Anda di halaman 1dari 14

PERKEMBANGAN TASAWUF

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok


dalam mata kuliah Akhlak dan Tasawuf

Disusun Oleh:

Rezal Prihatin (19106020012)


Erina Maylani Putri (19106020015)
Fany Rizki Nurfadilah (19106020030)
Arofahtin Qurrotu ‘Aini (19106020031)

Dosen

Ni’mah Afifah, S.Ag., M.Ag.

 
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji Syukur kehadirat Allah, Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis sehingga tugas makalah “Perkembangan Tsawuf” dapat
terselesaikan. Shalawat serta salam kita curah limpahkan kepada junjungan kita yakni
Nabi Muhammad SAW, sebagai Uswatun Khasanah.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ni’mah Afifah, S.Ag., M.Ag.
pembimbing makalah ini. Tak lupa juga kepada teman-teman dan pihak-pihak yang turut
serta membantu mewujudkan makalah ini.

Demikian yang bisa penulis sampaikan, dengan harapan semoga Allah SWT
Senantiasa membalas segala kebaikan mereka dan makalah ini dapat memberi manfaat
sebaik-baiknya. Amien

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sejak sains mulai bertumbuh sangat pesat didunia barat yang menghasilkan
teknologi modern dan sangat baru, sejak saaat itulah mereka merasa kehilangan
makna kemanusiaannya, kehidupannya ada di dalam individualis, silatuhrahmi dan
kasih sayang perlahan mulai memudar, banyak manusia yang sibuk berkompetisi dan
bertolak ukur keberhasilan seseorang diukur melalui keberhasilan secara materi,
mereka telah kehilangan nilai religi, spiritual dan Tuhannya, sehingga hadirlah
tasawuf yang saat ini ramai dibicarakan yaitu untuk menangkal material dan sekural
meali tasawuf, karena didalam tasawuf memiliki nilai-nilai spiritual islam yang
cukup kaya dan dalam.
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari
Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran.
Bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju
kontek komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara
bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan
akan berbentuk “Ijtihad” (bersatu dengan Tuhan) demikian menjadi inti persoalan
“sufisme” baik pda agama Islam maupun diluarnya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perkembangan tasawuf pada masa klasik?
2. Bagiamana tasawuf pada masa Rasulullah SAW dan Sahabat?
3. Bagaimana perkembangan tasawuf pada Bani Umayyah dan Abbsiyah?

C. TUJUAN
1. Menjelaskan perkembangan tasawuf pada masa klasik.
2. Menjelaskan kehidupan tasawuf pada masa Rasulullah SAW dan Sahabat.
3. Menjelaskan perkembangan tasawuf pada Bani Umayyah dan Abbsiyah
BAB II
PEMBAHASAN

A. PERKEMBANGAN TASAWUF ERA KLASIK


Dunia Barat melabeli tasawuf dengan label sufisme, Di dunia Islam tasawuf termasuk
salah satu disiplin ilmu. Disiplin ini telah mendapat perhatian peneliti, baik dari Barat,
Timur, muslim maupun non muslim. Adapun keabsahan kehadiran tasawuf sebagai satu
bidang studi ilmu masih diragukan, apalagi di dalam al Qu‟ran dan al Hadits tidak pernah
menyinggung kata ini.
Metode tasawuf adalah mujahadah dengan bersarana hati, sedangkan tujuannya
adalah ingin berada sedekat mungkin dengan Tuhan. Menurut para sufi, Tuhan adalah zat
yang bersih dan suci, sedangkan manusia penuh dengan noda dan kotor.2 Kotor dalam
perspektif tasawuf adalah dosa, manusia penuh dengan dosa mustahil dapat dekat dengan
Tuhan. Seperti yang dituturkan dalam Q. S. Al Baqarah: (2. 222) Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang taubat dan orang orang yang mensucikan diri. Agar dekat
dengan Tuhan, bersihkanlah jiwamu dari segala dosa, cara pembersihannya haruslah
ditempuh melalui mujahadah, yaitu melawan hawa nafsu, egois, dan sebagainya.
Menurut Ahmad Amin tasawuf berangkat dari Islam, meskipun ada kontak dengan
agama dan budaya lain namun perkembangan tasawuf berada dalam wataknya sendiri.
Seperti filsafat cinta yang dirintis oleh Rabi„ah al Adawiah, berasal dari suku Arab asli
dan dia tidak pernah mendapat sentuhan dengan budaya luar, konsep Cinta Rabi„ah
adalah dari nalurinya.7 Karena logika dan akal manusia di dunia ini sama, yang
membedakan adalah perasaannya. Hal ini diumpamakan oleh Ahmad Amin mustahil lafaz
dalam satu sya„ir sama di luar dia ada yang sama dengan bait sya„ir orang lain.
Sebenarnya al Qur‟an, Hadits, tercermin melalui perilaku Nabi dan para Sahabat
merupakan rujukan yang cukup kaya tentang adanya tasawuf, ayat al Qur‟an yang
mewaspadai tentang keberadaan dunia antara lain: (QS 57:20). Yang artinya sesuai
dengan firman Allah: Kehidupan dunia itu hanyalah fatamorgana saja.
Sebenarnya apabila al Qur‟an, Hadits dan perilaku kehidupan Nabi serta para sahabat
diteliti secara mendalam, maka tampak dengan gamblang bahwa tasawuf berangkat dari
ruh Islam. Islam adalah agama rahmatan li al„alamin, memberi peluang kepada para sufi
menginterpretasikan ayat-ayat al Qur‟an sesuai dengan pemahaman mereka, sebagaimana
para filosof menginterpretasikan al Qur‟an sesuai dengan rasionya
Ilmu tasawuf memperkenalkan terminologi yang cukup banyak, diantara terminologi
yang cukup penting yang harus diketahui adalah istilah syari„ah, tharikah dan hakikat.
Syari’ah dalam perspektif sufi berbeda dengan istilah syari„ah dalam pemahaman fikh.
Syari’ah dalam amalan lahir termasuk rukun Islam, sedangkan hakikat buah dari syari’ah
dan thariqat adalah jalan yang dilalui sufi dalam menuju hakikat, syari„ah hakikat dan
thariqat tidak boleh dipisahkan, kalau dipisahkan akan membawa kepincangan. Hal ini
diibaratkan sebagai sebuah tempurung kelapa, kulit merupakan syari„ah, isi merupakan
thariqat dan santan atau minyak adalah hakikat. Thariqat yang dimaksud di sini bukan
thariqat yang sudah melembaga yang padanya terdapat guru dan murid. Thariqat model
ini muncul pada abad ke XII M. Akan tetapi yang dimaksud thariqat di sini adalah jalan
menuju Tuhan, sehingga di kalangan para Sufi muncul ungkapan jalan menuju Tuhan
sebanyak bintang di langit atau sebanyak nafas manusia.
Perkembangan tasawuf pada era klasik dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian era
rasulullah dan era sahabat

B. TASAWUF PADA ERA NABI MUHAMMAD SAW


1. Tasawuf pada era Nabi Muhammad SAW dibagi menjadi dua fase, yaitu sebelum
Nabi Muhammad SAW diangkat sebagai Rasul dan setelah Nabi Muhammad SAW
diangkat sebagai Rasul.
1.1. Tasawuf pada Era Nabi Muhammad Belum Diangkat Menjadi Rasul
Tasawuf pada era ini dibagi menjadi dua :
1.1.1. Pertumbuhan tasawuf pada awalnya dianggap Ketika Nabi
Muhammad SAW menyendiri atau bertahanuts di Gua Hira’. Beliau
melatih diri untuk menjauhi keramaian hidup, kemewahan dunia,
bertekun, tafakkur, berfikir dan memperhatikan keadaan alam dan
suasananya dengan mata hatinya. Kehidupan tasawuf ini membuat
kalbu beliau menjadi jernih dan menjadi pengantar terhadap kenabian
beliau. Keadaan ini berlangsung hingga Malaikat Jibril
menyampaikan wahyu pertama dan Nabi Muhammad SAW diangkat
oleh Allah sebagai Rasul pada tanggal 17 Ramadhan tahun pertama
kenabian. Dengan diangkatnya Nabi Muhammad SAW menjadi rasul
dan diturunkannya Al-Qur’an sebagai wahyu dapat membenahi dan
membebaskan masyarakat Arab dari kejahiliyahan.
1.1.2. Tahanuts Nabi Muhammad SAW tidak dapat dijadikan awal tasawuf
Islam karena terjadi sebelum Al-Qur’an diturunkan. Hanya kehidupan
Rasulullah setelah turun Al-Qur’an yang dapat dipandang sebagai
awal tasawuf islam.

1.2. Tasawuf pada Era Nabi Muhammad Setelah Diangkat Menjadi Rasul
Setelah beliau menjadi Rasulullah, Rasulullah mulai mengajak manusia untuk
membersihkan rohani dari sifat-sifat yang tercela dan nafsu amarah. Beliau
menyerukan manusia harus memperteguh tauhid dan meninggikan akhlaknya
untuk mencapai ridha Allah.
Berikut perilaku tasawuf Rasulullah SAW yang menjadi teladan:
1.2.1. Pada saat perjuangan dakwah dimulai, Rasulullah menimpa berbagai
macam cobaan diantaranya tidak diterima dengan baik, dicaci maki,
difitnah oleh kaum kafir serta kehilangan Khadijah dan Abu Thalib
untuk selamanya. Meskipun begitu, Rasulullah tetap melanjutkan
dakwah dan beliau terima segala cobaan dengan tabah.
2. Pokok-pokok corak tasawuf pada era Nabi Muhammad SAW
2.1. Zuhud.
Beliau mengajarkan bahwa kekayaan yang sebenarnya bukan kekayaan harta
benda melainkan kekayaan rohaniah.
2.2. Hidup Sederhana.
Semasa hidupnya, Rasulullah menerapkan hidup dalam kesederhanaan.
2.3. Bekerja Keras.
Rasulullah pernah menandaskan, yang artinya “Bekerjalah untuk duniamu,
seolah-olah engkau akan hidup selamanya dan bekerjalah untuk khiratu seakan-
akan engkau akan mati esok hari.”
2.4. Menjadi Makhluk Sosial.
Rasulullah mengajarkan umatnya untuk menolong mereka dari kesulitan dan
melayani kepentingan umat.
3. Praktik Tasawuf Nabi Muhammad SAW
3.1. Kasih Sayang Terhadap Makhluk.
Ali bin Abu Thalib pernah berkata : “Beliau adalah orang yang paling lapang
dada, kata-katanya paling bisa dipercaya, tata kramanya paling halus, dan
keluarganya adalah yang paling mulia. Beliau selalu bergaul, bersenda gurau dan
berbincang-bincang dengan para sahabatnya. Bahkan beliau sangat menyayangi
anak-anak kecil, selalu memenuhi orang yang mengundangnya dan selalu
menerima permintaan maaf."
3.2. Rendah hati.
3.3. Beribadah.
Rasulullah tetap beribadah dengan tekun meskipun Allah telah mengampuni
segala dosa beliau karena Rasulullah beribadah karena sebagai bentuk rasa
syukur. Namun, dalam melaksanakan ibadah, hendaknya memperhitungkan
kemampuannya dan jangan sampai memaksa-maksa diri. Berlomba-lomba dalam
kebaikan dengan memperhitungkan kondisi tenaga, agar dapat beramal dan
beribadah lebih kuat.
3.4. Gemar memberi atau menderma.

C. TASAWUF PADA ERA SAHABAT


1. Pada masa sahabat juga mencontohi kehidupan Rasulullah yang serba sederhana,
dimana hidupnya semata-mata diabdikan kepada Tuhannya.
1.1 Abu Bakar As-Siddiq
Abu Bakar adalah saudagar yang berada di kota Mekkah, namun harta
kekayaannya habis disumbangkan untuk kepentingan tegaknya agama Allah.
1.2 Umar bin Khatab
Umar termasuk orang yang tinggi kasih sayangnya terhadap sesama manusia.
Maka ketika menjadi khalifah beliau selalu mengadakan pengamatan langsung
terhadap keadaan rakyatnya.
1.3 Usman bin Affan
Usman termasuk sahabat dengan harta kekayaan yang melimpah namun ia sellau
hidup sederhana. Harta kekayaannya yang berlimpah selalu digunakan untuk
menolong orang-orang miskin.
1.4 Ali bin Abi Thalib
Beliau juga termasuk orang yang senang hidup sederhana, sehingga diriwayatkan
bahwa ketika sahabat lain berkata kepadanya: mengapa khalifah senang memakai
baju itu, padahal sudah robek-robek?” Ali menjawab: Aku senang memakainya
agar menjadi teladan kepada orang banyak, sehingga mereka mengerti bahwa
hidup sederhana merupakan sikap yang mulia. (Mustofa, 1997)
1.5 Salman Al Farizy
Salman dikenal sebagai orang yang sangat arif dan mengetahui secara mendalam
ilmu-ilmu gaib. Beliau tergolong orang yang senang mengembara ke berbagai
negeri dengan cara hidup yang miskin, padahal beliau adalah seorang putera dari
penguasa yang kaya raya dari penguasa suatu negeri. Ketika bertemu dengan
Rasulullah, beliau langsung mempercayai ajarannya, karena telah melihat tanda-
tanda kenabian pada bahu sebelah kanan beliau, yang persis sama dengan tanda-
tanda yang pernah diberitakan sebeumnya dalam kitab Injil. Beliau tertarik pada
ajaran tasawuf sehingga tekun mencontohi kehidupan nabi dalam bidang tersebut.
2. Praktik Tasawuf Para Sahabat
2.1 Cara hidup yang  selalu memilih kesederhanaan dengan sifat yang
mulia,seperti zuhud, wara’, sabar, qana’ah,  kedermawanan, tawakal.
2.2 Selalu mencari ridho Allah.
2.3 Selalu menggunakan aspek perasaan dan berfikir dalam berperilaku.
2.4 Menyelidiki diri sendiri dan menyesali dosa.
2.5 Cinta dan mengharap keberadaannya di sisi-Nya. (Khoiri Alwan dkk, 2005)

D. TASAWUF BANI UMAYYAH


Khalifah Abbasiyah ialah khalifah Islam setelah khalifah Umayyah. Dinasti
Abbasiyah berkuasa selama kurang lebih enam abad ( 132 – 656 H/ 750-1258 M ),
didirikan oleh Abul Abbas al- Saffah dibantu oleh Abu Muslim al-Khurasani, seorang
jendral muslim yang berasal dari Khurasan, Presia. Puncak popularitas daulah ini berada
pada zaman Khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan putranya Al-Makmun (813-833
M). Kedua penguasa ini lebih menekankan pada pengembangan peradaban dan
kebudayaan Islam ketimbang perluasan wilayah seperti pada masa Daulah Umayah.
Perkembangan Tasawuf pada masa bani Abbasiyah terbagi menjadi 3 abad yaitu
mulai abad ketiga hingga abad ke 5.
1. Abad Ketiga Hijriyah
Sejak abad ketiga Hijriyah, para sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku. Perkembangan doktrin-doktrin dan tingkah
laku sufi ditandai dengan upaya menegakkan moral di tengah terjadinya dekadensi
yang berkembang ketika itu, sehingga di tangan mereka, tasawuf pun berkembang
menjadi ilmu moral keagamaan atau ilmu akhlak keagamaan.
Kajian yang berkenaan dengan akhlak ini menjadikan tasawuf terlihat sebagai amalan
yang sangat sederhana dan mudah dipraktikkan semua orang. Kesederhanaannya
dapat dilihat dari kemudahan landasan-landasan atau alur berpikirnya. Mereka
melaksanakan amalan-amalan tasawuf dengan menampilkan akhlak-akhlak atau
moral yang terpuji, dengan maksud memahami kandungan batiniah ajaran Islam yang
mereka nilai banyak mengandung muatan anjuran untuk berakhlak terpuji. Kondisi
ini mulai berkembang di tengah kehidupan lahiriyah yang sangat formal dan
cenderung kurang diterima oleh mereka yang mendambakan konsistensi pengamalan
ajaran Islam sampaipada aspek mendalam.
Oleh karena itu, ketika menyaksikan ketidakberesan perilaku (akhlak) di sekitarnya,
mereka menanamkan kembali akhlak mulia.Pada abad ketiga terlihat perkembangan
tasawuf yang pesat, ditandai dengan adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba
menyelidiki ajaran tasawuf yang berkembang masa itu.
2. Abad Keempat Hijriyah
Abad ini ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dibandingkan
dengan abad ketiga Hijriyah, karena usaha maksimal para ulama tasawuf untuk
mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing. Akibatnya kota Baghdad yang
hanya satu-satunya kota yang terkenal sebagai pusat kegiatan tasawuf yang paling
besar sebelum masa itu, tersaingi oleh kota-kota besar lainnya.
Ciri-ciri lain yang terdapat pada abad ini, ditandai dengan semakin kuatnya unsur
filsafat yang memengaruhi corak tasawuf, karena banyaknya buku filsafat yang
tersebar di kalangan umat Islam dari hasil terjemahan orang-orang muslim sejak
zaman permulaan Dinasti 3 Abbasiyah. Pada abad ini pula mulai dijelaskannya
perbedaan ilmu zahir dan ilmu batin, yang dapat dibagi oleh ahli tasawuf menjadi
empat macam, yaitu:
2.1. Ilmu shari’ah
2.2. Ilmu tariqah
2.3. Ilmu haqiqah
2.4. Ilmu ma’rifah
3. Abad Kelima Hijriyah
Pada abad kelima ini muncullah Imam al-Ghazali yang sepenuhnya hanya menerima
tasawuf yang berdasar al-Quran dan al-Sunnah serta bertujuan asketisme, kehidupan
sederhana, pelurusan jiwa, dan pembinaan moral. Pengetahuan tentang tasawuf
dikajinya dengan begitu mendalam.
Tasawuf pada abad kelima Hijriyah cenderung mengadakan pembaharuan, yakni
dengan mengembalikannya kepada landasan al-Quran dan al-Sunnah. Al-Qushairi
dan al-Harawi dipandang sebagai tokoh sufi yang paling menonjol pada abad ini,
yang memberi bentuk tasawuf Sunni. Kitab al-Risalah al-Qushairiyyah
memperlihatkan dengan jelas bagaimana al-Qushairi mengembalikan tasawuf ke atas
landasan doktrin Ahl al-Sunnah. Dalam penilaiannya ia menegaskan bahwa para
tokoh sufi aliran ini membina prinsip-prinsip tasawuf di atas landasan-landasan
tauhid yang benar, sehingga doktrin mereka terpelihara dari berbagai bentuk
penyimpangan.
Dengan demikian, abad kelima Hijriyah merupakan tonggak yang menentukan bagi
kejayaan tasawuf ‘amali (sunni). Pada abad tersebut, tasawuf ini tersebar luas di
kalangan dunia Islam. Pondasinya begitu dalam terpancang untuk jangka waktu lama
pada berbagai lapisan masyarakat Islam.
Kesimpulannya, salah satunya perkembangan ilmu pada masa Abbasiyah adalah ilmu
tasawuf. Ilmu tasawuf adalah salah satu ilmu yang tumbuh dan matang pada zaman
abbasiyah. Inti ajarannya tekun beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada
Allah, meninggalkan kesenangan dan perhiasan dunia, serta bersunyi diri untuk
beribadah.Secara umum tasawwuf dipandang sebagai falsafah kehidupan. Ia juga
merupakan cara yang meyakinkan dalam menjalani usaha-usaha penyempurnaan akhlak,
ketundukan dan untuk mendapatkan kebahagiaan jiwa.

E. TASAWUF BANI ABBSIYAH


Pada masi Bani Umayyah bentuk tasawuf masih berupa perilaku zuhud yang didasari
rasa khauf dan masih bersifat praktis (belum ada konsep-konsep tasawuf secara terpadu).
Sebenarnya benih-benih tasatwuf sudah ada sejak masa kehidupan Nabi. Pengasingan
Nabi di gua Hira’seringkali dijadikan acuan utama para sufi dalam berkhalwat. Masa
setelah itu yaitu ketika masa bani umayyah terjadi banyak pergolakan politik. Dan
pergolakan politik itu ternyata ikut berpengaruh pada keadaan sosial di masyarakat
sekitar. Salah satu konflik yang cukup terkenal adalah terbunuhnya Husein bin Ali. Yang
kemudian membuat beberapa orang yang mendukung Muawiyah dalam konflik ini
merasa bersalah ketika Husein harus terbunuh. Karena rasa bersalah itu, mereka merasa
perlu bertaubat dan memfokuskan diri dalam beribadah kepada Allah sebagai penebusan
atas kesalahan itu.
Ketika masa kepemimpinan Bani Umayyah, gaya hidup mewah mulai meracuni
masyarakat, terutama dalam kalangan istana. Hal ini sangat bertolak belakang terhadap
apa yang diajarkan Rasulullah untuk hidup sederhana dan tidak tenggelam dalam hawa
nafsu. Pada keadaan yang demikian, sebagian kaum muslimin yang saleh merasa
berkewajiban untuk mengingatkan masyarakat agar hidup zuhud, saleh, sederhana, dan
tidak tenggelam dalam hawa nafsu. Salah satu penyerunya adalah Abu Dzar Al-Ghifari
yang sering mengingatkan istana untuk hidup sederhana. Sejak saat itu kehidupan zuhud
menyebar luas di kalangan masyarakat. Para pelaku zuhud itu disebut zahid, atau karena
ketekunan mereka beribadah, maka disebut abid atau nasik.
Zuhud menyebar luas dalam masa Bani Umayyah. Kemudian gaya hidup berhasil
melahirkan beberapa aliran, diantaranya:
4. Aliran Madinah
Sejak masa yang dini, di Madinah telah muncul para zahid. Mereka kuat berpegang
teguh kepada al-Qur’an dan al-Sunnah, dan mereka menetapkan Rasulullah sebagai
panutan kezuhudannya. Diantaranya adalah Abu Dzar Al-Ghifari, Salman Alfarisi,
Abdullah bin Mas’ud dan Hudzaifah bin Yaman. Aliran Madinah ini lebih cenderung
pada pemikiran angkatan pertama kaum muslimin (salaf), dan berpegang teguh pada
zuhud serta kerendah hatian Nabi. Selain itu aliran ini tidak begitu terpengaruh
perubahan-perubahan sosial yang berlangsung pada masa dinasti Umayyah
5. Aliran Bashrah
Mereka terkenal dengan sikapnya yang kritis dan tidak percaya kecuali pada hal-hal
yang riil. Merekapun terkenal menyukai hal-hal logis dalam nahwu, hal-hal nyata
dalam puisi dan kritis dalam hal hadits. Mereka adalah penganut aliran Ahl al-
Sunnah, tapi cenderung pada aliranaliran Mu’tazilah dan Qadariyyah. Tokoh mereka
dalam zuhud adalah Hasan al-Basri, Malik ibn Dinar, Fad } l al-Raqqashi, Rabbah
ibn ‘Amru al-Qishi. Corak yang menonjol dari para zahid Bashrah ialah zuhud dan
rasa takut yang berlebih-lebihan
6. Aliran Kufah
Aliran ini bercorak idealistis, menyukai hal-hal aneh dalam nahwu, imajinasi dalam
puisi, dan harfiah dalam hal hadith. Dalam akidah mereka cenderung pada aliran
Shi’ah, sebab aliran Shi’ah pertama kali muncul di Kufah. Diantara tokohnya
adalahSa’id ibn Jubair , Thawus ibn Kisan, Sufyan al-Thauri
7. Aliran Mesir
Sebagaimana diketahui, sejak penaklukan Islam terhadap Mesir, sejumlah para
sahabat telah memasuki kawasan itu, misalnya Amr ibn al-As}, Abd Allah ibn Amr
ibn al-As yang terkenal kezuhudannya, al-Zubair bin Awwam dan Miqdad ibn al-
Aswad.
Dari 4 aliran zuhud diatas, dapat disimpulkan bahwa zuhud pada masa itu mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
1. Zuhud ini berdasarkan ide menjauhi hal-hal duniawi, demi meraih pahala akhirat dan
memelihara diri dari adzab neraka. Ide ini berakar dari ajaran-ajaran al-Qur’an dan al-
Sunnah yang terkena dampak berbagai kondisi sosial politik yang berkembang dalam
masyarakat Islam ketika itu.
2. Bercorak praktis, dan para pendirinya tidak menaruh perhatian untuk menyusun
prinsip-prinsip teoritis zuhud. Zuhud ini mengarah pada tujuan moral.
3. Motivasi zuhud ini ialah khauf, yaitu rasa takut yang muncul dari landasan amal
keagamaan secara sungguh-sungguh. Sementara pada akhir abad kedua Hijriyyah, di
tangan Rabi’ah al-Adawiyyah, muncul motivasi cinta kepada Allah, yang bebas dari
rasa takut terhadap adzab-Nya.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Praktik kehidupan tasawuf pada era Rasulullah dan para sahabat tidak didasarkan
pada nilai-nilai material, nilai-nilai yang bersifat duniawi, misalnya mencari
kekayaan pribadi, tetapi didasarkan oleh nilai-nilai ibadah, mencari ridha Allah SWT.
2. Perkembangan tasawuf pada Bani Umayyah dan Abbsiyah.
2.1. Abad kesatu dan kedua Hijriyah, tasawuf masih berupa perilaku zuhud yang
didasari rasa khauf dan masih bersifat praktis (belum ada konsep-konsep tasawuf
secara terpadu).
2.2. Abad ketiga Hijriyah, kata tasawuf mulai digunakan. Orang ahli ibadah
sebelumnya disebut ‘abid atau nasik, pada abad ini disebut sebagai sufi.
2.3. Abad keempat Hijriyah, perkembangan tasawuf semakin pesat dan munculnya
istilah shari’at, tarekat, hakikat dan ma’rifat, sebagai penjelasan perbedaan ilmu lahir
dan ilmu batin.
2.4. Abad kelima Hijriyah, adanya pemancangan ajaran tasawuf sesuai dengan
prinsip-prinsip Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah oleh Imam al-Ghazali.
2.5. Abad keenam Hijriyah, munculnya para sufi yang mengembangkan tasawuf
dalam bentuk institusi tarekat, yang kemudian berkembang pesat sampai sekarang.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Mustofa. 2007. Akhlak Tasawuf. Pustaka Setia. Bandung

Aziz, Saiful. 2015. Tasawuf Pada Era Klasik. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Hawazin, Abd al-Karim al-Qushairi. 1998. Risalah Qusyairiyah Sumber Kajian Ilmu
Tasawuf, Cet. I. Jakarta: Pustaka Amani.

Hayat, Muhammad jihadul. 2011. Tasawuf di era klasik. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Online (diakses pada 30 September 2021, https://adoc.pub/queue/tasawuf-di-era-
klasik.html)

Jumantoro Totok, Munir Amin Samsul. 2005. Kamus Ilmu Tasawuf. Wonosobo: AMZAH.

Jurnal, Meutia Farida. Perkembangan Pemikiran Tasawuf. Fakultas Dakwah IAIN Ar-Rainy.
Aceh, Jurnal Substantia, Vol 12, No. 1, April 2011 (diakses pada 30 september 2021,
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/substantia/article/download/4816/3104)

Sholihin M, Rosihan Anwar. 2008. Ilmu Tasawuf. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Syaifan, Nur., Alim Roswantoro. 2007. Peta Kecenderungan Kajian Agama-Agama Dan
Filsafat Islam Pada Program Pascasarjana. Yogyakarta: Sukses Offset.

Taufiqur Rahman. 2019. SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF ‘AMALI.

Anda mungkin juga menyukai