Anda di halaman 1dari 33

UNIVERSITAS INDONESIA

GIZI DALAM DAUR KEHIDUPAN:


BAYI

MAKALAH TUTORIAL

Disusun oleh:
ABRAHAM LAWAS (1906397714)
ADELINE VASHTIANADA (1906349381)
BONNITA NUR KAMILA (1906397733)
CALLISTA MARITZA (1906397784)
CHRISTOPHER DANIEL (1906349242)
CORNELIA LUGITA S. (1906349204)
JIHAN FARHANAH (1906289123)
KHOLIDA ELIYANA (1906289136)
MAURA OCTAVIA (1906397696)
MEETRY RONA P. (1906289155)
MOHAMMAD RAFID BILLY (1906349362)
NADIA INDAWARIE (1906289180)
NUR AULIA (1906289193)
RAHMA ANINDYA P (1906289205)

PROGRAM STUDI SARJANA GIZI


DEPARTEMEN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan Makalah Tutorial Ibu Menyusui ini. Makalah ini dibuat
untuk memenuhi nilai mata kuliah Gizi Dalam Daur Kehidupan. Tak lupa kami ucapkan terima
kasih kepada Nurul Dina Rahmawati S.Gz., M.Sc. selaku dosen fasilitator kelompok empat yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan kami dalam menyelesaikan
masalah-masalah dalam skenario kasus.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat membawa
manfaat.

Depok, 15 November 2020

Tim Penulis

2
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 3
SKENARIO I 4
BAB 1
PENDAHULUAN 5
SKENARIO 5
1.1. Kata Sulit 5
1.2. Kata Kunci 6
1.3. Kalimat Masalah 7
BAB 2
PEMBAHASAN 8
2.1. Status Gizi Ibu Pra Hamil, Bayi Saat Baru Lahir, dan Bayi Sekarang 8
2.2. Pola Serta Tahapan Perkembangan dan Pertumbuhan Bayi 9
2.3. Pengaruh BBLR Terhadap Perkembangan Bayi yang Terhambat 12
2.4. Perbedaan IUGR dan SGA 13
2.5. Praktik Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Pada Bayi BBLR 14
2.6. Kebutuhan Zat Gizi Makro dan Mikro Bayi Usia 5 Bulan 16
2.7. Keterkaitan Antara Pemberian ASI dan MPASI 17
2.8. Pengaruh Pemberian MPASI Dini Terhadap Status Gizi dan Status Kesehatan Pada Bayi
di bawah Usia 6 Bulan 19
2.9. Kriteria, Waktu Yang Tepat, dan Larangan Dalam Pemberian MPASI 21
2.10. Faktor Penyebab Bayi Tetap Menangis, Walaupun Sudah Diberi ASI 23
2.11. Masalah Kesehatan Yang Sering Timbul Pada Masa Bayi 24
2.12. Solusi Agar Tidak Terjadi Hal Yang Sama Pada Kehamilan Selanjutnya 26
BAB 3
KESIMPULAN DAN SOLUSI SKENARIO 28
3.1. Kesimpulan 28
3.2. Solusi 28
DAFTAR PUSTAKA 30

3
Universitas Indonesia
SKENARIO I

4
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN

SKENARIO
Seorang ibu berusia 29 tahun mempunyai tinggi badan 152 cm dengan berat badan pra
hamil 43 kg, melahirkan bayi seorang bayi perempuan. Selama kehamilan kenaikan berat badan
ibu meningkat hanya sebanyak 5,5 kg. Di awal kehamilan ibu pernah diperiksa dokter dan
dinasihati agar kenaikan BB lebih banyak supaya tidak terjadi hambatan pertumbuhan janin
(​intrauterine growth restriction/​ IUGR). Bayinya lahir cukup bulan (aterm/38 minggu) dengan
berat badan lahir 2200 gram, panjang badan lahir 46 cm, dan lingkar kepala 40 cm. Ketika lahir,
petugas kesehatan menyuruh ibu untuk mendekap bayinya ke badan ibu (skin to skin contact)
dengan menggunakan kain agar tidak kedinginan.
Saat ini berat badan ibu 46 kg dan bayinya sudah berusia 5 bulan dengan BB 4 kg dan
panjang badan 50 cm dan terlihat lebih kecil dibandingkan bayi lainnya. Ibu mengatakan saat
bayinya menginjak usia 3 bulan bayinya lebih sering menangis walaupun sudah disusui.
Neneknya mengatakan bahwa anaknya masih merasa lapar sehingga perlu diberi makanan
tambahan. Sejak itu bayi tersebut diberi pisang ambon, dan kadang-kadang diberi tambahan susu
kental manis. Ibu merasa bersyukur telah memberikan makanan tambahan karena ASI- nya
semakin berkurang. Saat ini bayi tersebut mendapat ASI sebanyak 5 kali sehari dan 2 kali
makanan tambahan.
Namun sejak diberikan makanan tambahan, bayinya beberapa kali mengalami diare.
Perkembangannya pun dirasakan lambat dan gerakannya lemah. Pada usia 4 bulan, bayi ini
pernah dibawa ke Puskesmas dan di sana (selain diberikan obat) juga disarankan agar bayinya
jangan diberikan makanan tambahan apapun selain ASI secara eksklusif. Ibu bingung karena
ASI-nya sudah sangat sedikit.

1.1. Kata Sulit


1. Mendekap​:
● Memeluk (KBBI)
● Melekap, Memagut, memalun, memaut, memeluk, memiting, mencakum,
menyikap, merangkul, merangkum, merangkup. (kamus.sabda.org)

5
Universitas Indonesia
2. IUGR​:
● IUGR adalah rate dari pertumbuhan janin kurang dari normal dibandingkan
dengan potensi pertumbuhan janin tersebut secara spesifik. (Sharma et al, 2016)
● BBLR disebabkan dua faktor, prematur dimana janin kurang dari 37 minggu, dan
janin mengalami gagal tumbuh selama dalam kandungan atau yang biasa dikenal
dengan IUGR, IUGR lahir pada 37 minggu namun memiliki berat badan lahir
yang kurang. SGA adalah bayi jika memiliki berat badan lahir kurang 10 persentil
dari usia kehamilan. (Fikawati. S, Syafiq, A dan Karima. K, 2015)
3. Skin to skin contact​:
Praktek dimana bayi dikeringkan dan dibaringkan langsung di dada ibu mereka telanjang
setelah lahir, keduanya ditutupi selimut hangat dan dibiarkan setidaknya satu jam atau
sampai menyusui pertama. (UNICEF)
4. Diare​:
● Penyakit dengan gejala berak-berak mencret, dan juga ditandai oleh tinja bersifat
cair, berlendir, dan berdarah. (KBBI)
● Kejadian buang air besar dengan konsistensi lebih cair dari biasanya dengan
frekuensi 3 kali atau lebih dalam periode 24 jam. (WHO)

1.2. Kata Kunci


1. Bayi lahir dengan BBLR
2. IMT ibu sebelum hamil normal
3. Perkembangan bayi lambat dan gerakannya lemah
4. IUGR
5. PBBH kurang dari standar
6. Pemberian MPASI terlalu dini
7. Bayi beberapa kali mengalami diare
8. ASI Ibu tidak mencukupi kebutuhan bayi
9. Kurangnya pengetahuan ibu dan nenek mengenai cara mengasuh bayi
10. Bayi 5 bulan memiliki status gizi severely stunted menurut PB/U

6
Universitas Indonesia
1.3. Kalimat Masalah
Bayi yang lahir dengan BBLR akibat pertambahan berat badan ibu saat hamil kurang
dalam pertumbuhannya mengalami severely stunted dan perkembangan yang lambat disertai
dengan mengalami penyakit infeksi yang disebabkan oleh ASI ibu yang tidak mencukupi
kebutuhan bayi sehingga memberikan MPASI yang terlalu dini.

1.4. Pohon Masalah

7
Universitas Indonesia
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Status Gizi Ibu Pra Hamil, Bayi Saat Baru Lahir, dan Bayi Sekarang
Untuk ibu pra hamil, usia 29 tahun, tinggi badan 152 cm, berat badan 43 kg, IMT yang
didapatkan yaitu IMT = 43/1,52​2 = 18,6 kg/m​2​, termasuk ke dalam kategori normal. PPBH ibu
yaitu 5,5 kg. Untuk ibu kategori normal PPBH seharusnya yaitu 11,5 - 16 kg, sehingga PPBH ibu
hamil ini sangat kurang dan jauh dari angka yang seharusnya (Achadi, 2020).
Untuk bayi saat baru lahir (2,2 kg, 46 cm), BB/U termasuk kategori underweight. Untuk
PB/U termasuk normal. Untuk BB/PB termasuk wasted. Untuk IMT/U dihitung 2,2/0,46​2 = 10,4,
termasuk severely wasted.
➔ Berat badan lahir = 2200 gram, mengindikasikan kategori berat badan lahir rendah
(BBLR). BBLR yaitu kondisi dimana BBL kurang dari 2500 gram (UNICEF and WHO,
2004)
➔ Panjang badan lahir = 46 cm, mengindikasikan kategori panjang badan lahir rendah
(PBLR), yaitu keadaan PBL kurang dari 48 cm (Balitbangkes, 2018; Sutrio dan Lupiana,
2019)
➔ Lingkar kepala = 40 cm, berada pada interval lebih dari +3 SD yang berarti jauh lebih
besar dari normal (WHO, 2007). Atau apabila lingkar kepala lebih dari 37 cm berarti
sudah lebih dari ukuran normal (Balitbangkes, 2018). Lingkar kepala yang ≥+2 SD dapat
mengindikasikan adanya masalah pada bayi, seperti halnya makrosefali.
Untuk bayi saat ini, berusia 5 bulan, panjang badan 50 cm, berat badan 4 kg, PB/U
kurang dari -3 SD sehingga termasuk severely stunted. BB/U kurang dari -3 SD sehingga
termasuk severely underweight. BB/PB +2 SD sehingga termasuk kategori berisiko gizi lebih.
IMT/U hasilnya 16 sehingga termasuk standar deviasi kurang dari median dan termasuk status
gizi normal (Kementerian Kesehatan, 2019).

Referensi​:
● Achadi, E., 2020. Pola Pertambahan BB Selama Hamil. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.

8
Universitas Indonesia
● Balitbangkes: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2018. ​Hasil
Utama Riskesdas 2018.​ Indonesia: Kementerian Kesehatan RI.
● Kementerian Kesehatan. 2020. ​PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2020 TENTANG STANDAR
ANTROPOMETRI ANAK.​ Indonesia: Kementerian Kesehatan RI.
● Sutrio, dan Lupiana., 2019. Berat Badan dan Panjang Badan Lahir Meningkatkan
Kejadian Stunting. ​Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai, 1​ 2(1).
● UNICEF and WHO. 2004. ​Low Birthweight: Country, regional, and global
estimates.​ New York: UNICEF.
● WHO. 2006. ​WHO Child Growth Standards: Length-for-age.​ Geneva: WHO
● WHO. 2007. ​WHO Child Growth Standards: Head-circumference-for-age.
Geneva: WHO.

2.2. Pola Serta Tahapan Perkembangan dan Pertumbuhan Bayi


Untuk bayi berusia 0-1 bulan, menunjukkan rata-rata pertumbuhan untuk berat badan
setelah dua minggu pertama harus bertambah beratnya sekitar 1 ons setiap hari. Untuk panjang
badannya, awalnya untuk laki-laki 20 inch, setelah satu bulan menjadi 21,5 inch. Untuk anak
perempuan, saat lahir normalnya 19 ¾ inch dan ketika satu bulan menjadi 21 inch. Untuk ukuran
kepala, meningkatnya sedikit, kurang dari 1 inch lebih banyak dari pengukuran kelahiran pada
akhir bulan pertama (CHOC Children’s, 2020).
Refleks pada bayi baru lahir :
➔ Root refleks atau refleks akar. Refleks ini terjadi saat sudut mulut bayi dibelai atau
disentuh. Bayi akan memutar kepalanya dan membuka mulutnya untuk mengikuti dan
root kearah yang dibelai. Jadi refleks ini membantu bayi menemukan payudara atau botol
susu (CHOC Children’s, 2020).
➔ Refleks menghisap. Refleks ini tidak dimulai sampai kira-kira minggu kedua kehamilan
dan tidak berkembang sampai kehamilan usia 36 minggu. Jadi bayi prematur mungkin
memiliki kemampuan menghisap yang lemah atau belum matang karena mereka lahir
sebelum perkembangan refleks ini (CHOC Children’s, 2020).
➔ Refleks moro. Biasa disebut dengan refleks kejut karena biasanya saat bayi dikejutkan
oleh suara atau gerakan yang keras, bayi menundukkan kepalanya, menjulurkan tangan

9
Universitas Indonesia
dan kakinya, menangis, lalu menarik kembali lengan dan kakinya ke dalam. Refleks moro
berlangsung hingga bayi berusia sekitar 5-6 bulan (CHOC Children’s, 2020).
➔ Refleks genggam. Hanya berlangsung beberapa bulan dan lebih kuat pada bayi yang
prematur (CHOC Children’s, 2020).
➔ Refleks babinski. Dengan refleks ini ketika telapak kaki dibelai dengan kuat, jempol
menekuk ke atas dan jari-jari kaki lainnya melebar. Refleks ini normal sampai anak usia
sekitar 2 tahun (CHOC Children’s, 2020).
Pada fase bayi, terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat, namun bukan
hanya berat badan dan panjang badan bayi yang bertambah. Pada saat yang sama pula, terjadi
perubahan komposisi dan proporsi tubuh bayi. Pada masa embrio, kepala hampir menyamai
ukuran tubuhnya. Pada saat bayi lahir, proporsi ukuran kepalanya jauh lebih besar dari
proporsinya saat dewasa. Saat lahir, ukuran kepala bayi adalah ¼ dari ukuran tubuh bayi.
Sementara, ukuran kepala dewasa adalah ⅛ ukuran tubuh dewasa. Perubahan proporsi juga
terjadi pada bagian kaki. Saat lahir, panjang kaki bayi adalah ⅛ dari total panjang badannya. Saat
dewasa, kaki memiliki tinggi ½ dari tinggi badan total (Fikawati S., Syafiq, A., & Karima, K.,
2015).
Perubahan dalam pertumbuhan diawali dengan pertambahan berat badan pada usia 0-3
bulan. Bila gizi bayi cukup, maka perkiraan berat badan akan mencapai 700-1000 gram per
bulan. Pada umur 3-6 bulan, pertumbuhan dapat menjadi 2x berat badan dari pada waktu lahir
dan rata-rata kenaikan berat badan 500-600 gram per bulan apabila mendapat gizi yang baik
(Megawati, R. A., Notoatmojo, H., & Rohmani, A., 2012).
Bayi yang baru lahir perlu sampai 6 bulan agar saluran pencernaannya matan. Oleh
karena itu, asi disebut sebagai makanan terbaik yang sesuai dengan kondisi pencernaan tersebut.
Kapasitas lambung bayi meningkat dari 10 sampai 20 ml saat lahir hingga 200-300 ml saat usia
12 bulan. Ususnya sudah mulai berfungsi sejak lahir dan gerakan peristaltiknya semakin matang
seiring waktu. Beberapa kondisi yang menggambarkan usus belum matang yaitu gastroesofageal
refluks, diare tanpa sebab yang jelas, dan konstipasi (Fikawati S., Syafiq, A., & Karima, K.,
2016).
Komposisi tubuh bayi yang terdiri dari air, lemak, dan lean body mass mengalami
perubahan dari waktu ke waktu. Saat baru lahir, 70% komposisi tubuh bayi adalah air dan
jumlahnya semakin berkurang jadi 60% saat berusia 1 tahun. Cairan ekstraseluler dan intraseluler

10
Universitas Indonesia
akan berkurang seiring dengan meningkatnya lean body mass. Saat baru lahir, komposisi lemak
dalam tubuh bayi adalah 16% dan jumlahnya semakin bertambah secara perlahan. Bayi
perempuan akan mengalami peningkatan jumlah lemak yang lebih besar dari laki-laki. (Fikawati
S., Syafiq, A., & Karima, K., 2016).
Panjang badan bayi baru lahir normal adalah 45-50 cm dan berdasarkan kurva
pertumbuhan yang diterbitkan oleh Center of Health Statistic, bayi akan mengalami penambahan
panjang badan sekitar 2,5 cm setiap bulannya. Penambahan tersebut akan berangsur-angsur
berkurang sampai usia 9 tahun yaitu hanya sekitar 5 cm dan penambahan ini akan terhenti pada
usia 18-20 tahun (Triani A.P., et al., 2019).

(Brown, 2016)

(Brown, 2011)

11
Universitas Indonesia
Referensi:
● CHOC Children’s. 2020. ​Child Development: Ages and Stages - CHOC
Children’s. [​ Online] Available at:
<https://www.choc.org/primary-care/ages-stages/> [Accessed 10 November
2020].
● Megawati, R. A., Notoatmojo, H., & Rohmani, A., 2012. Hubungan Pola
Pemberian ASI dan Karakteristik Ibu dengan Tumbuh Kembang Bayi 0-6 Bulan
di Desa Bajomulyo, Juwana. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah, 1(2), pp.30– 37.
● Brown J. E. et al. 2016. Nutrition Through the Life Cycle. 6th ed. Cengage
Learning.
● Fikawati, S., Syafiq, A., dan Karima, K., 2016. Gizi Ibu dan Bayi. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
● Fikawati, S., Syafiq, A., dan Karima, K., 2015. Gizi Ibu dan Bayi. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
● Triani A.P., et al., 2019. Pengaruh Teknik Baby Spa Terhadap Perkembangan
Motorik dan Kenaikan Berat Badan Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas
Kedungmundu Semarang. Doctoral dissertation. School of Postgraduate.

2.3. Pengaruh BBLR Terhadap Perkembangan Bayi yang Terhambat


➔ Pertumbuhan fisik terhambat. Neonatus yang IUGR memiliki gangguan pertumbuhan di
trimester pertama akan tetap kecil sepanjang hidup. Namun, bayi IUGR akan mengejar
ketertinggalan apabila lingkungan yang optimal dan asupan yang memadai (Murki, S &
Sharma, D. 2014).
➔ Mortalitas dan morbiditas meningkat. Bayi IUGR dapat mengalami kekurangan oksigen
dan nutrisi yang mungkin dapat mengalami kesulitan cardiopulmonary transition, dengan
perinatal asphyxia. Bayi dengan berat badan lahir rendah memiliki risiko kematian 20
kali lebih besar dibandingkan bayi dengan berat badan normal (Anggraini, D. I., Septira,
S., 2016).
➔ Outcome neurodevelopmental jangka panjang. IUGR akan berdampak pada
abnormalitas developmental dan kognitif karena mempengaruhi perkembangan
morfologis otak. (Murki, S & Sharma, D. 2014.) Bayi dengan berat badan lahir rendah

12
Universitas Indonesia
memiliki risiko lebih tinggi penyimpangan perkembangan dibandingkan dengan populasi
bayi umumnya. Risiko penyimpangan perkembangan pada BBLR sebanyak 2-5 kali
lebih sering dibandingkan dengan bayi lahir dengan berat badan normal (Maryuni, E., &
Kusmiyati, Y., 2017).
➔ Untuk anak yang BBLR perkembangan motoriknya terganggu dan dapat menurunkan IQ
mereka sebanyak 10 poin. Kemudian, juga bisa terjadi gangguan dalam berbicara dan
gangguan perkembangan motorik halus serta kasar.
➔ Pengaruh pada pertumbuhan saluran pencernaan. Anak BBLR cenderung mengalami
gangguan pencernaan, seperti kurang maksimal dalam menyerap nutrisi, seperti lemak
dan protein, sehingga mengakibatkan kurangnya zat gizi dalam tubuh.

Referensi​:
● Anggraini, D. I., Septira, S., 2016. Nutrisi bagi Bayi Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) untuk Mengoptimalkan Tumbuh Kembang.
● Maryuni, E. dan Kusmiyati, Y., 2017. ​HUBUNGAN BAYI BERAT LAHIR
RENDAH (BBLR) DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA TODDLER (1-3
TAHUN) DI PUSKESMAS DLINGO II KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA
(Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
● Murki, S & Sharma, D. 2014. Intrauterine Growth Retardation. Journal of
Neonatal Biology.

2.4. Perbedaan IUGR dan SGA


IUGR mendeskripsikan penurunan laju pertumbuhan janin tetapi tidak didefinisikan
dengan berat badan lahir. Sedangkan, SGA didefinisikan dengan berat badan lahir. Oleh karena
itu, bayi mungkin untuk dilahirkan SGA tetapi tanpa IUGR sebelumnya. Dalam hal ini, bayi akan
kecil sepanjang kehamilan dan dengan tingkat pertumbuhan normal serta lahir dengan BBLR
yaitu lahir SGA tetapi tanpa IUGR atau bayi bisa saja memiliki IUGR tetapi dilahirkan dengan
berat badan normal. Jika IUGR ditunjukkan pada bayi yang laju pertumbuhan janinnya lebih
lambat dibandingkan laju pertumbuhan janin normal, bayi diklasifikasikan sebagai lahir SGA
jika panjang lahir kurang dari -2 SD (Davies, J., 2018). SGA adalah istilah yang digunakan untuk
bayi yang lebih kecil dari ukuran yang normal untuk usia kehamilan. Bayi SGA memiliki berat

13
Universitas Indonesia
lahir dibawah 10 persentil (Schlaudecker, E., et al, 2017). Bayi lahir dengan SGA dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (Schlaudecker, E., et al, 2017).
a. SGA Simetris
Yaitu keadaan dimana berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala berada dibawah
persentil 10%. SGA jenis ini merupakan 20-30% dari kasus SGA secara keseluruhan.
Gangguan pertumbuhan intrauterin yang terjadi pada simetris berlangsung pada usia
kehamilan yang lebih awal.
b. SGA Asimetris
Yaitu keadaan dimana berat badan dibawah persentil 10% akan tetapi panjang badan dan
lingkar kepala tetap dipertahankan di atas persentil 10%. SGA jenis ini merupakan
70-80% dari kasus SGA secara keseluruhan. Gangguan pertumbuhan intrauterin pada
SGA asimetris terjadi pada usia kehamilan lanjut.
IUGR dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (Henni, F., 2017)
a. IUGR Simetris atau Primer
Yaitu terjadi jika faktor yang menghambat pertumbuhan terjadi di awal kehamilan.
Ditandai dengan ukuran lingkar kepala, panjang badan, berat yang kurang secara
proporsional untuk usia gestasi
b. IUGR Asimetris atau Sekunder
Yaitu umumnya disebabkan oleh insufisiensi plasenta, malnutrisi ibu, atau kondisi luar
yang muncul pada akhir kehamilan.

Referensi:
● Davies, J., 2018. IUGR vs SGA. Child Growth Foundation.
● Schlaudecker, E., et al. 2017. Small for gestational age: Case definition &
guidelines for data collection, analysis, and presentation of maternal immunisation
safety data. Vaccine, 35(48PartA): 6518—6528.
● Henni, F., 2017. Jenis-jenis IUGR. [online] Scholar.unand.ac.id

2.5. Praktik Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Pada Bayi BBLR


Bayi yang lahir dengan BBLR, namun tidak mengalami gangguan respiratori tetap
diperbolehkan untuk menjalankan praktik Inisiasi Menyusu Dini (IMD) segera setelah

14
Universitas Indonesia
kelahirannya. Namun, bayi prematur yang memerlukan pelayanan ICU mungkin memiliki waktu
yang terbatas untuk melakukan IMD tersebut (UNICEF, 2007). WHO juga tidak menyarankan
bayi yang lahir dengan berat badan lahir di bawah 1 kg (BBL <1000 gram) untuk IMD. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak dilakukannya IMD merupakan salah satu faktor determinan
kematian bayi dengan BBLR. Bayi BBLR yang tidak menerima ASI dalam waktu satu jam
setelah lahir memiliki risiko kematian 2,9 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang
menerima ASI pada jam tersebut (Berkat, S & Sutan, R., 2014).
Inisiasi menyusu dini pada bayi BBLR merupakan salah satu cara yang dapat diambil
untuk menghindari kematian neonatal karena hipotermia. Hal ini dikarenakan ketika IMD, bayi
juga melakukan ​skin to skin contact dengan ibu, yang memungkinkan panas dari tubuh ibu
mampu menjaga panas tubuh bayi agar tidak terjadi hipotermia. Hal ini dapat dilakukan karena
pada bayi BBLR dan prematur lebih rentan mengalami hipotermia (Rosha, B. dkk, 2018). ​Skin to
skin contact antara ibu dengan bayi juga dapat menurunkan depresi pasca persalinan ibu dan
meningkatkan ikatan ibu dan bayi. IMD termasuk ​skin to skin contact,​ namun ​skin to skin contact
belum tentu IMD (Rahmawati, 2020).

Referensi​:
● Berkat, S dan Sutan, R., 2014. The Effect of Early Initiation of Breastfeeding on
Neonatal Mortality among Low Birth Weight in Aceh Province, Indonesia: An
Unmatched Case Control Study. ​Advances in Epidemiology​. 2014.
10.1155/2014/358692.
● Rosha, B. dkk., 2018. Pengetahuan Ibu mengenai BBLR dan Cara
Menghangatkan Bayi BBLR dengan Perawatan Metode Konvensional, Skin To
Skin, dan Tradisional di Kota Bogor. ​Buletin Penelitian Kesehatan, 4​ 6(3), hh.
169-176.
● UNICEF. 2007. ​Initiation of Breastfeeding by Breast Crawl​. Unicef.org
● WHO. ​Breastfeeding of low-birth-weight infants​. [online] <Available at:
https://www.who.int/elena/titles/supplementary_feeding/en/> [Accessed 11
November 2020].
● WHO. ​Feeding Low-Birth weight infants in low- and middle-income countries​.
[Online] Available at:

15
Universitas Indonesia
<https://www.who.int/elena/titles/full_recommendations/feeding_lbw/en/>
[Accessed 11 November 2020].

2.6. Kebutuhan Zat Gizi Makro dan Mikro Bayi Usia 5 Bulan
Untuk kebutuhan zat gizi makro, ada protein dan asam amino. Bayi membutuhkan protein
untuk sintesis jaringan tubuh baru serta sintesis enzim, hormon, dan senyawa fisiologis lainnya.
Jadi, untuk usia 0-6 bulan dengan referensi berat 6 kg, rekomendasi proteinnya 2,2 gram/kg/hari.
9 asam amino esensial adalah makanan penting pada masa bayi. (Johnson, 2020).
Untuk protein, bayi selama pertumbuhan membutuhkan protein untuk pertumbuhan
jaringan. Pada usia 6 bulan pertama hampir 50% dari kecukupan bayi digunakan untuk
pertumbuhan, sementara pada 6 bulan sekitar 40% kecukupan protein untuk pemeliharaan tubuh
serta keperluan lain. Untuk lemak, lemak merupakan sumber energi utama bagi bayi. Kebutuhan
lemak tidak jenuh cukup tinggi, terutama untuk pembentukkan sel sara. Asi mengandung 50-55%
lemak dan jumlah tersebut merefleksikan jumlah yang cukup untuk bayi. Jumlah konsumsi lemak
bagi bayi tidak dibatasi, hal ini karena pada saat bayi terjadi pertumbuhan otak yang
membutuhkan asam lemak esensial seperti linoleat, alfa linoleat, dan arakidonat. Untuk
karbohidrat, sumber penting dari karbohidrat adalah gula dan karbohidrat kompleks. Glukosa
dapat disintesis dan asam amino dan gliserol dari lemak sehingga tidak direkomendasikan.
Namun, dianjurkan lebih dari setengah kecukupan gizi bayi dari karbohidrat kompleks (Fikawati
S., et al, 2015).

16
Universitas Indonesia
Pemenuhan kebutuhan gizi bayi 0-5 bulan bersumber dari pemberian ASI Eksklusif
(Kemenkes RI, 2019)

Referensi​:
● Johnson, D. 2020. ​Nutrition During Infancy: Part II. [​ Online] Available at:
<https://courses.washingto.edu/nutr526/resources/infphys.htm> [Accessed 10
November 2020].
● Fikawati, S., Syafiq, A., and Karima K. 2015. Gizi Ibu dan Bayi. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
● Kemenkes RI. 2019. Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan Untuk Masyarakat
Indonesia. Indonesia: Kementerian Kesehatan RI.

2.7. Keterkaitan Antara Pemberian ASI dan MPASI


Pemberian MPASI diperlukan ketika ASI sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi
bayi. MPASI umumnya diberikan pada usia 6-24 bulan, ASI tetap menjadi sumber zat gizi utama
bagi bayi karena mudah dicerna dan kandungan gizinya lengkap. Semakin lama ASI yang
dihasilkan ibu tidak dapat memenuhi kebutuhan energi bayi. ASI dapat memenuhi setengah dari
kebutuhan gizi bayi pada usia 6-12 bulan. Dan ⅓ dari usia bayi 12-23 bulan jadi diperlukan
energi dari sumber lain selain dari ASI (Fikawati, S., Syafiq, A., dan Karima, K., 2016).

17
Universitas Indonesia
Sejak usia 6 bulan, kebutuhan bayi akan energi dan nutrisi mulai melebihi apa yang
disediakan oleh ASI dan MPASI menjadi penting untuk mengisi energi dan nutrition gap.
Makanan pendamping harus memiliki kepadatan energi yang lebih besar dari ASI yaitu
setidaknya 0,8 kkal/gram dimana ASI 0,7 kkal/gram. Jika Makanan pendamping padat energi
maka jumlah yang dibutuhkan lebih kecil untuk menutupi energi gap. Jika makanan
pendampingnya lebih encer energi maka membutuhkan volume lebih besar untuk menutupi
energi gap. Jika makanan pendamping lebih encer daripada ASI total asupan energi anak
mungkin lebih sedikit saat diberikan ASI eksklusif. ini merupakan penyebab penting dari
malnutrisi. (WHO, 2009)

Gap terbesar nutrisi adalah untuk zat besi jadi, sangat penting untuk makanan
pendamping mengandung zat besi. Jika mungkin konsumsi makanan lebih baik dari sumber
hewani.(WHO, 2009)
Pemberian MPASI dan produksi ASI saling berhubungan. Produksi ASI berdasarkan
prinsip ​supply on demand, dimana semakin sering anak menyusu maka akan semakin tinggi dan
semakin banyak sekresi hormon prolaktin dan oksitosin yang menyebabkan produksi ASI
semakin meningkat (WHO, 2009). Pada umumnya, ibu merasa produksi ASI berkurang ketika
anak sering menangis dan merasa anaknya masih lapar, hal ini membuat ibu memberikan MPASI
lebih dini dan justru lebih memicu produksi ASI yang berkurang karena berkurangnya refleks
suckling oleh bayi (Heryanto, 2017). Apabila, ibu merasa produksi ASInya kurang hanya karena
anaknya sering menangis tanpa alasan lainnya, maka disarankan untuk mencoba tetap terus
menyusui anak agar rangsangan yang diberikan anak tetap didapatkan ibu dan produksi ASI

18
Universitas Indonesia
diharapkan meningkat (Rahmawati dan Prayogi, 2017). Hal ini dapat diiimbangi dengan
konsumsi zat gizi seimbang dan air putih yang cukup (Mayo Clinic, 2020).

Referensi:
● Fikawati, S., Syafiq, A., dan Karima, K., 2016. ​Gizi Ibu dan Bayi.​ Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
● Heryanto, E., 2017. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian
Makanan Pendamping ASI Dini. ​Jurnal Ilmu Kesehatan​, 2(2); hh. 141-152.
● Mayo Clinic. 2020. ​Breast-Feeding Nutrition. [​ online] Diakses dari:
<https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/infant-and-toddler-health/in-depth/
breastfeeding-nutrition/> [Accessed 12 November 2020].
● Rahmawati, A. dan Prayogi, B., 2017. ​Analisis Faktor yang Mempengaruhi
Produksi pada Ibu Menyusui yang Bekerja. ​Jurnal Ners dan Kebidanan, 4​ (2), hh.
134-140.
● WHO, 2009. ​Infant and Young Child Feeding: Model Chapter for Textbooks for
Medical Students and Allied Health Professionals​. Geneva: World Health
Organization.

2.8. Pengaruh Pemberian MPASI Dini Terhadap Status Gizi dan Status Kesehatan Pada
Bayi di bawah Usia 6 Bulan
Pemberian MPASI dini menyebabkan kuman lebih mudah masuk sehingga peluang sakit
lebih besar. Pada usia dibawah 6 bulan daya imunitas bayi belum sempurna, dengan memberikan
bayi dibawah 6 bulan maka memberikan kesempatan kuman untuk masuk ke dalam tubuh
Apalagi bila makanan yang diberikan tidak terjamin kebersihannya. Begitu pun dengan alat-alat
makan yang digunakan, bila tidak disterilisasi dengan benar akan menimbulkan gangguan
kesehatan pada bayi.
Berbagai penelitian menunjukkan, bayi yang mendapatkan makanan sebelum usianya 6
bulan ternyata banyak mengalami diare, batuk-pilek, sembelit, demam, ketimbang bayi yang
mendapatkan ASI eksklusif. Sebaliknya, ASI yang diberikan hingga usia 6 bulan justru
memberikan perlindungan bagi bayi terhadap penyakit, mulai penyakit yang disebutkan di atas
sampai penyakit infeksi telinga dan sebagainya. Dengan pemberian ASI eksklusif imunitas dan

19
Universitas Indonesia
kekebalan penyakit meningkat. Selain itu, pemberian ASI eksklusif juga menghindari bayi dari
anemia akibat kekurangan zat besi. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif dalam tubuhnya
menunjukkan kecukupan hemoglobin dan zat besi. Memang, kadar zat besi di dalam ASI tidak
tinggi namun penyerapan zat besi dari ASI lebih tinggi dibandingkan dari susu lainnya.
Pemberian MPASI yang tepat dan ASI yang diteruskan minimal 2 tahun dapat menghindari
kejadian anemia. Selain itu, pemberian MPASI dini berpeluang mengalami alergi makanan
karena sel-sel usus belum siap menghadapi zat makanan yang dikonsumsinya. Alhasil, makanan
tersebut dapat menimbulkan reaksi imun, sehingga dapat terjadi alergi akibat makanan yang
dikonsumsinya. Sebaliknya, bayi yang diberi MPASI setelah 6 bulan, resikonya untuk
mengalami alergi. Selain itu, bayi usia 4—6 bulan, lapisan ususnya masih “terbuka”, sehingga
memudahkan protein-protein dari MPASI yang kemungkinan dapat mengakibatkan bayi
mengalami alergi serta bakteri patogen yang menyebabkan berbagai penyakit masuk ke dalam
aliran darah.
Umumnya produksi antibodi dan penutupan usus berlangsung sekitar 6 bulan. Dengan
pemberian ASI eksklusif zat antibodi yang terdapat di dalam ASI dapat langsung melalui aliran
darah bayi, melapisi organ pencernaan bayi, menyediakan kekebalan pasif, dan mengurangi
terjadinya penyakit dan reaksi alergi sebelum penutupan usus terjadi. (Nakita, 2020)
a. Resiko jangka pendek
Terjadi seperti mengurangi keinginan bayi untuk menyusui sehingga kekuatan
bayi untuk menyusui berkurang dengan akibat produksi ASI berkurang selain itu,
pengenalan serealia serta sayur sayuran dapat mempengaruhi penyerapan zat besi dan asi.
Walaupun konsentrasi dalam ASi rendah tapi lebih mudah untuk diserap oleh tubuh bayi.
Contoh: pemberian makanan dini seperti pisang, nasi pada bayi sering menyebabkan
penyumbatan saluran cerna seperti diare serta meningkatkan resiko terkena infeksi.
b. Resiko jangka panjang
Dihubungkan dengan obesitas. Kelebihan dalam memberikan makanan adalah
resiko utama dari pemberian makanan yang terlalu dini. Konsekuensi dalam usia
selanjutnya membuat bayi kelebihan berat badan atau kelebihan makanan yg tidak sehat
serta konsekuensi lainnya yaitu menyebabkan kebiasaan makan yg memudah terjadinya
gangguan hipertensi. Selain itu, belum matangnya sistem kekebalan dari usus bayi dapat
menyebabkan alergi.

20
Universitas Indonesia
Referensi:
● Nakita, F. 2020. Hindari Memberi MPASI Bayi Terlalu Dini. Ini Akibat yang
Menimbulkan Kondisi Serius. [Online] Available at:
<https://www.nakita.grid.id/> [Accessed 10 November 2020]
● Mufida, L., Widyaningsih, T.D. and Maligan, J.M., 2015. Prinsip Dasar Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Untuk Bayi 6–24 Bulan: Kajian Pustaka [In
Press September 2015]. ​Jurnal Pangan dan Agroindustri,​ ​3(​ 4).
● Kusumaningrum, N.D., 2019. ​Hubungan Perilaku Pemberian MP-ASI dengan
Status Gizi Bayi 6-24 Bulan di Posyandu Desa Bandung Mojokerto (Doctoral
dissertation, stikes hang tuah surabaya).

2.9. Kriteria, Waktu Yang Tepat, dan Larangan Dalam Pemberian MPASI
ASI dapat memenuhi kebutuhan energi dan nutrisi bayi sampai usia kurang lebih 6 bulan.
Oleh karena itu, ketika ASI tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi maka diberikan
MPASI. Pemberian MPASI dilakukan ketika anak sudah dapat duduk tegak dan menahan
kepalanya sendiri, menunjukkan ketertarikan terhadap makanan dan mulai mencoba untuk
meraih makanan serta sudah menunjukkan tanda-tanda lapar dan tidak tenang walaupun ibu
sudah memberikan ASI secara rutin. MPASI yang diberikan harus adekuat yaitu dapat memenuhi
kebutuhan energi, protein, dan mikronutrien anak (UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2018). Selain itu, perlu juga diperhatikan higienitas dalam pemberian
MPASI dengan mencuci tangan sebelum menyajikan makanan dan sebelum makan, menyimpan
makanan dengan baik, menggunakan peralatan yang bersih dan menghindari penggunaan botol
karena cenderung sulit dibersihkan (Dewey, K., 2003).
Dalam pemberian MPASI, disarankan untuk menghindari pemberian makanan yang
memiliki penyedap rasa tambahan dan pemanis. Selain itu, bayi dibawah usia 1 tahun tidak
disarankan untuk diberi jus buah (IDAI, 2018). Hal ini karena tidak adanya indikasi nutrisi untuk
memberikan jus pada bayi dibawah 6 bulan. Menawarkan jus sebelum makanan padat dapat
berisiko bahwa jus akan menggantikan ASI atau formula bayi dalam makanan. Selain itu, karies
gigi juga dikaitkan dengan konsumsi jus. Gigi yang terlalu lama terpapar gula dalam jus menjadi
penyebab utama dari karies gigi. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan yaitu daging, telur dan
ikan harus dalam keadaan matang dan pemberian madu baru diperbolehkan untuk diberikan pada

21
Universitas Indonesia
anak usia 1 tahun. Kebersihan alat-alat makan juga harus dijaga dengan memisahkan talenan
antara makanan mentah dan matang (APP, 2001).
Bayi dapat diberikan ASI minimal 4 bulan dan jika memungkinkan yaitu 6 bulan. WHO
memperbolehkan pemberian MPASI antara usia 4-6 bulan dengan catatan bahwa berat badan
anak tidak cukup bertambah walau diberi ASI dengan benar dan sesering mungkin dan anak
masih menunjukkan tanda kelaparan.
Pada minggu pertama pemberian MPASI, sebaiknya dimulai dengan sayuran, buah, dan
bubur beras untuk mengetahui apakah ada reaksi alergi pada anak. Perkenalkan satu jenis
makanan baru dengan jarak beberapa hari khususnya terhadap makanan yang dapat memicu
reaksi alergi seperti makanan laut, telur dan kacang-kacangan. Pada usia 6 bulan, MPASI dapat
diberikan sebanyak 2 kali/hari dengan per porsi 2-3 sendok makan sebagai awalan. Tekstur
makanan MPASI dihaluskan sehingga menjadi bubur yang kental. WHO merekomendasikan
anak usia 6- 8 bulan untuk menerima MPASI 2-3 kali/hari. Untuk usia 9-11 bulan, 12-24 bulan
direkomdasikan untuk menerima MPASI 3-4 kali/hari diberikan tambahan snack bernutrisi 1-2
kali/hari untuk anak usia 12-24 bulan. Konsistensi MPASI bergantung dengan usia dan
perkembangan neuromuskular. Pada usia awal 6 bulan bayi diberikan MPASI dengan konsistensi
lebih ke makanan bubur lalu menuju usia 8 bulan MPASI diberikan dengan makanan yang
ditumbuk. Usia 8 bulan menuju 12 bulan bayi diberikan makanan finger foods, saat 12 bulan
menuju 24 bulan bayi diberikan makanan yang dikonsumsi oleh anggota keluarga, namun harus
kaya akan nutrisi dan tidak mengandung penyedap rasa dan tinggi gula serta lemak (WHO,
2009).

Referensi​:
● UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2018.
Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI). [online] Available at:
<https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/pemberian-makanan-pendamping-air-sus
u-ibu-mpasi> [Accessed 12 November 2020].
● Oktaviani. A. 2020. Aturan MPASI menurut WHO. [online]
parenting.orami.co.id. Available at:
<https://parenting.orami.co.id/magazine/aturan-mpasi-menurut-who/> [Accessed
12 November 2020].

22
Universitas Indonesia
● WHO, 2009. ​Infant and Young Child Feeding: Model Chapter for Textbooks for
Medical Students and Allied Health Professionals​. Geneva: World Health
Organization.
● AAP. 2001. Committee on Nutrition The Use and Misuse of Fruit Juice in
Pediatrics. ​Pediatrics,​ ​107(​ 5), 1210–1213.
● Dewey, K., 2003. Guiding principles for complementary feeding of the breastfed
child. [online] Available at:
<https://www.who.int/nutrition/publications/guiding_principles_compfeeding_bre
astfed.pdf> [Accessed 12 November 2020].

2.10. Faktor Penyebab Bayi Tetap Menangis, Walaupun Sudah Diberi ASI
➔ Karena bayi lelah dan mengalami periode yang tidak tenang, periode tidak tenang bayi
sering nangis dan mendapat sedikit tidur. Karena sering menangis maka sering terjadi
cluster feeding yaitu bayi menyusu dengan waktu yang sebentar tetapi dengan frekuensi
sering
➔ Bayi yang sedang mengalami wonder week, bayi sedang mengalami lompatan dalam
perkembangan mental dan fisiknya biasanya terjadi saat bayi melakukan keterampilan
bayi seperti berguling, merangkak atau mempelajari konsep dan ide baru. pada
wonderwerk ini biasanya aktivitas otak bayi meningkat dan akhirnya bayi tidak dapat
memproses semuanya seperti biasa dan bayi akan menangis lebih sering.
➔ Bayi tidak mendapatkan aliran ASI yang benar, biasanya bayi menarik payudara sambil
nangis karena aliran ASI terlalu lambat/cepat. Jika terlalu cepat biasanya bayi akan
tersedak setelah adanya letdown, aliran yang terlalu lambat biasanya bayi akan menarik
dan meremas payudara serta nangis karena sudah tidak sabar.
➔ Kolik, yaitu tangisan yang berlebihan, bayi dengan kolik biasanya menangis dengan 3
jam lebih perhari lebih dari 3 hari/minggu. Kolik sangat umum dan terjadi hingga 40%
dari semua bayi. Biasanya dimulai antara minggu ke 3 dan ke 6 setelah lahir dan berakhir
saat usia 3-4 bulan.
➔ Karena terlalu banyak udara masuk ke perut, terjadi bila perlekatan antara mulut bayi dan
puting ibu tidak tepat maka udara dapat masuk kedalam lambung dan saluran cerna bayi.
Kondisi ini akan membuat bayi menjadi kembung, tidak nyaman dan akhirnya menangis

23
Universitas Indonesia
➔ Bayi menangis walaupun sudah disusui menandakan bayi masih ingin menyusu, karena
sering sekali saat produksi ASI di satu payudara sudah sedikit maka bayi ingin berpindah
ke payudara yang satunya lagi. Untuk mendapatkan dan memenuhi nutrisinya

Referensi:
● Turner, L. T., 2019. Patient education: Colic (excessive crying) in infants (Beyond
the Basics)
● BellyBelly. 2020. ​Baby Cries After Breastfeeding? 15 Reasons For Crying.​
[online] Available at:
<https://www.bellybelly.com.au/breastfeeding/baby-cries-after-breastfeeding/>
[Accessed 12 November 2020].

2.11. Masalah Kesehatan Yang Sering Timbul Pada Masa Bayi


Masalah kesehatan yang sering timbul pada masa bayi yaitu diare, pada bayi lebih
berisiko menyebabkan dehidrasi daripada orang dewasa, karena bayi memiliki laju metabolisme
lebih cepat, cadangan air lebih sedikit, dan ketergantungan terhadap orang lain untuk
mendapatkan cairan. Diare yaitu buang air besar yang encer 3 kali sehari atau volume feses lebih
dari 10 g/kg BB bayi, untuk mengatasi diare diberikan larutan oral rehydration solution. Diare
dan gastroenteritis, diare umum terjadi pada bayi khususnya bayi yang mengalami rasa sakit saat
tumbuh gigi, gastroenteritis atau radang saluran cerna disebabkan oleh infeksi oleh bakteri atau
infeksi virus . hal ini lebih sering terjadi pd bayi yang diberikan susu formula karena peluang
terjadinya kontaminasi bakteri lebih tinggi saat susu disiapkan. Penyakit ini jarang terjadi pada
bayi yang diberi ASI eksklusif. Namun, jika sampai mengidapnya sebaiknya pemberian ASI
terus dilanjutkan karena bayi dapat mengalami dehidrasi, dalam kasus yang parah bayi
membutuhkan tambahan cairan rehidrasi oral. Diare yang berkelanjutan setelah gastroenteritis
akut dapat berkaitan dengan intoleransi laktosa. pemberian ASI harus dilanjutkan namun bayi
yang diberikan susu formula harus beralih ke susu formula yang bebas laktosa. (Brown, J., 2016).
Jaundice (Bayi kuning), merupakan kondisi umum terutama pada bayi, kulit bayi warna kuning
dan bagian putih mata berwarna kuning, disebabkan oleh hati bayi belum matur untuk
membuang bilirubin. bayi kuning dapat dihubungkan dengan masalah lain jika berlangsung lebih
dari 3 minggu. (Mayoclinic, 2020) Alergi disebabkan oleh zat zat alergen, alergi pada bayi

24
Universitas Indonesia
muncul ketika bayi itu kontak dengan benda tertentu misalkan debu atau bulu hewan selain itu
reaksi alergi disebabkan oleh konsumsi makanan tertentu. Reaksi alergi yang paling umum
adalah sesak nafas dan ruam kulit.untuk alergi makanan harus segera diidentifikasi dan ditangani.
Walaupun gejala awalnya masih ringan namun lama kelamaan akan menjadi gejala berat yang
berakibat fatal (Fikawati S., et al, 2015) Konstipasi, perubahan frekuensi, ukuran dan konsistensi
dari tinja. Konstipasi ini disebut kesulitan dalam buang air besar. Rekomendasi untuk bayi
konstipasi yaitu penambahan asupan cairan dan serat. (Brown, J., et al., 2017) Diaper rash atau
ruam popok, biasanya disebabkan oleh iritasi pada kulit karena bersentuhan dengan tinja dan urin
serta lebih buruk selama diare. Rekomendasi perawatannya dengan membilas kulit dengan air
hangat daan menggunakan sabun hanya setelah buang air besar (NIH, 2016). dan Lactose
intolerance, yaitu tidak tahan dengan laktosa hari ini ditandai dengan perut kembung, sakit perut,
nyeri, mual, muntah dan diare. Bayi yang disusui oleh ibu ini mengalami intoleransi laktosa
karena ASI memiliki kandungan laktosa. Intoleransi laktosa terjadi karena bayi tidak dapat
mencerna laktosa dengan baik sehingga toleransi dengan laktosa rendah dan timbul banyak gas
dlm perut. Hal ini menyebabkan dinding saluran cerna meregang dan timbul sakit pada perut.
(Fikawati, S., et al, 2015)

Referensi​:
● Brown, J., 2016. Nutrition Through the Life Cycle 6th edition. Boston: Cengage
Learning.
● Mayoclinic.2020. Infant Jaundice. Mayoclinic.org
● Fikawati, S., Syafiq, A., and Karima, K. 2015. Gizi Ibu dan Bayi. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
● Brown, J., et al., 2017. Nutrition Through The Life Cycle. 6th ed. Boston:
Cengage Learning.
● NIH, 2016. What Are Some Of The Basics Of Infant Health?. [online] US
Department of Health and Human Nutrition. Available at:
<https://www.nichd.nih.gov/health/topics/infantcare/conditioninfo/basics>
[Accessed 12 November 2020].

25
Universitas Indonesia
2.12. Solusi Agar Tidak Terjadi Hal Yang Sama Pada Kehamilan Selanjutnya
a. Ibu harus menyusui bayi dengan cukup waktu per payudara sehingga bayi tidak hanya
konsumsi fore milk tetapi juga hindmilk, jika bayi diberikan ASI dari kedua payudara
dalam waktu yang singkat bayi hanya mendapatkan foremilk dari ibunya. Kandungan
laktosa yang tinggi di foremilk dapat menyebabkan diare. Jadi bayi harus menyusui per
payudara agar dapat mengosongkan payudara yang satu baru bisa berpindah ke payudara
lainnya. Bayi yang tertidur sebelum mengosongkan payudara bisa dibangunkan dengan
menggelitik kaki, mengusap kepala dan berbicara pada bayi. Kandungan lemak yang
lebih tinggi hindmilk dapat membantu mengenyangkan bayi dan bayi akan berhenti
menyusu saat kenyang. Jika masih lapar setelah mengosongkan satu payudara, setelah
bersendawa bayi dapat disusui dengan payudara satunya lagi. (Brown J. E. et al. 2016)
b. Solusi untuk mencegah IUGR:
Mengonsumsi makanan yang bergizi seperti sayuran, buah-buahan, ikan, susu dan produk
susu yang dipasteurisasi. Pasteurisasi adalah proses pemanasan makanan yang bertujuan
membunuh organisme yang merugikan dan proses untuk memperlambat pertumbuhan
mikroba pada makanan.
Mengkonsumsi vitamin prenatal seperti asam folat, baik dikonsumsi selama menekankan
kehamilan dan setelah kehamilan.
Olahraga secara teratur untuk memperbaiki sirkulasi dan meningkatkan aliran oksigen ke
janin. Olahraga yang aman dilakukan yaitu yoga atau jalan santai.
Tidak mengkonsumsi obat sembarangan dan selalu konsultasi ke dokter jika mengalami
gangguan kesehatan selama hamil agar mendapatkan obat yang aman untuk ibu hamil dan
janin.
c. Pemberian nutrisi untuk bayi BBLR, dapat dilakukan dengan pemberian ASI, susu
formula BBLR, dan nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi parenteral ini yang dapat
diberikan adalah glukosa,protein lipid dan zat besi. Setelah pemberian nutrisi parenteral
selesai untuk meningkatkan nutrisi yang dibutuhkan maka diberikan asi terfortifikasi
sebagai ASI tambahan. (​Anggraini, D. I. dan Septira, S., 2016)
d. Solusi mengenai pemberian MPASI dini dan produksi ASI yang kurang
Bayi pada kondisi 3 bulan: ketika ibu merasa bahwa bayi masih lapar, jangan langsung
memutuskan untuk memberikan MPASI karena usia masih 3 bulan, dan tidak cukup

26
Universitas Indonesia
sesuai dengan kriteria pemberian MPASI oleh WHO. Lebih baik tetap diusahakan
menyusui bayi dengan teknik yang benar dan frekuensi serta durasi yang sesuai agar
pemberian ASI yang berjalan lancar dan efektif pada anak.
Bayi pada kondisi 5 bulan: berat badan bayi hanya bertambah 1,6 kg dan pertambahan
panjang badan hanya 4 cm dalam waktu 5 bulan. Artinya, pertumbuhan bayi selama 5
bulan setelah lahir dapat dikategorikan terlambat dan usia bayi (5 bulan) sudah masuk
dalam kriteria pemberian MPASI dini dari WHO, yaitu pada usia 4-6 bulan, yang
meskipun ada syarat-syarat lainnya, seperti halnya pertumbuhan bayi yang tidak
bertambah dalam waktu 3 bulan. Pemberian MPASI bisa dilanjutkan dengan pemberian
ASI tetap diberikan dan dicoba untuk dengan teknik yang benar dan harus memenuhi
standar higienitas agar anak terhindar dari diare yang berulang. Selain melanjutkan
MPASI, ASI juga harus ditambahkan frekuensi pemberiannya sehingga kebutuhan ASI
nya tetap memenuhi karena pemberian ASI pada bayi ini masih kurang yaitu 5x ASI per
hari. MPASI yang diberikan pun harus mengandung makanan dengan nutrisi yang
adekuat sehingga dapat memenuhi nutrient gap nya.
Untuk ibu: ​disarankan untuk ibu mengkonsumsi makanan gizi seimbang, air putih yang
cukup dan konsumsi susu minimal 1 gelas/hari.

Referensi:
● Brown J. E. et al. 2016​. Nutrition Through the Life Cycle.​ 6th ed. Cengage
Learning.
● Anggraini, D. I. and Septira, S., 2016. Nutrisi bagi bayi berat badan lahir rendah
(BBLR) untuk mengoptimalkan tumbuh kembang. ​Jurnal Majority​, ​5​(3),
pp.151-155.

27
Universitas Indonesia
BAB 3
KESIMPULAN DAN SOLUSI SKENARIO

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan skenario di atas, seorang bayi yang lahir BBLR saat ini berusia 5
bulan memiliki status gizi ​severely stunted, t​ erlanjur diberikan MPASI dini yang tidak
sesuai pada saat usia 3 bulan. Pemberian MPASI dini pada bayi disebabkan oleh produksi
ASI ibunya kurang sehingga tidak mampu memberikan ASI eksklusif 6 bulan. Oleh
karena itu, agar pertumbuhan dan perkembangan bayi tetap berjalan normal, ibu harus
tetap memberikan ASI dengan memperhatikan frekuensi dan durasi pemberian ASI serta
teknik laktasi agar bayi tidak hanya mengkonsumsi foremilk tetapi juga hindmilk, dan
tidak lupa juga ibu harus mengevaluasi status gizinya. Selain itu, apabila pertumbuhan
dan perkembangan bayi tetap tidak membaik, pemberian MPASI dapat dilanjutkan
namun harus dengan memperhatikan higienitas, konsistensi, zat gizi, durasi dan frekuensi
pemberian MPASI tersebut.

3.2. Solusi
➔ Pada kondisi anak usia 0-3 bulan usahakan tetap memberikan ASI eksklusif.
➔ Pantau pertumbuhan dan perkembangan anak, apabila terjadi keterlambatan, coba
evaluasi teknik laktasi. Ibu harus menyusui bayi dengan cukup waktu per payudara
sehingga bayi tidak hanya konsumsi fore milk tetapi juga hindmilk, jika bayi diberikan
ASI dari kedua payudara dalam waktu yang singkat bayi hanya mendapatkan foremilk
dari ibunya. Kandungan laktosa yang tinggi di foremilk dapat menyebabkan diare. Jadi
bayi harus menyusui per payudara agar dapat mengosongkan payudara yang satu baru
bisa berpindah ke payudara lainnya. Bayi yang tertidur sebelum mengosongkan payudara
bisa dibangunkan dengan menggelitik kaki, mengusap kepala dan berbicara pada bayi.
Kandungan lemak yang lebih tinggi hindmilk dapat membantu mengenyangkan bayi dan
bayi akan berhenti menyusu saat kenyang. Jika masih lapar setelah mengosongkan satu
payudara, setelah bersendawa bayi dapat disusui dengan payudara satunya lagi. (Brown J.
E. et al. 2016)

28
Universitas Indonesia
➔ Apabila pertumbuhan anak tetap tidak menunjukkan hasil, evaluasi status gizi ibu karena
dapat berpengaruh terhadap kandungan gizi pada hindmilk ASI yang dihasilkan.
➔ Jika status gizi ibu sudah diperbaiki namun pertumbuhan pada anak tidak juga membaik,
dapat diberikan susu formula dengan memperhatikan hal-hal seperti kebersihan dan
lain-lain.
➔ Jika tetap tidak membaik, berikan MPASI dengan teknik yang benar yaitu dengan
memperhatikan konsistensi, zat gizi, durasi, dan frekuensi.

29
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Achadi, E., 2020. Pola Pertambahan BB Selama Hamil. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
Anggraini, D. I., Septira, S., 2016. Nutrisi bagi Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) untuk
Mengoptimalkan Tumbuh Kembang.
Anggraini, D. I. and Septira, S., 2016. Nutrisi bagi bayi berat badan lahir rendah (BBLR) untuk
mengoptimalkan tumbuh kembang. ​Jurnal Majority​, ​5​(3), pp.151-155.
AAP. 2001. Committee on Nutrition The Use and Misuse of Fruit Juice in Pediatrics. ​Pediatrics,​
107(​ 5), 1210–1213.
Balitbangkes: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2018. ​Hasil Utama Riskesdas
2018.​ Indonesia: Kementerian Kesehatan RI.
Brown J. E. et al. 2016. Nutrition Through the Life Cycle. 6th ed. Cengage Learning.
Berkat, S dan Sutan, R., 2014. The Effect of Early Initiation of Breastfeeding on Neonatal
Mortality among Low Birth Weight in Aceh Province, Indonesia: An Unmatched Case
Control Study. Advances in Epidemiology. 2014. 10.1155/2014/358692.
BellyBelly. 2020. ​Baby Cries After Breastfeeding? 15 Reasons For Crying.​ [online] Available at:
<https://www.bellybelly.com.au/breastfeeding/baby-cries-after-breastfeeding/> [Accessed
12 November 2020].
CHOC Children’s. 2020. ​Child Development: Ages and Stages - CHOC Children’s. ​[Online]
Available at: <https://www.choc.org/primary-care/ages-stages/> [Accessed 10 November
2020].
Davies, J., 2018. IUGR vs SGA. Child Growth Foundation.
Dewey, K., 2003. Guiding principles for complementary feeding of the breastfed child. [online]
Availableat:<https://www.who.int/nutrition/publications/guiding_principles_compfeeding_b
reastfed.pdf> [Accessed 12 November 2020].
Fikawati, S., Syafiq, A., dan Karima, K., 2016. Gizi Ibu dan Bayi. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Fikawati, S., Syafiq, A., dan Karima, K., 2015. Gizi Ibu dan Bayi. Jakarta: Rajagrafindo Persada
Henni, f., 2017. Jenis-jenis IUGR. [online] Scholar.unand.ac.id
Heryanto, E., 2017. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Makanan Pendamping
ASI Dini. ​Jurnal Ilmu Kesehatan,​ 2(2); hh. 141-152.

30
Universitas Indonesia
Johnson, D. 2020. ​Nutrition During Infancy: Part II. [​ Online] Available at:
<https://courses.washingto.edu/nutr526/resources/infphys.htm> [Accessed 10 November
2020].
Kementerian Kesehatan. 2020. ​PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2020 TENTANG STANDAR ANTROPOMETRI ANAK. Indonesia:
Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2019. Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan Untuk Masyarakat Indonesia.
Indonesia: Kementerian Kesehatan RI.
Kusumaningrum, N.D., 2019. ​Hubungan Perilaku Pemberian MP-ASI dengan Status Gizi Bayi
6-24 Bulan di Posyandu Desa Bandung Mojokerto (Doctoral dissertation, stikes hang tuah
surabaya).
Megawati, R. A., Notoatmodjo, H., & Rohmani, A., 2012. Hubungan Pola Pemberian ASI dan
Karakteristik Ibu dengan Tumbuh Kembang Bayi 0-6 Bulan di Desa Bajomulyo, Juwana.
Jurnal Kedokteran Muhammadiyah, 1(2), pp.30– 37..
Maryuni, E. dan Kusmiyati, Y., 2017. ​HUBUNGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)
DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA TODDLER (1-3 TAHUN) DI PUSKESMAS
DLINGO II KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA (Doctoral dissertation, Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta).
Mayo Clinic. 2020. ​Breast-Feeding Nutrition. ​[online] Diakses dari:
<https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/infant-and-toddler-health/in-depth/breastfeedi
ng-nutrition/> [Accessed 12 November 2020].
Murki, S & Sharma, D. 2014. Intrauterine Growth Retardation. Journal of Neonatal Biology.
Mufida, L., Widyaningsih, T.D. and Maligan, J.M., 2015. Prinsip Dasar Makanan Pendamping
Air Susu Ibu (MP-ASI) Untuk Bayi 6–24 Bulan: Kajian Pustaka [In Press September 2015].
Jurnal Pangan dan Agroindustri​, ​3​(4).
Mayoclinic.2020. Infant Jaundice. Mayoclinic.org
NIH, 2016. ​What Are Some Of The Basics Of Infant Health?.​ [online] US Department of Health
and Human Nutrition. Available at:
<https://www.nichd.nih.gov/health/topics/infantcare/conditioninfo/basics> ​[Accessed 12
November 2020].

31
Universitas Indonesia
Nakita, F. 2020. Hindari Memberi MPASI Bayi Terlalu Dini. Ini Akibat yang Menimbulkan
Kondisi Serius. [Online] Available at: <https://www.nakita.grid.id/> [Accessed 10
November 2020]
Oktaviani. A. 2020. Aturan MPASI menurut WHO. [online] parenting.orami.co.id. Available at:
<https://parenting.orami.co.id/magazine/aturan-mpasi-menurut-who/> [Accessed 12
November 2020].
Rahmawati, A. dan Prayogi, B., 2017. ​Analisis Faktor yang Mempengaruhi Produksi pada Ibu
Menyusui yang Bekerja. ​Jurnal Ners dan Kebidanan, 4​ (2), hh. 134-140.
Rosha, B. dkk., 2018. Pengetahuan Ibu mengenai BBLR dan Cara Menghangatkan Bayi BBLR
dengan Perawatan Metode Konvensional, Skin To Skin, dan Tradisional di Kota Bogor.
Buletin Penelitian Kesehatan, ​46(3), hh. 169-176.
Sutrio, dan Lupiana., 2019. Berat Badan dan Panjang Badan Lahir Meningkatkan Kejadian
Stunting. ​Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai, 1​ 2(1).
Schlaudecker, E., et al. 2017. Small for gestational age: Case definition & guidelines for data
collection, analysis, and presentation of maternal immunisation safety data. Vaccine,
35(48PartA): 6518—6528.
Triani A.P., et al., 2019. Pengaruh Teknik Baby Spa Terhadap Perkembangan Motorik dan
Kenaikan Berat Badan Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Semarang.
Doctoral dissertation. School of Postgraduate.
Turner, L. T., 2019. Patient education: Colic (excessive crying) in infants (Beyond the Basics)
UNICEF and WHO. 2004. ​Low Birthweight: Country, regional, and global estimates. New
York: UNICEF.
Unicef. 2007. Initiation of Breastfeeding by Breast Crawl. Unicef.org
UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2018. Pemberian Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MPASI). [online] Available at:
<https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/pemberian-makanan-pendamping-air-susu-ibu-mpa
si> [Accessed 12 November 2020].
WHO. 2006. ​WHO Child Growth Standards: Length-for-age.​ Geneva: WHO
WHO. 2007. ​WHO Child Growth Standards: Head-circumference-for-age.​ Geneva: WHO.

32
Universitas Indonesia
WHO. Breastfeeding of low-birth-weight infants. [online] <Available at:
https://www.who.int/elena/titles/supplementary_feeding/en/> [Accessed 11 November
2020].
WHO. Feeding Low-Birth weight infants in low- and middle-income countries. [Online]
Available at: <https://www.who.int/elena/titles/full_recommendations/feeding_lbw/en/>
[Accessed 11 November 2020].
WHO, 2009. ​Infant and Young Child Feeding: Model Chapter for Textbooks for Medical
Students and Allied Health Professionals​. Geneva: World Health Organization.
WHO, 2009. ​Infant and Young Child Feeding: Model Chapter for Textbooks for Medical
Students and Allied Health Professionals​. Geneva: World Health Organization.

33
Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai