Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETIC FOOT ULCER

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Medikal


Bedah Program Profesi Ners

Disusun Oleh:

Raihana
11194692110117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2022
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETIC FOOT ULCER

A. KONSEP ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM


1. Anatomi dan Fisiologi Pankreas
Menurut Suzan et al (2021), Pankreas adalah organ komposit,
yang memiliki fungsi eksokrin dan endokrin. Bagian endokrin diatur
sebagai pulau-pulau Langerhans yang terpisah, yang terdiri dari lima
jenis sel endokrin yang berbeda (alfa, beta, delta, epsilon, dan upsilon)
yang mensekresi setidaknya lima hormon termasuk glukagon, insulin,
somatostatin, ghrelin, dan polipeptida pankreas, masing-masing.

Gambar 1. Anatomi Pankreas


Fungsi pankreas :
a. Insulin
Sintesis: Insulin adalah hormon peptida. MRNA insulin sebagai
prekursor rantai tunggal yang disebut preproinsulin, dan pelepasan
peptida sinyalnya selama penyisipan ke dalam retikulum
endoplasma menghasilkan proinsulin. Di dalam retikulum
endoplasma, proinsulin terpapar pada beberapa endopeptidase
spesifik, yang mengeluarkan peptida C (salah satu dari tiga domain
proinsulin), sehingga menghasilkan bentuk insulin yang matang.
Insulin disekresikan dari sel melalui eksositosis dan berdifusi ke
dalam darah kapiler pulau. C-peptida juga disekresikan ke dalam
darah dalam rasio molar 1:1 dengan insulin. Meskipun C-peptida
tidak memiliki aksi biologis yang mapan, C-peptida digunakan
sebagai penanda yang berguna untuk sekresi insulin. Fugsi insulin
berperan penting untuk menjaga nilai glukosa plasma dalam
kisaran yang relatif sempit sepanjang hari (homeostasis glukosa).
Kerja utama insulin adalah:
1) Di hati, insulin mendorong glikolisis dan penyimpanan glukosa
sebagai glikogen (glikogenesis), serta konversi glukosa menjadi
trigliserida,
2) Di otot,insulin mendorong pengambilan glukosa dan
penyimpanannya sebagai glikogen.
3) di jaringan adiposa, insulin meningkatkan ambilan glukosa dan
konversinya menjadi trigliserida untuk disimpan.
b. Amylin (peptida terkait diabetes)
Sel beta pulau pankreas. Ini disekresikan bersama dengan insulin
sebagai respons terhadap asupan kalori (keadaan makan). Sel
target: Sel alfa pulau pankreas dan hipotalamus. Fungsi fisiologis:
menekan sekresi glukagon dari sel alfa pulau di pankreas melalui
interaksi parakrin antara sel beta dan sel alfa. Amylin juga
memperlambat pengosongan lambung yang menunda penyerapan
glukosa dari usus kecil ke dalam sirkulasi. Juga, merangsang pusat
kenyang otak untuk membatasi konsumsi makanan.
c. Glukagon
Sintesis: Produk gen awal adalah mRNA yang mengkode
preproglukagon. Sebuah peptidase menghilangkan urutan sinyal
preproglukagon selama translasi mRNA dalam retikulum
endoplasma kasar untuk menghasilkan proglukagon. Protease
dalam sel alfa selanjutnya membelah proglukagon menjadi molekul
glukagon matang. Fungsi fisiologis: Glukagon bekerja secara
eksklusif pada hati untuk melawan efek insulin pada hepatosit. Ini
meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis. Ini juga
mempromosikan oksidasi lemak, yang dapat menyebabkan
pembentukan badan keton.
d. Somatostatin
Glukagon merangsang sekresi somatostatin melalui interaksi
parakrin antara sel alfa dan sel delta pulau pankreas. Fungsi
fisiologis: Somatostatin menghambat sekresi beberapa hormon,
termasuk hormon pertumbuhan.
2. Anatomi dan Fisiologi Kulit
Menurut Yousef et al (2021), kulit adalah organ terbesar dalam
tubuh dan menutupi seluruh permukaan luar tubuh. Ini terdiri dari tiga
lapisan, epidermis, dermis, dan hipodermis, ketiganya sangat
bervariasi dalam anatomi dan fungsinya. Struktur kulit terdiri dari
jaringan rumit yang berfungsi sebagai penghalang awal tubuh terhadap
patogen, sinar UV, dan bahan kimia, dan cedera mekanis. Ini juga
mengatur suhu dan jumlah air yang dilepaskan ke lingkungan.
a. Epidermis
Lapisan kulit terluar, memberikan penghalang tahan air dan
menciptakan warna kulit kita..
b. Dermis
Dermis, di bawah epidermis, mengandung jaringan ikat yang kuat,
folikel rambut, dan kelenjar keringat
c. Subkutis
Jaringan subkutan yang lebih dalam (hipodermis) terbuat dari
lemak dan jaringan ikat.
3. Anatomi Fisiologi Kaki
Menurut Robberecht et al (2017), anatomi kaki dapat dibagi menjadi
tiga bagian: kaki depan, kaki tengah, dan kaki belakang. Ada tulang,
sendi, otot, tendon, dan ligamen di masing-masing bagian ini.
a. Kaki depan
Sesuai namanya, bagian depan adalah bagian paling depan dari
kaki yang meliputi jari kaki dan bola kaki. Itu terdiri dari beberapa
bagian.
1) Falang: Ini adalah jari-jari kaki. Mereka terdiri dari total 14
tulang: dua untuk jempol kaki dan tiga untuk masing-masing
dari empat jari lainnya.
2) Metatarsal: Ini adalah lima tulang panjang yang memanjang
dari pangkal setiap jari kaki ke bagian tengah kaki. Tulang
metatarsal pertama mengarah ke jempol kaki dan berperan
penting dalam propulsi (gerakan ke depan). Tulang metatarsal
kedua, ketiga, dan keempat memberikan stabilitas pada kaki
depan.
3) Tulang sesamoid: Ini adalah dua tulang kecil berbentuk oval di
bawah metatarsal pertama di bagian bawah (permukaan
plantar) kaki. Itu tertanam dalam tendon di kepala tulang
(bagian terdekat dengan jempol kaki). Perannya adalah untuk
memperkuat dan mengurangi stres pada tendon.
b. Kaki tengah
Bagian kaki ini terdiri dari lima tulang berbentuk tidak beraturan
yang disebut tarsal. Mereka diberi nama paku navicular, kuboid,
dan medial, intermediate, dan lateral. Bersama-sama, tarsal
membentuk lengkungan kaki. Lengkungan memainkan peran kunci
dalam menahan beban dan stabilitas kaki.
c. Kaki belakang
Hanya ada dua tulang besar di bagian kaki ini:
1) Calcaneus: Ini adalah kaki besar di tumit kaki, juga dikenal
sebagai tulang tumit. Fungsi utamanya adalah untuk
memindahkan sebagian besar berat badan dari kaki ke tanah.
2) Talus: Ini adalah tulang yang berada di antara kalkaneus dan
dua tulang kaki bagian bawah (tibia dan fibula). Ini membantu
mentransfer berat dan tekanan melintasi sendi pergelangan
kaki.
b. Sendi
Sendi adalah tempat bertemunya dua tulang. Di kaki, setiap
jempol kaki memiliki dua sendi: sendi metatarsophalangeal di
dasar jari kaki dan sendi interphalangeal tepat di atasnya. Empat
jari lainnya memiliki tiga sendi masing-masing: sendi
metatarsophalangeal di dasar jari kaki, sendi interphalangeal
proksimal di tengah jari kaki, dan sendi phalangeal distal paling
dekat dengan ujung jari kaki.
c. Otot
Otot-otot yang mengontrol gerakan kaki berasal dari kaki bagian
bawah dan melekat pada tulang di kaki dengan tendon. Ini adalah
otot-otot utama yang memfasilitasi gerakan di kaki:

1) Tibialis posterior: Otot yang menopang lengkungan kaki


2) Tibialis anterior: Otot yang memungkinkan kaki untuk
bergerak ke atas
3) Peroneus longus dan brevis: Otot-otot yang mengontrol
gerakan di bagian luar pergelangan kaki
4) Ekstensor: Otot-otot yang mengangkat jari-jari kaki agar
memungkinkan untuk melangkah
5) Fleksor: Otot-otot yang menstabilkan jari-jari kaki dan
menggulungnya di bawah
d. Tendon
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa yang melekatkan otot ke
tulang. Ada tiga tendon utama yang membantu memfasilitasi
gerakan kaki, termasuk fleksi (membungkuk ke depan kaki) dan
dorsofleksi (membungkuk ke belakang kaki):
1) Tendon Achilles: Ini adalah tendon kaki yang paling menonjol
yang membentang dari otot betis ke tumit. Ini adalah tendon
terkuat dan terbesar di tubuh yang memungkinkan untuk
berlari, melompat, menaiki tangga, dan berdiri di atas jari kaki
2) Tibialis posterior: Tendon ini menempelkan otot betis ke
tulang di bagian dalam kaki dan menopang lengkungan kaki.
3) Tibialis anterior: Ini berjalan dari tulang luar kaki bagian
bawah ke tarsal dan metatarsal pertama yang memungkinkan
dorsofleksi.
e. Ligamen
Ligamen adalah jaringan ikat fibrosa yang menghubungkan tulang
dengan tulang. Ini adalah ligamen utama kaki:
a. Plantar fascia: Ini adalah ligamen kaki terpanjang yang
membentang dari tumit ke jari kaki untuk membentuk
lengkungan. Plantar fascia memberikan kekuatan untuk
berjalan dan membantu keseimbangan.
b. Plantar calcaneonavicular: Ini adalah ligamen yang
menghubungkan kalkaneus ke talus. Perannya adalah untuk
menopang kepala talus.
c. Calcaneocuboid: Ini adalah ligamen yang menghubungkan
kalkaneus ke tulang tarsal. Ini membantu plantar fascia
mendukung lengkungan kaki.
B. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi Diabetic Foot Ulcer
Diabetic Foot Ulcer atau Ulkus Kaki Diabetik merupakan
komplikasi umum dari penyakit diabetes mellitus (Mehraj, 2018). Ulkus
kaki diabetik memiliki berbagai penyebab, seringkali termasuk iskemia
perifer, neuropati atau keduanya. Penyembuhan ulkus memakan waktu
berminggu-minggu atau berbulan-bulan, dan sepertiga dari ulkus tidak
pernah sembuh dengan amputasi sebagai konsekuensinya (Smith et al.,
2017).
Ulkus Kaki Diabetik adalah cedera pada seluruh lapisan kulit,
nekrosis atau gangren yang biasanya terjadi pada telapak kaki, sebagai
akibat dari neuropati perifer atau penyakit arteri perifer pada pasien
diabetes mellitus (DM). Ulkus kaki diabetik meliputi nekrosis atau
gangren. Gangren diabetik adalah kematian jaringan yang disebabkan
oleh penyumbatan pembuluh darah (nekrosis iskemik) akibat mikroemboli
aterotrombosis dari penyakit pembuluh darah perifer oklusif yang
menyertai penderita diabetes sebagai komplikasi kronis dari penyakit
diabetes itu sendiri (Rosyid, 2017).
2. Klasifikasi
Ulkus kaki diabetik umumnya diklasifikasikan menurut klasifikasi
Wagner. Klasifikasi Wagner menilai kedalaman ulkus dan adanya
osteomielitis atau gangren.
Tabel 2.1 Klasifikasi Wagner dari Diabetic Foot Ulcer (Mehraj, 2018).
Grade Keterangan
Grade 0

Tidak ada ulkus pada pasien


akan tetapi kaki berisiko tinggi
terjadinya luka.

Grade 1 Ulkus superfisial prematur


Grade 2

Ulkus lebih dalam, mengenai tendon,


ligamen, otot, sendi, tidak terkena
tulang, tanpa selulitis atau abses.

Grade 3

Ulkus yang lebih dalam sudah


merupakan komplikasi tulang yang
sering dari osteomielitis, abses atau
selulitis.

Grade4

Gangren yang terdapat pada kaki


bagian depan atau tumit.

Grade5 Gangren yang meluas meliputi


seluruh kaki.
3. Etiologi
Neuropati perifer, penyakit pembuluh darah perifer dan infeksi
merupakan tiga faktor utama terjadinya ulkus kaki diabetik yang dapat
menyebabkan gangren dan amputasi (Aalaa et al., 2012). Menurut
Rosyid (2017), Ada beberapa komponen penyebab munculnya ulkus kaki
diabetik pada pasien diabetes, dapat dibagi menjadi dua faktor besar,
yaitu
a. Neuropati perifer (sensorik, motorik, otonom)
Neuropati diabetik adalah jenis kerusakan saraf yang dapat
terjadi pada penderita diabetes yang tidak terkontrol dapat membuat
iskemik pada jaringan perifer sehingga menyebabkan neuropati
perifer. Gula darah tinggi (glukosa) dapat melukai saraf di seluruh
tubuh. Neuropati diabetik paling sering merusak saraf di kaki.
Neuropati sensorik biasanya cukup dalam (>50%) sebelum
mengalami kehilangan sensasi protektif yang mengakibatkan
kerentanan terhadap trauma fisik dan termal, sehingga meningkatkan
risiko ulkus kaki. Tidak hanya sensasi nyeri dan tekanan yang hilang,
tetapi sensasi posisi kaki juga hilang.
Neuropati motorik mempengaruhi semua otot di kaki, yang
mengakibatkan penonjolan tulang abnormal, bentukr normal kaki
berubah, deformitas khas seperti hammer toe dan hallux rigidus yaitu
kelainan bentuk kaki di mana jempol kaki bengkok di sendi dasar dan
mengarah ke jari kaki lainnya, bukan lurus ke depan. Adapun
neuropati otonom yang ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat
dan peningkatan secondary capillary refill akibat arteriovenous shorts
di kulit, memicu fisura, skin crust, semuanya membuat kaki rentan
terhadap trauma yang ringan sekalipun.
b. Plantar fasciitis
Keadaan ini terkait dengan dua hal: keterbatasan mobilitas sendi
(sendi pergelangan kaki, subtalar dan metatarsophalangeal pertama)
dan kelainan bentuk kaki. Pada pasien dengan neuropati perifer,
dengan tekanan plantar tinggi, dalam waktu 2,5 tahun akan terjadi
ulkus kaki.
4. Patofisiologi
Menurut Bandyk (2018), Pada pasien DM terjadi peningkatan
risiko utama terjadinya dan berkembangnya ulkus kaki diabetik yaitu
neuropati perifer, penyakit pembuluh darah perifer dan gangguan respon
terhadap infeksi. Selain itu, pada DM terdapat gangguan penyembuhan
luka yang meningkatkan risiko infeksi. Neuropati pada DM bermanifestasi
terhadap motorik, sensorik dan otonom. Kerusakan persarafan otot
tungkai menyebabkan ketidakseimbangan antara fleksi dan ekstensi
tungkai, sehingga terjadi deformitas dan perubahan titik tekan. Lambat
laun akan menyebabkan kerusakan kulit yang berkembang menjadi bisul.
Neuropati otonom menurunkan aktivitas kelenjar minyak dan keringat
sehingga kelembapan kaki berkurang dan rentan cedera. Neuropati
sensorik menurunkan ambang nyeri sehingga sering tidak menyadari
adanya luka hingga luka semakin parah.
Pada arteri perifer, hiperglikemia menyebabkan disfungsi endotel
dan otot pembuluh darah, serta penurunan produksi vasodilator oleh
endotel sehingga terjadi konstriksi. Hiperglikemia pada DM meningkatkan
tromboksan A2, yaitu vasokontriktor dan agregat agregat trombosit,
sehingga meningkatkan risiko hiperkoagulabilitas plasma. Hipertensi dan
dislipidemia juga berkontribusi terhadap terjadinya penyakit arteri perifer.
Penjelasan di atas akan menyebabkan penyakit arteri oklusif yang
kemudian menyebabkan iskemia pada ekstremitas bawah dan
meningkatkan risiko tukak. Ulkus yang terbentuk akan mudah terinfeksi,
berkembang menjadi gangren dan berakhir dengan amputasi tungkai
bawah (amputasi bawah lutut). Pada DM terjadi penurunan kemampuan
penyembuhan jaringan lunak perifer yang berujung pada ulkus. Pada
diabetes, terutama pada stadium lanjut dimana struktur jaringan kulit,
saraf, pembuluh darah dan jaringan pendukung lainnya telah rusak,
sehingga kontrol glukosa darah tidak lagi cukup untuk memperbaikinya.
Lambatnya penyembuhan luka pada DM akan meningkatkan risiko
komplikasi luka yang selanjutnya akan memperlambat penyembuhan
luka.
5. PATHWAY
6. Manifestasi Klinik
Menurut ADA (2018), tanda gejala yang nampak adalah ditemukan pada
pemeriksa fisik antara lain: kalus hipertrofik, kuku rapuh atau patah,
hammer toe dan fisura. Sedangkan tanda gejala yang muncul pada kaki
diabetik secara umum terbagi jadi dua yaitu:
a. Ulkus neuropatik
Kaki hangat, perfusi masih baik dengan denyut masih teraba, keringat
berkurang, kulit kering dan pecah-pecah.
a. Ulkus neuroiskemik
Kaki lebih dingin, pulsasi tidak teraba, kulit tipis, halus dan tanpa
rambut, atrofi jaringan subkutan, klaudikasio intermiten, dan nyeri saat
istirahat.
7. Komplikasi
Menurut Oliver (2021), terdapat beberapa komplikasi yang paling
ditakuti adalah amputasi ekstremitas. Komplikasi lain termasuk gangren
kaki, osteomielitis, deformitas permanen, dan risiko sepsis.
a. Gangren Kaki
Gangren adalah kematian jaringan tubuh karena kurangnya aliran
darah atau infeksi bakteri yang serius.
b. Osteomielitis
Osteomielitis adalah infeksi yang terjadi pada tulang. Infeksi dapat
mencapai tulang melalui aliran darah atau menyebar dari jaringan
terdekat. Infeksi juga dapat dimulai di tulang itu sendiri jika cedera
membuat tulang terkena bakteri.
c. Deformitas Permanen
Deformitas adalah segala jenis cacat atau distorsi yang membuat
bagian tubuh memiliki ukuran atau bentuk yang berbeda dari
biasanya.
d. Risiko Sepsis
Sepsis adalah respons ekstrem tubuh terhadap infeksi. Ini adalah
keadaan darurat medis yang mengancam jiwa. Sepsis terjadi ketika
infeksi yang sudah Anda miliki memicu reaksi berantai di seluruh
tubuh.
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Rosyid (2017), pemeriksaan diabetes mellitus meliputi
beberapa hal berikut :
a. Penilaian kemungkinan insufisiensi vaskular
Pemeriksaan fisik menunjukkan hilangnya atau penurunan denyut
nadi perifer di bawah tingkat tertentu. Temuan lain yang berhubungan
dengan penyakit aterosklerotik termasuk bruit pada arteri iliaka dan
femoralis, atrofi kulit, rambut rontok pada kaki, sianosis pada jari kaki,
ulserasi dan nekrosis iskemik, kedua kaki pucat saat kaki diangkat
setinggi jantung selama 1- 2 menit. Pemeriksaan vaskular noninvasif
meliputi pengukuran oksigen transkutan, indeks anklebrachial (ABI),
tekanan sistolik jari kaki. Ankle brachial index merupakan
pemeriksaan noninvasif yang mudah dilakukan dengan
menggunakan alat doppler.
b. Penilaian kemungkinan neuropati perifer
Tanda-tanda neuropati perifer termasuk hilangnya sensasi getaran
dan posisi, hilangnya refleks tendon dalam, ulserasi tropis, foot drop,
atrofi otot dan pembentukan kalus hipertrofik terutama di daerah
tekanan, di tumit misalnya. Status neurologis dapat diperiksa
menggunakan monofilamen Semmes-Weinsten untuk menentukan
apakah pasien masih memiliki "sensasi protektif”.
c. Pemeriksaan laboratorium
1) Tes darah: leukositosis dapat mengindikasikan abses atau
infeksi lain pada kaki. Penyembuhan luka terhambat oleh adanya
anemia. Adanya insufisiensi arteri yang sudah ada, keadaan
anemia menyebabkan nyeri saat istirahat
2) Profil Metabolik: Pengukuran glukosa darah, glychemhemlobin
dan kreatinin serum membantu menentukan kecukupan regulasi
glukosa dan fungsi ginjal
3) Pemeriksaan laboratorium vaskular noninvasif: rekaman volume
nadi (PVR) atau plethymosgraphy
d. Pemeriksaan radiologi
1) Pemeriksaan polos kaki diabetik dapat menunjukkan
demineralisasi dan sendi charcot serta adanya osteomielitis
2) Computed tomographic (CT) scan dan magnetic resonance
Imanging (MRI): meskipun pemeriksa yang berpengalaman
dapat mendiagnosis abses dengan pemeriksaan fisik, CT scan
atau MRI dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis abses
jika pemeriksaan fisik tidak jelas
3) Pemindaian tulang masih dipertanyakan kegunaannya karena
hasil positif palsu dan negatif palsu yang besar. Penelitian
terbaru menyebutkan ciprofolxacin berlabel 99mTc sebagai
penanda untuk osteomielitis
4) Arteriografi konvensional: ketika pembedahan vaskular atau
endovaskular direncanakan, arteriografi diperlukan untuk
menunjukkan luas dan signifikansi penyakit aterosklerotik.
9. Penatalaksanaan Medis
Menurut ADA (2018), Tujuan utama dalam pengelolaan ulkus
diabetikum adalah penutupan luka. Pengobatan luka pada pasien DM
dilakukan secara terus menerus dengan jenis tindakan tergantung dari
beratnya ulkus dan ada tidaknya iskemia. Dasar terapi DFU adalah:
nekrotomi/debridement, mengurangi beban/tekanan pada area luka
(offloading), mengelola infeksi dengan mendiagnosis jenis bakteri,
memberikan antibiotik yang memadai dan pengobatan ulkus
menggunakan pembalut luka yang bersih dan lembab.
a. Debridement
Debridement adalah tindakan membuang benda mati, benda asing,
dan jaringan tidak sehat yang sulit pulih dari luka. Debridement harus
dilakukan pada semua luka kronis untuk menghilangkan jaringan
nekrotik dan debris. Tindakan ini dilakukan dengan menghilangkan
dasar luka abnormal dan jaringan tepi luka seperti hiperkeratosis
epidermal (kalus) dan jaringan dermal nekrotik, debris dan elemen
bakteri yang dapat menghambat penyembuhan luka. Dari beberapa
studi uji klinis, ditemukan bahwa debridement berperan dalam
membantu penyembuhan luka melalui produksi granulasi.
Ada 5 jenis debridement: pembedahan, enzimatik, autolitik, mekanik
dan biologik, hanya debridement bedah yang terbukti efektif dalam uji
klinis. Debridement bedah adalah debridement tajam untuk
menghilangkan semua jaringan dan tulang yang mati. Tujuan
debridement adalah untuk mengubah lingkungan penyembuhan luka
kronis menjadi penyembuhan luka akut. Debridement enzimatik,
menggunakan enzim proteolitik yang dirancang khusus seperti
kolagenase, papain/urea dari pepaya, kombinasi fibrinolisis/DNAse,
tripsin, streptokinase-streptodornase. Debridement autolitik, terjadi
secara alami pada ulkus yang sehat, lembab dan perfusi.
Debridement mekanis, dilakukan secara fisik dengan dressing kering-
basah,
b. Manajemen dari Infeksi Di antara pasien dengan diabetes yang
datang dengan luka kaki, sekitar setengahnya memiliki bukti klinis
infeksi. MENDEFINISIKAN INFEKSI Karena semua luka terbuka
akan dikolonisasi oleh mikroorganisme, kami mendefinisikan DFI
dengan adanya tanda dan gejala klasik peradangan. Karena temuan
ini dapat berubah pada pasien dengan neuropati perifer atau PAD
(ada pada kebanyakan kasus), beberapa klinisi menerima tanda
"sekunder", seperti jaringan granulasi yang rapuh atau kerusakan
luka, sebagai bukti infeksi. Mengklasifikasikan tingkat keparahan
infeksi menggunakan kriteria standar membantu untuk menentukan
pendekatan pengobatan dan prognosis. Dokter harus menyelidiki
luka kaki untuk menentukan kedalaman dan luasnya dan untuk
mencari tulang yang teraba, yang sangat sugestif dari osteomielitis.
Adanya temuan respon inflamasi sistemik, terutama demam atau
leukositosis, menentukan infeksi berat. Untuk semua kecuali DFI
yang paling ringan, dokter harus mendapatkan hitung darah lengkap,
serta rontgen polos untuk mencari benda asing, gas jaringan, atau
kelainan tulang.
c. Amputasi
Amputasi adalah salah satu pilihan tata laksana pada kasus kaki
diabetes. Sebagian besar infeksi kaki diabetes memerlukan intervensi
bedah, mulai dari tindakan yang minor (debridemen) hingga tindakan
mayor (amputasi).
10. Pengkajian Fokus Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan
Menurut Aisyah (2016), pengkajian keperawatan pada pasien dm dan
diabetic foot ulcer yaitu:
1) Identitas Pasien
Memiliki riwayat penyakit DM dan gangguan parifer. Aktivitas
fisik yang dilakukan di tempat kerja sering menyebabkan
perlukaan adanya benda tajam di sekitar lingkungan kerja
sehingga awal penyebab terjadinya luka bisa diakibatkan oleh
tertusuknya benda-benda tajam yang ada di sekitar.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Pada neuropati biasanya pasien tidak meyadarinya,
sedangkan pada iskemik perifer masih memiliki tanda
seperti menimbulkan nyeri
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Penilaian orang dengan ulkus diabetik memerlukan
riwayat terperinci mengenai penyakit ini, termasuk
penyebab terjadinya ulkus (misal trauma, penggunaan
alas kaki yang kurang tepat, dll), perawatan yang pernah
didilakukan, lama terjadinya ulkus, hasil dari perawatan
yang pernah dilakukan.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit DM, gangguan perifer, riwayat luka tidak
sembuh dan amputasi.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga dengan riwayat penyakit diabetes
memiliki risiko untuk mengalami penyakit yang sama.
Riwayat kesehatan keluarga menunjukkan kerentanan
genetik, lingkungan bersama, dan perilaku umum.
3) Pola Persepsi dan Tatalaksana Kesehatan
Riwayat merokok, jarang olahraga dan gaya hidup kurang
sehat
4) Pola Nutrisi Metabolik
Nutrisi seseorang dengan diabetes akan berpengaruh pada
penyembuhan luka. Pada pasien diabetes yang masih
mengkosumsi makanan tinggi gula maka hal tersebut akan
menghalangi proses pengobatan.
5) Pola Eleminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya (poliuri)
Kerusakan ginjal seperi nefropati diabetik merupakan
komplikasi dari penyakit ini juga.
6) Pola Tidur dan Istirahat
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka akan mempengaruhi
waktu tidur dan istirahat penderita sehingga pola tidur dan
waktu tidur penderita mengalami perubahan.
7) Pola Aktivitas
Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai
bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah
mengalami kelelahan.
8) Pola Sensori dan Pengetahuan
Penderita gangren cenderung mengalami neuropati/mati rasa
pada lukanya sehingga tidak sensitif terhadap trauma.
9) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pada penderita gangren kaki diabetik terjadi perubahan
persepsi dan pengelolaan hidup sehat akibat kurangnya
pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetik sehingga
menimbulkan persepsi negatif terhadap diri sendiri dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan
yang lama.
10) Pola Reproduksi dan Seksual
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah pada
organ reproduksi sehingga menimbulkan masalah pada
potensi seksual, kualitas dan gangguan ereksi, serta
berdampak pada proses ejakulasi dan orgasme.
11) Pola Penanggulangan Stres
Penting untuk menentukan kesejahteraan psikologis individu
dengan diabetes karena dapat mempengaruhi kemampuan
mereka untuk mengelola kondisi tersebut.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Keadaan umum pada pasien ulkus diabetik yaitu kelemahan,
susah berjalan/bergerak.
2) Tanda-Tanda Vital
Biasanya penderita diabetes akan mengalami hipertensi.
Sistem Penglihatan
Retinopati diabetik dapat ditemukan pada pemeriksaan sistem
visual.Sistem Persarafan
Neuropati terjadi saat saraf dari sistem saraf perifer rusak.
3) Sistem Muskuloskeletal
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan seperti kelemahan
pada otot, nyeri tulang, deformitas tulang, kesemutan,
parestesia, kram tungkai, dan osteomielitis.
Pemeriksaan fisik pada kaki diabetik meliputi:
a) Letak Luka
Lokasi luka atau letak luka dapat dijadikan sebagai
indikator kemungkinan terjadinya cidera sehingga
kejadian cidera dapat diminimalisir dengan
menghilangkan penyebab-penyebab yang ditimbulkan
oleh letak dan lokasi yang dapat menimbulkan cidera.
(1) Stadium Luka
(2) Warna Dasar Luka
Pengklasifikasian luka RYB (red, yellow, black)
(3) Klasifikasi Wagner
Klasifikasi Wagner terdiri dari: ulkus superficial
(stadium 0-1), ulkus dalam (stadium 2-3), dan
gangren (stadium 4-5).
(4) Bentuk dan Ukuran Luka
Mengetahui bentuk luka dan mengukur luka
merupakan komponen penting pada awal pengkajian,
yaitu sebagai pedoman kemajuan atau perburukan
kondisi luka.
b) Bau dan Eksudat
Penilaian bau yang tidak sedap dan jumlah eksudat pada
luka akan mendukung diagnosis infeksi atau tidak.
c) Status Vaskuler
Status vaskular perlui karena berkaitan dengan distribusi
oksigen yang cukup pada lapisan sel dan merupakan
elemen penting dalam proses penyembuhan luka.
d) Status Infeksi
(1) Infeksi lokal pada luka: jumlah eksudat yang
bertambah banyak dan menjadi lebih kental
(purulent), bau tidak sedap, penurunan panas, nyeri,
infeksi dapat meluas dengan cepat ke tulang
(osteomyelitis) bila tidak segera diatasi
(2) Infeksi sistemik pada tubuh: bertambahnya jumlah
leukosit dan makrofag melebihi batas normal, diikuti
dengan peningkatan suhu tubuh.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut
2. Hipertermi
3. Gangguan Mobilitas Fisik
4. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
5. Nausea
6. Perfusi Pertifer Tidak Efektif
7. Defisit Nutrisi
8. Gangguan Citra Tubuh
9. Resiko Infeksi
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
(SIKI)
(SDKI)
Nyeri Akut Kontrol Nyeri (L.08063) Manajemen Nyeri
(D.0077) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x Observasi :
24 Jam, Nyeri klien membaik, dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
1. Kemampuan mengenali onset nyeri dari skala 2 2. Identifikasi skala nyeri
cukup menurun meningkat menjadi skala 5 3. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas nyeri
2. Kemampuan menggunakan tekniknon- Teraupetik:
farmakologis dari skala 2 meingkat menjadi skala 1. Berikan teknik nonfarmakologis
5 2. Fasilitasi istirahatn dan tidur
3. Dukungan orang terdekat dari skala 2 cukup Edukasi :
menurun meningkat skala 5 1. Jelaskan penyebab , periode, dan pemicu nyeri
4. Keluhan nyeri dari skala 1(meningkat) menjadi 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
skala 4 cukup menurun Kolaborsi:
5. Penggunaan analgesic dri skala 1(meningkat) 1. Kolaborasi pemberian analgetik
menjadi skala 5 (menurun)
Hipertermi Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipertermia
(D.0130) Observasi :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 1. Identifikasi penyebab Hipertermia
24 Jam, Nyeri klien membaik, dengan kriteria hasil : 2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor luaran urine
1. Suhu tubuh dari skala 2 cukup memburuk, Teraupetik :
menjadi skala 5 membaik 1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Suhu kulit dari skala 2 cukup memburuk, menjadi 2. Berikan cairan oral
skala 5 membaik 3. Lakukan pendinginan eksternal
3. Pucat kulit dari skala 2 cukup memburuk, menjadi 4. Hindari pemberian antipiretik
skala 5 membaik Edukasi :
Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
Diagnosa
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
(SIKI)
(SDKI)
Gangguan Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan mobilisasi
Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
(D.0054) diharapkan mobilitas dapat meningkat dengan 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik:
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
2. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. mJelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
(mis. Duduk di tempat tidur)
Gangguan Integritas Kulit dan Jaringan (L.14125) Perawatan Integritas Kuli
Integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
Kulit/Jaringan diharapkan integritas kulit dan jaringan meningkat 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
(D.0129) dengan kriteria hasil : Terapeutik:
1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
2. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak
pada kulit kering
3. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
5. Anjurkan mandi dan menggunkan sabun secukupnya
Diagnosa
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
(SIKI)
(SDKI)
Perawatan Luk
Observasi:
1. Monitor karakteristik luka
2. Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik:
1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
2. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
nontoksik
3. Bersihkan jaringan nekrotik
4. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
5. Pasang balutan sesuai jenis luka
6. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan
luka
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan
protein
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur debridement
2. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

Nausea Tingkat Nausea Manajemen Mual


Setelah dilakukan asuhan keperawatanselama 3 x 24 Observasi
jam tingkat menurun dengan kriteria hasil:1. 1. Identifikasi pengalaman mual.
2. Identifikasi dampak mual terhadapkualitas hidup (mis:
1. Nafsu makan meningkat (5) nafsu makan,aktivitas, kinerja, tanggungjawab peran,
2. Keluhan mual menurun (5) dan tidur)
3. Perasaan ingin muntah menurun (5) 3. Identifikasi faktor penyebab mual4.
4. Perasaan asam dimulut menurun (5) 4. Monitor mual (mis. Frekuensi,durasi dan tingkat
5. Wajah pucat membaik (5) keparahan
5. Monitor asupan nutrisi dan kalori.
Diagnosa
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
(SIKI)
(SDKI)

Perfusi perifer  Perfusi Perifer (L.02011)  Perawatan luka kaki


tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 3 X 24 jam diharapkan (I. 11354)
status perfusi perifer membaik. 1. Obsevasi
Kreteria hasil: a. Identifikasi kaki yang biasa dilakukan
1. Penyembuhan luka cepat b. Periksa adanya iritasi, retak, lesi, kapalam,
2. Nyeri ektremitas bawah sinistra menurun keliananbentuk atau edema
3. Kelemahan otot menurun c. Periksa adanya ketebalan kuku atau perubahan
4. Nekrosis pada kaki sinitra menurun warna
5. Turgo kulit semakin membaik d. Monitor tingkat kelmbaban kaki
e. Monitor neuropati perifer dengan tes
monofilament semmes Weinstein
f. Monitor kadar gula darah atau nilai HbA1c <
7%
2. Terapeutik
a. Keringkan sela-sela jari
b. Berikan kelembaban kai
c. Lakukan perawatan luka sesuai kebutuhan
3. Edukasi
a. Informasikan pentingnya perawatan luka
b. Anjurkan menghondaro penekanan pada kaki
yang mengalami ulkus dengan menggnakan
tongkat
Defisit nutrisi  Status Nutrisi (L.03030)  Manajemen Nutrisi (I.03119)
(D.0019) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam 1. Observasi
diharapkan status nutrisi membaik. a. Identifikasi status nutrisi
Kriteria hasil: b. Identifiksai alergi dan intoleransi makanan
1. Nafsu makan meningkat c. Identifikasi makanan yang di sukai
2. Pengetahuan tentang piihan makanan yang sehat d. Monitor asupan makanan
meningkat e. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
3. Pengetahuan tentang piihan minuman yang sehat
Diagnosa
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
(SIKI)
(SDKI)
meningkat 2. Terapeutik
4. Pengetahuan tentang strantar asupan nutrisi a. Lakukan oral hygiene sebelum makan
yang tepat b. Berikan suplemen makanan
5. Nyeri abdomen menurun 3. Edukasi
Anjurkan posisi duduk
4. Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
Gangguan Citra  Citra Tubuh (L. 09067)  Promosi citra tubuh (I. 09305)
Tubuh (D.0083) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam 1. Observasi
diharapkan gangguan citra tubuh meningkat. a. Identifiksai harapan citra tubuh berdasarkan
Kriteria Hasil: tahap perkembangan
1. Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan b. Identifikasi perubahan citra tubuh yang
tubuh menurun mengakibatkan isolasi sosial
2. Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan atau c. Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri
reaksi orang lain menurun sendiri
3. Verbalisasi perubahan gaya hidup menurun 2. Terapeutik
4. Respon nonverbal pada perubahan tubuh a. Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
membaik b. Diskusikan perbedaan penampilan fisik
5. Hubungan sosial membaik terhadap harga diri
c. Diskusikan persepsi pasien dan keluarga
tentang perubahan citra tubuh
3. Edukasi
a. Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan
perubahan citra tubuh
b. Anjurkan mengikuti kelompok pendukung
c. Latih fungsi tubuh yang dimiliki
d. Latih peningkatan penampilan diri
Resiko infeksi Tingkat infeksi (L. 14137) Pencegahan Infeksi (I.14539)
(D.0142) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam Observasi
f. diharapkan tingkat infeksi menurun. Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik
Diagnosa
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
(SIKI)
(SDKI)
Kriteria Hasil: Terapeutik
1. Kemerahan menurun 1. Batasi jumlah pngunjung
2. Bengkak menuruncairan 2. Berikan perawatan kulit
3. Berbau busuk menurun 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
4. Gangguan kognitif menurun pasien dan lingkungan
4. Pertahankan teknih aseptik
a. Edukasi
b. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
c. Ajarkan cara memriksa kondisi luka
d. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
e. Kolaborasi
f. Kolaborasi pemberian obat

Sumber: SDKI, SLKI, SIKI 2019-2020


DAFTAR PUSTAKA

Aalaa, M., Malazy, O. T., Sanjari, M., Peimani, M., & Mohajeri-Tehrani, M. R.
(2012). Nurses’ role in diabetic foot prevention and care; a review. Journal
of Diabetes and Metabolic Disorders, 11(1).
https://link.springer.com/10.1186/2251-6581-11-24
American Diabetes Association. (2018). Diabetic foot complications. Journal of
Wound Care, 6(1), 4–8.
http://www.magonlinelibrary.com/doi/10.12968/jowc.1997.6.1.4
Bandyk, D. F. (2018). The diabetic foot: Pathophysiology, evaluation, and
treatment. Seminars in Vascular Surgery, 31(2–4), 43–48.
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0895796719300110
El Sayed SA, Mukherjee S. Physiology, Pancreas. [Updated 2021 May 9]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459261/
Mehraj, D. M. (2018). A review of Wagner classification and current concepts in
management of diabetic foot. International Journal of Orthopaedics
Sciences, 4(1n), 933–935.
http://www.orthopaper.com/archives/?
year=2018&vol=4&issue=1&part=N&ArticleId=813
Oliver TI, Mutluoglu M. Diabetic Foot Ulcer. [Updated 2021 Aug 19]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
Jan-.
Robberecht, Joris MD; Vandeputte, Geoffroy MD; Van Glabbeek, Francis MD;
Jonkers, Iles MD; Boey, Hannelore MD Anatomy Revisited: Medial
Longitudinal Foot Arch, Journal of the American Academy of Orthopaedic
Surgeons: September 2017 - Volume 25 - Issue 9 
Rosyid, F. N. (2017). Etiology, pathophysiology, diagnosis and management of
diabetics’ foot ulcer. International Journal of Research in Medical Sciences,
5(10), 4206. http://www.msjonline.org/index.php/ijrms/article/view/3736
Smith-Strøm, H., Iversen, M. M., Igland, J., Østbye, T., Graue, M., Skeie, S., Wu,
B., & Rokne, B. (2017). Severity and duration of diabetic foot ulcer (DFU)
before seeking care as predictors of healing time: A retrospective cohort
study. PLoS ONE, 12(5), 1–15.
https://dx.plos.org/10.1371/journal.pone.0177176
PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Yousef H, Alhajj M, Sharma S. Anatomy, Skin (Integument), Epidermis. [Updated
2021 Nov 19]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL)

Anda mungkin juga menyukai