Anda di halaman 1dari 26

Makalah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PSIKOTIK GELANDANGAN

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK I
1.HUSAIN RAHMAT
2.GALANG ARWANA TAYABU
3.WIDYANINGSIH DJAFAR
4.ELMAWATI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas
karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II
dalam tugas kelompok. Dan juga penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang tidak sempat penulis sebutkan satu-persatu yang turut membantu kelancaran
penyusunan makalah ini.
Dalam makalah ini disajikan bahasan tentang Asuhan Keperawatan Kasus Psikotik
Gelandangan. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan
kelemahanya, baik dalam isi maupun sistematikanya. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna dan
memberikan manfaat khususnya mahasiswa dan umumnya bagi pembaca.

Gorontalo, 10 Desember 2021

Penyusun

Kelompok I

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................................2

BAB II.............................................................................................................................................3

PEMBAHASAN..............................................................................................................................3

2.1 Definisi Gelandangan Psikotik..........................................................................................3

2.2 Penyebab Gelandangan Psikotik.......................................................................................3

2.4 Langkah-langkah Rehabilitasi Pada Gelandangan Psikotik..............................................6

2.5 Asuhan Keperawatan Pada Gelandangan Psikotik.........................................................10

BAB III..........................................................................................................................................19

PENUTUP.....................................................................................................................................19

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................19

3.2 Saran................................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kata gelandangan dalam kamus besar Bahasa Indonesia memiliki artian orang yang tidak
mempunyai pekerjaan dan tempat tinggal yang tetap. Mereka hidup dibawah-bawah kolong
jembatan dan mereka makan dari hasil mengemis atau mengais dari sisa-sisa sampah yang
bisa untuk dimakan. Sedangkan kata psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan
ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi dalam artian seseorang tersebut
sudah tidak bisa membedakan antara kenyataan dan hayalan.
Gelandangan psikotik dapat memiliki arti seseorang yang hidup dalam keadaan yang
tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat, mempunyai tingkah
laku yang aneh, suka berpindah-pindah dan menyimpang dari norma-norma yang ada atau
seseorang bekas penderita penyakit jiwa yang telah mendapatkan pelayanan medis atau yang
sedang mendapatkan pelayanan medis. Sehingga menyebabkan faktor kemiskinan.
Kemiskinan merupakan masalah yang rumit. Demikan peliknya seakan- akan menjadi
persoalan abadi seperti sebuah lingkaran yang tidak ada ujungnya dan selalu berputar
semakin membesar serta berdampak semakin luas. Dampak yang ditimbulkan sangat
berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan, seperti aspek psikologi, aspek sosial,
budaya, aspek hukum, sehingga sering di kaitkan dengan ketidakamanan dan
ketidaknyamanan masyarakat. Secara sosial ekonomi kondisi kemiskinan yang menahun di
desa maupun di kota dengan segala sebab dan akibatnya. Sebabnya seperti kurangnya
lapangan pekerjaan, penghasilan yang kurang mencukupi, lahan yang semakin menyempit,
sementara jumlah penduduk desa terus bertambah yang kemudian menyebabkan sebagian
penduduk desa memilih untuk berpindah menuju ke kota-kota besar dengan harapan
mendapatkan penghidupan yang lebih layak.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang makalah tersebut maka perumusan masalahnya adalah


sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan gelandangan psikotik?

1
2. Apa yang menyebabkan gelandangan psikotik?

3. Apa saja penanganan pada gelandangan psikotik?

4. Bagaimana langkah-langkah rehabilitasi pada gelandangan psikotik?

5. Bagaimana asuhan keperawatan pada gelandangan psikotik?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, penulisan makalah ini bertujuan sebagai
berikut :

1. Untuk mengetahui apa definisi dari gelandangan psikotik.

2. Untuk mengetahui penyebab gelandangan psikotik.

3. Untuk mengetahui bagamiamana penanganan pada gelandangan psikotik.

4. Untuk mengetahui langkah-langkah rehabilitasi pada gelandangan psikotik.

5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada gelandangan psikotik

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Gelandangan Psikotik

Gelandangan Psikotik Adalah seseorang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan
norma kehidupan yang layak dalam masyarakat, mempunyai tingkah laku aneh/menyimpang
dari norma-norma yang ada atau seseorang bekas penderita penyakit jiwa, yang telah
mendapat pelayanan medis dan telah mendapat Surat Keterangan Sembuh dan tidak
mempunyai keluarga/kurang mampu serta perlu mendapat bantuan untuk hidup. Kriteria
gelandangan psikotik: hidup menggelandang di tempat- tempat umum terutama di kota-kota,
kehadirannya tidak diterima keluarga dan masyarakat sekitarnya, tempat tinggal tidak tetap,
seperti beranda toko, di kolong jembatan, terminal dan lainnya, sering mengamuk dan
berbicara sendiri, penampilannya di bawah sadar atau tidak sesuai dengan norma dalam
masyarakat, misalnya tidak menggunakan pakaian, memakan makanan dari sisa-sisa di
tempat sampah, tidak mempunyai pekerjaan (Permensos RI No. 8 tahun 2012).

2.2 Penyebab Gelandangan Psikotik

Psikotik dapat disebabkan oleh beberapa faktor,yaitu:

1. Masalah kesehatan mental tertentu, seperti skizofrenia,bipolar,dan depresi berat.

2. Kurang tidur.

3. Pengalaman traumatis,terlalu cemas,atau stress.

3
4. Penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol.

5. Efek samping dari obat tertentu.

6. Kondisi fisik atau penyakit yang berhubungan dengan otak,penyakit


Parkinson,tumor otak,dan sebagainya.

7. Beberapa tipe demensia yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer,


HIV,sifilis,beberapa tipe epilepsy (kejang-kejang),dan stroke.
8. Kadar gula dalam tubuh di bawah normal yang sangat rendah (hipoglikemia).
9. Lupus.
2.3 Penanganan Gelandangan Psikotik
Pembangunan kesejahteraan sosial di era sekarang ini lebih mengedepankan
pembangunan yang menempatkan kota/kabupaten atau daerah tingkat I/II sebagai titik
sentral otonomi daerah. Desentralisasi atau otonomi adalah menyerahkan kewenangan untuk
mengatur dan menyelenggarakan pemerintah kepada daerah. Pembangunan daerah lebih
berorientasi pada kebutuhan setempat (bottom up oriented) yang sesuai dengan kemampuan
perencanaan disesuaikan dengan kebutuhan bukan didasarkan pada kemampuan yang
menjadi landasan pembangunan daerah (Widjaya, 200l:21).
Hakekat otonomi daerah adalah meletakkan landasan pembangunan yang tumbuh
berkembang dari rakyat dan dinikmati hasilnya oleh seluruh rakyat (Somodiningrat, 2001:
163). Bergesernya peran dan fungsi negara akibat otonomi daerah Membawa konsekuensi
terhadap pelaksanaan pembangunan daerah dan khususnya pembangunan kesejahteraan
sosial. Demikian pula dalam upaya penanganan gelandangan psikotik yang akhir- akhir ini
menjadi pusat perhatian masyarakat dan pemerintah merupakan permasalahan sosial yang
sangot kompleks, karena dipandang telah meresahkan dan menimbulkan gangguan
keamanan ketertiban masyarakat,keindahan lingkungan dan yang lebih spesifik karena
menyangkut gangguan kejiwaan seseorang.
Permasalahan ini merupakan masalah yang multikompleks karena menyangkut berbagai
aspek yaitu sosial, kesehatan, pekerjaa dan, pendidikan, keamanan, ketertiban dan lain-lain.
Dengan demikian diperlukan pendekatan multidisipliner dan di dalam pelaksanaannya perlu
dijalankan secara kerjasama setiap yang bersifat rujukan, konsultatif, dan juga kerjasama

4
untuk melaksanakan rehabilitasi terpadu. Mengingat tidak semua instansi/lembaga
pelayanan sosial mampu memberikan semua jenis pelayanan kepada penyandang masalah.
Kesadaran akan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki dan tingginya hasrat untuk
memberikan semua jenis pelayanan yang optimal, maka banyak lembaga –lembaga
pelayanan sosial melakukan kerjasama dengan pihak-pihak lain, baik sesama lembaga
pelayanan sosial maupun dengan lembaga lainnya.
Adanya koordinasi atau kerjasama antar instansi/lembaga terkait penanganan
gelandangan psikotik maka keterbatasan yang dimiliki masing- masing instansi dapat
tertutupi sehingga dipandang dapat memperkuat kemampuan instansi secara kolektif untuk
melaksanakan penanganan gelandangan psikotik. Fungsi kerjasama digambarkan Charles H
Cooley (dalam Soerjono Soekanto, 1990), sebagai berikut: kerjasama timbul apabila orang
menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat
yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri
untuk memenuhi kepentingan- kepentingan tersebut, kesadaran akan adanya kepentingan-
kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam
kerjasama yang berguna. Dalam melaksanakan suatu program penanganan gelandangan
psikotik, tidak dapat berjalan sendiri-sendiri namun dibutuhkan koordinasi atau kerjasama
antara beberapa pihak. Koordinasi dalam suatu organisasi untuk melaksanakan suatu
program mutlak dibutukan, karena pada dasarnya tidak ada organisasi yang mampu
menjalankan suatu program dengan baik tanpa berkoordinasi dengan organisasi lainnya.
Koordinasi menurut Sugandha (1988:12) adalah penyatupaduan gerak dari seluruh
potensi dari unit-unit organisasi atau orang-orang yang berbeda fungsinya agar secara nyata
benar-benar mengarah pada sasaran yang sama guna memudahkan pencapaian dengan
efisien. Sedangkan George R Terry dalam Kortini (2003:29), berpendapat bahwa koordinasi
adalah sinkronisasi yang teratur dari usaha-usaha untuk menciptakan kepantasan kuantitas,
waktu dan tujuan pengarahan pelaksanaan yang menghasilkon keselarasan dan kesatuan
yang telah ditetapkan. Tujuan utama koordinasi adalah terjadinya sinkronisasi, artinya
koordinasi merupakan gejala usaha untuk menyatukan kegiatan-kegiatan dari berbagai unit
kerja yang mempunyai fungsi yang berbeda dalam rangka terciptanya sinkronisasi dari
berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan bersama.

5
Berdasarkan ruang lingkupnya, Sugandha (1988:25) menyebutkan bahwa koordinasi
terbagi menjadi 2, yakni koordinasi intern dan koordinasi ekstern. Koordinasi intern
merupakan koordinasi antar pejabat atau antar unit di dalam organisasi. Sedangkan
koordinasi ekstern merupakan koordinasi antar pejabat dari berbagai organisasi atau antar
organisasi. Sedangkan berdasar arahnya, menurut Widjaya, HAW, koordinasi terbagi
menjadi 3, yaitu:

1. Koordinasi fungsional, antara dua atau lebih instansi yang mempunyai program yang
berkaitan erat;
2. Koordinasi instansional, terhadap beberapa instansi yang menangani satu urusan tertentu
yang bersangkutan;
3. Koordinasi teritorial, terhadap dua atau lebih wilayah dengan program tertentu (Widjaya,
HAW, 1992:25).
Dengan demikian penanganan gelandangan psikotik, membutuhkan koordinasi
dua atau lebih instansi terkait yang memiliki program yang berkaitan erat dalam
penanganan masalah tersebut sangat dibutuhkan, keberhasilan suatu program penanganan
gelandangan psikotik tidak dapat dicapai oleh satu instansi/organisasi, namun didukung
pula dengan bantuan dari instansi terkait sebagai pelaksana program penanganan mutlak
diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan program baik koordinasi secara intern
maupun ekstern . Pelaksanaan penanganan gelandangan psikotik juga melibatkan
berbagai instansi terkait yang meliputi Pemerintah Daerah tingkat I/II, Dinas Ketertiban
dan Keamanan Masyarakat tingkat I/II, Dinas Kesehatan tingkat I/II, Dinas Sosial tingkat
I/II, Kepolisian, Rumah Sakit Jiwa (RSJ) dan Panti Sosial serta lembaga swasta yang
peduli dengan masalah gelandangan psikotik.

2.4 Langkah-langkah Rehabilitasi Pada Gelandangan Psikotik


Dalam Pasal 7 Perda DIY Nomor 1 Tahun 2014 tentang penanganan gelandangan dan
pengemis terdapat upaya-upaya dalam menangani gelandangan dan pengemis, yaitu:

1. Upaya preventif

Dalam upaya preventif ini para gelandangan dan pengemis diberikan fasilitas seperti:
pelatihan keterampilan, magang dan perluasan kesempatan kerja, peningkatan derajat

6
kesehatan, fasilitas tempat tinggal, peningkatan pendidikan, penyuluhan dan edukasi
masyarakat, pemberian informasi melalui baliho di tempat umum, bimbingan sosial dan
bentuan sosial.

2. Upaya koersif

a. Penertiban

Yang dimaksud dengan “penertiban” adalah salah satu cara yang dilakukan untuk
mengatur dan menegakkan aturan hukum dalam upaya mewujudkan ketertiban
dalam kehidupan masyarakat. Tindakan penertiban dilakukan terhadap setiap orang
yang tinggal di tempat umum, meminta-minta di tempat-tempat umum, pemukiman,
peribadatan dan meminta-minta dengan menggunakan alat. Tindakan penertiban ini
dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang memiliki tugas dan fungsi di
bidang penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum.

b. Penjangkauan

Yang dimaksud dengan “penjangkauan” adalah tindakan proaktif yang dilakukan


oleh petugas penjangkauan ke wilayah-wulayah yang dijadikan tempat tinggal
gelandangan dan pengemis. Penjangkauan merupakan kontak awal dan proses
membina hubungan sosial serta membangun kepercayaan dengan gelandangan dan
pengemis. Petugas penjangkauan dapat melakukan penyelamatan dan evakuasi yang
dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap gelandangan dan pengemis dari
situasi dan kondisi kehidupan di jalanan yang membahayakan keselamatan mereka,
baik dari aspek fisik, kesehatan maupun psiko sosialnya. Penjangkauan dilakukan
secara terpadu oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang memiliki tugas dan fungsi
di bidang sosial dan lembaga kesejahteraan sosial.

c. Pembinaan di RPS

Yang dimaksud dengan “pembinaan di RPS” adalah serangkaian kegiatan bimbingan


mental sosial yang dilakukan untuk membangun pemikiran, sikap, perilaku pro sosial
yang berlaku dalam masyarakat. Pembinaan dapat dilaksanakan melalui bimbingan

7
fisik untuk melatih kedisiplinan serta bimbingan mental sosial. Pembinaan di RPS
dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang memiliki tugas dan fungsi di
bidang sosial.

d. Pelimpahan

Yang dimaksud dengan “pelimpahan” adalah pelimpahan gelandangan dan pengemis


untuk menjalani proses hukum di pengadilan, pelimpahan pengadilan ditujukan bagi
gelandangan dan pengemis yang sudah sering terjaring razia dan/atau diindikasikan
melakukan tindakan melanggar hukum. Pelimpahan ke pengadilan merupakan
keputusan dalam forum gelar kasus, yang juga sudah melibatkan aparat kepolisian
sebagai penyidik umum, serta profesional lainnya. Dari hasil gelar kasus tersebut
Direktur Kasus pada RPS mengambil keputusan untuk melimpahkan kepada
pengadilan. Pelimpahan ke pengadilan merupakan upaya terakhir dan diambil jika
gelandangan dan pengemis benar-benar terindikasi menjadi pelaku tindak kriminal.
Pelimpahan ini dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang memiliki tugas
dan fungsi di bidang sosial.

3. Upaya rehabilitasi

a. Motivasi dan diagnosa psikososial

Yang dimaksud dengan “motivasi” adalah kegiatan yang dilakukan untuk


menumbuhkan keinginan gelandangan dan pengemis, membangun harapan untuk
mencapai kehidupan yang lebih baik serta mendorong mereka untuk membuat
rencana, mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang lebih produktif. Yang
dimaksud dengan “diagnosa psikososial” adalah proses mengidentifikasi dan
menganalisis permasalahan mental sosial untuk merumuskan pemecahannya dan
digunakan sebagai dasar dalam menentukan kebutuhan pelayanan.

b. Perawatan dan pengasuhan

Yang dimaksud dengan “perawatan dan pengasuhan” adalah pemberian pelayanan


dan bimbingan terhadap gelandangan dan pengems selama menjalani rehabilitasi

8
sosial. Perawatan dan pengasuhan disesuaikan dengan kebutuhan spesifik sesuai
dengan hasil diagnosa psiko sosial.

c. Pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan

Yang dimaksud dengan “pelatihan Vokasional dan pembinaan kewirausahaan”


adalah serangkaian usaha yang diarahkan kepada klien gelandangan dan pengemis
untuk mengetahui, mendalami dan menguasai suatu bidang keterampilan kerja
tertentu yang memungkinkan mereka memperoleh pekerjaan dan pendapatan yang
layak.

d. Bimbingan mental spritual

Yang dimaksud dengan “bimbingan mental” adalah bagian dari kegiatan rehabilitasi
sosial yang diarahkan untuk menangani gangguan psikososial yang dialami klien
gelandangan dan pengemis non psikotik. Gelandangan psikotik mendapatkan
pelayanan kesehatan jiwa dari rumah sakit jiwa. Rehabilitasi sosial bagi gelandangan
psikotik yang belum diketahui asal usuk keluarganya pasca pelaksanaan kesehatan
jiwa dilakukan Unit Pelaksana Teknis Daerah di bidang sosial. Bimbingan spiritual
adalah tindakan pendampingan terhadap klien gelandangan dan pengemis dalam
melakukan refleks atas perjalanan hidup, menggali keyakinan, nilai- nilai, filosofi
dan pemaknaan atas kehidupannya pada waktu yang laku, sekarang maupun yang
akan datang.

e. Bimbingan fisik

Yang dimaksud dengan “bimbingan fisik” adalah kegiatan bimbingan atau tuntunan
untuk pengenalan dan pembiasaan praktek cara-cara hidup sehat, secara teratur an
disiplin agar kondisi badan/fisik maupun lingkungan dalam keadaan selalu sehat.
Bimbingan fisik dimaksudkan untuk melatih, membinan dan memupuk kemampuan
dan kemauan klien agar memelihara kesehatan fisik dan lingkungannya.

f. Bimbingan sosial dan konseling psikososial

9
Yang dimaksud dengan “bimbingan sosial” adalah kegiatan yang diarahkan untuk
menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab sosial serta meningkatkan
keterampilan sosial klien. Kegiatan ini dapat dilaksanakan melalui pelatihan
keterampilan berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, dann berorganisasi.
Bimbingan sosial berupaya mendorong klien gelandangan dan pengemis dapat
kembali dalam kehidupan masyarakat secara inklusif. Konseling psikososial adalah
kegiatan yang ditujukan bagi klien gelandangan dan pengemis untuk membantu
mengatasi masalah-masalah emosi dan sosial guna mencapai kesejahteraan hidupnya

g. Pelayanan aksesibilitas

Yang dimaksud dengan “pelayanan aksesibilitas” adalah pelayanan yang


dimaksudkan untuk memudahkan gelandangan dan pengemis dalam mengakses
berbagai pelayanan sosial dari lembaga pemerintahan maupun lembaga lainnya.

h. Bantuan dan asistensi sosial

Yang dimaksud dengan “bantuan dan asistensi sosial” adalah diberikan dalam bentuk
pemenuhan kebutuhan dasar (makanan pokok, pakaian, tempat tinggal rumah
penampungan sementara), perawatan kesehatan dan obat-obatan, akses pelayanan
dasar (kesehatan dan pendidikan), bimbingan teknis/supervisi, dan penyediaan
pemakaman)

i. Bimbingan resosialisasi

Yang dimaksud dengan “bimbingan resosialisasi” adalah serangkaian kegiatan


bimbingan yang bersifat dua arah, yaitu pertama, untuk mempersiapkan penerima
pelayanan agar dapat berintegrasi penuh ke dalam kehidupan dan penghidupan
masyarakat, dan kedua untuk mempersiapkan masyarakat khususnya masyarakat
daerah asal atau lingkungan masyarakat dilokasi penempatan kerja/usaha penerima
layanan agar mereka menerima, memperlakukan dan mengajak serta untuk
berintegrasi dengan kegiatan kemasyarakatan.

j. Bimbingan lanjut

10
Yang dimaksud dengan “bimbingan lanjut” adalah serangkaian kegiatan bimbingan
yang diarahkan kepada penerima pelayanan, keluarga dan masyarakat guna lebih
dapat memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan kemandirian penerima
pelayanan dalam kehidupan serta peningkatan kesejahteraan secara layak.

k. Rujukan

Yang dimaksud dengan “rujukan” adalah proses pengalihan wewenang kepada pihak
lain, untuk menangani lebih lanjut kasus yang dialami klien karena dinilai masih
membutuhkan pelayanan atau bantuan sosial lanjutan untuk menyelesaikan masalah.

2.5 Asuhan Keperawatan Pada Gelandangan Psikotik

1. Pengkajian

a. Faktor predisposisi

1) Genetik: Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi


hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaru

2) Neurobiologis: Penurunan volume otak dan perubahan sistem


neurotransmiter.

3) Teori virus dan infeksi

b. Faktor presipitasi

1) Biologis: Kecelakaan yang menyebabkan kerusakan/gangguan otak

2) Sosial kultural: Tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan


masyarakat.

3) Psikologis: Tekanan-tekanan kehidupan (emosional), kekecewaan yang tidak


pernah terselesaikan.

11
c. Penilaian terhadap stresor Rentang respon neurobiologis

Adaptif Maladaptif

Pemikiran sesekali
Berpikir logis Gangguan
tradisional
Persepsi akurat pemikiran
Ilusi
Emosi konsisten (waham/halusinasi)
Reaksi emosi
dengan pengalaman Kesulitan
berlebih
Perilaku seksual pengolahan emosi
Dan tidak bereaksi
Berhubungan sosial Perilaku kacau dan
Perilaku aneh dan
isolasi sosial
penarikan tidak
biasa

d. Sumber koping
1) Disonasi kognitif (gangguan jiwa aktif)
2) Pencapaian wawasan
3) Kognitif yang konstan
4) Bergerak menuju prestasi kerja
e. Mekanisme koping

12
1) Regresi (berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan
pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola ansietas)
2) Proyeksi (upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan dengan
menetapkan tanggung jawab kepada orang lain)
3) Menarik diri
4) Pengingkaran
2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi (D.0085)
2) Isolasi Sosial (D.0121)
3) Harga diri rendah kronik (D.0086)
4) Risiko perilaku kekerasan (D.0146)
5) Defisit perawatan diri : berpakaian (D.0109)
3. Intervensi keperawatan
NO Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi
keperawatan Keperawatan Keperawatan
(SLKI) (SIKI)
1. Setelah dilakukan intervensi Manajemen Halusinasi
Gangguan
keperawatan selama 2x24 jam, Observasi
Persepsi Sensori:
maka persepsi sensorik 1. Monitor perilaku
Halusinasi
membaik dengan criteria yang mengindikasi
(D.0085)
hasil : halusinasi
1. Verbalisasi mendengar 2. Monitor isi halusinasi
bisikan menurun (mis. Kekerasan atau
2. Verbalisasi melihat membahayakan diri)
bayangan menurun Terapeutik
3. Verbalisasi merasakan 1. Pertahankan
sesuatu melalui indra lingkungan yang
perabaan menurun aman
4. Verbalisasi merasakan 2. Berikan aktivitas
sesuatu melalui penciuman distraksi yang
menurun menenangkan

13
5. Verbalisasi merasakan 3. Lakukan latihan
sesuatu melalui pengecapan rentang gerak pasif
menurun dan/ atau aktif
6. Distorsi sensori menurun 4. Fasilitasi duduk di
7. Perilaku halusinasi menurun sisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan
menghubungi perawat
jika tanda dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
3. Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

.
2. Isolasi Sosial Setelah dilakukan intervensi Terapi Aktivitas
(D.0121) keperawatan selama 2x24 jam, Observasi
Definisi: maka interaksi sosial 1. Identifikasi defisit
Kesendirian yang meningkat dengan criteria tingkat aktivitas
dialami oleh hasil : 2. Identifikasi
individu dan 1. Minat interkasi kemampuan
dianggap timbul meningkat berpartisipasi dalam

14
karena orang lain 2. Verbalisasi isolasi kegiatan tertentu
dan sebagai suatu menurun 3. Identifikasi sumber
pernyataan negatif 3. Verbalisasi daya untuk aktivitas
atau mengancam ketidakamanan di yang di inginkan
tempat umum menurun 4. Monitor respons
4. Perilaku menarik diri emosional, fisik,
menurun sosial, dan spiritual
terhadap aktivitas
Terapeutik
1. Fasilitasi fokus pada
kemampuan, bukan
defisit yang di alami
2. Sepakati komitmen
untuk meningkatkan
frekuensi dan
rentang aktivitas
3. Fasilitasi memilih
aktivitas dan
tetapkan tujuan
aktivitas yang
kosisten sesuai
kemampuan fisik,
psikologis, dan
sosial
4. Koordinasikan
pemilihan aktivitas
sesuai usia
5. Fasilitasi makna
aktivitas yang di
pilih
6. Libatkan keluarga

15
dalam aktivitas, jika
perlu
7. Jadwalkan aktivitas
dalam rutinitas
sehari-hari
8. Berikan penguatan
positif atas
partisipasi dalam
aktivitas
Edukasi
1. Jelaskan metode
aktivitas fisik sehari-
hari, jika perlu
2. Ajarkan aktivitas
yang di pilh
3. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik,sosial,
spiritual, da kognitif
dalam menjaga
fungsi dan kesehatan
4. Anjurkan terlibat
dalam aktivitas
kelompok atau
terapi, jika perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan
terapis okupasi
dalam merencakan
dan memonitor
program aktivitas
2. Rujuk pada pusat

16
atau program
aktivitas komunitas,
jika perlu
3. Setelah dilakukan intervensi Manajemen Perilaku
Harga diri
keperawatan selama 2x24 jam, Observasi
rendah kronik
maka perasaan positif terhadap 1. Identifikasi harapan
(D.0086)
diri sendiri meningkat dengan untuk mengendalikan
criteria hasil : perilaku
1. Penilaian diri positif Terapeutik
meningkat 1. Diskusikan tanggung
2. Perasaan memiliki jawab terhadap
kelebihan atau perilaku
kemampuan positif 2. Tingkatkan aktivitas
meningkat fisik sesuai kemapuan
3. Penerimaan penilaian 3. Batasi jumlah
terhadap diri sendiri pengunjung
meningkat 4. Bicara dengan nada
4. Minat mencoba hal baru rendahdan tenang
meningkat 5. Lakukan kegiatan
5. Berjalan menampakkan pengalihan terhadap
wajah meningkat sumber agitasi
6. Perasaan malu menurun 6. Cegah perilaku pasif
7. Perasaan bersalah dan agresif
menurun 7. Beri penguatan positif
8. Perasaan tidak mampu terhadap keberhasilan
melakukan apapun mengendalikan
menurun perilaku
9. Meremehkan Edukasi
kemampuan mengatasi Informasikan
masalah menurun keluarga bahwa
keluarga sebagai

17
dasar pembentukan
kognitif
4. Setelah dilakukan intervensi Pencegahan perilaku
Risiko perilaku
keperawatan selama 2x24 jam, kekerasan
kekerasan
maka kemampuan mengontrol Observasi
(D.0146)
diri meningkat dengan criteria 1. Monitor adanya
hasil : benda yang
1. Verbalisasi ancaman berpotensi
kepada orang lain membahayakan
menurun (mis. Benda tajan,
2. Verbalisasi umpatan tali)
menurun 2. Monitor keamanan
3. Perilaku menyerang barang yang di bawa
menurun oleh pengunjung
4. Perilaku melukai diri 3. Monitor selama
sendiri/ orang lain penggunaan barang
menurun yang dapat
5. Perilaku merusak membahayakan
lingkungan sekitar (mis. Pisau cukur)
menurun Terapeutik
6. Perilaku agresif/ amuk 1. Pertahankan
menurun lingkungan bebas
7. Bicara ketus menurun dari bahaya secara
rutin
2. Libatkan keluarga
dalam perawatan
Edukasi
1. Anjurkan keluarga
dan pengunjung
untuk mendukung
keselamatan pasien

18
2. Latih cara
mmengungkapkan
perasaan secara
asertif
3. Latih mengurangi
kemarahan secara
verbal dan nonverbal
(mis. Relaksasi,
bercerita)
5. Defisit Setelah dilakukan intervensi Dukungan Perawatan Diri
perawatan diri : keperawatan selama 2x24 jam, Observasi
berpakaian maka aktivitas perawatan diri 1. Identifikasi
(D.0109) meningkat dengan criteria kebiasaan aktivitas
hasil : perawatan diri sesuai
1. Kemampuan mandi usia
meningkat 2. Monitor tingkat
2. Kemampuan kemandirian
mengenakan pakaian 3. Identifikasi
meningkat kebutuhan alat bantu
3. Kemampuan makan kebersihan diri,
meningkat berpakaian, berhias,
4. Kemampuan ke toilet dan makan
(BAB/BAK) meningkat Terapeutk
5. Verbalisasi keinginan 1. Sediakan lingkungan
melakukan perawatan yang terapeutik (mis.
diri meningkat Suasana hangat,
6. Minat melakukan rileks, privasi)
perawatan diri 2. Siapkan keperluan
meningkat pribadi (parfum,
sikat gigi, dan sabun
mandi)

19
3. Dampingi dalam
melakukan
perawatan diri
sampai mandiri
4. Fasilitasi
kemandirian, bantu
jika tidak mampu
melakukan
perawatan diri
5. Jadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi
Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Gelandangan psikotik merupakan seseorang yang hidup dalam keadaan tidak


sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat, mempunyai tingkah laku
aneh/menyimpang dari norma-norma yang ada atau seseorang bekas penderita penyakit
jiwa, yang telah mendapat pelayanan medis dan telah mendapat Surat Keterangan
Sembuh dan tidak mempunyai keluarga/kurang mampu serta perlu mendapat bantuan
untuk hidup.

Gelandangan psikotik disebabkan karena beberapa hal seperti masalah kesehatan


mental seperti seperti skizofrenia, bipolar, depresi berat, kurang tidur, pengalaman
traumatis, terlalu cemas atau stress, penyalahgunaan obat- obatan dan alkohol, dan efek
samping dari obat tertentu. Sehingga gelandangan psikotik ini hidup menggelandang di
tempat-tempat umum terutama di kota-kota, kehadirannya tidak diterima keluarga dan
masyarakat sekitarnya, tempat tinggal tidak tetap, seperti beranda toko, di kolong
jembatan, terminal dan lainnya, sering mengamuk dan berbicara sendiri, penampilannya
di bawah sadar atau tidak sesuai dengan norma dalam masyarakat, misalnya tidak
menggunakan pakaian, memakan makanan dari sisa-sisa di tempat sampah, tidak
mempunyai pekerjaan.

21
Dari hal tersebut pemerintah bisa melihat dan memberikan pelayanan yang lebih
layak dan baik untuk kehidupan gelandangan psikotik ini agar masyarakat tidak lagi
memandang orang yang menderita gelandangan psikotik ini sebagai sebuah hal yang
negatif bagi masyarakat sekitar. Layanan yang dibutuhkan antara lain kebutuhan fisik,
meliputi kebutuhan makan, pakaian, perumahan dan kesehatan,kebutuhan layanan psikis
meliputi terapi medis psikiatris, keperawatan dan psikologis, Kebutuhan sosial seperti
rekreasi, kesenian dan olah raga, layanan kebutuhan ekonomi meliputi keterampilan
usaha, keterampilan kerja dan yang terakhir kebutuhan rohani.

3.2 Saran

Sebaiknya kita sebagai penduduk di Indonesia dan sebagai tenaga kesehatan harus
lebih mengetahui tentang nasib dan psikotik gelandangan, sehingga dapat mengubah
sebuah pola pikir masyarakat yang awalnya negatif bisa berubah menjadi positif dan bisa
menerima keadaan mereka seperti layaknya manusia normal, dan dari sini kita bisa
memberikan pelayanan, penanganan dan langkah-langkah rehabilitasi pada gelandangan
psikotik.

Dengan adanya penelitian ini penulis dapat mengetahui lebih mendalam tentang
gelndangan psikotik dan segala penyebab, faktor-faktor dan pelayanan, penanganan,
langkah-langkah rehabilitasi serta asuhan keperawatan pada gelandangan psikotik, serta
penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, tenaga
kesehatan serta semua pihak yang membaca makalah ini. Melalui makalah ini supaya
penulis dapat memahami lebih mendalam lagi sehingga dapat membentuk generasi yang
cerdas dan berbudi pekerti yang baik.

Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat


kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Maka penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak, untuk dapat menulis makalah yang lebih baik lagi
kedepannya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Sosial RI. 1999. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penanganan Masalah Sosial
Penyandang Cacat Mental Eks Psikotik Sistem Ponti. Jakarta: Direktorat Rehabilitasi
Penyandang Cacat. Direktorat Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial.
Prabowo, Eko. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Nuha Medika. Tateki
Yoga Tursilarini, 2009. Stakeholders Dalam Penanganan Gelandangan Psikotik.
Dirjen Bina Rehabilitasi Sosial. 2010. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penaganan Masalah
Sosial Penyandang Cacat Mental Eks Psikotik Sistem Dalam Panti. Jakarta: Dirjen Bina
Rehabilitasi Sosial
Irmawan, dkk. 2019. Penanganan Keterlantaran Gelandangan Psikotik di Luar Panti.
Yogyakarta: Departemen Sosial Republik Indonesia
Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa, edisi 2. Jakarta: EGC

23

Anda mungkin juga menyukai