KIMIA FARMASI II
Penyusun:
VISI
Menjadi poltekkes yang unggul, mandiri, berkualitas dan modern serta kompetitif di
tingkat nasional
MISI
1. Menyelenggarakan Pendidikan kesehatan untuk menghasilkan lulusan yang
berkualitas, beriman dan bertaqwa.
2. Melaksanakan penelitian terapan di bidang kesehatan yang berguna bagi
masyarakat.
3. Melaksanakan pengabdian masyarakat dan pemanfaatan iptek bidang
kesehatan dan melaksanakan kerjasama dengan pihak terkait dalam rangka
pengembangan dan kemandirian poltekkes.
VISI
“visi keilmuan program studi D3 Farmasi Poltekkes TNI AU Adisutjipto adalah
program studi D3 Farmasi yang unggul dibidang pelayanan kefarmasian khususnya
farmasi penerbangan”.
MISI
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji Syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia yang
diberikan kepada penulis sehingga buku panduan ini dapat diselesaikan dengan baik.
Petunjuk praktikum ini membahas tentang pelaksanaan praktikum yang diadakan di
laboratorium Kimia untuk mahasiswa semester IV. Buku ini dibuat untuk memberikan
petunjuk dan cara serta petunjuk kerja praktikan yang disesuaikan dengan materi kimia
farmasi 2.
Penulis berharap semoga praktikan dapat memahami dan menguasai semua materi yang ada
di dalam buku petunjuk praktikum ini dengan baik dan benar pada proses pembelajaran di
laboratorium khususnya Laboratorium Kimia Farmasi Program Studi Farmasi (D-3)
Politeknik Kesehatan TNI AU Adisutjipto Yogyakarta.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
artikel asli dari bahasan yang diacu. Kutipan kedua sebaiknya dibatasi untuk
menghindari pengulangan kesalahan penulisan nama penulis, tahun publikasi ataupun
materi tulisan. Contoh: Menurut Pratama (cit. Sugiyono, 2000)… (artinya artikel asli
ditulis oleh Pratama, kemudian dikutip oleh Sugiyono pada tahun 2000).
C. ALAT DAN BAHAN (Bobot nilai : 1)
Diisi alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum. Untuk penulisan alat yang
digunakan harus disertai dengan spesifikasi ukuran alat yang digunakan.
D. SKEMA KERJA (Bobot nilai : 2)
Diisi skema kerja yang ditulis dalam bentuk pasif dan dibuat dalam bagan yang
sistematis dengan jelas dan lengkap.
E. DATA DAN HASIL PENGAMATAN (Bobot nilai : 3)
Tulis hasil pengamatan dan perhitungan (bila ada), bila perlu disertai gambar, kurva, tabel
dan sebagainya beserta keterangannya (setelah pengamatan harus disahkan assisten
pendamping kelompok).
F. PEMBAHASAN (Bobot nilai : 6)
Pembahasan disesuaikan dengan data hasil pengamatan dan bandingkan hasil pengamatan
dengan teori.
G. KESIMPULAN (Bobot nilai : 2 )
Kesimpulan ditulis ringkas, jelas menjawab tujuan praktikum, dan tidak menulis kembali
teori praktikum.
H. DAFTAR PUSTAKA (Bobot nilai : 2)
Tulis pustaka yang dijadikan acuan
Contoh penulisan pustaka :
Daftar pustaka hanya memuat pustaka yang diacu dan disusun menurut sistem Harvard.
Untuk penulisan dengan tangan, maka judul pustaka ditulis dengan digaris bawah. Tata
cara penulisan daftar pustaka diatur sebagai berikut:
1. Buku
Nama belakang penulis, singkatan nama depan, tahun terbit, judul buku, jilid, edisi,
nama penerbit, kota, nomor halaman yang diacu (kecuali seluruh buku).
Contoh:
a. Buku yang dikarang oleh satu orang
Block, J.H., 2004, Wilson and Gisvold’s Textbook of Organic Medicinal and
Pharmaceutical Chemistry, 11th ed., Lippincott Williams and Wilkins,
Penyusun
Nama :
NIM
Golongan :
Hari/tanggal praktikum :
Dosen pembimbing :
1. PENDAHULUAN
a. Persiapan untuk bekerja di laboratorium
Sebelum bekerja di laboratorium, praktikan harus mengenal hal-hal berikut:
1) Bahaya (resiko) dari semua material yang ada di laboratorium, bagamaina cara yang
aman ketika harus bekerja menggunakan bahan tersebut, cara penyimpanannya dan
petunjuk yang harus dilakukan jika menghadapi bahaya. Bacalah label dan Material
Safety Data Sheet (MSDS) sebelum memindahkan, memegang atau membuka bahan
kimia. Jangan pernah menggunakan produk dari tempat yang tidak berlabel, dan laporkan
label yang hilang kepada laboran.
2) Peralatan yang ada di laboratorium. Jika anda tidak yakin dengan hal-hal yang terkait
dengan prosedur praktikum, tanyakan kepada asisten sebelum melakukan percobaan.
3) Lokasi dan cara mengoperasikan alat untuk keselamatan dan keadaan darurat seperti fire
extinguishers (alat pemadam kebakaran), emergency shower, P3K, dan alat untuk
membersihkan tumpahan bahan kimia, tombol sirine fire alarm, telepon dan jalan darurat.
4) Prosedur untuk membersihkan tumpahan bahan kimia yang akan digunakan.
5) Prosedur untuk melaporkan keadaan darurat beserta nomor teleponnya.
6) Tandai jika ada jalur evakuasi yang lain.
Langkah-langkah keselamatan haruslah dipatuhi agar dapat terhindar dari resiko terjadinya
kecelakaan:
1) Jangan melakukan pemanasan bahan yang mudah menyala dengan api secara langsung.
2) Pastikan keadaan sekeliling aman jika hendak menggunakan nyala api. Api harus
PETUNJUK UMUM
Petunjuk di bawah ini dimaksudkan untuk mengenalkan beberapa teknik dasar yang perlu
diketahui oleh praktikan, agar dalam melaksanakan analisis kuantitatif diperoleh hasil yang baik.
1. Kebersihan
Jaga agar meja dan alat-alat tetap bersih dan kering. Sediakan serbet dan serbet gelas.
Sebelum digunakan, bilas semua alat gelas dengan air (yang dimaksud air dalam buku ini
adalah air suling). Seka bagian luar bejana hingga kering dengan serbet gelas. Jangan seka
bagian dalamnya kecuali untuk titrasi bebas air.
Bagian dalam bejana harus bebas lemak / minyak. Cuci alat gelas tersebut dengan
sabun atau detergen. Bilas dengan air keran, kemudian dengan air suling. Jika diperlukan
pencuci lebih kuat, gunakan pencuci yang kuat dengan melarutkan 15 g serbuk natrium
dikromat atau kalium bikromat dalam 500 mL asam sulfat pekat. Perlu diperhatikan bahwa
pencuci ini sangat korosif, jangan sampai kena kulit, pakaian atau meja. Tuangkan sedikit
larutan tersebut ke dalam bejana yang dibebaskan dari gemuk / minyak, ratakan pada seluruh
permukaan dalam. Diamkan beberapa jam. Kembalikan kelebihan larutan pencuci ke dalam
botol penyimpan, bilas bejana berturut-turut dengan air keran kemudian dengan air suling.
Pada alat gelas berskala, bilas dengan air yang banyak secepatnya untuk mencegah alat
tersebut menjadi panas ketika larutan bercampur dengan air.
2. Kerapian
3. Penandaan
Beri tanda secara sistematis pada semua larutan, filtrat dan endapan. Selama analisis,
jika bejana diisi dengan cairan yang bukan air segera beri tanda / label / etiket. Penandaan
tidak diperkenankan menggunakan spidol.
4. Perencanaan
Pada acara penetapan kadar, baca dengan seksama petunjuk cara penetapan. Pahami
benar prinsip dasar penetapannya. Sediakan alat dan pereaksi yang diperlukan. Rencanakan
dulu semua yang akan dikerjakan sehingga pekerjaan akan berjalan lancar, misalnya siapkan
dan keringkan dulu krus Gooch sebeum larutan atau endapan siap untuk disaring.
Jangan memanaskan atau menggunakan alat gelas berskala untuk wadah cairan panas
sebab gelas akan memuai dan jika dingin kembali volumenya belum tentu kembali seperti
semula.
Lakukan penetapan paling sedikit tiga kali. Jika kesesuaian hasilnya lebih dari 0,4
janganlah hasil tersebut dirata-rata. Jika digunakan volume larutan yang sama, pembacaan
buret tidak boleh berselisih lebih dari 0,5 mL. Jika syarat- syarat ini tidak tercapai lakukan
titrasi lagi sampai diperoleh selisih yang tidak lebih dari 0,5 mL.
6. Pencatatan
Catat segera semua data hasil pekerjaan di laboratorium dalam log book anda dan
bukan pada secarik kertas. Timbang lebih kurang bermakna penimbangan boleh pada rentang
± 10% dari jumlah yang ditimbang. Misal timbang lebih kurang 100 mg bermakna: hasil
penimbangan boleh terletak antara 90-110 mg.
Hal –hal yang perlu dituliskan dalam buku catatan, antara lain:
Pengertian lebih kurang dalam pernyataan untuk jumlah bahan yang diperoleh untuk
pemeriksaan atau penetapan kadar, berarti bahwa jumlah yang harus ditimbang atau diukur
tidak boleh kurang dari 90% dan tidak boleh dari 110% dari jumlah yang tertera. Hasil
pemeriksaan atau penetapan didasarkan pada pemnimbangan atau pengukuran secara seksama
sejumlah bahan tersebut.
8. Air
Kecuali disertai penjelasan lain, yang dimaksudkan dengan air adalah air suling atau
air demineralisata.
Sebelum kadar dinyatakan, kita harus melihat lebih dahulu apakah ada kadar yang
diperoleh dari serangkaian replikasi terdapat data yang memencil atau outlier. Sebagai
contoh, dalam serangkaian replikasi diperoleh kadar sebesar 0,403; 0,410; 0,401; 0,380 %.
Pertanyaan kita adalah apakah nilai 0,380% merupakan suatu pencilan atau bukan. Jika suatu
pencilan maka nilai 0,380% harus dikeluarkan dari data, dan sebaliknya jika bukan suatu
outlier maka harus tetap dipertahankan dan diikutkan dalam perhitungan rata-rata.
Untuk memastikan suatu hasil merupakan outlier atau bukan, perlu dilakukan analisis
data secara statistik. Organisasi Internasional di bidang Standardisasi (International
Standadization Organization, ISO) merekomendasikan penggunaan uji Grubbs untuk uji
pencilan ini. Uji ini membandingkan simpangan nilai pengukuran yang diduga outlier dari
rata-rata pengukuran dengan simpangan nilai pengukuran sampel. Nilai yang dicurigai
merupakan nilai yang jaraknya paling jauh dari rata-rata. Untuk melakukan uji Grubbs untuk
menguji adanya nilai pencilan, maka hipotesis nol-nya adalah semua pengukuran berasal dari
populasi yang sama, atau dengan kata lain nilai yang dicurigai bukan suatu pencilan.
Sementara itu, hipotesis alternatifnya adalah nilai yang dicurigai bukan berasal dari populasi
yang sama, atau dengan kata lain nilai yang dicurigai adalah suatu pencilan. Uji ini
mengasumsikan bahwa populasi terdistribusi normal. Nilai G-hitung dirumuskan dengan:
| | ̅
G= (1)
Yang mana ̅ adalah rata-rata pengukuran sampel dan SD adalah simpangan baku pengukuran
sampel. Nilai ̅ dan SD dihitung dengan memasukkan nilai yang dicurigai. Jika nilai G-hitung
> G-kritik maka nilai yang dicurigai merupakan suatu pencilan. Jika G-hitung < G-kritik,
maka nilai ini harus dipertahankan dan diikutkan dalam perhitungan rata-rata pengukuran
sampel. Tabel nilai G-kritik pada taraf kepercayaan 95% ditunjukkan pada tabel 1. Nilai yang
diberikan pada tabel ini merupakan uji 2 sisi.
Tabel 1. Nilai-nilai G-kritik (P = 0,05) untuk uji 2 sisi*. Nilai diambil dari Miller and Miller
(2005).
Contoh 1
Nilai berikut diperoleh dari hasil pengukuran sampel serbuk yang mengandung obat tertentu dari 4
kali pengukuran 0,403; 0,410; 0,401; 0,380%. Apakah nilai 0,380% merupakan suatu pencilan?
Jawab:
Setelah dilakukan perhitungan, maka diperoleh rata-rata dan SD untuk keempat nilai di atas adalah ̅
= 0,3985 dan SD = 0,01292. Dari keempat nilai di atas, nilai 0,380% adalah nilai yang dicurigai.
Berdasarkan persamaan (1) maka nilai G-hitung adalah:
|0,380 0,3985|
G= 0,01292
= 1,432
Berdasarkan pada tabel 1 di atas, nilai G-kritik untuk jumlah sampel 4 adalah 1,481. Dengan
demikian nilai G-hitung < G-kritik, akibatnya hipotesis nol harus diterima yang berarti bahwa nilai
0,380 bukan suatu outlier dan harus dipertahankan.
Cara lain untuk melakukan analisis pencilan adalah dengan Q-test yang juga dikenal dengan
Dixon's Q-test, yang dirumuskan sebagai berkiut:
| |
Q hitung =
(2)
Selanjutnya nilai Q hitung ini dibandingkan dengan nilai Q-kritis (Q-tabel atau nilai
diperoleh dari tabel statistik). Hipotesis nol dan hipotesis alternatif untuk uji Dixon adalah
sama dengan hipotesis pada uji Grubbs. Jika nilai Q-hitung lebih kecil daripada nilai Q-tabel
(Tabel 2), maka hipotesis nol diterima berarti tidak ada perbedaan antara nilai yang dicurigai
dengan nilai-nilai yang lain. Sebaliknya, jika nilai Q-hitung lebih kecil dari nilai Q-kritis,
maka hipotesis nol ditolak berarti ada perbedaan yang bermakna antara nilai yang dicurigai
dengan nilai-nilai yang lain.
Tabel 2. Nilai Q-kritis pada taraf kepercayaan 95% (P= 0,05) pada uji dua sisi (Data diambil
dari
Kealey and Haines, 2002).
Jika dari satu seri penetapan kadar terdapat dua hasil pengukuran yang sangat
menyimpang, maka pengujian seperti ini perlu diulangi setelah satu nilai yang sangat
menyimpang tadi ditolak. Akan tetapi, kalau dari empat kali penetapan terdapat dua hasil
yang sangat menyimpang, sebaiknya dilakukan penetapan lagi sehingga diperoleh hasil yang
lebih banyak.
Contoh 2
Pada penetapan cemaran antibiotika dalam air didapat kadar 0,403; 0,410; 0,401; 0,380 μg/g. apakah
nilai 0,380 merupakan suatu pencilan?
Jawab:
Nilai Q-hitung dihitung dengan rumus (2) seperti di atas sehingga didapatkan:
| 0,380 0,401 | 0,021
Q-hitung = 0,410 0,380
= 0,03
= 0,70
(SD) dan rata-rata ± kesalahan baku rata-rata (Standard Error of Mean atau SEM).
Simpangan baku (SD) menunjukkan variabilitas dalam sampel. Sementara kesalahan baku
rata-rata (SEM) menggambarkan variabilitas rata-rata yang mungkin, dan nilainya sama
dengan nilai SD data sampel dibagi dengan akar ukuran sampel.
Pernyataan kadar terkait dengan taraf kepercayaan tertentu. Oleh karena itu, untuk
menyatakan kisaran kepercayaan kadar, nilai SEM ini dikalikan dengan nilai z (untuk
populasi) pada taraf kepercayaan tertentu. Sementara itu untuk sampel, nilai z ini dapat
diganti dengan nilai distribusi t (Tabel 3) dengan derajat bebas (ɸ) tertentu. Besarnya ɸ adalah
= banyaknya data (n) – 1
(4)
Yang mana n adalah banyaknya data, SD adalah nilai simpangan baku dan t adalah
nilai yang diperoleh dari Tabel t dengan derajat bebas tertentu.
Pertanyaanya adalah manakah yang tepat, persamaan (3) atau (4) untuk menyatakan
kadar. Aturan umumnya adalah jika jumlah sampel atau replikasi pengukuran > 30 maka
digunakan persamaan (3), sementara jika sampel atau replikasi < 30 maka digunakan
persamaan (4).
Tabel 3. Daftar harga t (uji dua sisi) (data diambil dari Miller and Miller, 2005; Statistics and
Chemometrics in Analytical Chemistry).
Harga t Harga t
Contoh 3
Kemurnian serbuk paracetamol yang dianalisis secara nitrimetri diperoleh kadar dari 6 kali
replikasi sebagai berikut: 102, 97, 99, 98, 101, 106 %. Nyatakan kadar (interva kepercayaan)
untuk hasil di atas pada taraf kepercayaan 95%.
Jawab: dengan mengasumsikan tidak ada data yang outlier, dan jumlah sampel adalah 6 (<30)
maka kadar dinyatakan dengan persamaan (4).
Diketahui nilai rata-rata sebesar 100,5%, SD = 3,27 %, n=6, serta nilai t- pada taraf kepercayaan
95% (P=0,95) dan derajat bebas 5 (dari 6-1) adalah 2,57; sehingga:
Kadar = ̅ ± SD
2,57 𝑥 3,27
Kadar = 100,5 ± 6
TEKNIK ANALISIS
Teknik analisis volumetri memerlukan pengukuran dengan seksama volume larutan yang
bereaksi. Alat yang lazim digunakan adalah labu takar, buret, pipet dan gelas ukur. Penggunaan alat
tersebut diuraikan pada bab berikut ini.
1. Labu takar
Labu takar biasanya digunakan untuk pembuatan larutan dengan kadar tertentu. Caranya
masukkan senyawa dengan bobot tertentu yang ditimbang seksama dan secara kuantitatif ke
dalam gelas piala, kemudian larutkan dalam air atau pelarut lain sampai seluruh senyawa tadi
larut. Masukkan secara kuantitatif larutan tersebut ke dalam labu takar dengan bantuan batang
gelas, corong dan botol pencuci dengan cara sebagai berikut:
Jika senyawa tersebut mudah larut dalam air masukkan langsung ke dalam labu takar melalui
corong yang diletakkan di mulut labu. Senyawa padat itu harus mudah melewati corong dan cuci
sisanya yang melekat pada corong dengan air ke dalam labu sehingga labu terisi kurang lebh
setengahnya. Goyangkan labu sampai senyawa larut dan tepatkan volume sampai tanda dengan
cara seperti diuraikan di atas. Tutup labu dan balik serta gojog sehingga larutan tercamppur
dengan sempurna.
Untuk analisis yang sangat teliti, suhu larutan harus dibuat menjadi 20ºC sebelum ditetapkan
sampai tanda. Jika larutan baku ini perlu disimpan, pindahkan ke dalam botol penyimpanan. Bilas
dulu botol penyimpanan 2-3 kali dengan sedikit larutan kemudian pindahkan larutan. Jika larutan
hendak digunakan, kocok terlebih dahulu. Pengocokan bertujuan untuk mencampur kembali tetes
air yang mengembun di dinding dalam wadah di atas larutan dengan seluruh larutan.
Pengenceran larutan baku dapat diakukan dengan memipet larutan menggunakan pipet
volume lalu dimasukkan ke dalam labu takar lalu diencerkan dengan air sampai tanda. Misalnya
100 mL larutan 0,2 N dapat dari memipet 20,0 mL larutan 1,0 N ke dalam labu takar 100 mL dan
mengencerkannya dalam air sampai tanda.
2. Pipet volume
Sebelum digunakan pipet yang sudah bersih dibilas dulu pipet 2-3 kali dengan larutan yang
akan dipipet. Setiap kali membilas, basahkan seluruh bagian dalam pipet sebelum larutan
dikeluarkan.
Ambil cairan ke dalam pipet dengan ball pipet atau pipet pump sampai di atas tanda tera.
Angkat pipet dari cairan dan seka hati-hati bagian luar pipet dengan kertas tissue hingga bersih
dari cairan yang menempel. Pegang pipet tegak lurus dan tandanya teretak setinggi mata,
keluarkan cairan dengan menekan ball pipet hingga cairan habis.
3. Buret
Ada dua jenis buret, yaitu buret dengan kran dan buret dengan karet penjepit (buret Mohr).
Buret Mohr biasanya digunakan untuk larutan baku natrium hidroksida.
lapisan pelicin (vaselin) sebelum digunakan. Bilas buret 2 kali dengan sedikit larutan yang akan
diisikan. Lebih kurang 5 mL setiap pengambilan buret tuntas dulu sebelum dibilas untuk kedua
kalinya. Isi buret dengan larutan hingga sedikit di atas tanda 0. Buka keran agar semua ujungnya
terisi dan gelembung udara terdesak keluar sementara mata sejajar dengan titik 0. Keluarkan
cairan dengan hati-hati sampai cairan dalam miniskus tepat pada tanda nol/ angka.
Hilangkan tetesan pada ujung buret dengan menyentuhkan pada bagian luar gelas. Setelah
lapisan tipis larutan yang melekat pada dinding buret di atas permukaan cairan turun ke bawah,
baca buret dengan seksama untuk menghindarkan kesalahan paralak waktu membaca buret, mata
harus sejajar dengan miniskus. Untuk mempertajam pembacaan, dapat digunakan kertas hitam
putih. Tempatkan sisi atau bagian yang hitam ± 1 mm di bawah miniskus. Dengan demikian
bagian bawah miniskus menjadi gelap dan terhadap latar belakang yang berwarna putih menjadi
tampak jelas sehingga miniskus cairan cepat dibaca dengan lebih teiti. Baca sampai 1/10 skala
1 2 3 1
terkecil yang ada pada buret. Cara pembacaan: 10 , 10 , 10,….. 10 , dikalikan dengan skala terkecil
pada buret.
4. Gelas ukur
Gelas ukur ada yang bertutup gelas dan ada yang tidak bertutup. Gelas ukur bertutup
digunakan untuk mengukur cairan yang mengeluarkan uap misalnya asam klorida pekat. Jenis
gelas ukur terdapat dengan berbagai kapasitas dari voume 5 mL sampai 2 Liter. Gelas ukur
digunakan untuk mengukur cairan yang tidak memerlukan ketelitian tinggi.
5. Keseragaman sediaan
Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari 2 metode yaitu keseragaman
a. Keseragaman bobot
Timbang seksama 10 tablet, satu per satu dan hitung bobot rata-ratanya.
Timbang seksama 10 kapsul satu persatu, beri identitas tiap kapsul, keluarkan isi tiap
kapsul. Timbang seksama tiap cangkang kapsul kosong, dan hitung bobot netto isi
tiap kapsul dari masing-masing bobot kapsul.
Tetapkan bobot netto isi tiap kapsul sebagai berikut: Timbang seksama 10 kapsul
utuh satu persatu untuk memperoleh bobot kapsul, beri identitas tiap kapsul.
Kemudian buka kapsul dengan alat pemotong yang bersih dan kering yang sesuai
seperti gunting atau pisau yang tajam. Dan keluarkan isinya dan cuci cangkang
dengan pelarut yang sesuai. Biarkan sisa pelarut menguap dari cangkang kapsul pada
suhu kamar dalam waktu lebih kurang 30 menit, lakukan pencegahan terhadap
penarikan atau kehilangan lembab. Timbang cangkang kapsul, dan hitung berat netto
isi kapsul.
b. Keseragaman kandungan
Untuk penetapan keseragaman kandungan, ambil tidak kurang dari 30 satuan sediaan.
Tetapkan kadar setiap sediaan (dari jumlah 10 sediaan) satu per satu seperti tertera pada
penetapan kadar dalam masing-masing monografi.
1. Pendahuluan
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi, yakni reaksi antara ion hidrogen
yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang
bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi anatara donor proton (asam) dengan
penerima proton (basa). Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap
senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Contoh asidimetri adalah
penetapan kadar natrium bikarbonat yang bersifat basa dengan asam klorida (asam). Sebaliknya,
alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan
baku basa. Contoh alkalimetri adalah analisis asam salisilat (suatu asam) dengan larutan baku
NaOH (suatu basa).
Sebagaimana jenis titrasi yang lain, maka dalam asidi alkalimetri juga digunakan
indikator untuk deteksi titik akhir titrasi. Tabel 4 menunjukkan daftar berbagai macam indikator
dengan jarak perubahan warna serta warna-warna yang terjadi pada perubahan tersebut.
Tabel 4. Indikator yang biasa digunakan dalam asidimetri dan alkalimetri.
Kalium biftalat
Perhitungan normalitas NaOH
360 440 1
N NaOH =
204,22
(Catatan: titrasi harus dihindarkan dari kelebihan basa dan dilakukan pada suhu 15 - 20º
karena dapat terjadi hidrolisis)
(Catatan: berat ekivalen adalah sama dengan berat molekul asetosal, karena valensi pada
penetapan kadar di atas adalah 1).
Catatan: dari reaksi di atas, dapat dilihat bahwa tiap 1 mol asetosal (BM = 180,12) setara
dengan 2 mol NaOH yang berarti juga setara dengan 2 mol HCl, sehingga valensi asetosal
pada reaksi di atas adalah 2. Dengan demikian, berat ekivalen (BE) asetosal adalah setengah
dari berat molekulnya.
Pertanyaan:
1. Bagaimana cara membuat HCl 0,1 N sebanyak 500 mL jika diketahui HCl yang tersedia adalah HCl
37%. Diketahui berat jenis HCl adalah 1,19 gram/mL dan berat molekul HCl adalah 36,5 gram/mol
2. Apa dasar analisis asetosal yang akan Saudara praktikkan
3. Apa tujuan pemanasan pada cara kerja Saudara. Jelaskan
4. Apakah yang dimaksud dengan titrasi blanko pada cara kerja Saudara
1. Pendahuluan
Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan. Pada reaksi ini
memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi ini cukup
sempurna, sehingga dapat diukur secara kuantitatif. Prinsip hasil kali kelarutan dapat diterapkan
pada semua reaksi pengendapan.
Metode argentometri merupakan metode umum untuk penetapan kadar halogenida,
senyawa yang mengandung atom halogen dan senyawa-senyawa yang dapat membentuk endapan
dengan perak nitrat pada suasana tertentu, misalnya kloramfenikol, dimana atom klor diubah dulu
menjadi klorida (dengan cara destruksi).
Penetapan titik akhir dapat ditentukan dengan:
1. Hilangnya endapan atau terbentuknya kekeruhan
2. Menggunakan indikator dalam
3. Secara potensiometri dengan menggunakan elektroda kalomel
Indikator yang bisa digunakan:
1. Besi (III) amoniumsulfat, dibuat dengan melarutkan 8 g besi (III) ammonium sulfat dalam
air, hingga 100 mL. indikator ini digunakan untuk titrasi langsung atau titrasi kembali
dengan larutan baku amonium tiosianat. Titik akhir ditunjukkan dengan terbentuknya
warna merah pertama besi (III) tiosianat.
2. Kalium kromat, dibuat dengan melarutkan 5 g kalium kromat dalam air secukupnya
hingga 100 mL. kalium kromat membentuk endapan merah perak kromat yang dapat
dilihat dengan latar belakang berwarna putih. Dengan menggunakan jumlah ion kromat
yang sesuai, titik akhir semakin mendekati stoikiometri.
3. Indikator adsorbsi, seperti diklorofluoresin dan eosin, dapat digunakan untuk analisis
halogenida pada titrasi langsung dengan perak nitrat. Titik akhir titrasi ditunjukkan oleh
adanya perubahan warna endapan perak halogenida yang berubah nyata karena menyerap
indikator.
Tujuan:
Mampu membuat dan membakukan larutan perak nitrat 0,1 N.
Alat: Bahan:
Labu takar 500 mL dan 1000 mL Perak nitrat
Pipet volume 25 mL Natrium klorida
Pipet ukur 5 mL Kalium kromat
Buret 50 mL
Reaksi:
Perhitungan:
Normalitas AgNO3=
Alat: Bahan:
Labu takar 1000 mL Besi (III) amonium sulfat
Pipet volume 25 mL Amonium tiosianat
Buret 50 mL Perak nitrat 0,1 N
Asam nitrat
Reaksi:
Perhitungan:
25 ₃
Normalitas NH4SCN = ₄
3. Penggunaan
Tujuan:
Mampu menetapkan kadar bromida secara argentometri dengan metode titrasi kembali
(metode Volhard).
Cara penetapan:
1. Lebih kurang 400 mg natrium bromida yang ditimbang seksama dilarutkan dalam
campuran 10 mL air dan 5 mL asam nitrat pekat.
2. Tambahkan 50 mL perak nitrat 0,1 N berlebihan tertentu.
3. Titrasi kelebihan AgNO3 dengan amonium tiosianat 0,1 N menggunakan indikator
besi (III) amonium sulfat hingga terbentuk warna merah coklat yang stabil.
4. Lakukan titrasi blanko.
Tiap 1 mL perak nitrat 0,1 N setara dengan 10,29 mg KBr.
Reaksi:
>>>ttt
Sisa
Perhitungan:
₃ ₃ ₄ ₄ 10,29
Kadar = 0,1
x 100%
1. Pendahuluan
Metode titrasi ini didasarkan atas reaksi antara amina aromatik primer dengan natrium
nitrit dalam suasana asam, membentuk garam diazonium.
NaNO₂ + HCl → NaCl + HNO₂
Reaksi dilakukan di bawah suhu 15ºC, sebab pada suhu yang lebih tinggi garam
diazonium akan terurai menjadi fenol dan nitrogen. Reaksi diazotasi dapat dipercepat dengan
menambahkan kalium bromida.
Titik akhir dapat ditunjukkan dengan menggunakan pasta kanji iodida atau kertas kanji
iodida sebagai indikator luar. Ketika larutan digoreskan pada kertas, adanya kelebihan nitrit akan
memberikan warna biru segar pada kertas setelah didiamkan satu menit.
KI + HCl → KCl + HI
2 HI + 2 HONO → I₂ + 2 NO + 2 H₂ O
I₂ + amilum → Iod – amilum (berwarna biru)
Penetapan titik akhir dapat ditunjukkan dengan campuran tropeolin 00 dan biru metilen
sebagai indikator dalam. Atau secara potensiometri dengan menggunakan elektroda Kalomel-
platina (calomel-platinum).
Alat: Bahan:
Buret 50 mL Natrium nitrit
Gelas piala Asam sulfanilat
Gelas ukur 10 mL dan 100 mL Natrium bikarbonat
Labu takar 1000 mL Asam klorida
Thermometer 0 – 100 ºC Es
Pembuatan Natrium Nitrit 0,1 M
Larutkan 7,5 g natrium nitrit P dalam air hingga 1000 mL.
Reaksi:
HO3S-C6H4-NH2 + NaNO2 + 2 HCl → HO₃ S-C6H4-Na+Cl- + NaCl + 2 H2O
Perhitungan:
Molaritas NaNO2 = ₂
3. Penggunaan
Tujuan:
Mampu menetapkan kadar obat-obat sulfa secara nitrimetri berdasarkan reaksi diazotasi.
Cara Penetapan:
1. Lebih kurang 5000 mg sulfanilamid yang ditimbang secara seksama dilarutkan dalam
75 mL air dan 10 mL asam klorida P. Dinginkan.
2. Titrasi perlahan-lahan dengan larutan natrium nitrit 0,1 M pada suhu tidak lebih dari
15ºC, hingga 1 tetes larutan akan segera memberikan warna biru pada kertas kanji
iodida.
3. Titrasi dianggap selesai jika titik akhir dapat ditunjukkan lagi setelah larutan
dibiarkan selama 1 menit.
Tiap 1 mL NaNO2 0,1 M setara dengan 17,22 mg C6H4NH2O3S.
Reaksi:
H2N-SO3-C6H4-NH + NaNO2 + 2 HCl → H2N-SO3-C6H4-Na+Cl- + NaCl + 2 H2O
Perhitungan:
₂ ₂ 17,22
Kadar: 0,1
x 100%
Catatan:
Cara yang sama dapat digunakan untuk penetapan kadar obat-obat golongan sulfa seperti tabel
di bawah ini:
Catatan:
a. Untuk obat golongan sulfa yang gugus amina primer aromatisnya tidak bebas, seperti
ftalilsifatiazol atau suksinilsulfa-tiazol, perlu dilakukan hidrolisis terlebih
dahuludengan campuran 50 mL asam klorida P dan 100 mL air di atas penangas air
selama 2 jam. Kemudian dilanjutkan seperti pada penetapan kadar sulfanilamid.
b. Untuk mepercepat reaksi diazotasi dapat ditambah 1 gram kalium bromida, sehingga
titrasi dapat dilakukan pada suhu kamar.
Pertanyaan:
1. Jelaskan prinsip kerja Nitrimetri
2. Penggunaan indikator dalam:
a. Mekanisme reaksi indikator luar yang digunakan sehingga menghasilkan warna biru
b. Bagaimana memastikan bahwa warna biru yang dihasilkan adalah betul-betul titik akhir reaksi
bukan karena adanya oksidasi udara
3. Penggunaan indikator dalam:
a. Indikator dalam apakah yang digunakan dalam Nitrimetri
b. Jelaskan mekanisme reaksi dari indikator dalam tersebut sehingga bisa digunakan sebagai
penanda titik akhir reaksi
4. Apakah fungsi penambahan KBr dalam metode Nitrimetri
5. Bagaimana saudara menghitung kadar obat hasil dari titrasi saudara
6. Bagaimana saudara menghitung jumlah (mg) obat pada setiap tablet
7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan menimbang / mengukur seksama
8. Kapan saudara harus menimbang / mengukur seksama dan kapan tidak perlu seksama
1. Pendahuluan
Iodida merupakan oksidator yang relatif lemah, oksidasi potensial sistem iodida ini.
I₂ + 2 e ↔ 2 I- E0 = + 0,535 volt
Metode titrasi ini dibagi menjadi dua: iodimetri merupakan titrasi langsung dengan baku
iodium terhadap senyawa dengan oksidasi potensial yang lebih rendah. Iodometri merupakan
titrasi tidak langsung, metode ini diterapkan terhadap senyawa dengan oksidasi potensial yang
lebih besar dari sistem iodium iodida. Iodium yang bebas dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat.
Satu tetes larutan iodium 0,1 M dalam 100 mL air memberikan warna kuning pucat.
Untuk menaikkan kepekaan titik akhir biasanya digunakan indikator kanji. Iodium menghasilkan
warna jelas dengan kadar iodium 2 x 10-5, sedang iodida 4 x 10-4. Penyusun utama kanji adalah
amilosa dan amilopektin. Amilosa dengan iodium membentuk warna biru, sedangkan amilopektin
membentuk warna merah. Sebagai indikator dapat pula digunakan karbon tetraklorida (CCl4).
Adanya iodium, lapisan CCl4 berwarna ungu.
Alat: Bahan:
Buret 50 mL Jingga metil
Labu takar 1000 mL Iodium
Erlenmeyer 250 mL Kalium iodida
Corong Natrium bikarbonat
Kanji
Asam klorida
Pembuatan Iodium 0,1 N
1. Larutkan 20 g kalium iodida dalam 30 mL air dalam labu tertutup.
2. Timbang 12,7 g iodium dalam gelas arloji, tambahkan sedikit demi sedikit ke dalam
larutan kalium iodida jenuh.
3. Tutup labu dan kocok sampai iodiumnya larut.
4. Diamkan larutan dalam suhu kamar dan tambahkan air hingga 1000 mL.
Reaksi:
Perhitungan:
₂ ₃
Normalitas I2 =
₂ ₃
3. Penggunaan
Alat: Bahan:
Buret 50 mL Kalium iodida
Labu takar 100 mL Natrium tiosulfat
Pipet volume 25 mL Kanji
Erlenmeyer
Gelas piala
Cara penetapan:
1. Lebih kurang 2 g tembaga sulfat yag ditimbang seksama, larutkan dalam air dalam
gelas piala, masukkan dalam labu takar 100 mL secara kuantitatif dan tepatkan
volumenya.
2. Pipet 25 mL larutan tambahkan 2 mL asam asetat dan 1,5 g kalium iodida.
3. Titrasi iodium yang terbentuk dengan natrium tiosulfat 0,1 N menggunakan indikator
kanji.
Tiap 1 mL natrium tiosulfat 0,1 N setara dengan 6,354 mg Cu atau 24,97 mg CuSO4.
5H2O
Perhitungan:
₂ ₂ ₃ ₂ ₂ ₃ 6,3544
Kadar Cu = 0,1
x 100%
Alat: Bahan:
Buret 50 mL Iodium 0,1 N
Erlenmeyer 100 – 150 mL Larutan kanji
Cara penetapan:
1. Lebih kurang 400 mg vitamin C yang ditimbang seksama dilarutkan dalam campuran
yang terdiri dari 100 mL air bebas CO2, 25 mL asam sulfat encer.
2. Titrasi segera dengan iodium 0,1 N menggunakan indikator kanji 1 mL.
Tiap 1 mL iodium 0,1 N setara dengan 8,805 mg vitamin C.
Catatan:
Titik akhir dicapai jika terjadi warna biru mantap selama 1 menit.
Perhitungan:
₂ ₂ 8,805
Kadar vitamin C = 0,1
x 100%
1. Pendahuluan
Kompleksometri merupakan cara penetapan kadar ion logam berdasarkan
terbentuknyasenyawa kompleks antara ion logam dan senyawa pembentuk kompleks, yang
merupakan donor elektron. Salah satu senyawa pembentuk kompleks yang banyak digunakan
adalah natrium edetat (Na.EDTA). Senyawa EDTA ini dengan banyak kation membentuk
kompleks dengan perbandingan 1:1 beberapa valensi.
M2+ + (H₂ Y)2- → (MY)2- + 2H+
M3+ + (H₂ Y)2- → (MY)- + 2H+
Alat: Bahan:
Buret 50 mL Dinatrium edetat (EDTA)
Pembakuan:
1. Larutkan lebih kurang 200 mg kalsium karbonat yang ditimbang saksama dalam 50 ML
air dan sejumlah asam klorida encer P hingga larut.
2. Tambahkan 15 mL natrium hidroksida 2 N.
3. Titrasi dengan natrium edetat 0.05 M, menggunakan indicator 300 mg biru hidroksinaftol,
hingga larutan berwarna biru tua.
4. Tiap 1 mL larutan Na2EDTA 0,05 M setara dengan 5,005 mg CaCO3.
Reaksi:
Ca++ + (H2Y)= ( CaY)= + 2 H+
Perhitungan:
Molaritas = 2
Alat: Bahan:
Buret 50 mL Magnesium sulfat
Labu takar 1000 mL Edetat 0,05 M
Pipet volume 25 mL Hitam eriokrom
Gelas ukur 100 mL Dapar ammonia pH 10
Larutkan 67,5 g ammonium klorida dengan 570 mL ammonia pekat dan encerkan dengan
air secukupnya hingga 1000 mL.
Reaksi:
Mg++ + HIn= MgIn- + H+
Perhitungan:
25
Molaritas =
3. Penggunaan
Tujuan:
Alat: Bahan:
Buret 50 mL Dinatrium edetat 0,05 M
Kalsium karbonat
Hitam eriokrom
Kompleks magnesium edetat 0,1 M. Campur dinatrium edetat dan magnesium sulfat 0,4
M dalam jumlah sama; netralkan dengan larutan natrium hidroksida hingga pH 8-9. Encerkan
dengan air hingga larutan menjadi 0,1 M.
Cara penetapan:
1. Lebih kurang 500 mg kalsium karbonat yang ditimbang saksama, larutkan dalam
beberapa tetes asam korida encer P hingga tidak timbul gas dan larutan menjadi
jernih.
2. Netralkan dengan larutan natrium hidroksida, encerkan dengan air hingga 500 mL.
3. Pada 25,0 mL larutan tersebut encerkan dengan 25 mL air.
4. Tambahkan 2 mL dapar amonia pH 10,1 mL magnesium edetat 0,1 M dan 3 tetes
hitam eriokrom.
5. Titrasi dengan dinatrium edetat 0,05 M hingga warna merah anggur menjadi biru.
Tiap 1 mL dinatrium edetat 0,05 M setara dengan 5,005 mg CaCO3.
Catatan:
Fungsi penambahan kompleks magnesium edetat untuk mempertajam perubahan warna
pada titik akhir. Mekanismenya dapat dibaca pada bab kompleksometri pada Volumetri dan
Gravimetri.
Perhitungan:
5,005
Kadar CaCO3 =
0,1
Tujuan:
Mampu menetapkan kadar senyawa seng secara kompleksometri.
Alat: Bahan:
Buret 25 mL Dinatrium edetat 0,05 M
Pipet volume 10 mL Dapar ammonia pH 10
Labu takar 100 mL Asam klorida encer
Hitam eriokrom
Natrium hidroksida encer
Cara Penetapan:
1. Lebih kurang 700 mg seng oksida yang ditimbang saksama, dilarutkan dalam 50 mL
asam klorida encer dalam labu ukur 100 mL, tambahkan air secukupnya hingga 100
mL, campur.
2. Encerkan 10,0 mL larutan tersebut dengan 100 mL air, tambahkan natrium hidroksida
encer hingga terbentuk kabut yang mantap, tambahkan 5 mL dapar ammonia.
3. Titrasi dengan natrium edetat 0,05 M menggunakan indikator hitam eriokrom hingga
berwarna biru.
Reaksi:
Zn+++ + (H2Y)= (ZnY)- + 2 H+
HIn= + Zn+ ZnIn- + H+
Perhitungan:
4 068 100
Kadar ZnO = 0,05 10
Pertanyaan:
1. Apakah yang dimaksud dengan analisis secara kompleksometri?
2. Apakah fungsi pengaturan pH pada kompleksometri?
3. Apa yang dimaksud dengan konstante stabilitas logam EDTA?
4. Apa dasar pemilihan indikator pada kompleksometri?
5. Mengapa logam alumunium tidak dapat dititrasi langsung secara kompleksometri?
6. Bagaimana cara penetapan masing-masing logam Ca dan Mg dalam bentuk campuran?
7. Untuk senyawa-senyawa berikut: Ferro glukonat, Mg hidroksida, Alumunium hidroksida secara
kompleksometri.
8. Tuliskan reaksi bagaimana mekanisme titrasi secara kompleksometri?
1. Pendahuluan
Permanganometri adalah penetapan kadar zat berdasarkan atas reaksi oksidasi reduksi
dengan KMnO4. Dalam suasana asam reaksi dapat dituliskan sebagai berikut:
MnO4 + 8 H+ +
5e Mn++ + 4 H2O
Dengan demikian berat ekivalennya seperlima dari berat molekulnya atau 31,606. Asam
sulfat merupakan asam yang paling cocok karena tidak bereaksi dengan permanganat. Sedangkan
dengan asam klorida terjadi reaksi.
Tujuan:
Mampu membuat dan membakukan kalium permanganate 0,1 N.
Alat: Bahan:
Buret 50 mL Kalium permanganat
Gelas piala 1000 mL Asam klorida
Labu godog 1000 mL Arsentrioksid
Corong dan glasswool Botol coklat tertutup
Gelas ukur 100 mL
Labu takar 1000 mL
Pembuatan KMnO4 0,1 N
1. Timbang sekitar 3,2 – 3,25g KMnO4 dalam gelas arloji, pindahkan ke Beker Glass 1500
mL, tambahkan 1 Liter aquadest, tutup bekerglass dengan gelas arloji.
2. Panaskan larutan sampai mendidih, didihkan pelan-pelan selama 15-30 menit dan
larutkan didinginkan pada suhu kamar.
3. Saring memalui corong yang glasswool, atau melalui krus Gooch yang diberi asbes atau
dengan penyaringan kaca pasir.
4. Tampung lapisan dalam botol yang telah dicuci dengan campuran asam kromat dan telah
dibilas. Kemudian simpan dalam botol coklat.
Standarisasi Larutan KMn04 0,1 N.
1. Keringkan beberapa As2O3 pada 105-100 °C selama 1-2 jam, Biarkan mendingin dalam
eksikator.
2. Timbang secara seksama lebih kurang 250 mg As2O3 kering, masukkan kedalam beaker
glass 400 mL, tambahkan 10 mL larutan natrium hidroksida 20%.
3. Diamkan sambil diaduk 10 menit. Encerkan dengan 100 mL air.
4. Tambahkan 100 mL asam klorida dan 1 tetes kalium iodida 0,0025 M.
5. Titrasi dengan larutan kalium permanganat yang dibuat sampai timbul warna ungu
mantap selama 30 detik.
Reaksi:
5 I2 + 2 MnO4- + 10 CI- + 16 H+ ↔ 10 ICl + 2 Mn+ 8 H20
10 ICI + 5 H3ASO3 + 5H2O ↔ 5 I2 + 5H3ASO4 + 10H+ + 10CI
Perhitungan:
₂
Normalitas =
₂
3. Penggunaan
3.1. Penetapan Kadar Natrium Oksalat
Tujuan:
Mampu menetapkan kadar senyawa oksalat.
Alat: Bahan:
Buret 50 mL Kalium permanganate 0,1 N
Penangas air Asam sulfat
Termometer 100oC
Cara penetapan:
1. Lebih kurang 200 mg natrium oksalat yang ditimbang saksama dalam 100 ML air.
2. Tambahkan 7 mL asam sulfat P, panaskan sekitar 70°.
6,7
Kadar = %
0,1
Cara penetapan:
1. Lebih kurang 500 mg besi (II) sulfat yang ditimbang saksama, larutkan dalam 25 mL
air dan 25 mL asam sulfat encer P.
2. Titrasi dengan kalium permanganate 0,1 N hingga timbul warna ungu mantap. Tiap
mL kalium permanganat 0,1 N setara dengan 27,80 mg FeSO4. 7H20.
Reaksi:
MnO4- + 8H+ + 5 Fe++ Mn++ + 4 H20 + 5 Fe+++
Perhitungan:
27,80
Kadar =
0,1
Pertanyaan:
1. Larutkan KMnO4 0,1 N distandarisasi dengan senyawa baku AS₂ O₃ , indikator apa yang
digunakan? Jelaskan!
2. Untuk pembakuan larutan KMnO4 0,1N, senyawa baku As₂ O₃ ditambah100 mL larutan NaOH
20%. Apa guna larutan NaOH ini? selanjutnya tambahkan 100 mL HCl, HCl berapa N kah yang
anda gunakan? Mengapa, Jelaskan.
3. Tuliskan persamaan reaksi bila kalium permanganat direaksikan dengan arsen trioksida dalam
suasana asam dan bagaimana perhitungan berat ekuivalensinya dan normalitsnya?
4. Selain dengan arsen trioksida, senyawa apa saja yang dapat digunakan untuk standarisasi larutan
kalium permanganat? Berikut reaksi dengan perhitungannya sehingga ada dapatkan normalitas
larutan kalium permanganate tersebut!
5. Mengapa pada titrasi permanganometri harus dlam suasana asam dan berapa konsentrasi asam
yang bisa digunakan?
6. Berapa normalitas larutan KMnO4 0,300 M di bawah keadaan berikut?
a. Bila larutan KMnO4 tersebut digunakan sebagai zat pengoksidasi dalam larutan asam kuat?
b. Bila larutan KMNo4 tersebut digunakan sebgaai zat pengoksidasi dalam larutan basa?
c. Bila larutan KMnO4 tersebut digunakan sebagai zat pengoksidasi dalam reaksi yang
karenyanya ia diubah menjadi MnO42-.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1972, Farmakope Indonesia Edisi II, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Beckett, A.H., and Stenlake, J.B., 1976, Practical Pharmaceutical Chemistry, Third Edition, part one, The
Al Press London.
Connors, K.A., 1975, A., Textbook of Pharmaceutical Analysis, Interscience, New York.
Higuchi, T. and Brachman Hansen, 1967, Pharmaceutical Analysis, Interscience, New York.
Jenkin, G.L, Knevel A.M and Di Gangi, F.E 1967, Quantitative Pharmaceutical Chemistry, Sixth Edition,
Mc, GRAW Hill, New York.
Kolthhoff, I.m., Sandel, E.B., Meehan, E.J., Brunkenstein, S, 1969, Quantitative Chemical Analysis,
Fourth Edition, Macmilian Co, London.
Vogel, A.I, 1961, a Textbook of Quantitative Inorganic Analysis. Third Edition, Longmans, London.