DISUSUN OLEH :
SYAFI’I
Batam, 2020
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................4
A. Pengertian Aqidah...........................................................................................4
B. Sumber-Sumber Aqidah.................................................................................6
C. Sebab-sebab Penyimpangan Aqidah..............................................................7
D. Macam-macam Penyimpangan Aqidah........................................................10
E. Bentuk-bentuk PenyimpanganAqidah Islam di Tanjung Balai Karimun.....18
F. Cara Mengatasi Penyimpangan Aqidah........................................................20
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Nilai suatu ilmu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar
nilai manfaatnya, semakin penting ilmu tersebut untuk dipelajari. Ilmu yang
paling utama adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang
Pencipta. Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT adalah orang yang
bodoh, karena tidak ada orang yang lebih bodoh dari pada orang yang tidak
mengenal penciptanya.
Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap-
lengkapnya bentuk dibanding dengan makhluk/ciptaan yang lain. Kemudian
Allah bimbing mereka dengan mengutus para Rasul-Nya (menurut hadits yang
disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para Nabi sebanyak 124.000 orang,
namun jumlah yang sebenarnya hanya Allah saja yang mengetahuinya),
semuanya menyerukan kepada tauhid (diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam At
Tarikhul Kabir 5/447 dan Ahmad dalam Al Musnad 5/178-179). Sementara
dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313
(diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Maurid 2085 dan Ath-Thabrani
dalam Al Mu’jamul Kabir 8/139) agar mereka berjalan sesuai dengan
kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul. Orang
yang menerima disebut mukmin, orang yang menolaknya disebut kafir serta
orang yang ragu-ragu disebut munafik yang merupakan bagian dari kekafiran.
Begitu pentingnya aqidah ini, sehingga Nabi Muhammad Saw, penutup
para Nabi dan Rasul membimbing umatnya selama 13 tahun ketika berada di
Makkah dengan menekankan masalah aqidah ini, karena aqidah adalah
landasan semua tindakan, bahkan merupakan landasan bangunan Islam. Oleh
karena itu, maka para dai dan para pelurus agama dalam setiap masa selalu
memulai dakwah mereka dengan tauhid dan pelurusan aqidah sebelum mereka
mengajak kepada perintah-perintah agama yang lain. Bahkan para Nabi dan
Rasul sebelum Rasulullah juga menyerukan hal yang sama dalam dakwah-
1
dakwah mereka kepada umatnya. Hal ini seperti firman Allah dalam Al Quran
surat An Nahl ayat 36
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut1 itu’,…”
(QS. An Nahl: 36)
Dan surat Al A'raaf ayat 59, 65, 73 dan 85 “Wahai kaumku sembahlah
Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya.” (QS. Al A'raaf: 59, 65,
73, 85)
Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. ‘Aqd berarti juga
janji, ikatan (kesepakatan) antara dua orang yang mengadakan perjanjian.
Aqidah secara definisi adalah suatu keyakinan yang mengikat hati manusia
dari segala keraguan. Aqidah dalam istilah umum yaitu keimanan yang
mantap dan hukum yang tegas, yang tidak dicampur keragu- raguan terhadap
orang yang mengimaninya. Ini adalah aqidah secara umum, tanpa memandang
aqidah tersebut benar atau salah. Aqidah secara terminology adalah sesuatu
yang mengharuskan hati membenarkannya, membuat jiwa tenang, dan
menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan. Aqidah
menurut syara’ berarti iman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-
Nya, para Rasul-Nya dan kepada Hari Akhir, serta kepada qadar dan qadha,
baik takdir yang baik maupun yang buruk.
Aqidah tersebut dalam tubuh manusia ibarat kepalanya. Maka apabila
suatu umat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitasi adalah aqidahnya
terlebih dahulu. Di sinilah pentingnya aqidah ini, apalagi ini menyangkut
kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akhirat. Aqidah merupakan kunci kita
menuju surga. Aqidah juga menjadi dasar dari seluruh hukum-hukum agama
yang berada di atasnya. Aqidah Islam adalah tauhid, yaitu mengesakan Tuhan
yang diungkapkan dalam syahadat pertama. Sebagai dasar, tauhid memiliki
implikasi terhadap seluruh aspek kehidupan keagamaan seorang Muslim, baik
ideologi, politik, sosial, budaya, pendidikan dan sebagainya.
Aqidah sebagai dasar utama ajaran Islam bersumber pada Al Quran dan
sunnah Rasul. Aqidah Islam mengikat seorang Muslim sehingga ia terikat
2
dengan segala aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu, menjadi
seorang Muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang
diatur dalam ajaran Islam, seluruh hidupnya didasarkan kepada ajaran Islam.
Hal ini seperti yang tersebut dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 208, yang
berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam
keseluruhannya dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan.
Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aqidah
Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. Kalimat “Saya ber-
i’tiqad begini” maksudnya: saya mengikat hati terhadap hal tersebut.
Aqidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan “Dia
mempunyai aqidah yang benar” berarti aqidahnya bebas dari keraguan.Aqidah
merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada
sesuatu.
4
Ta’ala: “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia
mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Al-
Kahfi: 110)
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi)
yang sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan
hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.”
(Az-Zumar: 65)
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-
Nya.Ingatlah, hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih (dari syirik).”
(Az-Zumar: 2-3)
Ayat-ayat di atas dan yang senada, yang jumlahnya banyak, menunjukkan
bahwa segala amal tidak diterima jika tidak bersih dari syirik. Karena itulah
perhatian Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam yang pertama kali adalah pelu-
rusan aqidah. Dan hal pertama yang didakwahkan para rasul kepada umatnya
adalah menyembah Allah semata dan meninggalkan segala yang dituhankan
selain Dia.
Sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta’ala: “Dan sesungguhnya
Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu’, …” (An-Nahl: 36)
Dan setiap rasul selalu mengucapkan pada awal dakwahnya: “Wahai
kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada tuhan bagimu selainNya.” (Al-
A’raf: 59, 65, 73, 85)
Pernyataan tersebut diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu’aib dan
seluruh rasul. Selama 13 tahun di Makkah -sesudah bi’tsah- Nabi Shallallaahu
alaihi wa Salam mengajak manusia kepada tauhid dan pelurusan aqidah,
karena hal itu merupakan landasan bangunan Islam. Para da’i dan para pelurus
agama dalam setiap masa telah mengikuti jejak para rasul dalam berdakwah.
Sehingga mereka memulai dengan dakwah kepada tauhid dan pelurusan
aqidah, setelah itu mereka mengajak kepada seluruh perintah agama yang lain.
5
B. Sunber – Sumber Aqidah
Aqidah adalah tauqifiyah. Artinya, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan
dalil syar’i, tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena
itulah sumber-sumbernya terbatas kepada apa yang ada di dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah. Sebab tidak seorang pun yang lebih mengetahui tentang
Allah, tentang apa-apa yang wajib bagiNya dan apa yang harus disucikan
dariNya melainkan Allah sendiri. Dan tidak seorang pun sesudah Allah yang
lebih mengetahui tentang Allah selain Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Salam.
Oleh karena itu manhaj Salafus Shalih dan para pengikutnya dalam
mengambil aqidah terbatas pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka segala apa
yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang hak Allah mereka
mengimaninya, meyakininya dan mengamalkannya. Sedangkan apa yang tidak
ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah mereka menolak dan
menafikannya dari Allah. Karena itu tidak ada pertentangan di antara mereka
di dalam i’tiqad.Bahkan aqidah mereka adalah satu dan jama’ah mereka juga
satu.
Karena Allah sudah menjamin orang yang berpegang teguh dengan Al-
Qur’an dan Sunnah RasulNya dengan kesatuan kata, kebenaran aqidah dan
kesatuan manhaj. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman: “Dan berpeganglah
kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai, …” (Ali Imran: 103)
“Maka jika datang kepadamu petunjuk daripadaKu, lalu barangsiapa yang
mengikut petunjukKu, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (Thaha: 123)
Karena itulah mereka dinamakan firqah najiyah (golongan yang selamat).
Sebab Rasulullah telah bersaksi bahwa merekalah yang selamat, ketika
memberitahukan bahwa umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan yang
kesemuanya di Neraka, kecuali satu golongan. Ketika ditanya tentang yang
6
satu itu, beliau menjawab: “Mereka adalah orang yang berada di atas ajaran
yang sama dengan ajaranku pada hari ini, dan para sahabatku.” (HR. Ahmad)
Kebenaran sabda baginda Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam tersebut
telah terbukti ketika sebagian manusia membangun aqidahnya di atas landasan
selain Kitab dan Sunnah, yaitu di atas landasan ilmu kalam dan kaidah-kaidah
manthiq yang diwarisi dari filsafat Yunani dan Romawi maka terjadilah
penyimpangan dan perpecahan dalam aqidah yang mengakibatkan pecahnya
umat dan retaknya masyarakat Islam.
7
berulang-ulang bersama Daud’, dan Kami telah melunakkan besi untuknya,
(yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan
kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu
kerjakan.” (Saba’: 10-11)
Maka kekuatan aqidah tidak boleh dipisahkan dari kekuatan madiyah
(materi). Jika hal itu dilakukan dengan menyeleweng kepada aqidah batil,
maka kekuatan materi akan berubah menjadi sarana penghancur dan alat
perusak, seperti yang terjadi di negara-negara kafir yang memiliki materi,
tetapi tidak memiliki aqidah shahihah.
Sebab-sebab penyimpangan dari aqidah shahihah yang harus kita ketahui
yaitu:
1. Kebodohan terhadap aqidah shahihah, karena tidak mau (enggan)
mempelajari dan mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian
terhadapnya. Sehingga tumbuh suatu generasi yang tidak mengenal aqidah
shahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau kebalikannya.Akibatnya,
mereka meyakini yang haq sebagai sesuatu yang batil dan yang batil
dianggap sebagai yang haq. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh
Umar Radhiallaahu anhu : “Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar
satu demi satu, manakala di dalam Islam terdapat orang yang tumbuh
tanpa mengenal kejahiliyahan.”
2. Ta’ashshub (fanatik) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek
moyangnya, sekali pun hal itu batil, dan mencampakkan apa yang
menyalahinya, sekali pun hal itu benar. Sebagaimana yang difirmankan
Allah Subhannahu wa Ta’ala: “Dan apabila dikatakan kepada mereka:
“Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah” mereka menjawab: “(Tidak),
tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan)
nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun
nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak
mendapat petunjuk?” (Al-Baqarah: 170)
3. Taqlid buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah
tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh
8
kebenarannya. Sebagaimana yang terjadi pada golongan-golongan seperti
Mu’tazilah, Jahmiyah dan lainnya. Mereka bertaqlid kepada orang-orang
sebelum mereka dari para imam sesat, sehingga mereka juga sesat, jauh
dari aqidah shahihah.
4. Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih,
serta mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya, sehingga
meyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali
oleh Allah, baik berupa mendatangkan kemanfaatan maupun menolak
kemudharatan.Juga menjadikan para wali itu sebagai perantara antara
Allah dan makhlukNya, sehingga sampai pada tingkat penyembahan para
wali tersebut dan bukan menyembah Allah. Mereka bertaqarrub kepada
kuburan para wali itu dengan hewan qurban, nadzar, do’a, istighatsah dan
meminta pertolongan.Sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Nuh
Alaihissalam terhadap orang-orang shalih ketika mereka berkata: “Jangan
sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan
jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan
jangan pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.” [1] (Nuh: 23)Dan
demikianlah yang terjadi pada pengagung-pengagung kuburan di berbagai
negeri sekarang ini.
5. Ghaflah (lalai) terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di
jagat raya ini (ayat-ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang
dalam KitabNya (ayat-ayat Qur’aniyah). Di samping itu, juga terbuai
dengan hasil-hasil teknologi dan kebudayaan, sampai-sampai mengira
bahwa itu semua adalah hasil kreasi manusia semata, sehingga mereka
mengagung-agungkan manusia serta menisbatkan seluruh kemajuan ini
kepada jerih payah dan penemuan manusia semata.Sebagaimana
kesombongan Qarun yang mengatakan: “Sesungguhnya aku hanya diberi
harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” (Al-Qashash: 78)Dan
sebagaimana perkataan orang lain yang juga sombong: “Ini adalah hakku
…” (Fushshilat: 50)”Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena
kepintaranku”. (Az-Zumar: 49)Mereka tidak berpikir dan tidak pula
9
melihat keagungan Tuhan yang telah menciptakan alam ini dan yang telah
menimbun berbagai macam keistimewaan di dalamnya. Juga yang telah
menciptakan manusia lengkap dengan bekal keahlian dan kemampuan
guna menemukan keistimewaan-keistimewaan alam serta
mengfungsikannya demi kepentingan manusia.
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat
itu”. (Ash-Shaffat: 96)
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan
segala sesuatu yang diciptakan Allah, …” (Al-A’raf: 185)
“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air
hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu
berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu, dan Dia telah
menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan
kehendakNya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.
Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus
menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam
dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari
segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung
nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.” (Ibrahim: 32-34)
10
Beribadahlah kepada Allah dan jangan-lah kalian mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu apa pun… (an-Nisaa’: 36)
Dengan prinsip ini, mereka selamat dari kekafiran atheisme yang tidak
bertuhan dan selamat pula dari paganisme yang bertuhan banyak.
Mereka, para ulama ash-habul hadits (ahlus sunnah) tidak berani berbicara
tentang sifat-sifat Allah kecuali apa yang telah dikatakan oleh Allah dalam
al-Qur’an dan apa-apa yang telah dijelaskan oleh Rasulullah صلى هللا عليه
وسلمdalam hadits-hadits yang shahih. Mereka tidak berani pula menarik
maknanya kepada makna lain selain apa yang terdapat pada teks-nya.
Karena masalah sifat-sifat Allah adalah ghaib, tidak ada seorang pun yang
dapat menebak-nebak atau memikirkan dzat Allah.
. َونssُانُوا يَ ْع َملssا َكssيُجْ زَ وْ نَ َمs َمائِ ِه َسs ُدونَ فِي أَ ْسsا َو َذرُوا الَّ ِذينَ ي ُْل ِحssَا ْدعُوهُ بِهssَنَى فsُس
ْ َما ُء ْالحsَوهَّلِل ِ ْاألَ ْس
)180 :(األعراف
11
Mereka, para pengikut salafus shalih, tidak beribadah kepada Allah kecuali
dengan cara yang diajarkan oleh Rasulullah لمssه وسssلى هللا عليss( صsunnah).
Mereka tidak berani merubah-rubah, mengganti, mengurangi atau
menambahi dari hasil pemikirannya sendiri. Sebagaimana para rasul
memerintahkan kepada kaumnya:
12
(رواه. ُ وْ ضsي ْال َح ِ sَا َحتَّى يssَ ِكتَابُ هللاِ َو ُسنَّتِي َولَ ْن يَتَفَ َّرقs:ضلُّوا بَ ْع َدهُ َما
َّ َردَا َعلs ُ تَ َر ْك
ِ َت فِ ْي ُك ْم َش ْيئَ ْي ِن لَ ْن ت
) وصححه األلباني،الحاكم عن أبي هريرة
Aku tinggalkan kepada kalian dua per-kara yang kalian tidak akan tersesat
se-telah berpegang dengan keduanya, yai-tu kitabullah dan sunnahku. Dan
kedua-nya tidak akan terpisah hingga menemuiku di telaga Haud. (HR.
Hakim; Syaikh al-Albani menshahihkanya dalam Shahih Jami’us Shaghir)
Mereka mengetahui bahwa generasi terbaik umat ini adalah para shahabat
nabi. Maka mereka meyakini bahwa para shahabat lebih memahami al-
Qur’an dan sunnah. Sehingga dalam memahami, menyimpulkan dan
menerapkan al-Qur’an dan sunnah, mereka melihat ucapan-ucapan para
shahabat dan keterangan-keterangan dari mereka, karena yang akan
mendapatkan keridhaan dari Allah adalah para shahabat Muhajirin dan
Anshar, dan orang-orang yang mengikuti mereka.
13
Ahlus sunnah menganggap bahwa para shahabat adalah generasi yang
terbaik dan semuanya merupakan rawi-rawi yang adil dan jujur, sehingga
mereka menerima riwayat-riwayat haditsnya. Bagi mereka kesepakatan
para shahabat merupakan dalil (hujjah) setelah al-Qur’an dan sunnah.
Karena Rasulullah صلى هللا عليه وسلمmenyatakan bahwa umatku tidak akan
sepakat atas kesesatan.
Sebagaimana disebutkan dalam atsar dari Ibnu Mas’ud رضي هللا عنه, beliau
berkata: “Sesungguhnya Allah melihat para hamba dan mendapati hati
Muhammad صلى هللا عليه وسلمsebaik-baik hati para hamba, maka ia jadikan
untuk diri-Nya dan diutus sebagai rasul-Nya. Kemudian Allah melihat
hati-hati para hamba dan melihat hati-hati para shahabat adalah sebaik-
baik hati para hamba, maka Allah jadikan sebagai pendukung-
pendukungnya, pembela-pembela-Nya dan berperang di atas agamanya.
Maka apa yang dilihat oleh kaum muslimin itu sebagai kebaikan, maka di
sisi Allah hal itu baik. Sebaliknya apa yang dilihat oleh mereka sebagai
kejelekan, maka di sisi Allah hal itu merupakan kejelekan. (Atsar Hasan
Mauquf; diriwayatkan oleh Thayalisi, Ahmad dan Hakim menshahihkan
dan disepakati oleh adz-Dzahabi; Demikian komentar Syaikh al-Albani
dalam Takhrij Syarh Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 470)
14
pembawa ilmu dan rantai rawi yang pertama yang menjembatani
Rasulullah صلى هللا عليه وسلمdengan generasi-generasi setelahnya.
Dalam sebuah hadits yang mutawatir, Rasulullah صلى هللا عليه وسلمbersabda:
ْ
ِ َّي ُمتَ َع ِّمدًا فَ ْليَتَبَوَّأ َم ْق َع َدهُ ِمنَ الن
) (متفق عليه.ار َّ َب َعل
َ َم ْن َك َذ
15
Adapun jihad bermakna perang menumpahkan darah musuh merupakan
ibadah yang dilakukan secara berjama’ah yang tidak bisa dilakukan
kecuali ber-sama seorang penguasa (imam).Dan yang diperangi adalah
orang-orang kafir harbi. Namun bukan menunggu munculnya imam
tertentu seperti Syi’ah Rafidhah, tapi dengan penguasa muslim yang ada
sekarang.
Dengan prinsip mereka ini, kaum muslimin selamat dari fitnah dan
kekacauan. Kalau saja dibiarkan setiap muslim “berperang” sendiri-
sendiri, membunuh orang-orang kafir di mana pun dia temui, maka akan
terbunuh orang kafir yang tidak layak dibunuh (perempuan, anak-anak,
kafir dzimni, dan kafir mu’ahad) bahkan bisa jadi akan membunuh orang-
orang muslim yang dianggap kafir. Maka yang terjadi adalah kekacauan
dan pertumpahan darah sesama kaum mus-limin.
Para ulama ahlus sunnah sejak zaman salafus shalih sampai hari ini
meyakini bahwa iman bisa bertambah dan bisa berkurang bahkan bisa
hilang sama sekali. Iman dapat bertambah dengan ketaatan dan berkurang
dengan kemak-siatan.
16
10. Dalam Masalah Politik
Mereka para ulama ahlus sunnah tidak mengenal sistem demokrasi dan
suara terbanyak karena mereka meyakini dari al-Qur’an dan sunnah bahwa
ahlul hak itu sedikit dan kebanyakan manusia adalah orang-orang fasik.
ُ ونَ إِالَّ الظَّ َّن َوإِ ْن هُ ْم إِالَّ يَ ْخرssيل هَّللا ِ إِ ْن يَتَّبِ ُع
. َونsُص َ لُّوsُض
ِ ِبsك ع َْن َس ِ ْ َر َم ْن فِي ْاألَرsََوإِ ْن تُ ِط ْع أَ ْكث
ِ ضي
)116 :(األنعام
Dan jika kalian menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini,
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain
hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah
berdusta (terhadap Allah). (al-An’aam: 116)
Namun mereka tetap menjaga ma-syarakat kaum muslimin agar tetap ber-
satu dalam satu pimpinan (penguasa) selama dia masih muslim.
Dengan sikap mereka yang demikian maka umat Islam akan selamat dari
pertumpahan darah sesama mereka. Karena jika kedhaliman penguasa
muslim diatasi dengan memeranginya secara fisik, niscaya yang akan
terjadi adalah perang saudara sesama muslimin.
17
E. Bentuk-Bentuk Penyimpangan Aqidah Islam Di Tanjung Balai Karimun
a. Berobat ke dukun
b. Sesajen
18
makanannya, sehingga makanan akan menjadi hambar atau tanpa rasa dan
sesajen tidak boleh dimakan oleh manusia.
d. Pelindung rumah
19
e. Hari naas
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aqidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan “Dia
mempunyai aqidah yang benar” berarti aqidahnya bebas dari
keraguan.Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan
pembenarannya kepada sesuatu.
Nabi Muhammad Saw, penutup para Nabi dan Rasul membimbing umatnya
selama 13 tahun ketika berada di Makkah dengan menekankan masalah
aqidah ini, karena aqidah adalah landasan semua tindakan, bahkan merupakan
landasan bangunan Islam. Oleh karena itu, maka para dai dan para pelurus
agama dalam setiap masa selalu memulai dakwah mereka dengan tauhid dan
pelurusan aqidah sebelum mereka mengajak kepada perintah-perintah agama
yang lain.
Aqidah tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar’i, tidak ada medan
ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena itulah sumber-sumbernya
terbatas kepada apa yang ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
21
B. Saran
Agar kita tidak penyimpangan dari Aqidah yang ada maka kita harus :
1. Kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Salam untuk mengambil aqidah shahihah.
2. Memberi perhatian pada pengajaran aqidah shahihah, aqidah salaf, di
berbagai jenjang pendidikan.
3. Menyebar para da’i yang meluruskan aqidah umat Islam dengan
mengajarkan aqidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh aqidah
batil.
22
DAFTAR PUSTAKA
https://asysyariah.com/penyimpangan-akidah-disekitar-kita/
https://masjidrayaalfalah.or.id/penyimpangan-aqidah-dan-cara-cara-
penanggulangannya/
https://www.trigonalmedia.com/2018/11/penyimpangan-penyimpangan-
akidah.html
23