ISLAMIC BRANDING
Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pemasaran Perbankan Syariah
Dosen Pengampu : Dr. Endah Meiria, SE., M.Si.
Disusun Oleh :
Kelompok 6
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karenanya makalah ini dapat
diselesaikan. Makalah yang berjudul “Islamic Branding” merupakan suatu bentuk nyata
partisipsi kami dalam turut membangun bangsa Indonesia melalui dunia pendidikan.
Makalah ini bertujuan untuk membangun para peserta didik dalam proses
pembelajaran. Makalah ini banyak mengambil bahan ajar dari buku acuan yang telah
ditetapkan dan juga dari berbagai sumber. Sehubungan dengan itu kami mengucapkan
terima kasih kepada dosen kami sebagai motivator kami dalam membuat makalah ini.
Kemudian kami juga berterima kasih kepada semua orang yang selalu mendukung kami
dalam berbagai hal.
Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi materi, susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca serta mampu membantu proses pembelajaran.
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................2
C. Tujuan............................................................................................................................2
D. Metode Penulisan..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
A. Tingkatan.......................................................................................................................3
E. Strategi Produk............................................................................................................10
A. Kesimpulan..................................................................................................................13
STUDI KASUS.......................................................................................................................14
ANALISIS KASUS.................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekuitas merek atau Brand Equity adalah kekuatan dari sebuah merek. Melalui merek
yang kuat perusahaan dapat mengelola aset-aset mereka dengan baik, meningkatkan arus
kas, memperluas pangsa pasar, menetapkan harga premium, mengurangi biaya promosi,
meningkatkan penjualan, menjaga stabilitas, dan meningkatkan keunggulan kompetitif.
Berdasarkan perspektif konsumen, ekuitas merek merupakan suatu bentuk respon atau
tanggapan dari konsumen terhadap sebuah merek.
Brand memiliki peran penting bagi sebuah produk jasa maupun barang. Brand juga
sering menjadi alat bantu konsumen dalam mengambil keputusan. Selain itu, keberadaan
merek mampu menarik minat kosnumen untuk memakai produk tersebut. Bahkan,
keberadaan brand dianggap sebagai pilar bisnis yang menunjang keberhasilan bisnis itu
sendiri. Tidak dapat dipungkiri saat ini banyak perusahaan berlomba-lomba menjadikan
brandnya menjadi nomor satu atau top of mind di benak pelanggan. Begitu pula dengan
keberadaan Islamic Branding yang saat ini sudah menjadi trend dan selain itu merek ini
sengaja dimunculkan oleh produsen sebagai strategi untuk menarik minat beli konsumen.
Keberadaan konsumen yang fanatik pada merek tertentu menjadi tantangan tersendiri
bagi produsen untuk dapat melayani mereka.
Karena selain mereka fanatik, jumlah mereka juga besar. Fenomena banyaknya
bermunculan merek-merek Islami, menandakan adanya pergeseran perilaku konsumen.
Tidak dapat dipungkiri, banyak konsumen menjadikan merek yang mereka beli atau
gunakan, merupakan manifestasi dari dirinya atau dengan kata lain, mereka menjadikan
merek sebagai media untuk menunjukan jati dirinya kepada orang lain. Sebagai contoh
pada dunia perbankan atau lembaga keuangan, saat ini banyak bemunculan bank-bank
syariah, lembaga keuangan syariah, pegadaian syariah. Pada dunia pendidikan saat ini
banyak bermunculan sekolah Dasar Islam terpadu (SDIT), Taman Kanak-kanak Islam
Terpadu (TKIT), pada bidang hotel terdapat hotel yang menerapkan sistem syariah (hotel
syariah). Pada bidang kecantikan banyak yang membuka jasa salon dan spa khusus
1
melayani wanita muslimah (salon muslimah). Pada acara resepsi perkawinan ada yang
menggunakan syariah wedding atau Islamic Wedding yaitu acara resepsi pernikahaan
yang tamu dipisah antara laki-laki dan perempuan. Pada acara Entertainment, banyak
yang memilih acara-acara yang bernuansa Islami atau stasiun tv yang menayangkan acara
- acara yang bernuansa Islami. Pada bidang kesehatan terdapat rumah sakit Islam yang
pelayanannya menggunakan prinsip-prinsip Islam.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Metode Penulisan
Metode yang penulis gunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode
kepustakaan dengan mencari sumber-sumber rujukan yang kredibel dari berbagai literatur
dan rujukan tambahan dari internet.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Ekuitas merek atau Brand Equity adalah kekuatan dari sebuah merek. Melalui merek
yang kuat perusahaan dapat mengelola aset-aset mereka dengan baik, meningkatkan arus
kas, memperluas pangsa pasar, menetapkan harga premium, mengurangi biaya promosi,
meningkatkan penjualan, menjaga stabilitas, dan meningkatkan keunggulan kompetitif.
Berdasarkan perspektif konsumen, ekuitas merek merupakan suatu bentuk respon atau
tanggapan dari konsumen terhadap sebuah merek.
Berikut ini adalah beberapa pengertian ekuitas merek (brand equity) dari beberapa
sumber:
a. Menurut Astuti dan Cahyadi (2007), Ekuitas merek (brand equity) adalah
seperangkat asosiasi dan perilaku yang dimiliki oleh pelanggan merek, anggota
saluran distribusi, dan perusahaan yang memungkinkan suatu merek mendapatkan
kekuatan, daya tahan, dan keunggulan yang dapat membedakan dengan merek
pesaing.
b. Menurut Susanto dan Wijarnako (2004:127), Ekuitas merek adalah seperangkat
aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan
simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu
barang atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan.
c. Menurut Kotler dan Keller (2009:263), Ekuitas merek (brand equity) adalah nilai
tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin
dalam cara konsumen berpikir, merasa dan bertindak dalam hubungannya dengan
merek, dan juga harga, pangsa pasar dan profitabilitas yang diberikan merek bagi
perusahaan.
d. Menurut Supranto dan Limakrisna (2011:132), Ekuitas merek adalah nilai yang
ditentukan oleh konsumen pada suatu merek di atas dan di luar
karakteristik/atribut fungsional dari produk.
3
e. Menurut Tjiptono (2004:38), Ekuitas merek adalah serangkaian aset dan
kewajiban merek yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan simbolnya, yang
menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada
perusahaan dan atau pelanggan perusahaan tersebut.
4
Berdasarkan perspektif manajemen pemasaran, terdapat tiga komponen penggerak
ekuitas merek, yaitu (Philip Kotler, 2002: 268):
1. Pilihan awal untuk elemen atau identitas merek yang membentuk merek (nama
merek, URL, logo, lambang, karakter, juru bicara, slogan, lagu, kemasan, dan
papan iklan.
2. Produk dan jasa serta semua kegiatan pemasaran dan program pemasaran
pendukung yang menyertainya.
3. Asosiasi lain yang diberikan secara tidak langsung ke merek dengan
menghubungkan merek tersebut dengan beberapa entitas lain (orang, tempat, atau
barang).
5
b. Islamic brand by origin. Pengguanaan brand tanpa harus menunjukkan kehalalan
produknya karena produk berasal negara asal produk tersebut sudah dikenal
sebagai Negara Islam.
c. Islamic brand by customer. Branding ini berasal dari negara non muslim tetapi
produknya dinikmati oleh konsumen muslim. Branding ini biasanya menyertakan
label halal pada produknya agar dapat menarik konsumen muslim.
Konsumen muslim dituntut selektif dalam memilih produk untuk dikonsumsi. Label
halal pada bungkus produk belum tentu menjamin kehalalan produk. Hal ini sesuai
dengan penelitian Ali (2012) yang menyatakan bahwa baik muslim di Australia maupun
di Malaysia terkadang tidak percaya begitu saja terhadap produk yang tersertifikat halal.
Mereka akan meneliti lebih lanjut bahan bahan yang tercantum dalam produk tersebut
untuk memastikan bahwa produk tersebut benar-benar halal dan layak konsumsi.
Sertifikasi halal merupakan jaminan keamanan bagi seorang konsumen muslim untuk
dapat memilih makanan yang baik baginya dan sesuai dengan aturan agama. Produk
makanan yang memiliki sertifikasi halal adalah produk yang didalam proses
pengolahannya memenuhi standar dalam keamanan dan kebersihannya (Lada, 2009).
Menurut Keputusan Menteri Agama R.I nomor 518 menyatakan bahwa sertifikasi
halal adalah fatwa tertulis yang menyatakan kehalalan suatu produk pangan yang
dikeluarkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis
Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Sertifikasi halal di Indonesia dikeluarkan resmi oleh
MUI yang mengindikasikan bahwa produk sudah lolos tes uji halal. Produk yang
memiliki sertifikasi halal adalah produk yang telah teruji dalam kehalalan dan bisa
dikonsumsi umat muslim. Produk yang telah memiliki sertifikasi halal dibuktikan
dengan pencantuman label halal dalam kemasan produk (Agustian, 2013: 171).
Islamic Branding sangatlah penting dalam melakukan suatu bisnis karena brand
inilah yang menjadi ciri khas dari suatu perusahaan dalam memasarkan produknya,
brand menjadi salah satu pemikat konsumen untuk membeli suatu produk.
6
pemerekan islami dengan pemerekan konvensional. Perbedaan tersebut terletak pada
atribut unik yang mendasari pemerekan islami, yaitu prinsip syariat islam.
Prinsip syariat tersebut, dalam konteks untuk mewujudkan islamic brand resonance,
dapat diwujudkan melalui pendekatan pengintegrasian antara prinsip syariat islam dengan
setiap langkah-langkah untuk mencapai brand resonance dalam benak konsumen. Proses
pengintegrasian tersebut dalam membangun Brand Islami adalah sebagai berikut:
1. Salience.
Membangun merek yang baik harus diawali dengan kesadaran konsumen terhadap
merek tersebut. Upaya untuk meraih kesadaran konsumen dimulai dari
membangun identitas merek itu sendiri. Sebuah merek harus dapat dikenali secara
mudah oleh konsumen dimanapun dan dalam situasi apapun.Kaitannya dengan
konsep pemerekan islami, sebuah merek islami pertama-tama harus memiliki
identitas yang mudah dikenali dari berbagai atribut yang melekat, yang
menggambarkan bahwa produk tersebut berasosiasi dengan Islam, baik itu dari
segi nama maupun adanya label halal (untuk produk makanan, minuman, obat-
obatan, dan kosmetik) sehingga konsumen dapat dengan mudah mengidentifikasi
bahwa produk tersebut merupakan produk islami.
2. Performance.
Sebelum berlanjut memikirkan citra sebuah merek, sebuah produk harus
memenuhi standar kualitas dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen terlebih
dahulu. Sebagaimana dijelaskan oleh Keller (2013), kualitas sebuah produk dalam
memenuhi dan memuaskan keinginan konsumen merupakan prasyarat utama
untuk kesuksesan sebuah aktivitas pemasaran. Kualitas sebuah produk dalam
aktivitas pemerekan Islami pun harus memenuhi standar-standar umum sebuah
produk berkualitas ditambah dengan adanya kepastian akan jaminan halal atau
setifikat halal dari lembaga yang berwenang.
3. Islamic Brand Imagery.
Setelah terpenuhinya standar mutu produk, langkah selanjutnya adalah
membangun citra dari merek yang akan dibuat. Citra sebuah merek bergantung
kepada elemen-elemen ekstrinsik yang melekat pada barang atau jasa, termasuk di
7
dalamnya cara bagaimana sebuah merek dapat memenuhi kebutuhan psikologis
dan sosial para konsumennya. Selain itu, citra sebuah merek juga merupakan
refleksi dari persepsi konsumen terhadap merek sebuah produk. Adapun dalam
gagasan konsep Islamic Brand Imagery atau citra merek islami, sebuah merek
yang hendak diposisikan sebagai sebuah merek yang bernuansa Islam harus
mampu membentuk persepsi konsumen sehingga merek yang dibangun mampu
dicitrakan sebagai merek yang islami, baik melalui kegiatan-kegiatan promosi
dengan nuansa Islami seperti mengikuti festival Ramadan, terlibat dalam kegiatan
bakti sosial yang bernuansa religius hingga iklan dengan menggunakan brand
ambassador yang telah dipersepsikan islami oleh masyarakat. Dengan demikian,
citra yang melekat pada merek islami tersebut dapat dipersepsikan sebagai merek
dengan citra islami.
4. Islamic Brand Judgment.
Pada fase ini, konsumen diharapkan telah memiliki penilaian personal terhadap
merek islami yang sedang dibangun. Penilaian terhadap sebuah merek ini
merupakan bentuk evaluasi secara menyeluruh yang dilakukan oleh konsumen
terhadap merek-merek yang telah dikenalnya. Menurut Keller (2013), penilaian
konsumen akan terpusat kepada empat hal, yaitu kualitas, kredibilitas, konsiderasi
dan nilai superioritas. Begitu pula halnya dengan sebuah merek islami. Semua
indikator tersebut harus dipenuhi disertai dengan nilai superioritas sebuah produk
yang bernuansa Islam, termasuk di dalamnya superioritas dari sebuah label halal,
dimana kedepannya, label halal tidak hanya sekadar jaminan yang bersifat ekslusif
tetapi juga sekaligus sebagai simbol kualitas keamanan dan kesehatan secara
universal (Wilson dan Liu, 2010).
5. Islamic Brand Feeling.
Setelah melewati fase penilaian, selanjutnya sebuah merek akan memasuki fase
brand feeling. Secara garis besar, fase ini merupakan reaksi dan respon emosional
konsumen terhadap sebuah merek. Respon tersebut dapat bernilai positif ataupun
negatif. Umumnya, beberapa jenis perasaan terhadap sebuah merek yang muncul
dalam diri konsumen, menurut Aaker dan Susan (1997) dapat dikategorikan ke
dalam enam jenis perasaan yaitu kehangatan, menyenangkan, menggembirakan,
8
keamanan, pengakuan sosial dan penghormatan terhadap diri. Konsep merek
islami dalam hal ini, selain dapat memilih untuk menciptakan beberapa karakter
perasaan tersebut, sepatutnya juga harus mampu menambahkan perasaan religius
kepada setiap konsumennya.
6. Islamic Brand Resonance.
Fase Brand resonance merupakan fase puncak dari seluruh proses sebelumnya.
Pada fase ini, konsumen telah memiliki intensitas hubungan batin yang sangat
kuat dengan merek yang dipilihnya. Ciri- cirinya dapat dilihat dari beberapa
kategori, yaitu munculnya nilai-nilai kesetiaan, keterpautan, rasa kebersamaan,
dan keterlibatan secara aktif dengan merek. Adapun relevansinya dengan konsep
pemerekan islami, bahwa pada saat merek islami telah memasuki fase ini beserta
dengan segala macam atribut termasuk di dalamnya label halal, kinerja produk
dan juga citra mereknya, maka merek tersebut pada saat yang sama telah memiliki
ikatan emosional yang kuat dengan para konsumennya sehingga konsumen
memiliki loyalitas dan merasa menjadi bagian dari nilai yang dibangun oleh
merek yang telah dipilihnya, yang dalam hal ini terutama adalah nilai-nilai
religiusitas.
9
yang diberikan oleh Perbankan Syariah kepada nasabahnya. Hal-hal yang bisa dilakukan
dalam pembentukan citra yaitu: Jenis usaha, Reputasi dan Inovasi. Tentunya, dari unsur-
unsur tersebut dapat ditemukan dalam Islamic brand. Dalam perbankan syariah sudah
menerapkan dan masih terus memperbaiki kinerja perbankan syariah tentunya agar lebih
baik lagi seperti hal nya di atas.
Seperti halnya perusahaan, perbankan syariah juga melakukan ketiga hal tersebut.
Salah satunya inovasi yang dilakukan oleh Perbankan Syariah yaitu dengan banyaknya
produk-produk atau pembiayaan yang ditawarkan. Dan juga dari sistem kinerja
perbankan itu sendiri, Dari sinilah maka Perbankan Syariah banyak dilirik oleh
perusahaan ataupun perorangan dalam mengajukan pembiayaan atau pun untuk
menambah modal usaha. Hal itu terjadi karna Perbankan Syariah berbeda dengan
perbankan konvensional, karna dalam perbankan syariah sendiri tidak menerapkan
prinsip Riba tetapi menggunakan bagi hasil.
Dalam agama islam sudah jelas tidak diperbolehkan dalam transaksinya menerapkan
prinsip Riba. Hal tersebut merupakan salah satu alasan kenapa perbankan syariah banyak
dilirik oleh orang muslim, bukan hanya orang muslim saja yang lebih memilih perbankan
syariah tetapi orang non muslim pun juga lebih tertarik ke perbankan syariah. Karna
dalam Perbankan syariah sendiri banyak macam-macam pembiayaan yang bisa
digunakan dalam mengajukan pembiayaan.
Bukan hanya itu saja dalam hal melayani nasabah Perbankan Syariah juga mampu
memberikan pelayanan yang cukup baik. Sehingga citra dari perbankan syariah juga
mempengaruhi loyalitas nasabah.
Berbagai studi dan pengamatan telah menunjukkan bahwa, Islamic branding telah
mampu menciptakan citra positif di sektor keuangan dalam perbankan syariah. Perbankan
syariah memperoleh popularitas tinggi dan sukses dalam membangun citra dan reputasi
jangka panjang. Ini menunjukkan peningkatan citra dan reputasi Islamic brand dalam
perbankan syariah.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Dengan bermunculannya bebagai perusahaan yang menggunakan Islamic Branding
pada produknya termasuk dalam sector perbankan, diharapkan kita semua dapat
berkontribusi di dalam memajukan negara maupun agama kita.
11
STUDI KASUS
Bank Syariah Indonesia (BSI) Punya Logo Cerminkan Pancasila dan Lima Rukun
Islam
Sumber: https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/qlfm0w327
12
Pada segmen korporasi dan wholesale, BSI akan masuk ke dalam industri yang selama ini
belum mendapatkan penetrasi maksimal dari bank syariah di antaranya proyek infrastruktur
berskala besar yang sejalan dengan rencana pemerintah.
Bank syariah ini juga akan mendorong segmentasi UMKM melalui kredit usaha rakyat
(KUR) baik secara langsung maupun sinergi dengan Bank Himbara.
Sementara itu, akta penggabungan tiga bank syariah milik Himbara juga resmi
ditandatangani pada Rabu (16/12).
PT Bank BRI Syariah (BRIS), PT Bank BNI Syariah (BNIS) dan PT Bank Syariah
Mandiri (BSM) yang merger menjadi BSI ini secara efektif bergabung 1 Februari 2021.
13
ANALISIS KASUS
Berdasarkan artikel tersebut, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) dalam membuat
brandingnya khususnya pada logo PT Bank Syariah Indonesia tidak hanya merepresentasikan
nilai dasar negara saja tetapi dalam logo bank syariah indonesia memasukkan juga nilai-nilai
islami ke dalam logo bank tersebut dengan memasukkan nilai 5 rukun islam kedalam logo
bank syariah indonesia. Hal ini diperkuat dari studi kasus diatas dari perkataan direktur utama
bni syariah yaitu abdullah firman wibowo yang menyatakan bahwa BSI senantiasa
menjunjung tinggi pancasila dan rukun islam. Logo ini bermakna untuk mengomunikasikan
kepada masyarakat bahwa BSI selalu menjunjung tinggi nilai nilai negara dan juga nilai-nilai
islam yang berlandaskan prinsip kesetaraan, kepeduliaan, kejujuran, dan inovasi dengan
mendorong semangat persatuan dalam khazanah yang membawa faedah dan bersatu menjadi
berkah.
Membentuk sebuah logo merupakan salah satu langkah untuk membangun sebuah ekuitas
merek. Logo berperan untuk mewakili identitas pihak tertentu, baik itu bisnis, perusahaan,
organisasi, negara, daerah, produk dan lain sebagainya. Ketika melihat gambar tersebut maka
masyarakat akan tertuju pada satu hal dan akan terus diingat selamanya. Tanpa harus
mencantumkan visi misi, deskripsi, atau penjelasan apapun maka banyak orang langsung
mengetahui tentang pemilik logo tersebut. Selain dengan logonya BSI juga membuat branding
pada warnanya yaitu hijau telur asin. Hal tersebut dilakukan BSI agar mencerminkan intisari
brand, kepribadian brand, dan kultur perusahaan. Identitas visual seperti nama, logo, slogan
harus dirancang dengan perspektif jangka panjang. Logo yang kuat dapat memberi kohesi dan
membangun identitas brand, memudahkan pengenalan, dan ingatan kembali.
BSI selalu menjunjung tinggi nilai nilai negara dan juga nilai-nilai islam yang
berlandaskan prinsip kesetaraan, kepeduliaan, kejujuran, dan inovasi dengan mendorong
semangat persatuan dalam khazanah yang membawa faedah dan bersatu menjadi berkah.
14
DAFTAR PUSTAKA
Susanto, A B dan Wijarnako, Himawan. 2004. Power Branding: Membangun Merek Unggul dan
Organisasi Pendukungnya. Jakarta: Mizan Publika.
Alserhan, B. (2011), “Islamic branding: a conceptualization of related terms”, Journal of Brand
Management.
Ardianto, Eka. (1999), “Mengelola Aktiva Merek : Sebuah Pendekatan Strategis”, Forum
Manajemen Prasetya Mulya, No. 67, p.34-39.
Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2007. Manajemen Pemasaran. Jakarta : Indeks.
Kotler, Philip dan Waldemar Pleortsch.2006. B2B Brand Management, Jakarta: BIP
Kotler, Philip. 2000. Marketing Mnagament. New Jersey : Prentice Hall
Nur Rianto, Muhammad.2019. Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah. Bandung : Penerbit Alfa
Beta.
https://republika.co.id/berita/q56cl9370/nilai-embrandem-perbankan-di-dunia-turun-untuk
pertama-kalinya
https://www.kajianpustaka.com/2017/03/ekuitas-merek-brand-equity.html
15