematian dalam kelompok usia tersebut

(Hidayatullah, 2011).

Dalam kamus psikologi Chaplin (1995) disebutkan bahwa perilaku

mempunyai beberapa arti yaitu (a) beberapa yang dilakukan organisem, (b)

sebagai salah satu respon spesifik dari seluruh pola respon dan (c) suatu kegiatan

atau aktivitas.

10
Hubley dan Meror (dalam Hardani, 1999) menggolongkan minuman keras

menajadi tiga jenis yaitu : (a) bir dengan kadar alkohol satu sampai lima persen,

(b) anggur dengan kadar alkohol lima sampai dengan dua puluh persen dan (c)

liquat dengan kadar alkohol dua puluh persen sampai dengan lima puluh persen.

Makin tinggi kandungan kadar alkoholnya makin besar pengaruhnya bagi si

peminum.

Dari beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa minum-

minuman keras adalah kebiasaan minum-minuman keras dengan jumlah dan

kadar alkohol yang diminum dari yang terendah sampai yang tinggi.

Aspek minum-minuman keras (Hardani, 1999)

a. Frekuensi minum, yang ditunjukkan intensitas subjek dalam

meminum-minuman keras.

b. Kadar minuman keras yang diminum.

c. Jumlah minuman keras yang diminum.

d. Cara meminum-minuman keras yang ditunjukkan bag aimana

subjek meminum-minuman keras.

2.1.3 Golongan minuman beralkohol

Minuman beralkohol (Eat for life, 1992, Woteki dan Thomas) terdiri dari

tiga golongan ditinjau dari kadar alkohol yang ada dalam berbagai jenis dan

kemasan minuman yang ada. Menurut peraturan Menteri Kesehatan No. 86/1977

minuman beralkohol dibagi dalam tiga golongan yaitu :

1) Golongan A
Minuman keras golongan A adalah minuman keras dengan kadar etanol
(C2H5OH) 1% - 5%. Contoh minumannya adalah Bir Bintang, Green sand,
Anker Bir, San Miguel, dan lain lain.
2) Golongan B

11
Minuman keras golongan B adalah minuman keras dengan kadar etanol
(C2H5OH) lebih dari 5% - 20%. Contoh minuman golongan B antara lain Anggur
Malaga, Anggur Kolesom cap 39, Anggur Ketan Hitam, Anggur Orang Tua,
Shochu, Creme Cacao, dan jenis minuman anggur lainnya.
3) Golongan C
Minuman keras golongan C adalah minuman keras dengan kadar etanol
(C2H5OH) lebih dari 20% - 50%. Contoh minumannya adalah Mansion of House,
Scotch Brandy, Stevenson, Tanqueray, Vodca, Brandy, dan lainnya.

Berdasarkan dari beberapa golongan minuman beralkohol peneliti ingin

meneliti yang golongan C, karena kadar alkoholnya rendah dan sering di

konsumsi pasa siswa karena harga golongan C terjangkau.

2.1.4 Jenis minuman beralkohol


Berikut ini adalah beberapa contoh jenis minuman beralkohol yang

beredar di Indonesia dan sering di konsumsi oleh remaja (Hardani, 1999).

1) Anggur
Anggur (atau juga populer disebut dalam bahasa
Inggris: wine) adalah minuman beralkohol yang dibuat dari
sari anggur jenis Vitis vinifera yang biasanya hanya tumbuh
di area 30 hingga 50 derajat lintang utara dan selatan.
Minuman beralkohol yang dibuat dari sari buah lain yang
kadar alkoholnya berkisar di antara 8% hingga 15%
biasanya disebut sebagai wine buah (fruit wine).
2) Bir
Bir secara harfiah berarti segala minuman
beralkohol yang diproduksi melalui proses fermentasi
bahan berpati dan tidak melalui proses penyulingan setelah
fermentasi. Proses pembuatan bir disebut brewing. Karena
bahan yang digunakan untuk membuat bir berbeda antara
satu tempat dan yang lain, maka karakteristik bir seperti
rasa dan warna juga sangat berbeda baik jenis maupun
klasifikasinya. Salah satu minuman tertua yang dibuat
manusia, yaitu sejak sekitar tahun 5000 SM yang tercatat di
sejarah tertulis Mesir Kuno dan Mesopotamia.
3) Brendi
Brendi (bahasa Inggris: brandy, berasal dari bahasa
Belanda, brandewijn) adalah istilah umum untuk minuman
anggur hasil distilasi, dan biasanya memiliki kadar etil
alkohol sekitar 40-60%. Bahan baku brendi bukan hanya
anggur, melainkan juga pomace (ampas buah anggur sisa
pembuatan minuman anggur) atau fermentasi sari buah.

12
Bila bahan baku tidak ditulis pada label, brendi tersebut
dibuat dari buah anggur asli.
4) Rum
Rum (rhum) adalah minuman beralkohol hasil
fermentasi dan distilasi dari molase (tetes tebu) atau air
tebu yang merupakan produk samping industri gula. Rum
hasil distilasi berupa cairan berwarna bening, dan biasanya
disimpan untuk mengalami pematangan di dalam tong yang
dibuat dari kayu ek atau kayu jenis lainnya. Produsen rum
terbesar di dunia adalah negara-negara Karibia dan
sepanjang aliran Sungai Demerara di Guyana, Amerika
Selatan. Selain itu, pabrik rum ada di negara-negara lain di
dunia seperti Australia, India, Kepulauan Reunion.
5) Sampanye
Sampanye adalah minuman anggur putih
bergelembung yang dihasilkan di kawasan Champagne di
Perancis, sekitar 90 kilometer di timur laut Paris. Reims
adalah salah satu wilayah penghasil sampanye yang
terkenal. Umumnya terbuat dari anggur pinot noir,
sampanye yang berkualitas bagus mempunyai warna
kekuningan. Sampanye biasanya hanya diminum pada
acara-acara khusus seperti perayaan tahun baru dan sering
pula terlihat pada perayaan kemenangan kejuaraan olahraga
seperti Formula 1, di mana sang pemenang di podium
membuka sebotol sampanye dan menyemprotkan isinya.
6) Tuak
Tuak atau juga disebut arak di nusantara adalah
sejenis minuman yang merupakan hasil fermentasi dari
bahan minuman/buah yang mengandung gula. Tuak sering
juga disebuat pula arak adalah produk yang mengandung
alkohol. Bahan baku yang biasa dipakai adalah: beras atau
cairan yang diambil dari tanaman seperti nira kelapa atau
aren, legen dari pohon siwalan atau tal, atau sumber lain.
Kadar alkohol berbeda-beda bergantung daerah
pembuatnya. Arak yang dibuat di pulau Bali yang dikenal
juga dengan nama brem bali, dikenal mengandung alkohol
yang kadarnya cukup tinggi.Beberapa tempat di Pulau
Madura dahulu dikenal sebagai sebagai penghasil tuak,
namun orang Madura tidak mempunyai kebiasaan minum
yang kuat. Saat ini dapat dikatakan sangat sedikit orang
Madura yang minum tuak atau arak.Masyarakat Tapanuli
(Sumatera Utara), khususnya masyarakat beretnis Batak
menganggap bahwa Tuak berkhasiat menyehatkan badan
karena mengandung efek menghangatkan tubuh.
7) Vodka
Vodka (bahasa Polandia: wódka; bahasa Rusia
bahasa Ukraina г ріл , horilka; bahasa Belarus:
г ріл , harilka) adalah sejenis minuman beralkohol

13
berkadar tinggi, bening, dan tidak berwarna, yang biasanya
disuling dari gandum yang difermentasi. Banyak yang
menduga bahwa kata Vodka merupakan turunan dari kata
bahasa Slavia "voda" (woda, ) yang berarti "air,"
meskipun banyak pendapat-pendapat lain.Kecuali untuk
sejumlah kecil perasa, vodka mengandung air dan alkohol
(etanol).
Vodka biasanya memiliki kandungan alkohol
sebesar 35 sampai 60% dari isinya. Vodka Rusia klasik
mengandung 40% (80° kandungan murni), angka tersebut
dirumuskan oleh ahli kimia terkenal Rusia, Dmitri
Mendeleev. Menurut Museum Vodka di St. Petersburg,
Rusia, Mendeleev berpendapat bahwa kandungan yang
sempurna yaitu 38%, tetapi karena minuman beralkohol
pada waktu itu dikenakan pajak berdasarkan kandungan
alkoholnya, persentasenya dinaikkan menjadi 40 untuk
mempermudah penghitungan pajak.
8) Wiski
Wiski (bahasa Inggris: whisky dari bahasa Gaelik
Skotlandia, atau whiskey dari bahasa Irlandia, fuisce)
merujuk secara luas kepada kategori minuman beralkohol
dari fermentasi serealia yang mengalami proses mashing
(dihaluskan, dicampur air serta dipanaskan), dan hasilnya
melalui proses distilasi sebelum dimatangkan dengan cara
disimpan di dalam tong kecil dari kayu (biasanya kayu ek).

Berdasarkan dari beberapa macam-macam

minuman beralkohol peneliti ingin meneliti yang sering di

konsumsi oleh siswa adalah minuman beralkohol jenis tuak

karena mudah mencarinya dan harganyanya terjangkau.

2.1.5 Faktor Pendorong Pengkonsumsian Minuman Beralkohol


Karamoy (2004) mengungkapkan ada dua faktor yang mempengaruhi

perilaku minuman beralkohol yaitu faktor internal dan faktor eksternal antara lain

keluarga, lingkungan tempat tinggal, konformitas kelompok, keadaan sekolah dan

pendidikan.

Sedangkan menurut Hawari (2001), terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi seseorang untuk mengkonsumsi minuman beralkohol, meliputi :

14
1) Faktor keluarga
Diantara faktor penyebab lainnya, keluarga selalu menjadi tersangka
utaman penyebab penyalahgunaan alkohol. Pasalnya, keluarga merupakan
lingkungan terdekat yang secara tidak langsung mempengaruhi kepribadian dan
perilakunya.
2) Faktor kepribadian
Kepribadian pengguna alkohol juga turut berperan dalam perilaku ini.
Pada remaja, biasanya penyalahgunaan alkohol memiliki konsep diri dan harga
diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat dengan ditandai
ketidakmampuan individu mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah
cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi juga turut mempengaruhi.
3) Faktor kelompok teman sebaya (peer group)
Kelompok atau teman sebaya yang menggunakan alkohol memiliki
kemampuan yang cukup kuat mempengaruhi orang – orang disekitarnya untuk
menggunakan alkohol.
4) Faktor kesempatan
Semakin mudahnya untuk mendapatkan alkohol, bisa dibilang sebagai
pemicu penyebab maraknya pengkonsumsian minuman alkohol saat ini.

Berdasarkan keterangan yang dihimpun dapat disimpulkan bahwa

keinginan siswa untuk mengkonsumsi minuman beralkohol di karenakan faktor

kelompok teman sebaya. Semakin tinggi konformitas negatif siswa tersebut

semakin tinggi pula siswa tersebut mengkonsumsi minuman beralkohol.

2.1.6 Tahap – tahap Konsumsi Alkohol


Tahap –tahap konsumsi alkohol menurut Jellinek, 1942 (dalam George,

1990) antara lain :

1) Tahap pra alcoholic


Individu kadang – kadang minum pada acara tertentu, dan belum ada
konsekwensi serius yang ditimbulkan. Frekuensi minumnya akan bergerak
antara kadang-kadang ke tahap peminum rutin, dari awalnnya yang bermotif
sosial menjadi peminum yang mendapatkan “sesuatu” dari rutinitas minum
tersebut, biasanya efek psikologikal misalnya mengurangi stress, dan akan
mulai mencari kesempatan untuk dapat minum, hal ini akan dengan cepat
berubah menjadi standar pribadi individu untuk mengatasi stress, tahap ini
biasanya berjalan 1 bulan hingga 2 tahun.
2) Tahap prodomal
Individu minum dalam jumlah banyak namun belum tampak pada
gejala masalah yang dapat diamati dari luar. Individu masih terjaga namun

15
beberapa kali mengalami apa yang dinamakan kehilangan kesadaran. Untuk
mengurangi stress, terkadang beberapa individu dapat berhenti minum dan
kembali menjadi peminum yang bermotif sosial. Bagaimanapun juga, banyak
diantara mereka melanjutkan untuk memperbanyak minum dan mulai minum-
minuman yang berbeda. Mencuri-curi waktu untuk minum sebelum atau
selama pesta minum terjadi.
Dalam tahap ini orang tersebut tidak menganggap alkohol sebagai
minuman tetapi juga kebutuhan. Bagi individu dalam tahap ini, konsumsi
alkohol menjadi sangat banyak. Periode ini berlangsung antra 5 bulan – 4,5
tahun tergantung kondisi individu, dan diakhiri dengan kehilangan kontrol.
3) Tahapan crucial
Hilangnya kontrol terhadap perilaku minum alkohol dan kadang
kadang individu minum secara sangat berlebihan sebagai permintaan fisik
untuk minum lebih banyak. Individu tidak dapat mengontrol berapa jumlah ia
minum pada saat sekali minum, bisa atau tidak bisa mengontrol peminum
akan tetap meminum alkohol. Individu mulai menyadari dan mulai berpikir
rasional, kadang-kadang periode tersebut muncul saat peminum mencoba-
coba membuktikan pada orang lain, bahwa minum-minum bukanlah suatu
masalah.
Disisi lain pola pikir orang tersebut akan berubah menjadi “Jika aku
hanya ___________, maka hal itu takkan menjadi masalah bagiku. Perubahan
yang umum terjadi biasanya adalah meminum minuman yang berbeda,
misalnya dari wisky ke bir, perubahan dalam bekerja, minum-minum di
tempat lain dan mencampur beberapa jenis minuman. Bagaimanapun juga,
perubahan individu ini berakhir pada kegagalan, kurang bisa mengontrol diri,
perilaku agresif, serta gangguan dalam kehidupan keluarga dan
bermasyarakat. Peminum biasanya menjadi orang gampang marah, merasa
bersalah dan hidup menjadi terpusat pada alkohol.
4) Tahapan kronic
Aktivitas primer individu sepanjang hari adalah seputar memperoleh
dan meminum alkohol yang mana alkohol mendominasi hidupnya. Jika dalam
tahap sebelumnya orang tersebut bisa tetap menjalani hidupnya (meskipun
agak terganggu), pada tahap ini individu akan kehilangan pekerjaan dan
mengalami konflik dengan lingkungan dan keluarga. Peminum akan minum di
pagi buta, jeda antara botol pertama dan selanjutnya biasanya terpaut sekitar 4
jam.
Peminum menemukan bahwa rasa bersalah menjadi alasan utama dia
untuk tetap minum. Selanjutnya akan terbentuk lingkaran setan, dimana
mereka tidak akan bisa tenang jika tidak minum, mereka bisa minum
sepanjang waktu, bahkan minum bersama orang yang selama ini mereka
hindari. Toleransi menurun drastis, menjadi linglung setelah minum.
Guncangan terhadap diri menjadi sering terjadi, terkena penyakit yang terkait
dengan alkohol. Pada tahap ini individu bisa meninggal atau mengalami
kerusakan otak yang parah, dan menjadi kandidat utama untuk perawatan.

16
Berdasarkan dari beberapa tahapan konsumsi minuman beralkohol

yang kebayakan siswa alami yaitu tahapan crucial karena siswa susah

mengontrol diri untuk tidak minum-minuman beralkohol.

2.1.7 Tipe – Tipe Pola Minum


Jellinek yang terkenal sebagai “Bapak” dari penelitian tentang

ketergantungan alkohol mengkategorikannya menjadi 4 tipe pola minum (dalam

George, 1990) :

1) Alpha
Tipe pola minum alpha merupakan ketergantungan psikologikal murni atas
efek alkohol untuk mengurangi sakit (fisik dan mental). Tidak ada tanda-tanda
gangguan yang parah dalam kehidupan individu tipe ini. Efeknya hanya
mengakibatkan sedikit gangguan dalam hubungan antar individu dan
pekerjaan. Jellinek menghindari menyebut individu ini sebagai “peminum
bermasalah”, dia memahami bahwa penelitian lain akan mempunyai
pemikiran yang sama, dia juga berpikir jika perkembangan tersebut tidak bisa
dihindari. Tipe individu ini dapat berubah menjadi tipe gamma, tipe ini
biasanya berlangsung selaman 30 tahun – 40 tahun. Ada beberapa pendapat
tentang apakah tipe Alpha adalah peminum sejati atau bukan.
2) Beta
Tipe ini muncul saat masalah-masalah fisik yang disebabkan oleh alkohol
bermunculan, misalnya liver, radang lambung dan masalah syaraf.
Bagaimanapun juga tipe beta ini bukanlah individu yang minum karena
ketergantungan psikologi atau fisiologinya terhadap alkohol, individu tidak
mengalami gejala penarikan diri saat tidak minum, Jellinek percaya bahwa
tipe ini adalah tipe yang paling sering muncul dalam budaya luas. Jellinek
berpikir proses beta menjadi gamma atau delta sama dengan proses alpha ke
gamma.
3) Gamma
Tipe ini ditandai dengan perubahan dalam toleransi, perubahan fisiologi,
munculnya gejala-gejala tertentu dan kehilangan kontrol atas diri. Tipe ini
juga melibatkan meningkatnya kekebalan diri terhadap alkohol. Dalam tipe ini
Jellinek menjelaskan perkembangan dari ketergantungan psikologi ke
fisiologi, yang ditandai dengan perubahan sikap. Jellinek mengatakan tipe
gamma adalah tipe yang paling merusak dalam kesehatan fisik dan gangguan
sosial.
4) Delta
Tipe ini sangat mirip dengan Gamma, termasuk tiga karakteristik yang disebut
sebelumnya, namun disamping lepas kontrol, tipe ini tidak bisa berhenti
minum, seolah-olah alkohol adalah darah mereka. Pada situasi tertentu

17
peminum tipe ini bisa mengontrol kebiasaan mereka, tapi mereka tidak dapat
“menjalani hidup” tanpa menderita karena alkohol.
Individu tipe ini dideskripsikan Jellinek sebagai yang paling sulit
disembuhkan dan biasanya eksis di negara yang melegalkan alkohol. Jellinek
menekankan bahwa individu tipe ini adalah individu yang anti sosial. Karena
ketidak adanya penyembuhan atau penurunan. Meluasnya penyebaran tipe ini
menjadi tersembunyi dan pada akhirnya dapat diterima di masyarakat luas.

Berdasrkan dari type-type pola minum di bagi menjadi 4 type yaitu,

Alpha, Beta, Gamma, Delta. Penulis menyimpulkan yang paling dominan

adalah type Gamma, karena siswa susah mengontorol emosi saat ada siswa

lain mengganggu diri siswa tersebut.

2.1.8 Gejala Mengkonsumsi Minuman Beralkohol

Gangguan mental organic yang terjadi pada diri seseorang ditandai

dengan gejala-gejala berikut dalam George, 1990) :

1) Terdapat dampak berupa perubahan perilaku, misalnya perkelahian dan tindak


kekerasan lainnya, ketidakmampuan menilai realitas dan gangguan dalam
fungsi sosial dan pekerjaan (perilaku maladaptif).
2) Terdapat gejala fisiologik sebagai berikut : Pembicaraan cadel, gangguan
koordinasi, cara jalan yang tidak mantap, mata jereng, muka merah.
3) Tampak gejala-gejala psikologik sebagai berikut : Perubahan alam perasaan
(mood/afek), misalnya euphoria/disforia. Mudah marah dan tersinggung
(iritabilitas). Banyak bicara (melantur). Hendaya atau gangguan
perhatian/konsentrasi. Hendaya ini besar pengaruhnya bagi kecelakaan lalu
lintas.

Berdasarkan gelaja mental orgainc pada diri siswa yang mengkonsumsi

minuman beralkohol penulis menyimpulkan bahwa yang dominan pada siswa

yang mengkonsumsi minuman beralkohol adalah dampak perubahan perilaku,

misalnya perkelahian dan tindak kriminal lainnya.

2.1.9 Keterlibatan Alkohol Pada Remaja

18
Adolescent Alcohol Involvement Scale atau skala keterlibatan alkohol

pada remaja merupakan skala yang disusun oleh Mayer dan Filstead’s (1979).

Skala pengukuran ini terdiri dari 30 item. Item tersebut merujuk pada beberapa

aspek keterlibatan alkohol pada remaja yang ditentukan Mayer dan Filstead’s

antara lain pengkonsumsian alkohol, frekuensi minum-minuman beralkohol, efek

dari minum-minuman beralkohol, dan pandangan / perspektif mengenai minuman

beralkohol.

Skala tersebut telah ditentukan skor pada setiap itemnya, dan terdapat 2

jenis kategori keterlibatan alkohol, yakni pada kategori penggunaan minuman

beralkohol dengan interval skor 1-36 dan kategori alkoholik / peminum berat pada

interval skor 37-80.

2.2 Konformitas Negatif

2.2.1. Definisi Konformitas Negatif

Myers (2010), konformitas negatif merupakan perubahan perilaku atau

kepercayaan seseorang akibat dari tekanan kelompok. Sears, dkk (1999)

mengatakan bahwa konformitas negatif adalah menampilkan suatu tindakan

karena orang lain juga melakukannya.

Conformity (konformitas) adalah tendensi untuk mengubah keyakinan

atau perilaku seseorang agar sesuai dengan perilaku orang lain (Cialdini &

Goldstein, 2004). Sedangkan Baron, dkk (2008) memberikan definisi mengenai

konformitas adalah suatu bentuk pengaruh sosial dimana individu mengubah

sikap dan tingkah lakunya agar sesuai dengan norma sosial (dalam Sarwono,

2009).

19
Orang menyesuaikan diri karena dua alasan utama, yakni perilaku orang

lain memberikan informasi yang bermanfaat dan kita menyesuaikan diri karena

ingin diterima secara sosial dan menghindari celaan.

Namun, kecenderungan untuk melakukan konformitas tidak selalu

berarti hanya mengikuti pada hal-hal yang positif saja, manusia juga dapat

melakukan konformitas pada bentuk-bentuk perilaku negatif (Sarwono, 2009).

Dari pengertian konformitas negatif menurut beberapa ahli diatas dapat

disimpulkan bahwa konformitas adalah perubahan perilaku individu mengikuti

suatu kelompok agar diterima secara sosial.

2.2.2 Alasan utama konformitas negatif

Menurut Sears (1999) alasan utama konformitas negatif antara lain :

1) Perilaku orang lain memberikan informasi yang bermanfaat


Orang-orang melakukan sesuatu yang dilakukan oleh orang lain
karena orang lain mempunyai, atau tampaknya mempunyai informasi yang
tidak mereka miliki. Tingkat konformitas negatif yang didasarkan pada
informasi ditentukan oleh dua aspek situasi : Sejauh mana mutu informasi
yang dimiliki orang lain tentang apa yang benar dan sejauh mana kepercayaan
diri kita terhadap penilaian kita sendiri.
2) Demi memperoleh persetujuan atau menghindari celaan kelompok
Menghindarkan rasa tidak senang orang lain terhadap diri, namun
sejumlah faktor lainnya ikut menentukan bagaimana pengaruh persetujuan dan
celaan ini terhadap tingkat konformitas individu.

Berdasarkan alasan utama diatas penulis menyimpulkan bahwa alasan

utama konformitas negatif adalah demi memperoleh persetujuan kelompo demi

menghindari celaan kelompok, gar tidak di bully oleh anggota lain karena tidak

bisa memberikan informasi yang bermanfaat bagi kelompok.

2.2.3 Faktor-faktor yang dapat menimbulkan tingkat konformitas negatif


yang lebih tinggi

20
Menurut Sears (1999) faktor-faktor yang dapat menimbulkan tingkat

konformitas yang lebih tinggi antara lain :

1) Kelompok yang besar


Asch (1958) menyimpulkan bahwa untuk menghasilkan tingkat
konformitas yang tinggi, ukuran kelompok tiga atau empat orang sama
mudahnya seperti yang dilakukan untuk kelompok yang lebih besar. Mann
(1977) dalam penelitian mengenai antrian, bila ada enam orang atau lebih
yang membentuk antrian, orang-orang yang baru datang biasanya juga akan
ikut dalam antrian itu, semakin banyak jumlah orang dalam suatu antrian,
semakin besar kemungkinan orang lain akan ikut mengantri (dalam Sears,
1999).
2) Keahlian kelompok
Merupakan salah satu faktor penentu kepercayaan terhadap
kelompok. Semakin tinggi tingkat keahlian kelompok itu dalam hubungannya
dengan individu, semakin tinggi tingkat kepercayaan dan penghargaan
individu terhadap pendapat mereka.

3) Ketiadaan rasa percaya diri dalam diri individu


Sisi lain adalah bahwa sesuatu yang meningkatkan kepercayaan
individu terhadap penilaiannya sendiri akan menurunkan konformitas negatif.
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat
konformitas negatif adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada
kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi.

Berdasarkan faktor-faktor diatas penulis menyimpulkan faktor-faktor

yang dapat menimpulkan tingkat konformitas yang lebih tinggi yaitu,

seseorang dapat menurunkan konformitas negatif dengan membuat orang lain

merasa lebih menguasai suatu persoalan. Segala sesuatu yang meningkatkan

rasa percaya individu terhadap penilaiannya sendiri akan menurunkan tingkat

konformitas karena kemudian kelompok bukan merupakan sumber informasi

yang unggul lagi.

2.2.4 Faktor-faktor yang dapat menurunkan tingkat konformitas negatif

Menurut Sears (1999) Faktor-faktor yang dapat menurunkan tingkat

konformitas negarif, antara lain :

21
1) Tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan
pendapat, meskipun orang yang berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli
bila dibandingkan anggota lain yang membentuk mayoritas.
2) Bila anggota kelompok yang lain mempunyai pendapat yang sama, keyakinan
individu terhadap pendapatnya sendiri akan semakin kuat, dan keyakinan yang
kuat akan menurunkan konformitas.
3) Keterikatan yang semakin kuat akan semakin menurunkan konformitas
negatif. Antara keterikatan pribadi yang kuat dan keterikatan umum tidak
terdapat perbedaan, mungkin karena keterikatan pribadi yang kuat
menimbulkan keterikatan yang begitu kuatnya sehingga konformitas negatif
berada di tingkat yang sangat rendah.

Berdasarkan faktor-faktor yang dapat menurunkan tingkat konformitas

negarif penulis menyimpulkan tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan

menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meskipun orang yang berbeda pendapat

itu sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan anggota lain yang membentuk

mayoritas

2.2.5. Aspek-aspek Konformitas Negatif


Menurut Sears, dkk (1999) ada beberapa aspek dalam konformitas

negatif, yakni:

1) Kekompakan
Konformitas negatif juga dipengaruhi oleh eratnya hubungan antara
individu dengan kelompoknya. Istilah kekompakan disini merupakan total
kekuatan yang menyebabkan orang tertarik pada suatu kelompok dan yang
membuat mereka ingin tetap menjadi anggotanya. Semakin besar rasa suka
anggota satu terhadap anggota lain, dan semakin besar harapan untuk
memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok, serta makin besar kesetiaan
mereka, dan sebagainya akan semakin kompak kelompok itu. Kekompakan
yang tinggi menimbulkan konformitas negatif yang semakin tinggi.
Kekompakan terjadi juga dikarenakan sebagai berikut :
a. Penyesuaian diri
Pada dasarnya orang menyesuaikan diri karena dua alasan utama,
yang pertama karena perilaku orang lain memberikan infomasi yang
bermanfaat dan yang kedua karena ingin diterima secara sosial,
memperoleh persetujuan, dan menghindari celaan kelompok.
Alasan utamanya adalah bahwa bila orang merasa dekat dengan
anggota kelompok lain, akan semakin menyenangkan bagi orang lain
untuk mengakui orang tersebut dalam kelompok, dan semakin
menyakitkan bila orang lain mencela. Sehingga kemungkinan untuk

22
menyesuaikan diri akan semakin besar bila seseorang mempunyai
keinginan yang kuat untuk menjadi anggota sebuah kelompok tertentu.
Anggota kelompok akan berusaha lebih keras untuk menyesuaikan dri
dalam kelompok yang mempunyai semangat kelompok yang tinggi.
b. Perhatian terhadap kelompok
Peningkatan konformitas negatif ini terjadi karena anggotanya
enggan disebut sebagai orang yang menyimpang, dan penyimpangan akan
menimbulkan resiko ditolak. Orang yang terlalu sering menyimpang atau
menyimpang pada saat-saat yang sangat penting akan diperlukan, tidak
menyenangkan, dan bahkan bisa dikeluarkan dalam kelompok.
semakin tinggi perhatian seseorang terhadap kelompok, semakin
serius tingkat rasa takutnya tehadap penolakan, dan semakin kecil
kemungkinannya untuk tidak menyetujui kelompok.
2) Kesepakatan
Kesepakatan merupakan faktor yang sangat penting bagi timbulnya
konformitas negatif namun juga dapat menurunkan drastis konformitas,
berikut beberapa hal yang mempengaruhi :

a. Kepercayaan terhadap kelompok


Bila tingkat kepercayaan pada mayoritas tinggi akan semakin
meningkatkan konformitas negatif. Sebaliknya bila tingkat kepercayaan
terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meski
orang yang berbeda pendapat sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan
anggota lain yang membentuk mayoritas.
b. Pendapat yang sama
Pendapat yang sama akan meningkatkan konformitas negatif
karena jika mempunyai pendapat yang berbeda dengan orang lain akan
dikucilkan dan dipandang sebagai orang yang menyimpang dari
kelompok, baik dalam pandangannya sendiri maupun dalam pandangan
orang lain.
c. Penyimpangan terhadap pendapat kelompok
Dalam kelompok apabila satu orang saja tidak sependapat
dengan anggota yang lain dalam kelompok tersebut, akan menurunkan
tingkat konformitas sebesar seperempat dari tingkat umumnya, entah
orang yang berbeda pendapat tersebut mempunyai jabatan atau tidak,
mempunyai keahlian atau tidak, konformitas negatif cenderung turun
sampai tingkat yang terendah.
3) Ketaatan
Dalam penelitian ketaatan oleh Milgram, 1963 (dalam Sears, 1999)
hasil-hasil menunjukkan bahwa dalam keadaan tersebut subjek mengalami
tekanan yang besar dari situasi dan tuntutan peneliti sendiri daripada tugas
yang diberikan pada subjek.
a. Tekanan karena ganjaran, ancaman/hukuman
Meningkatkan tekanan terhadap individu untuk menampilkan
perilaku yang diinginkan melalui ganjaran, hukuman atau ancaman
merupakan salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan. Misal anak
terkadang lebih menurut dengan apa yang diperintahkan orang tua dengan

23
ganjaran dan hukuman, jika nilai pada tesnya baik akan diberikan uang
saku lebih, dan ancaman bila anak merokok akan dipukul.
Namun ketaatan juga dapat dipengaruhi melalui peniruan dan
imitasi. Seperti perilaku yang lain, individu cenderung melakukan apa
yang mereka lihat dilakukan oleh orang lain. Jika melihat seseorang tidak
taat, dia akan cenderung menjadi kurang taat.
b. Harapan orang lain
Orang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena
orang itu tersebut mengharapkannya. Orang akan menampilkan perilaku
sesuai dengan label yang anda berikan. Misal karena orang lain mmberi
label murah hati dan tidak murah hati, seseorang akan berusaha untuk
mendapat label murah hati dari orang lain.
Suatu label dapat memperkuat gambaran itu dan mendorong
orang untuk menampilkan perilaku yang sesuai dengan gambaran tersebut,
di waktu lain, label dapat membuat orang merasa cemas tentang gambaran
tersebut dan berusaha melakukan sesuatu untuk memperbaikinya.

Berdasarkan aspek-aspek konformitas negatif penulis

menyimpulkan konformitas negatif yaitu, elemen kognitif, dan terutama

pemikiran orang mengenai dirinya sendiri, memainkan peran penting

dalam ketaatan. Harapan-harapan orang lain dapat menimbulkan ketaatan,

bahkan meskipun harapan itu bersifat implisit. Salah satu cara untuk

memaksimalkan ketaatan adalah dengan menempatkan individu dalam

situasi yang terkendali, dimana segala sesuatunya diatur sedemikian rupa

sehingga ketidaktaatan merupakan hal yang hampir tidak mungkin timbul.

2.3 Hasil Penelitian yang Berhubungan

Berikut beberapa penelitian yang telah ada untuk mendukung penelitian

ini, yakni hasil penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro (2013) yang menunjukkan

koefisien korelasi antara konformitas terhadap kelompok dengan perilaku minum-

minuman beralkohol pada remaja sebesar rxy = 0,397 dengan taraf signifikansi

0,000 (p<0,01).

24
Sedangkan penelitian oleh Priharjanti (2011) menunjukkan ada

hubungan yang signifikan antara konformitas kelompok dengan perilaku minum

minuman keras pada remaja dengan rxy sebesar 0,05 dan p=0,000 (p<0,05).

Penelitian oleh Desy Daryanti (2009) berdasarkan data uji korelasi

mengenai konformitas dengan konsumsi minuman beralkohol siswa kelas XI

SMA Negeri 1 Tengaran Tahun Pelajaran 2012/2013 menunjukkan adanya

hubungan negatif signifikan. Hal ini dapat diketahui dari nilai korelasi rxy= -0,374

dan p= 0,002<0,05).

Berdasarkan dari beberapa peneliti dapat disimpulkan apabila siswa yang

mempunyai konformitas yang tinggi terhadap kelompoknya dan masuk pada suatu

kelompok yang negatif, akan mempengaruhi siswa tersebut menjadi negatif pula.

Misalnya siswa masuk ke dalam kelompok alcoholic maka kemungkinan besar

akan menjadi alcoholic juga.

2.4 Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir berisi argumentasi yang rinci dan konkret tentang

teori-teori yang mendukung hipotesis yang akan dirampu. Pada dasarnya kerangka

berfikir merupakan arahan penalaran agar bisa sampai pada pemberian jawaban

sementara atas permasalahan yang dirumuskan.

Sugyiono (2013) menjelaskan variabel adalah segala sesuatu yang

berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga

diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

Penelitian ini melibatkan dua variabel, variabel bebas (Independent variable) dan

variabel terikat (Dependent Variable)

25
Variabel bebas : Konformitas Negatif (X)

Variabel terikat : Minuman beralkohol (Y)

Hubungan antar kedua variabel tersebut digambarkan sebagai berikut :

Konformitas Minuman

negatif (X) beralkohol (Y)

Konformitas merupakan perubahan perilaku atau kepercayaan seseorang

akibat dari tekanan kelompok. Ada beberapa aspek konformitas yaitu, aspek

kekompakan didalam aspek kekompakan ada penyesuaian diri dan perhatian

terhadap kelompok, selanjutnya ada aspek kesepakatan di dalam aspek

kesepakatan ada kepercayaan terhadap kelompok, pendapat yang sama, dan

penyesuaian diri, penyimpangan terhadap kelompok, dan ada aspek ketaatan di

dalam aspek ketaatan ada tekanan karena ganjaran, ancaman/hukuman, dan

harapan orang lain.

Jika siswa yang mempunyai konformitas negatif yang tinggi terhadap

kelompoknya dan masuk pada suatu kelompok yang negatif, akan mempengaruhi

siswa tersebut menjadi negatif pula dan semakin tinggi pula siswa tersebut

minum-minuman keras.

2.5 Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka, maka penulis mengajukan hipotesis

bahwa “Ada hubungan yang positif signifikan antara konformitas negatif dengan

26
perilaku konsumsi minuman beralkohol pada siswa kelas XI SMK Negeri 2

Salatiga Tahun Ajaran 2016/2017.

27

Anda mungkin juga menyukai