Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Etika Bisnis dan Profesi Akuntan
Dosen : Rini Ratnaningsih, M.Ak
Disusun oleh:
A. LATAR BELAKANG
Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang
menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan
penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Sedangkan
Profesi itu sendiri mengandung arti suatu bidang yang sedang dijalankan oleh seseorang.
Sebuah etika profesi mengambil peranan penting dalam kebenaran dan kejujuran atas
kegiatan yang dilakukan. Hal ini mencetuskan adanya pembuatan kode etik dalam suatu
profesi, sehingga cakupannya dapat diterima secara luas oleh semua yang menggeluti
profesi itu.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, adalah instansi pemerintah yang berhak untuk
mengemban tugas pengawasan intern yang meliputi : Audit, reviu, evaluasi, monitoring,
konsultasi, assistensi dan kegiatan pengawasan lainnya, dalam rangka memberikan nilai tambah
bagi effektifitas dan effesiensi organisasi. Dalam menjalankan tugasnya APIP dibekali dengan
standar-standar etika sebagai pedoman berperilaku dan bersikap secara professional.
Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (disingkat AAIPI) dibentuk untuk
mengemban amanat menyusun kode etik aparat pengawasan intern pemerintah. Kode Etik
Auditor Intern Pemerintah Indonesia (disingkat KE-AIPI) disusun sebagai pedoman perilaku
bagi auditor intern pemerintah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dan bagi
pimpinan APIP dalam mengevaluasi perilaku auditor intern pemerintah. Standar perilaku tersebut
antara lain terdiri dari: Integritas, Obyektivitas, Kerahasiaan, Kompetensi, Akuntabel, dan
Perilaku Profesional.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak ditemukan kasus penyimpangan kode etik yang
dilakukan oleh profesi-profesi akuntansi. Tindakan mark up, ingkar janji, maupun tindakan
kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabaian etika oleh seorang profesi akuntansi.
Padahal telah dijabarkan secara jelas mengenai kode etik dalam suatu profesi yang telah
disepakati. Hal ini yang menjadi dasar penulis menganalisis kasus pelanggaran etika akuntansi
pada kasus yang dilakukan oleh auditor BPK dengan Pejabat Kementrian Desa Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT). Banyak kasus kegagalan perusahaan yang
dikaitkan dengan kegagalan auditor yang terjadi belakangan ini, diawali dengan kasus dugaan
suap yang melibatkan BPK RI dan Pejabat Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi (PDTT) tidak mematuhi prinsip tanggung jawab profesi. Mereka menerima
uang suap dari Kemendes PDTT berkaitan dengan pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan Kemendes tahun
anggaran 2016. Maka, banyak pelanggaran yang dilakukan oleh BPK RI tersebut, Yaitu:
Integritas, Obyektivitas, Perilaku Profesional dan Standar Teknis.
B. RUMUSAN MASALAH
4. Apa saran/solusi yang dapat diberikan untuk mencegah kasus seperti ini terulang
kembali?
BAB II
PENDAHULUAN
Secara etimologi, istilah etika berasal dari bahasa Yunani “ethos”. Kata Y unani
“ethos” dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti yaitu tempat tinggal yang biasa,
padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara
berfikir. Dalam bentuk jamak “ta etha” artinya adalah adat kebiasaan. Istilah lain yang
identik dengan etika, yaitu usila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar,
prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). Istilah selanjutnya adalah Akhlak
(Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari
kegiatan berfilsafat atau berfikir, yang dilakukan oleh manusia. Oleh sebab itu, etika
merupakan bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat. Frankena dalam Sumaryadi
(2010) mengemukakan bahwa etika merupakan salah satu cabang filsafat yang mencakup
filsafat moral atau pembenaran-pembenaran filosofis. Sebagai salah satu falsafah, etika
berkenaan dengan moralitas beserta persoalan persoalan dan pembenaran-
pembenarannya. Moralitas sangat diperlukan dalam masyarakat karena perannya sebagai
panduan bertindak (action guides). Selanjutnya etika senantiasa dibicarakan, dipelajari
sebagai ilmu, maka akan muncul berbagai rumusan definisi etika. Rumusan definisi etika
secara jelas dalam perkembangan sebagaimana dirumuskan oleh para etikawan (YP.
Wisok, 2009: 15-16) yaitu:
Ethics is the study of right and wrong. Etika adalah studi tentang yang benar dan
yang salah, artinya bahwa yang dimaksud adalah benar atau salahnya tindakan
manusia. Etika dalam studi ini masih terlalu sempit karena terlalu legalistik atau
etika hanya memperhatikan benar atau salahnya tindakan manusia menurut
peraturan yang berlaku.
Ethics is the study of moral. Etika adalah studi tentang pandangan moral dan
tindakan manusia. Definisi ini secara tepat menunjukkan objek material etika.
Adapun secara objek formal etika bersama ilmu-ilmu yang lainnya, seperti
sosiologis dan antropologi memberi pembatasan terhadap pandangan moral.
Ethics is not the study of what is, but of what ought be. Etika bukanlah studi
tentang apa yang ada melainkan apa yang seharusnya.
Berdasarkan pandangan tersebut, maka pengertian dan definisi etika dari para filsuf atau
ahli berbeda dalam pokok perhatiannya antara lain:
1. Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari
hak (The principles of morality, including the science of good and the nature of the
rights).
2. Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari
kegiatan manusia (The rules of conduct, recognize in respect to a particular class of
human actions).
3. Ilmu mengenai watak manusia yang ideal, dan prinsip prinsip moral sebagai
individual (The science of human character in its ideal state, and moral principles as
of an individual).
4. Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty).
Pencapaian etika dalam usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya
fikirannya dalam pemecahan masalah setiap kehidupan, tindakan yang terbaik mengarah
kepada kebenaran, kebaikan, dan ketepatan. Etika secara lebih luas tidak hanya bicara
baik dan buruk tetapi lebih dari itu, yaitu bertindak secara “benar, baik, dan tepat”.
Memang sesuatu yang susah dan berat, etika dapat mencapai ketiga hal dimaksud, tetapi
arah dan tujuan untuk selalu berbuat yang menguntungkan semuanya sangat jelas dan
memerlukan upaya-upaya yang sangat keras dalam mencapai ketiga hal dimaksud.
Untuk mencapai etika berbicara tentang apa yang “benar”, apa yang “baik” dan
apa yang “tepat” diperlukan suatu patokan untuk berfikir secara etis. Menurut Dossy IP
dan Bernanrd LT (2011: 16- 18) terdapat 3 (tiga) cara etika berfikir secara etis untuk
mencapai benar, baik, dan tepat, yaitu:
1. Deontologis, adalah cara berfikir etis yang mendasarkan diri pada hukum, prinsip,
atau norma objektif yang dianggap harus berlaku dalam situasi dan kondisi apa pun.
Suatu tindakan yang dapat dikategorikan dalam etika deontologis adalah
melaksanakan kewajiban terhadap tugas dan fungsi yang didasarkan pada hukum dan
norma sosial yang dipergunakan.
2. Tindakan ini perlu adanya sifat yang dapat merealisasikan suatu kewajiban yang
didasarkan pada hukum, sifat tersebut adalah kejujuran, bersikap adil, taat pada
hokum, dan saling menghormati.
3. Teleologis, teleos, artinya tujuan. Cara berfikir teleologis ini bukan tidak
mengacuhkan atau mengindahkan terhadap hukum. Lebih jauh berfikir teleologis
tetap mengakui prinsip-prinsip hukum, tetapi keberadaan hukum bukan merupakan
ukuran terakhir. Tujuan dan berikut akibatnya lebih penting dan lebih diprioritaskan
daripada hukum, akan tetapi dilihat terlebih dahulu kapan etika teleologis ini
diterapkan.
4. Pertanyaan selanjutnya yang lebih sentral dalam etika teleologis menurut Dossy IP
dan Bernard LT (2011: 17) ialah “apakah suatu tindakan itu bertolak dari tujuan yang
baik? Dan apakah tindakan yang tujuannya baik, itu juga berakibat baik?”. Cara
berfikir teleologis, oleh karenanya tidak berfikir menurut kategori “benar” dan
“salah”, tapi menurut kategori “baik” dan “jahat”. Betapapun “salah”nya, tapi kalau
berangkat dari tujuan “baik” dan akibatnya “baik”, maka tindakan itu baik secara etis.
5. Kontekstual. Etika dalam hal ini yang paling penting untuk ditanyakan sebelum
melakukan sesuatu, bukanlah apa yang secara universal “benar”, bukan pula apa yang
secara umum “baik” tetapi apa yang secara kontekstual paling pantas dan paling bisa
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, bukan yang “benar” dan “baik”, tetapi apa
yang secara kontekstual paling “tepat” untuk dilakukan saat itu. Etika ini
memprioritaskan situasi dan kondisi sebagai pertimbangan pokok dalam melakukan
keputusan etis.
Berdasarkan ketiga cara berfikir secara etis dimaksud, maka untuk dapat dicapai suatu
etika yang mengandung kebenaran, kebaikan dan ketepatan diperlukan upaya yang
sangat keras dan mungkin sulit untuk diwujudkan. Selalu berusaha dan mengarah kepada
pencapaian yang baik, benar dan tepat dalam situasi dan kondisi apa pun dan berusaha
untuk mengurangi tindakan yang merugikan semua pihak merupakan sebuah pedoman
dalam melakukan tindakan.
B. TEORI ETIKA
Sebelum masuk ke dalam kasus nyata yang erat dengan persoalan etika, alangkah
baiknya untuk mengetahui terlebih dahulu mengenai teori etika. Pembelajaran teori etika
berguna untuk memperoleh kemudahan dalam mengupas persoalan etika. Jadi akan tahu
betul teori etika apa yang sebaiknya digunakan untuk meninjau suatu kasus.
4. Teori Hak, Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah
pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya
suatu perbuatan atau perilaku. Hak didasarkan atas martabat manusia dan
martabat semua manusia itu sama. Maka, teori hak pun cocok diterapkan
dengan suasana demokratis. Dalam arti, semua manusia dari berbagai lapisan
kehidupan harus mendapat perlakuan yang sama. Seperti yang diungkapkan
Immanuel Kant, bahwa manusia meruapakan suatu tujuan pada dirirnya (an
end in itself). Karena itu manusia harus selalu dihormati sebagai suatu tujuan
sendiri dan tidak pernah boleh diperlakukan semata-mata sebagai sarana demi
tercapainya suatu tujuan lain (Bertens, 2000)
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Akuntan Etika yang mengaatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh
Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat
Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan.
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang
dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-
pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa
dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Prinsip Etika Profesi dalam
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan
tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan.
D. PENGERTIAN PEMERINTAHAN
Secara etimologis, istilah pemerintahan berasal dari kata dasar “perintah” yang
berarti menyuruh melakukan sesuatu, aba-aba, atau komando. Pemerintahan dalam
bahasa Inggris disebut government yang berasal dari bahasa Latin: gobernare, greek
kybernan yang berarti mengemudikan atau mengendalikan.
Secara umum pemerintah merupakan organisasi, badan, lembaga yang memiliki
kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah
tertentu. Menurut C.F Strong dalam bukunya Modern Political Constitutions
menyebutkan bahwa “Government is therefore that organization in which is vested the
rights to exercise sovereign powers”. Pemerintahan adalah organisasi dalam mana
diletakkan hak untuk melaksanakan kekuasaan berdaulat atau tertinggi. Jadi pemerintah
diartikan sebagai organisasi atau lembaga. Sumaryadi (2010) mengemukakan bahwa
pemerintahan merupakan organisasi yang memiliki:
1. Otoritas memerintah dari sebuah unit politik,
2. Kekuasaan yang memerintah suatu masyarakat politik (political society)
3. Aparatus yang merupakan badan pemerintahan yang berfungsi dan menjalankan
kekuasaan
4. Kekuasaan untuk membuat peraturan perundang-undangan, untuk menangani
perselisihan dan membicarakan putusan administrasi dan dengan monopoli atas
kekuasaan yang sah.
Dengan adanya pemerintah dan pemerintahan dalam arti luas, maka terdapat pula
pemerintah dan pemerintahan dalam arti sempit. Menurut ajaran tripraja, pemerintah
dalam arti sempit hanya meliputi eksekutif saja, sedangkan pemerintahan dalam arti
sempit meliputi segala kegiatan dari pemerintah dalam arti sempit atau perbuatan
memerintah yang dilakukan oleh organ eksekutif dan jajarannya dalam rangka mencapai
tujuan pemerintahan negara. Pemerintahan dalam arti luas adalah perbuatan memerintah
yang dilakukan oleh organ-organ atau badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif
dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan negara.
Dalam perspektif cybernologik, menurut Ndraha (2003) pemerintahan
didefinisikan sebagai proses pemenuhan kebutuhan manusia sebagai konsumer (produk-
produk pemerintahan) akan pelayanan publik dan pelayanan civil; badan yang berfungsi
sebagai prosesor (pengelola, provider)-nya disebut pemerintah; konsumer produk-
produk pemerintahan disebut yang diperintah; hubungan antara pemerintah dengan
yang diperintah disebut hubungan pemerintahan; personil pemerintah disebut aktor
pemerintah; dan aktor yang melakukan tugas tertentu disebut artis pemerintahan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintahan merupakan sebuah sistem multiproses
yang bertujuan memenuhi dan melindungi kebutuhan dan tuntutan yang diperintah akan
jasa publik dan layanan civil.
E. ETIKA PEMERINTAHAN
Etika pemerintahan merupakan ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar
sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia.
Sumaryadi (2010) menyatakan bahwa etika pemerintahan mengacu pada kode etik
profesional khusus bagi mereka yang bekerja dan untuk pemerintahan. Etika
pemerintahan melibatkan aturan dan pedoman tentang panduan bersikap dan berperilaku
untuk sejumlah kelompok yang berbeda dalam lembaga pemerintahan, termasuk para
pemimpin terpilih (seperti presiden dan kabinet menteri), DPR (seperti anggota
parlemen), staf politik dan pelayan publik.
Kelompok-kelompok ini dihadapkan dengan berbagai pertanyaan etika yang sulit
dan sangat unik. Etika pemerintahan mengidentifikasi sikap dan tingkah laku yang tepat
dalam setiap situasi dan menetapkan aturan-aturan perilaku bagi para pejabat publik
untuk mengikutinya. Etika pemerintahan merupakan etika terapan yang berperan dalam
urusan pengaturan tata kelola pemerintah.
Etika pemerintahan merupakan bagian dari yurisprudensi praktis (practical
jurisprudence) atau filosofi hukum (philosophy of law) yang mengatur urusan
pemerintah dalam hubungannya dengan orang-orang yang mengatur dan mengelola
lembaga pemerintahan.
Etika pemerintahan mencakup isu-isu kejujuran dan transparansi dalam
pemerintahan, yang pada gilirannya berurusan dengan hal-hal seperti; penyuapan
(bribery); korupsi politik (political corruption); korupsi polisi (police corruption); etika
legislatif (legislatif ethics); etika peraturan (regulatory ethics); konflik kepentingan
(conflict of interest); pemerintahan yang terbuka (open of government); etika hukum
(legal ethics).
Integritas antara lain diwujudkan dalam sikap jujur, objektif, dan tegas dalam
menerapkan prinsip, nilai, dan keputusan.
5. Dokumentasi Pemeriksaan
Pemeriksa harus menyusun dokumentasi pemeriksaan yang memadai secara tepat
waktu pada seluruh tahapan pemeriksaan. Di sisi lain, Pemeriksa juga wajib
memberikan pemahaman yang jelas atas prosedur pemeriksaan yang dilakukan,
pertimbangan profesional, bukti yang diperoleh, dan kesimpulan yang dibuat.
Pemeriksa harus menyusun dokumentasi pemeriksaan guna memberikan informasi
yang jelas dan memadai. Melalui dokumentasi tersebut, Pemeriksa lain yang tidak
memiliki latar belakang pengetahuan atas pemeriksaan tersebut dapat memahami
sifat, waktu, lingkup, dan hasil dari prosedur pemeriksaan yang dilaksanakan, bukti
yang diperoleh dalam mendukung temuan, kesimpulan, dan rekomendasi
pemeriksaan, serta alasan dibalik semua hal signifikan yang dibutuhkan dalam
mengambil pertimbangan profesional dan kesimpulan terkait. BPK harus
mengembangkan sistem dokumentasi pemeriksaan yang efisien dan efektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan.
6. Hubungan dengan Standar Profesi yang Digunakan oleh Akuntan Publik
Dalam pemeriksaan keuangan, Standar Pemeriksaan ini memberlakukan standar
audit yang dimuat dalam SPAP yang ditetapkan oleh asosiasi profesi akuntan publik,
sepanjang tidak diatur lain dalam Standar Pemeriksaan ini.
7. Kewajiban Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dan Akuntan Publik dalam
Pemeriksaan Keuangan Negara
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang melaksanakan audit kinerja dan
audit dengan tujuan tertentu, dan akuntan publik yang memeriksa keuangan negara
berdasarkan ketentuan undang‐undang wajib melaksanakan seluruh ketentuan yang
relevan dalam Standar Pemeriksaan ini.
BAB III
KASUS SUAP BPK RI ATAS PEMERIKSAAN
LAPORAN KEUANGAN KEMENDES PDTT
Kronologi
Kasus suap ini berawal dari penyelidikan KPK terkait laporan masyarakat atas
dugaan terjadinya tindak pindana korupsi. Pada sekitar Maret 2018, KPK memeriksa laporan
keuangan Kemendes PDTT Tahun Anggaran 2016. Kemudian melakukan OTT di Kantor
BPK RI di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta pada 26 Mei 2017. KPK sempat
mengamankan enam orang, yakni pejabat Eselon I BPK Rockhmadi Saptogiri (RS), Auditor
BPK Ali Sadli (ALS), pejabat eselon III Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo (JBP),
sekretaris RS, sopir JBP dan satu orang satpam. KPK kemudian melakukan penggeledahan di
sejumlah ruangan di kantor BPK.
1. Di ruang ali Sadli, KPK menemukan uang Rp 40 Juta yang diduga merupakan bagian
dari total commitment fee Rp 240 Juta untuk suap bagi pejabat BPK. Uang Rp 40 juta
ini merupakan pemberian tahap kedua ketika tahap pertama Rp 200 juta diduga telah
diserahkan pada awal Mei 2017.
2. Menggeledah ruangan milik Rochmadi Saptogiri, dan ditemukan uang Rp 1,145
Miliar dan 3.000 dollar AS atau setara dengan 39,8 juta di dalam Brankas.
3. Di Kemendes PDTT, KPK menyegel empat ruangan, diantaranya ruangan Sugito dan
ruangan Jarot Budi Prabowo
4. Setelah melakukan rangkaian penangkapan dan penggeledahan, dari hasil gelar
perkara KPK meningkatkan status perkara ini menjadi penyidikan
5. Dari total tujuh orang yang diamankan, empat diantaranya menjadi tersangka. Mereka
yang menjadi tersangka, yakni Sugito, Jarot Budi Prabowo, Rochmadi Saptogiri dan
Ali Sadli
6. Sementara sekretaris Rochmadi Saptogiri, sopir Jarot Budi Prabowo dan satu orang
satpam berstatus saksi.
Dasar Hukum
Sebagai pihak pemberi suap, Sugito dan Jarot dijerat pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal
5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Rochmadi dan Ali sebagai pihak penerima suap disangkakan dengan Pasal 12 huruf a
atau b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
A. ANALISIS KASUS
Berdasarkan uraian singkat mengenai proses, tahapan, dan hal-hal apa saja yang
harus dimiliki serta dilakukan oleh seorang akuntan publik / auditor hingga dapat
menghasilkan suatu opini / laporan audit yang berkualitas, maka dapat disampaikan
bahwa dalam proses audit yang dilakukan oleh tim auditor BPK atas Laporan Keuangan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi / Kemendes
PDTT) terdapat beberapa kejanggalan atas proses audit yang dilakukan oleh tim auditor
selama tahun 2017.
Data tahun sebelumnya menyatakan bahwa Opini Auditor atas Laporan
Keuangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi /
Kemendes PDTT) adalah Opini Wajar dengan Pengecualian selama dua tahun berturut-
turut. Sedangkan kementerian tersebut termasuk ke dalam salah satu kementerian yang
baru di Indonesia, hal tersebut menunjukkan bahwa kementerian tersebut memiliki tata
kelola anggaran dan birokrasi yang buruk terutama terkait dengan pengadaan dan belanja
perjalanan dinas yang dibuktikan dengan adanya beberapa temuan dari tim auditor BPK
periode tahun 2014-2015 yang masih belum ditindaklanjuti oleh Kemendes PDTT antara
lain :
1. Adanya utang sebesar Rp 378,46 M dari pihak ketiga yang bermasalah dan dokumen
tidak tersedia
2. Aset Barang Milik Negara (BMN) sebesar Rp 2,54 T tidak didukung dengan rincian
sehingga tidak dapat ditelusuri keberadaannya
3. Akumulasi aset tanah, peralatan, dan barang pengadaan senilai Rp 2,55 T tidak
didukung rincian dan tidak diketahui keberadaannya
4. Saldo persediaan barang senilai Rp 3,32 T tidak terinventarisir dengan baik dan
tidak terdapat bukti yang cukup.
Kondisi tersebut seharusnya merupakan suatu acuan atau menjadi pedoman bagi
tim auditor BPK yang saat ini terjun untuk melakukan audit atas laporan keuangan
Kemendes PDTT pada tahun 2017 secara lebih mendalam dan mendetail agar dapat
diketahui lebih lanjut apakah temuan-temuan yang sudah ada pada tahun sebelumnya
telah ditindaklanjuti ataukah ada hal-hal baru yang menjadi kejanggalan dari laporan
keuangan kementerian tersebut.
B. ANALISIS KASUS DARI NILAI-NILAI DASAR LANDASAN KODE ETIK BPK-
RI
Saudara RS dan ALS juga melanggar nilai-nilai dasar yang menjadi landasan
kode etik BPK. Nilai-nilai itu adalah :
1. Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan
merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang
diambilnya.Dengan adanya kasus ini dapat dilihat jika penerapan integritas di BPK
masih sangatlah kurang. Bahkan eselon I BPK ikut terlibat dalam penerimaan suap.
ALS sebagai auditor juga tidak menjaga integritasnya dan mengabaikan etika profesi
sebagai auditor dengan merubah opini yang diberikan demi mendapatkan keuntungan
pribadi.
2. Independensi
Independensi adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak
lain, tidak tergantung pada orang lain.. Dengan adanya kasus ini dapat dilihat RS dan
ALS tidak mematuhi prinsip Independensi. Seharusnya sebagai pejabat dan auditor
BPK, RS dan ALS bebas dari pengaruh dan kendali pihak lain termasuk pihak-pihak
yang diberikan opini. Dalam kasus ini pemberian imbalan berupa uang senilai Rp 240
juta telah mempengaruhi kinerja dan opini yang diberikan BPK pada Kemendes.
Imbalan ini juga memberikan kendali kepada Kemendes untuk mengatur dan
mengarahkan hasil audit BPK sesuai dengan kepentingan Kemendes, agar Kementrian
ini terlihat memiliki kinerja yang bagus dan laporan keuangannya disajikan dengan
wajar.
3. Profesionalisme
Profesionalisme adalah kompetensi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya
secara baik dan benar dan juga komitmen dari para anggota dari sebuah profesi. Kasus
ini membuktikan anggota BPK belum sepenuhnya profesional dalam menjalankan
tugasnya. Merubah opini Laporan Keuangan demi sebuah imbalan merupakan
tindakan yang sangat tidak profesional dan merugikan banyak pihak. Dengan
terbitnya opini WTP pada Kemendes masyarakat dan pemangku kepentingan lain
akan menganggap bahwa kinerja dan penyajian laporan keuangan sudah wajar dan
sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini lebih lanjut akan mempengaruhi penilaian
resiko dan pengambilan keputusan yang merugikan.
Kode Etik BPK-RI Pasal 2 mengatur tentang nilai-nilai dasar yang wajib dimilki oleh
anggota dan pemeriksa BPK, Nilai-nilai dasar tersebut terdiri dari:
1. Mematuhi peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku
2. Mengutamakan kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan
3. Menjunjung tinggi independensi, integritas dan profesionalisme
4. Menjunjung tinggi martabat, kehormatan dan kredibilitas BPK.
Melihat dari kasus diatas terlihat secara jelas bahwa auditor BPK telah melanggar
nilai-nilai dasar yang seharusnya dimiliki sesuai dengan pasal 2 kode etik BPK.
E. DAMPAK
Pelanggaran yang dilakukan oknum-oknum BPK dalam kasus ini memberikan
kerugian yang sangat besar bagi negara. Selain itu masyarakat menjadi meragukan
integritas dan citra BPK sebaga lembaga tinggi negara yang bertugas mengaudit dan
memeriksa laporan keuangan kementrian dan lembaga di pemerintahan. Laporan audit
tahun-tahun sebelumnya juga menjadi diragukan kredibilitasnya. Secara lebih luas kasus
ini akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Hal ini juga dapat
mempengaruhi keputusan Investor dan juga perusahaan-perusahaan yang ingin
menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini karena tingkat korupsi suatu negara
merupakan salah satu pertimbangan penting dalam penanaman modal.
BAB V
PEMBAHASAN DARI RUMUSAN MASALAH
A. PENYELESAIAN KASUS
Pelanggaran kode etik profesi harus ditegakkan kedisiplinannya, sehingga kode
etik tersebut dapat dipatuhi secara konsisten oleh semua pihak. Dalam kasus ini,
diperlukan beberapa solusi agar kasus serupa tidak terjadi kembali di masa mendatang.
Beberapa solusi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan nilai-nilai etika dan pengembangan kode etik profesi
2. Pemberian sanksi yang tegas kepada pihak-pihak yang melanggar
Agar kasus serupa tidak terjadi kembali di masa mendatang, dibutuhkan sanksi
yang tegas untuk memberikan pelajaran dan efek jera kepada pihak-pihak yang
melanggar. Auditor Pemerintah yang terbukti bersalah dikenakan sanksi oleh pimpinan
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) atas rekomendasi dari Badan
Kehormatan Profesi.
Dalam kasus ini, hukuman yang diberikan kepada masing-masing terdakwa adalah
sebagai berikut:
1. Rohmadi Sapo Giri dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-
Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Mereka juga dijerat Pasal 3 dan/atau Pasal 5 Undang-undang (UU) No. 8/2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
2. Inspektur Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi ( Kemendes PDTT) Sugito dan Kepala Bagian Tata Usaha dan
Keuangan Inspektorat Kemendes, Jarot Budi Prabowo dituntut pidana masing-masing
dua tahun penjara, dikurangi masa tahanan.Tuntutan dibacakan jaksa Komisi
Pemberantasan Korupsi dalam persidangan kasus dugaan suap pada pemberian opini
wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terhadap
laporan keuangan Kemendes PDTT tahun 2016, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu
tanggal 11 Oktober 2017.
3. Kedua terdakwa juga dituntut membayar denda. Sugito dituntut untuk membayar
denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan, sementara Jarot dituntut membayar
denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
B. KESIMPULAN
Kasus dugaan suap kepada Auditor BPK untuk mengeluarkan opini Wajar Tanpa
Pengecualian merupakan tindakan yang melanggar etika profesi akuntan baik
berdasarkan kode etik yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia maupun BPK RI.
Auditor seharusnya mengeluarkan opini atas laporan keuangan yang diperiksanya
dengan kompeten dan objektif sehingga akuntan yang merupakan kepercayaan publik
dapat menjaga kredibilitas dan martabatnya. Opini auditor memiliki peran yang besar
yakni sebagai penentu pengambilan keputusan dan penjamin bahwa informasi telah
disajikan dengan wajar maka auditor harus profesional dan berintegritas dalam
menjalankan tanggung jawabnya. Kalau auditor sebagai pihak yang independen dan
dipercaya saja melakukan penyelewengan maka publik tidak lagi percaya dengan
pemerintahan sekalipun opini yang dikeluarkan oleh BPK adalah objektif.
C. SARAN
Saran yang dapat diberikan yakni evaluasi atas kasus ini dan kasus serupa
sebelumnya mengenai kasus suap opini Wajar Tanpa Pengecualian, rupanya lembaga
pemerintahan mengejar target opini WTP dengan berbagai cara tanpa memperhatikan
moral, maka seharusnya pemerintah lebih memperhatikan penargetan yang lebih
mengarah kepada efisiensi dan efektifitas lembaga pemerintahan dan pembinaan
mengenai administrasi pemerintahan yang masih banyak yang harus diperbaiki. Opini
WTP hanyalah hasil dari pengendalian internal yang baik dan penyajian laporan
keuangan yang sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan serta bebas dari kesalahan
material.
Bagi auditor BPK diharapkan senantiasa menjunjung tinggi etika profesi dan
melaporkan setiap tindakan yang melanggar kode etik dalam melaksanakan tugas
audit. Selain itu, auditor BPK diharapkan untuk memperbanyak pengalaman dan
memanfaatkannya sebaik mungkin. Auditor BPK juga diharapkan untuk
meningkatkan komptensi dan senantiasa menerapkannya. Hal ini ditujukan untuk
meningkatkan sikap skeptisisme profesionalnya Bagi auditor BPK diharapkan
senantiasa menjunjung tinggi etika profesi dan melaporkan setiap tindakan yang
melanggar kode etik dalam melaksanakan tugas audit. Selain itu, auditor BPK
diharapkan untuk memperbanyak pengalaman dan memanfaatkannya sebaik mungkin.
Auditor BPK juga diharapkan untuk meningkatkan komptensi dan senantiasa
menerapkannya. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan sikap skeptisisme
profesionalnya.
Bagi BPK RI diharapkan rutin mengadakan pelatihan mengenai pemahaman
kode etik, mengadakan sistem reward bagi auditor yang senantiasa menjalankan kode
etik dan melaporkan adanya pelanggaran kode etik. BPK RI juga diharapkan untuk
memberi pelatihan bagi auditor, dan melakukan pengawasan efektif dalam
pelaksanaan audit yang dilakukan auditor. Selain itu, memberikan kesempatan yang
sama dalam pemberian penugasan untuk setiap auditornya, sehingga auditor-
auditornya dapat memiliki pengalaman dari jumlah penugasan pemeriksaan.
Referensi
Ismail, Dr. Drs. Etika Pemerintahan Norma, Konsep dan Praktek Etika Pemerintahan. DI
Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Books, 2017. PDF File 1 April 2017.
BPK RI. 2007. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2007 (Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan). Indonesia.
Ikatan Akuntan Indonesia.2016.Kode Etik Akuntan Profesional.Jakarta www.kpk.go.id
https://m.detik.com/news//berita/d-3522344/icw-fenomena-suap-opini-wtp-mengkhawatirkan
https://www.google.co.id/amp/s/app.kompas.com/amp/nasional/read/2017/05/28/02000071/
kronologi.kasus..dugaan.suap.pejabat.kemendes.pdtt.dan .auditor.bpk
https://tarymagetan.wordpress.com/2013/11/01/sanksi-terhadap-pelanggaran-kode-etik-
akuntan-publik/
https://news.detik.com/berita/d-3513024/penjelasan-lengkap-kpk-soal-suap-opini-wtp-
kemendes .
http://nasional.kompas.com/read/2017/05/31/10333791/
kasus.suap.terkait.opini.wtp.kpk.panggil.auditor.bpk.
http://www.bpk.go.id.
https://repository.upnvj.ac.id/8979/2/dok_36_EC00201991661.pdf