Anda di halaman 1dari 3

T1.

Konsep asumsi dan Ceteris peribus

Oleh : Ika Irma Octaviani. N kata = 973

Asumsi adalah dugaan atau anggapan sementara yang belum terbukti kebenarannya dan
memerlukan pembuktian secara langsung. Memperkirakan keadaan tertentu yang belum terjadi
juga termasuk ke dalam makna asumsi. Contoh: Budi berasumsi bahwa juara moto GP tahun ini
adalah Valentino Rossi. Padahal asumsinya bisa saja salah karena banyak faktor yang
mempengaruhinya. Asumsi adalah skenario untuk mensimulasikan realitas yang berbeda atau
situasi yang mungkin terjadi tanpa menghiraukan faktor-faktor yang kompleks dan menyeluruh.
Asumsi kerap kali dihubungkan dengan aturan praktis. Definisi asumsi adalah dugaan pikiran
yang dianggap benar (Hanya) untuk sementara, dan asumsi tersebut bukanlah kepastian. Asumsi
sering dibuat oleh siapun yang ingin mengetahui apa yang akan terjadi dengan mencarinya,
menanyakan, meramalkan dan menduga-duga. Asumsi merupakan hal yang wajar dilakukan
karena memang asumsi terjadi tanpa mengenal umur. Asumsi adalah landasan berpikir yang
dianggap benar atau dugaan yang diterima sebagai dasar. Semua orang menginginkan
pengetahuan, itulah sebabnya mengapa banyak orang berasumsi. Asumsi merupakan hal yang
tidak salah, dengan berasumsi maka kemungkinan pikiran seseorang akan menjadi kenyataan,
namun bisa juga sebaliknya. Pengertian asumsi dalam filsafat adalah spekulasi realitas akan
hakikat yang ada baik dalam wujud yang konkret ataupun dalam wujud abstrak. Asumsi
merupakan kelompok ontologi yang berguna untuk memperoleh pengetahuan dan menjadi
landasan serta arah dalam kegiatan penelitian sampai asumsi tersebut bisa dibuktikan
kebenarannya. Arus berpikir asumsi dibagi menjadi dua, yaitu asumsi yang harus diuji dan
asumsi yang tidak perlu diuji. Asumsi yang harus diuji adalah dugaan atau anggapan sementara
yang harus diuji kebenarannya. Contohnya : Banyak orang beranggapan bahwa banyak makan
membuat seseorang menjadi gemuk, untuk membuktikan kebenaran dari asumsi tersebut kita
harus melakukan pengujian atau pembuktian sehingga kita dapat membuktikan kebenaran dari
asumsi tersebut. Contoh lainnya seperti kita beranggapan bahwa 1+1=2, maka untuk
membuktikan kebenarannya kita harus melakukan pembuktian dengan cara menghitung dengan
rumus yang sudah ditetapkan. Asumsi yang tidak perlu diuji adalah dugaan atau anggapan yang
sudah terbukti kebenarannya tanpa memerlukan pengujian lebih lanjut. Contohnya; orang
beranggapan bahwa semakin langka suatu barang maka akan semakin mahal barang tersebut, hal
ini dapat dikatakan sebagai kebenaran (fakta). Karena kelangkaan menggambarkan adanya
pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi, ditengah kebutuhan akan suatu barang tetap namun
barang tersebut justru tidak ada (langka) maka harga barang tersebut akan melonjak naik akibat
permintaan yang tinggi untuk suatu barang yang statusnya langka. Contoh lainnya seperti
anggapan mengenai membuang sampah ke laut dapat menyebabkan laut menjadi kotor, hal ini
dapat dikatakan sebagai kebenaran (fakta). Karena, apabila masyarakat terus membuang sampah
ke laut maka laut akan tercemari karena sebagian sampah tersebut merupakan sampah yang
susah didaur ulang seperti plastik.

Asumsi memegang peranan penting untuk pembentukan suatu teori. Misalkan suatu teori
ekonomi diawali dengan “Anggaplah semua variabel lain tidak berubah (ceteris paribus)”.
Contoh nyata ialah apa yang terjadi dengan permintaan apel jika harga apel naik, dan
diasumsikan harga barang lainnya tidak berubah. Tentu saja asumsi ini dapat dianggap tidak
realistis sama sekali. Karena pada saat yang bersamaan bisa saja harga jeruk (Dapat menjadi
subtitusi apel) juga naik. Tetapi, asumsi tersebut digunakan oleh para ekonom untuk
menganalisis dampak perubahan harga apel saja terhadap permintaan apel. Dengan cara seperti
ini, pernyataan tersebut menjadi suatu pernyataan empiris yang siap diuji kebenarannya. Jika
suatu teori terbukti benar secara empiris, maka asumsi yang dibuat juga benar.

Cēterīs pāribus dalam bahasa Latin, yang secara harafiah dalam bahasa Indonesia dapat
diterjemahkan sebagai "dengan hal-hal lainnya tetap sama", dan dalam bahasa Inggris biasanya
diterjemahkan sebagai "all other things being equal". Dalam ilmu ekonomi, istilah ceteris paribus
seringkali digunakan, yaitu sebagai suatu asumsi untuk menyederhanakan beragam formulasi
dan deskripsi dari berbagai anggapan ekonomi. Sebagai contoh, dapatlah dikatakan bahwa: "if
the price of beef increases ‘ceteris paribus’ the quantity of beef demanded by buyers will
decrease" yang artinya “ Jika harga daging sapi meningkat ‘ceteris paribus’ kuantitas daging sapi
yang diminta pembeli akan berkurang”. Dalam contoh tersebut, penggunaan ceteris paribus
adalah untuk menyatakan hubungan operasional antara harga dan kuantitas suatu barang (daging
sapi). Ceteris paribus di sini berarti bahwa asumsi yang diambil ialah mengabaikan berbagai
faktor yang diketahui dan yang tidak diketahui yang dapat memengaruhi hubungan antara harga
dan kuantitas permintaan. Faktor-faktor tersebut seperti : harga barang substitusi (misalnya harga
daging ayam atau daging kambing), tingkat penghindaran risiko para pembeli (misalnya
ketakutan pada penyakit sapi gila), atau adanya tingkat permintaan keseluruhan terhadap suatu
barang tanpa memperhatikan tingkat harganya (misalnya perpindahan masyarakat kepada
vegetarianisme). Ceteris paribus adalah istilah yang merujuk pada hukum permintaan itu sendiri.
Dimana, Hukum permintaan (Ceteris paribus) adalah hukum yang menyatakan bahwa Jumlah
dari produk yang diminta berbanding terbalik dengan harga. Maksudnya adalah jika harga suatu
dari barang naik, tentunya jumlah peminat atau permintaannya akan menurun. Dan sebaliknya,
jika harga barang turun. Tentunya jumlah peminat dan permintaannya akan naik. Berdasarkan
istilah dari Hukum permintaan, bisa diambil kesimpulan bahwa harga barang naik peminatnya
menurun dan harga barang turun peminatnya pasti akan banyak. Kesimpulan itu tidak bisa lepas
dari Hukum permintaan dan sudah tidak bisa dipisahkan dalam ranah ekonomi. Adapun faktor-
faktor yang menjadi pengaruh Hukum Permintaan diantaranya adalah: Perilaku atau keseleraan
konsumen; Hal ini berkaitan dengan pemilihan dari suatu produk atau jasa, evaluasi yang
dilakukan oleh konsumen. Apakah itu adalah salah satu barang yang dibutuhkan atau bisa
dibilang pemilihan ataupun berbagai pengevaluasian dilakukan oleh konsumen demi memenuhi
kebutuhan dan keinginan. Ketersediaan dan harga barang sejenis pengganti dan pelengkap; Hal
ini dimaksudkan jika tidak adanya barang sejenis pengganti dan pelengkap yang tersedia,
otomatis hukum permintaan menurun dan sebaliknya itu sendiri. Pendapatan atau penghasilan
konsumen; Hal ini dimaksudkan jika pendapatan konsumen yang banyak bisa mempengaruhi
hukum permintaan menjadi naik dan jika pendapatan konsumen disuatu wilayah sedikit, otomatis
hukum permintaan menurun. Perkiraan harga di masa depan; Hal ini dimaksudkan bahwa harga
dari suatu barang terkadang bisa naik dan turun. Maka, itulah yang mempengaruhi hukum
permintaan nantinya. Banyaknya atau intensitas kebutuhan konsumen; Hal ini dimaksudkan
bahwa banyaknya permintaan tidak sebanding dengan kebutuhan sehingga mempengaruhi
hukum permintaan.

Anda mungkin juga menyukai