KELENJAR TIROID
Dosen :
Disusun oleh :
Semester 4B
Kediri
2019
1. Jelaskan mengenai gangguan tiroid
Fungsi tiroid diatur oleh hormone perangsang tiroid dari hipofisis anterior.
Sebaliknya, sekresi hormone ini sebagian diatur oleh umpan balik inhibitorik
langsung kadar hormontiroid yang tinggi pada hipofisis serta hipotalamus dan
sebagian lagi melalui hipotalamus. Dengan cara ini, perubahan-
perubahan pada hipofisis serta hipotalamus dan sebagian lagi melalui hipotalamus.
Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada
umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai
sangat keras. Yang multiple biasanya tidak ganas kecuali apabila salah satu dari nodul
tersebut lebih menonjol dan lebih keras dari pada yang lainnya. Nodul soliter pada
tiroid kemungkinan ganasnya 15-20%, sedangkan nodul multipel mempunyai
kemungkinan 5%. Apabila suatu nodul nyeri pada penekanan dan mudah digerakkan,
kemungkinannya ialah suatu perdarahan ke dalam kista, suatu adenoma atau tiroditis.
Tetapi kalau nyeri dan sukar digerakkan kemungkinan besar suatu karsinoma.
Nodul yang tidak nyeri, apabila multiple dan bebas dan digerakan mungkin ini
merupakan komponen struma difus atau hyperplasia tiroid. Namun apabila nodul
multiple tidak nyeri tetapi tidak mudah digerakkan ada kemungkinan itu suatu
keganasan. Adanya limfadenopati mencurigakan suatu keganasan dengan anak sebar.
Pemeriksaan Penunjang
Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu keadaan gawat medis maka
diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh
ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas
tirotoksikosis. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid harus diketahui dengan jelas
oleh perawat. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid terdapat dalam triad 1).
Menghebatnya tanda tirotoksikosis 2). Kesadaran menurun 3). Hipertermi. Apabila
terdapat tiroid maka dapat meneruskan dengan menggunakan skor indeks klinis
kritis tiroid dari Burch – Wartofsky. Skor menekankan 3 gejala pokok hipertermia,
takikardi dan disfungsi susunan saraf.
3. Bagaimana penatalaksanaan pasien gangguan tiroid
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu menangani
faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang berlebihan,
menghambat pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer hormon tiroid
(Hudak & Gallo, 1996).
Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi:
a. Koreksi hipertiroidisme
1) Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau metimazol. PTU
lebih banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi
T3 di perifer. PTU diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal
600-1000 mg kemudian diikuti 200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol
diberikan dengan dosis 20 mg tiap 4 jam, bisa diberikan dengan atau
tanpa dosis awal 60-100mg.
2) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan dosis
5 tetes tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis
terbagi 4.
3) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan
kortikosteroid.
4) Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi
tukar, dan charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan
pengobatan konvensional tidak berhasil.
5) Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau
total).
b. Menormalkan dekompensasi homeostasis
1) Terapi suportif
a) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan
cairan intravena
b) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
c) Multivitamin, terutama vitamin B
d) Obat aritmia, gagal jantung kongstif
e) Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan
f) Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan karena
dapat meningkatkan kadar T3 dan T4)
g) Glukokortikoid
h) Sedasi jika perlu
2) Obat antiadrenergik
Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin.
Reserpin dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan
Beta bloker. Beta bloker yang paling banyak digunakan adalah
propanolol. Penggunaan propanolol ini tidak ditujukan untuk mengobati
hipertiroid, tetapi mengatasi gejala yang terjadi dengan tujuan
memulihkan fungsi jantung dengan cara menurunkan gejala yang
dimediasi katekolamin. Tujuan dari terapi adalah untuk menurunkan
konsumsi oksigen miokardium, penurunan frekuensi jantung, dan
meningkatkan curah jantung.
c. Pengobatan faktor pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari
fokus infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga
foto dada (Bakta & Suastika, 1999).
2. Penatalaksanaan keperawatan
Tujuan penatalaksanaan keperawatan mencakup, mengenali efek dari krisis yang
timbul, memantau hasil klinis secara tepat, dan memberikan perawatan suportif
untuk pasien dan keluarga. Intervensi keperawatan berfokus pada
hipermetabolisme yang dapat menyebabkan dekompensasi sistem organ,
keseimbangan cairan dan elektrolit, dan memburuknya status neurologis. Ini
termasuk penurunan stimulasi eksternal yang tidak perlu, penurunan konsumsi
oksigen secara keseluruhan dengan memberikan tingkat aktivitas yang sesuai,
pemantauan kriteria hasil. Setelah periode krisis, intervensi diarahkan pada
penyuluhan pasien dan keluarga dan pencegahan proses memburuknya penyakit
(Hudak &Gallo, 1996).
4. Tuliskan asuhan keperawatan dan intervensi pasien gangguan tiroid
Contoh Kasus :
Ny. Y berumur 26 tahun, sudah menikah. Datang ke RS dengan keluhan sesak, badan
sebelah kanan terasa lemah, sakit sudah 4 hari. Ny. Y mengatakan makan 1x/hari pada
saat pagi hari dengan 3 sendok dari porsi makanan yang disediakan. Ny. Y
mengatakan selama di rumah sakit hanya berbaring lemas di tempat tidur. Ny. Y juga
tidak mengetahui tentang penyakit yang dideritanya.
TTV : Suhu : 38,3º C
Nadi : 88x/menit
TD : 120/70 mmHg
RR : 24x/menit
Analisa Data
Diagnosa Keperawatan
Rencana Keperawatan
Smeltzer dan Bare.2002.Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta: EGC.