Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PARAMETER-PARAMETER DALAM ANALISIS KUALITATIF DAN


KUANTITATIF KROMATOGRAFI

Disusun oleh :

Kelompok 6 :

Adriana Martania F1061171046

Purnama Melania F1061181016

Dinda Kartika Wijayanti F1061181050

Hilmi Ufairah Hilwannisa F1061181030

Melda Yanto F1062171009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepadaAllah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Berkat limpahan karunia nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang
bertajuk "Parameter-Parameter dalam Analisis Kualitatif dan Kuantitatif
Kromatografi” dengan lancar. Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi
tugas mata kuliah pemisahan kimia yang diampu oleh Bapak Firman Shantya
Budi, S.Pd., M.Sc.

Dalam proses penyusunannya, tak lepas dari bantuan, arahan, dan


masukan dari berbagai pihak. Untuk itu, kami ucapkan banyak terima kasih atas
segala partisipasinya dalam menyelesaikan makalah ini.

Meski demikian, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan


kekeliruan di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa
maupun isi sehingga penulis secara terbuka menerima segala kritik dan saran
positif dari pembaca.

Demikian apa yang dapat kami sampaikan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk masyarakat dan untuk kami sendiri, khususnya.Demikian apa
yang bisa kami sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat dari karya
ini.

Pontianak, 26 April 2021

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………....... i

Daftar Isi ………………………………………………………………… ii

BAB I : PENDAHULUAN…………………………………………….... 1

A. Latar belakang …………………………………………………... 1

B. Rumusan Masalah ………………………………………….......... 2

C. Tujuan …………………………………………………………… 2

BAB II : ISI ……………………………………………………………… 4

A. Koefisien Distribusi dalam Kromatografi ………………………..... 4

B. Waktu Mati ………………………………………………………… 5

C. Waktu Retensi ……………………………………………………… 6

D. Faktor Retardasi ………………………………………………….... 8

E. Teori HETP ……………………………………………………….... 12

F. Pelebaran Puncak …………………………………………………... 19

G. Resolusi Kromatogram …………………………………………….. 22

BAB III : PENUTUP …………………………………………………….. 24

A. Kesimpulan …………………………………………………………... 24

B. Saran …………………………………………………………………. 24

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kromatografi adalah teknik analisis yang biasa digunakan untuk


memisahkan campuran zat kimia menjadi komponen individualnya, sehingga
masing-masing komponen dapat dianalisis secara menyeluruh. Ada banyak jenis
kromatografi misalnya, kromatografi cair, kromatografi gas, kromatografi
pertukaran ion, kromatografi afinitas, tetapi semuanya menggunakan prinsip dasar
yang sama. Untuk memulai proses, campuran dilarutkan dalam zat yang disebut
fase gerak, yang membawanya melalui zat kedua yang disebut fase diam .

Komponen yang berbeda dari campuran bergerak melalui fase diam pada
kecepatan yang berbeda, menyebabkan mereka terpisah satu sama lain. Sifat fase
bergerak dan diam tertentu menentukan zat mana yang bergerak lebih cepat atau
lambat, dan bagaimana mereka dipisahkan. Waktu tempuh yang berbeda ini
disebut waktu retensi .

Kromatografi mendapatkan namanya dari teknik pertama kali digunakan


pada akhir 19 th abad ke pigmen terpisah dalam campuran kompleks. Jika
selembar kertas atau kain mengenai wadah berisi air atau alkohol di mana pigmen
kompleks terlarut, aksi kapiler akan membawa campuran ke atas kertas atau kain,
tetapi komponen pigmen tidak akan bergerak dengan kecepatan yang sama.

Molekul terbesar dari campuran akan bergerak lebih lambat sementara


yang terkecil berpacu ke depan, menyebabkan fase diam mengembangkan pita
warna diskrit yang sesuai dengan setiap komponen campuran. Teknik ini diberi
nama "kromatografi" atau “writing color”

Kromatografi awalnya digunakan oleh seniman, ahli teori warna, dan


pengrajin yang berharap dapat menyempurnakan pewarna industri untuk tekstil.
Seiring waktu, itu juga melahirkan cabang kimia yang unik, dan dengan itu,
teknik yang digunakan saat ini untuk memahami dan memurnikan campuran.

1
Di laboratorium modern, aspek warna tidak lagi relevan, tetapi prinsip
yang sama berlaku. Dengan melarutkan campuran yang diinginkan dalam fase
gerak dan memindahkannya melalui fase diam, komponen campuran dapat
dipisahkan satu sama lain berdasarkan kecepatan perjalanannya yang
berbeda.Dengan mengubah fase gerak, fase diam, dan / atau faktor yang
menentukan kecepatan perjalanan, berbagai macam metode kromatografi telah
dibuat, masing-masing memiliki tujuan yang berbeda dan ideal untuk campuran
yang berbeda.

Parameter merupakan ukuran seluruh populasi penelitian yang harus


diperkirakan. Parameter juga merupakan indikator dari suatu distribusi hasil
pengukuran. Keterangan informasi yang dapat menjelaskan batas-batas atau
bagian-bagian tertentu dari suatu sistem. Dalam kromatografi, ada beberapa
parameter kromatografi yang digunakan secara umum. Diantaranya yaitu
koefisien distribusi, waktu mati, waktu retensi, faktor retardasi, pelebaran puncak,
teori HETP, pelebaran puncak dan resolusi kromatogram.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Koefisien distribusi dalam kromatografi ?

2. Apa yang dimaksud Waktu mati ?

3. Apa yang dimaksud Waktu retensi ?

4. Apa yang dimaksud Faktor retardasi ?

5. Apa yang dimaksud Teori HETP ?

6. Apa yang dimaksud pelebaran puncak ?

7. Apa yang dimaksud Resolusi kromatogram ?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui apa yang dimaksud Koefisien distribusi dalam


kromatografi

2
2. Untuk Mengetahui apa yang dimaksud Waktu mati

3. Untuk Mengetahui apa yang dimaksud Waktu retensi

4. Untuk Mengetahui apa yang dimaksud Faktor retardasi

5. Untuk Mengetahui apa yang dimaksud Teori HETP

6. Untuk Mengetahui apa yang dimaksud pelebaran puncak

7. Untuk Mengetahui apa yang dimaksud Resolusi kromatogram

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Koefisien distribusi dalam kromatografi

Hukum Distribusi adaah suatu metode yang digunakan untuk menentukan


aktivitas zat terlarut dalam suatu pelarut jika aktivitas zat pelarut dalam pelarut
lain diketahui, asalkan kedua pelarut tidak saling bercampur sempurna satus ama
lain. Fenomena dimana suatu senyawa antara dua fase cair yang tidak saling
bercampur ini, tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan
senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktural molekul (Dogra,1984 ).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi distribusi suatu zat diantara dua
fase pelarut:

1. Temperatur yang digunakan


Semakin tinggi temperatur maka reaksi akan semakin cepat, sehingga
volume titrasi menjadi kecil, akibatnya berpengaruh pada nilai k.
2. Jenis Pelarut
Apabila pelarut yang digunakan adalah zat yang mudah menguap maka
akan menpengaruhi volume titrasi, akibatnya berpengaruh juga pada nilai
k.
3. Jenis Terlarut
Apabila zat yang akan di larutkan adalah zat yang mudah menguap atau
higroskopis, maka akan mempengaruhi normalistas ( konsentrasi zat
terlarut tersebut) akibatnya akan berpengaruh pada nilai k.
4. Konsentrasi
Makin besar konsentrasi zat terlarut, maka makin besar pula harga k.

Pemisahan pada kromatografi terjadi karena molekul sampel tertahan oleh


fase diam atau dibawa oleh fasa gerak, tergantung dari afinitas senyawa tersebut
terhadap kedua fasa ini. Distribusi dari molekul-molekul sampel di antara dua fasa
di tentukan oleh tetapan kesetimbangan yang dikenal dengan koefisien distribusi
(K) atau koefisien partisi.

4
K= Cs/Cm

K = koefisien distribusi

Cs = konsentrasi sampel didalam fasa diam (stationery phase)

Cm = konsentrasi sampel didalam fasa gerak (mobile phase)

Bila harga K besar berarti populasi molekul dalam fasa diam lebih besar
daripada fasa gerak dan berarti rata-rata lebih lama tertahan dalam fasa diam.
Pemisahan pada kromatogra fiter jadi karena molekul sampel tertahan oleh fase

diam atau dibawa oleh fasa gerak, tergantung dari afinitas senyawa tersebut
terhadap kedua fasa ini . Distribusi dari molekul-molekul sampel diantara dua fasa
ditentukan oleh tetapan kesetimbangan yang dikenal dengan koefisien distribusi
(K) atau koefisien partisi.

Harga K idealnya konstan, tidak tergantung pada konsentrasi, tetapi dapat


dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti temperatur. Jika K bertambah besar,
maka komponen akan lebih lama melewati kolom.

Distribusi analat diantara fase diam dan fase gerak digambarkan cukup
sederhana. Analat berada dalam kesetimbangan diantara duafase :

A (fase gerak) A (fase diam)

B. Waktu mati(t0)

Pada kromatografi gas (GC), waktumati (𝑡0 )) didefinisikan sebagai gas


yang tidak tertahan pada kolom. Analog dengan GC, pada HPLC waktu mati
didefinisikan sebagai waktu tertahannya suatu senyawa yang dianggap tidak
tertahan oleh kolom.

Waktu mati (𝑡0 ) atau sering juga dikenal dengan terminologi Volume mati
(𝑉0 ) pada GC didefinisikan sebagai senyawa yang tidak tertahan dalam kolom
atau waktu yang dibutuhkan oleh fasa gerak yang berupa gas untuk melewati
kolom. Metode untuk penentuan waktu mati (volume mati) tergantung pada sifat
fisik fasa gerak baik berupa gas atau cairan. Secara umum penentuan waktu mati

5
dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode langsung dan metode tidak
langsung baik pada sistem kromatografi gas, maupun pada sistem kromatografi
cair.

Nilai waktu mati akan selalu tergantung pada metode penentuan yang
digunakan. Waktu mati merupakan parameter yang sangat diperlukan pada
kromatografi cair terutama untuk penentuan faktor retensi (k ́) (Knox dan
Kaliszan, 1985), indeks retensi (Kovats, 1958), optimasi proses pemisahan
(Warren et al., 1990), uji interaksi antara pelarut dan zat terlarut (Slaats et
al.,1981) dan interpretasi fenomena fisiko-kimia pada kolom kromatografi yang
digunakan (Nowotnik and Narra, 1993).

C. Waktu retensi

Waktu retensi (RT) adalah ukuran waktu yang dibutuhkan zat terlarut
melewati kolom kromatografi.Ini dihitung sebagai waktu dari injeksi hingga
deteksi.Waktu retensi puncak dapat digunakan sebagai alat identifikasi kualitatif.
Posisi puncak majemuk target memainkan peran penting dalam analisis kualitatif
GC. Kami menyebut lamanya waktu antara injeksi dan posisi puncak senyawa
target sebagai waktu retensi. Di sisi lain, perbedaan waktu antara puncak senyawa
yang tidak tertahan dan senyawa target disebut waktu retensi yang disesuaikan.
Kami menyebut waktu retensi senyawa yang tidak ditahan oleh fase diam sebagai
waktu penahanan gas.Waktu penahanan diukur secara langsung sebagai puncak
udara untuk pengukuran TCD menggunakan kolom yang dikemas, tetapi puncak
udara tidak diamati untuk kolom kapiler. Waktu penahanan dapat diperkirakan
secara tidak langsung dengan menggunakan tiga puncak n-alkana

6
Faktor yang Mempengaruhi Waktu Retensi :

Jika suatu sampel mengandung beberapa senyawa, setiap senyawa dalam


sampel akan menghabiskan jumlah waktu yang berbeda pada kolom sesuai
dengan komposisi kimianya yaitu masing-masing akan memiliki waktu retensi
yang berbeda. Waktu retensi biasanya dikutip dalam satuan detik atau menit.

1. Konstanta Ekuilibrium

Waktu retensi komponen ditentukan oleh konstanta kesetimbangan (K)


jika semua faktor lainnya tetap konstan. Dalam GC, khususnya kromatografi gas-
cair terdapat dua fase yaitu:

 Fase gerak - biasanya gas seperti helium


 Fase diam - cairan dengan titik didih tinggi yang teradsorpsi ke dalam padatan

Sampel yang diuapkan disuntikkan ke kepala kolom GC, yang berisi fase
diam cair, yang diadsorpsi ke permukaan padatan inert.Penopang padat lembam
(biasanya tanah diatom atau tanah liat) diperlukan untuk menjaga stasioner fasa
cair dalam kolom.Kecepatan perjalanan senyawa tertentu melalui kolom
tergantung pada berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk bergerak dengan gas
dan bukan terikat pada cairan.Material yang lebih menyukai fase diam memiliki
waktu retensi yang lebih lama daripada material yang menyukai fase gerak.

2. Konstanta kesetimbangan,

7
K, didefinisikan sebagai konsentrasi molar analit dalam fase diam dibagi
dengan konsentrasi molar analit dalam fase gerak.Nilai K yang tinggi berarti
senyawa tersebut lebih larut dalam fasa cair daripada di fasa gas.K tergantung
suhu.

3. Fase Stasioner Polar atau Non-Polar

Salah satu faktor kunci saat menyiapkan metode GC adalah memilih


polaritas fase diam. Polaritas dipilih dengan menggunakan pengetahuan tentang
matriks sampel dan pemisahan apa yang diperlukan. Jika polaritas senyawa target
dan fase diam sama, maka kemungkinan akan terjadi interaksi yang lebih besar
antara keduanya. Akibatnya waktu retensi senyawa polar pada fasa diam polar dan
lebih pendek pada fasa diam non polar.

Faktor Lain Apa yang Mempengaruhi RT :

1. Titik didih

Jika sebuah komponen memiliki titik didih yang rendah, maka


kemungkinan besar komponen tersebut akan menghabiskan lebih banyak waktu di
fase gas. Oleh karena itu waktu retensinya akan lebih rendah dari pada senyawa
dengan titik didih yang lebih tinggi. Titik didih suatu senyawa dapat dikaitkan
dengan polaritasnya.

2. Suhu kolom

Temperatur kolom yang tinggi akan memberikan waktu retensi yang lebih
pendek, karena lebih banyak komponen yang bertahan dalam fase gas tetapi hal
ini dapat mengakibatkan pemisahan yang buruk. Untuk pemisahan yang lebih baik,
komponen harus berinteraksi dengan fase diam.

3. Laju aliran gas pembawa

Laju aliran tinggi menurunkan waktu retensi tetapi juga menghasilkan


pemisahan yang buruk.

4. Panjang kolom

8
Kolom yang lebih panjang akan menghasilkan waktu retensi yang lebih
lama tetapi pemisahan yang lebih baik. Sayangnya, jika suatu komponen memiliki
waktu transit yang terlalu lama dalam kolom, dapat terjadi efek difusif yang
menyebabkan lebar puncak melebar.

Semua faktor ini harus dipertimbangkan untuk menentukan parameter GC


yang akan menghasilkan separasi terbaik dalam waktu yang wajar.

D. Faktor retardasi

Parameter fundamental yang digunakan untuk mengkarakterisasi posisi


zona sampel dalam kromatogram lapis tipis adalah faktor retardasi , atau nilai R F.
Ini mewakili rasio jarak yang dipindahkan oleh sampel dibandingkan dengan jarak
yang ditempuh oleh bagian depan pelarut, dan untuk pengembangan linier
diberikan oleh

RF=ZX/(Zf-Zo)

dimana ZX adalah jarak yang ditempuh sampel dari asalnya, ( Z f - Z o ) Zf jarak


yang ditempuh oleh muka pelarut diukur dari posisi masuk fasa gerak ( tingkat
pelarut pada awal pemisahan), dan Zo jarak dari asal sampel ke posisi yang
digunakan sebagai asal untuk fasa gerak (lihat Gambar 1 ). Ketika RF = 0, sampel
tetap di asalnya, dan untuk RF jarak yang ditempuh oleh fase gerak dari asal
sampel,= 1, sampel bermigrasi dengan bagian depan pelarut dan tidak berinteraksi
dengan fase diam. RF nilai dihitung untuk dua desimal atau dinyatakan sebagai
bilangan bulat, seperti hR F nilai-nilai, atau setara dengan 100 RF .

9
Gambar 1 . Ilustrasi pengukuran yang digunakan untuk menghitung faktor
retardasi dan variasi tinggi pelat dengan jarak migrasi depan pelarut.

Kesalahan sistematis dalam menentukan RF nilai RF dapat ditingkatkan


dengan menggunakan tingkat kejenuhan dari ruang berkembang untuk
mengonversi RF yang diamatinilai-nilai dihasilkan dari kesulitan dalam
menemukan posisi yang tepat dari muka pelarut. Bagian depan pelarut
termodinamika, yang mungkin sedikit lebih rendah dari bagian depan pelarut yang
terlihat untuk aliran tak jenuh , dapat ditentukan dengan menggunakan zat yang
tidak ditahan sebagai penanda bagian depan pelarut. Pengulangannilai-nilai antara
desain ruang yang berbeda. Ketika sampel tersedia sebagai standar, merupakan
praktik umum untuk memisahkan standar dan sampel dalam sistem yang sama
untuk tujuan identifikasi. Dalam program pengawasan, pemisahan simultan dari
zat standar yang sesuai digunakan untuk meningkatkan kepastian identifikasi
dengan mengoreksi nilai RF yang diamati ke nilai RF standar untuk pencarian
perpustakaan otomatis.Menggunakan metode daftar rata-rata, misalnya, semua zat
yang bermigrasi di R Fjendela, yang mungkin membingungkan, diberi peringkat

10
dan dibandingkan di sejumlah sistem pemisahan. Jika sistem pemisahannya saling
melengkapi, daftar zat yang mungkin membingungkan akan menjadi lebih pendek
karena semakin banyak zat yang berada di luar jendela identifikasi karena tidak
diketahui. Akhirnya, hanya segelintir zat yang mungkin tetap ada dalam daftar, di
mana teknik pemisahan selektif dan spektroskopi yang sesuai digunakan untuk
mengkonfirmasi identifikasi zat yang tidak diketahui.

Nilai RF tidak terkait langsung dengan properti distribusi sistem


pemisahan.Nilai RM digunakan dalam studi yang mencoba menghubungkan
properti migrasi dengan struktur zat terlarut. Nilai RM k RF olehnilai ekivalen
dengan rasio waktu tinggal zat terlarut dalam fase diam dan fase gerak , dan
secara formal ekivalen dengan faktor retensi (log ) dalam kromatografi cair
kolom . Ini dihitung dari

Cara mudah bagi ahli kimia untuk melaporkan hasil pelat TLC di
notebook lab adalah melalui " faktor retardasi" yang menghitung pergerakan
senyawa (Persamaan )

Rf=jarak yang ditempuh oleh kompleks/jarak yang ditempuh oleh pelarut depan

Untuk mengukur seberapa jauh suatu senyawa bergerak, jarak tersebut


diukur dari lokasi awal senyawa (garis dasar ditandai dengan pensil) ke lokasi
senyawa setelah elusi (perkiraan di tengah titik, Gambar a).Karena sifat perkiraan
pengukuran ini, nilai penggaris harus dicatat hanya ke milimeter terdekat. Untuk
mengukur seberapa jauh pelarut berjalan, jarak diukur dari garis dasar ke depan
pelarut.

11
Gambar 2. a) Contoh perhitungan , b) Penampilan muka pelarut pada pelat KLT
elusi Rf

Bagian depan pelarut (Gambar b) penting untuk perhitungan ini . Saat


melepas pelat TLC dari ruangnya, bagian depan pelarut perlu segera ditandai
dengan pensil, karena pelarut sering kali akan menguap dengan cepat.

Nilai RF adalah rasio, dan ini mewakili jarak relatif tempat yang ditempuh
dibandingkan dengan jarak yang bisa ditempuh jika dipindahkan dengan bagian
depan pelarut. Sebuah 0,55 berarti tempat pindah sejauh pelarut, atau sedikit lebih
dari setengah jalan. Rf 55 % Karena pada dasarnya adalah persentase, tidak
terlalu penting untuk membiarkan TLC berjalan ke ketinggian tertentu pada pelat
TLC. Pada Gambar 2 sampel asetofenon dielusi ke ketinggian yang berbeda, dan
dihitung dalam setiap kasus agar serupa, meskipun tidak identik . Sedikit variasi
dalam muncul dari kesalahan yang terkait dengan pengukuran penggaris, tetapi
juga perbedaan jumlah air yang teradsorpsi pada pelat KLT yang mengubah sifat
penyerap. Nilai harus selalu dianggap sebagai perkiraan.

12
Gambar 3. Asetofenon mengalir ke ketinggian yang berbeda pada pelat KLT,
menggunakan heksana 6: 1: etil asetat dan divisualisasikan dengan pewarnaan
anisaldehida.

Meskipun secara teori TLC dapat dijalankan pada ketinggian berapa pun,
biasanya pelarut berjalan kira-kira dari atas pelat untuk meminimalkan kesalahan
dalam penghitungan , dan untuk mencapai pemisahan campuran terbaik . Pelat
TLC tidak boleh dibiarkan berjalan sepenuhnya ke atas pelat karena dapat
mempengaruhi hasil.Namun, jika menggunakan ruang TLC jenuh dan tersegel,
masih dapat dihitung.Faktor retardasi Kadang-kadang disebut faktor retensi
karena ini adalah ukuran bagaimana pergerakan titik-titik diperlambat, atau
diperlambat.

E. Teori HETP

HETP adalah tinggi bahan isian yang akan memberikan perubahan


komposisi yang sama dengan perubahan komposisi yang yang diberikan oleh satu
plate teoritis. Variabel yang mempengaruhi HETP antara lain : Tipe dan ukuran
bahan isian, kecepatan aliran masing-masing fluida, konsentrasi fluida, diameter
menara, sifat fisis bahan difraksinasi.

Height Equivalent of a Theoritical Plate atau sering disebut HETP, banyak


terdapat dalam proses pemisahan seperti dalam menara distilasi, proses absorpsi
dan proses adsorpsi. HETP adalah daerah (stage) yang mana daerah (stage)
tersebut terdapat dua fase (cair dan uap) yang berada dalam keadaan
kesetimbangan masing-masing fase.Atau juga bisa dikatakan HETP adalah tempat
kontak antar fasa cair dan fase uap, sekaligus titik dimana terjadi kesetimbangan
antara fase uap dan fase cair. Selain itu, HETP juga bisa dikatakan sebagai bahan
isian yang akan memberikan perubahan komposisi yang sama dengan perubahan
komposisi yang diberikan oleh satu plate toritis. Tingkat akurasi pemisahan
merupakan fungsi stage, atau dapar dikatakan semakin banyak stage maka
pemisahan akan lebih sempurna. HETP biasanya digunakan dalam alat-alat yang
mana dalam prosesnya terdapat kontak antar fase uap dan fase cair.Salat satunya
adalah menara distilasi. Dalam menara menara distilasi terjadi proses pemisahan

13
komponen-komponen dalam suatu larutan cair (dengan menggunakan uap)
berdasarkan tingkat volatilitas setiap komponen dalam larutan tersebut. Nilai
HETP dapat digunakan untuk menentukan efesiensi suatu menara bahan isian dan
untuk menenntukan tinggi dan jenis bahan isian yang digunakan agar memberikan
hasil yang maksimum.Secara umum ada dua macam menara distilasi, yaitu
menara dengan bahan isian (Packed Tower) dan menara plate (Plate Tower).

Berdasarkan konstruksi, menara distilasi digolongkan :


1. Menggunakan plate dengan bubble cup atau perforated.
Bila umpan dari komponen-komponon yang berbeda jauh titik didihnya yang
menguap terlebih dahulu adalah yang titik didihnya rendah. Sedangkan
umpan dengan beda titik didih yang dekat maka hasil atas masih tercampur
(belum murni). Untuk mendapatkan alkohol murni, hasil atas sebagian
distilasi kembali berulang-ulang sampai didapatkan alkohol murni.Untuk
mengurangi distilasi yang berulang maka dipakai plate.Disini terjadi kontak
antara cairan keatas dengan aliran kebawah.Makin banyak zat yang didistilasi
melewati plate maka hasilnya makin murni.
2. Menggunakan packing dengan menara bahan isian seperti yang dipakai dalam
percobaan HETP.
Menara bahan isian terdiri atas sebuah silinder vertikal yang didalamnya
terdapat bahan isian tertentu. Bahan isian merupakan media untuk
memperluas bidang kontak antara fase uap dan cair sehingga transfer massa
dan panas berjalan baik. Cairan mengalir melewati permukaan bahan isian
dalam bentuk lapisan film tipis sehingga luas bidang kontak antara fase uap
dan cair makin besar.Cairan masuk dari bagian atas menara, sedangkan gas
masuk dari bagian bawah menara.
Jenis bahan isian antara lain :
1. Bahan isian yang tersusun secara teratur (regular packing), diantaranya
double spiral ring, wood grid.
2. Bahan isian yang tersusun secara acak (random packing), diantaranya rashing
ring, ring packing.
3. Pseudo plate column, kontak fase terjadi pada plate seperti misalnya hitted
trays, triple trays.

14
Sifat – sifat bahan yang harus dimiliki bahan isian adalah :
1. Perbandingan luas permukaan bidang basah (bidang kontak) bahan isian per
satuan volume bahan isian cukup besar.
2. Susunan bahan isian dalam kolom cukup memberikan rongga kosong,
sehingga memudahkan aliran fluida, sedangkan penurunan tekanan aliran
tidak terlalu besar.\
3. Permukaan bahan isian mudah menjadi basah.
4. Tahan terhadap suhu dan perubahannya, dan tidak mudah berkarat.
5. Cukup kuat, tidak mudah pecah.
Didalam distilasi ada beberapa cara untuk menentukan jumlah plate
teoritis sebagai plate minimum, yaitu dengan cara :
1. Metode Mc-Cebe Thiele
Metode Mc-Cebe Thiele dipresentasikan oleh dua orang mahasiswa di
Massachusetts Institute di Technology (MIT), warren L-Mc Cebe dan Ernest W.
Thiele pada tahun 1925.Teknik ini dianggap sebagai metode yang paling
sederhana dan mungkin paling instruktif untuk menganalisa distilasi biner.
Metode ini menggunakan fakta bahwa komposisi pada setiap plate teoritis
atau tahap kesetimbangan ditentukan sepenuhnya oleh fraksi mol salah satu dari
komponen. Metode ini sangatlah mudah karena kita tidak memerlukan
perhitungan heat balance (neraca panas) untuk menentukan jumlah stage yang
dibutuhkan. Metode Mc-Cebe Thiele ini mengasumsikan bahwa laju alir molar
baik liquid maupun vapour atau L/V konstan, atau dikenal juga dengan istilah
Constant Molar Overflow (CMO). Namun pada keadaan sebenarnya, keadaan
CMO tidaklah konstan.“L” adalah laju alir molar ang kembali ke kolom (ke stage
pertama).Sedangkan “V” adalah uap yang keluar dari kolom menuju kondensor
untuk di kondensat.“L” adalah liquid yang berasal dari kolom distilasi menuju ke
reboiler untuk diuapkan kembali.Sedangkan “V” adalah uap yang terbentuk dari
“L” dan masuk lagi ke kolom. Untuk lebih memudahkan, bagian rectifying akan
ditandai dengan subscript m. Biasanya mol fraksi j dalam umpan, produk atas dan
bawah, kondisi termal umpan diketahui.
Rumus tersebut didapat dari:
𝛼𝑎𝑏 . 𝑋𝑎
𝑌𝑎 =
1 + (𝛼𝑎𝑏 − 1) . 𝑋𝑎

15
Rumus tersebut didapat dari:
𝑌𝑎⁄
𝛼𝑎𝑏 = 𝑋𝑎
𝑌𝑏⁄
𝑌𝑏

𝑌𝑎 𝑌𝑏
= 𝛼𝑎𝑏( )
𝑋𝑎 𝑋𝑏

𝑌𝑏
𝑌𝑎 = 𝛼𝑎𝑏 ( ) 𝑋𝑎
𝑋𝑏

Syarat – syarat metode Mc Cabe Thile :


a. Apabila sistem campuran yang disuling menghasilkan diagram komposisi
uapjenuh dan cair jenuh adalah lurus dan sejajar atau garis operasi
mendekatigaris lurus atau sejajar. Syarat ini jarang dijumpai bila besaran-
besarannyadalam satuan massa atau jika komposisi dalam satuan fraksi
massa danentalpi dalam Btu/Lbm, tetapi lebih mendekati bila satuan dalam
mol.
b. Jika persyaratan (a) dapat dipenuhi, maka Ln/V n+1 pada seksi rektifikasi
danLm/Vm+1 pada seksi striping bernilai tetap. Keadaan semacam ini
dikenalsebagai “Constant molal ever flow and Vaporation”.
c. Tekanan di seluruh menara dianggap tetap.
d. Panas pencampuran (∆Hs) dapat diabaikan.
e. Panas latent penguapan (λ) rata – rata tetap.
Bila ditinjau dari seksi enriching / rektifikasi :
Neraca bahan : Vn+1 = Ln + D
Neraca komponen : Vn+1Yn+1 = Ln Xn + DXd
Vn+1Yn+1= Ln Xn+ DXd
𝐿𝑛 𝐷
Yn+1 = Vn+1 + Vn+1Xd

L0 = L1 = Ln
V1 = V2 = Vn+1
L 𝐷
Yn+1= 𝑉 𝑋𝑛 + 𝑉 Xd……………………..…(1)
V1= L0+ D

16
V=L+D
L 𝐷
Yn+1= 𝑋𝑛 + Xd…………….....…..(2)
𝐿+𝐷 𝐿+𝐷
𝐿⁄ 𝑋𝑑
𝐷
Yn+1= 𝐿⁄ Xn+𝐿⁄ +1
𝐷 +1 𝐷
R 𝑋𝑑
Yn+1= 𝑅+1 𝑋𝑛 + 𝑅+1………..........………..(3)

Persamaan (1), (2) dan (3) disebut persamaan garis operasi atas (GOA) dengan :

Bila dilihat dari seksi striping :


Lm = Vm+1 + B
Vm+1 = Lm - B
Vm+1. Ym+1 = Lm . Xm – B. Xb
𝐿𝑚 𝐵
Ym+1= 𝑉 𝑋𝑚 − 𝑉 𝑋𝑏
𝑚−1 𝑚+1

𝐿 𝐵
Y = 𝑉 𝑋𝑚 − 𝑋𝑏 ………..........………..(4)
𝑉

Persamaan (4) disebut persamaan garis operasi bawah (GOB) dengan


𝐿
Slope :𝑉

𝐵 . 𝑋𝑏
Intercept : 𝑉

Pada refluks total dimana seluruh uap yang terembunkan dalam kondensor
dikembalikan kedalam kolom sebagai refluks maka tidak ada hasil distilat ( D=0 ).
Perbandingan refluks ( Lo/D ) adalah tak terhingga.

2. Metode Fenske Underwood

𝑃𝑎 °
αd= , pada suhu puncak (td)
𝑃𝑏°
𝑃𝑎 °
αd=𝑃𝑏° , pada suhu bawah (tw)

17
Dimana : Paº = tekanan uap murni komponen a
Pbº = tekann uap murni komponen b

Untuk campuran ideal, metode ini didasarkan atas volatilitas relatif αab
antar komponen, dengan terlebih dahulu menetapkan αd dan αw.

Ya 1− Xa 
ab = Xa (1−Ya )

Dimana : Y = mol fraksi uap


X = mol fraksi cairan

Campuran ideal mematuhi hukum Roult dan volatilitas relatifnya ialah


tekanan uap komponennya.

Pa = Paº .Xa ; Pa = tekanan parsial a


Pb = Pbº .Xb ; Pb = tekanan parsial b
𝑃𝑎
Ya = 𝑃𝑡
𝑃𝑏
Yb = 𝑃𝑡

𝑌𝑎⁄ 𝑃𝑎⁄ (𝑃𝑎 ° .𝑋𝑎)⁄


ab= 𝑌𝑏⁄
𝑋𝑎
= 𝑃𝑏⁄
𝑋𝑎
= (𝑃𝑏° .𝑋𝑏)⁄
𝑋𝑎
𝑋𝑏 𝑋𝑏 𝑋𝑏

𝑃𝑎 °
ab =𝑃𝑏°

𝑌𝑎 𝑋𝑎 𝑌𝑎 𝑋𝑎
Untuk system biner 𝑌𝑏 dan 𝑋𝑏 dapat diganti dengan : 1− 𝑌𝑎 dan 1− 𝑋𝑎

Sehingga :
𝑌𝑎⁄ 𝑌𝑎 𝑋𝑎
ab = 𝑌𝑏⁄𝑋𝑎 = 𝑌𝑏 . 𝑋𝑏
𝑋𝑏
𝑌𝑎 𝑋𝑎
ab = 1− 𝑌𝑎 . 1− 𝑋𝑎
𝑌𝑎 𝑋𝑎
= ab 1− 𝑋𝑎
1− 𝑌𝑎

untuk plate n + 1
𝑌𝑛+1 𝑋𝑛+1
= ab 1− 𝑋𝑛+1
1− 𝑌𝑛+1

18
oleh karena itu refluks total distilat (D) = 0 dan L = 1, Yn+1 = Xn

𝑋𝑛 𝑋𝑛+1
sehingga : = ab 1− 𝑋𝑛+1
1−𝑋𝑛

pada puncak kolom, bila kondensor total Y1 = Xd

𝑋𝑑 𝑋1
= ab 1− 𝑋1 ………………………… (1)
1−𝑋𝑑

untuk n plate berurutan menghasilkan :

𝑋1 𝑋2
= ab 1−𝑋2 …………………………. (2)
1− 𝑋1

Jika persamaan (1) dan (2) dikalikan satu sama lain dan suku – suku
tengah saling menghapuskan, maka :

𝑋𝑑 𝑋𝑛
= (ab)𝑛 1−𝑋𝑛
1− 𝑋𝑑

Untuk sampai ke hasil bawah yang keluar dari kolom diperlukan N min
plate ditambah satu reboiler

𝑋𝑑 𝑋𝑏
= (ab)𝑛 min +1 1−𝑋𝑏
1− 𝑋𝑑

Untuk mendapatkan N min dengan logaritma menghasilkan :

𝑋𝑑 𝑋𝑏
𝐿𝑜𝑔 ( . )
N min = 1− 𝑋𝑑 1−𝑋𝑏
–1
𝐿𝑜𝑔 ab

( Treybal R.E., 1986 )


Jika perubahan nilai αab dari dasar kolom tidak terlalu menyolok, maka
untuk αab digunakan rata – ratanya.

19
𝑃° 𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙
d= 𝑃° 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 pada suhu puncak (td)
𝑃° 𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙
w= 𝑃° 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 pada asuhu bawah (tw)

3. Metode Ponchon – Savorit (Dengan menggunakan diagram entalpi komposisi)


HETP penggunaannya sering untuk perhitungan menara distilasi dengan
memakai bahan isian. Dengan menggunakan metode diatas, jumlah plate
minimum dapat diketahui, maka harga HETP dapat dihitung :

Tinggi packing kolom bahan isian


HETP = Jumlah plate minimum

Manfaat dari HETP adalah untuk menghitung tinggi kolom bahan isian
dengan terlebih dahulu menentukan jumlah plate teoritis.

F. Pelebaran Puncak

Proses yang terjadi dalam kolom membutuhkan waktu tertentu untuk zat
terlarut mencapai keseimbangan dengan fase diam dan fase geraknya. Hasil
analisis kromatogram berupa puncak-puncak kromatografi dipengaruhi oleh laju
elusinya.Dalam praktek harga H (HETP) selalu lebih besar dari harga idealnya
(nol) yang berarti terjadi pelebaran puncak. Pelebaran ini disebabkan oleh 3 faktor
yaitu:

1. Difusi Eddy
Difusi Edi disebabkan karena ketidakseragaman packing pada
kromatografi kolom, meliputi perbedaan bentuk, ukuran partikel-partikel pengisi
kolom, cara pengisian kolom, dan diameter dari kolom Perbedaan ini
mengakibatkan solut akan mengambil jalan yang berbeda untuk melalui kolom
sehingga terjadi perbedaan waktu keluarnya molekul-molekul dari kolom.
Perbedaan tersebutmenyebabkan pelebaran puncak dari solut. Untuk memperkecil
efek ini, digunakan partikel-partikel kecil dengan ukuran sama tetapi tidak
menyebabkan penurunan tekanan yang terlalu tinggi dalam kolom, diameter

20
kolom yang kecil, pengepakan yang mampat dan ukuran sama tanpa memecahkan
partikel-partikel pengisi kolom tersebut.

2. Difusi Longitudinal
Difusi Longituidinal disebabkan karena kecenderungan zat terlarut untuk
berdifusi. Molekul-molekul zat terlarut cenderung untuk berdifusi dari daerah
yang konsentrasinya tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah. Akibatnya,
waktu melintasi kolom, molekul-molekul akan menyebar (berdifusi) ke belakang
dan ke depan.

Derajat pelebaran puncak pada longitudinal diffusion dipengaruhi oleh :


a.Proses difusi solut
b.Laju alir solut selama melewati kolom

3. Transfer Massa
Transfer massa untuk pemisahan zat terlarut pada fase diam, tidak terjadi
begitu saja melainkan bergantung pada partisi zat terlarut dan koefisien difusinya.
Transfer massa ini dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Transfer massa fase gerak

21
Solut yang tidak bergerak melalui kolom ketika berada pada fase gerak
dalam kondisi stagnant akan membutuhkan waktu lebih lama di dalam kolom
daripada solut yang melewati kolom begitu saja bersama fase geraknya.

Transfer massa fase gerak dapat menyebabkan pelebaran puncak


kromatogram karena perbedaan profil alir pada kanal atau diantara partikel
pendukung pada kolom. Solut yang melalui bagian tengah kanal akan lebih dahulu
mencapai ujung kolom daripada solut yang melalui bagian tepi kanal. Derajat
pelebaran puncak yang dipengaruhi oleh difusi Eddy dan transfer massa fase
gerak dikarenakan ukuran dari packing materialnya dan laju difusi solut.
b. Transfer massa fase gerak tetap (stagnant)
Transfer massa fase gerak stagnant menyebabkan pelebaran puncak karena
perbedaan laju difusi dari molekul solut antara fase gerak diluar pori pada fase
diam (flowing mobile phase) dengan fase gerak didalam pori (stagnant) pada fase
diamnya (stagnant mobile phase).

Derajat pelebaran puncak sangat dipengaruhi oleh beberapa hal berikut,


yaitu:
1. Ukuran, bentuk dan struktur pori dari packing material.
2. Difusi dan retensi dari solut.

22
3. Laju alir solut ketika melalui kolom.

c. Transfer massa fase diam


Molekul solut yang berbeda, menghabiskan waktu yang berbeda untuk
tertahan pada fase diamnya. Perbedaan lama waktu tersebut menyebabkan
munculnya pelebaran pada puncak kromatogram.Perbedaan lama waktu tersebut
disebabkan karena perbedaan gerakan dari molekul solut antara fase stagnant
dengan fase diamnya.Derajat pelebaran puncak ini dipengaruhi oleh:
1. Retensi dan difusi dari solut
2. Laju alir dari solut ketika melalui kolom
3. Interaksi kinetik antara solut dengan fase diam.

G. Resolusi kromatogram

Secara umum, resolusi adalah kemampuan untuk memisahkan dua


sinyal. Dalam hal kromatografi, ini adalah kemampuan untuk memisahkan dua
puncak. Resolusi, R , diberikan oleh

dimana t r 1 dan t r 2 dan w 1 dan w 2 masing-masing adalah waktu dan lebar dari
dua puncak yang berdekatan. Jika puncak cukup dekat, yang merupakan masalah
terkait, w hampir sama untuk kedua puncak dan resolusi dapat dinyatakan sebagai

Jika jarak antar puncak adalah 4σ, maka R adalah 1 dan 2,5 persen luas
puncak pertama tumpang tindih dengan 2,5 persen luas puncak kedua. Resolusi
kesatuan minimal untuk analisis kuantitatif menggunakan area puncak.

alam kromatografi gas (GC) dan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC), resolusi
didefinisikan sebagai perbedaan antara waktu retensi 2 puncak yang saling
berdekatan (ΔtR = tR2-tR1) dibagi dengan rata-rata lebar puncak (W1 + W2)/2
seperti gambar berikut.

23
Nilai Rs harus mendekati atau lebih dari 1,5 karena akan memberikan
pemisahan puncak yang baik (base line resolution).

Sedangkan untuk kromatografi lapis tipis (KLT) atau elektroforesis planar,


resolusi dapat dihitung dengan:

Yang mana:

d : jarak antar 2 pusat zona

W1 dan W2 : rata-rata lebar zona

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan makalah di atas dapat disimpulkan bahwa parameter-


parameter dalam analisis kualitatif dan kuantitatif kromatografi terdiri dari
koefisien distribusi dalam kromatografi, yaitu tetapan kesetimbangan yang
menentukan distribusi dari molekul-molekul sampel diantara dua fasa, waktu mati
dan waktu retensi, faktor retardasi atau parameter fundamental yang digunakan
untuk mengkarakterisasi posisi zona sampel dalam kromatografi lapis tipis, teori
HETP (Height Equivalent of a Theoritical Plate), pelebaran puncak, dan resolusi
kromatogram yaitu kemampuan untuk memisahkan dua pucak.

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari sepenuhnya jika makalah


ini masih banyak kesalahan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, untuk
memperbaiki makalah tersebut penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca.

25
DAFTAR PUSTAKA

CF Poole , 2005. Encyclopedia of Analytical Science (Edisi Kedua).Online.


https://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/retardation-
factor. diakses pada 25 April 2021 pukul 08.29 WIB

Dogra, S.K, Dogra S.1984. Kimia FisikdanSoal – Soal.Jakarta :Universitas


Indonesia Press.

Hanife Sari Erkan ,Guleda Önkal Engin , 2018. Comprehensive Analytical


Chemistry.Online.https://www.chromatographytoday.com/news/gc-
mdgc/32/breaking-news/what-is-retention-time/31159 diakses pada 24 April
2021 pukul 19.34 WIB.

Hans-Gerd Janssen, 2020. Saparation Chemistry on Gas Chromatography.


Unilever Research and Development Vlaardingen : Belanda

Knox, J.H. and Kaliszan, R.1985. Theory of Solvent Disturbance Peaks and
Experimental Determination of Thermodynamic Dead-Volume in
Column Liquid Chromatography. Journal of Chromatography, 349:211.

Kovats, E. 1958. Gas-chromatographische Charakterisierung organischer


Verbindungen, Teil 1 : Retentionsindices aliphatischer Halogenide,
Alkohole, Aldehyde und Ketone. Helvetica Chemica Acta, Vol. XLI No.
206:1915-1932.

Nicole, Lisa. 2017. Organik Chemistry Lab Techniques. Butte Collage : California

Nowotnik, D.P. and Narra, R. K.1993. A Comparison of methods for the


determination of dead time in a reversed-phase high-performance liquid
chromatography system used for the measurement of lipophilicity. Journal
of Liquid Chromatography,16(18):3919 – 3932.

Slaats, E.H., Markovski, W., Fekete, J., Poppe, H.J.1981. Distribution


equilibrium of solvent components in reversed-phase liquid
chromatographic columns and relationship with the mobile phase volume.
Chromatographia, 207:299-323.

Warren, F.V., Phoebe, C.H., Webb, M.A., Weston, A., Bidlingmeyer, B.A.
1990. An interactive approach to eluent optimization for isocratic liquid
chromatography. Journal AmerLaboratorium, 22(11):17-28.

26

Anda mungkin juga menyukai