Anda di halaman 1dari 46

Laporan Kasus Seminar

Asuhan Keperawatan pada Ny.M dengan Choriocarcinoma di Ruang


Kebidanan RSUP Dr.M.Djamil

Kelompok F :
1. Miftah Khairunnisa 2041312037
2. Ranny Patria Y 2041312112
3. Rifahatul Mahmudah 2041312038
4. Miftahul Jannah 2041312039
5. Nadia Nofita 2041312056
6. Nanang Pramayudi 2041319008
7. Rima Dwi Martha 2041312042
8. Metri Yenti 2041319007
9. Dewi Rahayu Ningsih 2041319002
10. Agung Ayatullah 2041312123

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
Kata Pengantar

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

            Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan
hidayahnya sehingga kita masih dapat diberikan kesehatan. Sehingga dalam
kesempatan ini kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan dg Pasien Choriocarcinoma” dan dengan harapan semoga makalah ini
bisa bermanfaat dan menjadikan referensi bagi kita sehingga lebih mengetahui
bagaimana pasien .

Makalah ini disusun bedasarkan atas informasi yang kami dapat dari berbagai
pihak yang mengetahui tentang perawatan pasien Choriocarcinoma.

Semoga makalah yang kami buat ini dapat dipahami, dan bermanfaat bagi
teman-teman dan pembaca makalah ini serta dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya. Dan kami selalu menantikan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca sebagai upaya penyempurnaan makalah ini

Padang, 22 April 2021

Penulis            
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Choriocarcinoma adalah salah satu tumor ganas dalam jenis penyakit


troblastik gestasional (PTG) yang mengancam jiwa wanita di dunia. Angka
kejadian penyakit tertinggi ditemukan di Asia, afrika dan Amerika
Latin sedangkan angka terendah ditemukan di Amerika Utara, Eropa
dan Australia. Di Amerika angka kejadian Choriocarcinoma ini adalah
1 dari 40 kehamilan mola hidtidosa, 1 dari 5.000 kehamilan ektopik, 1 dari
50.000 kasus abortus dan 1 dari 150.000 kehamilan normal. Sedangkan untuk
di Indonesia sendiri angka kejadiannya bervariasi mulai dari 1 per 120 sampai
1 per 200 kehamilan. Dan yang terbanyak adalah yang didhului oleh
kehamilan molahidatidosa. Penyakit ini sering dijumpai pada wanita usia 14-
49 tahun dan rata-rata usia 30-32 tahun. PTG sendiri di Indonesia yang non
metastase 75% didahului oleh molahidatidosa dan 25% lainnya didahuui oleh
KET, abortus, dan kehamilan biasa.
Berkaitan dengan cukup tingginya angka kejadian penyakit
ini di Indonesia,termasuk sumatera barat serta begitu fatalnya dampak yang
ditimbulkan pada penderita maka hal inilah yang menjadi latarbelakang bagi
penulis untuk menyusun sebuah makalayang menguraikan materi dan
pengkajian kasus tentang chorocarcinoma ini.
BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

A.   Definisi

Istilah Choriocarcinoma adalah istilah yang lebih tepat digunakan untuk


kanser jenis ini, “korio” adalah istilah yang diambil dari vili korionik (“chorionic
villi”) iaitu salah satu komponen uri manusia. Istilah karsinoma pula merujuk kepada
kanser yang berasal dari sel-sel epithelial. Choriocarcinoma adalah tumor ganas
(maligna) dari trofoblast dan biasanya timbul setelah kehamilan mola, kadang-kadang
setelah abortus atau persalinan. Bila dibandingkan dengan jenis kanker ginekologik
lainnya koriokarsinoma mempunyai sifat yang berbeda misalnya :

1. Koriokarsinoma mempunyai periode laten yang dapat diukur, yaitu jarak waktu
antara akhir kehamilan dan terjadinya keganasan.
2. Sering menyerang wanita muda.
3. Dapat sembuh secara tuntas tanpa kehilangan fungsi reproduksi, dengan
pengobatan sitostatika
4. Dapat sembuh tanpa pengobatan melalui proses regresi spontan.

B.    Etiologi

Kanker ini berasal dari salah satu komponen uri atau plasenta maka salah satu
cirri khusus kanker ini adalah ia boleh menghasilkan hormone HCG (Human
Chorionic Gonadotrophin”) yang sangat tinggi malah lebih tinggi dari pada wanita-
wanita yang hamil. Kejadian dipengaruhi oleh : Sebagian besar dari pasien mola akan
segera sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok wanita
yang kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma.

Etiologi terjadinya koriokarsinoma belum jelas diketahui. Trofoblas normal


cenderung menjadi invasive dan erosi pembuluh darah berlebih-lebihan. Metastase
sering terjadi lebih dini dan biasanya sering melalui pembuluh darah jarang melalui
getah bening. Tempat metastase yang paling sering adalah paru- paru ﴾75%﴿ dan
kemudian vagina ﴾50%﴿. Pada beberapa kasus metastase dapat terjadi pada vulva,
ovarium, hepar, ginjal, dan otak ﴾Cunningham, 1990﴿. Wikipedia, 2009 menyebutkan
bahwa koriokarsinoma selama kehamilan bisa didahului oleh:

1. Mola hidatidosa ( 50% kasus )


2. Aborsi spontan ( 20% kasus )
3. Kehamilan ektopik ( 2% kasus )
4. Kehamilan normal ( 20-30% kasus )

Faktor-faktor yang menyebabkan antara lain:

1. Faktor ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat


dikeluarkan.
2. Immunoselektif dari trofoblast yaitu dengan kematian fetus, pembuluh darah
pada stroma villi menjadi jarang dan stroma villi menjadi sembab dan
akhirnya terjadi hyperplasia sel- sel trofoblast
3. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Keadaan sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap pemenuhan gizi ibu yang
pada akhirnya akan mempengaruhi pembentukan ovum abnormal yang
mengarah pada terbentuknya mola hidatidosa.
4. Paritas tinggi Ibu dengan paritas tinggi, memiliki kemungkinan terjadinya
abnormalitas pada kehamilan berikutnya, sehingga ada kemungkinan
kehamilan berkembang menjadi mola hidatidosa dan berikutnya menjadi
koriokarsinoma.
5. Kekurangan protein
Sesuai dengan fungsi protein untuk pembentukan jaringan atau fetus sehingga
apabila terjadi kekurangan protein saat hamil menyebabkan gangguan
pembentukan fetus secara sempurna yang menimbulkan jonjot-jonjot korion.
6. Infeksi virus dan faktor kromosom
Kanker ini berasal dari salah satu komponen plasenta maka salah satu cirri
khusus kanser ini adalah ia bisa menghasilkan hormone HCG (Human
Chorionic Gonadotrophin”) yang sangat tinggi malah lebih tinggi dari pada
wanita-wanita yang hamil. Sebagian besar dari pasien mola akan segera sehat
kembali setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok wanita yang
kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma.

Kejadian dipengaruhi oleh :


1. status sosio ekonomi
2. umur
3. gizi
4. consanguinitas (perkawinan antar keluarga)

C.   Patofisiology choriocarcinoma

Choriocarcinoma terjadi setelah kehamilan, biasanya setelah mola hydatidosa


kadang-kadang setelah abortus atau kehamilan aterme maka merupakan penyakit
masa reproduktip ; tetapi adakalanya timbul pada teratoma.

Bentuk tumor trofoblas yang sangat ganas ini dapat dianggap sebagai suatu
karsinoma dari epitel korion, walaupun perilaku pertumbuhan dan metastasisnya
mirip dengan sarkoma.Faktor-faktor yang berperan dalam transformasi keganasan
korion tidak diketahui.Pada koriokarsinoma, kecenderungan trofoblas normal untuk
tumbuh secara invasif dan menyebabkan erosi pembuluh darah sangatlah besar.
Apabila mengenai endometrium, akan terjadi perdarahan, kerontokan dan infeksi
permukaan. Masa jaringan yang terbenam di miometrium dapat meluas keluar ,
muncul di uterus sebagai nodul-nodul gelap irreguler yang akhirnya menembus
peritoneum.

Gambaran diagnostik yang penting pada Choriocarcinoma, berbeda dengan


mola hidatidosa atau mola invasif adalah tidak adanya pola vilus.Baik unsur
sitotrofoblas maupun sinsitium terlibat, walaupun salah satunya mungkin
predominan. Dijumpai anplasia sel, sering mencolok, tetapi kurang bermanfaat
sebagai kriteria diagnostik pada keganasan trofoblas dibandingkan dengan pada
tumor lain. Pada pemeriksaan hasil kuretase uterus, kesulitan evaluasi sitologis adalah
salah satu faktor penyebab kesalahan diagnosis koriokarsinoma. Sel-sel trofoblas
normal di tempat plasenta secara salah di diagnosis sebagai koriokarsinoma.
Metastasis sering berlangsung dini dan umumnya hematogen karena afinitas trofoblas
terhadap pembuluh darah.

Choriocarcinoma dapat terjadi setelah mola hidatidosa, abortus, kehamilan


ektopik atau kehamilan normal .tanda tersering, walaupun tidak selalu ada, adalah
perdarahan irreguler setelah masa nifas dini disertai subinvolusi uterus. Perdarahan
dapat kontinyu atau intermitten, dengan perdarahan mendadak dan kadang-kadang
masif. Perforasi uterus akibat pertumbuhan tumor dapat menyebabkan perdarahan
intraperitonium. Pada banyak kasus, tanda pertama mungkin adalah lesi metatatik.
Mungkin ditemukan tumor vagina atau vulva. Wanita yang bersangkutan mungkin
mengeluh batuk dan sputum berdarah akibat metastasis di paru. Pada beberapa kasus,
di uterus atau pelvis tidak mungkin dijumpai koriokarsinoma karena lesi aslinya telah
lenyap, dan yang tersisa hanya metastasis jauh yang tumbuh aktif. Apabila tidak di
terapi, Choriocarcinoma akan berkembang cepat dan pada mayoritas kasus pasien
biasanya akan meninggal dalam beberapa bulan. Kausa kematian tersering adalah
perdarahan di berbagai lokasi.

Pasien di golongkan beresiko tinggi jiika penyakit lebih dari 4 bulan, kadar
gonadotropin serum lebih dari 40.000 mIU/ml, metastasis ke otak atau hati, tumor
timbul setelah kehamilan aterm, atau riwayat kegagalan kemoterapi, namun
menghasilkan anagka kesembuhan tertinggi dengan kemoterapi kombinasi yaitu
menggunakan etoposid, metotreksat, aktinomisin, siklofosfamid, dan vinkristin
(Schorage et al, 2000).
D.   Menifestasi Klinis

Mikroskopis tanda-tanda yang khas untuk choriocarcinoma ialah :

1. Peningkatan jumlah kadar ß-hCG


a) Kadar ß-hCG normal pada tiap umur kehamilan berbeda, dari 5-25
IU/ml.
b) Kadar ß-hCG yang dianggap mola < 100.000 IU/urine 24jam
c) Kadar ß-hCG yang dianggap kanker adalah > 100.000 IU/urine 24jam
>40.000 u/ml dalam interval lebih dari 4 bulan.
2. Perdarahan per vaginam
3. Batuk berdarah dan sesak nafas
4. X-ray dada menunjukkan adanya perembesan cairan di ujung kedua paru-
paru
5. Sakit kepala dan hemiplegi
6. Sakit tulang belakang
7. Perut bengkak dan sklera menjadi kuning
8. Hilang selera makan dan berat badan turun
Adapun tanda dan gejala lain :
1. Nekrose
2. Haemorrhagia
3. Infeksi
Berikut adalah diantara gejala-gejala dan tanda-tanda yang mungkin dialami
oleh pesakit Choriocarcinoma :

1. Batuk berdarah dan sesak nafas.


2. Sakit kepala dan lumpuh sebelah badan
3. Sakit tulang belakang
4. Ketumbuhan dan perdarahan di bahagian faraj
5. Bengkak perut dan kuning mata
6. Hilang selera makan dan turun berat badan
Tumor ini warnanya ungu dan sangat rapuh. Pada dinding uterus nampak sebagai
benjolan kacang Bogor.

1. Perdarahan yang tidak berhenti setelah kelahiran mola, bersifat metrorrhagia


2. Subinvolusi
3. Metastase pada paru-paru, vulva atau vagina.
4. Reaksi biologis yang tetap positip atau yang malakan naik kwantitatip setelah
kelahiran mola.
5. Kadang-kadang terjadi perforasi rahim dengan tanda-tanda perdarahan
intraperitoneal.

Selain dari itu nampak sel-sel trofobkast yang menembus otot-otot dan pembulu-
pembuluh darah.

E.    Klasifikasi
Choriocarcinoma dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam bentuk, yaitu:
1. Choriocarcinoma Villosum
Penyakit ini termasuk ganas tetapi derajat keganasannya lebih
rendah.Sifatnya seperti mola, tetapi dengan daya penetrasi yang lebih besar.
Sel- sel trofoblas dengan villi korialis akan menyusup ke dalam miometrium
kemudian tidak jarang mengadakan perforasi pada dinding uterus dan
menyebabkan perdarahan intra abdominal. Walaupun secara lokal mempunyai
daya invasi yang berlebihan, tetapi penyakit ini jarang disertai metastasis.
Invasive mola berasal dari mola hidatidosa
2. Choriocarcinoma Non Villosum
Penyakit ini merupakan yang terganas dari penyakit trofoblas.
Sebagian besar didahului oleh mola hidatidosa (83,3%) tetapi dapat pula
didahului abortus atau persalinan biasa masing-masing 7,6%. Tumbuhnya
sangat cepat dan sering menyebabkan metastasis ke organ-organ lain, seperti
paru-paru, vulva, vagina, hepar dan otak. Apabila tidak diobati biasanya
pasien meninggal dalam 1 tahun. Apabila dibandingkan dengan jenis kanker
ginekologik lainnya, koriokarsinoma mempunyai sifat yang berbeda,
misalnya:
a) Koriokarsinoma mempunyai periode laten yang dapat diukur, yaitu
jarak waktu antara akhir kehamilan dan terjadinya keganasan
b) Sering menyerang wanita muda
c) Dapat sembuh secara tuntas tanpa kehilangan fungsi reproduksi,
dengan pengobatan sitostatika.

3.  Choriocarcinoma Klinis
Apabila setelah pengeluaran jaringan mola hidatidosa kadar hCG turun
lambat apalagi menetap atau meningkat, maka kasus ini dianggap sebagai
penyakit trofoblas ganas. Artinya ada sel-sel trofoblas yang aktif tumbuh lagi
di uterus atau di tempat lain (metastasis) dan mengahasilkan hCG. Diagnosis
keganasan tidak ditentukan oleh pemeriksaan histopatologik tetapi oleh
tingginya kadar HCG dan adanya metastasis.

F.    Komplikasi

Komplikasi dikategorikan berdasarkan seberapa jauh derajat penyakitnya.


Berdasarkan jauhnya penyebaran Choriocarcinoma dibagi menjadi 4, yaitu:

1. Stadium I yang terbatas pada uterus


2. Stadium II, sudah mengalami metastasis ke parametrium, serviks dan
vagina
3. Satadium III, mengalami metastasis ke paru-paru
4. Stadium IV, metastasis ke oragan lain, seperti usus, hepar atau otak.
G.  Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
Menurut The International Federation of Gynecology and Oncology (FIGO)
menetapkan beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mendiagnosis PTG
termasuk koriokarsinoma adalah:
a) Menetapnya kadar ß hCG pada empat kali penilaian dalam 3 minggu
atau lebih (misalnya hari 1,7, 14 dan 21)
b) Kadar ß hGC meningkat pada selama tiga minggu berturut-turut atau
lebih (misalnya hari 1,7 dan 14)
c) Tetap terdeteksinya ß hCG sampai 6 bulan pasca evakuasi mola.
d) Gambaran patologi anatomi adalah koriokarsinoma
2. Pemeriksaan Penunjang
a) Uji Sonde
Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke
dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan
sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan,
kemungkinan mola atau koriokarsinoma.
b) Foto rontgen abdomen : Tidak terlihat tulang-tulang janin (pada
kehamilan 3-4 bulan)
c) Ultrasonografi
Khusus pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak
terlihat janin (merupakan diagnosa pasti), waspadai juga
Choriocarcinoma.

H.   Penatalaksanaan Medis

1. Kemoterapi
Choriocarcinoma merupakan tumor yang sensitif terhadap obat-obatan
kemoterapi, dari hasil survey menunjukkan bahwa dengan kemoterapi pasien
dengan Choriocarcinoma mengalami kesembuhan 90-95%.
2. Terapi dengan agen single methotrexate or actinomycin D. Terapi ini
digunakan untuk Choriocarcinoma yang belum bermetastase meluas ke
seluruh tubuh atau dengan skala ringan.
3. Terapi kombinasi EMACO (etoposide, methotrexate, actinomycin D,
cyclosphosphamide and oncovin) Terapi komplek ini digunakan untuk
koriokarsinoma dengan skala sedang atau berat.
4. Hysterektomi
Biasa dilakukan pada wanita dengan usia ≥ 40 tahun atau pada wanita yang
memang menginginkan untuk dilakukan hysterektomi. Hysterektomi juga
disarankan pada infeksi berat dan perdarahan yang tidak terkendali.

I. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data diri klien
b. Data biologis/fisiologis ® keluhan utama, riwayat keluhan utama
c. Riwayat kesehatan masa lalu
d. Riwayat kesehatan keluarga
e. Riwayat reproduksi ® siklus haid, durasi haid
f. Riwayat obstetric ® kehamilan, persalinan, nifas, hamil
g. Data psikologis/sosiologis ® reaksi emosional setelah penyakit diketahui
h. Pemeriksaan fisik
i. Aktifitas istirahat
Gejala :
 Kelemahan / keletihan
 Perubahan pada pola tidur
 Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti
nyeri,ansietas,keringat malam
 Pekerjaan / profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan
,tingkat stress tinggi
j. Integritas ego
 Gejala :
 Faktor sress,merokok,alcohol
 Menunda mencari pengobatan
 Masalah tentang lesi / cacat, pembedahan
 Menyangkal diagnosis, putus asa
k. Eliminasi
Gejala :
Pada kanker Ovarium terdapat tanda haid tidak teratur ,sering
berkemih,menopouse dini dan menorrhagia.
l. Makanan dan minuman
Gejala : dispepsia,rasa tidak nyaman pada abdomen, lingkar abdomen
yang terus meningkat).
m. Neurosensori
Gejala : Pusing, sinkope
n. Keamanan
Gejala : pemajanan pada zat kimia, toksik dan karsinogen
Tanda : demam ,ulserasi
o. Seksualitas
Gejala : Nulligravida lebih besar dari usia 30 tahun,mempunyai banyak
pasangan seksual, aktifitas seksual dini.
p. Interaksi sosial
Gejala :
 Ketidaknyamanan / kelemahan sistem pendukung
 Riwayat perkawinan,dukungan dan bantuan
 Masalah tentang fungsi dan tanggung jawab peran
2.      Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri  akut
b. Pola napas tidak efektif
c. Defisit nutrisi
3.      Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
1. Nyeri  akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
intervensi keperawatan Observasi
maka tingkat nyeri  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
menurun dengan kriteria kualitas, intensitas nyeri
hasil:  Identifikasi skala nyeri
 Kemampuan  Identifikasi faktor yang memperberat nyeri
menuntaskan aktivitas  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
meningkat  Identifikasi pengaruh budaya terhadap nyeri
 Keluhan nyeri menurun  Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
 Meringis menurun  Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
 Sikap protektif telah diberikan
menurun  Monitor efek samping pemberian analgetik
 Gelisah Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
nyeri
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahatt tidur
Edukasi
 Jelaskan penyebab, perode, pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik yang tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik
2 Pola nafas tidak efektif Kriteria Hasil : 1. Pemantauan Respirasi
 Dipsnea menurun Observasi :
Defenisi : inspirasi dan  Penggunaan otot  Monitor frekuensi , irama , kedalaman dan upaya
ekspirasi yang tidak bantu nafas bernafas
memberikan ventilasi yang menurun  Monitor pola nafas
adekuat  Jalan nafas  Monitor kemampuan batuk efektif
membaik  Memonitor saturasi oksigen
 Pemanjangan fase Terapeutik
ekspirasi menurun
 Frekuensi nafas  Atur intervensi pemantauan Respirasi sesuai
membaik kondisi pasien
 Pernafasan cuping  Dokumensasi hasil pemantauan
hidung menurun. Edukasi :

 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


 Informasi hasil pemantaauan , jika perlu

2. Dukungan Ventilasi
Obserasi

 Identifikasi adnya kelelahan otot bantu nafas


 Identifikasi efek perubahan posisi terhadap
status pernafasan
Terapeutik

 Mempertahanklan posisi fowler dan semi fowler


Edukasi

 Memperhatikan kepatenan jalan nafas


 Mengajarkan mengubah posisi secara mandiri
kolaborasi

 Kolaborasi pemberian obat.


3. Defisit nutrisi Status nutrisi Manajemen nutrisi
Definisi : asupan nutrisi Kriteria hasil : Observasi
tidak cukup untuk  Porsi makanan yang  Identifikasi status nutrisi
memenuhi kebutuhan dihabiskan meningkat  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
metabolisme  Kekuatan otot  Identifikasi makanan yang disukai
pengunyah meningkat  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
 Kekuatan otot menelan  Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
meningkat  Monitor asupan makanan
 Serum albumin  Monitor berat badan
meningkat  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
 Verbalisasi keinginan Terapeutik
untuk meningkatkan  Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
nutrisi meningkat  Fasilitasi menentukan pedoman diet
 Perasaan cepat kenyang  Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
menurun konstipasi
 Nyeri abdomen menurun  Berikan makan tinggi kalori dan tinggi protein
 Sariawan menurun  Berikan suplemen makanan, jika perlu
 IMT membaik Edukasi
 Frekuensi makan  Anjurkan posisi duduk, jika mampu
membaik  Ajarkan diet yang diprogramkan
 Nafsu makan membaik Kolaborasi
 Bising usus membaik  Kolaborasi pemberian medikasi sebelum tidur
 Membrane mukosa  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
membaik jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana
rencana keperawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/ aktivitas yang telah
ditemukan, pada tahap ini perawat siap membantu pasien atau orang terdekat
menerima stress situasi atau prognosis, mencegah komplikasi, membantu program
rehabilitas individu, memberikan informasi tentang penyakit, prosedur, prognosis dan
kebutuhan pengobatan.
5. Evaluasi
a. Klien merasa reda dari nyeri dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan
b. Klien dapat memperbaiki persepsi citra tubuh dan harga dirinya.
c. Tidak adanya tanda-tanda disfungsi seksual
d. Klien menyatakan paham tentang perubahan struktur dan fungsi seksual.
e. Mengidentifikasi kepuasan / praktik seksual yang diterima dan beberapa alternatif
cara mengekspresikan keinginan seksual.
BAB III
TINJAUAN KASUS

I. PENGKAJIAN
Hari/ tanggal : Senin/19 April 2021

A. Identitas Pasien Penanggung Jawab : Suami


Nama : Ny M Nama : Tn K
Umur : 21 tahun Umur : 28 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Pedagang
Alamat: Solok Alamat : Solok
Tanggal masuk RS : 11 April 2021
Tanggal Pengkajian : 19 April 2021
Diagnose medis : Choriocarcinoma

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Pasien masuk ke RSUP Dr. M.Djamil Padang pada hari Minggu tanggal 11
April 2021 dengan keluhan mengalami perdarahan melalui vagina.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian hari Senin tanggal 19 April 2021 pukul 14.15
WIB pasien mengatakan sudah menjalani rawat hari ke 8, pasien mengatakan
keluar darah dari pervaginam dengan warna merah kecoklatan, pasien
mengatakan ganti pembalut 3-4 kali sehari, pasien mengatakan nyeri pada
perut bagian bawah, nyeri yang dirasakan hilang timbul, skala nyeri 3. Pasien
mengatakan kepalanya terasa pusing, badannya terasa lemah dan mual. Pasien
sedang menjalani kemoterapi kedua yang tindakan pertamanya dilakukan
pada tanggal 13 April 2021.

3. Riwayat Kesehatan Dahulu


Pasien mengatakan ± 1 tahun yang lalu pernah dirawat dengan penyakit mola
hidatidosa dan dilakukan dilated dan kurretage sebanyak 1 kali di salah satu
rumah sakit di kota solok. Pasien mengatakan sejak 3 bulan yang lalu sering
mengalami perdarahan pervaginam dan dilakukan pemeriksaan beta hcg
sehingga pasien didiagnosis choriocarcinoma. Pasien sudah menjalani
kemoterapi pertama pada tanggal 25 Maret 2021.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
keganasan seperti kanker. Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai
riwayat penyakit kronis seperti jantung, hipertensi, dan diabetes melitus

5. Riwayat Obstetri sebelumnya


Riwayat obstetri : P1 A0 H1
NO Tahun Tempat Jenis Penolong Penyulit Jenis Keadaan
Partus persalinan persalinan persalian kelamin bayi
1 2017 Rumah 37-38 SC Dokter Laki- hidup
sakit minggu laki

6. Riwayat perkawinan
- Status perkawinan : kawin
- Jumlah perkawinan 1 kali
- Lama perkawinan ± 4 tahun

7. Riwayat Menstruasi
Pasien mengatakan pertama kali menstruasi pada usia 12 tahun, lama haid 7
hari, pasien mengatakan sebelum sakit menstruasi nya teratur setiap bulan
dengan siklus 28 hari, namun sejak mengalami perdarahan 3 bulan yang lalu,
darah yang keluar dari vagina lebih dari 3 kali sebulan. Ketika terjadi
perdarahan pasien rata-rata mengganti pembalut 2x dalam 1 jam. Namun saat
dilakukan pengkajian pasien mengatakan sekarang hanya mengganti pembalut
4x sehari.

8. Riwayat KB
Pasien mengatakan menggunakan alat kontrasepsi suntik 3 bulan selama ± 2
tahun dan pada bulan Desember 2020 pasien berhenti memakai alat
kontrasepsi.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis, GCS 15.
2. Tanda-tanda vital :
TD : 105/45 mmHg
Nadi : 88x/i
Nafas : 18x/i
Suhu : 36,3
3. Pengukuran Antropometri :
TB : 155 cm
BB : 42 kg
IMT : 17,5
4. Pemeriksaan Head to Toe :
a. Kepala :
Bentuk kepala oval, tidak ada lesi atau benjolan pada kepala
b. Rambut :
Warna hitam, struktur rambut kasar, kondisi rambut tidak rontok, tidak
ada ketombe dan tidak ada nyeri tekan di kulit kepala
c. Mata :
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan , reflek pupil isokor, palpebra tidak
edema, sclera tidak ikterik
palpasi : konjungtiva anemis
d. Hidung :
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak nampak pernapasan cuping
hidung.
Palpasi : tidak ada pembengkakan
e. Telinga :
Inspeksi : daun telinga bersih, tidak ada pembengkakan atau lesi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan

f. Mulut dan tenggorokkan:


Inspeksi : bibir (mukosa kering, warna pink pucat), mukosa mulut (luka
tidak ada, keadaan gusi bersih), lidah (warna pink keputihan, luka tidak
ada), gigi (kondisi bersih tidak ada karies, gigi palsu tidak ada)
g. Leher :
Inspeksi : tidak nampak adanya pembesaran
Palpasi : tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening dan tidak ada
pembesaran kelenjar tyroid
h. Dada dan thorax :
1) Paru-paru :
- Inspeksi : simetris kiri dan kanan
- Palpasi : fremitus kiri dan kanan
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : ronchi (-), wheezing (-)
2) Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis teraba
- Perkusi : pekak
- Auskultasi : regular, mur mur (-)
3) Payudara
- Inspeksi : bentuk simetris kiri dan kanan
- Palpasi : tidak teraba massa, tidak ada bengkak, pengeluaran
sekret atau ASI tidak ada

i. Abdomen
1) Inspeksi : bentuk simetris, ascites tidak ada, luka tidak ada,
2) Palpasi : nyeri tekan pada perut bagian bawah, tidak ada
benjolan , tidak teraba massa
3) Perkusi : timpani
4) Auskultasi : Bising usus (+)

j. Eksremitas atas/bawah
1) Inspeksi : edema (-)
2) Palpasi : CRT > 2 detik, edema tidak ada, nyeri tidak ada, akral
teraba dingin

3) Kemampuan otot 555 555


555 555

k. Genitalia ( alat kelamin, anus)


1) Genitalia
Inspeksi : terdapat darah berwarna merah kecoklatan, pasien ganti
pembalut 3-4 kali sehari, tidak ada edema/ varises, tidak terpasang
kateter.
2) Anus
Tidak nampak adanya hemorrhoid
5. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Pasien mengatakan kalau dia sangat khawatir dengan penyakitnya.
Pasien merasa putus asa karena di usianya yang masih muda, dia telah
mendapatkan penyakit ini. Selain menjalani pengobatan ke rumah
sakit, pasien juga menjalani pengobatan alternatif. Pasien tidak
mempunyai alergi obat-obatan dan pantangan makanan.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Selama sakit 8 bulan ini pasien mengalami penurunan BB dari 55 dan
sekarang BB nya 43 kg, TB 145 cm, IMT 17,5. Asupan nutrisi melalui
oral. pasien tidak mempunyai pantangan makan atau diet khusus
selama ini. Intake 2000 ml/24 jam. Output 400 ml/24 jam. IWL 645 ml
Gambaran diet dalam sehari :
Sebelum Sakit Saat Sakit
Makan pagi : Diit MB TKTP
Lontong, dan teh manis biasanya 1 Makan pagi :
porsi habis Nasi, lauk, sayur, buah, dan susu
Makan Siang : ½ porsi habis
Nasi biasa, lauk dan sayur, Makan Siang :
biasanya 1 porsi habis Nasi, lauk, sayur, buah, ½ porsi
Makan Malam : habis
Nasi biasa, lauk dan sayur, Makan malam :
biasanya 1 porsi habis Nasi, lauk, sayur, buah, ½ porsi
habis

c. Pola eliminasi
Pola defekasi : pasien mengatakan frekuensi 1x sehari, warna kuning,
konsistensi lunak normal. BAB tidak ada keluhan
Pola Urinasi : pasien mengatakan frekuensi 6-7x sehari, warna
kuning. Tidak terpasang kateter. BAK tidak ada keluhan
d. Pola istirahat dan tidur
Saat sehat, kebiasaanya pasien tidur 7 jam/ malam, tidur siang kadang
1-2 jam. Pasien jarang terbangun tengah malam dan begadang. Pasien
merasa segar ketika terbangun dipagi hari. Saat sakit, pasien tidak
mengalami masalah pola tidur
e. Pola persepsi sensori dan kognitif
Status mental pasien sadar, bicara normal, bahasa sehari-hari
menggunakan bahasa minang. Kemampuan berkomunikasi dan
memahami tepat, fungsi penglihatan dan pendengaran dalam batas
normal.
f. Persepsi dan konsep diri
Pasien mengatakan kalau penyakitnya ini adalah cobaan dari Allah,
dan usaha pasien hanya berdoa dan berusaha berobat supaya
penyakitnya cepat sembuh.
g. Pola hubungan dengan orang lain
Pekerjaan pasien adalah ibu rumah tangga, selama sakit pekerjaan
rumah tangga dibantu oleh orang tua pasien dirumah. Sistem
pendukung adalah suami dan keluarga. Pasien tidak mempunyai
masalah keluarga yang berkenaan dengan perawataan di Rumah sakit.
pasien mengatakan hubungan pasien dengan masyarakat baik, pasienn
mengatakan juga aktif dalam kegiatan yang ada dimasyarakat.

h. Pola reproduksi dan seksual


Pasien mempunyai masalah di organ reproduksi. Pasien mempunyai
masalah seksual yang berhubungan dengan penyakitnya. Pasien
mengatakan sejak sakit, saat berhubungan sering keluar darah dari
vagina.
i. Pola mekanisme koping
Pasien tidak mempunyai masalah finansial dan perawatan diri yang
berhubungan dengan penyakit. Kehilangan terbesar pasien di dalam
hidup adalah saat mengira kalau yang dia kandung adalah bayi ternyata
bukan. Pasien tidak pernah menggunakan obat-obatan untuk
menghilangkan stress. Keadaan emosi pasien sehari-hari normal.
j. Pola nilai dan keyakinan
Pasien beragama Islam. Selama sehat, pasien rajin beribadah shalat
lima waktu. Sejak sakit, kegiatan ibadah pasien tidak terganggu. Pasien
masih bisa melakukan shalat ditempat tidur.

6. Data Penunjang
a. Radiologi (rontgen)
Pemeriksaan radioterapi toraks proyeksi AP :
 Trakea ditengah
 Mediastinum superior tidak melebar. Aorta baik
 Jantung posisi normal, ukuran kesan tidak membesar
 Kedua hillus tidak menebal/melebar
 Corokan bronkovaskuler kedua baru baik
 Tidak tampak infiltrasi maupun nodul di kedua lapangan paru
 Diafragma kanan dan kiri licin. Sinus kostofrenikus kanan dan
kiri lancip
Kesimpulan : tidak tampak kelainan radiologis pada radiografi
toraks.

b. Patologi Anatomi
Makroskopik : terima potongan-potongan jaringan, kecoklatan,
ukuran 5x4x2 cm
Mikroskopik : dalam sediaan yang kami terima, tampak potongan-
potongan jaringan terdiri atas jaringan nekrotik, perdarahan dan
kelompokan-kelompokan sel-sel dengan inti besar, pleomorfik,
sitoplasma jernih, beberapa sel dengan inti multinukleoli
Gambaran mikroskopik menunjukkan suatu keganasan

c. Laboratorium : darah, sekret, sputum, cairan mani


Pemeriksaan Hasil 13/4/2021 Hasil 15/4/2021 Nilai Normal
Hemoglobin 7 g/dl 8,6 g/dl 12.0-14.0
Leukosit 4,97 10*3/mm*3 5,83 10*3/mm*3 5.0-10.0
Trombosit 449 10*3/mm*3 421 10*3/mm*3 150-400
Hematoktrit 21 % 31 % 37.0-43.0
Eritrosit 2,51 10*6/ul 3,65 10*6/ul 4.0-4.50
Basophil 0% 0 0-1
Eosinophil 0% 3 1-3
Neutrophil batang 5% 1 2.0-6.0
Neutrophil segmen 67 % 63 50.0-70.0
Limfosit 19 % 32 20.0-40.0
Monosit 4% 1 2.0-8.0
MCV 86 86 82.0-92.0
MCH 28 28 27.0-31.0
MCHC 33 33 32.0-36.0

7. Penatalaksanaan Medis
IVFD Nacl 0,9 % 500 ml/8 jam (IV)
Tranfusi PRC 4 unit (IV)
Transamin 3 x 500 mg (IV)
Vitamin K 3 x 10 mg (IV)
Etoposide 130 mg 1x1 (IV)
Actinomicine D (IV)
Metotrexate 1x50 mg (IV)
Leucoferin 1x50 mg (IV)

B. Analisa Data
No Data Etiologi Problem
1 DS: Proses keganasan Resiko perdarahan
 Pasien mengatakan
badannya terasa lemah
 Pasien mengatakan keluar
darah dari vagina dngan
warna merah kocoklatan
DO:
 Pasien tampak lemah
 Wajah pasien tampak
pucat
 Konjungtiva anemies
 Hb 8.6 g/dl
 Hematokrit 31%

2 Ds : Penurunan Perfusi perifer tidak


 Pasien mengatakan konsentrasi efektif
perdarahan dari vagina hemoglobin akibat
berwarna merah kecoklatan perdarahan
 Pasien mengatakan pusing
dan mual
 Pasien mengatakan
badannya terasa lemah
Do :
 Hb 8,6 g/dl
 Pasien tampak pucat
 Akral teraba dingin
 Pasien tampak lemas
 CRT > 2 detik

2 Ds : Tumor terlokalisasi Nausea


 Pasien mengeluh mual dan
muntah
 Pasien mengatakan selama
sakit mengalami penurunan
BB
 Pasien mengatakan BB
sebelum sakit 55 dan saat
sakit 42 kg
 Pasien mengatakan hanya
menghabiskan ½ porsi
makanan
Do :
 IMT 17.5
 Hematokrit 31 %
 Penurunan berat badan >
10 %
 Tampak pasien hanya
menghabiskan diit ½ porsi
 Pasien mendapatkan diit
MB TKTP di rumah sakit

C. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perdarahan berhubungan dengan proses keganasan
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan Penurunan konsentrasi
hemoglobin akibat perdarahan.
3. Nausea berhubungan dengan tumor terlokalisasi

D. Intervensi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
1 Resiko perdarahan Setelah dilakukan Pecegahan perdarahan :
berhubungan tindakan keperawatan Observasi :
dengan proses selama 2x24 jam - Monitor tanda dan gejala
keganasan diharapkan tingkat perdarahan
perdarahan menurun - Monitor nilai hematokrit
dengan kriteria hasil : dan hemoglobin
- Kelembapan Terapeutik :
membran mukosa - Pertahankan bed rest
menningkat selama perdarahan
- Perdarahan vagina - Batasi tindakan invasif
menurun Edukasi :
- Hemoglobin - Jelaskan tandan dan gejala
membaik perdarahan
- Hematokrit - Anjurkan meningkatkan
membaik asupan makanan dan
vitamin K
- Anjurkan segera melapor
jika terjadi perdarahan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdarahan
- Kolaborasi pemberian
produk darah

Transfusi darah :
Observasi
- Identifikasi rencana
transfuse
- Monitor TTV
- Monitor reaksi transfusi
Terapeutik
- Lakukan pengecekan
ganda pada label darah
- Pasang akses intravena
jika belum terpasang
- Berikan NaCl 0,9% 50-
100 ml sebelum
melakukan transfusi
- Atur kecepatan aliran
transfuse sesuai produk
- Berikan waktu transfuse
maksimal 4 jam
- Hentikan transfui jika
terdapat reaksi transfuse
- Dokumentasikan tanggal,
waktu, jumlah darah,
durasi dan respon
transfuse
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur transfusi
- Jelaskan tanda dan gejala
reaksi transfusi yang perlu
dilaporkan (mis, gatal,
pusing, sesak napas, nyeri
dada)

2 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi :


efektif berhubungan tindakan keperawatan Observasi :
dengan Penurunan selama 2x24 jam - Periksa sirkulasi perifer
konsentrasi diharapkan perfusi (mis; nadi perifer,
hemoglobin akibat perifer membaik dengan pengisian kapiler, warna,
pendarahan kriteria hasil : dan suhu )
- Warna kulit pucat - Monitor panas,
menurun kemerahan, nyeri atau
- Akral membaik bengkak pada ekstremitas
- Turgor kulit Terapeutik :
membaik - Hindari pemasangan infus
atau pengambilan darah di
area keterbatasa perfusi
- Hindari pengukuran darah
pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
Edukasi :
- Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta
- Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
(mis; melembabkan
kulityang kering)
- Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi.

Pemantauan cairan :
Observasi :
- Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
- Monitor frekuensi
napas
- Monitor tekanan
darah
- Monitor elastisitas
dan turgor kulit
- Monitor hasil
pemeriksaan serum
- Monitor intake dan
output cairan
- Identifikasi faktor
risiko ketidakseimbangan
cairan
Terapeutik
- Atur interval waktu
pemantauan sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
3 Nausea Setelah dilakukan Manajemen mual :
berhubungan tindakan keperawatan Observasi :
dengan tumor selama 2x24 jam
- Identifikasi dampak mual
terlokalisasi. diharapkan tingkat
terhadap kualitas hidup
nausea menurun dengan
- Monitor mual (mis;
kriteria hasil :
frekuenis, durasi dan
- Nafu makan
tingkat keparahan)
meningkat
- Identifikasi faktor
- Keluhan mual
penyebab mual (mis;
menurun
pengobatan dan prosedur)
- Perasaan asam
- Monitor asupan nutrisi
dimulut menurun
dan kalori
- Diaforesis menurun
Terapeutik :
- Jumlah saliva
- Kendalikan faktor
menurun
lingkungan penyebab
- Pucat membaik
mual
- Kurangi atau hilangkan
keadaan penyebab mual
Edukasi :
- Anjurkan istirahat dan
tidur yang cukup
- Anjurkan makanan tinggi
karbohidrat dan rendah
lemak
- Anjurkan teknik non
farmakologis untuk
mengatasi mual (mis;
hipnosis, relaksasi, terapi
musik)
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
antietik, jika perlu

Implementasi dan Evaluasi


Tanggal : 19 April 2021
No Diagnosa Implementasi Evaluasi
1 Resiko perdarahan - Mengobservasi hasil S :
berhubungan labor seperti nilai Hb - Pasien mengatakan
dengan proses dan Ht keluar darah dari
keganasan - Mengobservasi tanda vagina dengan warna
dan gejala perdarahan merah kecoklatan
- Memeriksa warna - Pasien mengatakan
kulit, konjungtiva, ganti pembalut 3-4 kali
turgor kulit dan sehari
membran mukosa O:
- Memberikan tranfusi - Pasien masih nampak
PRC 1 kolf sesuai pucat
order dokter - Pasien tampak lemah
- Memberikan obat anti - Konjungtiva masih
perdarahan sesuai anemis
order dokter - Membran mukosa bibir
- Mengukur tanda – kering
tanda vital (tekanan - Transfusi PRC 1 kolf
darah, nadi, diberikan
pernafasan, suhu) - Hb : 8.6 g/dl
- Menghentikan - Ht : 31%
transfusi jika terdapat - TD : 110/90 mmHg
reaksi transfuse - Nadi : 98 x/menit
- Mendokumentasikan - Suhu : 37oC
tanggal, waktu, - Pernafasan:18 x/menit
jumlah darah, durasi A:
dan respon transfusi Masalah resiko perdarahan
teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
dengan mengobservasi
tanda dan gejala
perdarahan
2 Perfusi perifer tidak - Melakukan pemeriksan S:
efektif berhubungan capillari refil - Pasien mengatakan
dengan Penurunan - Melakukan pemeriksaan kepalanya terasa pusing
konsentrasi turgor kulit, akral dan dan badannya terasa letih
hemoglobin akibat kepucatan O:
perdarahan - Menghindari - CRT <2 detik
pemasangan infus di - Akral teraba dingin
area keterbatasan - Wajah pasien tampak
perfusi pucat
A:
masalah perfusi perifer
tidak efektif belum teratasi
P:
intervensi dilanjutkan
dengan pemantauan cairan
3 Nausea - Mengidentifikasi faktor S :
berhubungan penyebab mual - pasien mengatakan
dengan tumor - Kolaborasi dengan ahli tidak selera untuk
terlokalisasi pemberian diet MB makan
TKTP - Pasien mengatakan
- Menganjurkan pasien perutnya terasa mual
untuk istirahat dan tidur O :
yang cukup - IMT 17.5
- Monitor asupan nutrisi - Pasien mendapatkan
dan kalori pasien diet MB TKTP dan
- Mengobservasi adanya hanya menghabiskan ¼
mual (mis; frekuensi, porsi
durasi dan tingkat - Pasien tampak lemah
keparahan) A : masalah nausea belum
- Menghitung IMT teratasi
pasien P : intervensi dilanjutkan
manajemen nausea

Implementasi dan Evaluasi


Tanggal : 20 April 2021
No Diagnosa Implementasi Evaluasi
1 Resiko perdarahan - Mengobservasi hasil S :
berhubungan dengan labor seperti nilai Hb Pasien mengatakan darah
proses keganasan dan Ht masih keluar dari vagina
- Mengobservasi tanda dalam bentuk flek warna
dan gejala perdarahan kecoklatan
- Memeriksa warna O :
kulit, konjungtiva, - Konjungtiva agak
turgor kulit dan anemis
membran mukosa - Membran mukosa bibir
- Memberikan tranfusi lembab
PRC 1 kolf sesuai - Transfusi PRC 1 kolf
order dokter - Memberikan injeksi
- Memberikan obat anti vitamin K dan darah
perdarahan sesuai mulai berkurang
order dokter - Hb : 8.6 g/dl
- Mengukur tanda – - Ht : 31%
tanda vital (tekanan - TD : 100/87 mmHg
darah, nadi, - Nadi : 95 x/menit
pernafasan, suhu) - Suhu : 36.8oC
- Menghentikan - Pernafasan:18 x/menit
transfusi jika terdapat A:
reaksi transfuse Masalah resiko perdarahan
- Mendokumentasikan teratasi sebagian
tanggal, waktu, P:
jumlah darah, durasi Intervensi dilanjutkan
dan respon transfusi dengan mengobservasi
tanda dan gejala
perdarahan

2 Perfusi perifer tidak - Melakukan S:


efektif berhubungan pemeriksaan capillari - Pasien mengatakan pusing
dengan Penurunan refil sudah berkurang dan
konsentrasi - Melakukan badan sudah terasa lebih
hemoglobin akibat pemeriksaan turgor segar
perdarahan kulit, akral dan O:
kepucatan - CRT <2 detik
- Menghindari - Akral teraba hangat
pemasangan infus di - Mukosa bibir lembab
area keterbatasan A:
perfusi masalah perfusi perifer
tidak efektif sebagian
teratasi
P:
intervensi dilanjutkan
dengan pemantauan cairan
3 Nausea berhubungan - Mengidentifikasi faktor S :
dengan tumor penyebab mual - pasien mengatakan
terlokalisasi - Kolaborasi dengan ahli menghabiskan ½ porsi
pemberian diet MB makanan
TKTP - Pasien mengatakan
- Menganjurkan pasien mual sudah berkurang
untuk istirahat dan O :
tidur yang cukup - IMT 17.5
- Monitor asupan nutrisi - BB 43 kg
dan kalori pasien - Pasien mendapatkan
- Mengobservasi adanya diet MB TKTP dan
mual (mis; frekuensi, hanya menghabiskan ½
durasi dan tingkat porsi
keparahan) - Nafsu makan pasien
sedikit membaik

A : masalah nausea
sebagian teratasi
P : intervensi dilanjutkan
manajemen nausea
BAB IV

EVIDANCE BASED PRACTICE

A. Evidence Based Practice


Evidance Based Practice (EBP) bukan merupakan konsep yang baru didunia
keperawatan. Memang kalau dilihat dari sejarahnya, konsep EBP ini diambil dari ilmu
kedokteran yang selanjutnya diadopsi dan disesuaikan dengan ilmu keperawatan, tapi
keduanya memiliki fondasi yang sama dengan tujuan yang juga tidak jauh berbeda
(Frani, 2017).
Menurut Greenberg & Pyle (2006) dalam Keele (2011), Evidence Based
Practice adalah penggunaan bukti untuk mendukung pengambilan keputusan di
pelayanan kesehatan. Sedangkan Evidence Based Practice in Nursing adalah
penggunaan bukti eksternal, bukti internal (clinical expertise), serta manfaat dan
keinginan pasien untuk mendukung pengambilan keputusan di pelayanan kesehatan
(Melnyk & Fineout-Overholt, 2011).
Beberapa masalah keperawatan yang biasanya muncul pada pasien kanker
ovarium stadium lanjut diantaranya, pola nafas tidak efektif, nyeri kronik, oedem,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas. Masalah
keperawatan diatas bisa diatasi dengan menggunakan evidence based practice
disamping kita sebagai perawat membuat rencana keperawatan yang akan kita
lakukan.
B. Jurnal EBP
1. Judul jurnal : Efektifitas Latihan Progressive Muscle Relaxation (PMR)
terhadap mual dan muntah kemoterapi pasien kanker ovarium
Penulis : Utami, S (2016)
Tujuan penelitian : Untuk mengetahui efektifitas latihan Progressive Muscle
Relaxation (PMR) terhadap mual dan muntah klien kanker
Metode Penelitian : Quasi Eksperimen
Jumlah Responden : 30 ibu yang dibagi kedalam kelompok kontrol dan kelompok
Eksperimen

Hasil Penelitian :
Teknik ini dilakukan pada 30 responden dan efektif dalam menurunkan mual
muntah akibat efek kemoterapi klien kanker. Untuk hasil yang maksimal dianjurkan
untuk berlatih pada jam yang sama dua kali setiap hari, selama 20-30 menit. Latihan
bisa dilakukan pagi dan sore hari dan dilakukannya 2 jam setelah makan untuk
mencegah rasa mengantuk setelah makan.
Progressive Muscle Relaxation sebagai Upaya Untuk Mengurangi Mual
Muntah dan Fatigue
1) Pengertian
Pengertian progressive muscle relaxation adalah terapi relaksasi
dengan gerakan mengencangkan dan melemaskan otot – otot pada beberapa
bagian tubuh tertentu yang diberikan pada klien dengan gangguan fisik karena
penyakit maupun secara fungsional berupa penurunan aktivitas sehari-hari
serta mengalami insomnia. Dalam melakukan terapi ini, klien membedakan
sensasi saat otot dalam kondisi tegang dan rileks serta merasakan kenyamanan
dan rileksasi saat otot dalam kondisi lemas.
2) Tujuan Progressive muscle relaxation
Tujuan progressive muscle relaxation adalah
a) Membantu mengurangi tanda dan gejala mual muntah seperti menurunkan
rasa mual atau muntah, laju metabolisme tubuh, laju pernapasan,
ketegangan otot, dan tekanan darah sistolik.
b) Meningkatkan beta endorphin
c) Meningkatkan imun seluler.
d) Membantu keterampilan koping dalam mengatasi fatigue secara aktif
3) Indikasi
Menurut Ramdhani & Putra (2015) terdapat beberapa hal yang menjadi
indikasi dalam progressive muscle relaxation yaitu :
a) Managemen mual muntah dan menurunkan intensitas mual muntah
b) Manajemen fatigue pada gangguan fisik dengan meningkatkan beta
endorphin dan berfungsi meningkatkan imun seluler.
c) Manajemen insomnia dengan menurunkan gelombang alpha otak.

4) Kontra indikasi
Beberapa hal yang dapat menjadi kontraindikasi latihan progressive muscle
relaxation antara lain cedera akut atau ketidaknyamanan musculoskeletal,
infeksi atau inflamasi, dan penyakit jantung berat atau akut. Latihan
progressive muscle relaxation juga tidak dilakukan pada sisi otot yang sakit.
5) Teknik pelaksanaan progressive muscle relaxation
Progressive muscle relaxation atau relaksasi otot progresif merupakan
kontraksi dan relaksasi berbagai kelompok otot mulai dari kaki kearah atas
atau dari kepala kearah bawah. Pelaksanaan terapi ini diberikan 1 kali setiap
hari selama 7 hari berturut-turut sehingga total pelaksanaan adalah sebanyak 7
kali. Setiap gerakan yang dilakukan dalam terapi progressive muscle
relaxation ini dilakukan sesuai dengan kemampuan klien sehingga klien tidak
akan merasakan nyeri pada saat menegangkan otot. Pelaksanaan gerakan
progressive muscle relaxation dalam modul ini terdiri dari 14 gerakan seperti
yang dikembangkan oleh Ramdhani & Putra (2009).
6) Langkah melakukan Progressive muscle relaxation
Relaksasi otot progresif (PMR) adalah teknik manajemen mual muntah dan
fatigue. Jika Anda memiliki mual muntah dan kelelahan, teknik ini dapat
membantu Anda menenangkan tubuh dan menenangkan pikiran Anda. Dengan
latihan teratur, relaksasi otot progresif semakin mudah untuk dilakukan, dan
Anda akan dapat mencapai kedalaman dari relaksasi. Cara melaksanakannya
adalah sebagai berikut:
a) Pastikan Anda merasa nyaman. Anda bisa duduk di kursi atau berbaring.
Mata Anda bisa terbuka atau tertutup, tetapi kebanyakan orang menemukan
bahwa menutup mata mereka membantu mempertahankan fokus selama
latihan. Longgarkan pakaian yang ketat dan pastikan lingkungan sekitar
Anda yang tenang.
b) Mulailah dengan melakukan beberapa pernapasan dalam. Tarik napas
perlahan dan dalam melalui hidung dan menghembuskan napas melalui
mulut Anda. Ulangi beberapa kali.
c) Mulailah dengan menegangkan otot-otot di kaki Anda. Tekuk kaki Anda ke
atas dari pergelangan kaki ke arah wajah Anda. Tekuk kaki Anda ke atas
setinggi mungkin, tapi tidak begitu banyak sehingga menyebabkan rasa
sakit atau kram. Tahan posisi ini selama 5 sampai 10 detik. Cepat lepaskan
ketegangan di kaki Anda. Perhatikan perasaan dan sensasi yang Anda alami
ketika kaki Anda rileks. Tetap santai selama sekitar 20 sampai 30 detik
sebelum pindah ke kelompok otot depan.
d) Regangkan otot bokong dan paha. Perhatikan bagaimana ketegangan terasa.
Tahan posisi ini selama 5 sampai 10 detik dan lepaskan ketegangan dengan
cepat. Tetap rileks selama 20 sampai 30 detik.
e) Kencangkan otot perut Anda. Fokus pada ketegangan selama 5 sampai 10
detik. Lepaskan ketegangan dan bersantai selama hitungan 20 sampai 30.
Perhatikan perbedaan antara bagaimana perut Anda rasakan saat tegang dan
santai.
f) Buatlah kepalan ketat dengan masing-masing tangan sambil meregangkan
tangan Anda ke atas di pergelangan tangan. Fokus pada sensasi yang Anda
rasakan saat otot-otot yang tegang sampai hitungan 5 sampai 10 detik.
Cepat lepaskan ketegangan dan fokuskan diri anda pada otot-otot rileks di
tangan dan lengan selama 20 sampai 30 detik.
g) Tekuk siku Anda dan bisep tegangkan sekeras yang Anda bisa. Tahan
ketegangan untuk hitungan 5 sampai 10 dan cepat lepaskan. Tetap rileks
selama 20 sampai 30 detik, dengan fokus pada bagaimana rasa dari otot-
otot rileks.
h) Pindah ke punggung atas. Kencangkan otot-otot punggung atas dengan
menarik bahu Anda kembali seketat mungkin. Tahan selama hitungan 5
sampai 10. Cepat lepaskan ketegangan dan bersantai selama 20 sampai 30
detik. Fokus pada bagaimana punggung bagian atas terasa sekarang
dibandingkan dengan ketika menegang.
i) Tarik bahu Anda ke atas ke arah telinga Anda. Tarik mereka sekencang
mungkin dan tahan selama 5 sampai 10 detik. Rasakan ketegangan di bahu
dan leher. Cepat lepaskan ketegangan dan tetap santai selama 20 sampai 30
detik.
j) Kerut dahi ke atas seketat mungkin. Tahan selama hitungan 5 sampai 10
dan dengan cepat melepaskan ketegangan. Tetap rileks selama 20 sampai
30 detik.
k) Pejamkan mata dengan ketat sampai hitungan 5 sampai 10. Fokus pada
bagaimana ketegangan terasa. Lepaskan ketegangan dan focus pada
bagaimana relaksasi terasa sampai hitungan 20 sampai 30.
l) Buka mulut Anda selebar mungkin. Rasakan ketegangan pada rahang Anda.
Tahan selama 5 sampai 10 detik dan lepaskan. Tenangkan rahang Anda –
bibir Anda harus sedikit terbuka. Perhatikan kontras antara ketegangan dan
relaksasi.
m) Lanjutkan pernapasan dalam selama beberapa menit. Fokus pada
bagaimana otot Anda terasa santai.
2. Judul jurnal : Differences in Changes Of Hemoglobin between 6-12 hours
and 12-14 hours after Transfusion
Penulis : Linda, R & Ninda, D (2018)
Tujuan Penelitian : untuk menganalisa perbedaan perubahan hemoglobin antara
6-12 jam dan 12-24 jam setelah transfusion
Metode Penelitian : retrospective observational using secondary data
Jumlah responden : 98 responden
Hasil penelitian : konsentrasi hemoglobin meningkat 10-30 % pada 6-12 jam
setelah transfusi. Pada 12-24 jam setelah transfusi,
hemoglobin meningkat 15-37 %. Kesimpulannya tidak ada
perbedaan nilai hemoglobin antara 6-12 jam setelah transfusi
dengan 12-24 transfusi. Level hemoglobin tidak dapat di ukur
pada 6-12 jam setelah transfusi.
a. Pengertian Transfusi darah
Proses pemindahan atau pemberian darah daris eseorang (donor) kepada orang
lain (resipien).
b. Tujuan
1) Untuk mengganti darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, mengatasi
shock dan mempertahankan daya tahan tubuh terhadap infeksi.
2) Memelihara dan mempertahankan kesehatan donor
3) Memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran
darah
4) Mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah
5) Meningkatkan oksigenasi jaringan, memperbaiki fungsi hemostatis
c. Indikasi
1) Kehilangan darah akut, bila 20-30% total volume darah hilang dan perdarahan
masih terus terjadi
2) Anemia berat
3) Syok septik
4) Memberikan plasma dan trombosit sebagai tambahan faktor pembekuan,
karena komponen darah spesifik yang lain tidak ada
5) Transfuse pada neonates dengan icterus berat.
d. Penilaian transfuse darah
Indikasi secara umum adalah bila kadar Hb menunjukkan kurang dari 7 g/dl
(normal pada pria adalah 13-18 g/dl sedangkan pada perempuan 12-16 g/dl).
Hal yang perlu diperhatikan :
1) Selama transfusi
Dalam pemberian transfusi harus diberikan secara bertahap, sedikit demi
sedikit, karena dapat menyebabkan gagal jantung akibat beban kerja jantung
yang bertambah secara mendadak.
2) Golongan darah dan rhesus
Golongan darah dan rhesus harus sama antara pendonor dan resipien.
e. Jenis-jenis transfusi darah
1) Darah lengkap (whole blood)
Darah lengkap diambil dari donor menggunakan container atau kantong
dengan antikoagulan yang steril dan bebas pyrogen. Darah lengkap diambil ±
450-500 ml darah yang tidak mengalami pengolahan. Komposisi darah
lengkap adalah eritrosit, plasma, lekosit dan trombosit.
2) Sel darah merah (packed Red cell)
PRC adalah suatu konsentrasi eritrosit yang berasal dari sentrifugasi whole
blood, disimpan selama 42 hari dalam larutan tambahan 100 ml yang berisi
salin, adenine, glukosa dengan atau tanpa manitol untuk mengurangi
hemolysis eritrosit.
3) Trombosit
Trombosit dibuat dari konsentrat whole blood (buffy coat) dan diberikan pada
pasien dengan perdarahan karena trombositopeni.
4) Plasma beku (FFP)
FFP adalah plasma segar yang dibekukan dalam waktu 8 jam dan disimpan
pada suhu minimal -200c dapat bertahan 1 tahun yang berisi semua faktor
koagulasi kecuali trombosit. Volume sekitar 200 sampai 250 ml.

BAB V
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
1. Dari hasil pengkajian tanggal 19 April 2021 pada Ny. M (21 tahun) dengan
diagnosa medis Choriocarcinoma didapatkan keluhan keluar darah dari
pervaginam dengan warna merah kecoklatan, pasien mengatakan ganti pembalut
3-4 kali sehari, pasien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah, nyeri yang
dirasakan hilang timbul, skala nyeri 3. Pasien mengatakan kepalanya terasa
pusing, badannya terasa lemah dan mual. Pasien sedang menjalani kemoterapi
kedua yang tindakan pertamanya dilakukan pada tanggal 13 April 2021. Pasien
mengalami penurunan berat badan >10 %.
2. Diagnosa keperawatan Ny.M adalah resiko perdarahan berhubungan proses
keganasan, Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan Penurunan
konsentrasi hemoglobin akibat perdarahan dan nausea berhubungan dengan tumor
terlokalisasi
3. Rencana asuhan keperawatan pada Ny. M adalah pencegahan perdarahan,
transfusi darah, parawatan sirkulasi, pamantauan cairan dan manajemen mual.
4. Implementasi keperawatan yang dilakukan adalah memberikan tranfusi darah,
memonitor perdarahan, memonitor efek samping pemberian darah, memonitor
tanda-tanda vital, memberikan obat anti perdarahan sesuai order dokter,
memonitor asupan nutrisi, dan memonitor adanya mual.
5. Hasil Evaluasi keperawatan pada Ny. M dengan choriocarcinoma adalah masalah
resiko perdarahan teratasi sebagian, perfusi perifer tidak efektif teratasi sebagian
dan nausea teratasi sebagian.

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, S. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta : yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawihardjo
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2018. Standar Diagnosis keperawatan Indonesia
(SDKI). Jakarta : Dewan pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2018. Standar Luaran keperawatan Indonesia (SLKI).
Jakarta : Dewan pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2018. Standar Intervensi keperawatan Indonesia
(SIKI). Jakarta : Dewan pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Patologi Obstetri, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, percetakan elstar offset,
Bandung ; 1984
Roocker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan edisi 31.Jakarta: EGC.
Cunningham, MacDonald,Gant. Gestationnal Trofoblastic Tumors, Willm Obstetric
9th. 1990:746-50. Retrieved From http://luviony.blogspot.co.id/2011/06/asuhan-
keperawatan-pada-klien-dengan.html

Utami, R. 2016. Efektifitas Latihan Progressive Muscle Relaxation (PMR) Terhadap Mual
Dan Muntah Kemoterapi Pasien Kanker Ovarium. Jurnal Keperawatan Volume 4 no
2, hal 83-90. T4ml_psik@yahoo.co.id

Wiknjosostro, Hanifa s, ilmu kebidanan, yayasan bina pustaka edisi 3., Jakarta: 2002

Wiknjosostro Hanifa. Ilmu kandungan edisi kedua, yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, Jakarta 200 www. Medical store.com Retrieved from :
http://kingsasaqi65.blogspot.co.id/2014/04/choriocharsinoma.htm

Anda mungkin juga menyukai