Mella Andriani - 1902101010192
Mella Andriani - 1902101010192
Mella Andriani - 1902101010192
OLEH :
MELLA ANDRIANI
1902101010192
1. PENDAHULUAN
Taenia merupakan salah satu cacing pita yang termasuk dalam Kingdom
Animalia, Filum Plathyhelmintes, Class Cestoda, Ordo Cyclophyllidae, Famili
Taeniidae, dan Genus Taenia. Tubuh cacing ini terdiri atas tiga bagian yaitu skoleks,
leher, dan strobila. Skoleks merupakan bagian tubuh cacing yang dapat digunakan
untuk identifikasi spesies dalam genus Taenia. Taenia merupakan salah satu cacing
pita yang termasuk dalam Kingdom Animalia, Filum Plathyhelmintes, Class Cestoda,
Ordo Cyclophyllidae, Famili Taeniidae, dan Genus Taenia. Tubuh cacing ini terdiri
atas tiga bagian yaitu skoleks, leher, dan strobila. Skoleks merupakan bagian tubuh
cacing yang dapat digunakan untuk identifikasi spesies dalam genus Taenia.
Anggota-anggotanya dikenal sebagai parasit vertebrata penting yang
menginfeksi manusia, babi, sapi, dan kerbau (S, Kusumamihardja, 1992). Terdapat
tiga spesies penting cacing pita Taenia, yaitu Taenia solium, Taenia saginata, dan
Taenia asiatica. Ketiga spesies Taenia ini dianggap penting karena dapat
menyebabkan penyakitpada manusia yang dikenal dengan istilah taeniasis dan
sistiserkosis.
2. NOMENKLATUR
kingdom : Animalia
phylum : Platyhelminthes
class : Cestoda
subclass : Eucestoda
order : Cyclophyllidea
family : Taeniidae
subfamily : Taeniinae
genus : Taenia
species : Taenia multiceps
3. MORFOLOGI
Tubuh cacing ini terdiri atas tiga bagian yaitu skoleks, leher, dan strobila.
Skoleks merupakan bagian tubuh cacing yang dapat digunakan untuk identifikasi
spesies dalam genus Taenia. Morfologi skoleks T.solium terdiri atas sebuah rostellum
dan empat buah batil isap (succer). Rostellum dan succer tersebut dikelilingi oleh
sebaris kait panjang (180 μm) dan kait pendek (130 μm) yang tersusun dari 22 sampai
dengan 32 kait. Strobila merupakan bagian tubuh cacing berupa serangkaian
proglotida yang berada di belakang leher. Strobila T.solium tersusun dari 800 sampai
dengan 1000 segmen (proglotida) yang dalam perkembangan organ reproduksinya
terbagi menjadi tiga bagian yaitu proglotida immature, mature, dan gravid. Proglotida
immature terletak setelah leher, selanjutnya diikuti oleh proglotida mature , dan
proglotida gravid berada di bagian belakang.
Setiap proglotid merupakan unut reproduksi lengkap, maka cacing pita adalah
hermafrodit. Ini melengkapi siklus hidupnya pada manusia sebagai inang utama dan
babi sebagai inang perantara. Hal ini ditularkan ke babi melalui feses manusia atau
pakan ternak yang terkontaminasi, dan untuk manusia memalui daging mentah atau
setengah matang. Babi menelan telur berembrio, morula yang berkembang menjadi
larva yang oncospheres dan akhirnya menjadi larva infektif, sistiserkus. Sebuah
sistiserkus tumbuh menjadi cacing dewasa di usus kecil manusia.
4. SIKLUS HIDUP
5. PATOGENESA
a. Hewan:
Cacing pita dewasa (T. solium dan T. saginata) merupakan parasit didalam
usus hewan sehingga telur yang mengandung proglotid keluar dari tubuh bersama
feses. Kemudian apabila telur cacing tersebut ikut tertelan oleh hewan yang serasi
didalam lambung akan menetas dan embrio menembus dinding dan mengikuti aliran
darah ke tempat-tempat predileksi. Oleh karena itu pembuangan feses yang tidak
memenuhi persyaratan higienis dapat mencemari lingkungan. (Pertiwi dkk., 2011)
b. Manusia
Infeksi cacing pita pada manusia terjadi ketika kista (sistiserkus) tertelan
akibat konsumsi daging babi yang tidak masak. Larva tersebut melekat pada usus
manusia dan berkembang menjadi cacing pita dewasa. Cacing pita dewasa akan
melepaskan proglotid (mengandung untaian telur) bersama feses yang selanjutnya
mengkontaminasi sumber-sumber pakan babi. Telur yang tertelan oleh babi kemudian
berkembang menjadi stadium larva, melintas pada dinding intestinal kemudian masuk
kedalam aliran darah, berlokasi pada beberapa jaringan dan berkembang menjadi
kista. Ketika manusia menelan telur-telur tanpa sengaja akibat kontaminasi fecal-oral
atau autoinfeksi, maka akan menjadi titik terakhir stadium larva dari parasit dan
berkembang menjadi sistiserkosis seperti halnya pada babi. Telur cacing masuk
kedalam tubuh per oral melalui tangan yang tercemar. Selain itu kontaminasi fecal-
oral biasanya terjadi melalui penanganan makanan yang tidak higenis atau melalui
buah dan sayuran yang terkontaminasi feses manusia. (Pertiwi dkk., 2011)
Autoinfeksi terjadi sebagai akibat gerakan rettrogesi proglotid dari intestinum
menuju perut sehingga telur cacing atau proglotida ikut masuk ke lambung dan usus,
dan didalam lambung mebrio akan keluar dari telur. Selanjutnya embriio akan
menuju ke tempat predileksi melalui lairan darah dan menjadi kista, kista ini sebagian
besar berada didalam jaringan subcutan, kemudian juga didalam kota. Daging babi
berkista yang tertelan oleh manusia tidak secara langsung menjadi carier-carier telur
T. Solim yang apabila tertelan oleh manusia lainnya maka akan menimbulkan gejala
sistiserkosis. (Pertiwi dkk., 2011)
6. GEJALA KLINIS
a. Hewan:
Hewan yang terinfeksi pada umumnya menunjukkan gejala yang nyata.
Apabila manifestasinya cukup berat dapat mengakibatkan gangguan terutama pada
organ yang ditempati parasit ini. Gejala lain yang pernah dilaporkan adalah adanya
hipersensitifitas dari moncong dan kelumpahan lidah atau kekejangan. (Pertiwi dkk.,
2011)
b. Manusia:
Gejala klinis pada manusia tergantung letak dan jumlah sistiserkus serta reaksi
dari induk semang. Gejala klinis yang utama adalah rasa nyeri pada otot yang
ditempati sistiserkus. Selain itu, nyeri otot gejala lainnya adalah seizure epilepsy (66-
90%), sakit kepala, gejala saraf, gangguan penglihatan, hydrocephalus, meningitis
kronis dan encephalitis serta nodul pada otot. (Pertiwi dkk., 2011)
Epilepsy akan muncul apabila sistiserkus terdapat dalam jumlah yang cukup
banyak dapat mencapai system saraf pusat dan setelah mengalami pengapuran,
sehingga kadang-kadang gejala baru muncul setelah 20 tahun setelah infeksi. Apabila
larva ini dijumpai diotak, larva akan menimbulkan gangguan fungsional yang hebat,
sedangkan miokardium akan menyebabkan kegagalan jantung miokardial. Dampak
pada masyarakat dari penyakit ini berupa kecacatan, inkapasitasi dan penurunan
produktivitas. (Pertiwi dkk., 2011).
7. DIAGNOSA
8. PROGNOSA
9. TERAPI
a. Obat Kimia
10. PREVENTIF
Pengawasan terhadap penjualan dading babi agar tidak tercermar oleh larva
cacing (sistiserkus). Memasak daging babi diatas suhu 50ºC selama 30 menit untuk
mematikan larva sistiserkus atau menyimpan daging babi pada suhu 10ºC selama 15
hari. Menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak buang air besar di sembarang
tempat, contoh nya dengan menggunakan pemakaian jamban keluarga yang bersih
dan pembuangan sepiteng yang baik agar tidak mencemari tanah dan rumput.
Menjaga hygiene personal dengan rajin mandi, mencuci tangan sebelum makan atau
mengolah makanan dengan baik Memberikan vaksin padahewan ternak babi yaitu
dengan penggunaan crude antigen yang berasaladrionkosfer, sistisersi, atau cacing
dewasa Taenia solium. Memberikan cestosida yaitu praziquantel dan oxfendazole
pada hewan ternak babi.
11. KERUGIAN
DAFTAR PUSTAKA
a. Gambar Parasit
1. PENDAHULUAN
Sistiserkosis adalah penyakit yang disebabkan oleh larva Taenia Solium.yaitu
cacing pita pada babi.Nama lain dari larvanya adalah metacestoda, cacing
gelembung, kista atau Cysticercus cellulosae. Larva terdapat dalam jaringan
berbentuk kista yang berisi cairan (metacestoda).Bentuk Cysticercus cellulosae yang
menyerang babi yaitu C. tenuicollis Sistiserkosis merupakan infeksi yang sering
terjadi pada babi dan manusia terutama dinegara berkembang. Penyebaran sistiserkus
pada manusia dipengaruhi oleh kontak antara babi dan feses manusia, tidak adanya
pemeriksaan kesehatan daging saat penyembelihan, dan konsumsi daging mentah
atau setengah matang.Penyebaran penyakit ini luas karena Taenia dapat memproduksi
puluhan bahran ratusan ribu telur tiap harinya yang dapat disebar oleh air hujan ke
lingkungan bahkan pada lokasi yang jauh dari tempat pelepasan telur. Cysticercosis
menjadi isu permasalahankesehatan diseluruh dunia karena menyebabkan masalah
kesehatan serta kerugian ekonomi yang besar pada negara berkembang yang memiliki
sistem sanitasi dan pemeliharaan yang buruk. Cysticercosis merupakan penyakit
zoonosis atau menular yang disebabkan oleh cacing pita golongan Taeniidae yaitu
Taenia solium dan Taenia saginata. Babi dan sapi bertindak sebagai inang perantara
yang menyebabkan cysticercosis babi (porcine) dan cysticercosis sapi (bovine).
2. NOMENKLATUR
kingdom : Animalia
phylum : Platyhelminthes
class : Cestoda
subclass : Eucestoda
order : Cyclophyllidea
family : Taeniidae
subfamily : Taeniinae
genus : Taenia
species : Taenia multiceps
3. MORFOLOGI
Cyesticercus berbentuk seperti gelembung yang bulat dan ova dengan satu
kepala atau dinding yang menonjol kedalam gelembung. Dinding gelembung yang
masih muda sangattipis sedangkan dinding yang tua tebal hingga berbentuk kista.
Cysticercus cellulosae. Larva terdapat dalam jaringan berbentuk kista yang berisi
cairan (metacestoda).Bentuk Cysticercus cellulosae yang menyerang babi yaitu C.
tenuicollis
4. SIKLUS HIDUP
5. PATOGENESA
7. DIAGNOSA
8. PROGNOSA
Dubius (ragu-ragu)
9. TERAPI
a. Obat Kimia
Pengobatan sistiserkosis selain pemberian oral juga dapat dilakukan
pembedahan untuk sistiserkus pada lokasi seperti mata, otak, dan tulang
belakang. Pengobatan neurosistiserkosis aktif memerlukan berbagai
pengobatan tambahan untuk mengatasi kista hidup, gejala, dan reaksi akibat
pengobatannya sendiri. Obat yang digunakan adalah praziquantel (50- 100
mg/kg dalam 3 dosis terbagi) selama 14 hari, albendazol (15 mg/kg bb dalam
2-3 dosis terbagi) selama 8 hari, kortikosteroid (10-30 mg dexametason
perhari, atau 60 mg prednison dilanjutkan dengan tappering off, dan obat
antikonvulsan seperti fenitoin atau fenobarbital.
b. Obat Herbal
Sejumlah obat-obatan serta bahan alami diketahui dapat membantu
mengatasi infeksi cacing pita pada usus. Dari sekian banyaknya, kunyit
menjadi salah satu bahan alami yang paling sering dipilih. Selain kunyit ada
juga bahan lain yang dapat digunakan seperti bawang putih, biji jambu ,wortel
dan beberapa bahan lainnya.
10. PREVENTIF
11. KERUGIAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
a. Gambar Parasit