Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
Sayyid Idrus bin Salim Al Jufri? Guru tua? Siapakah beliau? Nama tersebut tak asing
lagi kedengarannya di telinga  masyarakat Lembah Palu dan  sekitarnya — sudah sangat
populer — terutama dikalangan  To-Dea dan kaum Clercs.

Segenap pencinta memberinya gelar kehormatan dengan sebutan Al ’Alimul ’Allamah Al


Bahrul Fahhamarrabbany           Al Mujahid Al Maghfuur-lahu. Itulah  gelar Honoris Causa,  
lambang kehormatan yang disandangnya sebagai seorang     Ulama — Waratsatul Anbiya’
— yang berjuang tanpa pamrih, guna menegakkan Kalimatullah Hiyal-ulyaa

Sang Guru  telah mengambil peran dalam zamannya; tampil mengibarkan panji-panji
akal budi dan ilmu pengetahuan, tampil berbuat apa yang menurutnya terbaik bagi umat,
masyarakat, agama dan bangsa.

Last but not least, bahwa kehadiran Guru Tua sebagai penyambung tugas ke-Nabi-an,
yang senantiasa menyampaikan Risalah Tuhan, mengabdikan seluruh hayatnya untuk
mendidik umat, memberantas kejahilan, keberhalaan, kebodohan dan keterbelakangan.
BAB II
PEMBAHASAN
Taris, sebuah distrik sederhana yang berada ± 5 Km., dari Kota Seiyun di Lembah
Hadramaut, terletak di pantai lautan India dekat Yaman Arabia Selatan.

Di negeri ini pada hari Senin tanggal 14 bulan Sya’ban tahun 1309 Hijriah, sekitar
tanggal 14 Maret 1892 Miladiah dilahirkan seorang putra yang oleh  kedua orang tuanya di
beri nama Sayyid Idrus Bin Salim.

Julukan Sayyid yang mengawali namanya sebagai pertanda bahwa ia termasuk


keturunan bangsawan. Julukan ini seringkali dijumpai dalam masyarakat Arab, biasanya
digunakan oleh mereka yang tergolong kerabat keluarga besar yang di kenal dengan Ahlul
Bait.

Memang, dalam kebiasaan masyarakat Arab, julukan Sayyid umumnya digunakan oleh
keturunan Husain Bin Ali Bin Abi Thalib. Sedangkan keturunan Hasan, anak sulung sang
Khalifah Khalifaturrasul yang ke-4 itu kebanyakan menggunakan julukan Syarif. Baik Sayyid
ataupun Syarif semuanya keturunan Ali Bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah

Di tanah Hadramaut yang di sebut Sayyid atau Syarif adalah para pejabat keagamaan,
juga golongan bangsawan yang ikut serta melaksanakan Administrasi Kerajaan.  Dus,
Sayyid Idrus Bin Salim Al Jufri memang ahli waris utama  julukan ini, sebab ia seorang putra
aristokrat yang menjadi pejabat keagamaan pula.
Silsilah keturunannya sambung menyambung sampai kepada Rasulullah Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, seorang Nabi dan Rasul dari rumpun suku Quraisy yang
masyhur, meskipun bukan dari salah satu warga Kerajaan yang dominan.

Jalinan silisilah dengan Muhammad Rasul Allah melalui Fathimah Az-Zahrah—Ali Bin
Abi Thalib, Husain dan putranya, Ali Zainal Abidin. Sementara Ali Zainal Abidin itu sendiri
adalah seorang putra tunggal dari pasangan ideal Husain Bin Ali Bin Abi Thalib dengan
Syahzanan putri Yazdajird — Raja Persia.

Boleh jadi Tuhan sudah menakdirkan Ali Zainal Abidin yang bergelar As Sajjad ini
menjadi penerus tali keturunan Fathimah Binti Muhammad guna melanjutkan generasi
Al Ithrah.

Sayyid Ahmad Bin Muhammad Bin Saqqaf Al Jufri dalam bukunya Tarjamatul Jad Salim
Bin Alwy (Gersik-Indonesia) menulis bahwa “Sayyid Salim Bin Alwy Al Jufri ayah   kandung
Sayyid Idrus, mengakhiri masa jejakanya dalam   usia 18 tahun, dengan mempersunting
seorang putri muliawan bernama Fathum Binti Muhammad Bin Ahmad Al Jufri        (th. 1284
H). Ummi Fathum inilah yang merupakan ibunda dari anak sulungnya yang bernama Sayyid
Abdul Qadir”.

Kemudian Sayyid Salim menikah lagi. Dari hasil pernikahannya ini lahirlah anak yang
bernama Syech dan ….. Sesudah itu, menikah dengan seorang gadis rupawan, Syarifah
Nour. Seorang perempuan blasteran Arab-Bugis, yang menurut khabarnya masih kerabat
dekat dengan Arung Matoa (Raja yang dituakan) di Wajo-Sengkang, Sulawesi Selatan.

Pernikahannya dengan Syarifah Nour mendapatkan enam orang anak, putra dan putri.
Keenam orang anak itu ada yang menjadi kakak dan ada pula yang menjadi adik dari Sayid
Idrus. Sebab ia dilahirkan sebagai anak ke-dua dari enam orang bersaudara, yang seayah
dan seibu kandung dengannya.

Sayyid Idrus kecil dianugerahi oleh sang pencipta paras wajah dan nalar yang amat
gemilang, sehingga tidaklah heran kalau kecakapannya melebihi kecakapan kanak-kanak
yang sebaya dilingkungannya. Tujuh tahun kemudian, ia sudah mengenal baik lingkungan
sekitarnya. Pergaulannya dengan orang-orang yang mukim disekitar rumah baik dan
ramah.     Ia tahu diri dan berbudi, halus tutur katanya. Mungkin didikan juga dari kedua
orang tuanya. Bahkan terhadap mereka   sekali-kali tiadalah ia meninggikan diri, mengikuti
kebiasaan anak-anak kaum elit bangsanya. Meskipun ia sendiri tahu ketinggian derajatnya
sebagai seorang putra golongan elit bangsa Arab yang berasal dari kalangan Ba’alawy.

Kepekaannya terhadap lingkungan sosial manusia sekitarnya teramat tinggi. Dan konon
khabarnya dalam usia dini, 18 tahun dalam perhitungan kalender, ia sudah hafal Alqur’an
sekaligus faham seluk beluk Asbabun-nuzul-nya. Sudah menurun ke dalam dirinya
kelebihan-kelebihan sang ayahda tercinta dan kakek tersayang.

Ayahnya seorang ulama auteur, penulis buku-buku tentang syari’ah, bahasa dan agama.
Diantaranya ialah ; I’anatul Ikhwan1 Arjauzatu Filfiqh, Nadzmul Ajrumiyah, Hamziyatu Fie-
madhi Khairil-bariyah Shallalahu Alaihi Wasallam dan Syarah Umdah 2 (An Nahrul Mutadaffiq
‘ala umdatilmuhaqqiq).

Sementara sang kakek, bernama Sayyid Alwy, terkenal pula sebagai Religious Chief
yang  bonafid di daerah Yaman dan sekitarnya. Untuk mengenangnya, ia menulis madah
ini ;

A k u  punya leluhur, penghulu di negeri Sana'a


Dalam berbagai disiplin ilmu mereka punya karya ilmiah
Pun di negeri Dimar banyak sekolahan didirikan
Kakekkulah tokoh-tokohnya yang berperan

Beliau adalah Cahaya Rasulullah yang di takdirkan oleh Allah untuk melanjutkan perjuangan
seorang Ulama dari tanah Minang untuk mengajarkan Islam kepada suku Kaili yang berdiam
di Lembah Palu. Sebelumnya sudah ada seoran Ulama yang pertama-tama mengajarkan
Islam kepada masyarakat lembah Palu yaitu Datokaramah ( semoga Rahmat Allah selalu
tercurahkan kepada Beliau ). Namun disini penulis mencoba untuk membahas Guru Tua
saja.
Nama Beliau adalah SAYYID IDRUS BIN SALIM AL-JUFRI lahir pada hari Senin 14 Sya‘ban
tahun 1309 Hijriah/ 14 Maret 1892 Miladiah. Mendengar atau melihat namanya di awali
dengan kata SAYYID menandakan bahwa Beliau adalah seorang bangsawan dari keturunan
dari AHLUL BAIT yaitu keturunan dari Imam Husain bin Ali Bin Abi Thalib yang merupakan
suami dari anak perempuan Nabi Muhammad shallahu alahi wasalam yaitu Fatimah Az-
Zahra ( semoga barakah dan ridha Allah tercurahkan kepadanya dan segenap keturunannya
beriman serta orang-orang yang mengikutinya ).

Di tanah Kaili Beliau lebih akrab di sebutan dengan GUTU TUA karena pada saat itu dalam
madrasah yang di pimpinnya Beliau-lah yang paling tua. Guru Tua yang lahir di kota Taris,
sebuah daerah yang berada ± 5 Km dari kota Seiyun di lembah Hadramaut yang merupakan
wilayah resmi Negara Yaman Arabia Selatan. Tersebut di dalam Kitab Al Kaukabul Alawy
Fie Manaqib Watarjamati Sayyidil Imam Al Bahrul Allamah Alwy Bin Saqqaf Al Jufri karya
historien terkenal Syekh Salim Bin Hamied, bahwa Sayyid Idrus Bin Salim Al Jufri, Sang
Pendidik Agung Alkhairaat, dari garis ayahnya mempunyai silsilah sebagai berikut :

Idrus — Salim — Alwy — Saqqaf — Alwy — Abdullah — Husain — Salim — Idrus —


Muhammad — Abdullah — Alwy — Abu Bakar Al Jufri — Muhammad — Ali — Muhammad
— Ahmad — Alwy — Muhammad — Alwy — Ali—Muhammad—Ali — Muhammad
Alfaqihulmuqaddam — Ubaidillah — Ahmad Al Muhajir — Isa An Naqib — Muhammad An
Naqib — Ali Al-Uraidhy — Ja‘far Ash Shadiq — Muhammad Al Baqir — Ali Zainal Abidin —
Husain — Ali Bin Abi Thalib suami Fatimah Az-Zahra binti RASULULLAH MUHAMMAD
SHALALLAHU ALAIHI WASALAM bin Abdullah —— Abdul Muthalib — Hasyim — ‘Abdul
Manaf — Qushay — Kilab —Murrah — Ka’ab — Luaiy — Ghalib — Fihir — Malik — Nadhar
— Kinanah — Khuzaimah — Mudrikah — Ilyas — Mudhar — Nizar — Ma’ad — Adnan —
‘Addi — ‘Adad — Hamyasa — Salaman — Binta — Sahail — Jamal — Haidar — NABI
ISMAIL — NABI IBRAHIM — Azar — Nahur — Saru’ — Ra’u — Falikh — Abir — Shalikh —
Arfakhshad — Sam — Nabi Nuh — Lamik — Matulsalkh — Nabi Idris — Yarid — Mahla’il —
Qinan — Anwas — Sheth — Nabi Adam Alahi Salam.

Alhamdulillah, masyarakat Lembah Palu sangat bersyukur sekali kepada Allah karena sudah
di beri kesempatan untuk berjodoh dengan Guru Tua sehingga masyarakat Lembah Palu
dapat menimbah ilmu di bawah naungan atap Al-Khairaat yang di bangunya dengan tulus
iklas. Guru Tua tidak seperti para ulama lain yang meninggalkan sebuah kitab sebagai
refrensi bagi para pengikutnya tetapi Guru Tua meninggalkan kitab yang takkan pernah
usang termakan waktu sehingga harus di simpan di lemari berkaca atau di museum hanya
untuk di jadikan pajangan tetapi Guru Tua meninggalkan sebuah kitab yang hidup berupa
Al-Khairaat yang setiap tahun melahirkan murid-murid Guru Tua yang berwawasan luas dan
berwibah.

Allah sudah mentakdirkan sosok Guru Tua untuk menjadi Cahaya di Tanah Kaili karena
Ayah dari Guru Tua dalam pernikahannya yang ketiga mempersunting Syarifah Nour,
seorang perempuan shalehah keturunan Arab-Bugis yang menurut khabar masih kerabat
dekat dengan Arung Matoa ( Raja Yang Dituakan ) di Wajo-Sengkang, Sulawesi Selatan.
Guru Tua adalah anak kedua dari 6 bersaudara dari pernikahan Ayah Beliau dengan
Syarifah Nour.

Dalam usia 18 tahun Guru Tua sudah bisa menghafal 30 Juz segaligus mengetahui dan
memahami seluk beluk Ashabul Nuzul-nya. Hal ini di karenakan Guru Tua berguru dengan
para Ulama Besar sambil belajar secara otodidak. Di antara ulama yang menjadi Guru Guru
Tua adalah sebagai berikut Sayyid Muhsin Bin Alwy As Saqqaf, Abdurrahman Bin Ali Bin
Umar Bin Saqqaf As Saqqaf, Muhammad Bin Ibrahim Balfaqih, Abdullah Bin Husain Shaleh
Al Bahar, Idrus Bin Umar Al Habasy, Abdullah Bin Umar Asy-Syathary, Muhammad Ba‘
Katsir, Sayyid Ahmad Bin Hamid, Syekh Abu Bakar Bin Ahmad Al Bakry, dan
Alhabibul‘arifubillah Ali bin Muhammad Al Habasy. Selain itu Beliau juga pernah belajar di
Makkah selama setengah tahun sehingga dalam perantauannya di Makkah Beliau
memperoleh keterampilan Administrasi/Menegement, Leadership dan kemimpinan serta
ketata negaraan dalam Islam.

Singkat cerita setelah peristiwa Aden Beliau pergi ke Bumi Pertiwi Indonesia pada tahun
1922 Miladiah dan mendarat di Batavia (Jakarta). Dari Jakarta Beliau pergi ke Pekalongan,
disana Beliau berwiraswasta bahkan usaha Beliau sampai ke Jombang. Di daerah ini Beliau
bertemu dengan K.H. Hasyim Asy’ari yang merupakan pimpinan Ponpes Tubeireng. Setelah
di Jombang Beliau hijrah lagi ke Solo untuk membina Madrasah Ar- Rabithatul ‘Alawiyah
yang sekarang sudah menjadi Yayasan Pendidikan Islam Dipenogoro. Kemudian pada tahu
1929 Beliau berziarah ke Manado untuk bertemu dengan saudara yang berlainan Ibu yaitu
Kanda Syech Bin Salim Al-Jufri. Dari sinilah Beliau tertarik dengan daratan Sulawesi karena
menurut cerita kakak Beliau berbisnis di daerah Sulawesi cukup menguntungkan apalagi
keadaan masyarakat sosialnya yang beragama Islam dengan Taat.

Mula-mula Guru Tua datang di desa Vani untuk tujuan Bisnis namun setelah datang disana
Beliau melihat ketaatan masyarakat Vani yang taat terhadap ajaran Islam. Akhirnya Beliau
berhajat untuk mendirikan Madrasah di daerah ini dan masyarakat pun menerima dengan
lapang dada tetapi hajat tersebut tidak kesampaian karena Beliau di tawarkan oleh
masyarakat Lembah Palu untuk mendirikan Madarasah di Lembah Palu. Akhirnya di
putuskan pendirian madrasah di alihkan di Lembah Palu dan keputusan ini pun di restui oleh
kedua belah pihak yaitu Masyarakat Vani dengan Masyarakat yang ada di Lembah Palu.

Pada tanggal 14 Muharram 1349 Hijriyyah atau bertepatan pada tanggal 11 Juli 1930
Miladiah di resmikanlah gedung Al-Khairaat yang pertama. Setelah hampir setahun
pengresmian Madrasah Al-Khairaat, masyarakat Lembah Palu menjodohkan Guru Tua
dengan Hajjah Intje Aminah binti Daeng Suyeti ( Ite ). Dengan adanya Al-Khairaat ini
menyarakat Lembah Palu dapat menyokolahkan anak-anaknya untuk menjadi manusia-
manusia yang lebih baik lagi daropada sebelumnya sehingga Palu menjadi Ka’bah bagi para
penuntut Ilmu di Indonesia bagian Timur sampai saat ini.

Pada tahun 1960 di bangunlah sebuah Masjid yang sekarang menjadi salah satu Masjid
yang bersejarah di Palu yaitu masjid Al-Khairaat. Masjid ini di gunakan para santri maupun
masyarakat setempat untuk beribadah kepada Tuhan, sebuah tempat sejuk dan penuh
dengan ketenangan untuk mengenal siapa yang menyembah dan siapa yang di sembah. Di
belakang masjid ini pula terdapat pusara sang Guru Tua bersama anggota keluarganya
yang terdapat di Palu.

Guru Tua adalah seorang Wali yang sedejarad dengan para Wali yang ada di Pulau Jawa
yang di kenal dengan Wali Songo. Guru Tua dapat mengenal pribadinya sendiri sehingga
beliau pun dapat mengenal Tuhannya dengan pengenalan yang sempurna. Dengan
pengetahuan pengenalan diri kepada Sang Pencipta itulah Beliau mempunyai Karamah
yang merupakan indentitasnya sebagai seorang Wali Allah atas umat Muhammad
Shalallahu Alaihi Wasalam. Karamah adalah sebuah anugerah yang di miliki oleh seorang
Wali yang tidak ada ta’bir antara Wali tersebut dengan Allah Azza Wa Jalla. Karamah ini di
dapatkan karena seseorang yang mengambil apa yang dia kehendaki seperti dia kehendaki
dan dari tempat yang dia kehendaki. Maksudnya adalah cahaya Iman yang di aplikasikan
dalam kehidupan lahir dan bathin seperti seseorang yang ingin mengambil buku di
hadapannya, dia percaya karena Allah Azza Wa Jalla kalau dia bisa mengambil buku
tersebut.

َ ‫أَاَل إِنَّ أَ ْولِ َيا َء هَّللا ِ اَل َخ ْوفٌ َعلَي ِْه ْم َواَل ُه ْم َيحْ َز ُن‬
)62( ‫ون‬

َ ُ‫ِين آَ َم ُنوا َو َكا ُنوا َي َّتق‬


)63( ‫ون‬ َ ‫الَّذ‬

Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu
bertakwa. ( Nabi Yunus/Yunus : 62-63 )

Behold! verily on the friends of Allah there is no fear, nor shall they grieve; Those who
believe and (constantly) guard against evil;- (Jonah/Yünus 62-63 )

Banyak murid-murid Beliau yang meriwayatkan tentang Karamah Guru Tua bahkan
menjadicerita seorang Ibu ketika anaknya bertanya foto siapakah yang terdapat setiap
rumah orang-orang yang ada di lingkungan mereka. Termaksud penulis banyak mendengar
cerita dari Ibu tercinta maupun dari kakek nenek yang pernah menjadi murid Guru Tua baik
itu langsung maupun tidak.
Di antara kisah tentang karamah Guru Tua yang penulis ketahui
adalah tentang Murid Langsung Guru Tua yaitu H. Amin Lasawedi yang pada suatu saat
mereka pergi kesuatu daerah dengan transportasi laut berupa perahu kecil. Di tengah lautan
malam itu angin yang berhembus dengan kencangnya sampai menerbangkan Imamah Guru
Tua, spontan Guru Tua menyuruh H. Amin Lasawedi untuk mengambil Imamah tersebut.
Tanpa pikir panjang H. Amin Lasawedi melompat dari perahu tersebut kedalam laut tetapi
sebuah keajaiban terjadi. Air laut tersebut hanya sebatas di pusar H. Amin Lasawedi
sehingga Beliau tidak terbenam.

Cerita lain terjadi di Ampana pada saat ada sebuah acara penyembutan tamu dari Al-
Khairaat Pusat Palu. Tuan rumah mengira tamu yang datang tidak banyak sehingga tuan
rumah hanya menyediakan makanan sesuai prediksinya tetapi prediksi tersebut malah
meleset sehingga tuan rumah tersebut menjadi risau. Namun Guru Tua langsung
mengetahui dan tanpa di ketahui oleh orang, Guru Tua sudah ada di dapur dan berkata
kepada tuan rumah tersebut “ kalau Komiu1 nanti menyajikan makanan untuk tamu, bacalah
“Bismillah Birahmatika Nastaghitsu “ sebanyak tiga kali sambil berpasrah diri kepada Allah.
Alhasil, makanan yang tadinya kurang malah bertambah banyak sehingga semua tamu
dapat menikmatinya tanpa mengetahui jika sebelumnya tuan rumah sembat Navulesa2.

Setiap yang berjiwa akan merasakan Maut, seperti halnya Guru Tua adalah mahkluk ciptaan
Allah dan harus kembali kepada Allah, begitulah adanya manusia di dunia ini yaitu hidup
untuk kembali kepada Tuhan. Tugas Guru Tua belumlah usai, Guru Tua hanyalah seorang
yang memberi Cahaya kecil di Al-Khairaat ini sehingga tanah Tadulako orang Kaili
mendapat Cahaya Ilahi yang begitu terang. Setelah kepergian Guru Tua, murid-murid Beliau
dan masyarakat Palu yang mencitai Beliaulah yang harus memelihara Cahaya tersebut agar
tetap menjadi Cahaya bagi Palu dan sekitarnya.

Sebelum Maut menjemputnya dengan Senyum Kerinduan, Guru Tua menjalani proses
bercerainya Ruh yang abadi dengan Raga yang hanya sementara ini yaitu dengan sakit
yang menyebabkan Guru Tua hampir delapan bulan tidak bisa makan kecuali hanya dengan
air, itu pun hanya sekedarnya. Tetapi Guru Tua dan orang-orang yang mencintai Beliau
tidak menyerah untuk tetap berusaha dan berdo’a kepada Allah mengharap yang terbaik
untuk Guru Tua. Sampai pada akhirnya Allah memilihi untuk mengambil kekasih-Nya untuk
kembali kepada-Nya. Wafatlah Sang Guru pada hari senin pukul 02:40 WITA tanggal 12
Syawal 1389 Hijriah atau pada tanggal 22 Desember 1969 Miladiah. Terpancarlah Cahaya
dari Wajah Beliau dengan cahaya kedamaian karena tugasnya sebagai seorang Bani Adam
telah usai serta tugasnya dalam memimpin Al-Khairaat ini di serahkan untuk murid-murid
Beliau dan masyarakat yang mencintai Beliau. ( semoga keridhaan Allah selalu tercurahkan
kepada Beliau dan orang-orang yang mencintai Beliau ). Di Palu setiap tanggal 12 Syawal di
adakan Haul Guru Tua yang di hadiri masyarakat Palu dan sekitarnya bahkan ada yang dari
luar tanah Sulawesi.

Al-Khairaat yang Beliau dirikan dengan Keihklasan karena Allah Azza Wa Jalla benar-benar
telah menjadi kiblat bagi para pecandu ilmu, terkabulnya do’a Beliau berkat usaha yang
begitu gigih dan penuh kesabaran. Sampai saat sebelum dan sesudah Beliau Wafat
terdapat banyak cabang-cabang Madrasah Al-Khairaat di pelosok Pulau Sulawesi bahkan
Al-Khairaat mengempakkan sayapnya di luar Pulau Sulawesi.
BAB III
PENUTUP
Sayyid Idrus bin Salim Al Jufri atau Guru tua adalah seorang bangsawan dari keturunan dari
AHLUL BAIT yaitu keturunan dari Imam Husain bin Ali Bin Abi Thalib yang merupakan
suami dari anak perempuan Nabi Muhammad shallahu alahi wasalam yaitu Fatimah Az-
Zahra. Taris, sebuah distrik sederhana yang berada ± 5 Km., dari Kota Seiyun di Lembah
Hadramaut, terletak di pantai lautan India dekat Yaman Arabia Selatan. Di negeri ini pada
hari Senin tanggal 14 bulan Sya’ban tahun 1309 Hijriah, sekitar tanggal 14 Maret 1892
Miladiah. Beliau pergi ke Bumi Pertiwi Indonesia pada tahun 1922 Miladiah dan mendarat di
Batavia (Jakarta). Kemudian pada tahu 1929 Beliau berziarah ke Manado untuk bertemu
dengan saudara yang berlainan Ibu yaitu Kanda Syech Bin Salim Al-Jufri. Beliau tertarik
dengan daratan Sulawesi apalagi keadaan masyarakat sosialnya yang beragama Islam
dengan Taat. Kemudian Guru Tua datang di desa Vani (Palu) yang taat terhadap ajaran
Islam. Pada tanggal 14 Muharram 1349 Hijriyyah atau bertepatan pada tanggal 11 Juli 1930
Miladiah di resmikanlah gedung Al-Khairaat yang pertama. Pada tahun 1960 di bangunlah
sebuah Masjid yang sekarang menjadi salah satu Masjid yang bersejarah di Palu yaitu
masjid Al-Khairaat. Sebelum Maut menjemputnya dengan Senyum Kerinduan, Guru Tua
menjalani proses bercerainya Ruh yang abadi dengan Raga yang hanya sementara ini yaitu
dengan sakit yang menyebabkan Guru Tua hampir delapan bulan tidak bisa makan kecuali
hanya dengan air. Wafatlah Sang Guru pada hari senin pukul 02:40 WITA tanggal 12
Syawal 1389 Hijriah atau pada tanggal 22 Desember 1969 Miladiah
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1.http://isim-hikmah.blogspot.com/2011/09/menegnal-sosok-sayyid-idrus-bin-
salim.html#more

2. http://isim-hikmah.blogspot.com/2012/10/sejarah-guru-tua-pendiri-agung.html

Anda mungkin juga menyukai