Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tonsil  merupakan  organ  limfatik  sekunder  yang  diperlukan  untuk 

diferensiasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan 

asing dengan efektif serta sebagai tempat produksi antibodi yang  dihasilkan  oleh 

sel  plasma  yang  berasal  dari  diferensiasi limfosit B.1

Penyakit tonsilitis merupakan permasalahan yang umum ditemukan baik pada

anak maupun dewasa. Penderita tonsilitis merupakan pasien yang sering datang di

praktek dokter ahli bagian telinga hidung tenggorok-kepala dan leher (THT-KL),

dokter anak, maupun tempat pelayanan kesehatan lainnya. 2

Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil palatina yang merupakan bagian dari

cincin Waldeyer yang disebabkan oleh mikroorganisme berupa virus, bakteri, dan

jamur yang masuk secara aerogen atau foodborn. Tonsilitis ditandai juga dengan sakit

tenggorok, gangguan menelan dan pembesaran ringan kelenjar limfe leher dan

seringkali bersamaan dengan faringitis, yang dinamakan tonsilofaringitis. Penyebaran

infeksi ini ditransmisikan melalui udara (air borne droplets), tangan, dan ciuman. 3,4

Tonsilitis berdasarkan waktu berlangsungnya terbagi menjadi 2, yakni tonsilitis

akut dan tonsillitis kronis.5 Tonsilitis akut terdiri dari tonsilitis viral dan tonsilitis

bakterial. Peradangan tonsilitis disebabkan mikroorganisme berupa virus, bakteri,

dan jamur yang masuk secara aerogen atau foodborn, mengakibatkan inflamasi pada

1
tonsil.6,7 Tonsilitis akut maupun kronik lebih sering mengenai anak-anak

dibandingkan dewasa. Hal ini disebabkan pada anak rentan terkena ISPA dan

umumnya anak yang menderita tonsillitis mengalami infeksi virus. Penelitian yang

dilakukan Modena terhadap 121 anak dengan tonsillitis, 118 mengalami infeksi virus,

dengan virus terbanyak adalah Epsteinn Barr Virus.7

World Health Organization menyatakan pola penyakit THT berbeda di berbagai

Negara. Penelitian yang dilakukan di Malaysia pada poli THT Rumah Sakit Sarawak

selama 1 tahun dijumpai 8.118 kunjungan pasien dan jumlah penderita tonsilitis

kronis menempati urutan keempat yakni sebanyak 657 (8,1%) . Penelitian di Rusia

mengenai prevalensi dan pencegahan keluarga dengan tonsilitis kronis didapatkan

data bahwa sebanyak 84 (26,3%) dari 307 ibu usia produktif didiagnosis tonsillitis

kronis.8

Departemen Kesehatan RI menyatakan angka kejadian penyakit tonsilitis di

Indonesia sekitar 23%. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di tujuh

provinsi di Indonesia pada bulan September tahun 2012, didapatkan jumlah penderita

tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut yaitu sebesar 3,8%.9

Hasil laporan pengumpulan data Kota Samarinda kasus penyakit tonsillitis akut

pada tahun 2016 yaitu 3.700 jiwa, dan berdasarkan data laporan dari 24 Puskesmas

yang ada dikota Samarinda, Puskesmas Remaja merupakan Puskemas yang memiliki

angka kasus penyakit tonsillitis akut tertinggi yaitu sebanyak 470 jiwa.8

2
Laporan Dinas Kesehatan Kota Kendari pada tahun 2013 penderita tonsilitis

masuk dalam urutan ke 13 dari 20 besar penyakit sebanyak 1,17%, tahun 2014

penderita tonsilitis masih tetap masuk dalam urutan ke 13 kemudian menurun

menjadi 1,07%, dan pada tahun 2015 pendarita tonsilitis juga tetap berada dalam

urutan ke 13 dari 20 besar penyakit tetapi meningkat lagi menjadi 1,27%.9

Puskesmas Puuwatu merupakan puskesmas yang memiliki jumlah kasus tonsilitis

tertinggi di Kota Kendari. Berdasarkan data laporan rekam medis pasien rawat jalan

di Puskesmas Puuwatu, pada tahun 2014 yaitu sebanyak 48,64%, pada tahun 2015

sebanyak 63,74% dan pada tahun 2016 yaitu sebanyak 72,66%.9

Data medical record tahun 2010 di RSUP DR. M. Djamil Padang di bagian THT-

KL subbagian laring faring ditemukan insiden tonsilitis sebanyak 465 dari 1110

kunjungan di Poliklinik subbagian laring faring dan yang menjalani tonsilektomi

sebanyak 163 kasus.4

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang Profil Penderita Tonsilitis di Poli THT-KL RSI Siti

Rahmah Padang Tahun 2018.

1.2 Rumusan masalah

Bagaimana profil penderita tonsilitis di poli THT-KL RSI Siti Rahmah Padang

pada tahun 2018?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

3
Untuk mengetahui profil penderita tonsilitis di poli THT-KL RSI Siti Rahmah

Padang pada tahun 2018.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui berapa banyak pasien yang menderita tonsillitis

berdasarkan usia di Poli THT-KL RSI Siti Rahmah Padang pada tahun 2018.

2. Untuk mengetahui berapa banyak pasien yang menderita tonsillitis

berdasarkan jenis kelamin di Poli THT-KL RSI Siti Rahmah Padang pada

tahun 2018.

3. Untuk mengetahui berapa banyak pasien yang menderita tonsillitis

berdasarkan ukuran tonsil di Poli THT-KL RSI Siti Rahmah Padang pada

tahun 2018.

4. Untuk mengetahui klasifikasi terbanyak pasien yang menderita tonsillitis di

Poli THT-KL RSI Siti Rahmah Padang pada tahun 2018.

5. Untuk mengetahui jenis penatalaksanaan terbanyak pasien yang menderita

tonsillitis di Poli THT-KL RSI Siti Rahmah Padang pada tahun 2018.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan wawasan dan menambah

pengalaman serta pengetahuan dalam melakukan penelitian terkait profil penderita

tonsillitis di poli THT-KL RSI Siti Rahmah.

1.4.2 Bagi RSI Siti Rahmah Padang

4
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk peningkatan pelayanan di RSI

Siti Rahmah Padang, yang akan berimbas pada kepuasan pelanggan.

1.4.3 Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat menambah referensi bagi mahasiswa lain dalam

mengembangkan penelitian tentang profil penderita tonsillitis di poli THT-KL RSI

Siti Rahmah.

1.4.4 Bagi Fakultas Kedokteran

Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi atau sumber informasi untuk

penelitian berikutnya dan sebagai bahan bacaan di perpustakaan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada pasien Tonsilitis yang berobat di Poli THT-KL

RSI Siti Rahmah Padang pada tahun 2018.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tonsil

2.1.1 Definisi

Tonsil adalah kelenjar getah bening dibagian belakang mulut dan tenggorok

bagian atas. Tonsil biasanya membantu menyaring bakteri dan kuman untuk

mencegah infeksi pada tubuh. 10

2.1.2 Anatomi

Gambar 2.1.2 Anatomi Tonsil 11

Tonsil terdiri dari jaringan padat limfoid yang merupakan bagian dari cincin

weldayer, terdiri dari tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsil faucial), tonsil

lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tubaeustachius (lateral band dinding faring atau

gerlach’s tonsil).8 Tonsil berbentuk oval dengan panjang 1,75 – 2,50 cm dengan lebar

6
1,5 – 2,0 cm. masing-masing tonsil memiliki 8-20 kripta yang terdiri dari jaringan

connective tissue seperti jaringan limfoid yang berisi sel limfoid. Kripta adalah

tubular dan hamper selalu memanjang dari dalam tonsil sampai ke kapsul tonsil pada

permukaan luarnya. Permukaan kripta ditutupi oleh epitel yang sama dengan epitel

permukaan media. Saluran kripta kearah luar biasanya bertambah luas. Secara klinis

terlihat bahwa kripta merupakan sumber infeksi baik secara local maupun umum

karena dapat berisi sisa makanan, epitel ang terlepas dan juga bakteri. 11

2.1.3 Fisiologi

Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar keseluruh tubuh dengan

cara menahan kuman yang masuk ketubuh melalui mulut, hidung, dan kerongkongan,

oleh karena itu tonsil sering mengalami peradangan. Peradangan pada tonsil disebut

tonsillitis, penyakit ini merupakan salah satu gangguan Telinga, Hidung dan

Tenggorokan (THT).

Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan humoral. Imunitas

seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat memfagosit kuman dan

virus serta membunuhnya. Sedangkan imunitas humoral bekerja karena adanya sel

(limfoid B) yang dapat menghasilkan zat immunoglobulin yang dapat membunuh

kuman dan virus. Kuman yang dimakan oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid

terkadang tidak mati dan bersarang serta menyebabkan infeksi yang kronis dan

berulang. Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid terus

7
memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan

membesar dengan cepat melebihi ukuran yang normal.12

2.2 Tonsilitis

2.2.1 Definisi

Tonsilitis adalah suatu peradangan pada tonsil (atau biasa disebut amandel)

yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, namun hampir 50% kasus tonsilitis

disebabkan karena infeksi bakteri streptokokkus. 13

2.2.2 Epidemiologi

Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan

penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak.

Tonsilitis adalah penyakit yang umum terjadi. Hampir semua anak di Amerika

Serikat mengalami setidaknya satu episode tonsilitis.2 Pada penelitian yang dilakukan

di Rumah Sakit Serawak di Malaysia diperoleh 657 data penderita Tonsilitis Kronis

dan didapatkan pada pria 342 (52%) dan wanita 315 (48%) (Sing, 2007). Sebaliknya

penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Pravara di India dari 203 penderita

Tonsilitis Kronis, sebanyak 98 (48%) berjenis kelamin pria dan 105 (52%) berjenis

kelamin wanita.14

2.2.3 Etiologi

Penyebab tonsillitis adalah infeksi bakteri Streptococcus beta hemolyticus,

Streptococcus viridians dan Streptococcus pyogenes, dapat juga disebabkan oleh

infeksi virus.15

8
2.2.4 Klasifikasi

2.2.4.1 Tonsilitis Akut

Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi

radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus.

detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas.

Secara klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.

Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis.

Bla bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi

tonsilitis lakunaris.  Bercak detritus ini juga dapat melebar sehingga terbentuk

semacam membran semu (pseudomembrane) yang menutupi tonsil. 16

2.2.4.2 Tonsilitis Kronik

Tonsilitis kronik terdiri dari:

- Tonsilitis parenkim kronik: Terlihat pada anak-anak dan remaja.  

- Tonsilitis fibrotik kronik: Lebih sering pada dewasa.  Biasanya diikuti

oleh serangan tonsilitis akut atau subakut.  

Tonsilitis kronik merupakan penyakit yang paling sering dari semua penyakit

tenggorokan berulang.  Faktor predisposisi timbunya tonsilitis kronik ialah

rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang

buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak

adekuat. 17

9
2.2.5 Patofisiologi

2.2.5.1 Tonsilitis Akut

Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel,

kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi

pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.

Terdapat peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsila dengan

pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati dan bakteri patogen dalam kripta. Mungkin

adanya perbedaan dalam strain atau virulensi organisme dapat dapat menjelaskan

variasi dari fase-fase patologis tersebut :

1. Peradangan biasa daerah tonsil saja.

2. Pembentukan eksudat.

3. Selulitis tonsila dan daerah sekitarnya.

4. Pembentukan abses peritonsilar

5. Nekrosis jaringan.18

2.2.5.2 Tonsilitis Kronik

Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga

jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti

oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara

klinik kripti ini tampak disi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus

kapsul tonsil dan akhimya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa

10
tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa

submandibula.16

2.2.6 Tanda dan Gejala

2.2.6.1 Tonsilitis Akut

Tonsilitis akut lebih sering ditemukan pada anak-anak dan remaja. Masa

inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorokan

dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, sakit

kepala, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan, pembesaran kelenjar lymphe

pada leher dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri

alih (referred pain) melalui n.glosofaringeus (n.IX).16

Tonsila biasanya bercak-bercak dan kadang-kadang diliputi oleh eksudat.

Eksudat ini mungkin keabu-abuan atau kekuning-kuningan. Eksudat ini dapat

berkumpul dan membentuk membran dan pada beberapa kasus dapat terjadi nekrosis

jaringan lokal.18 Pada anak - anak terkadang disertai drooling (air liur menetes keluar)

karena terdapat sakit menelan dan susah makan. Lebih berat lagi, dapat timbul tanda -

tanda obstruksi jalan napas yang tampak dengan berhentinya bernapas atau

mendengkur saat tidur. Gejala biasanya membaik dalam 3-4 hari, namun dapat

menetap hingga 2 minggu.3

Berbagai stadium klinis tonsilitis akut adalah:

- Angina catarrhalis : Diawali dengan pembengkakan tonsil yang tampak

kemerahan.

11
- Angina follicularis : Terbentuk bintik-bintik.

- Angina Lacunaris : Kumpulan lapisan kriptus


19
Stadium-stadium tersebut dapat bertumpang tindih.

2.2.6.2 Tonsilitis Kronik

Manifestasi klinik sangat bervariasi. Tanda-tanda bermakna adalah nyeri

tenggorokan yang berulang atau menetap dan obstruksi pada saluran cerna dan

saluran napas. Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak

mencolok.

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak

rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Terasa ada yang

mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan napas yang berbau.1 Pada

tonsillitis kronik juga sering disertai halitosis dan pembesaran nodul servikal.2 Pada

umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan

kedalam kategori tonsillitis kronik berupa (a) pembesaran tonsil karena hipertrofi

disertai perlekatan kejaringan sekitarnya, kripta melebar di atasnya tertutup oleh

eksudat yang purulent. (b) tonsil tetap kecil, bisanya mengeriput, kadang-kadang

seperti terpendam dalam “tonsil bed” dengan bagian tepinya hiperemis, kripta

melebar dan diatasnya tampak eksudat yang purulent.20

12
Gambar 2.2.6.2 Tonsilitis Kronik20

2.2.7 Faktor Resiko

Yang merupakan faktor risiko:

 Eksposi kepada orang yang terinfeksi

 Eksposi kepada asap rokok

 Paparan asap beracun, asap industri dan polusi udara lainnya

 Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat

 Kanak-kanak; remaja dan orang dewasa berusia 65 tahun ke atas

 Stres

 Traveler

 Mulut yang tidak higiene

 Kondisi ko-morbid yang mempengaruh sistem imun seperti hayfever,

alergi, kemoterapi, infeksi Epstein-barr virus (EBV),infeksi herpes

simplex virus (HSV), infeksi sitomegalovirus (CMV) dan infeksi

human immune virus (HIV) atau acquired immune deficiency

syndrome (AIDS).

13
 Jenis kelamin. Lebih sering terjadi pada wanita.21

2.2.8 Pemeriksaan

2.2.8.1 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan pada tonsil akan didapati tonsil hipertrofi, tetapi kadang-

kadang atrofi, hiperemi dan odema yang tidak jelas. Didapatkan detritus atau detritus

baru tampak jika tonsil ditekan dengan spatula lidah. Kelenjar leher dapat membesar

tetapi tidak terdapat nyeri tekan.22

Ukuran tonsil pada tonsilitis kronik dapat membesar (hipertrofi) atau atrofi.

Thane & Cody membagi pembesaran tonsil dalam ukuran T1 – T4 :

- T1 = batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar

anterior uvula

- T2 = batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai

½ jarak pilar anterior-uvula

- T3 = batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai

¾ jarak pilar anterior-uvula

- T4 = batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula atau

lebih.22

14
Gambar 2.2.8.1 Tonsil size scoring22

2.2.8.2 Pemeriksaan Penunjang

Fokal infeksi pada tonsil dapat diperiksa dengan melakukan beberapa tes.

Dasar dari tes-tes ini adalah adanya kuman yang bersarang pada tonsil dan apabila tes

dilakukan, terjadi transportasi bakteri, toksin bakteri, protein jaringan fokal, material

lymphocyte yang rusak ke dalam aliran darah ataupun dengan perkataan lain akan

terjadi bakterimia yang dapat menimbulkan kenaikan pada jumlah lekosit dan LED.

Dalam keadaan normal jumlah lekosit darah berkisar antara 4.000 - 10.000/mm3

darah. Tes yang dapat dilakukan adalah seperti :

1) Tes masase tonsil: salah satu tonsil digosok-gosok selama kurang lebih 5

menit dengan kain kasa, jikalau 3 jam kemudian didapati kenaikan lekosit

lebih dari 10.000/mm3 atau kenaikan laju endap darah (LED) lebih dari 10

mm dibandingkan sebelum tes dilakukan, maka tes dianggap positif.

15
2) Penyinaran dengan UKG : tonsil mendapat UKG selama 10 menit dan 4 jam

kemudian diperiksa jumlah lekosit dan LED. Jika terdapat kenaikan jumlah

lekosit lebih dari 2000/mm3 atau kenaikan LED lebih dari 10 mm

dibandingkan sebelum tes dilakukan, maka tes dianggap positif.

3) Tes hialuronidase : periksa terlebih dahulu jumlah lekosit, LED dan

temperatur oral. Injeksikan hialuronidase ke dalam tonsil. Satu jam setelah

diinjeksi, jika didapati kenaikan temperatur 0.3o C, kenaikan jumlah lekosit

lebih dari 1000/mm3 serta kenaikan LED lebih dari 10 mm maka tes ini

dianggap positif.

Terjadinya peningkatan lekosit karena lekosit terutama akan tertarik terhadap

produk-produk yang dihasilkan kuman dan dilepaskan oleh jaringan yang cedera.

Namun, bakterimia yang terjadi karena rangsang terhadap fokal infeksi biasanya

bersifat sementara dengan demikian akan terjadi kenaikan jumlah lekosit dan LED
22
yang bersifat sementara juga.

2.2.9 Penatalaksanaan

2.2.9.1 Medikamentosa

 Tonsilitis Akut

1. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat

kumur dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau

klidamisin.

16
2. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid

untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.

3. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari

komplikasi selama 2 sampai 3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok

3 kali negatif.

4. Pemberian antipiretik.18

 Tonsilitis Kronik

Penatalaksanaan tonsilitis kronis dapat diatasi dengan menjaga higiene mulut

yang baik, obat kumur, obat hisap dan tonsilektomi jika terapi konservatif tidak

memberikan hasil.Pengobatan tonsilitis kronis dengan menggunakan antibiotik oral

perlu diberikan selama sekurangnya 10 hari. Antibiotik yang dapat diberikan adalah

golongan penisilin atau sulfonamida, namun bila terdapat alergi penisilin dapat

diberikan eritromisin atau klindamisin. Penggunaan terapi antibiotika amat

disarankan pada pasien tonsilitis kronis dengan penyakit. Obstruksi jalan nafas harus

ditatalaksana dengan memasang nasal airway device, diberi kortikosteroid secara

intravena dan diadministrasi humidified oxygen. Pasien harus diobservasi sehingga

terbebas dari obstruksi jalan nafas.21

2.2.9.2 Operatif

Tonsilektomi (pengangkatan tonsil) dilakukan dengan mendiksesi tonsilla

palatina dari bantalan tonsilar atau dengan operatif menggunakan guillotine atau jerat.

17
Setiap prosedur melibatkan pengangkatan tonsil dan selubung fascial yang melapisi

bantalan tonsillar.

Riwayat serangan berulang tonsilitis akut atau kronik merupakan indikasi

untuk terapi pembedahan jika jumlah infeksi melebihi 7 kali per tahun selama 1

tahun, 5 kali per tahun selama 2 tahun dan 3 kali per tahun selama 3 tahun.23 Serangan

yang secara subjectif dirasakan berat mungkin memerlukan tonsilektomi, sekalipun

frekuensinya jarang. Oleh karena itu, ahli THT sering menanyakan kepada penderita

mengenai jumlah ketidakhadiran penderita ke sekolah, derajat demamnya Dan gejala

konstitusional yang menyertai untuk memperjelas pengaruh penyakit tonsil tersebut.24

Manfaatnya harus sebanding dengan risiko komplikasi (yang kecil tapi berat ) ,

khususnya perdarahan yang memiliki insiden 2-8 % dalam sebuah audit nasional. 25

Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat

perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini.Dulu

diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang.Saat ini indikasi utama

adalah obstruksi saluran nafas dan hipertrofi tonsil. Berdasarkan The American

Academy of Otolaryngology- Head and Neck Surgery (AAO-HNS) tahun 2011

indikasi tonsilektomi terbagi menjadi:

1. Indikasi absolut

• Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas

atas,disfagia berat,gangguan tidur, atau terdapat komplikasi

kardiopulmonal.

18
• Abses peritonsilar yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan

drainase, kecuali jika dilakukan fase akut.

• Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam.

• Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi.

2. Indikasi relatif

• Terjadi 3 kali atau lebih infeksi toTerjadi 3 kali atau lebih infeksi

tonsil pertahun, meskipun tidak diberikan pengobatan medik yang

adekuat.

• Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon terhadap

pengobatan medik.

• Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak

membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap β-

laktamase.

3. Kontra-indikasi

• Riwayat penyakit perdarahan

• Risiko anestesi yang buruk atau riwayat penyakit yang tidak terkontrol

• Anemia

• Infeksi akut21

2.2.10 Komplikasi

 Tonsilitis Akut

19
Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut, sinusitis, abses

peritonsl (Quincy thorat), abses parafaring, bronkitis, glomerulonefritis akut,

miokarditis, artritis serta septikemia akibat infeksi v. Jugularis interna (sindrom

Lemierre).

Akibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernapas melalui mulut,

tidur mendengkur (ngorok), gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea yang

dikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS)

 Tonsilitis Kronik

Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya

berupa rinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi

jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis,

miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala

sumbatan serta kecurigaan neoplasma.16

20
BAB III

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Teori

Tonsil

Virus Bakteri

Infeksi Tonsil

Peradangan pada
jaringan tonsil

Tonsilitis

< 3 Minggu > 3 Minggu

Tonsilitis Akut Tonsilitis Kronis

21
3.2 Kerangka Konsep

Usia

Jenis Kelamin

Tonsilitis Ukuran Tonsil

Klasifikasi

Penatalaksanaan

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

22
Bab IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Data diambil dari sumber

sekunder yaitu catatan rekam medis di RSI Siti Rahmah Padang.

4.2 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2018 – Juni 2019 di bagian THT-KL

RSI Siti Rahmah Padang.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah penderita tonsilitis yang datang kebagian

poliklinik THT-KL RSI Siti Rahmah Padang sejak Januari – Desember tahun 2018.

4.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh penderita Tonsilitis

yang berobat ke RSI Siti Rahmah Padang serta memenuhi kriteria sebagai berikut:

4.3.2.1 Kriteria Inklusi

1. Pasien dengan diagnosi Tonsilitis yang datang ke poli THT-KL RSI

Siti Rahmah Padang Tahun 2018.

2. Pasien yang memiliki rekam medis lengkap.

4.3.2.2 Kriteria Eksklusi

1. Tidak memiliki rekam medis lengkap.

23
4.4 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik simple random

sampling, dimana pengambilan sampel secara acak dan setiap anggota populasi

mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Jumlah sampel

ditentukan dengan rumus sbb:

Z ∝2 PQ
n=
d2

(1,96)2 × 0,72× 0,28


¿
(0,1)2

0,77446656
¿
0,01

= 77,44

= 80 orang (dibulatkan)

Keterangan:

n= Jumlah Sampel

Zα= Deviat baku alfa 95% = 1,96

P= Proporsi kategori variabel yang diteliti = 72,6%

Q= 1-P (1 – 0,72 = 0,28)

d= Nilai presisi 10% = 0,1

4.5 Defenisi Operasional

1. Usia

a. Definisi : Satuan waktu yang mengukur lama hidup

b. Cara Ukur : Observasi dan Rekam medis pasien Tonsilitis

24
c. Alat Ukur : Data Rekam medis

d. Hasil Ukur : Kategori Umur Menurut Depkes RI (2009)

1) Masa Balita : 0-5 tahun

2) Masa Anak-anak : 5-11 tahun

3) Masa Remaja Awal : 12-16 tahun

4) Masa Remaja Akhir : 17-25 tahun

5) Masa Dewasa Awal : 25-35 tahun

6) Masa Dewasa Akhir : 35-45 tahun

7) Masa Lansia Awal : 46-55 tahun

8) Masa Lansia Akhir : 56-65 tahun

9) Masa Manula : 66-sampai atas

e. Skala Ukur : Interval

2. Jenis Kelamin

a. Definisi : Perbedaan antara laki-laki dengan perempuan

secara biologis sejak seseorang lahir

b. Cara Ukur : Observasi dan Rekam medis pasien Tonsilitis

c. Alat Ukur : Data Rekam medis

d. Hasil Ukur :

1) Laki-laki

2) Perempuan

e. Skala Ukur : Nominal

25
3. Ukuran Tonsil

a. Definisi : Ukuran tonsil yang dimiliki oleh pasien.

b. Cara Ukur : Observasi dan Rekam medis pasien Tonsilitis

c. Alat Ukur : Data Rekam medis

d. Hasil Ukur :

1) T1

2) T2

3) T3

4) T4

e. Skala Ukur : Ordinal

4. Klasifikasi

a. Definisi : Mengelompokkan sesuatu berdasarkan ciri-ciri

persamaan dan perbedaan

b. Cara Ukur : Observasi rekam medis pasien Tonsilitis

c. Alat Ukur : Data Rekam Medis

d. Hasil Ukur :

1) Tonsilitis Akut

2) Tonsilitis Kronik

e. Skala Ukur : Nominal

26
5. Penatalaksanaan

a. Definisi : Pengobatan atau terapi yang diberikan kepada

penderita untuk mengobati keluhan yang dialami penderita.

b. Cara ukur : Observasi rekam medis pasien Tonsilitis

c. Alat ukur : Data rekam medis

d. Hasil Ukur :

1) Medikamentosa

2) Operatif

e. Skala Ukur : Nominal

27
4.6 Alur Penelitian

Pembuatan Proposal

Pembuatan Surat Izin

Skrinning Data Rekam Medis

Memilih Sampel dengan cara simple random sampling

Mengolah dan menganalisa data dari hasil penelitian

Menyajikan data hasil penelitian

Menarik kesimpulan

4.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

4.7.1. Teknik Pengolahan Data


1. Editing
Kegiatan untuk mengecek/ memastikan formulir isian/ data
yang telat didapat sudah lengkap atau belum.

2. Coding

28
Kegiatan merubah data yang berbentuk huruf menjadi
angka/bilangan. Data yang telah dikumpulkan diberikan kode
dengan menggunakan angka terhadap semua jawaban yang telah
didapat untuk memudahkan dalam pengolahan dan analisis data.

3. Processing
Kegiatan yang dilakukan setelah melakukan coding adalah
memproses data agar dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan
dengan meng-entry data yang telah terisi secara lengkap ke program
komputer lalu diproses.

4. Cleaning
Kegiatan mengecek/memastikan kembali data yang telah
dimasukkan masih terdapat kesalahan atau tidak. Jika masih ada data
yang salah setelah meng-entry data ke komputer, maka segera
perbaiki sesuai dengan data yang sebenarnya.

4.7.2 Analisis Data


Analisa ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-

masing variabel yang akan diteliti. Semua data yang dianalisis dalam

penelitian ini merupakan data kategorik sehingga dapat melihat distribusi

frekuensi variabel yang akan diteliti kemudian disajikan dalam bentuk tabel.

4.8 Etika Penelitian

1. Persetujuan etik dari Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah.

2. Persetujuan dari RSI Siti Rahmah Padang.

3. Data hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

29
4. Biaya yang digunakan selama penelitian merupakan tanggung jawab dari

peneliti

5. Peneliti menjunjung tinggi privasi responden pada data rekam medis dengan

menjaga kerahasiaan dari informasi yang didapatkan selama penelitian.

30
DAFTAR PUSTAKA

X1. Tanjung FF, Imanto M. Indikasi Tonsilektomi pada Laki ‐ Laki Usia 19 Tahun
dengan Tonsilitis Kronis. Unila. 2016;5:4-7.
http://repository.lppm.unila.ac.id/2126/1/Fariz-Acc-Kirim_UDA-DI-EDIT.pdf.
2. Likuayang PGL, Pelealu OCP, Mengko SK. Kesehatan Tenggorok pada Siswa
Sekolah Dasar Inpres Kema 3 Kabupaten Minahasa Utara. Univ Sam
Ratulangi Manad. 2018. https://docplayer.info/80436804-Kesehatan-
tenggorok-pada-siswa-sekolah-dasar-inpres-kema-3-kabupaten-minahasa-
utara.html.
3. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran. 4th
ed. (Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA, eds.). Jakarta: Media
Aesculapius; 2014.
4. Shalihat AO, Novialdi, Irawati L. Hubungan Umur, Jenis Kelamin dan
Perlakuan Penatalaksanaan dengan Ukuran Tonsil pada Penderita Tonsilitis
Kronis di Bagian THT-KL RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2013. FK
Unand. 2013;4(3):786-794.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/365.
5. Palandeng ACT, Tumbel REC, Dehoop J. Penderita Tonsilitis di Poliklinik
THT-KL BLU RSUP PROF. DR. R. D. Kandou Manado Januari 2010-
Desember 2012. e-CliniC. 2014;2(2):2-6.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/5424.
6. Arsyad F., Wahyuni S, Ipa A. Hubungan Antara Pengetahuan dan Pola Makan
dengan Kejadian Tonsilitis pada Anak Usia Sekolah Dasar di wilayah Kerja
Puskesmas Minasatene Kab. Pangkep. J Kesehat. 2013;2:2001-2003.
http://ejournal.stikesnh.ac.id/index.php/jikd/article/view/370/256.
7. Nadhilla NF, Sari MI. Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut pada Pasien
Dewasa. Unila. 2016;5:107-112. http://docplayer.info/42136537-Tonsilitis-
kronik-eksaserbasi-akut-pada-pasien-dewasa-a-29-year-old-man-with-acute-
exacerbation-of-chronic-tonsilitis.html.
8. Wahyuni S. Hubungan Usia, Konsumsi Makan dan Hygiene Mulut dengan
Gejala Tonsilitis pada Anak di SDN 005 Sungai Pinang Kecamatan Sungai
Pinang Samarinda. UMKT. 2017.
9. Ramadhan F, Sahrudin, Ibrahim K. Analisis Faktor Risiko Kejadian Tonsilitis
Kronis Pada Anak Usia 5-11 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu
Kota Kendari tahun 2017. J Ilm Mhs Kesehat Masy. 2017;2(6):1-10.

31
https://www.neliti.com/id/publications/198127/analisis-faktor-risiko-kejadian-
tonsilitis-kronis-pada-anak-usia-5-11-tahun-di-w.
10. Soraya AAD. Hubungan Antara Tonsilitis Kronik dengan Penurunan Kualitas
Hidup di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. FK Unsemar. 2012.
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/23635/Hubungan-antara-tonsilitis-
kronik-dengan-penurunan-kualitas-hidup-di-rsud-dr-Moewardi-surakarta.
11. Sari LT. Faktor pencetus tonsilitis pada anak usia 5-6 tahun di wilayah kerja
Puskesmas Bayat Kabupaten Klaten. UMS. 2014.
http://eprints.ums.ac.id/32153/14/NASKAH PUBLIKASI.pdf.
12. Price SA. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta:
EGC; 2006.
13. Prasetya Lanang SM, Rizal A, Ramatryana Apraz IN. Simulasi Deteksi
Tonsilitis Mengunakan Pengolahan Citra Digital Berdasarkan Warna dan
Luasan pada Tonsil. Jnteti. 2015;4(1):45-49. doi:10.22146/jnteti.v4i1.137
14. Sundariyati IGAH. Tonsilitis Kronis Eksaserbasi Akut. Fak Kedokt Univ
Udayana. 2017.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/ce84a52f23a3735f4ce7
b202a8877d93.pdf.
15. Shah UK. Tonsillitis and Peritonsillar Abscess. In: Tewfik TL, ed. Medscape;
2018. https://emedicine.medscape.com/article/871977-overview#showall.
16. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Keenam. (Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin
J, Restuti RD, eds.). Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011.
17. Kumar S. Fundamentals of Ear, Nose & Throat Disease and Head-Neck
Surgery. The New Book Stall; 1996.
18. Higler AB. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Keenam. (Higler AB, ed.).
Jakarta: EGC; 1997.
19. Nagel P, Gurkov R. Dasar - Dasar Ilmu THT. Jakarta: EGC; 2012.
20. Amalia N. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2009. Fak Kedokt Univ Sumatera Utara. 2009:1-14.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/27640/Chapter II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y.
21. Anand B. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis Di Rsup Haji Adam Malik
Pada Tahun 2014. FK USU. 2014:5-22.

32
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/56151/Chapter II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y.
22. Mita DN, Novitasari A, M WB. Analisis Faktor Risiko Tonsilitis Kronik.
Unimus. 2016:2-3. http://repository.unimus.ac.id/311/1/ABSTRAK.pdf.
23. Wax MK. Primary Care Otolaryngology. American Academy of
Otolaryngology-Head and Neck Surgery Foundation; 2011.
24. Lucente FE, Har-El G. Ilmu THT Essensial. Jakarta: EGC; 2011.
25. Ludman H, Bradley PJ. ABC Telinga, Hidung Dan Tenggorok. Edisi 5.
Jakarta: EGC; 2012.

33

Anda mungkin juga menyukai