Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KIMIA FARMASI DASAR

P2. TEKNIK LABORATORIUM

Dosen Pengampu : apt.Erika Indah Safitri,M.Farm

Hari, tanggal praktikum: Senin, 04 Oktober 2021

Disusun oleh :

Luthfia Mufaridhotul Nahla (21105011022)


Salma Alfia az Zahra (21105011023)
Renita Saufa Husna (21105011024)
As Zyara Dera Nanda Syafitra (21105011025)
Alya Tsabita Khanzabella Cahya (21105011026)
Kelas : A1
Kelompok : 2 A

LABORATORIUM KIMIA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS WAHID HASYIM

2021
I. Tujuan Praktikum
1. Nahasiswa mampu mengenal dan memahami bahan-bahan kimia dalam
laboratorium dan cara penanganannya.
2. Mahasiswa mampu melakukan teknik percobaan di dalam laboratorium
dengan benar .
II. Tinjauan Pustaka
Pada penelitian ini, penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi
dan Biologi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura. Penelitian
ini bertujuan untuk menghasilkan sistem informasi laboratorium yang dapat
membantu menyelesaikan permasalahan pada pengolahan dan penyimpanan
data administrasi di Laboratorium Kimia Farmasi dan Biologi Farmasi Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura. Untuk menguji apakah penelitian berhasil
dilakukan atau tidak, pengujian dilakukan dengan metode Black Box untuk
pengujian sistemnya, dan menyebarkan kuesioner kepada responden yang akan
menggunakan system informasi laboratorium. Kuesioner yang disebar memiliki
pilihan jawaban yang masing-masing pertanyaan memiliki nilai yang akan
dihitung ketika kuesioner telah diisikan oleh responden. Perhitungan dari hasil
pengisian kuesioner akan dilakukan dengan metode mencari interval nilai
persentase Lik ert. Kuesioner penggunaan aplikasi digunakan unt uk menguji
apakah sistem informasi apakah sistem informasi laboratorium yang dibangun
dapat memfasilitasi pengolahan dan penyimpanan data administrasi di
Laboratorium Kimia Farmasi dan Biologi Farmasi.( Priadana, Ardi. 2012).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif.
Metode penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang digunakan untuk
menyelidiki keadaan, kondisi atau hal-hal lain yang sudah disebutkan, yang
hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian. Bentuknya berupa studi
kasus, pengolahan data penelitian ini dengan menganalisis kemampuan
psikomotorik Mahasiswa Semester III Program Studi Pendidikan Kimia FKIP
UM Pontianak (Arikunto, 2013: 3).
Jenis-jenis simbol

1) B-3 mudah meledak: warna dasar bahan oranye, simbol gambar berwarna
hitam menunjukkan bahan meledak terletak ditepi antara sudut atas dan
sudut kiri belah ketupat bagian dalam. Pada bagian tengah terdapat
tulisan “MUDAH MELEDAK” diapit dua garis sejajar berwarna hitam
sehingga membentuk dua bangun segitiga sama kaki pada bagian dalam
belah ketupat.
2) B-3 mudah terbakar: terdiri dari dua bentuk, yaitu cairan dan padatan.
Cairan mudah terbakar: bahan dasar berwarna merah, gambar simbol
berupa lidah api berwarna putih, gambar berada di bawah sudut atas garis
ketupat bagian dalam, pada bagian tengah terdapat tulisan “CAIRAN
MUDAH TERBAKAR”.
Padatan mudah menguap: simbol berwarna merah dan putih berjajar
vertikal berselingan, pada bagian tengah terdapat tulisan “PADATAN
MUDAH TERBAKAR”.
3) B-3 reaktif: warna dasar kuning dengan blok segilima berwarna merah,
simbol berupa lingkaran hitam dengan asap berwarna hitam mengarah
ke atas terletak pada suatu permukaan garis berwarna hitam dan di
bawah gambar simbol terdapat tulisan “REAKTIF” berwarna hitam.
4) B-3 beracun: bahan dasar berwarna putih dengan blok segi lima
berwarna merah, simbol berupa gambar tengkorak manusiadengan tulang
bersilang berwarna hitam, di bawah gambar simbol tertulis
“BERACUN” berwarna hitam.
5) B-3 korosif: bagian dalam belah ketupat terbagi dua oleh garis horisontal
menjadi dua bidang segitiga, bagian atas berwarna putih terdapat dua
gambar tetesan limbah korosif dan gambar lengan yang terkena tetesan
bahan korosif, sedangkan bagian atas tedapat tulisan “KOROSIF”
berwarna putih dan blok segilima berwarna merah.
6) B-3 menimbulkan infeksi: warna dasar bahan adalah putih, simbol
infeksi berwarna hitam berada di bawah sudut atas garis belah ketupat
bagian dalam dan terdapat tulisan “INFEKSI” berwarna hitam di atas
blok segilima berwarna merah.
7) B-3 campuran: bahan dasar berwarna putih, gambar simbol berupa tanda
seru berwarna hitam terletak di bawah sudut atas garis belah ketupat
bagian dalam, pada bagian tengah bawah terdapat tulisan “CAMPURAN”
berwarna hitam di atas blok segilima berwarna merah.(
Imamkhasani,1995)

Teknik laboratorium yang dilakukan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :

1. Pembuatan dan pengenalan suatu gas serta pengenalan kertas lakmus


Menurut konsem Bronsted-Lowry mengenai asam dan basa, suatu
asam adalah zat yang dapat memberikan ion hidrogen yang bermuatan
positif atau proton (H+). Dua contoh dari asam Bronsted-Lowry adalah HCl
dan HNO3. Basa didefinisikan tidak hanya molekul atau ion yang
menghasilkan OH- saja tetapi zat yang dapat menerima H+. Contohnya OH -
dan NH3. (Fessenden dkk, 1989)
Menurut Arrhenius (1884), asam adalah zat yang dalam pelarut air
menghasilkan ion hidrogen (H+). Contohnya HCl, sedangkan basa adalah
zat yang dalam pelarut menghasilkan ion hidroksi (OH-), Contohnya NaOH.
Asam adalah zat yang dapat melarutkan logam, tergantung dari
kekuatannya. Asam memiliki rasa masam, contohnya adalah asam asetat
(CH3COOH), sedangkan basa memiliki rasa pahit dan licin bila di pegang.
Dalam keadaan murni, basa biasanya berbentuk padat. Basa bersifat alkali,
bereaksi dengan protein di dalam kulit sehingga sel-sel kulit akan
mengalami pergantian, contohnya adalah sabun. (Petrucci, 1987).
Indikator asam-basa biasanya dibuat dalam bentuk larutan atau
bentuk lain, kertas berpori direndam dalam larutan indikator, atau
dikeringkan. Jika kertas ini dibasahi dengan larutan yang sedang diuji,
terjadi perubahan warna yang dapat dijadikan sebagai penentu pH. Kertas
yang seperti ini lazim disebut kertas pH (lakmus) (Petrucci, 1987).
Kertas lakmus adalah salah satu alat ukur ph konvensional. Kertas
lakmus biru digunakan untuk mengukur pH asam, sedangkan kertas lakmus
merah digunakan untuk mengukur pH basa. Prinsip kerjanya sederhana,
hanya dengan melihat perubahan warna pada kertas lakmus saat dicelupkan
pada larutan yang ingin diketahui nilai pHnya. Selanjutnya perubahan
warna kertas lakmus dicocokkan dengan bagan warna penunjuk yang ada
sehingga diketahui nilai pHnya. Alat ukur ini kurang efektif karena
sensitivitasnya kecil dan nilai pH yang terbaca adalah nilai pendekatan
(yaitu dengan menentukan kemiripan warna yang paling dekat antara kertas
lakmus dan bagan warna) (Anonim, 2012).
Sehingga fungsi dari kertas lakmus adalah mengetahui sifat asam
atau basa dari suatu zat. Suatu zat tergolong asam apabila lakmus biru
setelah diinteraksikan dengan suatu zat akan berubah warna menjadi merah.
Begitu sebaliknya untuk kertas lakmus merah akan berubah menjadi biru
bila diinteraksikan dengan zat basa. Apabila lakmus merah atau biru tidak
berubah warna ketika direaksikan dengan suatu zat, maka zat itu bersifat
netral. pH 7 bersifat netral, pH di bawah 7 bersifat asam, pH di atas 7 bersifat
basa.
Perubahan warna yang dihasilkan oleh kertas lakmus sebenarnya
disebabkan karena adanya orchein (ekstrak Lichenes) di dalam kertas
lakmus. Lakmus biru dibuat dengan menambahkan ekstrak lakmus yang
berwarna biru ke dalam kertas putih. Kertas akan menyerap ekstrak lakmus
yang selanjutnya dikeringkan di udara terbuka, sehingga menghasilkan
kertas lakmus biru. Kertas lakmus biru pada larutan yang bersifat basa akan
tetap biru, karena orhein merupakan anion, sehingga tidak akan bereaksi
pada anion (OH-) (Miftahur, 2014)
Demikian juga dengan kertas lakmus merah dibuat dengan cara
yang sama, tetapi ditambahkan sedikit asam sulfat atau asam klorida agar
warnanya menjadi merah. Sehingga mekanisme reaksi orhein pada suasana
asam akan kembali terjadi. Apabila kertas lakmus merah di masukkan ke
dalam larutan yang bersifat asam, warnanya akan tetap merah, karena
lakmus merah memang merupakan orhein dalam suasana asam. Sedangkan,
apabila kertas lakmus merah dimasukkan dalam larutan yang bersifat basa,
maka orhein yang berwarna biru akan kembali terbentuk (Miftahur, 2009)
Benda-benda pada umumnya berbentuk sebagai padatan, cairan,
atau gas. Keadaan gas adalah keadaan yang paling sederhana untuk
dipahami dari ketiga bentuk tersebut. Perilaku gas telah dengan jelas
digambarkan pada penemuan hukum gabungan kimia (The law of chemical
combination) pada pembuktian teori atom Dalton. Gas dapat memuai
memenuhi ruangan dan akan menyerupai bentuk ruang tempatnya berada.
Semua zat yang bersifat gas dapat berbaur dengan sesamanya dan akan
bercampur dalam segala perbandingan, karena itu semua campurn gas
adalah larutan yang homogen (Petrucci, 1987)
Gas tidak kasat mata dalam arti bahwa tidak ada partikel-partikel gas
yang dapat dilihat. Beberapa gas ada yang berwarna seperti gas klor yang
berwarna kuning kehijau-hijauan. Ada beberapa gas yang mudah meledak
seperti hidrogen, dan beberapa diantara gas secara kimiawi bersifat inert
seperti helium (Petrucci, 1987)
Suatu gas tidak mempunyai bentuk, gas mengambil bentuk dari
wadahnya. Gas tidak mempunyai volume yang tentu, melainkan dapat
dimampatkan maupun dimuaikan menurut perubahan ukuran wadah.
Volume wadahnya adalah volume ukuran gas tersebut (Keenan dkk, 1995)
Menurut Boyle “Volume sejumlah gas pada suhu tetap berbanding
terbalik terhadap tekanan gasnya”. Jika suhu dan sejumlah gas dibiarkan
tetap (konstan), penggandaan tekanan menyebabkan volume turun menjadi
setengah kali dari keadaan semula. Keadaan ini seperti kerja dari suatu
pompa tangan dengan tangkai penekan. Tangkainya dapat ditekan sedikit
dan udara di dalam pompa tertekan dalam taraf tertentu. Tetapi sulit
mengurangi volume gas lebih lanjut karena semakin tingginya tekanan yang
diperlukan (Petrucci, 1987)
Pada percobaan pengenalan gas dan kertas lakmus ini diteliti
adanya suatu gas NH3 yang merupakan hasil reaksi dari NH4Cl dengan
NaOH. Hal yang dilakukan adalah mencampurkan larutan NH4Cl 1%
sebanyak 2ml dan NaOH 1% sebanyak 2ml. Penambahan ini bermaksud
agar terjadi reaksi yang menghasilkan produk yaitu NH3. Setelah ini
campuran dipanaskan dengan cara digoyang-goyangkan secara perlahan di
atas buncen. Mulut tabung reaksi diarahkan ke tempat yang kosong karena
apabila mendidih larutan akan tertumpah keluar.
Setelah mendidih, bauilah uap yang dihasilkan reaksi yang sudah
dipanasi tadi. Cara membauinya dengan mengibas-ngibaskan tangan di atas
mulut tabung dengan jarak yang lumayan jauh tetapi tetap bisa membaui.
Melakukan hal ini tentu saja harus dengan hati-hati karena gas tersebut
adalah zat kimia yang bisa jadi akan berbahaya bila terhirup dengan kadar
yang banyak. Lalu setelah kita membaui letakkan kertas lakmus di atas
mulut tabung dan lihat perubahan warna yang terjadi.
Larutan awal sebelum dipanaskan memiliki warna bening demikian
juga setelah dipanaskan. Perubahan reaksi hanya terjadi pada bau gas yang
dihasilkan dan pH. Pada percobaan ini sebelum dipanaskan larutan tidak
berbau apa-apa, tetapi setelah direaksikan campuran tersebut menghasilkan
bau yang menyengat atau pesing. Amoniak atau NH3 merupakan basa
karena pH yang terbaca pada kertas lakmus adalah 8 dengan warna hijau.
Larutan NH4Cl dicampurkan dengan NaOH menghasilkan
amoniak, air dan garam. Dengan persamaan reaksi :

NH4Cl (aq) + NaOH(aq) NaCl (aq) + NH3 (g) + H2O (l)

Dari percobaan diatas dapat di simpulkan bahwa hasil reaksi antara


NH4Cl (aq) dengan NaOH (aq) akan menghasilkan suatu gas yang bersifat
basa yaitu NH3 (g). Gas ini berbau amonia (pesing) menyengat. Gas ini
memiliki pH 8.
2. Pengenceran dengan labu ukur
Pengenceran adalah suatu metode yang digunakan untuk
menurunkan normalitas suatu larutan dan kepekatan zat tertentu dengan cara
menambahkan pelarut agar volume akhir lebih besar. Pengenceran suatu
larutan yang lebih pekat, tidak mengubah jumlah total partikel-partikel zat
terlarut (Chang, 2005).
Dalam kehidupan sehari-hari kegiatan pengenceran selalu terjadi,
misalnya ketika ibu sedang memasak di dapur, apabila sayur terlalu asin
maka ibu pasti akan menambahkan air ke dalam sayur tersebut. Demikian
juga saat kita membuat teh manis, terkadang kita membuat teh terlalu manis
sehingga kita akan menambahkan air pada teh yang terlalu manis itu. Atau
sebaliknya jika teh kurang manis kita pasti akan menambahkan gula ke
dalamnya. Dari dua kejadian tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa
pengenceran adalah berkurangnya rasio zat terlarut di dalam larutan akibat
penambahan pelarut. (Zulfikar, 2014)
Sebaliknya pemekatan adalah bertambahnya rasio konsentrasi zat
terlarut di dalam larutan akibat penambahan zat terlarut. Dalam
laboraturium kimia selalu terjadi kegiatan pengenceran dan umumnya
tersedia zat padat atau larutan dalam konsentrasi yang besar atau dengan
tingkat kemurnian yang tinggi (Zulfikar, 2014) sehingga tujuan
pengenceran adalah untuk mengurangi konsentrasi zat terlarut dengan
penambahan pelarut.
Cara pengenceran yaitu dengan menggunakan labu ukur dimana zat
yang terlarut ditambahkan sejumlah pelarut sehingga mencapai batas leher
labu ukur. Sedangkan untuk mengenceerkan zat kuat pekat dan reaktif
terhadap air seperti H2SO4 dengan meletakkan terlebih dahulu zat pelarut
baru sedikit demi sedikit zat terlarut ditambahkan. Rumus yang digunakan
dalam pengenceran adalah :
V1 . N1 = V2.N2
3. Menimbang
Neraca analitik digital berfungsi untuk membantu mengukur berat
serta kalkulasi otomatis. Neraca digital atau neraca elektronik lebih canggih
dibandingkan dengan neraca tradisional. Neraca digital memiliki fungsi
sebagai alat ukur yang lebih akurat, presisi, akuntable yang dapat
menyimpan hasil dari setiap penimbangan. Hasil penimbangan dengan
neraca analitik ini memiliki ketelitian yang tinggi.(mari elka pangestu,2009)
Wadah yang dipakai pada saat penimbangan dapat ditentukan
berdasarkan jenis bahan yang akan ditimbang. Ada beberapa bahan yang
sifatnya higroskopis, korosif, dan volatil. Pentingnya melakukan teknik
penimbangan yang benar kaitannya dengan hasil sampel yang akan
digunakan setelah ditimbang. Apabila bahan ditimbang dengan benar sesuai
kebutuhan, kecelakaan pada laboratorium juga dapat diminimalisir (Valcu
2008).
Neraca Analitik adalah salah satu alat yang sering digunakan dalam
laboratorium yang berfungsi sebagai alat menimbang bahan yang akan
digunakan.Bahan yang akan ditimbang bisa berupa padatan,namun juga
bisa digunakan untuk bahan cair. Neraca analitik yang digunakan dalam
laboratorium merupakaninstrumen yang akurat yang mempunyai
kemampuan mendeteksi bobot pada kisaran 100gram sampai dengan kurang
lebih 0,0001 gram (Day R.A. dan Underwood A.L., 2002).
Neraca analitik terdiri dari beberapa komponen, antara lain
waterpass,yang berfungsi sebagai penanda posisi neraca pada saat akan
digunakan.Sedangkan piringan neraca merupakansuatu wadah yang
berfungsi sebagai tempat bahan yang akan ditentukan massanya. Biasanya
digunakan kaca arloji sebagai wadah bahan sebelum diletakkan pada
piringan neraca terebut (Bahtiar, 2011).
Massa adalah suatu sifat fisika dari suatu benda yang digunakan
untukmenjelaskan berbagai perilaku objek yang terpantau. Dalam kegunaan
sehari-hari, massabiasanya disinonimkan dengan berat. Namun, menurut
pemahaman ilmiah modern, beratsuatu objek diakibatkan adanya interaksi
antara massa dengan medan gravitasi (JThorneBOT, 2015)
4. Titrasi
Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan
proses penentuan konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan larutan
yang sudah ditentukan konsentrasinya (larutan standar). Titrasi asam basa
adalah suatu titrasi dengan menggunakan reaksi asam basa (reaksi
penetralan). Prosedur analisis pada titrasi asam basa ini adalah dengan titrasi
volumemetri, yaitu mengukur volume dari suatu asam atau basa yang
bereaksi (Syukri, 1999).
Pada saat terjadi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan.
Indikator berubah warna pada saat titik ekuivalen. Pasda titrasi asam basa,
dikenal istilah titik ekuivalen dan titik akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah
titik pada proses titrasi ketika asam dan basa tepat habis bereaksi. Untuk
mengetahui titik ekuivalen digunakan digunakan indikator. Saat perubahan
warna terjadi, saat itu disebut titik akhir titrasi (Sukmariah, 1990).
Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat
dikenal sebagai standarisasi. Suatu larutan standar kadang-kadang dapat
disiapkan dengan menggunakan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan,
yang ditimbang dengan tepat, dalam volume larutan yang diukur dengan
tepat. Zat yang memadai dalam hal ini hanya sedikit, disebut standar primer
(Sukmariah, 1990).
Zat yang digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi
persyaratan berikut:

1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni maupun dalam keadaan yang


diketahui kemurniannya.
2. Harus stabil.
3. Zat ini mudah dikeringkan, tidak higroskopis , sehingga tidak
menyerap uap air, tidak menyerap CO2 pada waktu penimbangan
(Sukmariah, 1990).

Larutan yang mempunyai konsentrasi molar yang diketahui, dapat dengan


mudah digunakan untuk reaksi-reaksi yang melibatkan prosedur kuantitatif.
Kuantitas zat terlarut dalam suatu volume larutan itu, dimana volume itu
diukur dengan teliti, dapat diketahui dengan tepat dari hubungan dasar
berikut ini:

Mol = liter x konsentrasi molar

atau:

Mmol = ml x konsentrasi molar


Perhitungan-perhitungan stokiometri yang melibatkan larutaan yang
diketahui molaritasnya bahkan lebih sederhana lagi. Dengan devinisi bobot
ekuivalen, dua larutan akan bereaksi dengan tepat satu sama lain bila
keduanya mengandung gram ekuivalen yang sama. Dalam hubungan ini,
kedua normalitas harus dinyatakan dengan satuan yang sama, demikian juga
kedua volume (Brady, 1990).
Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif memberikan informasi
mengenai apa saja yang menjadi komponen penyusun dalam suatu sampel,
sedangkan analisis kuantitatif memberikan informasi mengenai beberapa
banyak komposisi suatu komponen dalam sampel. Dengan kata lain, analisis
kualitatif berkaitan dengan jumlah atau banyaknya senyawa dalam sampel.
Analisis kuantitatif konvensional yang paling sering diterapkan yaitu
analisis titrimetri. Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi suatu
sampel tertentu dengan larutan standar, yaitu larutan yang sudah diketahui
konsentrasinya. Perhitungan didasarkan pada volume titran yang diperlukan
hingga tercapai titik ekuivalen titrasi. Analisis titrimetri yang didasarkan
pada terjadinya reaksi asam basa antara sampel dengan larutan standar
disebut analisis asidi alkalimetri. Apabila larutan standar yang digunakan
adalah suatu larutan yang bersifat asam maka analisis yang dilakukan
adalahh analisis asidimetri. Sebaliknya jika digunakan suatu basa sebagai
larutan standar, analisis tersebut disebut sebagai analisis alkalimetri.
Konsentrasi larutan asam basa sering menggunakan satuan kemolaran (M),
maka rumusan itu dapat diubah. Konversi dari suatu kemolaran ke
normalitasan adalah mengalikan valensi (n) asam atau basa dengan
kemolaran. Sebaliknya dari suatu kenormalan ke satuan kemolaran adalah
membagi kemolaran dengan valensi asam atau basa. Konversi ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Dengan rumus :
VA . MA . nA = VB . MB . nB
Keterangan :
VA = Volume sebelum pengenceran
MA = Molaritas sebelum pengenceran
VB = Volume setelah pengenceran
MB = Molaritas setelah pengenceran
nA = Valensi asam
nB = Valensi basa (Keenan, 1991).
Analisis kimiawi menetapkan komposisi kuantitatif dan kualitatif
suatu materi. Konstituen-konstituen yang akan didereksi ataupun ditentukan
jumlahnya adalah unsur, rasikal, gugus fungsi, senyawaan atau fase.
Analisis kimia menyangkut aspek analisis yang lebih sempit. Analisis pada
umumnya terdiri atas analisis kualitatif dilakukan sebelum analisis
kuantitatif. Tahapan penentuan analisis kuantitatif adalah dengan usaha
mendapatkan sampel, mengubahnya menjadi keadaan yang dapat terukur,
pengukuran konstituen yang dikehendaki, dan yang terakhir perhitungan
dan interprestasi data numerik (Khopkar, 1990).
Istilah analisis titrametri mengacu pada analisis kimia kuantitatif

yang dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang

konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi

secara kuantitatif dengan larutan zat yang akan ditetapkan. Larutan dengan

kekuatan (konsentrasi) yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar.

Bobot zat yang hendak ditetapkan, dihitung dari volume standar yang

digunakan dan hukum-hukum stokiometri yang diketahui. Dahulu

digunakan orang analisis volumetri, tetapi sekarang telah diganti dengan

analisiss titrimetri, karena yang terakhir ini dianggap lebih baik menyatakan

proses titrasi, sedangkan yang disebut terdahulu dapat dikacaukan dengan

pengukuran-pengukuran volume, seperti yang melibatkan gas-gas.

Reagensia dengan konsentrasi yang diketahui itu disebut titran, dan zat yang

sedang dititrasi disebut titrat (Khopkar, 1990).


Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisa titrimetri apabila
memenuhi persyaratan berikut:
1. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan
dalam waktu yang tidak terlalu lama.
2. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga
didapat kesetaraan yang pasti dalam reaktan.
3. Reaksi harus berlangsung secara sempurna.
4. Mempunyai massa ekuivalen yang besar (Sukmariah, 1990).

Untuk analisis titrimetri lebih mudah jika kita memahami sistem ekuivalen
(larutan normal) sebab pada titik akhir titrasi jumlah ekuivalen dari zat yang
dititrasi = jumlah ekuivalen zat penitrasi. Berat ekuivalen suatu zat sangat
sukar dibuat definisinya, tergantung dari macam reaksinya. Volumetri dapat
dibagi menjadi:
1. Asidi dan alkalimetri
2. Oksidimetri
3. Argentometri

Asidimetri adalah yang diketahui konsentrasi asamnya, sedangkan


alkalimetri bila yang diketahui adalah konsentrasi basanya. Titrasi asam
basa ada lima. Empat diantaranya adalah:

1. Titrasi asam dengan basa kuat

Diakhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam kuat dan basa
kuat:

Misal:
HCl + NaOH NaCl + H2O

2. Titrasi asam lemah dan basa kuat


Pada akhir titrasi terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan
basa kuat.
Misal :
asam asetat dengan NaOH.
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O

3. Titrasi basa lemah dan asam kuat


Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari basa lemah
dan asam kuat.
Misal :
NH4Cl dan HCl
NH4OH + HCl NH4Cl + H2O

4. Titrasi asam lemah dan basa lemah


Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam lemah
dan basa lemah.
Misal :
asam asetat dan NH4OH
CH3COOH + NH4OH CH3COONH4 + H2O

(Sukmariah, 1990).

5. Pengenceran
Asam sulfat atau sulphuric acid adalah asam mineral kuat tak
berwarna dengan sifat korosif yang tinggi. Asam sulfat dapat larut
dalam air dalam berbagai perbandingan. Asam sulfat sangat berbahaya
bila terkena jaringan kulit karena sifatnya yang korosif, dan dengan
sifatnya sebagai penarik air yang kuat (pendehidrasi) akan
menimbulkan luka seperti luka bakar pada jaringan kulit. Semakin
tinggi konsentrasi asam sulfat semakin bertambah bahayanya.
Walaupun asam sulfat tersebut encer, akan tetap mampu mendehidrasi
kertas jika tetesan asam sulfat dibiarkan di kertas dalam waktu lama
(Girolami, dkk. 1999, Haynes, W. M. 2014, Alaimo, dkk 2010 ).
Asam sulfat memiliki sifat korosif yang sangat berbahaya. Resiko
yang utama jika kulit terjadi kontak langsung dengan asam sulfat dapat
menyebabkan kulit terbakar sama halnya jika asam sulfat pekat
diteteskan pada kertas, kertas tersebut akan terbakar seperti dibakar
dengan api, asam sulfat yang dapat menyebabkan luka bakar adalah
asam sulfat dengan konsentrasi yang tinggi. Di laboratorium sering
dijumpai asam sulfat dengan kepekatan 98% yang biasanya memiliki
konsentrasi 18 M ( Juditha, C. 2014, Isra, dkk. 2017 ). Reaksinya
dengan Air Reaksi hidrasi Asam sulfat sangat eksotermik( Di Raddo P.
2006, Ashwood, dkk. 2001, Girolami. 1999 ).
Sehingga saat penambahan yang ditambahkan adalah asam ke dalam
air bukan air ke dalam asam. Sebab massa jenis air lebih rendah
dibandingkan asam sulfat, akibatnya jika air ditambahkan ke dalam
asam sulfat pekat, air akan dapat mendidih dan bereaksi keras dengan
air, dan panas yang dilepaskan sedemikian besar yang dapat
menyebabkan air mendadak mendidih dan menyebabkan asam sulfat
memercik. Jika kita berada di dekatnya, percikan asam sulfat ini
merusak kulit . Reaksi yang terjadi antara air dengan asam sulfat yaitu
terbentuknya ion hydronium( Girolami, dkk. 1999, Alaimo, dkk. 2010).
Reaksi eksotermis selalu ditandai dengan adanya kenaikan suhu
sistem saat reaksi berlangsung. Perubahan entalpi bertanda negatif yaitu
kurang dari 70. Hal ini terjadi dikarenakan energi yang dilepaskan lebih
besar daripada yang digunakan untuk reaksi (Achmad, 1996).
6. Penyaringan
Penyaringan atau filtrasi adalah proses penyaringan menggunakan
saringan dengan bantuan gaya tarik bumi (gravitasi), tekanan atau keadaan
vakum dengan pengaliran cairan melalui media berpori (Sue Hinchliff,
1999).
Terdapat dua macam cara penyaringan. Pertama, penyaringan tanpa
pengisapan (gravity filtration), yaitu filtrat melewati penyaring karena
pengaruh gaya gravitasi dan tarik menarik kapiler antara cairan dengan
dinding batang corong dan penyaringan dengan pengisapan (vacuum
viltration), dengan cara ini akan terdapat perbedaan tekanan di antara
penyaring sehingga penyaringan akan menjadi lebih cepat. Penyaringan
dengan corong akan lambat tetapi sangat baik terutama dalam analisa secara
gravimetris bila dibandingkan dengan penyaringan yang menggunakan
pengisapan, karena kemungkinan hilangnya endapan adalah kecil
(Huismann,1994).
Pada proses penyaringan, digunakan kertas saring. Sementara itu,
fungsi dari kertas saring yaitu untuk menyaring endapan yang ukuran lebih
besar dari pori pori kertas saring (A. Hadyana Pudjaatmaka, 2002).
Penyaringan endapan hasil reaksi Asam Sulfat ( H2SO4 ) encer dengan Pb
Asetat. Dimana Pb ( CH3COO )2 atau Pb Asetat dan H2SO4 ( Asam Sulfat)
menjadi PbSO4 ( Pb Sulfat ) dan 2CH3COOH.
Dengan rumus reaksi : Pb (CH3COOH)2 + H2SO4 PbSO4 + 2CH3COOH
+ H2 PbSO4 ( Pb Sulfat ) mengendap kerena memiliki cirri – ciri sebagai
berikut:
1. Terendap sempurna
2. Murni
3. Spesifik ( memiliki sifat khusus )
4. Larutan tersebut tidak mampu melewati kertas saring yang berada pada
dinding corong tersebut.

(Keenan, dkk, 1999)


III. Data Pengamatan

HASIL DATA PENGAMATAN


PRAKTIKUM KIMIA FARMASI DASAR
“PERCOBAAN TEKNIK LABORATORIUM”

1. Tulis dan gambarkan symbol B3 beserta contoh bahan :

Oxidizing (Mudah Teroksidasi)


Contoh :Hidrogen peroksida ,
kalium perklorat

Flammable (Mudah Terbakar )


Contoh : Minyak terpantin, etanol

Harmful (Bahan Berbahaya)


Contoh : Etilen Glikol,
Diklorometan

2. Pengenalan gas dan kertas lakmus :


a. Bau : Berbau Menyengat
b. Hasil kertas lakmus merah warna merah menjadi biru
c. Hasil kertas lakmus biru warna biru menjadi biru

3. Pengenceran dengan labu takar :


Hitung Volume HCL 0,5 N yang diambil untuk pembuatan HCL 0,1 N sebanyak
25 ml :
Diketahui :
N1 = 0,5 N
V2 = 25 ML
N2 = 0,1 N

V1 X N1 = V2 X N2

Maka: V1 X 0,5 N = 25 ML X 0,1 N

V1 X 0,5 N = 2,5 ml

2,5 𝑚𝑙
V1 = 0,5 𝑁

V1 = 5 ml

4. Penimbangan NaOH 0,1 N :


Perhitunagn Massa :

𝑚 1000
N = 𝐵𝑀 × × 𝑉𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖
𝑉

Diketahui :

N = 0,1 N

BM = 40

V = 100 ml

Valensi = 1
Maka :

𝑚 1000
0,1 N = 40 × ×1
100

1000 𝑚
0,1 N = 4000

0,1 N X 4000 = 1000 m

400 = 1000 m

400
=m
1000

0,4 = m

Jadi m = 0,4 gram

Rincian Penimbangan :
 Berat Kaca Arloji = 28,1690 gram
 Berat Kaca Arloji + NaOH = 28,5694 gram
 Berat Kaca Arloji + Sisa NaOH = 28,1705 gram

Maka berat/massa NaOH sebenarnya = 28,5694 gram – 28,1705 gram = 0,3989


gram

 Ketelitian 0,1 %

0,1 0,04
0,4 gram x 100 = = 0,0004 gram
100

 Rentang Ketelitian :
0,4 gram + 0,0004 gram = 0,4004 gram
0,4 gram - 0,0004 gram = 0,3996 gram
Jadi, rentang ketelitian bahan yang harus ditimbang yaitu : 0,3996 gram –
0,4004 gram
KESIMPULAN :

Massa NaOH yang sebenarnya tidak memenuhi rentang ketelitian, dikarenakan


pada saat melakukan penimbangan bahan , bahan yang ditimbang kurang
dilebihkan (+ 28,5690 gram)

5. Titrasi :
Replikasi Vol.NaOH (ml)
1 16,9
2 15,7
3 16,7
4 16,0

𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑋 𝑉𝑜𝑙.𝑁𝑎𝑂𝐻
Normalitas =
𝑣𝑜𝑙.𝐻𝐶𝐿

0,1 𝑁 𝑋 16,9
 Replikasi I = = 0,0845 N
20 𝑚𝑙
0,1 𝑁 𝑋 15,7
 Replikasi II = = 0,0785 N
20 𝑚𝑙
0,1 𝑁 𝑋 16,7
 Replikasi III = = 0,0835 N
20 𝑚𝑙
0,1 𝑁 𝑋 16,0
 Replikasi IV = = 0,08 N
20 𝑚𝑙
𝑁 𝑅𝐼+ 𝑁 𝑅𝐼𝐼+ 𝑁 𝑅𝐼𝐼𝐼+ 𝑁 𝑅𝐼𝑉
Rata-rata N HCL = 4
0,0845 𝑁+0,0785 𝑁+0,0835 𝑁+0,08 𝑁
= 4
0,3265 𝑁
= = 0,081625 N
4

Jadi, N HCL = 0,081625 N = 0,08 N

KESIMPULAN : Hasil yang diperoleh berdasarkan praktikum adalah 0,08


N
6. Pengenceran H2SO4 :
- Larutan yang ditambahkan terlebih dahulu Aquades Volume 10 ml
- Volume H2SO4 yang ditambahkan 3 ml
- Hasil = Aquades sebelum ditambahkan H2SO4 berwarna
bening,setelah ditambahkan H2SO4 terjadi reaksi eksoterm dan
terdapat gelembung kecil,embun.Pengenceran H2SO4 dan Aquades
bercampur secara homogeny dan larutan menjadi panas
7. Penyaringan :

(CH3COO)2 Pb + H2SO4

CH3COOH- Pb2+ H+ SO42-

= CH3COOH + PbSO4

= PbSO4 (endapan putih)

 Sebelum ditambahkan Asam Sulfat (H2SO4) = Larutan Bening


 Sesudah ditambahakan Asam Sulfat (H2SO4) = Larutan Putih dan
terdapat Endapan .
IV. Alat dan Bahan
o Alat :
 Buret (1 buah)
 Timbangan Analitik (1 buah)
 Kaca Arloji (1 buah)
 Kuas kecil pembersih piringan timbangan (1 buah)
 Batang Pengaduk (1 buah)
 Erlemeyer (4 buah)
 Rak Tabung reaksi (1 buah)
 Tabung reaksi (3 buah)
 Plat Tetes (1 buah)
 Penjepit tabung reaksi (2 buah)
 Bekker glass (5 buah)
 Gelas Ukur (2 buah)
 Kertas lakmus (merah dan biru) (2 buah)
 Kertas Saring (1 buah)
 Corong Gelas (2 buah)
 Lampu spritus (1 buah)
 Pipet volume (20 ml dan 50 ml) (2 buah)
 Pipet tetes (5 buah)
 Filler (1 buah)
 Klem dan Statif (1 buah)
 Sendok porselen (1 buah)
 Sendok tanduk (1 buah)
 Korek api (1 buah)
 Labu Takar (100 ml=1 dan 25 ml=2) (3 buah)
o Bahan :
 Larutan HCL 0,1 N
 Larutan NaOH 0,1 N
 Aquades
 PP Indikator
 Larutan H2SO4 pekat
 Larutan (CH3COO)2Pb
 Kristal NaOH(Natrium Hidroksida)
 NH4CL
V. Cara Kerja
1. Pembuatan dan pengenalan suatu gas serta pengenalan kertas lakmus.
Larutan NH4Cl diambil sebanyak 2 ml kemudian
dimasukkab ke dalam tabung reaksi.

Larutan NaOH diambil sebanyak 1 ml kemudian


dimasukkan ke dalam tabung yang sudah berisi NH4Cl.

Campuran larutan tersebut kemudian dipanaskan di atas


lampu spirtus dengan cara digoyang-goyangkan.

Campuran larutan dibau dengan cara mengipas-ngipaskan


tangan di atas mulut tabung lalu dibau dengan cara
mengibaskan tangan diatas tabung reaksi pada jarak yang
relatif jauh.

Hasil pengamatan bau di catat di data pengamatan.

Campuran larutan tadi diambil menggunakan pipet tetes lalu


cairan diteteskan di plat tetes.

Campuran larutan yang diujikan dengan kertas lakmus


merah dan biru.

Kemudian,hasil di catat di data pengamatan apakah ada


perubahan dengan kertas lakmus atau tidak.
Kesimpulan : Reaksi antara NH4Cl + NaOH menghasilkan
gas NH3, Gas NH3 memiliki bau pekat, Cara mengetahui
sifat Asam atau Basa dari NH3 dengan menggunakan
indikator kertas lakmus, Kertas lakmus merah berubah
menjadi biru saat berada di larutan basa.Sedangkan kertas
lakmus biru menjadi biru saat berada dilarutan basa.
2. Pengenceran dengan labu ukur
Ambil sejumlah cairan HCl menggunakan pipet gondok 50
ml, sampai garis batas minuskus.

Masukkan HCl kedalam labu ukur sebanyak 5 ml.

Kemudian tambahkan aquades sampai garis batas minuskus


labu ukur.

Ketika menambahkan aquades pada labu ukur jangan


sampai terjadi kesalahan,ketika sampai garis batas miniskus
menggunakan pipet tetes secara sedikit demi sedikit sampai
garis batas miniskus.

Kemudian putar-putar perlahan-lahan supaya campur.


Kesimpulan: Setelah pengenceran, normalitas larutan HCl
mengalami penurunan dari 0,2 N menjadi 0,1 N.
3. Menimbang sampel secara seksama
Nyalakan Timbangan Analitik,bersihkan bagian piringan
timbangan menggunakan kuas pembersih, pastikan skala
pada timbangan adalah 0.

Letakkan Kaca Arloji pada piringan timbangan,dicatat


massa kaca arloji sebelum bahan/sampel ditimbang(massa
kaca arloji ± 28,1690 gram).

Ambil NaOH menggunakan sendok porselen ,ditimbang


sebanyak 0,4 gram,diletakkan ke kaca arloji (jadi ,massa
yang tertera pada timbangan untuk massa kaca arljoji +
NaOH ± 28,5694 gram),dicatat massa kaca arloji + NaOH.

Letakkan Sampel (NaOH) yang sudah ditimbang pada


Bekker glass.

Ditimbang kembali Kaca Arloji + sisa NaOH,dicatat (massa


kaca arloji + sisa NaOH,yaitu ± 28,1705).

Bersikan Timbangan Analitik yang sudah dipakai,pastikan


skala pada timbangan kembali 0, tekan tombol off.

Larutkan NaOH yang ada di bekker glass menggunakan


Aquades secukupnya yang sudah dituangkan pada bekker
glass lainnya ,diaduk dengan batang pengaduk,tuangkan ke
dalam labu takar 100ml.

Bilas bekker glass sisa melarutkan NaOH, dengan aquades,


tuangkan ke labu takar,dicukupkan hingga tanda batas pada
Labu takar(saat mendekati tanda batas gunakan pipet tetes
untuk penambahan aquadest dengan cara melalui dinding
labu takar),tutup Labu takar.

Bolak balikkan Labu takar kearah atas dan bawah ,agar


larutan tercampur sempurna. Larutan NaOH 0,1 N siap
digunakan untuk proses titrasi.
Kesimpulan : Massa NaOH yang sebenarnya tidak
memenuhi rentang ketelitian (0,3996 gram – 0,4004 gram)
,karena pada saat melakukan penimbangan bahan, bahan
kurang dilebihkan.
4. Pengenalan titrasi
Cuci buret dengan Larutan pencuci aquades. Bilas dengan
Larutan standar NaOH 0,1 N.

Isi buret dengan Larutan NaOH sampai skala 0.

Tuang Larutan HCl 0,5 N kedalam beker. Ambil dengan


pipet gondok larutan HCl 0,5 N sebanyak 20ml. Kemudian
Larutan HCl 0,5 N dimasukkan kedalam erlenmeyer.
Tambah 3-4 tetes indikator phenolphtalein (pp).

Buka kran buret dengan tangan kiri, teteskan sedikit demi


sedikit titran kedalam erlenmeyer. Erlenmeyer digoyang-
goyang Menggunakan tangan kanan.

Titrasi dihentikan ketika penambahan NaOH 0,1 N setetes


demi setetes hingga terjadi perubahan warna menjadi merah
muda pada Larutan.

Amati volume pada buret, volume yang terjadi pada larutan


adalah 16,9 ml.

Catat pada lembar kerja.


Kesimpulan : Berdasarkan hasil praktikum untuk mencapai
volume yang dibutuhkan agar hasil titrasi berubah warna
menjadi merah muda yaitu 16,9 ml dan setelah diketahui
normalitas dari masing masing kelompok menghasilkan
rata-rata normalitas sebesar 0,08N, namun hasil tersebut
tidak sesuai dengan konsep konsentrasi hasil pengenceran
0,5N disebabkan faktor kekurangan dalam penimbangan
bahan.
5. Pengenceran H2SO4 pekat
Ambil dan tuangkan aquades dari botol ke dalam bekerglass,
kemudian ukur 10 ml menggunakan gelas ukur. Apabila
mendekati garis batas, teteskan sedikit demi sedikit
menggunakan pipet tetes hingga batas miniskus bawah 10
ml.

Tuangkan aquades yang telah diukur ke dalam tabung reaksi.

Ambil 3 ml H2SO4 pekat dengan gelas ukur. Gunakan cara


pengukuran yang sama dengan pengukuran aquades.

Tabung reaksi yang telah berisi aquades dijepit


menggunakan penjepit tabung reaksi, kemudian tuangkan
larutan H2SO4 pekat kedalam tabung reaksi secara perlahan-
lahan melewati dinding tabung.

Amati perubahan panas sebelum dan sesudah H2SO4


dituang ke dalam tabung reaksi, dan catat hasil.
Kesimpulan : Hasil percobaan pengenceran H2SO4 ( Asam
sulfat pekat ) diketahui bahwa asam sulfat yang diencerkan
dengan aquades akan menimbulkan reaksi eksoterm (
peningkatan suhu larutan ).
6. Teknik Penyaringan dengan kertas saring
Ambil (CH3COO)2Pb 5 ml menggunakan gelas ukur dan
tuangkan ke dalam tabung reaksi.

Ambil 3 ml hasil pengenceran H2SO4 pekat menggunakan


gelas ukur dan tuangkan ke dalam tabung reaksi yang telah
berisi (CH3COO)2Pb. Amati endapan yang terjadi. Catat
warna endapan.
Ambil kertas saring berbentuk persegi dan lipat menjadi 4
bagian kemudian dibuka membentuk kerucut.

Masukan kertas saring yang telah dilipat pada corong dan


basahi sedikit kertas dengan aquades hingga kertas saring
melekat pada dinding corong. Pasang corong yang terdapat
kertas saring di atas Erlenmeyer untuk menampung filtrat.

Tuangkan larutan yang akan disaring ke dalam corong yang


terdapat kertas saring, sebelum disaring larutan dikocok
terlebih dahulu agar endapan merata keseluruh permukaan.

Tunggu penyaringan hingga larutan yang dihasilkan jernih.


Kesimpulan : Pencampuran Pb asetat dengan hasil
pengenceran asam sulfat pekat menghasilkan endapan putih
dan kertas saring dalam penyaringan digunakan sebagai
filter menyaring endapan dan setelah penyaringan larutan
menjadi bening.

VI. Pembahasan
Paragraf 1 :
Bahan Berbahaya dan Beracun atau sering disingkat dengan B3 adalah zat,
energi, atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi atau jumlahnya
baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan atau
merusak lingkungan hidup, membahayakan lingkungan hidup, kesehatan
serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Maka dari
itu,sangat penting untuk kita mengetahui dan memahami apa arti simbol-
simbol dari B3,karena dengan mengetahui dan memahami arti simbol B3
dapat meminimalisir akan terjadinya kecelakaan saat kerja,selain itu kita
dapat mengetahui langkah-langkah yang harus kita lakukan saat kita melihat
simbol tersebut,termasuk cara penyimpanannya yang baik dan
benar,maupun cara penggunaanya yang tepat.Pada dasarnya dengan kita
mengetahui arti dari simbol-simbol B3 merupakan suatu langkah awal untuk
menghindari atau mengurangi resiko terjadinya kecelakaan saat kerja.Saat
kita mengetahui terdapat simbol B3 pada bahan atau zat tersebut,maka hal
pertama yang harus dilakukan adalah,perhatikan simbol tersebut,sehingga
kita dapat mengetahui jenis dari bahan/zat tersebut,apabila pada bahan/zat
tersebut bersimbolkan bahan mudah teroksidasi ,maka bahan atau zat
tersebut harus dihindarkan dari bahan panas dan juga oksidator,jika
bersimbol mudah terbakar,maka jauhkan dari benda-benda yang berpotensi
mengeluarkan api,sedangkan jika bersimbol bahan berbahaya, maka bahan
atau zat tidak boleh ditelan,dihirup,dan hindari kontak langsung dengan
kulit.Selain itu dalam memegang atau penuangan larutan B3 pun harus
dengan memperhatikan langka-langkah yang benar dan tepat,yaitu saat
menuangkan larutan pastikan telapak tangan harus menutupi label atau
etiket pada botol,fungsinya adalah agar label atau etiket tidak rusak atau
terkena larutan zat tersebut.Untuk meletakkan tutup botol pun posisikan
tutup botol dalam posisi terbalik,alasannya agar larutan tidak mengotori
meja,atau larutan pada botol tidak terkontaminasi.
Paragraf 2 :
Reaksi kimia sebelum dilakukan pemanasan :
NH4Cl + Naoh -> NaCl + NH4OH.Zat NH4Cl (amonium hidroksida) tidak
pernah ada,zat tersebut tidak dapat diisolasi dalam bentuk murni seperti
NaOH (natrium hidroksida). (Petrucci,1987)
Reaksi setelah terjadi pemanasan maka akan terjadi perubahan reaksi
menjadi :
NH4OH + NaOH -> NH3 + NaCl + H2O.
Pemanasan yang dilakuakan berfungsi untuk mamaksimalkan kerja
reaksi dan memepercepat terbentuknya gas NH3.Gas NH3 bersifat mudah
bereaksi dengan air dan membentuk larutan amonium hidroksida yang
bersifat basa.Untuk mendapatkab gan NH3 dilakukan pemanasan untuk
merombak larutan NH4Cl menjadi NH3 dan H2O (Manan,2005). Setelah
dihasilkan gas NH3 dari pembakaran,maka terjadi perubahan pH kearah
lebih basa (pH=10) karena NH3 merupakan zat yang bersifat basa di dalam
air,biasanya terbentuk NH4OH (Petrucci,2011).Pada saat melakukan
pemanasan tabung harus digoyang-goyangkan karena supaya larutan yang
di campurkan pada saat dilakukan pemanasan supaya bisa merata dan
larutan tidak memercik ke luar .Seperti yang kita tahu bahwa gas NH3
(amonia) yang dihasilkan dari persamaan diatas dapat kita deteksi dari
karakteristik baunya yang menyengat atau dengan meletakkan kertas
lakmus merah di plat tetes reaksi yang akan berubah menjadi berwarna biru
(Chang,2009).Sehingga pada saat melakukan pembauan dilakukan harus
dikipas-kipaskan kearah hidung karena campuran menghasilkan NH3
mempunyai bau menyengat jadi berbahaya jika dengan kontak langsung
dengan kulit.
Jadi kesimpulan berdasarkan percobaan yang dilakukan,campuran
larutan NH4Cl dan NaOH setelah dipanaskan akan menghasilkan gas
NH3.Seperti yang kita ketahui gas amonia memiliki ciri-ciri berbau
menyengat tidak berwarna mudah menguap (volatile),dapat membirukan
kertas lakmus merah (bersifat basa),dan merupakan gas yang reaktif
(Chang,2009).Setelah dilakukan percobaan tidaka da perubahan pada warna
larutan.Hal ini disebabkan karena tidak adanya indikator yang ditambahkan
ke dalam larutan tersebut.Adanya perubahan pH yang larutan disebabkan
karena terbentuknya gas NH3 yang sifatnya basa serta larut dalam larutan
tersebut.Akibat dari pemanasan yang menghasilkan persamaan reaksi baru:
NH4Cl + NaOH -> NH3 + NaCl + H2O maka sebagian akan terurai menjadi
uap air dan menghasilkan NH3 yang menyebabkan kertas lakmus berubah
warna.Kertas lakmus merah menjadi biru sedangkan kertas lakmus biru
menjadi biru artinya larutan tersebut bersifat basa.
Paragraf 3:
Untuk mempermudah larutan konsentrasinya tinggi yang harus
diencerkan hal ini dilakukan dengan terlebih dahulu.
Pengambilan larutan HCl 0,5 N menggunakan pipet ukur atau pipet volume
itu karena mempunyai volume tertentu dengan tepat. Pembuatan larutan
standar HCl 0,1 N menggunakan labu akar. Untuk membuat larutan standar
atau tertentu dengan volume setelah tepatnya. Dan labu ukur juga dipakai
dalam pengenceran sampai volume tertentu. Pelarut yang digunakan untuk
membuat HCl 0,1 N adalah aquades, parameter miniskus bawah yang
digunakan untuk larutan HCl, karena berbentuk larutan atau cairan.
Paragraf 4:
Menimbang adalah cara untuk menentukan berat massa suatu
senyawa dengan menggunakan alat neraca (seperti tim bangan analitik).
Definisi massa merupakan suatu sifat fisika kimia dari suatu benda yang
digunakan untuk menjelaskan berbagai perilaku dari suatu objek yang
terpantau, massa suatu benda dimanapun dinilai sama,oleh karena itu massa
tidak dipengaruhi oleh gravitasi bumi.Selain itu, massa merupakan besaran
skalar yang tidak terpengaruh oleh arah.Pada Praktium Kimia Farmasi
Dasar yang telah dilakukan, dapat kita ketahui bahwa bahan utama yang kita
gunakan dan bahan yang akan ditimbang adalah Natrium Hidroksida
(NaOH).Natrium Hidroksida mengandung tidak kurang dari 96,5% alkali
jumlah dihitung sebagai NaOH,dan tidak lebih dari 2,5 % Na2CO3.NaOH
mempunyai karakteristik yaitu,senyawa kimia yang bersifat basa(PH=14),
berbentuk padatan Kristal putih,tidak berbau,bersifat Higroskopis
(menyerap kelembapan udara),sangat alkalis dan korosif (dapat merusak
jaringan kulit),atau meyebabkan iritasi,serta mudah larut dalam air, maupun
etanol (95%). Dalam penimbangan NaOH,kita menggunakan kaca arloji
sebagai wadah penimbangan,dikarenakan NaOH bersifat Higroskopis
(mudah menyerap kelembapan udara).
Selain itu ,apabila kita menggunakan kertas timbang maka yang
terjadi NaOH justru akan membasahi kertas timbang tersebut,maka dari itu,
kita harus menggunakan kaca arloji sebagai wadah dalam
penimbangan.Untuk melakukan penimbangan NaOH,dapat kita hitung
menggunakan rumus N=m/BM X 1000/V X Valensi, dengan yang sudah
diketahui (N=0,1 , BM=40 , V=100ML , dan Valensi=1).Sehingga dari
rumus tersebut dapat diketahui “m” atau massa NaOH yang harus ditimbang
adalah 0,4 gram. Sedangkan untuk menghitung ketelitian yang ditetapkan
dapat dihitung berdasarkan 0,1% dari massa NaOH(0,4 gram),sehingga
ketelitian yang ditetapkan pada saat melakukan penimbangan secara
seksama adalah 0,0004 gram.Untuk rentang yang diperbolehkan
berdasarkan ketelitian penimbangan dapat diketahui dengan cara hitung
penjumlahan dan pengurangan antara massa NaOH dan hasil ketelitian
0,1% (0,4 gram + 0,0004 gram= 0,4004),serta pengurangan (0,4 gram -
0,0004 gram= 0,3996 gram), sehingga rentang yang diperbolehkan dalam
penimbangan secara seksama adalah 0,3996 gram - 0,4004 gram.Untuk
memastikan apakah massa NaOH yang ditimbang sudah memenuhi rentang
yang telah ditetapkan atau belum,maka dapat kita hitung dengan cara (berat
kaca arloji + NaOH)-(berat kaca arloji + sisa NaOH),(Diketahui : Berat kaca
arloji +NaOH =28,5694 gram , Berat kaca arloji + sisa NaOH= 28,1705
gram),maka masa NaOH yang sebenarnya adalah 0,3989 gram.Dan
ternyata,apabila hasil massa NaOH tidak memenuhi rentang ketelitian,itu
dikarenakan pada saat penimbangan NaOH massa bahan kurang dilebihkan
dari penimbangan yang seharusnya(+ 28,5690 gram).
Paragraf 5:
Titrasi merupakan metode analisis kimia secara kuantitatif yang
biasa digunakan dalam laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari
reaktan. Karena pengukuran volume memainkan peranan penting dalam
titrasi, maka teknik ini juga dikenali dengan analisis volumetrik. titrasi pada
dasarnya merupakan proses penetralan antara asam dan basa. prinsip
kerjana adalah sebagai berikut: mereaksikan/menambahkan sedikit demi
sedikit larutan yang telah diketahui konsentrasinya dari buret,larutan ini
biasa disebut larutan penitrasi atau titran. larutan penetrasi atau titran akan
di teteskan ke dalam sebuah erlenmeyer yang berisi larutan titrat dengan
volume yang telah diketahui. Pada praktikum kimia farmasi dasar yang
telah dilakukan, dapat kita ketahui bahwa zat penitrasi (titran) yang
digunakan pada proses titrasi adalah Larutan standar yaitu NaOH 0,1 N
karena sudah diketahui normalitasnya. Sedangkan zat yang dititrasi (titer)
yang digunakan untuk proses titrasi adalah Larutan HCl 0,5 N yang akan
ditentukan normalitasnya. Indikator yang digunakan pada proses titrasi pada
praktikum kimia farmasi dasar adalah indikator phenolphtalein (PP) karena
salah satu indikator asam – basa sintetik yang memiliki rentang pH antara
8,00 – 10,0. Pada larutan asam dan netral, phenolphtalein tidak berwarna.
Sedangkan bila dimasukkan ke dalam larutan basa, warnanya akan berubah
menjadi merah.Titik akhir titrasi yang dapat diamati dari hasil praktikum
kimia farmasi dasar yang dilakukan yaitu memakai indikator phenolphtalein
(pp) karena indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH.
Indikator ditambahkan tiga hingga
Empat tetes pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator
ini akan berubah warna ketika titik akhir titrasi terjadi, pada saat inilah titrasi
dihentikan. Perubahan warna dari bening menjadi merah muda pucat.
perubahan warna bisa berubah pada titik akhir titrasi karena indikator
phenolphtalein (pp) bersifat logaritma dalam pH, membuat transisi warna
yang sangat tajam. Sehingga, satu tetes zat penitrasi yang tercampur dengan
indikator hampir mencapai titik akhir dapat mengubah nilai pH secara
signifikan—sehingga terjadilah perubahan warna dalam indikator secara
langsung. Kita bisa mengetahui volume zat penitrasi yang sudah kita amati
dengan melihat volume pada buret dalam praktikum kimia farmasi dasar
yaitu 16,9 ml dan konsentrasi zat yang sudah dititrasi dapat dihitung dengan
normalitas = N.NaOH x Vol. NaOH : Vol. HCl
Replikasi 1 = 0,1 N x 16,9 : 20 ml = 0,0845 N
Jadi, konsentrasi zat yang sudah di titrasi dalam praktikum kimia
farmasi dasar adalah 0,0845 N. Pada praktikum kimia farmasi dasar
konsentrasi zat di titrasi tidak sesuai dengan zat yang di titrasi hasil
pengenceran karena ada faktor kesalahan pada saat penimbangan.
Paragraf 6:
Pada percobaan pengenceran asam sulfat pekat ini dilakukan agar
praktikum mampu melakukan pengenceran dengan baik. Pengenceran
adalah suatu proses memperkecil konsentrasi larutan dengan cara
menambah sejumlah volume tertentu pelarut dan asam sulfat pekat
merupakan senyawa kimia yang bersifat asam kuat yang memiliki
kepekatan asam sulfat 98%. Dalam praktikum ini pengenceran
menggunakan 3 ml asam sulfat pekat dan 10 ml aquades yang percobaannya
dilakukan dalam lemari asam karena asam sulfat bersifat pekat dan korosif.
Pengenceran H2SO4 dengan aquades menimbulkan reaksi panas yang
tinggi sehingga pengamatan yang dilakukan yaitu suhu yang terjadi dalam
tabung reaksi mengalami kenaikan suhu ( awalnya tidak panas menjadi
panas ).
Pengenceran asam sulfat dilakukan dengan menambahkan aquades
terlebih dahulu baru kemudian asam sulfat. Hal ini dilakukan karena apabila
aquades ditambahkan langsung pada asam sulfat, maka aquades akan
memanas dan menyemburkan uap air atau memerciknya larutan asam
sehingga dapat menimbulkan hal yang membahayakan. Aquades sebelum
ditambahkan asam sulfat berwarna bening dan reaksi yang dihasilkan dari
pengenceran asam sulfat dengan aquades yaitu terjadi reaksi eksoterm
(menghasilkan panas) dan terdapat gelembung kecil juga embun. Reaksi
eksoterm adalah reaksi yang menghasilkan kalor sehingga akan melepaskan
energi ke sekelilingnya dan menyebabkan kalor dari sistemnya berkurang
sehingga entalpi bernilai negatif. Reaksi eksoterm terjadi karena suhu pada
asam sulfat pekat (sistem) lebih tinggi daripada suhu aquades (lingkungan)
yang rendah. Larutan pengenceran asam sulfat dan aquades bercampur
secara homogen.
Setelah dilakukan pengenceran maka selanjutnya dilakukan
penyaringan. Penyaringan adalah suatu proses pemisahan solid-liquid
proses dengan cara melewatkan liquid melalui media berpori atau bahan –
bahan berpori untuk menyisihkan atau menghilangkan sebanyak –
banyaknya butiran – butiran halus zat padat tersuspensi dari liquida.
Percobaan penyaringan dilakukan dengan Pb asetat 3 ml dan larutan hasil
pengenceran asam sulfat 10 ml. Dimana penyaringan Pb asetat ( CH3COO
)2Pb dan asam sulfat ( H2SO4 ) menjadi PbSO4 ( Pb sulfat ) dan
CH3COOH. Dengan rumus reaksi : ( CH3COO )2Pb + H2SO4 menjadi
CH3COOH + PbSO4. Dalam reaksi tersebut menghasilkan endapan putih
yaitu PbSO4. Larutan Pb asetat sebelum ditambah asam sulfat
menghasilkan larutan bening dan setelah ditambah asam sulfat akan
menghasilkan larutan putih dan terdapat endapan. Penyaringan dilakukan
untuk memisahkan endapan putih ( PbSO4). Bahan yang perlu disiapkan
yaitu Erlenmeyer, corong gelas dan kertas saring. Kertas saring dilipat dan
diletakkan dalam corong gelas, setelah itu corong gelas diletakkan diatas
mulut Erlenmeyer. Kertas saring dibasahi sedikit dengan aquades agar
melekat pada corong dan tuangkan larutan campran Pb asetat dengan asam
sulfat dalam corong, tunggu hingga hasil yang dikeluarkan bening. Kertas
saring berfungsi untuk memisahkan endapan putih (PbSO4) sehingga hasil
yang dikeluarkan berwarna bening dan ditampung di dalam Erlenmeyer.
Hal ini disebabkan karena endapan PbSO4 yang tertahan dikertas saring.

VII. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa sangat
penting bagi praktikan untuk memahami dan mengetahui arti dari symbol
bahan berbahaya dan beracun, mengetahui cara penyimpanan, cara
pemakaian, dan cara penanganan dari masing-masing bahan. Setiap bahan
berbahaya dan beracun memiliki karakteristik dan sifat sendiri seperti
mudah terbakar, mudah teroksidasi, menyebabkan iritasi, korosif, dan
lainnya. Sehingga dapat mengurangi resiko kecelakaan dalam praktikum.
Selain itu dengan melakukan praktikum ini kita dapat mengetahui
dan memahami cara atau teknik dari setiap percobaan yang meliputi
pengenceran, pemanasan, penimbangan, titrasi serta penyaringan dengan
benar.
VIII. Daftar Pustaka
1. Achmad, Hiskia. 1996. Kimia Larutan. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung
2. Alaimo, P. J., Langenhan, J. M., Tanner, M. J., & Ferrenberg, S. M.
(2010). Safety teams: An approach to engage students in laboratory
safety. Journal of Chemical Education, 87(8), 856-861.
3. Ashwood, E. R., Burtis, C. A., & Tietz, N. W. (2001). Tietz
fundamentals of clinical chemistry. Elsevier
4. Bahtiar , H.(2011).High Perfomance Liquid Chromatography (HPLC)
dan Neraca Analitik.Bogor:Institut Pertanian Bogor.
5. Brady, J. E. 1990. Kimia Universitas: Asas dan Struktur Jilid 1.
Erlangga, Jakarta.
6. Chang, Raymond.2005. Kimia Dasar Edisi 3 Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
7. Day R.A. dan Underwood A.L.(2002).Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
6.Jakarta:Erlangga.
8. Di Raddo, P. (2006). Teaching chemistry lab safety through comics.
Journal of Chemical Education, 83(4), 571.
9. Djajadiningrat, Surna T.; Imam HendargoIsmoyo; dan
Rijaluzzaman.1995. Ecolaelling dan Kecenderungan
10. Fessenden, Joan S dan Fessenden, Ralp J. 1989. Kimia Organik Edisi
3
11. Girolami, G. S., Rauchfuss, T. B., & Angelici, R. J. (1999). Synthesis
and technique in inorganic chemistry: a laboratory manual.
University Science Books.
12. Haynes, W. M. (2014). CRC handbook of chemistry and physics. CRC
press.
13. Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan Edisi 17. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
14. Huismann L. 1994. Rapid Sand Filtration. Netherland : IHD Delfts
Junaidi. 2013
15. Isra, S., Amsari, F., & Tegnan, H. (2017). Obstruction of justice in the
effort to eradicate corruption in Indonesia. International Journal of
Law, Crime and Justice, 51, 72-83.
16. JThorneBOT.(2015,Maret 10).Massa.Dipetik Januari 19,2016.
17. Juditha, C. (2014). Opini Publik terhadap Kasus “KPK Lawan Polisi”
dalam Media Sosial Twitter. Pekommas, 17(2).
18. Keenan, Kleinfeleer, Wood, Podjaatmaka, H.A. 1999. Kimia Untuk
Universitas. Erlangga. Jakarta.
19. Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas
Indonesia, Jakarta.
20. Petrucci, Ralph H. 1987. Kimia Dasar : Prinsip dan Terapan Modern
21. Pudjaatmaka, A. Hadyana. 2002. Kamus Kimia. Jakarta : Balai Pustaka.
22. Purwadi, Sarosa dan Tobing. 1981.
23. Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Binarupa Aksara, Jakarta.
24. Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung, ITB.
25. Valcu A Boicuc.2008.Subdivision or Multiplication?The Choice of
Calibration Design for Multiples of Kilogram.
26. Keenan, Charles W. , Kleinfelter, Donald C., dan Wood, Jesse H.. Ilmu
Kimia untuk Universitas. 1995. Erlangga. Jakarta.
27. Miftahur. 2009. Menunjukan Larutan Asam, Basa, dan Netral Dengan
Indikator Kertas Lakmus Merah dan Biru. http://miftahur.com.
Diakses pada tanggal 16 September 2014.
LAMPIRAN - LAMPIRAN
DOKUMENTASI PRAKTIKUM
DATA PEMBAGIAN LAPORAN RESMI
1. Luthfi ( dasar teori, cara kerja, pembahasan, kesimpulan cara kerja dari
pengenalan gas dan kertas lakmus, cover )
2. Salma ( dasar teori, cara kerja, pembahasan, kesimpulan cara kerja dari
percobaan pengenceran dengan labu takar )
3. Renita ( dasar teori, cara kerja, pembahasan, kesimpulan cara kerja dari titrasi
)
4. As Zyara ( dasar teori, cara kerja, pembahasan, kesimpulan cara kerja dari
penimbangan NaOH, mengetik data pengamatan )
5. Alya ( dasar teori, cara kerja, pembahasan, kesimpulan cara kerja dari
pengenceran H2SO4 dan penyaringan Pb asetat )
6. Menyusun, mengedit, alat dan bahan, tujuan, kesimpulan tujuan praktikum (
Dikerjakan bersama )

Anda mungkin juga menyukai