Anda di halaman 1dari 52

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM

KIMIA FARMASI II

Penyusun:

Dwiky Ramadhani K., M. Pharm. Sci., Apt

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI


POLITEKNIK KESEHATAN TNI AU ADISUTJIPTO
YOGYAKARTA
2020
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

VISI & MISI


POLITENIK KESEHATAN TNI AU ADISUTJIPTO

VISI
Menjadi poltekkes yang unggul, mandiri, berkualitas dan modern serta kompetitif di
tingkat nasional

MISI
1. Menyelenggarakan Pendidikan kesehatan untuk menghasilkan lulusan yang
berkualitas, beriman dan bertaqwa.
2. Melaksanakan penelitian terapan di bidang kesehatan yang berguna bagi
masyarakat.
3. Melaksanakan pengabdian masyarakat dan pemanfaatan iptek bidang
kesehatan dan melaksanakan kerjasama dengan pihak terkait dalam rangka
pengembangan dan kemandirian poltekkes.

Laboratorium Kimia Farmasi


1
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

VISI & MISI


PROGRAM STUDI D3 FARMASI

VISI
“visi keilmuan program studi D3 Farmasi Poltekkes TNI AU Adisutjipto adalah
program studi D3 Farmasi yang unggul dibidang pelayanan kefarmasian khususnya
farmasi penerbangan”.

MISI

1. Menyelenggarakan Pendidikan D3 Farmasi untuk menghasilkan lulusan yang


unggul di bidang pelayanan kefarmasian khusunya farmasi penerbangan.
2. Menyelenggarakan penelitian bidang pelayanan kefarmasian yang berguna
bagi masyarakat.
3. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat dan kerjasama dengan
berbagai pihak dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan di bidang
pelayanan kefarmasian.
4. Membentuk tenaga ahli madya farmasi yang memiliki keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta sikap disiplin.

Laboratorium Kimia Farmasi


2
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji Syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia yang
diberikan kepada penulis sehingga buku panduan ini dapat diselesaikan dengan baik.
Petunjuk praktikum ini membahas tentang pelaksanaan praktikum yang diadakan di
laboratorium Kimia untuk mahasiswa semester IV. Buku ini dibuat untuk memberikan
petunjuk dan cara serta petunjuk kerja praktikan yang disesuaikan dengan materi kimia
farmasi 2.

Buku panduan ini berisi langkah-langkah mengenai praktikum yang akan


dilaksanakan yang terdiri dari 6 praktikum. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian buku petunjuk
praktikum ini sehingga buku ini dapat diterbitkan. Semoga buku petunjuk praktikum ini akan
terus berkembang menyesuaikan kurikulum yang ada dan pengetahuan yang selalu
berkembang.

Penulis berharap semoga praktikan dapat memahami dan menguasai semua materi yang ada
di dalam buku petunjuk praktikum ini dengan baik dan benar pada proses pembelajaran di
laboratorium khususnya Laboratorium Kimia Farmasi Program Studi Farmasi (D-3)
Politeknik Kesehatan TNI AU Adisutjipto Yogyakarta.

Tim Penyusun

Laboratorium Kimia Farmasi


3
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... 1


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 4
TATA TERTIB PRAKTIKUM KIMIA FARMASI II...................................................................... 5
FORMAT LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA FARMASI II ............................................ 6
FORMAT COVER LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ................................................................ 11
ARAHAN KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM KIMIA FARMASI .................... 12
PERCOBAAN I: PENETAPAN OBAT SECARA ASIDI ALKALIMETRI ................................ 27
PERCOBAAN II: PENETAPAN OBAT SECARA ARGENTOMETRI ...................................... 31
PERCOBAAN III: PENETAPAN OBAT SECARA NITRIMETRI ............................................. 35
PERCOBAAN IV: PENETAPAN OBAT SECARA IODO IODIMETRI .................................... 39
PERCOBAAN V: PENETAPAN OBAT SECARA KOMPLEKSOMETRI ................................ 42
PERCOBAAN VI: PENETAPAN OBAT SECARA PERMANGANOMETRI ........................... 46

Laboratorium Kimia Farmasi


4
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

TATA TERTIB PRAKTIKUM KIMIA FARMASI II

1. Mahasiswa harus hadir 15 menit sebelum praktikum dimulai. Keterlambatan lebih


dari 15 menit tidak diperbolehkan mengikuti praktikum.
2. Mahasiswa wajib mengenakan jas praktikum dan name tag selama kegiatan
praktikum.
3. Mahasiswa diwajibkan menggunakan sepatu dan kaos kaki serta menyiapkan alat
pelindung diri minimal masker dan sarung tangan latex.
4. Mahasiswa diwajibkan untuk mengikuti seluruh mata praktikum.
5. Sebelum mengikuti praktikum, mahasiswa wajib memahami kegiatan praktikum yang
akan dilakukan termasuk sifat-sifat bahan yang akan digunakan.
6. Mahasiswa yang berhalangan hadir harus memberi informasi terlebih dahulu dengan
membuat surat ijin resmi yang ditujukan kepada dosen pembimbing praktikum pada
hari yang bersangkutan.
7. Mahasiswa tidak diperkenankan makan dan minum selama praktikum dan mematuhi
peraturan yang berlaku.
8. Mahasiswa harus menjaga kebersihan dan ketenangan selama praktikum.
9. Laporan sementara praktikum berupa logbook praktikum harus diisi dan dikumpulkan
kepada dosen pembimbing praktikum pada akhir kegiatan tiap mata praktikum untuk
dikoreksi.
10. Laporan resmi praktikum dibuat secara individu dan dikumpulkan pada saat jadwal
praktikum selanjutnya.
11. Laporan resmi praktikum harus mengikuti format laporan resmi Praktikum Kimia
Dasar yang telah ditentukan.
12. Tidak ada inhal dengan alasan apapun untuk praktikum Kimia Farmasi II. Bagi
mahasiswa yang tidak dapat mengikuti praktikum karena sakit atau hal-hal yang
dapat dipandang sebagai kondisi darurat atau mendesak diwajibkan mengirimkan
surat tertulis dilengkapi dengan surat dokter atau surat keterangan lain yang
diperlukan. Mahasiswa yang tidak hadir praktikum tanpa pemberitahuan tertulis
akan diberikan nilai nol (0) untuk mata kuliah praktikum yang ditinggalkan.
13. Pada akhir praktikum petugas laboratorium akan memeriksa kembali alat-alat
yang digunakan. Bila ada barang yang rusak atau hilang, mahasiswa harus
mengganti selambat-lambatnya satu minggu setelah praktikum yang bersangkutan.
14. Hal-hal yang belum tercantum dalam ketentuan ini akan diatur kemudian oleh
koordinator praktikum.

Laboratorium Kimia Farmasi


5
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

FORMAT LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA FARMASI


II

Ketentuan Laporan Resmi:


1. Laporan ditulis tangan dengan rapi
2. Laporan menggunakan kertas hvs putih ukuran A4
3. Dibuat individu
4. Margin kanan-kiri-atas-bawah 1,5 cm
5. Isi ditulis dengan urut sesuai ketentuan
6. Halaman judul/ depan diketik dengan font Times New Roman
7. Dijilid dengan cover warna biru muda

Isi Laporan Resmi Praktikum:


A. Tujuan (Bobot nilai : 1)
Diisi tujuan mata acara praktikum
B. Dasar Teori (Bobot nilai : 3)
Diisi teori-teori dari pustaka yang mendasari materi mata acara praktikum tersebut.
Pustaka yang diacu minimal dari 3 sumber, dan tahun sumber pustaka di atas tahun 2008.
Cara mengacu pustaka dalam uraian:
1. Apabila ada bagian karya tulis yang diacu dalam uraian (misalnya tinjauan pustaka
atau pembahasan) maka nama akhir dari pengarang atau penyunting dan tahun
publikasi harus dicantumkan. Contoh:
a) Menurut Larasati (2018) parasetamol larut dengan baik dalam…
b) Sugiyono (2018) menyatakan bahwa…
c) … memiliki gugus –OH bebas (Stiawan, 2018)
2. Apabila jumlah pengarang kurang dari 6, dicantumkan seluruhnya nama akhir
pengarang ketika referensi tersebut dirujuk pertama kali dalam uraian. Selanjutnya,
cantumkan nama akhir pengarang pertama diikuti dengan dkk. disertai tahun
publikasi. Contoh:
a) Pertama kali: Larasati, Husna, Padmasari, Stiawan, dan Pratama (2000)…
b) Selanjutnya: Larasati dkk. (2000)
3. Untuk referensi yang ditulis oleh 6 pengarang atau lebih, cantumkan nama akhir
pengarang pertama diikuti dengan dkk.
4. Kutipan kedua dilakukan apabila penulis mengalami kesulitan dalam memperoleh

Laboratorium Kimia Farmasi


6
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

artikel asli dari bahasan yang diacu. Kutipan kedua sebaiknya dibatasi untuk
menghindari pengulangan kesalahan penulisan nama penulis, tahun publikasi ataupun
materi tulisan. Contoh: Menurut Pratama (cit. Sugiyono, 2000)… (artinya artikel asli
ditulis oleh Pratama, kemudian dikutip oleh Sugiyono pada tahun 2000).
C. ALAT DAN BAHAN (Bobot nilai : 1)
Diisi alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum. Untuk penulisan alat yang
digunakan harus disertai dengan spesifikasi ukuran alat yang digunakan.
D. SKEMA KERJA (Bobot nilai : 2)
Diisi skema kerja yang ditulis dalam bentuk pasif dan dibuat dalam bagan yang
sistematis dengan jelas dan lengkap.
E. DATA DAN HASIL PENGAMATAN (Bobot nilai : 3)
Tulis hasil pengamatan dan perhitungan (bila ada), bila perlu disertai gambar, kurva, tabel
dan sebagainya beserta keterangannya (setelah pengamatan harus disahkan assisten
pendamping kelompok).
F. PEMBAHASAN (Bobot nilai : 6)
Pembahasan disesuaikan dengan data hasil pengamatan dan bandingkan hasil pengamatan
dengan teori.
G. KESIMPULAN (Bobot nilai : 2 )
Kesimpulan ditulis ringkas, jelas menjawab tujuan praktikum, dan tidak menulis kembali
teori praktikum.
H. DAFTAR PUSTAKA (Bobot nilai : 2)
Tulis pustaka yang dijadikan acuan
Contoh penulisan pustaka :
Daftar pustaka hanya memuat pustaka yang diacu dan disusun menurut sistem Harvard.
Untuk penulisan dengan tangan, maka judul pustaka ditulis dengan digaris bawah. Tata
cara penulisan daftar pustaka diatur sebagai berikut:
1. Buku
Nama belakang penulis, singkatan nama depan, tahun terbit, judul buku, jilid, edisi,
nama penerbit, kota, nomor halaman yang diacu (kecuali seluruh buku).
Contoh:
a. Buku yang dikarang oleh satu orang
Block, J.H., 2004, Wilson and Gisvold’s Textbook of Organic Medicinal and
Pharmaceutical Chemistry, 11th ed., Lippincott Williams and Wilkins,

Laboratorium Kimia Farmasi


7
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

Baltimore, pp. 282, 289.


b. Buku yang dikarang oleh sampai 2 sampai 6 orang.
Williams, D.A. and Lemke, T.L., 2002, Foye’s Principals of Medicinal
Chemistry, 5th ed., Lippincot Williams and Wilkins, Philadelphia, pp.
869-870, 875-879.
c. Bagian dari buku yang disunting oleh satu orang
Colburn, W.A., 1981, Radioimmunoassay and Related Immunoassay Techniques,
In Munson, J.W., (Ed.), Pharmaceutical Analysis, Part A, Marcell
Dekker Inc., New York, pp. 381-399.
d. Buku yang disunting oleh lebih dari satu orang
Das, K.G., dan Morgan, J.J., (Eds.), 1981, Pesticide Analysis, Marcell Dekker
Inc., New York, pp. 425-456.
e. Prosiding atau risalah pertama ilmiah
Widayati, A., dan Suhadi, R., 2004, Studi Kasus Penggunaan Antibiotika di Ruian
ICU Rumah Sakit X Yogyakarta Periode Januari-Juni 2004, Risalah
Temu Ilmiah Bidang Farmasi Klinis, Fakultas Farmasi UGM,
Yogyakarta.
2. Artikel (jurnal, majalah, dan lain-lain)
Nama belakang penulis, singkatan nama depan, tahun terbit, judul makalah, nama
majalah dengan singkatan resminya, jilid atau volume (nomor penerbitan), nomor
halaman yang diacu.
Contoh:
a. Artikel disusun oleh satu penulis
Barnes, J., 2002, Herbal Therapeutic; Insomnia, The Pharmaceutical Journal, 269,
219-221.
b. Artikel disusun oleh 2-6 penulis
Tahir, I., Mudasir, Yulistia, I., and Mustofa, 2005, Quantitative Structure-Activity
Relationship Analysis (QSAR) of Vincadifformine Analogues as The
Antiplasmodial Compounds of The Chloroquinosensible Strain, Indo.
J.Chem., 5 (3), 255-260.
c. Artikel disusun oleh lebih dari 6 penulis. Apabila penulis lebih dari 6 orang, tulis
nama 6 orang pertama diikuti dkk atau et al.
Qioa, Q., Nakagami, T., Tuomilehto, J., Borch-Johnsen K., Balkau B., Iwamoto,

Laboratorium Kimia Farmasi


8
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

Y., et al., 2000, The Decoda Study on Behalf of the International


Diabetes Epidemiology Group, Comparison of the Fasting and the 2-h
Glucose Criteria Different Asian Cohorts, Diabetelogia, 43, 1470-
1475.
3. Dokumen lembaga resmi
Contoh:
United States Pharmacopeial Convention, 2005, The United States Pharmacopia,
28 th edition, United States Pharmaopeial Convention Inc., Rockville,
pp. 2748-2751.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995, Farmakope
Indonesia, Jilid IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
4. Terjemahan
Penulisan mengikuti cara penulisan daftar pustaka butir buku, menggunakan tahun
penerbitan asli.
Contoh:
Munson, J.W., 1991, Pharmaceutical Analysis Modern Method, diterjemahkan
oleh Harjana, Parwa B., Universitas Airlangga Press, Surabaya, Hal.
15, 33-34.
5. Skripsi, tesis, dan disertasi
Yuliana, 2005, Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas Antimugen Senyawa
Turunan Benzalaseton Menggunakan Pendekatan Principal
Component Analysis, Tesis, 44, Universitas Gadjah Mada.
Mustofa, 2001, Activities Antiplasmodiale et Cytotoxicite d’une Serie de Molecules
Obtenues bar Hemissynthese a partir de la Vincadifformine,
Dissertation, 103-107.
6. Karangan dalam surat kabar
Contoh:
Lee G., 1996, Hospitalization Tied Do Zone Pollution, The Washington Post, Jun
21; Set A:3 (col. 5)
7. Laporan penelitian
Harnita, A.N.I., 2005, Analisis Tiamin, Riboflavin dan Piridoksin dalam Beral
Bumipol 50 dari Hasil Pertanian Organik dengan Metode High

Laboratorium Kimia Farmasi


9
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

Perfomance Liquid Chromatography, Laporan Penilitian, Fakultas


Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
8. Artikel elektronik (internet)
Dewi, R.M., 2002, Center for Research and Development of Disease Control,
NIHRD, www.digilib.litbang.depkes.go.id, diakses tanggal 25 April
2013.

Laboratorium Kimia Farmasi


10
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

Format halaman muka laporan resmi praktikum Kimia Dasar:

FORMAT COVER LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA FARMASI II


(Judul Praktikum)

Penyusun
Nama :
NIM
Golongan :
Hari/tanggal praktikum :
Dosen pembimbing :

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


PROGRAM STUDI D3 FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN TNI AU ADISUTJIPTO
YOGYAKARTA
2020

Laboratorium Kimia Farmasi


11
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

ARAHAN KESELAMATAN KERJA


DI LABORATORIUM KIMIA
FARMASI

1. PENDAHULUAN
a. Persiapan untuk bekerja di laboratorium
Sebelum bekerja di laboratorium, praktikan harus mengenal hal-hal berikut:
1) Bahaya (resiko) dari semua material yang ada di laboratorium, bagamaina cara yang
aman ketika harus bekerja menggunakan bahan tersebut, cara penyimpanannya dan
petunjuk yang harus dilakukan jika menghadapi bahaya. Bacalah label dan Material
Safety Data Sheet (MSDS) sebelum memindahkan, memegang atau membuka bahan
kimia. Jangan pernah menggunakan produk dari tempat yang tidak berlabel, dan laporkan
label yang hilang kepada laboran.
2) Peralatan yang ada di laboratorium. Jika anda tidak yakin dengan hal-hal yang terkait
dengan prosedur praktikum, tanyakan kepada asisten sebelum melakukan percobaan.
3) Lokasi dan cara mengoperasikan alat untuk keselamatan dan keadaan darurat seperti fire
extinguishers (alat pemadam kebakaran), emergency shower, P3K, dan alat untuk
membersihkan tumpahan bahan kimia, tombol sirine fire alarm, telepon dan jalan darurat.
4) Prosedur untuk membersihkan tumpahan bahan kimia yang akan digunakan.
5) Prosedur untuk melaporkan keadaan darurat beserta nomor teleponnya.
6) Tandai jika ada jalur evakuasi yang lain.

b. Selama bekerja di laboratorium


1) Laboratorium hanya diperuntukkan bagi mereka yang berkepentingan saja. Anak-anak
tidak diperkenankan untuk berada di laboratorium.
2) Merokok, makan, minum, menyimpan makanan, minuman dan rokok, dan memakai lensa
kontak tidak diijinkan di laboratorium.
3) Pakailah jas laboratorium (lengan panjang), sarung tangan, dan masker di laboratorium
ketika bekerja dengan bahan kimia, bahan dengan bahaya biologi atau radioisotop atau
mesin yang sedang beroperasi.
4) Usahakan tempat bekerja bersih dan bebas dari bahan kimia yang tidak dibutuhkan,
sampel biologi, dan peralatan yang tidak digunakan.
5) Hanya bekerja dengan bahan yang sudah diketahui sifat mudah terbakar atau tidak,
reaktivitas, toksisitas, cara aman, dan prosedur dalam keadaan darurat.
6) Bacalah MSDS sebelum bekerja dengan bahan kimia berbahaya.
7) Persiapkan dan peliharalah daftar bahan kimia yang ada di laboratorium
8) Jangan pernah memipet bahan kimia dengan mulut, gunakanlah peralatan yang tepat
untuk pemipetan.
9) Berjalanlah, jangan berlari di laboratorium.
10) Jangan pernah mencicipi atau mencium bahan kimia.
11) Jangan pernah meninggalkan api terbuka.
12) Usahakan jalan keluar dan pintu darurat bebas dari segala peralatan apapun setiap saat.
13) Pastikan peralatan untuk keadaan darurat (eyewashes, safety shower, dan fire
extinguishers) tidak terblokir.
14) Laporkan segala kecelakaan dan kejadian berbahaya kepada asisten, laboran, dosen jaga
atau koordinator praktikum.

Laboratorium Kimia Farmasi


12
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

15) Cucilah tangan dengan bersih ketika meninggalkan laboratorium.


16) Lakukan pekerjaan yang menghasilkan gas beracun atau zat yang mudah terbakar di
dalam lemari asam (fume hood).

c. Bersihkan peralatan sebelum meninggalkan laboratorium


Lakukan pengecekan terhadap keselamatan semuanya setelah melakukan praktikum dan
sebelum meninggalkan laboratorium yakinkan bahwa anda telah melakukan hal-hal di bawah
ini:
1) Matikan api, air, listrik, alat vakum, dan kompresor dan alat pemanas lainnya.
2) Kembalikan bahan dan peralatan yang tidak dibutuhkan lagi ke tempat semula.
3) Label, kemas, dan buang bahan bekas pakai secara tepat.
4) Pisahkan peralatan yang rusak sesegera mungkin, perbaiki atau gantilah.
5) Bersihkan segala peralatan atau area sekitar praktikum yang mungkin sudah
terkontaminasi oleh bahan berbahaya.
6) Lepaskan jas laboratorium dan sarung tangan ketika meninggalkan laboratorium.
7) Tutup dan kuncilah pintu laboratorium jika anda adalah orang terakhir yang
meninggalkan laboratorium.

2. KESELAMATAN BEKERJA DENGAN BAHAN KIMIA


a. Simbol bahaya bahan kimia menurut aturan Eropa

Explosive (E) Oxiding agent Highly flammable Extremely Toxic (T)


(O) flammable (F+)

Very toxic Harmful (Xn) Corrosive (N) Dangerous for


Irritant (Xi)
the (T)
environment (N)
Gambar 1. Simbol bahaya bahan kimia menurut aturan Eropa (versi lama)

b. Keselamatan bekerja dengan bahan kimia


Diantara sekian banyak pelarut sebagian bersifat mudah terbakar seperti eter, benzena,
petroleum eter, dan etanol. Bekerja dengan pelarut jenis ini haruslah berhati-hati seperti
pada saat destilasi, rekristalisasi, dan ekstraksi.

Langkah-langkah keselamatan haruslah dipatuhi agar dapat terhindar dari resiko terjadinya
kecelakaan:
1) Jangan melakukan pemanasan bahan yang mudah menyala dengan api secara langsung.
2) Pastikan keadaan sekeliling aman jika hendak menggunakan nyala api. Api harus

Laboratorium Kimia Farmasi


13
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

dipadamkan jika tidak diperlukan lagi.


3) Ketika memanaskan bahan kimia di dalam tabung uji, jangan arahkan mulut tabung ke
arah diri sendiri atau orang lain.
4) Pastikan tabung kimia yang digunakan betul serta ikuti arahan dengan benar.
Pergunakan bahan kimia seperlunya.
5) Jangan cemarkan bahan uji. Bahan uji yang sudah diambil tidak boleh dikembalikan
lagi ke dalam wadah asalnya.
6) Bahan kimia yang akan dibuang haruslah dikumpulkan di dalam wadah yang sudah
disediakan. Limbah yang mengandung “Chlorinated solvents” seperti kloroform dan
diklorometan harus dipisahkan dari limbah lain.

3. HAL-HAL YANG PERLU DILAKUKAN JIKA MENGHADAPI KEADAAN DARURAT


a. Jangan menggunakan kain untuk memadamkan api (kecuali api kecil) tetapi gunakanlah
karbondioksida (dari alat pemadam api). Jangan gunakan air jika ada logam natrium atau
kalium.
b. Jika pakaian terbakar, selubungi dengan kain selimut atau arahkan karbondioksida ke atas
korban. Jangan gunakan pemadam api yang mengandung karbon tetraklorida karena ini
beracun.
c. Jika terjadi kebakaran atau mendengar isyarat kebakaran segera kosongkan laboratorium, dan
dengan tenang pindah ke tempat yang aman. Jika kebakaran atau kecelakaan kecil terjadi,
berusahalah untuk mengatasinya dengan bijaksana.
d. Laporkan setiap kecelakaan kecil atau besar yang terjadi kepada dosen jaga.
e. Semua korban kecelakaan harus dibawa ke klinik/rumah sakit untuk mendapatkan perawatan
dengan segera.
f. Dapatkan nasehat atau keterangan dari dosen/asisten jaga mengenai segala sesuatu yang
berkaitan dengan petunjuk pelaksanaan praktikum yang masih kurang jelas.

Laboratorium Kimia Farmasi


14
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

PETUNJUK UMUM

Petunjuk di bawah ini dimaksudkan untuk mengenalkan beberapa teknik dasar yang perlu
diketahui oleh praktikan, agar dalam melaksanakan analisis kuantitatif diperoleh hasil yang baik.

1. Kebersihan

Jaga agar meja dan alat-alat tetap bersih dan kering. Sediakan serbet dan serbet gelas.
Sebelum digunakan, bilas semua alat gelas dengan air (yang dimaksud air dalam buku ini
adalah air suling). Seka bagian luar bejana hingga kering dengan serbet gelas. Jangan seka
bagian dalamnya kecuali untuk titrasi bebas air.
Bagian dalam bejana harus bebas lemak / minyak. Cuci alat gelas tersebut dengan
sabun atau detergen. Bilas dengan air keran, kemudian dengan air suling. Jika diperlukan
pencuci lebih kuat, gunakan pencuci yang kuat dengan melarutkan 15 g serbuk natrium
dikromat atau kalium bikromat dalam 500 mL asam sulfat pekat. Perlu diperhatikan bahwa
pencuci ini sangat korosif, jangan sampai kena kulit, pakaian atau meja. Tuangkan sedikit
larutan tersebut ke dalam bejana yang dibebaskan dari gemuk / minyak, ratakan pada seluruh
permukaan dalam. Diamkan beberapa jam. Kembalikan kelebihan larutan pencuci ke dalam
botol penyimpan, bilas bejana berturut-turut dengan air keran kemudian dengan air suling.
Pada alat gelas berskala, bilas dengan air yang banyak secepatnya untuk mencegah alat
tersebut menjadi panas ketika larutan bercampur dengan air.

2. Kerapian

Kembalikan botol pereaksi ke tempat semua segera setelah digunakan. Jangan


meletakkan tutup pereaksi di meja, tetapi pegang dengan tangan kiri dan kembalikan ke
tempat meja dan almari dengan susunan yang teratur. Semua larutan dan endapan harus
ditutup untuk mencegah kontaminasi debu dan kotoran lain.

3. Penandaan

Beri tanda secara sistematis pada semua larutan, filtrat dan endapan. Selama analisis,
jika bejana diisi dengan cairan yang bukan air segera beri tanda / label / etiket. Penandaan
tidak diperkenankan menggunakan spidol.

4. Perencanaan

Pada acara penetapan kadar, baca dengan seksama petunjuk cara penetapan. Pahami
benar prinsip dasar penetapannya. Sediakan alat dan pereaksi yang diperlukan. Rencanakan
dulu semua yang akan dikerjakan sehingga pekerjaan akan berjalan lancar, misalnya siapkan
dan keringkan dulu krus Gooch sebeum larutan atau endapan siap untuk disaring.

Laboratorium Kimia Farmasi


15
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

Jangan memanaskan atau menggunakan alat gelas berskala untuk wadah cairan panas
sebab gelas akan memuai dan jika dingin kembali volumenya belum tentu kembali seperti
semula.

5. Penetapan dalam triplo

Lakukan penetapan paling sedikit tiga kali. Jika kesesuaian hasilnya lebih dari 0,4
janganlah hasil tersebut dirata-rata. Jika digunakan volume larutan yang sama, pembacaan
buret tidak boleh berselisih lebih dari 0,5 mL. Jika syarat- syarat ini tidak tercapai lakukan
titrasi lagi sampai diperoleh selisih yang tidak lebih dari 0,5 mL.

6. Pencatatan

Catat segera semua data hasil pekerjaan di laboratorium dalam log book anda dan
bukan pada secarik kertas. Timbang lebih kurang bermakna penimbangan boleh pada rentang
± 10% dari jumlah yang ditimbang. Misal timbang lebih kurang 100 mg bermakna: hasil
penimbangan boleh terletak antara 90-110 mg.

Hal –hal yang perlu dituliskan dalam buku catatan, antara lain:

 Nama, asal, jenis dan sifat sampel


 Tanggal analisis
 Isi yang ditetapkan
 Semua data numerik, misalnya bobot tablet, bobot sampel, bobot endapan kering, volume
titran dan normalitas
 Suhu pengeringan sampel
 Perhitungan, hasil dan lain-lain pengamatan yang mempunyai pengaruh pada hasil
analisis

7. Penimbangan dan Pengukuran

Pengertian lebih kurang dalam pernyataan untuk jumlah bahan yang diperoleh untuk
pemeriksaan atau penetapan kadar, berarti bahwa jumlah yang harus ditimbang atau diukur
tidak boleh kurang dari 90% dan tidak boleh dari 110% dari jumlah yang tertera. Hasil
pemeriksaan atau penetapan didasarkan pada pemnimbangan atau pengukuran secara seksama
sejumlah bahan tersebut.

Dengan pernyataan timbang seksama dimaksudkan bahwa kesalahan penimbangan


tidak boleh lebih dari 0,1% dari jumlah yang ditimbang. Misalnya dengan pernyataan timbang
seksama 500 mg, berarti batas kesalahan penimbangan tidak lebih dari 0,5 mg. penimbangan
seksama dapat juga dinyatakan dengan menambahkan angka 0 di belakang koma pada akhir

Laboratorium Kimia Farmasi


16
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

bilangan bersangkutan. Misalnya dengan pernyataan timbang 200,0 mg dimaksudkan bahwa


penimbangan harus dilakukan dengan seksama.

Dengan pernyataan ukur seksama dimaksudkan bahwa pengukuran dilakukan dengan


menggunakan pipet volume atau buret yang memenuhi syarat. Pengukuran seksama dapat
juga dinyatakan dengan pipet atau dengan menambahkan angka 0 di belakang koma angka
terakhir bilangan yang bersangkutan. Misalnya dengan pernyataan pipet 10,0 mL atau ukur
10,0 mL dimaksudkan bahwa harus dilakukan dengan seksama.

8. Air

Kecuali disertai penjelasan lain, yang dimaksudkan dengan air adalah air suling atau
air demineralisata.

9. Cara Pernyataan Hasil

Sebelum kadar dinyatakan, kita harus melihat lebih dahulu apakah ada kadar yang
diperoleh dari serangkaian replikasi terdapat data yang memencil atau outlier. Sebagai
contoh, dalam serangkaian replikasi diperoleh kadar sebesar 0,403; 0,410; 0,401; 0,380 %.
Pertanyaan kita adalah apakah nilai 0,380% merupakan suatu pencilan atau bukan. Jika suatu
pencilan maka nilai 0,380% harus dikeluarkan dari data, dan sebaliknya jika bukan suatu
outlier maka harus tetap dipertahankan dan diikutkan dalam perhitungan rata-rata.

Untuk memastikan suatu hasil merupakan outlier atau bukan, perlu dilakukan analisis
data secara statistik. Organisasi Internasional di bidang Standardisasi (International
Standadization Organization, ISO) merekomendasikan penggunaan uji Grubbs untuk uji
pencilan ini. Uji ini membandingkan simpangan nilai pengukuran yang diduga outlier dari
rata-rata pengukuran dengan simpangan nilai pengukuran sampel. Nilai yang dicurigai
merupakan nilai yang jaraknya paling jauh dari rata-rata. Untuk melakukan uji Grubbs untuk
menguji adanya nilai pencilan, maka hipotesis nol-nya adalah semua pengukuran berasal dari
populasi yang sama, atau dengan kata lain nilai yang dicurigai bukan suatu pencilan.
Sementara itu, hipotesis alternatifnya adalah nilai yang dicurigai bukan berasal dari populasi
yang sama, atau dengan kata lain nilai yang dicurigai adalah suatu pencilan. Uji ini
mengasumsikan bahwa populasi terdistribusi normal. Nilai G-hitung dirumuskan dengan:

| | ̅
G= (1)

Yang mana ̅ adalah rata-rata pengukuran sampel dan SD adalah simpangan baku pengukuran
sampel. Nilai ̅ dan SD dihitung dengan memasukkan nilai yang dicurigai. Jika nilai G-hitung
> G-kritik maka nilai yang dicurigai merupakan suatu pencilan. Jika G-hitung < G-kritik,

Laboratorium Kimia Farmasi


17
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

maka nilai ini harus dipertahankan dan diikutkan dalam perhitungan rata-rata pengukuran
sampel. Tabel nilai G-kritik pada taraf kepercayaan 95% ditunjukkan pada tabel 1. Nilai yang
diberikan pada tabel ini merupakan uji 2 sisi.

Tabel 1. Nilai-nilai G-kritik (P = 0,05) untuk uji 2 sisi*. Nilai diambil dari Miller and Miller
(2005).

Ukuran sampel Nilai G-kritik


3 1,155
4 1,481
5 1,715
6 1,887
7 2,020
8 2,126
9 2,215
10 2,290

Contoh 1
Nilai berikut diperoleh dari hasil pengukuran sampel serbuk yang mengandung obat tertentu dari 4
kali pengukuran 0,403; 0,410; 0,401; 0,380%. Apakah nilai 0,380% merupakan suatu pencilan?

Jawab:

Setelah dilakukan perhitungan, maka diperoleh rata-rata dan SD untuk keempat nilai di atas adalah ̅
= 0,3985 dan SD = 0,01292. Dari keempat nilai di atas, nilai 0,380% adalah nilai yang dicurigai.
Berdasarkan persamaan (1) maka nilai G-hitung adalah:
|0,380 0,3985|
G= 0,01292
= 1,432

Berdasarkan pada tabel 1 di atas, nilai G-kritik untuk jumlah sampel 4 adalah 1,481. Dengan
demikian nilai G-hitung < G-kritik, akibatnya hipotesis nol harus diterima yang berarti bahwa nilai
0,380 bukan suatu outlier dan harus dipertahankan.

Cara lain untuk melakukan analisis pencilan adalah dengan Q-test yang juga dikenal dengan
Dixon's Q-test, yang dirumuskan sebagai berkiut:

| |
Q hitung =

(2)

Selanjutnya nilai Q hitung ini dibandingkan dengan nilai Q-kritis (Q-tabel atau nilai
diperoleh dari tabel statistik). Hipotesis nol dan hipotesis alternatif untuk uji Dixon adalah
sama dengan hipotesis pada uji Grubbs. Jika nilai Q-hitung lebih kecil daripada nilai Q-tabel
(Tabel 2), maka hipotesis nol diterima berarti tidak ada perbedaan antara nilai yang dicurigai

Laboratorium Kimia Farmasi


18
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

dengan nilai-nilai yang lain. Sebaliknya, jika nilai Q-hitung lebih kecil dari nilai Q-kritis,
maka hipotesis nol ditolak berarti ada perbedaan yang bermakna antara nilai yang dicurigai
dengan nilai-nilai yang lain.

Tabel 2. Nilai Q-kritis pada taraf kepercayaan 95% (P= 0,05) pada uji dua sisi (Data diambil
dari
Kealey and Haines, 2002).

Banyaknya data Q-tabel (Nilai Q-kritis)


4 0,831
5 0,717
6 0,621
7 0,570
8 0,524

Jika dari satu seri penetapan kadar terdapat dua hasil pengukuran yang sangat
menyimpang, maka pengujian seperti ini perlu diulangi setelah satu nilai yang sangat
menyimpang tadi ditolak. Akan tetapi, kalau dari empat kali penetapan terdapat dua hasil
yang sangat menyimpang, sebaiknya dilakukan penetapan lagi sehingga diperoleh hasil yang
lebih banyak.

Contoh 2
Pada penetapan cemaran antibiotika dalam air didapat kadar 0,403; 0,410; 0,401; 0,380 μg/g. apakah
nilai 0,380 merupakan suatu pencilan?
Jawab:
Nilai Q-hitung dihitung dengan rumus (2) seperti di atas sehingga didapatkan:
| 0,380 0,401 | 0,021
Q-hitung = 0,410 0,380
= 0,03
= 0,70

Nilai Q-kritis untuk 4 data kadar


Cara menyatakan pada taraf kepercayaan 95% (P=0,05) adalah 0,83. Karena harga Q-hitung
lebih kecil dari Q-kritis berarti nilai 0,30 bukanlah suatu pencilan, sehingga nilai 0,380 harus
dipertahankan.Analis sering kali menyatakan hasil analisisnya dalam rata-rata ± simpangan baku

(SD) dan rata-rata ± kesalahan baku rata-rata (Standard Error of Mean atau SEM).
Simpangan baku (SD) menunjukkan variabilitas dalam sampel. Sementara kesalahan baku
rata-rata (SEM) menggambarkan variabilitas rata-rata yang mungkin, dan nilainya sama
dengan nilai SD data sampel dibagi dengan akar ukuran sampel.

Pernyataan kadar terkait dengan taraf kepercayaan tertentu. Oleh karena itu, untuk
menyatakan kisaran kepercayaan kadar, nilai SEM ini dikalikan dengan nilai z (untuk

Laboratorium Kimia Farmasi


19
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

populasi) pada taraf kepercayaan tertentu. Sementara itu untuk sampel, nilai z ini dapat
diganti dengan nilai distribusi t (Tabel 3) dengan derajat bebas (ɸ) tertentu. Besarnya ɸ adalah
= banyaknya data (n) – 1

Dengan demikian, pernyataan kadar dapat dinyatakan dalam:

Kadar = ̅ ± SD (3), atau Kadar = ̅ ±

(4)

Yang mana n adalah banyaknya data, SD adalah nilai simpangan baku dan t adalah
nilai yang diperoleh dari Tabel t dengan derajat bebas tertentu.

Pertanyaanya adalah manakah yang tepat, persamaan (3) atau (4) untuk menyatakan
kadar. Aturan umumnya adalah jika jumlah sampel atau replikasi pengukuran > 30 maka
digunakan persamaan (3), sementara jika sampel atau replikasi < 30 maka digunakan
persamaan (4).

Tabel 3. Daftar harga t (uji dua sisi) (data diambil dari Miller and Miller, 2005; Statistics and
Chemometrics in Analytical Chemistry).

Harga t Harga t

ɸ P = 0,95 P = 0,99 ɸ P = 0,95 P = 0,99

Laboratorium Kimia Farmasi


20
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

1 12,71 63,70 11 2,20 3,11

2 4,30 9,92 12 2,18 3,05

3 3,18 5,84 15 2,13 2,95

4 2,78 4,60 20 2,09 2,85

5 2,57 4,03 25 2,06 2,79

6 2,45 3,71 30 2,04 2,75

7 2,37 3,50 40 2,02 2,70

8 2,31 3,36 60 2,00 2,66

9 2,26 3,25 120 1,98 2,62

10 2,23 3,17 ∞ 1,96 2,58

Contoh 3
Kemurnian serbuk paracetamol yang dianalisis secara nitrimetri diperoleh kadar dari 6 kali
replikasi sebagai berikut: 102, 97, 99, 98, 101, 106 %. Nyatakan kadar (interva kepercayaan)
untuk hasil di atas pada taraf kepercayaan 95%.
Jawab: dengan mengasumsikan tidak ada data yang outlier, dan jumlah sampel adalah 6 (<30)
maka kadar dinyatakan dengan persamaan (4).

Diketahui nilai rata-rata sebesar 100,5%, SD = 3,27 %, n=6, serta nilai t- pada taraf kepercayaan
95% (P=0,95) dan derajat bebas 5 (dari 6-1) adalah 2,57; sehingga:

Kadar = ̅ ± SD
2,57 𝑥 3,27
Kadar = 100,5 ± 6

Kadar = 100,5 ± 5,4%

Laboratorium Kimia Farmasi


21
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

Laboratorium Kimia Farmasi


22
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

TEKNIK ANALISIS

Teknik analisis volumetri memerlukan pengukuran dengan seksama volume larutan yang
bereaksi. Alat yang lazim digunakan adalah labu takar, buret, pipet dan gelas ukur. Penggunaan alat
tersebut diuraikan pada bab berikut ini.
1. Labu takar
Labu takar biasanya digunakan untuk pembuatan larutan dengan kadar tertentu. Caranya
masukkan senyawa dengan bobot tertentu yang ditimbang seksama dan secara kuantitatif ke
dalam gelas piala, kemudian larutkan dalam air atau pelarut lain sampai seluruh senyawa tadi
larut. Masukkan secara kuantitatif larutan tersebut ke dalam labu takar dengan bantuan batang
gelas, corong dan botol pencuci dengan cara sebagai berikut:

Pegang gelas piaa dengan tangan kanan dan tuangkan pelan-


pelan melalui batang gelas yang dipegang dengan tangan kiri
ke daam corong yang ditempatkan di mulut labu takar.
Pindahkan gelas piala ke tangan kiri dengan tetap dijungkir
dan dipegang di atas corong. Cuci gelas piala dan batang gelas
dengan aliran air dari botol pencuci yang dipegang tangan
kanan. Cuci corong goyangkan labu takar untuk mencampur
isinya dan tambahkan pelarut hingga tanda.

Ketika miniskus larutan sudah dekat leher labu, tetapi belum


masuk leher goyangkan sekali lagi sehingga larutan
bercampur dengan baik. Biarkan beberapa saat agar air di dinding dalam leher labu mengalir ke
bawah. Tepatkan pada tandanya dengan menambah pelarut tetes demi tetes dari pipet tetes,
selanjutnya gojog homogen.

Jika senyawa tersebut mudah larut dalam air masukkan langsung ke dalam labu takar melalui
corong yang diletakkan di mulut labu. Senyawa padat itu harus mudah melewati corong dan cuci
sisanya yang melekat pada corong dengan air ke dalam labu sehingga labu terisi kurang lebh
setengahnya. Goyangkan labu sampai senyawa larut dan tepatkan volume sampai tanda dengan
cara seperti diuraikan di atas. Tutup labu dan balik serta gojog sehingga larutan tercamppur
dengan sempurna.

Untuk analisis yang sangat teliti, suhu larutan harus dibuat menjadi 20ºC sebelum ditetapkan
sampai tanda. Jika larutan baku ini perlu disimpan, pindahkan ke dalam botol penyimpanan. Bilas
dulu botol penyimpanan 2-3 kali dengan sedikit larutan kemudian pindahkan larutan. Jika larutan
hendak digunakan, kocok terlebih dahulu. Pengocokan bertujuan untuk mencampur kembali tetes

Laboratorium Kimia Farmasi


23
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

air yang mengembun di dinding dalam wadah di atas larutan dengan seluruh larutan.
Pengenceran larutan baku dapat diakukan dengan memipet larutan menggunakan pipet
volume lalu dimasukkan ke dalam labu takar lalu diencerkan dengan air sampai tanda. Misalnya
100 mL larutan 0,2 N dapat dari memipet 20,0 mL larutan 1,0 N ke dalam labu takar 100 mL dan
mengencerkannya dalam air sampai tanda.

2. Pipet volume
Sebelum digunakan pipet yang sudah bersih dibilas dulu pipet 2-3 kali dengan larutan yang
akan dipipet. Setiap kali membilas, basahkan seluruh bagian dalam pipet sebelum larutan
dikeluarkan.
Ambil cairan ke dalam pipet dengan ball pipet atau pipet pump sampai di atas tanda tera.
Angkat pipet dari cairan dan seka hati-hati bagian luar pipet dengan kertas tissue hingga bersih
dari cairan yang menempel. Pegang pipet tegak lurus dan tandanya teretak setinggi mata,
keluarkan cairan dengan menekan ball pipet hingga cairan habis.

Kenakan ujung pipet pada bagian dinding dalam labu


erlenmeyer untuk menghilangkan tetesan yang ada pada ujung
pipet. Masukkan pipet ke dalam labu penerima, alirkan dengan
ujung pipet menyentuh dinding dalam bejana dengan membentuk
sudut 80º. Perhatikan jangan celupkan ke dalam larutan yang
telah dipindahkan. Jika semua cairan telah keluar, tunggu selama
5 detik lalu angkat pipet.

Sedikit cairan yang masih tersisa pada ujung pipet jangan


ditiup keluar untuk ditambahkan pada cairan dalam bejana penerima, sebab adanya sedikit cairan
itu sudah diperhitungkan pada saat peneraan pipet. Jika digunakan pada cairan yang lebih kental
atau tegangan permukaannya jauh lebih besar daripada air, misalnya larutan iodium, diperlukan
waktu tunggu 25 detik. Setelah digunakan cuci pipet dan biarkan kering.

3. Buret
Ada dua jenis buret, yaitu buret dengan kran dan buret dengan karet penjepit (buret Mohr).
Buret Mohr biasanya digunakan untuk larutan baku natrium hidroksida.

a. Buret dengan keran


b. Buret Mohr

Periksa apakah keran buret telah dilumuri

Laboratorium Kimia Farmasi


24
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

lapisan pelicin (vaselin) sebelum digunakan. Bilas buret 2 kali dengan sedikit larutan yang akan
diisikan. Lebih kurang 5 mL setiap pengambilan buret tuntas dulu sebelum dibilas untuk kedua
kalinya. Isi buret dengan larutan hingga sedikit di atas tanda 0. Buka keran agar semua ujungnya
terisi dan gelembung udara terdesak keluar sementara mata sejajar dengan titik 0. Keluarkan
cairan dengan hati-hati sampai cairan dalam miniskus tepat pada tanda nol/ angka.

Pengaruh paralak pada pembacaan buret.

Hilangkan tetesan pada ujung buret dengan menyentuhkan pada bagian luar gelas. Setelah
lapisan tipis larutan yang melekat pada dinding buret di atas permukaan cairan turun ke bawah,
baca buret dengan seksama untuk menghindarkan kesalahan paralak waktu membaca buret, mata
harus sejajar dengan miniskus. Untuk mempertajam pembacaan, dapat digunakan kertas hitam
putih. Tempatkan sisi atau bagian yang hitam ± 1 mm di bawah miniskus. Dengan demikian
bagian bawah miniskus menjadi gelap dan terhadap latar belakang yang berwarna putih menjadi
tampak jelas sehingga miniskus cairan cepat dibaca dengan lebih teiti. Baca sampai 1/10 skala
1 2 3 1
terkecil yang ada pada buret. Cara pembacaan: 10 , 10 , 10,….. 10 , dikalikan dengan skala terkecil

pada buret.

4. Gelas ukur

Gelas ukur ada yang bertutup gelas dan ada yang tidak bertutup. Gelas ukur bertutup
digunakan untuk mengukur cairan yang mengeluarkan uap misalnya asam klorida pekat. Jenis
gelas ukur terdapat dengan berbagai kapasitas dari voume 5 mL sampai 2 Liter. Gelas ukur
digunakan untuk mengukur cairan yang tidak memerlukan ketelitian tinggi.

5. Keseragaman sediaan

Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari 2 metode yaitu keseragaman

Laboratorium Kimia Farmasi


25
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

bobot atau keseragaman kandungan.

a. Keseragaman bobot

1) Keseragaman bobot tablet tidak bersalut

Timbang seksama 10 tablet, satu per satu dan hitung bobot rata-ratanya.

2) Keseragaman bobot kapsul keras

Timbang seksama 10 kapsul satu persatu, beri identitas tiap kapsul, keluarkan isi tiap
kapsul. Timbang seksama tiap cangkang kapsul kosong, dan hitung bobot netto isi
tiap kapsul dari masing-masing bobot kapsul.

3) Keseragaman bobot kapsul lunak

Tetapkan bobot netto isi tiap kapsul sebagai berikut: Timbang seksama 10 kapsul
utuh satu persatu untuk memperoleh bobot kapsul, beri identitas tiap kapsul.
Kemudian buka kapsul dengan alat pemotong yang bersih dan kering yang sesuai
seperti gunting atau pisau yang tajam. Dan keluarkan isinya dan cuci cangkang
dengan pelarut yang sesuai. Biarkan sisa pelarut menguap dari cangkang kapsul pada
suhu kamar dalam waktu lebih kurang 30 menit, lakukan pencegahan terhadap
penarikan atau kehilangan lembab. Timbang cangkang kapsul, dan hitung berat netto
isi kapsul.

b. Keseragaman kandungan
Untuk penetapan keseragaman kandungan, ambil tidak kurang dari 30 satuan sediaan.
Tetapkan kadar setiap sediaan (dari jumlah 10 sediaan) satu per satu seperti tertera pada
penetapan kadar dalam masing-masing monografi.

Laboratorium Kimia Farmasi


26
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

PERCOBAAN I: PENETAPAN OBAT SECARA ASIDI


ALKALIMETRI

1. Pendahuluan
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi, yakni reaksi antara ion hidrogen
yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang
bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi anatara donor proton (asam) dengan
penerima proton (basa). Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap
senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Contoh asidimetri adalah
penetapan kadar natrium bikarbonat yang bersifat basa dengan asam klorida (asam). Sebaliknya,
alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan
baku basa. Contoh alkalimetri adalah analisis asam salisilat (suatu asam) dengan larutan baku
NaOH (suatu basa).
Sebagaimana jenis titrasi yang lain, maka dalam asidi alkalimetri juga digunakan
indikator untuk deteksi titik akhir titrasi. Tabel 4 menunjukkan daftar berbagai macam indikator
dengan jarak perubahan warna serta warna-warna yang terjadi pada perubahan tersebut.
Tabel 4. Indikator yang biasa digunakan dalam asidimetri dan alkalimetri.

Indikator Rentang pH Asam Basa


Kuning metil 2,4 – 4,0 Merah Kuning
Biru bromfenol 3,0 – 4,6 Kuning Biru
Jingga metil 3,1 – 4,4 Jingga Merah
Hijau Bromkresol 3,8 – 5,4 Kuning Biru
Merah metil 4,2 – 6,3 Merah Kuning
Ungu Bromkresol 5,2 – 6,8 Kuning Ungu
Biru Bromtimol 6,1 – 7,6 Kuning Biru
Merah fenol 6,8 – 8,4 Kuning Merah
Merah kresol 7,2 – 8,8 Kuning Merah
Biru timol 8,0 – 9,6 Kuning Biru
Fenoftalin 8,2 – 10,0 Tak berwarna Merah
Timoftalin 9,3 – 10,5 Tak berwarna Biru

2. Pembuatan Larutan Baku NaOH dan Cara Pembakuan


Larutan baku alkali mudah menyerap karbon dioksida dari udara, sehingga
konsentrasinya berubah. Larutan baku ini harus sering dibakukan ulang.

a. Pembuatan Air Bebas Karbon Dioksida


Sejumlah air dalam labu alas datar dididihkan selama beberapa menit. Selama pendinginan
dan penyimpanan harus terlindung dari udara dengan ditutup menggunakan tabung kalsium
klorida (soda lime tube) untuk mengikat karbon dioksida.

b. Pembuatan Larutan Baku NaOH 0,1 N

1. Dalam gelas timbang, ditimbang 4,001 Gram natrium hidroksida


(Catatan: NaOH bersifat higroskopis, sehingga menimbang senyawa ini tidak boleh
dengan kertas timbang. Karena bersifat higroskopis, maka dipilih NaOH yang masih
kering. Pada saat mengambil NaOH tidak boleh dengan sendok logam, akan tetapi

Laboratorium Kimia Farmasi


27
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

digunakan sendok gelas atau sendok plastik)


2. Larutkan dalam 100 mL air bebas CO2
3. Pindahkan dalam labu takar 1 Liter
4. Tambahkan air bebas CO2 hingga 1000 mL
(Catatan: air bebas CO2 digunakan untuk melarutkan dan menambahkan sampai tanda
pada labu takar 1000 mL. adanya CO2 dalam air menjadi H2CO3 yang bersifat asam).
c. Pembakuan NaOH 0,1 N
Pembakuan NaOH dilakukan dengan menggunakan baku primer kalium biftalat (BM 204,22).

Cara Pembakuan NaOH dengan Kalium Biftalat:


1. Lebih kurang 400 mg kalium biftalat (yang ditimbang 360-440 mg) yang ditimbang
seksama (dengan neraca makro yang mempunyai kepekaan 0,1 mg) yang sebelumnya
telah dikeringkan, lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
(Catatan: kalium biftalat bersifat higroskopis sehingga perlu dikeringkan untuk
menghilangkan air dan kemudian digerus).
2. Tambahkan 75 mL air bebas CO2, ditutup dan dikocok-kocok sampai larut
3. Tambahkan 3 tetes indikator fenoftalein
4. Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga warna berubah menjadi merah (dibutuhkan
sekitar 20 mL larutan NaOH 0,1 N).
Pada pembakuan NaOH dengan kalium biftalat, reaksi yang terjadi adalah:

Kalium biftalat
Perhitungan normalitas NaOH
360 440 1
N NaOH =
204,22

3. Penetapan Kadar Asetosal


Penetapan kadar asetosal dapat dilakukan dengan titrasi langsung terhadap asam bebas
(pada gugus karboksilat) atau dengan cara hidrolisis asetosal dengan basa.

Cara Analisis Asetosal dengan Titrasi Langsung terhadap Asam Bebas:


1. Ditimbang lebih kurang 300 mg asetosal (berat yang ditimbang 270-330 mg) yang
ditimbang seksama (dengan neraca makro kepekaan 0,1 mg), dimasukkan dalam
erlenmeyer.
2. Asetosal dilarutkan dalam 15 mL etanol 95% netral (diambil dengan gelas ukur)
3. Tambahkan 20 mL air (dengan gelas ukur) lalu tambahkan 3 tetes indikator merah fenol
(pH 6,8 – 8,4)
4. Larutan dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N hingga warna merah

(Catatan: titrasi harus dihindarkan dari kelebihan basa dan dilakukan pada suhu 15 - 20º
karena dapat terjadi hidrolisis)

Laboratorium Kimia Farmasi


28
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

Pada penetapan kadar diatas, reaksi yang terjadi adalah:

Kadar asetosal = x 100%

(Catatan: berat ekivalen adalah sama dengan berat molekul asetosal, karena valensi pada
penetapan kadar di atas adalah 1).

Cara Analisis Asetosal dengan Titrasi Kembali:


1. Timbang antara 360 – 440 mg asetosal dengan neraca analitik dengan kepekaan 0,1 mg
dan masukkan ke dalam erlenmeyer
2. Tambah 25,0 mL NaOH 0,5 N yang diambil dengan pipet volume
3. Panasi di atas penangas air selama 10 menit supaya terjadi hidrolisis asetosal
4. Dinginkan sampai suhu kamar dan tambahkan 3 tetes indikator merah fenol
5. Titrasi dengan HCl 0,5 N sampai timbul warna kuning
6. Lakukan titrasi blanko (untuk blanko, diambil 25,0 mL NaOH 0,5 N dan dititrasi dengan
HCl 0,5 N)
Pada penetapan kadar asetosal dengan titrasi kembali ini, reaksi yang terjadi adalah:

NaOH + HCl → NaCl + H₂ O

Kadar asetosal = x 100%

Catatan: dari reaksi di atas, dapat dilihat bahwa tiap 1 mol asetosal (BM = 180,12) setara
dengan 2 mol NaOH yang berarti juga setara dengan 2 mol HCl, sehingga valensi asetosal
pada reaksi di atas adalah 2. Dengan demikian, berat ekivalen (BE) asetosal adalah setengah
dari berat molekulnya.

Pertanyaan:
1. Bagaimana cara membuat HCl 0,1 N sebanyak 500 mL jika diketahui HCl yang tersedia adalah HCl
37%. Diketahui berat jenis HCl adalah 1,19 gram/mL dan berat molekul HCl adalah 36,5 gram/mol
2. Apa dasar analisis asetosal yang akan Saudara praktikkan
3. Apa tujuan pemanasan pada cara kerja Saudara. Jelaskan
4. Apakah yang dimaksud dengan titrasi blanko pada cara kerja Saudara

Laboratorium Kimia Farmasi


29
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

5. Berapakah berat ekivalen asetosal pada cara kerja Saudara

Laboratorium Kimia Farmasi


30
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

PERCOBAAN II: PENETAPAN OBAT SECARA


ARGENTOMETRI

1. Pendahuluan
Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan. Pada reaksi ini
memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi ini cukup
sempurna, sehingga dapat diukur secara kuantitatif. Prinsip hasil kali kelarutan dapat diterapkan
pada semua reaksi pengendapan.
Metode argentometri merupakan metode umum untuk penetapan kadar halogenida,
senyawa yang mengandung atom halogen dan senyawa-senyawa yang dapat membentuk endapan
dengan perak nitrat pada suasana tertentu, misalnya kloramfenikol, dimana atom klor diubah dulu
menjadi klorida (dengan cara destruksi).
Penetapan titik akhir dapat ditentukan dengan:
1. Hilangnya endapan atau terbentuknya kekeruhan
2. Menggunakan indikator dalam
3. Secara potensiometri dengan menggunakan elektroda kalomel
Indikator yang bisa digunakan:
1. Besi (III) amoniumsulfat, dibuat dengan melarutkan 8 g besi (III) ammonium sulfat dalam
air, hingga 100 mL. indikator ini digunakan untuk titrasi langsung atau titrasi kembali
dengan larutan baku amonium tiosianat. Titik akhir ditunjukkan dengan terbentuknya
warna merah pertama besi (III) tiosianat.
2. Kalium kromat, dibuat dengan melarutkan 5 g kalium kromat dalam air secukupnya
hingga 100 mL. kalium kromat membentuk endapan merah perak kromat yang dapat
dilihat dengan latar belakang berwarna putih. Dengan menggunakan jumlah ion kromat
yang sesuai, titik akhir semakin mendekati stoikiometri.
3. Indikator adsorbsi, seperti diklorofluoresin dan eosin, dapat digunakan untuk analisis
halogenida pada titrasi langsung dengan perak nitrat. Titik akhir titrasi ditunjukkan oleh
adanya perubahan warna endapan perak halogenida yang berubah nyata karena menyerap
indikator.

2.1. Pembuatan dan Pembakuan Perak Nitrat 0,1 N

Tujuan:
Mampu membuat dan membakukan larutan perak nitrat 0,1 N.

Alat: Bahan:
Labu takar 500 mL dan 1000 mL Perak nitrat
Pipet volume 25 mL Natrium klorida
Pipet ukur 5 mL Kalium kromat
Buret 50 mL

Pembuatan Larutan Perak Nitrat 0,1 N


Sejumlah perak nitrat P dilarutkan dalam air secukupnya hingga tiap 1000 mL larutan
mengandung 16,99 g AgNO3.

Laboratorium Kimia Farmasi


31
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

Pembakuan Larutan Perak Nitrat 0,1 N


1. Sejumlah natrium klorida p.a dikeringkan pada suhu 100-120º.
2. Ditimbang seksama lebih kurang 100 mg NaCl murni kemudian dilarutkan dalam 100 mL
air menggunakan erlenmeyer 250 mL.
3. Larutan dititrasi dengan 0,1 N perak nitrat yang sebelumnya diberi 1 mL kalium kromat
5%.
4. Titrasi dihentikan apabila terbentuk warna coklat merah lemah.
Tiap 1 mL perak nitrat 0,1 N setara dengan 5,844 mg NaCl.

Reaksi:

Ag+ + Cl-→ AgCl ↙

2 Ag+ + CrO4 → Ag2CrO4 ↙

Perhitungan:

Normalitas AgNO3=

2.2. Pembuatan dan Pembakuan Larutan Ammonium Tiosianat


Tujuan:
Mampu membuat dan membakukan larutan ammonium tiosianat 0,1 N.

Alat: Bahan:
Labu takar 1000 mL Besi (III) amonium sulfat
Pipet volume 25 mL Amonium tiosianat
Buret 50 mL Perak nitrat 0,1 N
Asam nitrat

Pembuatan Larutan Amonium Tiosianat 0,1 N


Sejumlah amonium tiosianat P dilarutkan dalam air secukupnya hingga tiap 1000 mL
larutan mengandung 7,612 g ammonium tiosianat. Pembakuan larutan ammonium tiosianat
menggunakan indikator 2 mL larutan besi (III) amonium sulfat 8%, hingga terjadi warna coklat
merah yang tidak hilang pada penggojogan.

Reaksi:

Ag+ + CNS- → AgSCN ↙ putih

2 Fe3+ + 6 CNS- → 2 Fe(CNS)₃ ↙ merah coklat

Perhitungan:
25 ₃
Normalitas NH4SCN = ₄

3. Penggunaan

Penetapan Kadar Bromida

Tujuan:
Mampu menetapkan kadar bromida secara argentometri dengan metode titrasi kembali
(metode Volhard).

Cara penetapan:

Laboratorium Kimia Farmasi


32
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

1. Lebih kurang 400 mg natrium bromida yang ditimbang seksama dilarutkan dalam
campuran 10 mL air dan 5 mL asam nitrat pekat.
2. Tambahkan 50 mL perak nitrat 0,1 N berlebihan tertentu.
3. Titrasi kelebihan AgNO3 dengan amonium tiosianat 0,1 N menggunakan indikator
besi (III) amonium sulfat hingga terbentuk warna merah coklat yang stabil.
4. Lakukan titrasi blanko.
Tiap 1 mL perak nitrat 0,1 N setara dengan 10,29 mg KBr.

Reaksi:

Ag+ + Br- ↔ AgBr ↙

Ag+ + CNS- ↔ AgCNS ↙ putih

Fe³+ + CNS- ↔ (FeCNS) Ag++ ↙ coklat merah

KBr + AgNO₃ n→ AgBr ↙ + KNO₃

>>>ttt
Sisa

AgNO₃ + NH₄ CNS → AgCNS ↙ + NH₄ NO₃

3CNS- + Fe3+ → Fe(CNS)₃ merah coklat

Perhitungan:
₃ ₃ ₄ ₄ 10,29
Kadar = 0,1
x 100%

Laboratorium Kimia Farmasi


33
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

Laboratorium Kimia Farmasi


34
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

PERCOBAAN III: PENETAPAN OBAT SECARA


NITRIMETRI

1. Pendahuluan
Metode titrasi ini didasarkan atas reaksi antara amina aromatik primer dengan natrium
nitrit dalam suasana asam, membentuk garam diazonium.
NaNO₂ + HCl → NaCl + HNO₂

Reaksi dilakukan di bawah suhu 15ºC, sebab pada suhu yang lebih tinggi garam
diazonium akan terurai menjadi fenol dan nitrogen. Reaksi diazotasi dapat dipercepat dengan
menambahkan kalium bromida.

Titik akhir dapat ditunjukkan dengan menggunakan pasta kanji iodida atau kertas kanji
iodida sebagai indikator luar. Ketika larutan digoreskan pada kertas, adanya kelebihan nitrit akan
memberikan warna biru segar pada kertas setelah didiamkan satu menit.
KI + HCl → KCl + HI
2 HI + 2 HONO → I₂ + 2 NO + 2 H₂ O
I₂ + amilum → Iod – amilum (berwarna biru)

Penetapan titik akhir dapat ditunjukkan dengan campuran tropeolin 00 dan biru metilen
sebagai indikator dalam. Atau secara potensiometri dengan menggunakan elektroda Kalomel-
platina (calomel-platinum).

2. Pembuatan dan Pembakuan Natrium Nitrit 0,1 M


Tujuan:
Mampu membuat dan membakukan NaNO2 0,1 M

Alat: Bahan:
Buret 50 mL Natrium nitrit
Gelas piala Asam sulfanilat
Gelas ukur 10 mL dan 100 mL Natrium bikarbonat
Labu takar 1000 mL Asam klorida
Thermometer 0 – 100 ºC Es
Pembuatan Natrium Nitrit 0,1 M
Larutkan 7,5 g natrium nitrit P dalam air hingga 1000 mL.

Pembuatan Kertas Kanji Iodida


1. Gerus 500 mg pati kemudian dilarutkan dengan 5 mL air dan tambahkan air sambil terus
diaduk hingga 100 mL.
2. Didihkan selama beberapa menit. Dinginkan dan saring.
3. Encerkan dengan larutan kalium iodida 0,5% b/v dengan volume yang sama, celupkan
kertas yang tidak mengkilat dan biarkan mengering.

Laboratorium Kimia Farmasi


35
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

Pembakuan Larutan Natrium Nitrit 0,1 M


1. Lebih kurang 400 mg asam sulfanilat p.a yang sebelumnya telah dikeringkan pada 120ºC
sampai bobot tetap, ditimbang seksama.
2. Masukkan ke dalam gelas piala, tambahkan 0,2 g natrium bikarbonat dan sedikit air, aduk
hingga larut.
3. Encerkan dengan 100 mL air tambahkan 10 mL asam klorida P. Dinginkan hingga suhu
tidak lebih dari 15ºC, titrasi pelan-pelan dengan natrium nitrit yang dibuat (untuk
dibakukan).
4. Titrasi dihentikan apabila setetes larutan akan segera memberikan warna biru pada kertas
kanji iodida. Titrasi dianggap selesai jika titik akhir dapat ditunjukkan lagi setelah larutan
dibiarkan selama 1 menit.
Tiap 1 mL larutan NaNO2 setara dengan 17,32 mg NH2.C6H4-SO3H (asam sulfanilat).

Reaksi:
HO3S-C6H4-NH2 + NaNO2 + 2 HCl → HO₃ S-C6H4-Na+Cl- + NaCl + 2 H2O

Perhitungan:

Molaritas NaNO2 = ₂

3. Penggunaan

3.1. Penetapan Kadar Sulfanilamid

Tujuan:
Mampu menetapkan kadar obat-obat sulfa secara nitrimetri berdasarkan reaksi diazotasi.

Cara Penetapan:
1. Lebih kurang 5000 mg sulfanilamid yang ditimbang secara seksama dilarutkan dalam
75 mL air dan 10 mL asam klorida P. Dinginkan.
2. Titrasi perlahan-lahan dengan larutan natrium nitrit 0,1 M pada suhu tidak lebih dari
15ºC, hingga 1 tetes larutan akan segera memberikan warna biru pada kertas kanji
iodida.
3. Titrasi dianggap selesai jika titik akhir dapat ditunjukkan lagi setelah larutan
dibiarkan selama 1 menit.
Tiap 1 mL NaNO2 0,1 M setara dengan 17,22 mg C6H4NH2O3S.

Reaksi:
H2N-SO3-C6H4-NH + NaNO2 + 2 HCl → H2N-SO3-C6H4-Na+Cl- + NaCl + 2 H2O

Perhitungan:
₂ ₂ 17,22
Kadar: 0,1
x 100%

Catatan:
Cara yang sama dapat digunakan untuk penetapan kadar obat-obat golongan sulfa seperti tabel

Laboratorium Kimia Farmasi


36
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

di bawah ini:

Nama Berat Molekul Nama Berat Molekul


Sulfadiazin 250,3 Sulfaguanidin 232,3
Sulfamerazin 264,4 Sulfatiazol 255,3
Sulfametazin 278,3 Sulfasetamid 214,2
Sulfanilamid 172,2 Trisulfa 264,3
sulfapiridin 249,3 Suksinilasulfatiazol 373,4

Catatan:
a. Untuk obat golongan sulfa yang gugus amina primer aromatisnya tidak bebas, seperti
ftalilsifatiazol atau suksinilsulfa-tiazol, perlu dilakukan hidrolisis terlebih
dahuludengan campuran 50 mL asam klorida P dan 100 mL air di atas penangas air
selama 2 jam. Kemudian dilanjutkan seperti pada penetapan kadar sulfanilamid.
b. Untuk mepercepat reaksi diazotasi dapat ditambah 1 gram kalium bromida, sehingga
titrasi dapat dilakukan pada suhu kamar.

Pertanyaan:
1. Jelaskan prinsip kerja Nitrimetri
2. Penggunaan indikator dalam:
a. Mekanisme reaksi indikator luar yang digunakan sehingga menghasilkan warna biru
b. Bagaimana memastikan bahwa warna biru yang dihasilkan adalah betul-betul titik akhir reaksi
bukan karena adanya oksidasi udara
3. Penggunaan indikator dalam:
a. Indikator dalam apakah yang digunakan dalam Nitrimetri
b. Jelaskan mekanisme reaksi dari indikator dalam tersebut sehingga bisa digunakan sebagai
penanda titik akhir reaksi
4. Apakah fungsi penambahan KBr dalam metode Nitrimetri
5. Bagaimana saudara menghitung kadar obat hasil dari titrasi saudara
6. Bagaimana saudara menghitung jumlah (mg) obat pada setiap tablet
7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan menimbang / mengukur seksama
8. Kapan saudara harus menimbang / mengukur seksama dan kapan tidak perlu seksama

Laboratorium Kimia Farmasi


37
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

Laboratorium Kimia Farmasi


38
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

PERCOBAAN IV: PENETAPAN OBAT SECARA IODO


IODIMETRI

1. Pendahuluan
Iodida merupakan oksidator yang relatif lemah, oksidasi potensial sistem iodida ini.
I₂ + 2 e ↔ 2 I- E0 = + 0,535 volt
Metode titrasi ini dibagi menjadi dua: iodimetri merupakan titrasi langsung dengan baku
iodium terhadap senyawa dengan oksidasi potensial yang lebih rendah. Iodometri merupakan
titrasi tidak langsung, metode ini diterapkan terhadap senyawa dengan oksidasi potensial yang
lebih besar dari sistem iodium iodida. Iodium yang bebas dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat.

Satu tetes larutan iodium 0,1 M dalam 100 mL air memberikan warna kuning pucat.
Untuk menaikkan kepekaan titik akhir biasanya digunakan indikator kanji. Iodium menghasilkan
warna jelas dengan kadar iodium 2 x 10-5, sedang iodida 4 x 10-4. Penyusun utama kanji adalah
amilosa dan amilopektin. Amilosa dengan iodium membentuk warna biru, sedangkan amilopektin
membentuk warna merah. Sebagai indikator dapat pula digunakan karbon tetraklorida (CCl4).
Adanya iodium, lapisan CCl4 berwarna ungu.

2. Pembuatan dan Pembakuan Larutan Iodium 0,1 N


Tujuan:
Mampu membuat dan membakukan larutan iodium yang merupakan baku sekunder.

Alat: Bahan:
Buret 50 mL Jingga metil
Labu takar 1000 mL Iodium
Erlenmeyer 250 mL Kalium iodida
Corong Natrium bikarbonat
Kanji
Asam klorida
Pembuatan Iodium 0,1 N
1. Larutkan 20 g kalium iodida dalam 30 mL air dalam labu tertutup.
2. Timbang 12,7 g iodium dalam gelas arloji, tambahkan sedikit demi sedikit ke dalam
larutan kalium iodida jenuh.
3. Tutup labu dan kocok sampai iodiumnya larut.
4. Diamkan larutan dalam suhu kamar dan tambahkan air hingga 1000 mL.

Pembakuan Iodium 0,1 N


1. Lebih kurang 150 mg Arsentrioksid p.a (As2O3) yang ditimbang seksama, larutan dalam
20 mL natrium hidroksida 1 N, jika perlu dipanaskan.
2. Encerkan dengan 40 mL air, tambahkan 2 tetes jingga metil dan lanjutkan dengan
penambahan asam klorida encer hingga warna kuning berubah menjadi jingga.
3. Kemudian tambahkan 2 g natrium bikarbonat, 2 mL air dan 3 mL larutan kanji.
4. Titrasi larutan dengan baku iodium perlahan-lahan hingga timbul warna biru.
Tiap 1 mL iodium 0,1 N setara dengan 4,916 mg arsentrioksida.

Reaksi:

Laboratorium Kimia Farmasi


39
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

As2O3 + 6 NaOH → 2 Na3AsO3 + 3 H2O


Na3AsO3 + I2 + 2 NaHCO3 → Na₃ AsO₄ + 2 NaI + 2 CO₂ + H₂ O

Perhitungan:
₂ ₃
Normalitas I2 =
₂ ₃

3. Penggunaan

3.1. Penetapan Kadar Cu dalam CuSO4.5H2O


Tujuan:
Mampu menetapkan kadar kupri secara iodometri.

Alat: Bahan:
Buret 50 mL Kalium iodida
Labu takar 100 mL Natrium tiosulfat
Pipet volume 25 mL Kanji
Erlenmeyer
Gelas piala
Cara penetapan:
1. Lebih kurang 2 g tembaga sulfat yag ditimbang seksama, larutkan dalam air dalam
gelas piala, masukkan dalam labu takar 100 mL secara kuantitatif dan tepatkan
volumenya.
2. Pipet 25 mL larutan tambahkan 2 mL asam asetat dan 1,5 g kalium iodida.
3. Titrasi iodium yang terbentuk dengan natrium tiosulfat 0,1 N menggunakan indikator
kanji.
Tiap 1 mL natrium tiosulfat 0,1 N setara dengan 6,354 mg Cu atau 24,97 mg CuSO4.
5H2O

Perhitungan:
₂ ₂ ₃ ₂ ₂ ₃ 6,3544
Kadar Cu = 0,1
x 100%

3.2. Penetapan Kadar Vitamin C


Tujuan:
Mampu menetapkan kadar obat dengan cara iodimetri

Alat: Bahan:
Buret 50 mL Iodium 0,1 N
Erlenmeyer 100 – 150 mL Larutan kanji
Cara penetapan:
1. Lebih kurang 400 mg vitamin C yang ditimbang seksama dilarutkan dalam campuran
yang terdiri dari 100 mL air bebas CO2, 25 mL asam sulfat encer.
2. Titrasi segera dengan iodium 0,1 N menggunakan indikator kanji 1 mL.
Tiap 1 mL iodium 0,1 N setara dengan 8,805 mg vitamin C.

Catatan:

Laboratorium Kimia Farmasi


40
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

Titik akhir dicapai jika terjadi warna biru mantap selama 1 menit.

Perhitungan:
₂ ₂ 8,805
Kadar vitamin C = 0,1
x 100%

Laboratorium Kimia Farmasi


41
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

PERCOBAAN V: PENETAPAN OBAT SECARA


KOMPLEKSOMETRI

1. Pendahuluan
Kompleksometri merupakan cara penetapan kadar ion logam berdasarkan
terbentuknyasenyawa kompleks antara ion logam dan senyawa pembentuk kompleks, yang
merupakan donor elektron. Salah satu senyawa pembentuk kompleks yang banyak digunakan
adalah natrium edetat (Na.EDTA). Senyawa EDTA ini dengan banyak kation membentuk
kompleks dengan perbandingan 1:1 beberapa valensi.
M2+ + (H₂ Y)2- → (MY)2- + 2H+
M3+ + (H₂ Y)2- → (MY)- + 2H+

M4+ + (H₂ Y)2- → (MY) + 2H+


M adalah logam dan (H₂ Y)2- adalah anion garam dinatrium edetat.
Dalam titrasi kompleksometri ini perlu diperhatikan pH larutan yang dititrasi, sebab asam
edetat terionisasi dalam 4 tingkat (pK1 = 2,0; pK2= 2,67; pK3=6,16 dan pK4= 10,20) dan spesies
pembentuk kompleks yang sebenarnya adalah Y2- . Dengan demikian, kompleks akan terbentuk
lebih efisien dan lebih stabil dalam larutan alkalis. Namun perlu diperhitungkan pula
kemungkinan mengendapnya logam hidroksia, jika larutan terlalu alkalis. Pada umumnya logam
bervalensi dua cukup stabil dalam larutan amoniakal. Atau lebih baik lagi jika logam yang kan
dititrasi terdapat pada daerah pH pembentukan kompleksnya dan perubahan indikatornya paling
jelas.
Sebagai indikator digunakan senyawa warna organik yang dapat membentuk kompleks
dengan logam yang dititrasi. Jadi sebelum titik akhir, warna tertentu dan pada titrasi dengan
EDTA ikatan kompleks logam indikator akan terurai menghasilkan indikator bebas pada saat titik
akhir titrasi.
Sebagai indikator digunakan senyawa warna organik yang dapat membentuk kompleks
dengan logam yang dititrasi. Jadi sebelum titik akhir, indikator membentuk bentuk kompleks
dengan logam yang mempunyai warna tertentu dan pada titrasi dengan EDTA ikatan kompleks
logam indikator akan terurai menghasilkan indikator bebas pada saat titik akhir titrasi.
M++ + HIn MLn+ + H+
Warna A Warna B
MIn+ + (H2Y) = MY = + HIn+
Warna B Warna A

Hitam Eriokrom (Eriochrom Black T) merupakan indikator yang banyak digunakan.


Indikator ini peka terhadap perubahan logam dan pH larutan. Pada pH 8 – 10 senyawa ini
berwarna biru dan kompleksnya dengan ion logam berwarna merah anggur. Pada pH 5 senyawa
itu sendiri berwarna merah, sehingga titik akhir sukar diamati, demikian juga pada pH 12.
Umumnya titrasi dengan menggunakan indikator ini dilakukan pada pH 10.

2.1. Pembuatan dan Pembakuan Dinatrium Edetat 0,05 M


Tujuan:
Mampu membuat dan membakukan baku edetat.

Alat: Bahan:
Buret 50 mL Dinatrium edetat (EDTA)

Laboratorium Kimia Farmasi


42
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

Labu takar 1000 mL Asam klorida encer P


Pipet volume 25 mL Natrium hidroksida 2 N
Gelas ukur 50 mL Kalium karbonat p.a.
Biru hidroksinaftol
Pembuatan:
Sejumlah dinatrium edetat (EDTA) di larutkan dalam air secukupnya hingga tiap 1000
mL mengandung 18,81 g C10H14N2Na2O8.2H₂ O.

Pembakuan:
1. Larutkan lebih kurang 200 mg kalsium karbonat yang ditimbang saksama dalam 50 ML
air dan sejumlah asam klorida encer P hingga larut.
2. Tambahkan 15 mL natrium hidroksida 2 N.
3. Titrasi dengan natrium edetat 0.05 M, menggunakan indicator 300 mg biru hidroksinaftol,
hingga larutan berwarna biru tua.
4. Tiap 1 mL larutan Na2EDTA 0,05 M setara dengan 5,005 mg CaCO3.

Reaksi:
Ca++ + (H2Y)= ( CaY)= + 2 H+

Perhitungan:

Molaritas = 2

2.2. Pembuatan dan Penetapan Magnesium Sulfat 0,05 M


Tujuan:
Mampu membuat dan membakukan larutan baku logam.

Alat: Bahan:
Buret 50 mL Magnesium sulfat
Labu takar 1000 mL Edetat 0,05 M
Pipet volume 25 mL Hitam eriokrom
Gelas ukur 100 mL Dapar ammonia pH 10

Larutkan 67,5 g ammonium klorida dengan 570 mL ammonia pekat dan encerkan dengan
air secukupnya hingga 1000 mL.

Pembuatan Magnesium Sulfat 0,05 M


Sejumlah magnesium sulfat dilarutkan dalam air secukupnya hingga tiap 1000 mL
mengandung 12,324 g MgSO4. 7H2O

Pembakuan Magnesium Sulfat 0,05 M


1. Encerkan 25,0 mL larutan magnesium sulfat dengan 200 mL air, tambahkan 10 mL dapar
ammonia.
2. Titrasi dengan dinatrium edetat 0,05 M, menggunakan indikator hitam eriokom.

Reaksi:
Mg++ + HIn= MgIn- + H+

Mg++ + H2Y= MgY= + 2 H+


MgIn- + H2Y= MgY= + HIn=

Laboratorium Kimia Farmasi


43
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

Perhitungan:

25
Molaritas =

3. Penggunaan

3.1. Penetapan Kadar Kalsium Karbonat dengan Indikator Hitam Eriokrom

Tujuan:

Mampu menetapkan kadar logam hitam eriokrom.

Alat: Bahan:
Buret 50 mL Dinatrium edetat 0,05 M
Kalsium karbonat
Hitam eriokrom
Kompleks magnesium edetat 0,1 M. Campur dinatrium edetat dan magnesium sulfat 0,4
M dalam jumlah sama; netralkan dengan larutan natrium hidroksida hingga pH 8-9. Encerkan
dengan air hingga larutan menjadi 0,1 M.

Cara penetapan:
1. Lebih kurang 500 mg kalsium karbonat yang ditimbang saksama, larutkan dalam
beberapa tetes asam korida encer P hingga tidak timbul gas dan larutan menjadi
jernih.
2. Netralkan dengan larutan natrium hidroksida, encerkan dengan air hingga 500 mL.
3. Pada 25,0 mL larutan tersebut encerkan dengan 25 mL air.
4. Tambahkan 2 mL dapar amonia pH 10,1 mL magnesium edetat 0,1 M dan 3 tetes
hitam eriokrom.
5. Titrasi dengan dinatrium edetat 0,05 M hingga warna merah anggur menjadi biru.
Tiap 1 mL dinatrium edetat 0,05 M setara dengan 5,005 mg CaCO3.

Catatan:
Fungsi penambahan kompleks magnesium edetat untuk mempertajam perubahan warna
pada titik akhir. Mekanismenya dapat dibaca pada bab kompleksometri pada Volumetri dan
Gravimetri.

Perhitungan:
5,005
Kadar CaCO3 =
0,1

3.2. Penetapan Kadar Seng Oksida

Tujuan:
Mampu menetapkan kadar senyawa seng secara kompleksometri.

Alat: Bahan:
Buret 25 mL Dinatrium edetat 0,05 M
Pipet volume 10 mL Dapar ammonia pH 10
Labu takar 100 mL Asam klorida encer
Hitam eriokrom
Natrium hidroksida encer
Cara Penetapan:

Laboratorium Kimia Farmasi


44
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

1. Lebih kurang 700 mg seng oksida yang ditimbang saksama, dilarutkan dalam 50 mL
asam klorida encer dalam labu ukur 100 mL, tambahkan air secukupnya hingga 100
mL, campur.
2. Encerkan 10,0 mL larutan tersebut dengan 100 mL air, tambahkan natrium hidroksida
encer hingga terbentuk kabut yang mantap, tambahkan 5 mL dapar ammonia.
3. Titrasi dengan natrium edetat 0,05 M menggunakan indikator hitam eriokrom hingga
berwarna biru.

Tiap 1 mL dinatrium edetat 0,05 M setara dengan 4,088 mg ZnO.

Reaksi:
Zn+++ + (H2Y)= (ZnY)- + 2 H+
HIn= + Zn+ ZnIn- + H+

ZnIn- + (H2Y)= (ZnY)= + HIn-

Perhitungan:
4 068 100
Kadar ZnO = 0,05 10

Pertanyaan:
1. Apakah yang dimaksud dengan analisis secara kompleksometri?
2. Apakah fungsi pengaturan pH pada kompleksometri?
3. Apa yang dimaksud dengan konstante stabilitas logam EDTA?
4. Apa dasar pemilihan indikator pada kompleksometri?
5. Mengapa logam alumunium tidak dapat dititrasi langsung secara kompleksometri?
6. Bagaimana cara penetapan masing-masing logam Ca dan Mg dalam bentuk campuran?
7. Untuk senyawa-senyawa berikut: Ferro glukonat, Mg hidroksida, Alumunium hidroksida secara
kompleksometri.
8. Tuliskan reaksi bagaimana mekanisme titrasi secara kompleksometri?

Laboratorium Kimia Farmasi


45
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

PERCOBAAN VI: PENETAPAN OBAT SECARA


PERMANGANOMETRI

1. Pendahuluan
Permanganometri adalah penetapan kadar zat berdasarkan atas reaksi oksidasi reduksi
dengan KMnO4. Dalam suasana asam reaksi dapat dituliskan sebagai berikut:
MnO4 + 8 H+ +
5e Mn++ + 4 H2O
Dengan demikian berat ekivalennya seperlima dari berat molekulnya atau 31,606. Asam
sulfat merupakan asam yang paling cocok karena tidak bereaksi dengan permanganat. Sedangkan
dengan asam klorida terjadi reaksi.

2 Mn04- + 10 CI- + 16 H+ 2 Mn++ + 5 CL 2 + 8 H20

2 KMnO4 + 16 HCl 2 KCl + 2 MnCl2 + 5 Cl2 + 8 H2O

2 KMnO4 + 3 H2SO4 K2SO4 + 2 MnSO4 + 3H2O + 2O₂

2 KMnO4 + 5 H2O 2 MnO (OH)2 + 3 H2O + 2 KOH + O₂


+7
MnO4- + 3 e + 2 H2O +4
MnO2 + 4 OH-
+7
MnO4- + 5 e + 8 H+ Mn2+ + 4 H2O

2 +7MnO4- + 3 SO32- + H2O 2 +4MnO2 + 3 SO42- + 2 OH-


+7
MnO4- + 5 Fe2+ + 8 H+ 2+
Mn + 5 Fe3+ + 4 H2O
+7
MnO4- + 5 H2O2 + 6H+ 2 Mn2+ + 5 O2 + 8 H2O

2 +7MnO4- + 10 I- + 16H+ 2 Mn2+ + I2 + 8 H2O

Data basa kuat (2 M NaOH) ion manganat warna hijau


- - -2
MnO4 + e MnO4 E° = 558 V
KMnO4 tak stabil
4 MnO4- + 2H2O 4MnO2(5) + 3O2 + 4OH-
Sejumlah permanganat digunakan pada pembentukan klor. Kejadian ini dapat diabaikan
jika hanya ada sedikit kelebihan asam, larutan sangat encer, suhu rendah dan titrasi pelan-pelan
dengan gojog terus-menerus. Oleh karena itu, beberapa penetapan seperti arsentrioksida,
hidrogrenperoksid dapat ditetapkan dengan adanya asam klorida.
Untuk larutan tidak berwarna, tidak perlu menggunakan indikator, karena 0,01 mL kalium
permanganate 0,01 M dalam 100 mL larutan telah dapat dilihat warna ungunya. Untuk
memperjelas titik akhir dapat ditambahkan indikator redoks seperti forin, asam N-fenil antaranilat.
Penambahan indikator ini biasanya tidak diperlukan, hanya digunakan jika menggunakan kalium
permanganate 0,01 N.
Kalium permanganate bukan senyawa baku primer, biasanya mengandung mangan
dioksida (MnO2). Adanya senyawa ini akan mempercepat peruraian sendiri larutan permanganate
pada pendiaman.
2. Pembuatan dan Pembakuan Larutan KMn04 0,1 N

Laboratorium Kimia Farmasi


46
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

Tujuan:
Mampu membuat dan membakukan kalium permanganate 0,1 N.
Alat: Bahan:
Buret 50 mL Kalium permanganat
Gelas piala 1000 mL Asam klorida
Labu godog 1000 mL Arsentrioksid
Corong dan glasswool Botol coklat tertutup
Gelas ukur 100 mL
Labu takar 1000 mL
Pembuatan KMnO4 0,1 N
1. Timbang sekitar 3,2 – 3,25g KMnO4 dalam gelas arloji, pindahkan ke Beker Glass 1500
mL, tambahkan 1 Liter aquadest, tutup bekerglass dengan gelas arloji.
2. Panaskan larutan sampai mendidih, didihkan pelan-pelan selama 15-30 menit dan
larutkan didinginkan pada suhu kamar.
3. Saring memalui corong yang glasswool, atau melalui krus Gooch yang diberi asbes atau
dengan penyaringan kaca pasir.
4. Tampung lapisan dalam botol yang telah dicuci dengan campuran asam kromat dan telah
dibilas. Kemudian simpan dalam botol coklat.
Standarisasi Larutan KMn04 0,1 N.
1. Keringkan beberapa As2O3 pada 105-100 °C selama 1-2 jam, Biarkan mendingin dalam
eksikator.
2. Timbang secara seksama lebih kurang 250 mg As2O3 kering, masukkan kedalam beaker
glass 400 mL, tambahkan 10 mL larutan natrium hidroksida 20%.
3. Diamkan sambil diaduk 10 menit. Encerkan dengan 100 mL air.
4. Tambahkan 100 mL asam klorida dan 1 tetes kalium iodida 0,0025 M.
5. Titrasi dengan larutan kalium permanganat yang dibuat sampai timbul warna ungu
mantap selama 30 detik.
Reaksi:
5 I2 + 2 MnO4- + 10 CI- + 16 H+ ↔ 10 ICl + 2 Mn+ 8 H20
10 ICI + 5 H3ASO3 + 5H2O ↔ 5 I2 + 5H3ASO4 + 10H+ + 10CI
Perhitungan:

Normalitas =

3. Penggunaan
3.1. Penetapan Kadar Natrium Oksalat
Tujuan:
Mampu menetapkan kadar senyawa oksalat.
Alat: Bahan:
Buret 50 mL Kalium permanganate 0,1 N
Penangas air Asam sulfat
Termometer 100oC

Cara penetapan:
1. Lebih kurang 200 mg natrium oksalat yang ditimbang saksama dalam 100 ML air.
2. Tambahkan 7 mL asam sulfat P, panaskan sekitar 70°.

Laboratorium Kimia Farmasi


47
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

3. Titrasi pelan-pelan dengan kalium permanganat 0,1 N dengan diaduk-aduk sampai


timbul warna ungu mantap selama 15 detik.
4. Suhu akhir titrasi tidak boleh lebih dari 60°C.
Tiap 1 ML kalium permanganate 0,1 N setara dengan 6,7 mg Na2C2O4.
Reaksi:
2 MnO4- + 16 H+ + 5C2O₄ ↔ 2 Mn++ + 8 H2O + 10 CO
Perhitungan:
6,7
Kadar = 0,1
%

6,7
Kadar = %
0,1

3.2. Penetapan kadar besi (II) sulfat


Tujuan:
Mampu menetapkan kadar besi (II)
Alat: Bahan:
Buret 50 mL Kalium permanganate 0,1 N
Asam sulfat encer P.

Cara penetapan:
1. Lebih kurang 500 mg besi (II) sulfat yang ditimbang saksama, larutkan dalam 25 mL
air dan 25 mL asam sulfat encer P.
2. Titrasi dengan kalium permanganate 0,1 N hingga timbul warna ungu mantap. Tiap
mL kalium permanganat 0,1 N setara dengan 27,80 mg FeSO4. 7H20.
Reaksi:
MnO4- + 8H+ + 5 Fe++ Mn++ + 4 H20 + 5 Fe+++
Perhitungan:
27,80
Kadar =
0,1

Pertanyaan:
1. Larutkan KMnO4 0,1 N distandarisasi dengan senyawa baku AS₂ O₃ , indikator apa yang
digunakan? Jelaskan!
2. Untuk pembakuan larutan KMnO4 0,1N, senyawa baku As₂ O₃ ditambah100 mL larutan NaOH
20%. Apa guna larutan NaOH ini? selanjutnya tambahkan 100 mL HCl, HCl berapa N kah yang
anda gunakan? Mengapa, Jelaskan.
3. Tuliskan persamaan reaksi bila kalium permanganat direaksikan dengan arsen trioksida dalam
suasana asam dan bagaimana perhitungan berat ekuivalensinya dan normalitsnya?
4. Selain dengan arsen trioksida, senyawa apa saja yang dapat digunakan untuk standarisasi larutan
kalium permanganat? Berikut reaksi dengan perhitungannya sehingga ada dapatkan normalitas
larutan kalium permanganate tersebut!
5. Mengapa pada titrasi permanganometri harus dlam suasana asam dan berapa konsentrasi asam
yang bisa digunakan?
6. Berapa normalitas larutan KMnO4 0,300 M di bawah keadaan berikut?
a. Bila larutan KMnO4 tersebut digunakan sebagai zat pengoksidasi dalam larutan asam kuat?
b. Bila larutan KMNo4 tersebut digunakan sebgaai zat pengoksidasi dalam larutan basa?

Laboratorium Kimia Farmasi


48
Poltekkes TNI AU Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

c. Bila larutan KMnO4 tersebut digunakan sebagai zat pengoksidasi dalam reaksi yang
karenyanya ia diubah menjadi MnO42-.

Laboratorium Kimia Farmasi


49
Poltekkes TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Panduan Praktikum Kimia Farmasi

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1972, Farmakope Indonesia Edisi II, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Beckett, A.H., and Stenlake, J.B., 1976, Practical Pharmaceutical Chemistry, Third Edition, part one, The
Al Press London.

Connors, K.A., 1975, A., Textbook of Pharmaceutical Analysis, Interscience, New York.

Higuchi, T. and Brachman Hansen, 1967, Pharmaceutical Analysis, Interscience, New York.

Jenkin, G.L, Knevel A.M and Di Gangi, F.E 1967, Quantitative Pharmaceutical Chemistry, Sixth Edition,
Mc, GRAW Hill, New York.

Kolthhoff, I.m., Sandel, E.B., Meehan, E.J., Brunkenstein, S, 1969, Quantitative Chemical Analysis,
Fourth Edition, Macmilian Co, London.

Vogel, A.I, 1961, a Textbook of Quantitative Inorganic Analysis. Third Edition, Longmans, London.

Laboratorium Kimia Farmasi


50
Poltekkes TNI AU Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai