EXPLAINATION=)
II. DIRECT METHOD
Metode ini mempunyai tujuan instruksional bahwa pembelajaran
bahasa asing ditujukan agar bisa berkomunikasi. Sejak grammar
translation method tidak sangat efektif dalam menyiapkan siswa untuk
mengguanakan bahasa yang dipelajari (target lanugage) secara
komunikatif, Direct Method menjadi sangat populer.
Direct Method memiliki satu peraturan dasar yaitu tidak
diperbolehkannya jenis terjemahan. Asal kata Direct Method faktanya
karena pengajaran bahasa jika dengan menggunakan metode ini
disampaikan secara langsung (direct) dengan bantuan visual tanpa
adanya penggunaan bahasa asal (native language) siswa.
III. METODE AUDIO-LINGUAL
1. Pengertian Metode Audio-Lingual
Pada dasarnya metode Audio-Lingual hampir sama dengan metode
lainnya. Adapun metode yang muncul sebelum metode ini adalah
metode Direct (Direct Method). The Audio-Lingual method is the
method which focuses in repetition some words to memorize.
Audio-Lingual method is a method which use drills and pattern
practice in teaching language.
Adapun Jill Kerper Mora dari San Diego University menyebutkan:
"This method26 is based on the principles of behavior psychology. It
adapted many of the principles and procedures of the Direct Method, in
part as a reaction to the lack of speaking skills of the Reading
Approach"
Metode Audio-Lingual ini merupakan sebuah metode yang
pelaksanaannya terfokus pada kegiatan latihan, drill, menghafal kosa
kata, dialog, teks bacaan. Adapun dalam praktiknya siswa diajak belajar
(dalam hal ini bahasa Inggris secara langsung) tanpa harus
mendatangkan native language
Dasar dan prosedur pengajaran dalam metode ini juga banyak diambil
dari metode yang telah ada sebelumnya yaitu metode langsung (Direct
Method). Selain itu, tujuan Audio-Lingual pun juga tidak berbeda
dengan Direct Method yaitu untuk menciptakan kompetensi komunikatif
dalam diri siswa.
Sebagaimana diketahui, pengucapan (pronunciation), susunan serta
aspekaspek lain antara bahasa asing dan bahasa ibu sangatlah berbeda.
Oleh karenanya, dalam pembelajaran bahasa asing (dalam hal ini bahasa
Inggris) para siswa diharuskan mengucapkan dan atau membaca
berulang-ulang kata demi kata yang diberikan oleh guru agar sebisa
mungkin tidak terpengaruh dengan bahasa ibu.
Pengulangan-pengulangan yang dilakukan lama-kelamaan akan
menjadi sebuah kebiasaan (habit). Begitu juga dalam hal melafalkan
kata-kata bahasa asing (bahasa Inggris), jika hal tersebut sudah menjadi
kebiasaan, siswa akan secara otomatis dan refleks dapat melakukannya.
Sehingga dalam pelaksanaannya, agar usaha tersebut dapat berjalan
lancar maka diperlukan memerlukan keseriusan baik dari guru maupun
siswa.
2. Teknik Pengajaran yang Digunakan dalam Metode Audio-
Lingual
Teknik pengajaran yang digunakan dalam metode Audio-Lingual
adalah sebagai berikut:
a. Menghafal Dialog (Dialog Memorization)
Dalam teknik ini siswa menghafalkan dialog atau percakapan
pendek antara dua orang pada awal pelajaran. Dalam praktiknya siswa
memerankan satu orang peran dalam dialog, sedangkan guru
memerankan tokoh pasangannya. Setelah siswa belajar percakapan atau
dialog dari satu tokoh, guru dan siswa berganti peran. Kemudian siswa
menghafalkan dialog baru. Cara lainnya yang bisa digunakan adalah
dengan membagi siswa menjadi dua kelompok. Masing-masing
kelompok memerankan satu peran dan menghafalkan dialog tersebut.
Setelah masing-masing kelompok mampu menghafalkan dialog, mereka
diminta untuk untuk berganti peran. Setelah seluruh siswa hafal dialog,
guru meminta siswa untuk mempraktikkan dialog secara berpasangan di
depan kelas.
b. Backward Bulld-up (Expansion) Drill
Drill digunakan ketika siswa mengalami kesulitan dalam
menghafalkan dialog panjang. Caranya adalah guru membagi dialog
panjang menjadi beberapa potong bagian. Guru pertmama kali
memberikan contoh kemudian siswa menirukan bagian kalimat
(bisaanya pada frasa akhir).
Contoh:
Guru : It is a beautiful scenery
Guru : It is a beautiful ………
Siswa : It is a beautiful scenery
c. Repetition Drill
Siswa diminta untuk menirukan guru seakurat dan secepat
mungkin.
Contoh:
Guru : This is the seventh month
Siswa : This is the seventh month
d. Chain Drill
Drill ini dilakukan dengan cara meminta siswa untuk duduk
melingkar di dalam ruangan, kemudian satu persatu siswa bertanya dan
menjawab pertanyaan. Guru memulai drill ini dengan dengan menyapa
atau bertanya pada salah satu siswa. Kemudian siswa tersebut menjawab
pertanyaan tadi, kemudian ia bertanya pada teman di sampingnya. Siswa
yang ditanya tadi kemudian menjawab dan bertanya lagi kepada teman
di sampingnya, begitu seterusnya.
e. Single Slot Subtitution
Guru membaca satu baris dari dialog, kemudian siswa
mengucapkan satu kata atau kelompok kata. Siswa diminta untuk
menirukan dengan cara memasukkan kata atau kelompok kata tersebut
secara tepat ke dalam bait dialog tadi.
Contoh:
Guru : I know Him. (Hardly)
Siswa : I hardly know him
f. Multiple Slot Subtitution Drill
Drill ini sama dengan drill single slot substitution, tapi lebih luas.
Tidak hanya satu bait dialog, akan tetapi satu dialog penuh.
g. Transformational Drill
Guru memberi siswa kalimat, kemudian siswa diminta untuk
merubah kalimat tersebut menjadi bentuk yang berbeda seperti:
interrogatif, negatif, positif, pasif, imperative dan sebagainya.
h. Question and Answer Drill
Drill model ini melatih siswa menajwab pertanyaan dengan tepat.
i. Use Minimal Pairs
Guru menggunakan pasangan kata yang berbeda satu bunyi, misal:
ship dan sheep. Siswa diminta untuk menemukan perbedaan dua kata
tersebut, kemudian berlatih untuk mengucapkan kata tersebut dengan
benar.
j. Complete the Dialog
Beberapa kata dalam sebuah dialog dihapus, kemudian siswa
diminta untuk melengkapi dialog tersebut
k. Grammar Game
Game ini mirip dengan game supermarket alphabet, didesain untuk
melatih grammar siswa dalam suatu konteks. Dengan begitu siswa bias
mengekspresikan dirinya sendiri, walaupun dalam porsi yang terbatas.
Dari berbagai teknik yang disebutkan di atas dapat disimpulkan
dalam pelaksanaan metode Audio-Lingual seorang guru akan memberi
contoh tentang model yang benar, dalam hal ini melafalkan (pronounce)
dan bagaimana melafalkan (how to pronounce) sebuah kalimat dan
siswa harus menirukan. Kemudian dalam kesempatan lain guru akan
melanjutkan dengan mengenalkan kata-kata baru dengan struktur kata
yang sama. Pokok dari metode ini dan kaitannya dengan
pembelajaran pronunciation adalah bagaimana melatih siswa untuk
terus berlatih melafalkan dengan benar sampai mereka dapat
melakukannya secara spontan. Oleh karena itu seperti telah dijelaskan di
awal, siswa hanya diberi kosakata secukupnya (khususnya yang sering
dipakai dalam kehidupan sehari-hari) agar pelaksanaan metode ini dapat
berjalan dengan lancar.
3. Penerapan Metode Audio-Lingual
Metode Audio-Lingual sangat mengutamakan drill. Metode ini
muncul karena terlalu lamanya waktu yang ditempuh dalam bahasa dan
target. Padahal,untuk kepentingan tertentu, perlu penguasaan bahasa
dengan cepat misalnya perang, kunjungan dan seterusnya. Dalam Audio-
Lingual yang berdasarkan pendekatan struktural itu, bahasa yang
diajarkan dicurahkan pada lafal kata dan pelatihan berkali-kali secara
intensif pada pola-pola kalimat. Guru dapat memaksa siswa untuk
mengulang sampai tanpa kesalahan.
a. Langkah-langkah Pembelajaran dalam Metode Audio-Lingual
Di dalam metode Audio-Lingual terdapat beberapa langkah yang
biasa dilakukan dalam proses pembelajaran. Adapun langkah-langkah
tersebut antara lain adalah:
Adapun langkah-langkah yang bisaa dilakukan adalah:
a) Penyajian teks dialog atau teks pendek yang dibacakan guru berulang-
ulang dan siswa menyimak tanpa melihat teks yang dibaca.
b) Peniruan dan penghafalan teks itu secara serentak dan siswa
menghafalkannya.
c) Penyajian kalimat dilatih dengan pengulangan.
d) Dramatisasi dialog atau teks yang dilatihkan kemudian siswa
memperagakan di depan kelas.
e) Pembentukan kalimat lain yang sesuai dengan yang dilatihkan.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya metode ini memberikan
perhatian utama kepada kegiatan latihan, drill, menghafal kosa kata,
dialog, teks bacaan, dan pada sisi lain lebih mengutamakan bentuk luar
bahasa (pola, struktur, kaidah) dari pada kandungan isinya, dan
mengutamakan kesahihan dan akurasi dari kemampuan siswa untuk
berinteraksi dan berkomunikasi.
Penerapan metode ini hampir sama dengan penerapan pengajaran
bahasa pertama pada anak-anak, anak-anak menguasai bahasa ibunya
melalui peniruan. Peniruan itu biasanya diikuti oleh pujian atau
perbaikan. Melalui kegiatan itulah anak-anak mengembangkan
pengetahuannya mengenai struktur, pola kebiasaan bahasa ibunya. Maka
hal yang sama juga dapat diberlakukan dalam pengajaran bahasa kedua
atau bahasa asing. Melalui cara peniruan dan penguatan, para siswa
mengidentifikasi hubungan antara stimulus dan responsi yang
merupakan kebiasaan dalam berbahasa kedua atau bahasa asing.
b. Evaluasi Metode Audio-Lingual
Sebagaimana telah dijelaskan di awal bahwasanya penelitian ini
dikhususkan pada pembahasan penggunaan metode Audio-Lingual
dalam pembelajaran pronunciation. Adapun dalam metode Audio-
Lingual sendiri tidak disebutkan secara jelas tentang evaluasinya. Satu
hal yang dikemukakan adalah jika diselenggarakan tes maka masing-
masing pertanyaan akan difokuskan pada point apa yang dipelajari pada
saat itu (adapun dalam hal ini adalah pronunciation).
Dalam penelitian ini peneliti memberikan oral test untuk
mengukur peningkatan pronunciation siswa. Selain itu, karena
penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
peningakatanpronunciation siswa maka peneliti akan melakukan
penilaian pada kemampuan untuk melafalkan (skill to pronounce).
Adapaun hal-hal yang dinilai meliputi sounds (mendiskriminasikan
bunyi), ritme dan penekanan (rythm and word stress), intonasi
(intonation) dan kelancaran (fluency).
5. Kelebihan dan Kekurangan Metode Audio-Lingual
Metode Audio-Lingual memiliki kelebihan dan juga memiliki
kekurangan di sisi lainnya. Adapun kelebihan dari metode ini antara lain
adalah:[11]
a. Audio-Lingual mungkin merupakan teori pengajaran bahasa pertama
yang secara terbuka mengklaim terbentuk dari gabungan linguistik dan
psikologi.
b. Metode Audio-Lingual mencoba membuat pembelajaran bahasa
menjadi lebih mudah diakses oleh pembelajar dalam jumlah besar (kelas
besar). Hal tersebut menyebabkan partisipasi pembelajar melalui teknik
drill dapat dimaksimalkan.
c. Secara positif drill dapat membantu siswa dalam mengembangkan
kemampuan oralnya.
d. Teknik pengajaran dalam metode Audio-Lingual dengan
menggunakan tape recording dan laboratorium bahasa menawarkan
latihan kecakapan berbicara dan mendengar yang merupakan hal paling
penting dalam pembelajaran bahasa. Pola-pola drill memberikan siswa
lebih banyak latihan.
e. Metode Audio-Lingual mengembangkan kemampuan berbahasa ke
dalam "peralatan pedagogig" yaitu mendengar (menyimak), membaca
dan menulis. Metode Audio-Lingual secara spesifik memperkenalkan
desain teknik pendengaran (listening) dan latihan oral (speaking). Hal
tersebut menunjukkan kesuksesan dalam mengembangkan pemahaman
aural (listening) dan kelancaran berbicara (speaking).
Sedangkan kekurangan dalam metode Audio-Lingual antara lain adalah:
a. Teknik yang digunakan dalam metode Audio-Lingual seperti drill,
penghafalan, dan lain sebagainya mungkin bisa membuat bahasa
menjadi sebuah kelakuan (kebisaaan), tetapi hal tersebut tidak
menghaslikan kompetensi yang diharapkan.
b. Dengan metode Audio-Lingual mungkin guru akan mengeluhkan
tentang banyaknya waktu yang dibutuhkan (lama), dan para siswa akan
mengeluh tentang kebosanan yang disebabkan oleh pola drill yang terus-
menerus digunakan.
c. Peran dan keaktifan guru merupakan hal yang penting dalam metode
Audio-Lingual, jadi guru lebih banyak mendominasi kelas.
Adapun menurut Roestiyah kelemahan suatu metode atau teknik
pembelajaran yang menggunakan drill adalah sebagai berikut:
a. Sering terjadi cara-cara atau gerak yang tidak dapat berubah, karena
merupakan cara yang telah dibakukan, maka hal tersebut dapat
menghambat bakat dan inisiatif siswa.
b. Para siswa tidak boleh menggunakan cara lain atau cara menurut
pikirannya sendiri.
c. Keterampilan yang diperoleh siswa umumnya juga menetap/paati,
yang akan merupakan kebiasaan kaku/keterampilan yang salah.
d. Suatu latihan yang dijalankan dengan cara tertentu yang telah
dianggap baik dan tepat; sehingga tidak boleh diubah; mengakibatkan
keterampilan yang diperoleh siswa umumnya juga menetap/pasti, yang
akan merupakan kebiasaan yang kaku; atau keterampilan yang salah.
Sehingga, jika situasi berubah siswa akan sukar sekali
menyesuaikan diri atau tidak bisa mengubah caranya latihan untuk
mengatasi keadaan yang lain itu.
Masih menurut Roestiyah, agar latihan tersebut dapat berhasil,
instruktur perlu memilki cara/teknik lain yang menunjang teknik latihan
tersebut, sehingga kelemahannya bisa disempurnakan/dilengkapi dengan
teknik lain.
IV. SUGESTOPEDIA
Sugestopedia adalah metode pengajaran, yang berfokus pada bagaimana
menangani hubungan antara potensi mental dan efektivitas belajar dan
sangat tepat untuk digunakan dalam berbicara pengajaran bagi
pembelajar bahasa muda (Xue, 2005. Metode ini diperkenalkan oleh
seorang psikolog dan pendidik Bulgaria, George Lazanov pada tahun
1975 Maleki (2005) percaya bahwa kita mampu belajar lebih banyak
dari yang kita pikirkan, asalkan kita menggunakan kekuatan otak kita
dan kapasitas batin. Selain itu, DePorter (2008) diasumsikan bahwa otak
manusia dapat memproses jumlah besar bahan jika diberikan kondisi
yang tepat untuk belajar dalam keadaan relaksasi dan menyatakan bahwa
sebagian besar siswa hanya menggunakan 5 sampai 10 persen dari
kapasitas mental mereka. Lazanov dibuat Sugestopedia untuk belajar
yang memanfaatkan keadaan rileks pikiran untuk bahan retensi
maksimum. Dengan menggunakan semacam ini methof, YLLs bisa
mendapatkan menghafal 25 kali lebih cepat daripada metode
konvensional (Bowen, 2009).
Sugestopedia adalah metode input yang efektif berbasis dipahami
dengan kombinasi desuggestion dan saran untuk mencapai pembelajaran
super. Tujuan yang paling penting dari Sugestopedia adalah untuk
memotivasi lebih banyak potensi mental siswa untuk belajar dan yang
diperoleh dengan sugesti. Desuggestion berarti bongkar bank memori,
atau cadangan, kenangan yang tidak diinginkan atau memblokir. Saran
maka berarti loading bank memori dengan kenangan yang diinginkan
dan memfasilitasi.
Lazanov (1978) dikutip dalam Lica (2008) berpendapat bahwa peserta
didik memiliki kesulitan dalam memperoleh bahasa Inggris sebagai
bahasa kedua karena takut para siswa untuk membuat kesalahan. Ketika
peserta didik berada dalam kondisi ini, jantung
danmeningkatkan tekanan darah. Ia percaya bahwa ada mental block
dalam otak peserta didik '(filter afektif). Ini blok filter input, sehingga
peserta didik mengalami kesulitan untuk menguasai bahasa yang
disebabkan oleh ketakutan mereka. Kombinasi desuggestion dan saran
adalah untuk menurunkan filter afektif dan memotivasi potensi mental
siswa untuk belajar, yang bertujuan untuk mempercepat proses dimana
mereka belajar untuk memahami dan menggunakan bahasa target untuk
komunikasi untuk mencapai pembelajaran super. Ini adalah tujuan akhir
dari Sugestopedia
Richard dan Rogers (1998) menyatakan bahwa ada beberapa komponen
teori di mana desuggestion dan saran beroperasi:
Key Features of Suggestopedia: Fitur utama dari Sugestopedia:
Comfortable environment ( Lingkungan nyaman )
Dalam jenis metode pengajaran, kelas ini sangat berbeda dari kelas
umum. Di dalam kelas, kursi-kursi diatur setengah lingkaran dan
menghadap papan hitam atau putih untuk membuat siswa lebih
memperhatikan dan lebih santai. Lampu di dalam kelas redup untuk
membuat pikiran siswa lebih santai (Xue, 2005).
Penggunaan musik
Salah satu keunikan yang paling dari metode ini adalah penggunaan
musik Barok selama proses belajar. Ostrander dan Schroeder dikutip
dalam Harmer (1998) mengatakan bahwa musik Barok, dengan 60
ketukan per menit dan irama yang spesifik, menciptakan semacam
keadaan rileks pikiran untuk retensi maksimum dari bahan . Hal ini
diyakini bahwa musik Barok menciptakan tingkat konsentrasi santai
yang memfasilitasi asupan dan retensi dalam jumlah besar bahan. Barok
musik membantu siswa sugestopedia untuk mencapai negara tertentu
relaksasi, di mana penerimaan meningkat (Radle, 2008 Peningkatan
potensi belajar dimasukkan ke peningkatan otak alfa dan penurunan
preasure darah dan denyut jantung. Musik yang digunakan juga
tergantung pada keterampilan yang diharapkan dari siswa: tata bahasa,
latihan imajinasi, membuat rencana masa depan, diskusi, dll
Peripheral Learning
Para siswa memperoleh bahasa Inggris tidak hanya dari instruksi
langsung tetapi juga dari instruksi langsung. Hal ini didorong melalui
kehadiran dalam lingkungan belajar poster dan dekorasi yang
menampilkan bahasa target dan informasi gramatikal berbagai. Dengan
melakukan ini, siswa bisa belajar banyak hal undirectly di kelas atau
ruang kelas di luar. Misalnya, YLLs dapat membuat produksi lisan
sederhana dengan menggunakan poster atau informasi gramatikal di
dinding.
Free Errors
Dalam proses belajar mengajar berbicara,. Penekanannya adalah pada
konten tidak strukturTata bahasa dan kosakata disajikan dan diberikan
pengobatan dari guru, tetapi tidak tinggal di.
Homework is limited PR terbatas
YLLs membaca ulang materi yang diberikan di kelas sekali sebelum
mereka pergi tidur di malam hari dan sekali di pagi hari sebelum mereka
bangun.
Musik, drama dan seni yang terintegrasi dalam proses pembelajaran
Mereka terintegrasi sesering mungkin
Suggestopedia in the Classroom Sugestopedia di dalam Kelas
Pengajaran berbicara untuk YLLs menggunakan Sugestopedia, guru
harus mengambil tiga langkah (Lazanov, 1982) dikutip dalam Xue
(2005):
Presentasi
Presentasi adalah dasar dari melakukan Sugestopedia di kelas berhasil.
Tujuan utama dalam tahap ini adalah untuk membantu siswa santai dan
pindah ke kerangka berpikir positif, dengan perasaan bahwa belajar akan
menjadi mudah dan lucu. Desuggestion dan saran terjadi pada tahap ini
pada waktu yang sama.
The first concert
Hal ini melibatkan presentasi aktif dari material yang akan dipelajari.
Bentuk asli dari Sugestopedia disajikan oleh Lozanov terdiri dari
penggunaan dialog diperpanjang, sering beberapa halaman panjang,
disertai dengan daftar kosakata dan pengamatan pada poin tata bahasa.
Biasanya dialog ini akan dibaca keras-keras untuk YLLs dengan iringan
musik.
Second Concert Kedua Konser
. Para siswa sekarang dibimbing untuk rileks dan mendengarkan
beberapa musik Barok Pilihan terbaik dari musik sesuai dengan
Lozanov, dengan teks yang sedang dipelajari sangat tenang di latar
belakang. Selama kedua jenis membaca, pembelajar akan duduk di kursi
yang nyaman, kursi daripada kursi-kursi kelas, dalam lingkungan yang
nyaman. Setelah pembacaan ini dialog yang panjang dengan iringan
musik, guru akan memanfaatkan dialog untuk pekerjaan bahasa yang
lebih konvensional. Musik membawa siswa ke dalam kondisi mental
yang optimal untuk akuisisi usaha material. Para siswa, kemudian,
membuat dan praktik dialog setelah mereka menghafal isi material.
Praktek
Penggunaan berbagai permainan peran, permainan, teka-teki, dll untuk
meninjau dan mengkonsolidasikan pembelajaran. Berikut adalah contoh
berbicara mengajar menggunakan memainkan peran:
Guru menyapa siswa dengan bahasa Inggris atau bahasa asli mereka dan
mengatakan kepada mereka bahwa mereka akan memiliki pengalaman
baru dan menarik dalam pembelajaran bahasa.
Guru meminta siswa untuk menutup mata mereka dan memberitahu
mereka bahwa mereka akan pergi ke negara yang berbahasa Inggris.
Misalnya, mereka berada di bandara. "Sekarang, Anda berada di bandara
Amerika, mendengarkan orang-orang di sekitar Anda Mereka berbicara
dengan pejabat imigrasi ", kata guru itu. Guru meminta mereka untuk
membuka mata mereka dan membawa kesadaran mereka ke kelas. Dia
mengatakan, "Selamat datang ke Inggris!".
Kemudian, guru mengatakan kepada mereka bahwa mereka akan
memiliki nama baru dan identitas dengan menunjukkan poster
menampilkan nama-nama bahasa Inggris. Para siswa akan mengucapkan
nama dengan mengulangi guru. Guru membantu mereka dengan
melakukan pantomim untuk membantu mereka memahami tentang
identitas baru mereka seperti dokter, perawat, polisi, dll
nt using his name and ask some questions in English about his
occupation. Guru menyapa setiap siswa menggunakan nama dan
mengajukan beberapa pertanyaan dalam bahasa Inggris tentang
pekerjaannya.. Melalui tindakannya, para siswa memahami makna dan
mereka menjawab 'ya' dan tidak'.
Guru mengajarkan mereka sebuah dialog singkat tentang ucapan dalam
bahasa Inggris Setelah itu, siswa akan praktek. Guru memberitahu siswa
bahwa mereka sedang mengadakan pesta dan mereka harus
memperkenalkan satu sama lain dengan nama baru mereka dan identitas.
Selanjutnya, guru mengumumkan bahwa kelas selesai dan mereka akan
memiliki kegiatan lain yang menarik besok dan mereka tidak memiliki
pekerjaan rumah.
Keuntungan
Sebagai metode tertentu, Sugestopedia menawarkan beberapa manfaat
untuk digunakan dalam ruang kelas bahasa kedua untuk YLLs. Ada
beberapa manfaat dalam menggunakan Sugestopedia:
Sebuah masukan comprehesible berdasarkan dessugestion dan prinsip
saran
Dengan menggunakan metode pengajaran, YLLs dapat menurunkan
filter afektif mereka Sugestopedia kelas, di samping itu, diadakan di
kamar biasa dengan kursi yang nyaman, sebuah praktik yang juga dapat
membantu mereka rileks Guru dapat melakukan banyak hal-hal lain
untuk menurunkan filter afektif. Menurut Kharsen (1989) dikutip dalam
Xue (2005) kegiatan yang memungkinkan siswa untuk mendapatkan
lebih mengenal satu sama lain dapat membantu kecemasan lebih rendah
dan membuat siswa untuk mengadopsi nama baru untuk durasi kursus
bahasa mungkin memiliki efek yang sama.
Konsep Otoritas
Siswa ingat terbaik dan yang paling dipengaruhi oleh informasi yang
datang dari sumber otoritatif, guru.
Double-planedness teori
Hal ini mengacu pada belajar dari dua aspek. Mereka adalah aspek sadar
dan satu bawah sadar. YLLs dapat memperoleh tujuan instruksi
pengajaran dari kedua instruksi langsung dan lingkungan di mana
mengajar berlangsung.
Peripheral belajar
Sugestopedia mendorong siswa untuk menerapkan bahasa yang lebih
mandiri, mengambil tanggung jawab lebih pribadi untuk belajar mereka
sendiri dan mendapatkan lebih percaya diri. Informasi perifer juga dapat
membantu mendorong siswa untuk menjadi lebih eksperimental, dan
melihat ke sumber-sumber selain guru untuk masukan bahasa. Sebagai
contoh, siswa dapat membuat beberapa kalimat dengan menggunakan
struktur gramatikal ditempatkan di dinding ruang kelas itu,
menggambarkan tempat tertentu dalam suatu negara berbahasa Inggris
dengan melihat poster di dinding, dll Ketika para siswa berhasil dalam
melakukan self-kegiatan , mereka akan lebih percaya diri.
Kekurangan
Hal ini tidak adil untuk menganalisis hanya dari aspek manfaat
Sugestopedia juga memiliki keterbatasan karena tidak ada metode
pengajaran tunggal yang chategorized sebagai yang terbaik didasarkan
pada beberapa pertimbangan seperti: kurikulum, motivasi siswa,
keterbatasan keuangan, jumlah siswa, dll
: Kelemahan utama dari Sugestopedia adalah sebagai berikut:
Lingkungan pembatasan
Sebagian besar sekolah di negara-negara Each class consists of 30 to 40
students. Setiap kelas terdiri dari 30 sampai 40 siswa. Salah satu masalah
yang dihadapi dalam menggunakan metode ini adalah jumlah siswa di
kelas. Harus ada 12 siswa di kelas (Adamson, 1997).
Penggunaan hipnosis
Beberapa orang mengatakan bahwa Sugestopedia menggunakan
hipnosis, sehingga memiliki efek yang mendalam buruk bagi manusia.
Lazanov membantah keras tentang hal itu.
Infantilization belajar
Sugestopedia kelas dikondisikan menjadi anak-seperti situasi. Ada
beberapa siswa yang tidak suka diperlakukan seperti ini karena mereka
berpikir bahwa Thay dewasa.
Menggunakan Sugestopedia tidak mudah terutama di negara-negara di
mana tingkat pendidikan masih rendah. Ini membutuhkan guru yang
profesional dan berpengalaman. Sangat sedikit guru yang bekerja berada
dalam posisi di mana mereka dapat menggunakan sistem ini (Adamson,
1997). Para guru harus mengambil lebih banyak pelatihan dalam rangka
pemanfaatan Sugestopedia di dalam kelas. Richards dan Rogers (1998)
dikutip dalam Xue (2005) menyatakan bahwa dalam melakukan
Sugestopedia untuk YLLs, ada beberapa saran:
(1) Guru menunjukkan kepercayaan mutlak dalam metode.
(2) Guru menampilkan perilaku pemilih dalam perilaku dan pakaian.
(3) Mengajar mengatur dengan benar dan ketat mengamati tahap awal
dari proses pengajaran. Ini termasuk pilihan dan memutar musik, serta
ketepatan waktu.
(4) Guru memelihara sikap serius terhadap sesi.
(5) Guru memberikan tes dan merespon dengan bijaksana ke kertas
miskin (jika ada).
(6) Stres global daripada sikap analitis terhadap materi.
(7) Guru memelihara antusiasme sederhana
V. CT L(Contextual Teaching and Learning)
Sekilas tentang Metode Kontekstual CTL (Contextual Teaching and
Learning) cms-formulasi Penerapan pembelajaran kontekstual
(Contextual Teaching and Learning) di Amerika Serikat bermula dari
pandangam ahli pendidikan klasik John Dewey yang pada tahun 1916
mengajukan teori kurikulum dan metodologi pengajaran yang
berhubungan dengan pengalaman dan minat siswa. Filosofi
pembelajaran kontekstual berakar dari paham progressivisme John
Dewey. Intinya, siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang
mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui,
serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat dalam proses
belajar di sekolah. Pokok-pokok pandangan progressivisme antara lain:
1. Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat
mengkonstruksi sendiri.
2. Siswa harus bebas agar dapat berkembang wajar.
3. Penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang
belajar.
4. Guru sebagai pembimbing dan peneliti.
5. Harus ada kerja sama antara sekolah dan masyarakat.
6. Sekolah progresif harus merupakan laboratorium untuk melakukan
eksperimen.
Selain teori progressivisme John Dewey, teori kognitif
melatarbelakangi pula filosofi pembelajaran kontekstual. Siswa akan
belajar dengan baik apabila mereka terlibat secara aktif dalam segala
kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk menemukan sendiri. siswa
menunjukkan belajar dalam bentuk apa yang mereka ketahui dan apa
yang dapat mereka lakukan. Belajar dipendang sebagai usaha atau
kegiatan intelektual untuk membangkit ide-ide yang masih laten melalui
kegiatan introspeksi. Sejauh ini pendidikan kita masih di dominasi oleh
pandangan bahawa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang
harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama
pengetahuan, kemudian ceramah sebagai pilihan utama strategi belajar.
Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar baru yang lebih
memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan
siswa menghapal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong
siswa mengkontruksi pengetahuan di benak mereka sendiri. metode+ctl
Berpijak pada dua pandangan itu, filosofi konstruksivisme berkembang.
Dasarnya pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari konteks
yang terbatas dan sedikit demi sedikit. Siswa yang harus
mengkontruksikan sendiri pengetahuannya. Melalui landasan filosofi
konstruksivisme, CTL dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar
yang baru. Melalui strategi, siswa diharapkan belajar melalui mengalami
bukan menghafal. Menurut filosofi konstruktivisme, pengetahuan
bersifat non-objektif, temporer, dan selalu berubah. Segala sesuatu
bersifat temporer, berubah dan tidak menentu. Belajar adalah
pemaknaan pengetahuan, bukan perolehan pengetahuan dan mengajar
diartikan sebagain kegiatan atau menggali makna, bukan memindahkan
pengetahuan kepada orang yang belajar. Otak atau akal manusia
berfungsi sebagai alat untuk melakukan interpretasi sehingga muncul
makna yang unik. Dengan paham kontruksivisme, siswa diharapkan
dapat membangun pemahaman sendiri dari pengalaman/pengetahuan
terdahulu. Pemahaman yang mendalam dikembangkan melalui
pengalaman-pengalam belajar bermakna. Siswa diharapkan memapu
mempraktikkan pengetahuan/pengalaman yang telah diperoleh dalam
konteks kehidupan. Siswa diharapkan juga melakukan refleksi terhadap
strategi pengembangan pengetahuan tersebut. Dengan demikian, siswa
dapat memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan yang
dipelajari. Pemahaman ini diperoleh siswa karena ia dihadapkan kepada
lingkungan belajar yang bebas yang merupakan unsur yang sangat
esensial. Hakikat teori kontruksivisme adalah bahwa siswa harus
menjadikan informasi itu menjadi miliknya sendiri. teori kontruksivisme
memandang siswa secara terus menerus memeriksa informasi-informasi
baru yang berlawanan dengan aturan-aturan lama dn memperbaiki
aturan-aturan yang tidak sesuai lagi. Teori konstruksivis menuntut siswa
berperan aktif dalam pembelajaran mereka sendiri. Karena
penekanannya pada siswa aktif, maka strategi kontruksivis sering
disebut pengajaran yang berpusat pada siswa (student-centered
instruction). Di dalam kelas yang pengajarannya terpusat kepada siswa,
peranan guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep, atau
prinsip bagi diri mereka sendiri, bukan memberikan ceramah atau
mengendalikan seluruh kegiatan di kelas.
Beberapa proposisi yang dapat dikemukakan sebagai implikasi dari
teori kontruktivistik dalam praktek pembeljaran di sekolah-sekolah kita
sekarang adalah sebagai berikut:
1. Belajar adalah proses pemaknaan informasi baru
2. Kebebasan merupakan unsur esensial dalam lingkungan belajar.
3. Strategi belajar yang digunakan menentukan proses dan hasil
belajar.
4. Belajar pada hakikatnya memiliki aspeksosial dan budaya.
5. Kerja kelompok dianggap sangat berharga.
Dalam pandangan kontruksivistik, kebebasan dipandangan sebagai
penentu keberhasilan karena kontrol belajar dipegang oleh siswa sendiri.
Tujuan pembelajaran konstruktivistik menekankan pada penciptaan
pemahaman yang menuntut aktivitas yang kreatif dan produktif dalam
konteks nyata. Dengan demikian, paham konstruktivistik menolak
pandangan behavioristik.
Analysis
The teacher then highlights relevant parts from the text of the recording
for the students to analysis. They may ask students to notice interesting
features within this text. The teacher can also highlight the language that
the students used during the report phase for analysis.
Practice
Finally, the teacher selects language areas to practice based upon the
needs of the students and what emerged from the task and report phases.
The students then do practice activities to increase their confidence and
make a note of useful language.
The advantages of Task Based Approach
the students are free of language control. In all three stages they
must use all their language resources rather than just practising one pre-
selected item.
The students will have a much more varied exposure to language
with TBL. They will be exposed to a whole range of lexical phrases,
collocations and patterns as well as language forms.
The language explored arises from the students’ needs. This need
dictates what will be covered in the lesson rather than a decision made
by the teacher or the course book.
It is a strong communicative approach where students spend a lot
of time communicating.
It is enjoyable and motivating.
X. PARTICIPATORY APPROACH
Participatory approach started being widely discussed in the language
teaching literature. In some ways the participatory approach is similar to
the content based approach in that it begins with content that is
meaningful to the students and any forms that are worked upon emerge
from that content. It is not the content of subject matter texts, but rather
content that is based on issues of concern to students.
The Principles of Participatory Approach :
What happens in the classroom should be connected with what
happens outside that has relevance to the students.
The curriculum is not a predetermined product, but the result of an
ongoing context specific problem posing process.
Education is most effective when it is experience centered, when it
relates to students’ real needs.
Student learn to see themselves as social and political beings.
Language skills are taught in service of action for change, rather
than isolati
A goal of the participatory approach is for students to be
evaluating their own learning and to increasingly direct it themselves.
Tahap 5: Evaluasi
Tahap evaluasi ini terdiri atas tiga hal:
1) bagaimana pebelajar dan evaluator menilai produk (hasil akhir)
proses,
2) bagai-mana mereka menerapkan tahapan PBM untuk bekerja
melalui masalah, dan
3) bagaimana pebelajar akan menyampaikan pengetahuan hasil
pemecahakan masalah atau sebagai bentuk pertanggung jawaban
mereka.
XII. BLANDED LEARNING
Blanded Learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi
elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet,
jaringan komputer,maupun komputer standalone.E-learning dalam arti
luas bisa mencakup pembelajaran yang dilakukan di media elektronik
(internet) baik secara formal maupun informal. E-learning secara formal
misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata
pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang
t ... Blended Learning itu?Sesuai namanya, blended learning adalah
metode pembelajaran yang memadukan pertemuan tatap muka dengan
materi online secara harmonis. Perpaduan antara training konvensional
di mana trainer dan trainee bertemu langsung dengan training online
yang bisa diakses kapan saja, di mana saja 24 jam sehari, 7 hari
seminggu. Adapun bentuk lain dari blended learning adalah pertemuan
virtual antara trainer dengan trainee. Mereka mungkin saja berada di dua
dunia berbeda, namun bisa salin ... Learning, merupakan cara baru
dalam proses belajar mengajar yang menggunakan media elektronik
khususnya internet sebagai sistem pembelajarannya. E-learning
merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi. Beberapa ahli mencoba menguraikan
pengertian e-learning menurut versinya masing-masing, diantaranya E.
Hartley menyatakan:eLearning merupakan suatu jenis belajar mengajar
yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan
menggunakan media ...
Apa itu e-Learning?E-learning merupakan singkatan dari
ElektronicLearning, merupakan cara baru dalam proses belajar
mengajar yang menggunakan media elektronik khususnya internet
sebagai sistem pembelajarannya. E-learning merupakan dasar dan
konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi. Beberapa ahli mencoba menguraikan pengertian e-learning
menurut versinya masing-masing, diantaranya E. Hartley
menyatakan:eLearning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang
memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan
menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer
lain.LearnFrame.Com dalam Glossary of eLearning Terms
menyatakansuatu definisi yang lebih luas bahwa: eLearning adalah
sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk
mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan
komputer,maupun komputer standalone.E-learning dalam arti luas bisa
mencakup pembelajaran yang dilakukan di media elektronik (internet)
baik secara formal maupun informal. E-learning secara formal misalnya
adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes
yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati
pihak-pihak terkait (pengelola e-learning dan pembelajar sendiri).
Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan
diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya atau pembelajaran jarak
jauh yang dikelola oleh universitas dan perusahaan-perusahaan
(biasanya perusahaan konsultan) yang memang bergerak dibidang
penyediaan jasa e-learning untuk umum.Walaupun sepertinya e-
Learning diberikan hanya melalui perangkat komputer, e-Learning
ternyata disiapkan, ditunjang, dikelola oleh tim yang terdiri dari .
XIII. Multiple Intelligences
5. Kecerdasan Musikal
Menyukai banyak jenis alat musik dan selalu tertarik untuk
memainkan alat musik.
Mudah mengingat lirik lagu dan peka terhadap suara-suara.
Mengerti nuansa dan emosi yang terkandung dalam sebuah lagu.
Senang mengumpulkan lagu, baik CD, kaset, atau lirik lagu.
Mampu menciptakan komposisi musik.
Senang improvisasi dan bermain dengan suara.
Menyukai dan mampu bernyanyi.
Tertarik untuk terjun dan menekuni musik, baik sebagai penyanyi
atau pemusik.
Mampu menganalisis / mengkritik suatu musik.
Profesi: DJ, musikus, pembuat instrumen, tukang stem piano, ahli terapi
musik, penulis lagu, insinyur studio musik, dirigen orkestra, penyanyi,
guru musik, penulis lirik lagu, dan sebagainya.
6. Kecerdasan Visual – Spasial
Senang mencoret-coret, menggambar, melukis dan membuat
patung.
Senang belajar dengan grafik, peta, diagram, atau alat bantu visual
lainnya.
Kaya akan khayalan, imaginasi dan kreatif.
Menyukai poster, gambar, film dan presentasi visual lainnya.
Pandai main puzzle, mazes dan tugas-lugas lain yang berkaitan
dengan manipulasi.
Belajar dengan mengamati, melihat, mengenali wajah, objek,
bentuk, dan warna.
Menggunakan bantuan gambar untuk membantu proses mengingat.
Profesi: insinyur, surveyor, arsitek, perencana kota, seniman grafis,
desainer interior, fotografer, guru kesenian, pilot, pematung, dan
sebagainya.
7. Kecerdasan Kinestetik – Jasmani
Merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan
dalam menggunakan tubuh kita secara trampil untuk mengungkapkan
ide, pemikiran, perasaan, dan mampu bekerja dengan baik dalam
menangani objek.
Memiliki kontrol pada gerakan keseimbangan, ketangkasan, dan
keanggunan dalam bergerak.
Menyukai pengalaman belajar yang nyata seperti field trip, role
play, permainan yang menggunakan fisik.
Senang menari, olahraga dan mengerti hidup sehat.
Suka menyentuh, memegang atau bermain dengan apa yang
sedang dipelajari.
Suka belajar dengan terlibat secara langsung, ingatannya kuat
terhadap apa yang dialami atau dilihat.
Profesi: ahli terapi fisik, ahli bedah, penari, aktor, model, ahli mekanik /
montir, tukang bangunan, pengrajin, penjahit, penata tari, atlet
profesional, dan sebagainya.
8. Kecerdasan Naturalis
Suka mengamati, mengenali, berinteraksi, dan peduli dengan objek
alam, tanaman atau hewan.
Antusias akan lingkungan alam dan lingkungan manusia.
Mampu mengenali pola di antara spesies.
Senang berkarir di bidang biologi, ekologi, kimia, atau botani.
Senang memelihara tanaman, hewan.
Suka menggunakan teleskop, komputer, binocular, mikroskop
untuk mempelajari suatu organisme.
Senang mempelajari siklus kehidupan flora dan fauna.
Senang melakukan aktivitas outdoor, seperti: mendaki gunung,
scuba diving (menyelam).
Profesi: dokter hewan, ahli botani, ahli biologi, pendaki gunung,
pengurus organisasi lingkungan hidup, kolektor fauna / flora, penjaga
museum zoologi / botani dan kebun binatang, dan sebagainya.
Kita semua berbeda karena kita semua memiliki kombinasi kepandaian
yang berbeda. Bila kita mampu mengenalinya, saya kira kita akan
mempunyai setidaknya sebuah kesempatan yang bagus untuk mengatasi
berbagai masalah yang kita hadapi di dunia.
XIV. Cooperative Learning
Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang
menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau
membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam
kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Dimana pada tiap
kelompok tersebut terdiri dari siswa-siswa berbagai tingkat kemampuan,
melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan pemahaman
mereka tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari. Setiap anggota
kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar apa yang
diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan belajar, sehingga bersama-
sama mencapai keberhasilan. Semua Siswa berusaha sampai semua
anggota kelompok berhasil memahami dan melengkapinya. Model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-
tidaknya tiga tujuan pembelajaran yaitu Hasil belajar akademik,
penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan
keterampilan sosial.
Prinsip model pembelajaran kooperatif yaitu 1) saling ketergantungan
positif; 2) tanggung jawab perseorangan; 3) tatap muka; 4) komunikasi
antar anggota; dan 5) evaluasi proses kelompok (Lie, 2000).
Manfaat dari Cooperative Learning antara lain: meningkatkan
aktivitas belajar siswa dan prestasi akademiknya, membantu siswa
dalam mengembangkan keterampilan berkomunikasi secara lisan,
mengembangkan keterampilan sosial siswa, meningkatkan rasa percaya
diri siswa, membantu meningkatkan hubungan positif antar siswa.
Model pembelajaran kooperatif memiliki basis pada teori psikologi
kognitif dan teori pembelajaran sosial. Fokus pembelajaran kooperatif
tidak saja tertumpu pada apa yang dilakukan peserta didik tetapi juga
pada apa yang dipikirkan peserta didik selama aktivitas belajar
berlangsung. Informasi yang ada pada kurikulum tidak ditransfer begitu
saja oleh guru kepada peserta didik, tetapi peserta didik difasilitasi dan
dimotivasi untuk berinteraksi dengan peserta didik lain dalam kelompok,
dengan guru dan dengan bahan ajar secara optimal agar ia mampu
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dalam model pembelajaran
kooperatif, guru berperan sebagai fasilitator, penyedia sumber belajar
bagi peserta didik, pembimbing peserta didik dalam belajar kelompok,
pemberi motivasi peserta didik dalam memecahkan masalah, dan
sebagai pelatih peserta didik agar memiliki ketrampilan kooperatif.
@Langkah-langkah dalam Cooperative Learning
Langkah-langkah pembelajaran cooperative learning
dapat dituliskan dalam table sebagai berikut:
Langkah Indikator Tingkah Laku Guru
Langkah 1 Menyampaikan tujuan Guru menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa. pembelajaran dan
mengkomunikasikan kompetensi
dasar yang akan dicapai serta
memotivasi siswa.
Langkah 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi
kepada siswa
Langkah 3 Mengorganisasikan siswa Guru menginformasikan
ke dalam kelompok- pengelompokan siswa
kelompok belajar
Langkah 4 Membimbing kelompok Guru memotivasi serta
belajar memfasilitasi kerja siswa dalam
kelompokkelompok belajar
Langkah 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi pembelajaran yang
telah dilaksanakan
Langkah 6 Memberikan penghargaa Guru memberi penghargaan
n hasil belajar individual dan
kelompok.
@ Pengelolaan Kelas Menurut Model Cooperative Learning
1. Pengelompokan
1. Kelompok homogen (Ability grouping) adalah praktik memasukkan
beberapa siswa dengankemampuan yang setara dalam kelompok yang
sama.
2. Pengelompokan heterogenitas (kemacam-ragaman),dibentuk dengan
memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang sosioekonomi
dan etnik, serta kemampuan akademis.
2. Semangat gotong-royong
Dalam proses pembelajaran ini, agar berjalan secara efektif
maka semua anggota kelompok hendaknya mempunyai semangat
bergotong royong yaitu dengan cara membina niat dan semangat dalam
bekerja sama yaitu dengan beberapa cara: a. Kesamaan Kelompok. b.
Identitas Kelompok c. Sapaan dan Sorak Kelompok.
1. Penataan ruang kelas
Dalam hal ini keputusan guru dalam penataan ruang
disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah: a) Ukuran ruang
kelas, b) Jumlah siswa, c) Tingkat kedewasaan siswa, f) Pengalaman
guru dan siswa dalam melaksanakan metode pembelajaran gotong
royong.
@ Model Evaluasi belajar Cooperative Learning
Dalam model pembelajaran cooperative learning terdapat tiga
model evaluasi, ketiga model evaluasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Model Evaluasi Kompetisi
Pada sistem peringkat jelas menanamkan jiwa kompetitif, karena
sejak masa awal pendidikan formal, siswa dipacu agar bisa menjadi
lebih baik dari teman-teman sekelas, sehingga siswa yang jauh melebihi
kebanyakan siswa yang dianggap berprestasi, yang kemampuannya
berada di bawah rata-rata kelas dianggap gagal atau tidak berprestasi.
1. Model Evaluasi Individual
Dalam sistem ini, sistem siswa belajar dengan pendekatan dan
kecepatan yang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Anak didik
tak bersaing dengan siapa-siapa, kecuali bersaing dengan diri mereka
sendiri. Teman-teman satu kelas dianggap tidak ada karena jarang
interaksi antar siswa di kelas. Berbeda dengan sistem penilaian
peringkat, dalam penyajian individual guru menetapkan standar untuk
setiap murid.
1. Model Evaluasi Cooperative Learning
Sistem ini menganut pemahaman homohomini soclus. Falsafah
ini menekankan saling ketergantungan antar makhluk hidup.
Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi
kelangsungan hidup. Prosedur sistem penilaian Cooperative
Learning diantaranya adalah tanggung jawab pribadi dan kelompok.
Jadi siswa mendapat nilai pribadi dan nilai kelompok.
Independent learning
Konsep ini mempunyai konotasi belajar dalam keadaan “terisolasi”, atau menggambarkan peserta didik belajar “sendiri” yang seluruh
kegiatannya (menentukan tujuan belajar, isi, usaha, waktu, evaluasi, dan sebagainya) ditentukan sendiri olehnya. Bantuan dari pihak lain dapat
diterima atau ditolak oleh peserta didik sesuai dengan standar atau kemauan peserta didik tersebut.
Psychological control
Konsep ini mengandung konotasi pentingnya arti psychological independence dalam definisi SDL daripada elemen sosial atau
kurikulum. Konsep ini ada dalam definisi berikut ini: SDL adalah suatu proses mental yang bertujuan, biasanya disertai dan disokong oleh
aktivitas perilaku yang terlibat di dalam identifikasi dan pencarian informasi. Individu secara sadar menerima tanggung jawab untuk menentukan
keputusan tentang tujuan dan usaha, dan dengan demikian menjadi agen perubahan pembelajaran bagi diri sendiri.
Spektrum SDL
Spektrum ini merupakan rentang antara teacher-directed learning (TDL) sampai SELF DIRECTED-LEARNING(SDL). Pada TDL
guru atau instruktur memilih dan menentukan apa saja yang akan diajarkan (dipelajari oleh peserta didik), mengapa hal itu perlu dipelajari,
bagaimana peserta didik mempelajari hal tersebut, kapan, di mana, dan untuk golongan umur berapa.
Self-managed learning
Kursus atau program yang disajikan melalui panduan bejalar di mana peserta didik belajar secara independen sepenuhnya.
Self-planned learning
Kursus atau program yang memberi kesempatan sepenuhnya kepada individu untuk merancang aktivitas belajar dengan tujuan belajar
yang telah ditentukan.
Self-directed learning
Kursus atau program yang memberi kesempatan kepada individu untuk memilih outcome,merancang aktivitas mereka sendiri dan
melaksanakan aktivitasnya sesuai dengan pilihan mereka.
Manfaat SDL
Dari tahun ke tahun SDL makin berkembang dan kemudian bergerak dari situasi perifer menuju ke arus utama pengembangan
manajemen dan bisnis. Sebagian besar program pengembangan saat ini menggunakan elemen SDL dalam rancangan dan pelaksanaan secara
keseluruhan. Secara individual, SDL memiliki daya tarik yang spesifik misalnya kebebasan yang lebih besar untuk memilih, fleksibel, dan
mengakomodasi individu tentang apa yang dikehendaki olehnya.
Ringkasan
SELF DIRECTED LEARNING merupakan proses pembelajaran yang menuntut peserta didik menjadi subyek yang harus merancang,
mengatur dan mengontrol kegiatan mereka sendiri secara bertanggung jawab. Hal ini bertolak belakang dengan prinsip pembelajaran yang
disebut sebagai teacher-directed learning. Namun demikian, institusi pendidikan tetap bertanggung jawab sepenuhnya, baik secara teknis, fisik,
dan moral, terhadap seluruh program pendidikan yang ditawarkan kepada para peserta didik.
SDL menuntut peserta didik untuk menentukan tujuan belajar mereka sendiri, merancang strategi untuk mencapai tujuan belajar, dan
kemudian merancang metoda evaluasi terhadap hasil belajar yang telah mereka capai. Tujuan belajar merupakan hal yang sulit untuk dirancang
sehingga pengajar atau instruktur harus membantu peserta didik dalam perancangan tujuan belajar.
SDL memerlukan negosiasi dalam perancangan pembelajaran secara keseluruhan. Perancangan pembelajaran ini merupakan alat yang
fleksibel tetapi efektif untuk membantu peserta didik dalam penentuan tujuan belajar secara individual. Tanggung jawab peserta didik dan
pengajar harus dibuat secara eksplisit dalam perancangan pembelajaran. Partisipasi para peserta didik dalam penentuan tujuan belajar akan
membuat mereka menjadi committed terhadap proses pembelajaran.
1. Pendahuluan
Silent Way adalah nama suatu metode pengajaran bahasa yang ditemukan oleh Caleb Gattegno.
Hipotesis-hipotesis pembelajaran yang mendasari metode Gattegno ini adalah:
1. Pembelajaran dipermudah jika si pembelajar mendapatkan atau menciptakan hal baru dibandingkan dengan mengingat dan mengulang
apa yang harus dipelajari.
2. Pembelajaran dipermudah dengan menggunakan objek fisik.
3. Pembelajaran dipermudah dengan pemecahan masalah yang melibatkan materi yang diajarkan.
Menurut Jerome Bruner, seorang filsuf dan psikolog pendidikan, pengajar dan pembelajar berada dalam posisi yang lebih kooperatif. Pembelajar
bukanlah hanya pendengar melainkan juga ikut berperan aktif dalam pembelajaran. (Bruner 1966:83). Hal ini sesuai dengan Silent Way yang
memandang pembelajaran sebagai suatu aktivitas pencarian hal baru yang kreatif dan aktivitas pemecahan masalah, di mana si pembelajar
menjadi pelaku utama. Keuntungan dari cara pembelajaran ini adalah a) meningkatnya potensi intelektual, b) bergesernya pemahaman dari
ekstrinsik ke intrinsik, c) pembelajaran melalui penemuan oleh diri sendiri, d) membantu fungsi memori.
Silent Way juga dikaitkan dengan serangkaian premis yang disebut sebagai “pendekatan-pendekatan problem solving pada pembelajaran”.
Premis-premisnya ini terwakili oleh ucapan Benjamin Franklin:
Tell me and I forget
Teach me and I remember,
Involve me and I learn
1. Prinsip-Prinsip Dasar Silent Way dalam Pengajaran Bahasa
Seperti metode-metode lainnya, Gattegno menjadikan pemahamannya terhadap proses pembelajaran bahasa pertama sebagai dasar untuk
membuat prinsip-prinsip mengajar bahasa asing bagi orang dewasa. Gattegno menganjurkan agar pembelajar kembali ke cara bayi belajar.
Gattegno mengusulkan artificial approach yang didasarkan pada prinsip bahwa pembelajaran yang berhasil melibatkan sebuah komitmen diri
pada pemerolehan bahasa melalui kesadaran dan uji coba aktif. Penekanan Gattegno yang berulang-ulang pada lebih pentingnya pembelajaran
daripada pengajaran, menempatkan komitmen dan prioritas diri pembelajar sebagai fokus.
Diri yang dimaksud di sini terdiri atas dua sistem, yaitu sistem pembelajaran dan sistem pemerolehan. Sistem Pembelajaran diaktifkan oleh
kesadaran intelegensi. Silence dianggap sebagai cara yang terbaik untuk pembelajaran, karena dengan silence para pembelajar berkonsentrasi
pada tugas yang diselesaikan dan cara-cara potensial untuk penyelesaiannya. Silence, yang menghindari pengulangan, menjadi alat bantu bagi
kesadaran, konsentrasi, dan kesiapan mental.
Sistem Pemerolehan memungkinkan kita untuk mengingat unsur-unsur bahasa dan prinsip-prinsipnya, dan memungkinkan komunikasi bahasa
berlangsung. Pemerolehan dengan upaya mental, kesadaran, dan kebijaksanaan lebih efisien daripada pemerolehan melalui pengulangan mekanis.
Kesadaran dapat diajarkan. Ketika seseorang belajar ‘secara sadar’, kekuatan kesadaran seseorang dan kapasitasnya untuk belajar menjadi lebih
besar. Karena itu, Silent Way menyatakan bahwa hal tersebut mempermudah apa yang disebut para psikolog sebagai Learning to
learn. Rangkaian proses yang membangun kesadaran berasal dari perhatian, penggunaan, perbaikan diri, dan penyerapan. Kegiatan koreksi diri
melalui kesadaran diri inilah yang membuat Silent Way berbeda dari metode pembelajaran bahasa yang lain.
Tetapi Silent Way bukanlah semata-mata sebuah metode pengajaran bahasa. Gattegno melihat pembelajaran bahasa melalui silent way sebagai
pengembalian potensi dan kekuatan diri. Tujuan Gattegno bukanlah sekedar pembelajaran bahasa kedua, melainkan pendidikan untuk kepekaan
dan kekuatan spiritual individu.
Tujuan umum Silent Way adalah mengajarkan pembelajar bagaimana cara belajar bahasa, dan keterampilan-keterampilan yang dikembangkan
melalui proses pembelajaran bahasa asing atau bahasa kedua dapat digunakan untuk mempelajari segala hal lain yang belum diketahui.
1. Penutup
Meskipun karya Gatte