Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN WAHAM

OLEH :

KETUT ELFIRASANI
NIM. P07120320069 NERS / B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PROSES PIKIR:
WAHAM

A. Konsep Dasar Penyakit / Perilaku yang Muncul Pada Pasien


1. Definisi
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini
berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol. (Depkes RI, 2000
dalam Fitria, 2012).
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat
atau terusmenerus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan. Waham adalah termasuk
gangguan isi pikiran. Pasien meyakini bahwa dirinya adalah seperti apa yang ada
di dalam isi pikirannya. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan
beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada penderita
skizofrenia. (Yusuf dkk, 2015).
Gangguan isi pikir adalah ketidakmampuan individu memproses stimulus
internal dan eksternal secara akurat. Gangguannya adalah berupa waham yaitu
keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan dengan realitas.
Keyakinan individu tersebut tidak sesuai dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budayanya, serta tidak dapat diubah dengan alasan yang logis. Selain itu
keyakinan tersebut diucapkan berulang kali (Kusumawati, 2010).

2. Proses Terjadinya Waham


Menurut Yusuf dkk (2015), proses terjadinya waham yaitu sebagai berikut :
a. Fase kebutuhan manusia rendah (lack of human need)
Waham diawali dengan terbatasnya berbagai kebutuhan pasien baik secara
fisik maupun psikis. Secara fisik, pasien dengan waham dapat terjadi pada
orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya pasien
sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Hal itu
terjadi karena adanya kesenjangan antara kenyataan (reality), yaitu tidak
memiliki finansial yang cukup dengan ideal diri (self ideal) yang sangat ingin
memiliki berbagai kebutuhan, seperti mobil, rumah, atau telepon genggam.
b. Fase kepercayaan diri rendah (lack of self esteem)
Kesenjangan antara ideal diri dengan kenyataan serta dorongan kebutuhan
yang tidak terpenuhi menyebabkan pasien mengalami perasaan menderita,
malu, dan tidak berharga.
c. Fase pengendalian internal dan eksternal (control internal and external)
Pada tahapan ini, pasien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini
atau apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan, dan tidak
sesuai dengan kenyataan. Namun, menghadapi kenyataan bagi pasien adalah
sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui, dianggap
penting, dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, sebab
kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan
sekitar pasien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan
pasien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena
besarnya toleransi dan keinginan menjadi perasaan. Lingkungan hanya
menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan
alasan pengakuan pasien tidak merugikan orang lain.
d. Fase dukungan lingkungan (environment support)
Dukungan lingkungan sekitar yang mempercayai (keyakinan) pasien dalam
lingkungannya menyebabkan pasien merasa didukung, lama-kelamaan pasien
menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena
seringnya diulang-ulang. Oleh karenanya, mulai terjadi kerusakan kontrol diri
dan tidak berfungsinya norma (superego) yang ditandai dengan tidak ada lagi
perasaan dosa saat berbohong
e. Fase nyaman (comforting)
Pasien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat pasien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya, pasien lebih sering menyendiri
dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).
f. Fase peningkatan (improving)
Apabila tidak adanya konfrontasi dan berbagai upaya koreksi, keyakinan
yang salah pada pasien akan meningkat. Jenis waham sering berkaitan dengan
kejadian traumatik masa lalu atau berbagai kebutuhan yang tidak terpenuhi
(rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi
waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain.

3. Klasifikasi
Waham dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, menurut Yusuf dkk
(2015), yaitu :
Jenis Waham Pengertian Perilaku
Waham Meyakini bahwa ia Misalnya, “Saya ini
Kebesaran
memiliki kebesaran atau direktur sebuah bank
kekuasaan khusus, serta swasta lho..” atau “Saya
diucapkan berulang kali punya beberapa
tetapi tidak sesuai perusahaan
kenyataan. multinasional”.
Waham Curiga Meyakini bahwa ada Misalnya, “Saya
seseorang atau kelompok tahu..kalian semua
yang berusaha memasukkan racun ke
merugikan/mencederai dalam makanan saya”
dirinya, serta diucapkan
berulang kali tetapi tidak
sesuai kenyataan.
Waham Agama Memiliki keyakinan Misalnya, “Kalau saya
terhadap suatu agama mau masuk surga saya
secara berlebihan, serta harus membagikan uang
diucapkan berulang kali kepada semua orang.”
tetapi tidak sesuai
kenyataan.
Waham Somatik Meyakini bahwa tubuh Misalnya, “Saya sakit
atau bagian tubuhnya menderita penyakit
terganggu/terserang menular ganas”, setelah
penyakit, serta diucapkan pemeriksaan
berulang kali tetapi tidak laboratorium tidak
sesuai kenyataan. ditemukan tandatanda
kanker, tetapi pasien
terus mengatakan bahwa
ia terserang kanker
Waham Nihilistik Meyakini bahwa dirinya Misalnya, “Ini kan alam
sudah tidak ada di kubur ya, semua yang
dunia/meninggal, serta ada di sini adalah roh-
diucapkan berulang kali roh”.
tetapi tidak sesuai
kenyataan
Waham Sisip Meyakini bahwa ada Klien mengatakan bahwa
Pikir pikiran orang lain yang di dalam dirinya ada pikiran
sisipkan kedalam orang yang
pikirannya. mempengaruhinya
Waham Siar Pikir Meyakini bahwa orang Klien mengatakan bahwa
lain mengetahui apa yang pikirannya sudah
dia pikirkan walaupun dia diketahui oleh orang lain,
tidak pernah menyatakan walapun klien tidak
pikirannya kepada orang menceritakannya kepada
lain. orang lain.
Waham Kontrol Meyakini bahwa Klien mengatakan bahwa
Pikir pikirannya di control oleh pikiranya telah di control
kekuatan di luar dirinya. oleh kekuatan di luar
dirinya.
4. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Menurut Direja (2011), faktor predisposisi dari gangguan isi pikir, yaitu:
1) Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal
seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stres dan ansietas yang berakhir
dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya sehingga pematangan
fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
2) Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan
timbulnya waham.
3) Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda atau bertentangan, dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan.
4) Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran vertikel di
otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic.
5) Faktor genetik
b. Faktor Presipitasi
Menurut Direja (2011) faktor presipitasi dari gangguan isi pikir: waham,
yaitu:
1) Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti
atau diasingkan dari kelompok.
2) Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi
penyebab waham pada seseorang.
3) Faktor psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi
masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari
kenyataan yang menyenangkan.
5. Rentang Respon
Menurut Stuart dan Sundeen (2010) waham merupakan salah satu respon
persepsi paling maladaptif dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Respon Adaptif
yaitu respon individu dalam penyesuaian masalah yang dapat diterima oleh
norma – norma sosial dan kebudayaan.
b. Respon Maladaptif
yaitu respon individu dalam penyesuaian masalah yang tidak dapat diterima
oleh norma – norma sosial dan kebudayaan.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran Logis Distorsi pikiran Gangguan proses


pikir / delusi/ waham
 Persepsi akurat  Ilusi  Halusinasi
 Emosi konsisten  Reaksi emosi  Sulit berespon emosi
dengan pengalaman berlebihan atau
kurang
 Perilaku sesuai  Perilaku aneh atau  Perilaku
tidak biasa disorganisasi
 Berhubungan sosial  Menarik diri  Isolasi sosial
Skema1 Rentang respons neurobiologis Waham. (sumber : Keliat, 2009).

Dari rentang respon neurobiologik diatas digambarkan bahwa bila


klien/individu mendapat suatu stressor maka individu akan berespon menuju
respon adaptif maupun respon maladaptif.Bila individu berespon adaptif,
cenderung dapat berpikir logis, persepsi akurat, emosi konsisten dengan
pengalaman, perilaku sesuai dan dapat berhubungan sosial. Bila individu
berespon antara respon adaptif dan maladaptif maka akan menimbulkan
pemikiran kadang – kadang menyimpang, ilusi, reaksi emosional berlebihan
atau berkurang, perilaku ganjil dan menarik diri. Namun bila individu
berespon maladaptif maka cenderung mengalami kelainan
pemikiran/delusi/waham, halusinasi, ketidakmampuan untuk mengalami
emosi, ketidakteraturan dan isolasi social.
6. Tanda dan Gejala
Menurut Yusuf dkk (2015), Tanda dan gejala waham dapat dikelompokkan
sebagai berikut.
a. Kognitif
1) Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata.
2) Individu sangat percaya pada keyakinannya.
3) Sulit berpikir realita.
4) Tidak mampu mengambil keputusan.
b. Afektif
1) Situasi tidak sesuai dengan kenyataan.
2) Afek tumpul.
c. Perilaku dan hubungan sosial
1) Hipersensitif
2) Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
3) Depresif
4) Ragu-ragu
5) Mengancam secara verbal
6) Aktivitas tidak tepat
7) Streotif
8) Impulsif
9) Curiga
d. Fisik
1) Kebersihan kurang
2) Muka pucat
3) Sering menguap
4) Berat badan menurun
5) Nafsu makan berkurang dan sulit tidur
Tanda dan Gejala Waham Menurut SDKI (2016), yaitu :
a. Gejala dan Tanda Mayor
Data Subjektif Data Objektif
a) Mengungkapkan isi waham a) Menunjukkan perilaku sesuai isi
waham
b) Isi pikir tidak sesuai realitas
c) Isi pembicaraan sulit dimengerti

b. Gejala dan Tanda Minor


Data Subjektif Data Objektif
a) Merasa sulit berkonsentrasi a) Curiga berlebihan
b) Merasa khawatir b) Waspada berlebihan
c) Bicara berlebihan
d) Sikap menentang atau permusuhan
e) Wajahtegang
f) Pola tidur berubah
g) Tidak mampu mengambil keputusan
h) Flight of idea
i) Produktifiatas kerja menurun
j) Tidak mampu merawat diri
k) Menarik diri
7. Pohon Masalah

RESIKO PERILAKU RESIKO BUNUH DIRI HARGA DIRI ISOLASI SOSIAL


KEKERASAN RENDAH

AKIBAT

GANGGUAN PROSES PIKIR :


CORE PROBLEM WAHAM

FAKTOR PREDISPOSISI : FAKTOR PRESIPITASI :

1. FAKTOR HAMBATAN 1. FAKTOR SOSIAL


CAUSA 2. FAKTOR SOSIAL BUDAYA
BUDAYA 2. FAKTOR
3. FAKTOR PSIKOLOGIS BIOKIMIA
4. FAKTOR BIOLOGIS 3. FAKTOR
5. FAKTOR GENETIK PSIKOLOGIS

(Direja, 2011)

8. Penatalaksanaan
Menurut Hawari (2009), terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia
dewasa ini sudah dikembangkan sehingga klien tidak mengalami diskriminasi
bahkan metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Penatalaksanaan
medis pada gangguan proses pikir yang mengarah pada diagnosa medis
skizofrenia, khususnya dengan gangguan proses pikir: waham, yaitu :
a. Psikofarmalogi
Menurut Hawari (2009), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2 golongan
yaitu:
1) Golongan generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya: Chorpromazine
HCL (Largactil, Promactil, Meprosetil), Trifluoperazine HCL (Stelazine),
Thioridazine HCL (Melleril), dan Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
a) Haloperidol
Haloperidol merupakan obat antipsikotik (mayor tranquiliner) pertama
dari turunan butirofenon. Mekanisme kerjanya yang pasti tidak diketahui.
(1) Indikasi : Haloperidol efektif untuk pengobatan kelainan tingkah
laku. Haloperidol juga efektif untuk pengobatan jangka pendek.
(2) Dosis : Untuk dewasa dosis yang digunakan adalah sebagai
berikut:Gejala sedang : 0,5-2mg, 2 atau 3 kali sehari, Gejala berat :
3-5mg, 2 atau 3 kali sehari.
(3) Efek samping : Efek samping yang mungkin muncul, yaitu gelisah,
cemas, perubahan pengaturan temperature tubuh, agitasi, pusing.
Depresi, lelah, sakit kepala, mengantuk, bingung, vertigo, kejang.
(4) Kontraindikasi : Hipersensitifitas terhadap haloperidol atau
komponen lain formulasi, penyakit Parkinson, depresi berat SSP,
supresi sumsum tulang, penyakit jantung atau penyakit hati berat,
koma..
2) Golongan kedua (atypical)
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone (Risperdal,
Rizodal, Noprenia), Olonzapine (Zyprexa), Quentiapine (Seroquel), dan
Clozapine (Clozaril).
b. Pasien Hiperaktif atau Agitasi Anti Psikotik Low Potensial
Penatalaksanaan ini berarti mengurangi dan menghentikan agitasi untuk
pengamanan pasien. Hal ini berkaitan dengan penggunaan obat anti psikotik
untuk pasien waham. Dimana pedoman penggunaan antipsikotik adalah:
1) Tentukan target symptom.
2) Antipsikosis yang telah berhasil masa lalu sebaiknya tetap digunakan.
3) Penggantian antipsikosis baru dilakukan setelah penggunaan antipsikosis
yang lama 4-6 minggu.
4) Hindari polifarmasi.
5) Dosis maintenans adalah dosis efektif terendah.
c. Penarikan Diri High Potensial
Selama seseorang mengalami waham, individu tersebut cenderung menarik
diri dari pergaulan dengan orang lain dan cenderung asyik dengan dunianya
sendiri (khayalan dan pikirannya sendiri). Oleh karena itu, salah satu
penatalaksanaan pasien waham adalah penarikan diri high potensial. Hal ini
berarti penatalaksanaannya ditekankan pada gejala dari waham itu sendiri,
yaitu gejala penarikan diri yang berkaitan dengan kecanduan morfin biasanya
dialami sesaat sebelum waktu yang dijadwalkan berikutnya, penarikan diri
dari lingkungan sosial.
d. ECT (Electro Convulsive Therapy)
Electro Convulsive Terapi (ECT) adalah sebuah prosedur dimana arus listrik
melewati otak untuk memicu kejang singkat. Hal ini tampaknya
menyebabkan perubahan dalam kimiawi otak yang dapat mengurangi gejala
penyakit mental tertentu, seperti skizofrenia katatonik. ECT bisa menjadi
pilihan jika gejala yang parah atau jika obat-obatan tidak membantu
meredakan katatonik episode.
e. Psikoterapi
Walaupun obat-obatan penting untuk mengatasi pasien waham, namun
psikoterapi juga penting. Psikoterapi mungkin tidak sesuai untuk semua
orang, terutama jika gejala terlalu berat untuk terlibat dalam proses terapi
yang memerlukan komunikasi dua arah. Yang termasuk dalam psikoterapi
adalah terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, terapi supportif.
9. Strategi Pelaksanaan Waham
1. SP 1 PASIEN
a. Membantu orientasi realita
b. Mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi
c. Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
d. Memasukkan ke jadwal harian pasien
2. SP 2 PASIEN
a. Evaluasi kegiatan pada SP 1
b. Mengidentifikasi kemampuan positif pasien
c. Melatih kemampuan yang dimiliki oleh pasien
d. Memasukkan ke jadwal kegiatan harian
3. SP 3 PASIEN
a. Evaluasi kegiatan pada SP 1 dan SP 2
b. Memilih kegiatan yang disukai
c. Melakukan kegiatan yang telah dipilih
d. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat
secara teratur (6 benar)
e. Memasukkan ke jadwal kegiatan harian

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas klien, meliputi : nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat,
tanggal pengkajian, nomor rekam medis
b. Faktor predisposisi
Merupakan faktor pendukung yang meliputi :
1) Biologi
Waham dari bagian dari manifestasi psikologi dimana abnormalitas
otak yang menyebabkan respon neurologis yang maladaptif yang baru
mulai dipahami, ini termasuk hal-hal berikut
a) Penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan
otak yang luas dan dalam perkermbangan skizofrenia. Lesi pada
area frontal, temporal dan limbik paling berhubungan dengan
perilaku psikotik.
b) Beberapa kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia. Hasil penelitian
sangat menunjukkan hal-hal berikut ini :
(1) Dopamin neurotransmitter yang berlebihan
(2) Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmitter lain
(3) Masalah-masalah pada sistem respon dopamin
Penelitian pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang
diadopsi telah diupayakan untuk mengidentifikasikan penyebab genetik
pada skizofrenia. Sudah ditemukan bahwa kembar identik yang
dibesarkan secara terpisah mempunyai angka kejadian yang tinggi pada
skizofrenia dari pada pasangan saudara kandung yang tidak identik
penelitian genetik terakhir memfokuskan pada pemotongan gen dalam
keluarga dimana terdapat angka kejadian skizofrenia yang tinggi.
2) Psikologi
Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologik yang
maladaptif belum didukung oleh penelitian. Sayangnya teori psikologik
terdahulu menyalahkan keluarga sebagai penyebab gangguan ini
sehingga menimbulkan kurangnya rasa percaya (keluarga terhadap
tenaga kesehatan jiwa profesional).
3) Sosial budaya
Stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan skizofrenia
dan gangguan psikotik tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama
gangguan.Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat
menyebabkan timbulnya waham (Direja, 2011).
c. Faktor Presipitasi
1) Biologi
Stress biologi yang berhubungan dengan respon neurologik yang
maladaptif termasuk :
a) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses
informasi
b) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
rangsangan.
2) Stres lingkungan
Stres biologi menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan perilaku.
3) Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang yang sering
menunjukkan episode baru suatu penyakit. Pemicu yang biasa terdapat
pada respon neurobiologik yang maladaptif berhubungan dengan
kesehatan. Lingkungan, sikap dan perilaku individu (Direja, 2011).
d. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan sosial dan
spiritual
e. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik,
alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses
pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat kosentrasi dan
berhitung, kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
f. Mekanisme koping : koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun
maladaptive
g. Aspek medic yang terdiri dari diagnosa medis dan terapi medis
2. Diagnosa Keperawatan
Langkah berikutnya adalah merumuskan diagnosis keperawatan. Diagnosis
keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala yang diperoleh pada
pengkajian. Berdasarkan data-data terdebut dapat ditegakkan diagnosis
keperawatan :
a. Waham
b. Menarik Diri
c. Harga Diri Rendah
d. Resiko Perilaku Kekerasan
3. Rencana Keperawatan

DIAGNOSIS PERENCANAAN

KEPERAWATAN TUJUAN Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)

TUM
Waham
Pasien dapat berfikir
sesuai realita

TUK 1 Setelah diberikan asuhan Manajemen Waham I.09295


keperawatan dalam 1 x
Pasien dapat membina pertemuan, diharapkan pasien 1. Mebina hubungan saling percaya
mampu mengidentifikasi waham 2. Diskusikan waham dengan
hubungan saling percaya
dengan beriorintasi realita dengan berfokus pada perasaan yang
kriteria hasil: mendasari waham
Status orientasi L.09090 3. Hindari memperkuat gagasan
1. Verbalisasi waham menurun waham
2. Perilaku waham menurun 4. Berikan aktivitas rekreasi dan
3. Khawatir menurun penglihatan sesuai kebutuhan
4. Curiga menurun 5. Anjurkan melakukan rutinitas
5. Tegang menurun harian secara konsisten
6. Menarik diri menurun 6. Kolaborasi pemberian obat
7. Perilaku sesuai realita sesuai indikasi
membaik
8. Isi pikir sesuai realita
membaik
9. Konsentrasi membaik
10. Kemampuan mengambil
keputusan membaik
11. Proses pikir membaik
TUK 2 Setelah diberikan asuhan Orientasi Realita I.09297
keperawatan dalam 1 x 1. perkenalkan nama saat memulai
Klien dapat pertemuan, diharapkan pasien interaksi
mengidentifikasi waham dapat mengidentifikasi kebutuhan 2. monitor perubahan kognitif dan
yang tidak terpenuhi dengan perilaku
dengan beriorentasi pada
kriteria hasil : 3. Sediakan lingkungan dan
realitas secara bertahap rutunitas secara konsisten
Kontrol pikir L.09078
4. libatlan dalam terapi kelompok
1. kemampuan mengenali
orientasi
halusinasi dan delusi meningkat 5. anjurkan perawatan diri secara
2. kemapuan menahan diri
mandiri
mengikuti halusinasi dan delusi
meningkat
3. kemampuan memonitor
frekuensi halusinasi dan delusi
meningkat
4. kemampuan berinteraksi
meningkat
5. menunjukan pola pikir yang
logis meningkat
6. menunjukan pemikiran yang
berdasarkan kenyataan membaik
7. menunjukan isi pikir positif
mrmbaik

TUK 3 Setelah diberikan asuhan Pencegahan Waham I.09299


keperawatan dalam 1 x 1. Identifikasi riwayat perawatan
Klien dapat pertemuan, diharapkan pasien dan pengobatan sebelumnya
mengidentifikasi dapat mengidentifikasi 2. Identifikasi pemicu terjadinya
kemampuan yang dimilikinya waham
kebutuhan yang tidak
dengan kriteria hasil : 3. Memonitor frekuensi dan
dimiliki atau faktor Psikospiritual L.09084 intensitas waham setiap hari
pencetus wahamanya. 1. Keyakinan meningkat 4. Validasi setiap keyakinan
2. Harapan meningkat yang keliru
. 3. Citra diri meningkat 5. Motivasi mendiskusikan
4. Verbalisasi optimisme pikiran dan penalaran waham
meningkat 6. Latih mengontrol pikiran
5. Kemampuan memaknai hidup
meningkat
6. Kegelisahan menurun
7. Depresi menurun
8. Perasaaan pengabaian
spiritual menurun
9. Pikiran bunuh diri menurun
TUK 4 Setelah diberikan asuhan Promosi Harga Diri I.09308
keperawatan dalam 1 x 1. Memonitor tingkat harga diri
Klien dapat pertemuan, diharapkan pasien setiap waktu
2. Memotivasi terlibat dalam
mengientifikasi mampu menggunakan obat
verbalisasi positif untuk diri
dengan benar dengan berprilaku sendiri
kemampuan yang
dan isi pikir sesuai realita dengan 3. .diskusikan kepercayaan
kriteria hasil : dalam diri sendiri
dimilikinya 4. Diskusikan persepsi negatif
Status Kognitif L.09086 diri
1. Komunikasi jelas sesuai usia 5. Diskusikan penetapan tujuan
realistis untuk mecapai harga
meningkat
diri yang lebih tinggi
2. Pemahaman makna situasi 6. Anjukan mengidentifikasi
meningkat kekuatan yang dimiliki
3. Kemampuan membuat 7. Anjurkan mempertahankan
keputusan meningkatan kontak mata saat
4. Konsentrasi meningkat berkomunikasi dengan orang
5. Orientasi kognitif meningkat lain
8. Latih kemampuan positif diri
9. Latih meningkatkan
kepercayaan diri
TUK 5 Setelah diberikan asuhan Pemberian Obat I.02062
keperawatan dalam 1 x 1. Identifikasi kemungkinan
Klien dapat menggunakan pertemuan, diharapkan pasien alergi, interaksi dan
kontraindikasi obat
obat dengan benar mampu menggunakan obat
2. Verifikasi order obat sesuai
dengan benar dengan berprilaku dengan indikasi
dan isi pikir sesuai realita dengan 3. Monitor efek terapeutik obat
kriteria hasil : 4. Perhatikan prosedur pemberian
obat yang aman dan akurat
Tingkat Agitasi L.09092 5. Lakukan pronsip enam benar
1. Kegelisahan menurun 6. Perhatikan jadwal pemberian
2. Frustasi menurun obat
3. Mondar – mandir menurun 7. Dokumentasikan pemberian
4. Ketidakmampuan duduk obat dan respon terhadap obat
berulang menurun
5. Menendang menurun
6. Ungkapan yang tidak tepat
menurun
7. Emosi menurun
12. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan dilaksanakan sesual dengan rencana
tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan
perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih
dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya saat ini. Pelaksanaan terdiri dari lima
aspek, yaitu diagnosa, pelaksanaan, evaluasi, modifikasi dan paraf.

13. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan secara terus menerus, membandingkan respon klien dengan
kriteria hasil yang telah ditemukan. Evaluasi dapat ditentukan dengan
menggunakan pendekatan SOAP (S : respon subyektif klien, O : respon obyektif
klien yang dapat diobservasi oleh perawat, A : analisa ulang atas data subyektif
dan obyektif untuk menyimpulkan apakah masalah tetap atau muncul masalah
baru. P : bila ada masalah baru rencanakan kembali untuk intervensi selanjutnya).
DAFTAR PUSTAKA

Direja, AHS. 2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta.: Nuha Medika.
Davies, Teifion. 2009. ABC Kesehatan Mental. Jakarta.: EGC.
Fitria, N. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.
Hawari, D. 2009. Pendekaan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta :
EGC
Keliat, Budi Anna dkk. 2010. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
EGC

Kusumawati, HY. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :.Salemba Medika.
Stuart & Sundden. 2010. Principle & Praktice of Psychiatric Nursing, ed. Ke-5.
St Louis: Mosby Year Book.
Surbakti. 2010. Gangguan Kebahagiaan Anda dan Solusinya. PT. Elex Media
Komputindo; Jakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) : Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SIKI). Edisi I. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI). Edisi I. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tomb, David A. 2003. Buku Saku Psikiatri, Edisi 6. EGC; Jakarta.


Bangli, Mei 2021
Nama Pembimbing / CI Nama Mahasiswa

Dewa Gede Putra Jatmika, SST Ketut Elfirasani


NIP. 197904122005011014 NIM. P07120320069

Nama Pembimbing / CT

I Gusti Ayu Harini, SKM., M.Kes.


NIP. 196412311985032011

Anda mungkin juga menyukai