(Sudah Edit Neh) PROFIL PENDERITA TONSILITIS DI POLI THT SUDAH DI EDIT
(Sudah Edit Neh) PROFIL PENDERITA TONSILITIS DI POLI THT SUDAH DI EDIT
PENDAHULUAN
diferensiasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan
anak maupun dewasa. Penderita tonsilitis merupakan pasien yang sering datang di
praktek dokter ahli bagian telinga hidung tenggorok-kepala dan leher (THT-KL),
Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer yang disebabkan oleh mikroorganisme berupa virus, bakteri, dan
jamur yang masuk secara aerogen atau foodborn. Tonsilitis ditandai juga dengan sakit
tenggorok, gangguan menelan dan pembesaran ringan kelenjar limfe leher dan
infeksi ini ditransmisikan melalui udara (air borne droplets), tangan, dan ciuman. 3,4
akut dan tonsillitis kronis.5 Tonsilitis akut terdiri dari tonsilitis viral dan tonsilitis
dan jamur yang masuk secara aerogen atau foodborn, mengakibatkan inflamasi pada
1
tonsil.6,7 Tonsilitis akut maupun kronik lebih sering mengenai anak-anak
dibandingkan dewasa. Hal ini disebabkan pada anak rentan terkena ISPA dan
umumnya anak yang menderita tonsillitis mengalami infeksi virus. Penelitian yang
dilakukan Modena terhadap 121 anak dengan tonsillitis, 118 mengalami infeksi virus,
Negara. Penelitian yang dilakukan di Malaysia pada poli THT Rumah Sakit Sarawak
selama 1 tahun dijumpai 8.118 kunjungan pasien dan jumlah penderita tonsilitis
kronis menempati urutan keempat yakni sebanyak 657 (8,1%) . Penelitian di Rusia
data bahwa sebanyak 84 (26,3%) dari 307 ibu usia produktif didiagnosis tonsillitis
kronis.8
provinsi di Indonesia pada bulan September tahun 2012, didapatkan jumlah penderita
Hasil laporan pengumpulan data Kota Samarinda kasus penyakit tonsillitis akut
pada tahun 2016 yaitu 3.700 jiwa, dan berdasarkan data laporan dari 24 Puskesmas
yang ada dikota Samarinda, Puskesmas Remaja merupakan Puskemas yang memiliki
angka kasus penyakit tonsillitis akut tertinggi yaitu sebanyak 470 jiwa.8
2
Laporan Dinas Kesehatan Kota Kendari pada tahun 2013 penderita tonsilitis
masuk dalam urutan ke 13 dari 20 besar penyakit sebanyak 1,17%, tahun 2014
menjadi 1,07%, dan pada tahun 2015 pendarita tonsilitis juga tetap berada dalam
tertinggi di Kota Kendari. Berdasarkan data laporan rekam medis pasien rawat jalan
di Puskesmas Puuwatu, pada tahun 2014 yaitu sebanyak 48,64%, pada tahun 2015
Data medical record tahun 2010 di RSUP DR. M. Djamil Padang di bagian THT-
KL subbagian laring faring ditemukan insiden tonsilitis sebanyak 465 dari 1110
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang Profil Penderita Tonsilitis di Poli THT-KL RSI Siti
Bagaimana profil penderita tonsilitis di poli THT-KL RSI Siti Rahmah Padang
3
Untuk mengetahui profil penderita tonsilitis di poli THT-KL RSI Siti Rahmah
berdasarkan usia di Poli THT-KL RSI Siti Rahmah Padang pada tahun 2018.
berdasarkan jenis kelamin di Poli THT-KL RSI Siti Rahmah Padang pada
tahun 2018.
berdasarkan ukuran tonsil di Poli THT-KL RSI Siti Rahmah Padang pada
tahun 2018.
tonsillitis di Poli THT-KL RSI Siti Rahmah Padang pada tahun 2018.
4
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk peningkatan pelayanan di RSI
Hasil penelitian ini dapat menambah referensi bagi mahasiswa lain dalam
Siti Rahmah.
Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi atau sumber informasi untuk
Penelitian ini dilakukan pada pasien Tonsilitis yang berobat di Poli THT-KL
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tonsil
2.1.1 Definisi
Tonsil adalah kelenjar getah bening dibagian belakang mulut dan tenggorok
bagian atas. Tonsil biasanya membantu menyaring bakteri dan kuman untuk
2.1.2 Anatomi
Tonsil terdiri dari jaringan padat limfoid yang merupakan bagian dari cincin
weldayer, terdiri dari tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsil faucial), tonsil
lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tubaeustachius (lateral band dinding faring atau
gerlach’s tonsil).8 Tonsil berbentuk oval dengan panjang 1,75 – 2,50 cm dengan lebar
6
1,5 – 2,0 cm. masing-masing tonsil memiliki 8-20 kripta yang terdiri dari jaringan
connective tissue seperti jaringan limfoid yang berisi sel limfoid. Kripta adalah
tubular dan hamper selalu memanjang dari dalam tonsil sampai ke kapsul tonsil pada
permukaan luarnya. Permukaan kripta ditutupi oleh epitel yang sama dengan epitel
permukaan media. Saluran kripta kearah luar biasanya bertambah luas. Secara klinis
terlihat bahwa kripta merupakan sumber infeksi baik secara local maupun umum
karena dapat berisi sisa makanan, epitel ang terlepas dan juga bakteri. 11
2.1.3 Fisiologi
Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar keseluruh tubuh dengan
cara menahan kuman yang masuk ketubuh melalui mulut, hidung, dan kerongkongan,
oleh karena itu tonsil sering mengalami peradangan. Peradangan pada tonsil disebut
tonsillitis, penyakit ini merupakan salah satu gangguan Telinga, Hidung dan
Tenggorokan (THT).
Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan humoral. Imunitas
seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat memfagosit kuman dan
virus serta membunuhnya. Sedangkan imunitas humoral bekerja karena adanya sel
kuman dan virus. Kuman yang dimakan oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid
terkadang tidak mati dan bersarang serta menyebabkan infeksi yang kronis dan
berulang. Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid terus
7
memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan
2.2 Tonsilitis
2.2.1 Definisi
Tonsilitis adalah suatu peradangan pada tonsil (atau biasa disebut amandel)
yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, namun hampir 50% kasus tonsilitis
2.2.2 Epidemiologi
Tonsilitis adalah penyakit yang umum terjadi. Hampir semua anak di Amerika
Serikat mengalami setidaknya satu episode tonsilitis.2 Pada penelitian yang dilakukan
di Rumah Sakit Serawak di Malaysia diperoleh 657 data penderita Tonsilitis Kronis
dan didapatkan pada pria 342 (52%) dan wanita 315 (48%) (Sing, 2007). Sebaliknya
penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Pravara di India dari 203 penderita
Tonsilitis Kronis, sebanyak 98 (48%) berjenis kelamin pria dan 105 (52%) berjenis
kelamin wanita.14
2.2.3 Etiologi
infeksi virus.15
8
2.2.4 Klasifikasi
Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi
detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas.
Secara klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis.
Bla bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi
tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini juga dapat melebar sehingga terbentuk
Tonsilitis kronik merupakan penyakit yang paling sering dari semua penyakit
rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang
buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak
adekuat. 17
9
2.2.5 Patofisiologi
kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi
pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati dan bakteri patogen dalam kripta. Mungkin
adanya perbedaan dalam strain atau virulensi organisme dapat dapat menjelaskan
2. Pembentukan eksudat.
5. Nekrosis jaringan.18
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti
oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara
klinik kripti ini tampak disi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus
kapsul tonsil dan akhimya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa
10
tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa
submandibula.16
Tonsilitis akut lebih sering ditemukan pada anak-anak dan remaja. Masa
inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorokan
dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, sakit
kepala, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan, pembesaran kelenjar lymphe
pada leher dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri
berkumpul dan membentuk membran dan pada beberapa kasus dapat terjadi nekrosis
jaringan lokal.18 Pada anak - anak terkadang disertai drooling (air liur menetes keluar)
karena terdapat sakit menelan dan susah makan. Lebih berat lagi, dapat timbul tanda -
tanda obstruksi jalan napas yang tampak dengan berhentinya bernapas atau
mendengkur saat tidur. Gejala biasanya membaik dalam 3-4 hari, namun dapat
kemerahan.
11
- Angina follicularis : Terbentuk bintik-bintik.
tenggorokan yang berulang atau menetap dan obstruksi pada saluran cerna dan
saluran napas. Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak
mencolok.
rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Terasa ada yang
mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan napas yang berbau.1 Pada
tonsillitis kronik juga sering disertai halitosis dan pembesaran nodul servikal.2 Pada
kedalam kategori tonsillitis kronik berupa (a) pembesaran tonsil karena hipertrofi
eksudat yang purulent. (b) tonsil tetap kecil, bisanya mengeriput, kadang-kadang
seperti terpendam dalam “tonsil bed” dengan bagian tepinya hiperemis, kripta
12
Gambar 2.2.6.2 Tonsilitis Kronik20
Stres
Traveler
syndrome (AIDS).
13
Jenis kelamin. Lebih sering terjadi pada wanita.21
2.2.8 Pemeriksaan
Pada pemeriksaan pada tonsil akan didapati tonsil hipertrofi, tetapi kadang-
kadang atrofi, hiperemi dan odema yang tidak jelas. Didapatkan detritus atau detritus
baru tampak jika tonsil ditekan dengan spatula lidah. Kelenjar leher dapat membesar
Ukuran tonsil pada tonsilitis kronik dapat membesar (hipertrofi) atau atrofi.
anterior uvula
lebih.22
14
Gambar 2.2.8.1 Tonsil size scoring22
Fokal infeksi pada tonsil dapat diperiksa dengan melakukan beberapa tes.
Dasar dari tes-tes ini adalah adanya kuman yang bersarang pada tonsil dan apabila tes
dilakukan, terjadi transportasi bakteri, toksin bakteri, protein jaringan fokal, material
lymphocyte yang rusak ke dalam aliran darah ataupun dengan perkataan lain akan
terjadi bakterimia yang dapat menimbulkan kenaikan pada jumlah lekosit dan LED.
Dalam keadaan normal jumlah lekosit darah berkisar antara 4.000 - 10.000/mm3
1) Tes masase tonsil: salah satu tonsil digosok-gosok selama kurang lebih 5
menit dengan kain kasa, jikalau 3 jam kemudian didapati kenaikan lekosit
lebih dari 10.000/mm3 atau kenaikan laju endap darah (LED) lebih dari 10
15
2) Penyinaran dengan UKG : tonsil mendapat UKG selama 10 menit dan 4 jam
kemudian diperiksa jumlah lekosit dan LED. Jika terdapat kenaikan jumlah
lebih dari 1000/mm3 serta kenaikan LED lebih dari 10 mm maka tes ini
dianggap positif.
produk-produk yang dihasilkan kuman dan dilepaskan oleh jaringan yang cedera.
Namun, bakterimia yang terjadi karena rangsang terhadap fokal infeksi biasanya
bersifat sementara dengan demikian akan terjadi kenaikan jumlah lekosit dan LED
22
yang bersifat sementara juga.
2.2.9 Penatalaksanaan
2.2.9.1 Medikamentosa
Tonsilitis Akut
klidamisin.
16
2. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid
3 kali negatif.
4. Pemberian antipiretik.18
Tonsilitis Kronik
yang baik, obat kumur, obat hisap dan tonsilektomi jika terapi konservatif tidak
perlu diberikan selama sekurangnya 10 hari. Antibiotik yang dapat diberikan adalah
golongan penisilin atau sulfonamida, namun bila terdapat alergi penisilin dapat
disarankan pada pasien tonsilitis kronis dengan penyakit. Obstruksi jalan nafas harus
2.2.9.2 Operatif
palatina dari bantalan tonsilar atau dengan operatif menggunakan guillotine atau jerat.
17
Setiap prosedur melibatkan pengangkatan tonsil dan selubung fascial yang melapisi
bantalan tonsillar.
untuk terapi pembedahan jika jumlah infeksi melebihi 7 kali per tahun selama 1
tahun, 5 kali per tahun selama 2 tahun dan 3 kali per tahun selama 3 tahun.23 Serangan
frekuensinya jarang. Oleh karena itu, ahli THT sering menanyakan kepada penderita
Manfaatnya harus sebanding dengan risiko komplikasi (yang kecil tapi berat ) ,
khususnya perdarahan yang memiliki insiden 2-8 % dalam sebuah audit nasional. 25
perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini.Dulu
diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang.Saat ini indikasi utama
adalah obstruksi saluran nafas dan hipertrofi tonsil. Berdasarkan The American
1. Indikasi absolut
kardiopulmonal.
18
• Abses peritonsilar yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan
2. Indikasi relatif
• Terjadi 3 kali atau lebih infeksi toTerjadi 3 kali atau lebih infeksi
adekuat.
pengobatan medik.
laktamase.
3. Kontra-indikasi
• Risiko anestesi yang buruk atau riwayat penyakit yang tidak terkontrol
• Anemia
• Infeksi akut21
2.2.10 Komplikasi
Tonsilitis Akut
19
Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut, sinusitis, abses
Lemierre).
tidur mendengkur (ngorok), gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea yang
Tonsilitis Kronik
berupa rinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi
jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis,
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala
20
BAB III
Tonsil
Virus Bakteri
Infeksi Tonsil
Peradangan pada
jaringan tonsil
Tonsilitis
21
3.2 Kerangka Konsep
Usia
Jenis Kelamin
Klasifikasi
Penatalaksanaan
22
Bab IV
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Data diambil dari sumber
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2018 – Juni 2019 di bagian THT-KL
4.3.1 Populasi
poliklinik THT-KL RSI Siti Rahmah Padang sejak Januari – Desember tahun 2018.
4.3.2 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh penderita Tonsilitis
yang berobat ke RSI Siti Rahmah Padang serta memenuhi kriteria sebagai berikut:
23
4.4 Teknik Pengambilan Sampel
sampling, dimana pengambilan sampel secara acak dan setiap anggota populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Jumlah sampel
Z ∝2 PQ
n=
d2
0,77446656
¿
0,01
= 77,44
= 80 orang (dibulatkan)
Keterangan:
n= Jumlah Sampel
1. Usia
24
c. Alat Ukur : Data Rekam medis
2. Jenis Kelamin
d. Hasil Ukur :
1) Laki-laki
2) Perempuan
25
3. Ukuran Tonsil
d. Hasil Ukur :
1) T1
2) T2
3) T3
4) T4
4. Klasifikasi
d. Hasil Ukur :
1) Tonsilitis Akut
2) Tonsilitis Kronik
26
5. Penatalaksanaan
d. Hasil Ukur :
1) Medikamentosa
2) Operatif
27
4.6 Alur Penelitian
Pembuatan Proposal
Menarik kesimpulan
2. Coding
28
Kegiatan merubah data yang berbentuk huruf menjadi
angka/bilangan. Data yang telah dikumpulkan diberikan kode
dengan menggunakan angka terhadap semua jawaban yang telah
didapat untuk memudahkan dalam pengolahan dan analisis data.
3. Processing
Kegiatan yang dilakukan setelah melakukan coding adalah
memproses data agar dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan
dengan meng-entry data yang telah terisi secara lengkap ke program
komputer lalu diproses.
4. Cleaning
Kegiatan mengecek/memastikan kembali data yang telah
dimasukkan masih terdapat kesalahan atau tidak. Jika masih ada data
yang salah setelah meng-entry data ke komputer, maka segera
perbaiki sesuai dengan data yang sebenarnya.
masing variabel yang akan diteliti. Semua data yang dianalisis dalam
frekuensi variabel yang akan diteliti kemudian disajikan dalam bentuk tabel.
29
4. Biaya yang digunakan selama penelitian merupakan tanggung jawab dari
peneliti
5. Peneliti menjunjung tinggi privasi responden pada data rekam medis dengan
30
DAFTAR PUSTAKA
X1. Tanjung FF, Imanto M. Indikasi Tonsilektomi pada Laki ‐ Laki Usia 19 Tahun
dengan Tonsilitis Kronis. Unila. 2016;5:4-7.
http://repository.lppm.unila.ac.id/2126/1/Fariz-Acc-Kirim_UDA-DI-EDIT.pdf.
2. Likuayang PGL, Pelealu OCP, Mengko SK. Kesehatan Tenggorok pada Siswa
Sekolah Dasar Inpres Kema 3 Kabupaten Minahasa Utara. Univ Sam
Ratulangi Manad. 2018. https://docplayer.info/80436804-Kesehatan-
tenggorok-pada-siswa-sekolah-dasar-inpres-kema-3-kabupaten-minahasa-
utara.html.
3. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran. 4th
ed. (Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA, eds.). Jakarta: Media
Aesculapius; 2014.
4. Shalihat AO, Novialdi, Irawati L. Hubungan Umur, Jenis Kelamin dan
Perlakuan Penatalaksanaan dengan Ukuran Tonsil pada Penderita Tonsilitis
Kronis di Bagian THT-KL RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2013. FK
Unand. 2013;4(3):786-794.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/365.
5. Palandeng ACT, Tumbel REC, Dehoop J. Penderita Tonsilitis di Poliklinik
THT-KL BLU RSUP PROF. DR. R. D. Kandou Manado Januari 2010-
Desember 2012. e-CliniC. 2014;2(2):2-6.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/5424.
6. Arsyad F., Wahyuni S, Ipa A. Hubungan Antara Pengetahuan dan Pola Makan
dengan Kejadian Tonsilitis pada Anak Usia Sekolah Dasar di wilayah Kerja
Puskesmas Minasatene Kab. Pangkep. J Kesehat. 2013;2:2001-2003.
http://ejournal.stikesnh.ac.id/index.php/jikd/article/view/370/256.
7. Nadhilla NF, Sari MI. Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut pada Pasien
Dewasa. Unila. 2016;5:107-112. http://docplayer.info/42136537-Tonsilitis-
kronik-eksaserbasi-akut-pada-pasien-dewasa-a-29-year-old-man-with-acute-
exacerbation-of-chronic-tonsilitis.html.
8. Wahyuni S. Hubungan Usia, Konsumsi Makan dan Hygiene Mulut dengan
Gejala Tonsilitis pada Anak di SDN 005 Sungai Pinang Kecamatan Sungai
Pinang Samarinda. UMKT. 2017.
9. Ramadhan F, Sahrudin, Ibrahim K. Analisis Faktor Risiko Kejadian Tonsilitis
Kronis Pada Anak Usia 5-11 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu
Kota Kendari tahun 2017. J Ilm Mhs Kesehat Masy. 2017;2(6):1-10.
31
https://www.neliti.com/id/publications/198127/analisis-faktor-risiko-kejadian-
tonsilitis-kronis-pada-anak-usia-5-11-tahun-di-w.
10. Soraya AAD. Hubungan Antara Tonsilitis Kronik dengan Penurunan Kualitas
Hidup di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. FK Unsemar. 2012.
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/23635/Hubungan-antara-tonsilitis-
kronik-dengan-penurunan-kualitas-hidup-di-rsud-dr-Moewardi-surakarta.
11. Sari LT. Faktor pencetus tonsilitis pada anak usia 5-6 tahun di wilayah kerja
Puskesmas Bayat Kabupaten Klaten. UMS. 2014.
http://eprints.ums.ac.id/32153/14/NASKAH PUBLIKASI.pdf.
12. Price SA. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta:
EGC; 2006.
13. Prasetya Lanang SM, Rizal A, Ramatryana Apraz IN. Simulasi Deteksi
Tonsilitis Mengunakan Pengolahan Citra Digital Berdasarkan Warna dan
Luasan pada Tonsil. Jnteti. 2015;4(1):45-49. doi:10.22146/jnteti.v4i1.137
14. Sundariyati IGAH. Tonsilitis Kronis Eksaserbasi Akut. Fak Kedokt Univ
Udayana. 2017.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/ce84a52f23a3735f4ce7
b202a8877d93.pdf.
15. Shah UK. Tonsillitis and Peritonsillar Abscess. In: Tewfik TL, ed. Medscape;
2018. https://emedicine.medscape.com/article/871977-overview#showall.
16. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Keenam. (Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin
J, Restuti RD, eds.). Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011.
17. Kumar S. Fundamentals of Ear, Nose & Throat Disease and Head-Neck
Surgery. The New Book Stall; 1996.
18. Higler AB. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Keenam. (Higler AB, ed.).
Jakarta: EGC; 1997.
19. Nagel P, Gurkov R. Dasar - Dasar Ilmu THT. Jakarta: EGC; 2012.
20. Amalia N. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2009. Fak Kedokt Univ Sumatera Utara. 2009:1-14.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/27640/Chapter II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y.
21. Anand B. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis Di Rsup Haji Adam Malik
Pada Tahun 2014. FK USU. 2014:5-22.
32
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/56151/Chapter II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y.
22. Mita DN, Novitasari A, M WB. Analisis Faktor Risiko Tonsilitis Kronik.
Unimus. 2016:2-3. http://repository.unimus.ac.id/311/1/ABSTRAK.pdf.
23. Wax MK. Primary Care Otolaryngology. American Academy of
Otolaryngology-Head and Neck Surgery Foundation; 2011.
24. Lucente FE, Har-El G. Ilmu THT Essensial. Jakarta: EGC; 2011.
25. Ludman H, Bradley PJ. ABC Telinga, Hidung Dan Tenggorok. Edisi 5.
Jakarta: EGC; 2012.
33