Makalah Kesehatan Kerja Bidang Pertambangan 6

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

KESEHATAN KERJA
BIDANG PERTAMBANGAN

OLEH :

NAMA NIS

IRMA 0053297814
RISMA 0053297825
ALIA 0058505925

GEOLOGI PERTAMBANGAN
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 LUWU TIMUR
LUWU TIMUR
2020

i
MAKALAH

KESEHATAN KERJA BIDANG


PERTAMBANGAN

Dibuat untuk Memenuhi Salah Satu Ketuntasan Nilai pada Mata


Pelajaran K3LH

OLEH :

NAMA NIS

IRMA 0053297814
RISMA 0053297825
ALIA 0058505925

GEOLOGI PERTAMBANGAN
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 LUWU TIMUR
LUWU TIMUR
2020

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan sebagaiman mestinya. Salam

serta shalawat senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kami dibidang studi

K3LH. Adapun judul makalah ini adalah “Kesehatan Kerja Bidang Pertambangan”.

Kami menyadari di dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan,

sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun, untuk perbaikan

penulisan makalah selanjutnya.

Akhirnya kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang

telah turut membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat

memberikan manfaat dan konstribusi positif bagi kita semua.

Malili, Maret 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II KESEHATAN KERJA MENURUT


PERUNDANG-UNDANGAN ............................................................... 3

A. PP No. 88 Tahun 2019 .............................................................................. 3

B. UU RI No. 1 Tahun 1970 ......................................................................... 13

C. PMTKT No. 3Tahun 1982 ....................................................................... 15

D. UU RI No. 23 Tahun 1992 ....................................................................... 19

E. PMTKT No. 02 Tahun 1980 .................................................................... 19

BAB III PENYAKIT AKIBAT KERJA DI LINGKUNGAN


PERTAMBANGAN ............................................................................... 24

A. PP No. 88 Tahun 2019 .............................................................................. 25

BAB IV PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN ...................... 27

A. PMTKT RI No. 15 Tahun 2008 ............................................................... 27

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 36

A. Kesimpulan ............................................................................................... 36

B. Saran ......................................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 38

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : pemeriksaan Pekerja ......................................................................... 19

Gambar 2 : Pneumoconiosis ................................................................................. 24

Gambar 3 : Kecelakaan Kerja .............................................................................. 27

Gambar 4 : Fasilitas P3K ..................................................................................... 28

Gambar 5 : Tandu ................................................................................................. 35

v
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan kerja merupakan salah satu bidang kesehatan masyarakat yang

berada di sektor formal maupun informal. Kesehatan kerja bertujuan agar

pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental

maupun sosial. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan usaha-usaha preventif,

kuratif, atau rehabilitatif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang

disebabkan oleh faktor pekerjaan, lingkungan kerja serta penyakit umum.

Kesehatan kerja dapat dicapai secara optimal jika tiga komponen kerja berupa

kapasitas pekerja, beban kerja, dan lingkungan kerja dapat berinteraksi secara

baik dan serasi.

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Dalam bekerja keselamatan dan kesehatan kerja(K3) merupakan faktor

yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit

atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga, dan

lingkungannya. Banyak perkerja yang meremehkan resiko kerja, sehingga tidak

menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.

Penyakit akibat kerja adalah gangguan kesehatan yang dialami oleh

seseorang akibat rutinitas atau paparan zat tertentu di tempat kerja. Ada beragam

jenis penyakit akibat kerja, dan masing-masing memiliki pemicu atau penyebab

yang berbeda.
Pertolongan pertama adalah pemberian pertolongsan segera kepada

penderita sakit atau cidera/kecelakaan yang memerlukan penanganan medis

dasar. Meski hanya mengguanakan peralatan sederhana, P3K bisa menjadi salah

satu solusi untuk memberi pertolongan secara tepat dan cepat.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui perundangan-undangan apa saja yang mengatur tentang

kesehatan kerja

2. Untuk mengetahui penyakit apa saja yang ditimbulkan akibat kerja di

lingkungan pertambangan

3. Untuk mengetahui bagaimana pertolongan pertama pada kecelekaan kerja

2
BAB II
KESEHATAN KERJA MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN

A. Peraturan Pemerintah No.88 Tahun 2019

Dalam peraturan pemerintah No.88 Tahun 2019, pada bab 1 ketentuan

umum pasal 1 tertera:

1. Kesehatan Kerja adalah upaya yang ditujukan untuk melindungi setiap orang

yang berada di Tempat Kerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan

kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan dari pekerjaan.

2. Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan

atau lingkungan kerja.

3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang

digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan,baik promotif,

preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat,

pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

4. Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka,

bergerak atau tetap, letak pekera bekerja, atau yang sering dimasuki pekerja

untuk keperluan suatu usaha dan terdapat sumber bahaya sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang

kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil

Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


6. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangan daerah otonom.

7. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan dirinya dalam

bidang kesehatan serta memlliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui

pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan

kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

8. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah,

atau imbalan dalam bentuk lain.

9. Pengurus atau Pengelola Tempat Kerja adalah orang yang mempunyai tugas

memimpin langsung sesuatu Tempat Kerja atau bagiannya yang berdiri

sendiri.

10. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau

badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara

yang mempekerjakan Aparatur Sipil Negara, Prajurit Tentara Nasional

Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan membayar

gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.

Adapun pada bab 2 tentang penyelenggaraan kesehatan kerja bagian ke 1

umum pasal 2 dimaksudkan sebagai berikut:

1. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat bertanggung jawab

dalam penyelenggaraan Kesehatan Kerja secara terpadu, menyeluruh, dan

berkesinambungan.

4
2. Penyelenggaraan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi upaya:

a. Pencegahan penyakit;

b. Peningkatan kesehatan;

c. penanganan penyakit; dan

d. pemulihan kesehatan.

3. Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan

standar Kesehatan Kerja.

4. Standar Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diiaksanakan

dengan memperhatikan Sistem Kesehatan Nasional dan kebijakan keselamatan

dan Kesehatan Kerja nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Adapun pada bab 2 pasal 3 dimaksudkan sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

ditujukan kepada setiap orang yang berada di Tempat Kerja.

2. Penyelenggaraan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib

dipenuhi oleh Pengurus atau Pengelola Tempat Kerja dan Pemberi Kerja di

semua Tempat Kerja.

Adapun pada bab 2 bagian kedua standar kesehatam kerja pasal 4, dalam

upaya pencegahan penyakit meliputi:

1. identifikasi, penilaian, dan pengendalian potensi bahaya kesehatan;

2. pemenuhan persyaratan kesehatan lingkungan kerja;

3. pelindungan kesehatan reproduksi;

5
4. pemeriksaan kesehatan;

5. penilaian kelaikan bekerja;

6. pemberian imunisasi dan/atau profilaksis bagi Pekerja berisiko tinggi;

7. pelaksanaan kewaspadaan standar; dan

8. surveilans Kesehatan Kerja.

Adapun pada bab 2 pasal 5 Standar Kesehatan Kerja dalam upaya

peningkatan kesehatan meliputi:

1. peningkatan pengetahuan kesehatan;

2. pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat;

3. pembudayaan keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja;

4. penerapan gizi kerja; dan

5. peningkatan kesehatan fisik dan mental.

Adapun pada bab 2 pasal 6 sebagai berikut:

1. Standar Kesehatan Kerja dalam upaya penanganan penyakit meliputi:

a. pertolongan pertama pada cedera dan sakit yang terjadi di Tempat Kerja;

b. diagnosis dan tata laksana penyakit; dan

c. penanganan kasus kegawatdaruratan medik dan/atau rujukan.

2. Pertolongan pertama pada cedera dan sakit yang terjadi di Tempat Kerja

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib dilaksanakan di Tempat

Kerja.

3. Diagnosis dan tata laksana penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

b dilakukan terhadap Penyakit Akibat Kerja dan bukan Penyakit Akibat Kerja,

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6
4. Penanganan kasus kegawatdaruratan medik sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf c meliputi penanganan lanjutan setelah pertolongan pertama terhadap

cedera, kasus keracunan, dan gangguan kesehatan lainnya yang memerlukan

tindakan segera, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6. Jika dalam diagnosis dan tata laksana Penyakit Akibat Kerja sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) ditemukan kecacatan, dilakukan penilaian kecacatan.

7. Hasil penilaian kecacatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) digunakan

sebagai pertimbangan untuk mendapatkan jaminan kecelakaan kerja sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Adapun pada bab 2 pasal 7 tertera sebagai berikut:

1. Standar Kesehatan Kerja dalam upaya pemulihan kesehatan meliputi:

a. pemulihan medis; dan

b. pemulihan kerja.

2. Pemulihan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan

sesuai dengan kebutuhan medis.

3. Pemulihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan

melalui program kembali bekerja.

Adapun pada bab 2 pasal 8 tertera sebagai berikut:

1. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar Kesehatan Kerja sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 diatur dengan:

7
a. Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

kesehatan, untuk standar Kesehatan Kerja yang bersifat teknis kesehatan;

dan

b. Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

ketenagakerjaan, untuk penerapan standar Kesehatan Kerja bagi Pekerja di

perusahaan.

2. Penerapan standar Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

sampai dengan Pasal 7 dapat dikembangkan oleh kementerian/lembaga terkait

didukung oleh:

a. sumber daya manusia;

b. Fasilitas Pelayanan Kesehatan;

3. peralatan Kesehatan Kerja; dan

4. pencatatan dan pelaporan.

Adapun pada bab 2 pasal 10 sebagai berikut:

1. Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a terdiri atas

Tenaga Kesehatan dan tenaga nonkesehatan.

2. Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki

kompetensi di bidang kedokteran kerja atau Kesehatan Kerja yang diperoleh

melalui pendidikan dan/atau pelatihan.

3. Pendidikan di bidang kedokteran kerja atau Kesehatan Kerja sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

8
4. Pelatihan di bidang kedokteran kerja atau Kesehatan Kerja sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah

Daerah, dan/atau masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

5. Pelatihan di bidang kedokteran kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

ditujukan khusus bagi dokter yang harus memuat materi mengenai diagnosis

Penyakit Akibat Kerja dan penetapan kelaikan kerja dan program kembali

kerja.

6. Pelatihan di bidang Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

paling sedikit meliputi pelatihan Kesehatan Kerja atau higiene perusahaan

keselamatan dan Kesehatan Kerja.

7. Pelatihan Kesehatan Kerja atau higiene perusahaan keselamatan dan Kesehatan

Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dikembangkan sesuai dengan

kebutuhan pelayanan Pekerja dan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

Pada bab 2 pasal 11 sebagai berikut:

Pelatihan kedokteran kerja, Kesehatan Kerja atau higiene perusahaan

keselamatan dan Kesehatan Kerja dikecualikan bagi Tenaga Kesehatan yang telah

memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan formal di bidang

kedokteran kerja atau Kesehatan Kerja.

Pada bab 2 pasal 12 sebagai berikut:

1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b

dapat berbentuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama atau Fasilitas

9
Pelayanan Kesehatan tingkat lanjutan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

2. Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat dilaksanakan melalui kerja

sama dengan pihak lain.

3. Jika penyelenggaraan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja melakukan upaya

penanganan penyakit dan pemulihan kesehatan maka di Tempat Kerja harus

tersedia Fasilitas Pelayanan Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Adapun pada bab 2 pasal 13 sebagai berikut:

Peralatan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c

merupakan peralatan untuk pengukuran, pemeriksaan, dan peralatan lainnya

termasuk alat pelindung diri sesuai dengan faktor risiko/bahaya keselamatan dan

Kesehatan Kerja di Tempat Kerja.

Adapun pada bab 2 pasal 14 sebagai berikut:

1. Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d

dilaksanakan oleh Pemberi Kerja, Pengurus atau Pengelola Tempat Kerja,

dan/atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

2. Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan

secara berjenjang kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam

rangka surveilans Kesehatan Kerja.

3. Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

10
Adapun pada bab 3 tentang pendanaan pasal 15, dimaksudkan sebagai

berikut.

Pendanaan penyelenggaraan Kesehatan Kerja dapat bersumber dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, anggaran pendapatan dan belanja

daerah, masyarakat, atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada bab 4 tentang peran serta masyarakat pasal 16, dimaksudkan:

1. Masyarakat berperan serta dalam pelaksanaan Kesehatan Kerja untuk

mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

2. Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dilaksanakan melalui:

a. perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, penilaian, dan pengawasan;

b. pemberian bantuan sarana, tenaga ahli, dan finansial;

c. dukungan kegiatan penelitian dan pengembangan Kesehatan Kerja;

d. pemberian bimbingan dan penyuluhan serta penyebarluasan informasi; dan

e. sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan

kebijakan dan/atau pelaksanaan Kesehatan Kerja.

Pada bab 4 tentang pembinaan dan pengawasan bagian kesatu pasal 17,

dimaksudkan:

1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap

penyelenggaraan Kesehatan Kerja.

2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap aspek

pemenuhan standar Kesehatan Kerja.

11
3. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

a. advokasi dan sosialisasi;

b. bimbingan teknis; dan

c. pemberdayaan masyarakat.

4. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meiibatkan pemangku

kepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam peraturan pemerintah No. 88 Tahun 2019, pada bab 4 pasal 18

menyatakan bahwa, dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

17, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan

kepada orang, lembaga, Pengurus atau Pengelola Tempat Kerja, atau Pemberi

Kerja yang telah berjasa dalam setiap kegiatan untuk mewujudkan tujuan

Kesehatan Kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada bab 4 pasal 19 bagian kedua tentang pengawasan, dimaksudkan:

1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap

penyelenggaraan Kesehatan Kerja.

2. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap aspek

pemenuhan standar Kesehatan Kerja.

3. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh tenaga

yang memiliki fungsi pengawasan di bidang ketenagakerjaan atau tenaga yang

memiliki fungsi pengawasan di bidang kesehatan, sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

12
B. Undang Undang RI No. 1 Tahun 1970

Dalam undang–undang RI tentang Keselamatan Kerja pada bab 3 tentang

syarat-syarat keselamatan kerja pasal 3 dimaksudkan sebagai berikut:

1. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja

untuk :

a. mencegah dan mengurangi kecelakaan ;

b. mencegah mengurangi dan memadamkan kebakaran;

c. mencegahdan mengurangi bahaya peledakan;

d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran

atau kejadian kejadianlain yang berbahaya;

e. memberi pertolongan pada kecelakaan;

f. member alat-alat perlindungan diri pada para pekerjaa;

g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluaskan

suhu,kelembaban,debu, kotoran asap,uap, gas, hembusan angin, cauaca,

sinar atau radiasi, sauara dan getaran;

h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physic

maupun psychis peracunan,inifeksi dan penularan;

i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;

j. menyelenggarakansuhu dan lembab udara yang baik;

k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;

l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;

m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,cara dan

proses kerjanya;

13
n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang,binatang, tanaman

atau barang;

o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan

penyimpanan barang;

q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;

r. menyesaikan dan menyempurnakan pengamanan dan pekerjaan yang

bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

2. Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut

dalam ayat (1)

Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, tenkik dan teknologi

serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.

Dalam bab 4 tentang pengawasan pasal 8 sebagai berikut:

1. badan, kondisi mental dan Pengurus wajib memeriksa kesehatan kemampuan

fisik dari tenaga kerja yang akan diterimahnya maupun akan dipindahkan

sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.

2. Pengurus dwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah

pemimpinnya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan

dibenarkan oleh direktur.

3. Norma-norma mengenai pengujian keselamatan ditetapkan dengan peraturan

perundangan.

14
C. Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 3 Tahun
1982

Dalam peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No.3 Tahun 1982,

tentang pelayanan kesehatan kerja pasal 1, tertera:

1. Pelayanan kesehatan adalah usaha kesehatan yang dilaksanakan dengan

tujuan:

a. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik fisik

maupun mental, terutama dalam penyesuaian pekerjaan dengan tenaga

kerja.

b. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul

dari pekerjaan atau lingkungan kerja.

c. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan

fisik tenaga kerja.

d. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja

yang menderita sakit.

2. Tempat kerja adalah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 ayat(1)

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970.

3. Pengurus adalah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 ayat (2) Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1970.

4. Pengusaha adalah sebagaimana yang dmaksud pada surat keputusan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi No kepts 79/Men/1977.

5. Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan kerja adalah dokter atau

pegawai teknis yang berkeahlian khusus yang ditunjuk oleh Mentri Tenaga

Kerja dan transmigrasi.’

15
Dalam peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No.3 Tahun 1982,

tentang pelayanan kesehatan kerja pasal 2, tugas pokok pelayanan Kesehatan

Kerja meliputi:

1. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan

khusus.

2. Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja.

3. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja.

4. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitair.

5. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja.

6. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat

kerja.

7. Pertolongan pertama pada kecelakaan.

8. Pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja dan Latihan untuk petgas

pertolongan pertama pada kesehatan.

9. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja,

pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan

makanan ditempat kerja.

10. Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja.

11. Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai kelainan

tertentu dalam kesehatannya.

12. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan Kesehatan Kerja kepada

pengurus.

16
Dalam peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No.3 Tahun

1982, tentang pelayanan kesehatan kerja pasa 3, dimaksud dengan:

1. Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan Pelayanan Kesehatan Kerja.

2. Pengurus wajib memberikan Pelayanan Kesehatan Kerja sesuai dengan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No.3 Tahun

1982, tentang pelayanan kesehatan kerja pasa 4, dimaksud dengan:

1. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan kerja dapat:

a. Diselenggarakan sendiri oleh pengurus

b. Diselenggarakan oleh pengurus dengan mengadakan ikatan dengan dokter

atau Pelayanan kesehatan lain.

c. Pengurus dari beberapa perusahaan secara bersama sama

menyelenggarakan suatu Pelayanan Kesehatan Kerja.

2. Direktur mengesahkan cara penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja

sesuai dengan keadaan.

Dalam peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No.3 Tahun

1982, tentang pelayanan kesehatan kerja pasal 5, dimaksud dengan

Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja dpimpin dan dijalankan oleh

seorang dokter yang disetujui oleh Direktur.

Dalam peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No.3 Tahun

1982, tentang pelayanan kesehatan kerja pasal 6, dimaksud dengan:

1. Pengurus wajib memberikan kebebasan professional kepada dokter yang

menjalankan Pelayanan Kesehatan Kerja.

17
2. Dokter dan tenaga kesehatan dalam melaksanakan Pelayanan Kesehatan Kerja,

bebas memaski tempat-tempat kerja untuk melakukan pemeriksaan-

pemeriksaan dan mendapatkan keterangan-keterangan yang diperlukan.

Dalam peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No.3 Tahun 1982,

tentang pelayanan kesehatan kerja pasal 7, dimaksud dengan:

1. Pengurus wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Pelayanan Kesehatan

kerja kepada Direktur.

2. Tata cara bentuk laporan sebagaimana dmaksud pada ayat(1) dtetapkan oleh

Direktur

Dalam peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No.3 Tahun 1982,

tentang pelayanan kesehatan kerja pasal 8, bahwa Dokter maupun tenaga kerja

kesehatan wajib memberikan keterangan-keterangan tentang Pelaksanaan

Kesehatan Kerja kepada Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja

jika diperlukan.

Dalam peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No.3 Tahun 1982,

tentang pelayanan kesehatan kerja pasal 9, dimaksudkan bahwa Pegawai

Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja melakukan pengawasan terhadap

ditaatinya pelaksanaan peraturan ini.

18
D. Undang Undang RI No. 23 Tahun 1992

Dalam undang-undang RI No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan, pada bab

5 tentang upaya kesehatan bagian keenam pasal 23, sebagai berikut:

1. Kesehatan Kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang

optimal.

2. Kesehatan Kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit

akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja.

3. Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.

4. Ketentan mengenai kesehatan kerja sebagaimana dmaksud dalam ayat (2) dan

ayat (3) ditetapkan dengan peraturan pemerintahan.

E. Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 02 Tahun 1980

Dalam peraturan mentri tenaga kerja dan transmigrasi No. 02 Tahun 1980

tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan keslamatan

kerja pasal 1 yang dimaksud dengan:

Gambar 1 : Pemeriksaan Pekerja

1. Pemeriksaah kesehatan sebelum kerja adalah pemeriksaan kesehatan yang

dilakukan oleh dokter sebelum seorang tenaga kerja diterima untuk melakukan

pekerjaan.

19
2. Pemeriksaan kesehatan berkala adalah pemeriksaan pada waktu-waktu tertentu

terhadap tenaga kerja yang dlakukan oleh dokter.

3. Pemeriksaan kesehatan khusus adalah pemeriksaan kesehatan yang dlakukan

oleh dokter secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu.

4. Dokter adalah dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan telah memenuhi

syarat sesuai dengan Peraturan Mentri Tenaga Kerja Transmigrasi dan

Koperasi No. Per 10 /Men/1976 dan syarat-syarat lain yang dibenarkan oleh

Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Perburuhan dan perlindungan Tenaga

kerja.

5. Direktur ialah pejabat sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri

Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. kepts. 79/Men/1977.

Dalam peraturan mentri tenaga kerja dan transmigrasi No. 02 Tahun 1980

tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan

keselamatan kerja pasal 2 dimaksud dengan:

2. Pemeriksaan Kesehatan sebelum bekerja ditujukan agar tenaga kerja yang

dterima berada dalam kondsi kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak

mempunyai penyakit menular yang akan mengenai tenaga kerja lainnya, dan

cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan sehingga keselamatan dan

kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan dan tenaga kerja yang lain-lainnya

dapat dijamin.

3. Semua perusahaan sebagaimana tersebut dalam pasal 2 ayat (2) UU No. 1

tahun 1970 harus mengadakan Pemeriksaan Kesehatan sebelum kerja.

20
4. Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja meliputi pemeriksaan fisik lengkap,

kesegaran jasmani, paru-paru rontgen (bilamana mungki) dan laboratorium

rutin, serta pemeriksaan lain yang dianggap perlu.

5. Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu perlu dilakukan pemeriksaan yang sesuai

dengan kebutuhan guna mencegah bahaya yang diperkirakan timbul.

6. Pegusaha atau pengurus dan dokter wajib menyusun pedoman pemeriksaan

Kesehatan sebelum kerja yang menjamin penempatan tenaga kerja sesuai

dengan kesehatan dan pekerjaan yang akan dilakukannya dan pedoman

tersebut harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu oleh direktur.

7. Pedoman pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja dibina dan dikembangkan

mengikuti Kemampuan perusahan dan kemajuan kedokteran dalam

keselamatan kerja

8. Jika 3(tiga) bulan sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh

dokter yang dimaksud pasal 1(sub d), tidak ada keraguan-raguan maka tidak

perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja.

Dalam peraturan mentri tenaga kerja dan transmigrasi No. 02 Tahun 1980

tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan keslamatan

kerja pasal 3, bahwa Pemeriksaan kesehatan berkala dimaksudkan untuk

mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam

pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari

pekerjaan seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha

pencegahan.

21
1. Semua perusahaan sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (2) tersebut diatas

harus melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi tenaga kerja sekurang-

kurangnya 1 tahun sekali kecuali ditentukan lain oleh Direktur jenderal

Pembinaan Hubungan Perburuan dan Perlindungan Tenaga Kerja.

2. Pemeriksaan kesehatan berkala meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran

jasmani ,rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan laboratorium rutin serta

pemeriksaan lain yang dianggap perlu.

3. Pengusaha atau pengurus dan dokter wajib menyusun pedoman pemeriksaan

kesehatan berkala sesuai dengan kebutuhan menurut jenis-jenis pekerjaan

yang ada.

4. Pedoman pemeriksaan kesehatan berkala dikembangkan mengikuti

kemampuan perusahaan dan kemajuan kedokteran dalam keselamatan kerja.

5. Dalam hal ditemukan kelainan-kelainan atau gangguan-gangguan kesehatan

pada tenaga kerja pada pemeriksaan berkala, pengurus wajib mengadakan

tindak lanjut untuk memperbaiki kelainan-kelainan tersebut dan sebab-

sebabnya untuk menjamin terselenggarakan keselamatan dan kesehatan kerja.

6. Agar pemeriksaan kesehatan berkala mencapai sasaran yang luas, maka

pelayanan kesehatan diluar perusahaan dapat dimanfaatkan oleh pengurus

menurut keperluan.

7. Dalam melaksanakan kewajiban pemerksaan kesehatan berkala Direktur

jendral pembinaan hubungan perburuan dan perlindungan tenaga kerja dapat

menunjuk satu atau berapa badan sebagai penyelenggaraan yang akan

22
membantu perusahaan yang tidak mampu melakukan sendiri pemerksaan

kesehatan berkala.

Dalam peraturan mentri tenaga kerja dan transmigrasi No 02 Tahun 1980

tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan keslamatan

kerja pasal 4 dimaksudkan bahwa apabila badan sebagaimana dimaksud pasal 3

ayat (8) didalam melakukan pemeriksaan kesehatan berkala menemukan

penyakit-penyakit akibat kerja, maka badan tersebut harus melaporkan kepada

Ditjen Binalindung tenaga kerja melalui kantor wilayah Ditjen Binalindung

tenaga kerja.

23
BAB III
PENYAKIT AKIBAT KERJA DI LINGKUNGAN PERTAMBANGAN

Dari data Organisasi Perburuh Internasional(ILO) menyebutkan bahwa

setiap tahun terdapat 2,3 juta pekerja yang hilang akiba kecelakaan kerja.

Sementara itu, menurut Organisasi Kesehatan Dunia(WHO), menyebut dari 2 juta

kematian pada pekerja,5% disebabkan oleh pneumoconiosis.

Gambar 2 : Pneumoconiosis

Pneumoconiosis adalah suatu kelainan yang terjadi karena penumpukan

debu di dalam paru-paru yang menyebabkan reaksi jaringan terhadap debu

tersebut. Pneumoconiosis disebabkan oleh masuknya debu, mineral, batubara,

silika, timah, asbestos ke dalam paru-paru. Gejala yang muncul karena terkena

pneumoconiosis seperti batuk dan sesak napas.

Dalam memberikan perlindungan kepada pekerja, selain pekerja yang

berada ditempat kerja,pemerintah pusat,pemerintah daerah dan masyarakat

betanggung jawab dalam penyelenggaraan kesehatan kerja melalui upaya melaui

upaya pencegahan penyakit , penanganan penyakit yang dilaksanakan sesuai

dengan standar kesehatan kerja.


A. PP No. 88 Tahun 2019

Dalam UU No. 88 Tahun 2019 tentang kesehatan kerja pada bab 1

ketentuan umum pasal 1 bagian kedua tertera:

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan

atau lingkungan kerja

Dalam UU No. 88 Tahun 2019 tentang kesehatan kerja pada bab 1 pasal 4

standar kesehatan kerja dalam upaya pencegahan penyakit meliputi:

1. Identifikasi,penilaian dan pengendalian potensi bahaya kesehatan

2. Pemenuhan persyaratan kesehatan lingkungan kerja

3. Perlindungan kesehatan reproduksi

4. Pemeriksaan kesehatan

5. Penilaian kelainan kerja

6. Pemberian imunisasi dan/profilaksis bagi pekerja beresiko tinggi

7. Pelaksanaan kewaspadaan standar dan

8. Surveilans kesehatan kerja

Dalam UU No. 88 Tahun 2019 tentang kesehatan kerja pada bab 1

ketentuan umum pasal 6 dimaksud dengan:

1. Standar kesehatan kerja dalam upaya penanganan penyakit meliputi:

a. Pertolongan pertama pada cedera dan sakit yang terjadi ditempat kerja

b. Diagnosis dan tatalaksana penyakit dan

c. Penanganan kasus kegawatdauratan medik/ rujukan.

25
2. Pertolongan pertama pada cedera dan sakit yang terjadi ditempat kerja

sebagaimana dimaksud pada ayat(1) huruf a wajib dilaksanakan ditempat

kerja.

3. Diagnosis dan tata laksana penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat(1) huruf

b wajib dilakukan terhadap penyakit akibat kerja ,sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

4. Penanganan kasus kegawatdaruratan medik sebagaimana dimaksud pada

ayat(1) huruf c meliputi penanganan lanjutan setelah pertolongan pertama

terhadap cedera, kasus keracunan, dan gangguan kesehatan lainnya yang

memerlukan tindakan segera, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan

5. Rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) huruf c dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan peraturaturan perundang-undangan

6. Jika dalam diagnolis dan tata laksana penyakit akibat kerja sebagaimana

dimaksud pada ayat(3) ditemukan kecacatan, dilakukan penilaian kecacatan

7. Hasil penilaian kecacatan sebagaimana dimaksud pada ayat(6) digunakan

sebagai pertimbangan untuk mendapatkan jaminan kecelakaan kerja sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

26
BAB IV
PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN

Gambar 3 : Kecelakaan Kerja

Meski pertolongan pertama bukanlah penanganan yang sempurna, tetapi

dengan adanya P3K di tempat kerja akan memiliki banyak manfaat dalam

mencegah keparahan cidera, mengurangi penderitaan dan bahkan menyelamatkan

nyawa korban. Jika tindakan P3K tidak dilakukan saat terjadi kecelakaan di

tempat kerja, akibatnya dapat memperburuk keadaan korban bahkan

menimbulkan kematian.

A. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi Republik Indonesia


No. 15 tahun 2008

Dalam peraturan menteri tenaga kerjaan transmigrasi RI No.15 Tahun 2008

tentang Pertolongan Pertama pada Kecelakaan di tempat kerja , pada bab 1

ketentuan umum pasal 1, dimaksud dengan:

1. Pertolongan Pertama pada Kecelakaan di tempat kerja selanjutnya disebut

Dengan P3K di tempat kerja, adalah upaya memberikan pertolongan pertama

secara cepat dan tepat kepada pekerja/buruh dan /atau orang lain yang berada

di tempat kerja, yang mengalami sakit atau cidera di tempat kerja.


2. Petugas P3K di tempat kerja adalah pekerja/buruh yang ditunjuk oleh

pengurus/pengusaha dan diserahi tugas tambahan untuk melaksanakan P3K di

tempat kerja.

3. Fasilitas P3K di tempat kerja adalah semua peralatan, perlengkapan, dan bahan

yang digunakan dalam pelaksanaan P3K di tempat kerja.

Gambar 4 : Fasilitas P3K

4. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau

imbalan dalam bentuk lain

5. Tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka bergerak

atau tetap di mana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja

untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber-sumber bahaya

sebagaimana diperinci dalam pasal 2 UU No.1 Tahun 1970.

6. Pengusaha adalah :

a. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan

suatu perusaaan milik sendiri;

b. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri

sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

c. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di

Indonesia mewakili perusaaan sebagai mana dimaksud dalam huruf a dan b

yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia;

28
7. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu

tempat kerja atau bagaimana yang berdiri sendiri.

Dalam peraturan menteri tenaga kerjaan transmigrasi RI No.15 Tahun

2008 tentang Pertolongan Pertama pada Kecelakaan di tempat kerja, pada bab 1

ketentuan umum pasal 2, dimaksud dengan:

1. Pengurus wajib menyediakan petugas P3K dan fasilitas P3K di tempat kerja.

2. Pengurus wajib melaksanakan P3K di tempat kerja.

Dalam peraturan menteri tenaga kerjaan transmigrasi RI No.15 Tahun

2008 tentang Pertolongan Pertama pada Kecelakaan di tempat kerja, pada bab 2

tentang petugas P3K di tempat kerja pasal 3, dimaksud dengan:

1. Petugas P3K di tempat kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1)

harus memiliki lisensi dan buku kegiatan P3K dari Kepala Lisensi yang

bertanggung jawab di bidang ketenageraan setempat.

2. Untuk mendapatkan lisensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Bekerja pada perusaaan yang bersangkutan ;

b. Sehat jasmani dan rohani ;

c. Bersedia ditujuk menjadi petugas P3K ; dan

d. Memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar di bidang P3K di tempat

kerja yang dibuktikan dengan sertifikat pelatihan.

3. Pemberian lisensi dan buku kegiatan P3K sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) tidak dikenakan biaya.

29
4. Pedoman tentang pelatihan dan pemberian lisensi diatur lebih lanjut dengan

keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan.

Dalam peraturan menteri tenaga kerjaan transmigrasi RI No.15 Tahun 2008

tentang Pertolongan Pertama pada Kecelakaan di tempat kerja , pada bab 2

tentang petugas P3K di tempat kerja pasal 4, bahwa Petugas P3K dalam

melaksanakan tugasnya dapat mennggalkan pekerjaan utamanya untuk

memberikan pertolongan bagi pekerja/buruh dan/atau orang lain yang mengalami

sakit atau cidera di tempat kerja.

Dalam peraturan menteri tenaga kerjaan transmigrasi RI No.15 Tahun 2008

tentang Pertolongan Pertama pada Kecelakaan di tempat kerja , pada bab 2

tentang petugas P3K di tempat kerja pasal 5, dimaksud dengan:

1. Petugas P3K di tempat kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1),

ditentukan berdasarkan jumlah pekerja/buru dan potensi bahaya di tempat

kerja, dengan resiko sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan

Menteri ini.

2. Pengurus wajib mengatur tersedianya Petugas P3K pada ;

a. Tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih sesuai jumlah

pekerja/buruh dan potensi bahaya di tempat kerja ;

b. Tempat kerja disetiap lantai yang berada di gedung bertingkat sesuai jumlah

pekerja/buruh dan potensi bahaya di tempat kerja ;

c. Tempat kerja dengan jadwal kerja shift sesuai jumlah pekerja/buruh dan

potensi bahaya di tempat kerja.

30
Dalam peraturan menteri tenaga kerjaan transmigrasi RI No.15 Tahun 2008

tentang Pertolongan Pertama pada Kecelakaan di tempat kerja, pada bab 2 tentang

petugas P3K di tempat kerja pasal 6, Petugas P3K di tempat kerja mempunyai

tugas :

1. Melaksanakan tindakan P3K di tempat kerja ;

2. Merawat fasilitas P3K di tempat kerja ;

3. Mencatat setiap kegiatan P3K dalam buku kegiatan ; dan

4. Melaporkan kegiatan P3K kepada pengurus.

Dalam peraturan menteri tenaga kerjaan transmigrasi RI No.15 Tahun 2008

tentang Pertolongan Pertama pada Kecelakaan di tempat kerja, pada bab 2 tentang

petugas P3K di tempat kerja pasal 8, dimaksud dengan:

1. Pengurus wajib memasang pemberitahuan tentang nama dan lokasi petugas

P3K di tempat kerja pada tempat yang mudah terlihat.

2. Petugas P3K di tempat kerja dapat menggunakan tanda khusus yang mudah

dikenal oleh pekerja/buruh yang membutuhkan pertolongan.

Dalam peraturan menteri tenaga kerjaan transmigrasi RI No.15 Tahun 2008

tentang Pertolongan Pertama pada Kecelakaan di tempat kerja, pada bab 3 tentang

fasilitas P3K di tempat kerja pasal 8, dimaksud dengan:

1. Fasilitas P3K sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) meliputi:

b. Ruang P3K ;

c. Kotak P3K danisi ;

d. Alat efakuasi dan alat transportasi ; dan

31
e. Fasilitas tambahan berupa alat pelindung diri dan/atau peralatan khusus di

tempat kerja yang memiliki potensi bahaya yang bersifat khusus.

2. Alat pelindung diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d merupakan

peralatan yang disesuaikan dengan potensi bahaya yang ada di tempat kerja

yang digunakan dalam keadaan darurat.

3. Peralatan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d berupa alat

untuk pembasahan tubuh cepat (shower) dan pembilasan/pencucian mata.

Dalam peraturan menteri tenaga kerjaan transmigrasi RI No.15 Tahun 2008

tentang Pertolongan Pertama pada Kecelakaan di tempat kerja, pada bab 3 tentang

fasilitas P3K di tempat kerja pasal 9, dimaksud dengan:

1. Pengusaha wajib menyediakan ruang P3K sebagaimana dimaksud dalam pasal

8 ayat (1) huruf a dalam hal :

a. Mempekerjakan pekerja/buruh 100 orang atau lebih;

b. Mempekerjakan pekerja/buruh kurangdari 100 orang dengan potensi

bahaya tinggi.

2. Persyaratan ruang P3K sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi;

a. Lokasi ruang P3K :

1) Dekat dengan toilet/kamar mandi;

2) Dekat jalan keluar ;

3) Mudah dijangkau dari area tempat kerja; dan

4) Dekat dengan tempat parkir kendaraan.

32
b. Mempunyai luas minimal cukup untuk menampung satu tempat tidur

pasien dan masih terdapat ruang gerak bagi seorang petugas P3K serta

penempatan fasilitas P3K lainnya ;

c. Bersih dan terang, ventilasibaik, memiliki pintu dan jalan yang cukup lebar

untuk memindahkan korban ;

d. Diberi tanda dengan papan nama yang jelas dan mudah dilihat ;

e. Sekurang kurangnya dilengkapi dengan :

1) Wastafeldengan air mengalir ,

2) Kertas tissue/lap ;

3) Usungan / tandu;

4) Bidai/spalk ;

5) Kotak P3K danisi ;

6) Tempat tidur dengan bantal dan selimut ;

7) Tempat untuk menyimpan alat-alat seperti: tandudan/ataukursiroda ;

8) Sabun dan sikat ;

9) Pakaian bersih untuk penolong ;

10) Tempat sampah; dan

11) Kursi

12) tunggu bila diperlukan

Dalam peraturan menteri tenaga kerjaan transmigrasi RI No.15 Tahun 2008

tentang Pertolongan Pertama pada Kecelakaan di tempat kerja, pada bab 3 tentang

fasilitas P3K di tempat kerja pasal 10, Kotak P3K sebagaimana dimaksud dalam

pasal 8 ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

33
1. Terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibawa, berwarna dasar putih dengan

lambang P3K berwarna hijau ;

2. Isi kotak P3K sebagaimana tercantum dalam lampiran II peraturan menteri ini

dan tidak boleh di isi bahan atau alat selain yang dibutuhkan untuk

pelaksanaan P3K di tempat kerja .

3. Penempatan kotak P3K :

a. Pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau, diberitanda arah yang jelas,

cukup cahaya serta mudah diangkat apa bila akan digunakan ;

b. Disesuaikan dengan jumlah pekerja/buruh, jenis dan jumlah kotak P3K

sebagaimana tercantum dalam lampiran III peraturan menteri ini ;

c. Dalam hal tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih

masing-masing unit kerja harus menyediakan kotak P3K sesuai jumlah

pekerja/buruh ;

d. Dalam hal tempat kerja pada lantai yang berbeda di gedung bertingkat ,

maka masing-masing unit kerja harus menyediakan kotak P3K sesuai

jumlah pekerja/buruh.

Dalam peraturan menteri tenaga kerjaan transmigrasi RI No.15 Tahun 2008

tentang Pertolongan Pertama pada Kecelakaan di tempat kerja, pada bab 3 tentang

fasilitas P3K di tempat kerja pasal 11, Alat evakuasi dan alat transpotrasi

sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) huruf c meliputi :

34
1. Tandu atau alat lain untuk memindahkan korban ketempat yang aman atau

rujukan ; dan

Gambar 5 : Tandu

2. Mobil ambulance atau kendaraan yang dapat dignakan untuk pengangkutan

korban.

Dalam peraturan menteri tenaga kerjaan transmigrasi RI No.15 Tahun 2008

tentang Pertolongan Pertama pada Kecelakaan di tempat kerja, pada bab 4 tentang

pengawasan pasal 12, bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan menteri

ini dilakukan oleh pengawas ketenagkerjaan pada instansi yang bertanggung

Jawab dibidang ketenagakerjaan pada pemerintah, pemerintah provinsi, dan

pemerintah kabupaten/kota.

35
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesehatan kerja merupakan salah satu bidang kesehatan masyarakat yang

berada disektor formal maupun informal.Kesehtan kerja termuat dalam beberapa

pasal salah satunya UU NO.1 Tahun 1970 yang termuat dalam pasal 3 dan pasal

8 dan salah satunya terdpat pada UU peraturan Pemerintah No. 88 Tahun 2019.

Di dalam dunia industri pertambangan tentu saja terkait juga penyakit

akibat kerja. Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan akibat

pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja yang diderita oleh tenaga

kerja merupakan suatu kecelakaan yang perlu dilaporkan.

Jenis-jenis penyakit akibat kerja yang dilaporkan salah satunya adalah

penyakit paru-paru dan saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu dan logam

keras.

Berkaitan dengan penyakit akibat kerja maka sangat diperlukan adanya

pertolongan pertama pada kecelakaan yaitu P3K. Dimana perkerja atau buruh

yang ditunjuk oleh pengurus/pengusaha untuk melaksanakan P3K di tempat

kerja.

Kecelakaan-kecelakaan pada setiap peraturan UU yang diterapkan sesuai

dengan kesehatan kerja mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


B. Saran

Kunci berjalannya suatu pekerjaan di tempat kerja adalah kesehatan

pekerja,maka dengan itu, demi menjaga kesehatan pekerja sebaiknya pekerja

mengikuti aturan-aturan yang berlaku, seperti menggunakan alat pelindung diri

yang benar dan lengkap sesuai dengan penggunaan di lokasi kerja. Menghindari

hal-hal yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja.

37
DAFTAR PUSTAKA

Amri Latif M. 2006. Paduan Karya Ilmiah, Makassar : Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negri Makassar.

Zain harun. 1982. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jakarata :
Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.

Zain harun. 1980. Peraturan menteri tenaga kerja da Transmigrasi, Jakarta : Menteri
Tenaga kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.

https://sentralsistem.com/news/detail/peraturan-kesehatan-kerja-terbaru-pp-no-88-
tahun-2019-tentang-kesehatan-kerja

https://rsmargono.jatengprov.go.id/ppid/informasipublik/downloadfile/undang-
undang-nomor-23-tahun-1992

https://www.jogloabang.com/kesehatan/pp-88-2019-kesehatan-kerja

38

Anda mungkin juga menyukai