DI SUSUN OLEH
KELOMPOK I
1.HUSAIN RAHMAT
2.GALANG ARWANA TAYABU
3.WIDYANINGSIH DJAFAR
4.ELMAWATI
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas
karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II
dalam tugas kelompok. Dan juga penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang tidak sempat penulis sebutkan satu-persatu yang turut membantu kelancaran
penyusunan makalah ini.
Dalam makalah ini disajikan bahasan tentang Asuhan Keperawatan Kasus Psikotik
Gelandangan. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan
kelemahanya, baik dalam isi maupun sistematikanya. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna dan
memberikan manfaat khususnya mahasiswa dan umumnya bagi pembaca.
Penyusun
Kelompok I
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
BAB III..........................................................................................................................................19
PENUTUP.....................................................................................................................................19
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................19
3.2 Saran................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2. Apa yang menyebabkan gelandangan psikotik?
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, penulisan makalah ini bertujuan sebagai
berikut :
2
BAB II
PEMBAHASAN
Gelandangan Psikotik Adalah seseorang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan
norma kehidupan yang layak dalam masyarakat, mempunyai tingkah laku aneh/menyimpang
dari norma-norma yang ada atau seseorang bekas penderita penyakit jiwa, yang telah
mendapat pelayanan medis dan telah mendapat Surat Keterangan Sembuh dan tidak
mempunyai keluarga/kurang mampu serta perlu mendapat bantuan untuk hidup. Kriteria
gelandangan psikotik: hidup menggelandang di tempat- tempat umum terutama di kota-kota,
kehadirannya tidak diterima keluarga dan masyarakat sekitarnya, tempat tinggal tidak tetap,
seperti beranda toko, di kolong jembatan, terminal dan lainnya, sering mengamuk dan
berbicara sendiri, penampilannya di bawah sadar atau tidak sesuai dengan norma dalam
masyarakat, misalnya tidak menggunakan pakaian, memakan makanan dari sisa-sisa di
tempat sampah, tidak mempunyai pekerjaan (Permensos RI No. 8 tahun 2012).
2. Kurang tidur.
3
4. Penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol.
4
untuk melaksanakan rehabilitasi terpadu. Mengingat tidak semua instansi/lembaga
pelayanan sosial mampu memberikan semua jenis pelayanan kepada penyandang masalah.
Kesadaran akan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki dan tingginya hasrat untuk
memberikan semua jenis pelayanan yang optimal, maka banyak lembaga –lembaga
pelayanan sosial melakukan kerjasama dengan pihak-pihak lain, baik sesama lembaga
pelayanan sosial maupun dengan lembaga lainnya.
Adanya koordinasi atau kerjasama antar instansi/lembaga terkait penanganan
gelandangan psikotik maka keterbatasan yang dimiliki masing- masing instansi dapat
tertutupi sehingga dipandang dapat memperkuat kemampuan instansi secara kolektif untuk
melaksanakan penanganan gelandangan psikotik. Fungsi kerjasama digambarkan Charles H
Cooley (dalam Soerjono Soekanto, 1990), sebagai berikut: kerjasama timbul apabila orang
menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat
yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri
untuk memenuhi kepentingan- kepentingan tersebut, kesadaran akan adanya kepentingan-
kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam
kerjasama yang berguna. Dalam melaksanakan suatu program penanganan gelandangan
psikotik, tidak dapat berjalan sendiri-sendiri namun dibutuhkan koordinasi atau kerjasama
antara beberapa pihak. Koordinasi dalam suatu organisasi untuk melaksanakan suatu
program mutlak dibutukan, karena pada dasarnya tidak ada organisasi yang mampu
menjalankan suatu program dengan baik tanpa berkoordinasi dengan organisasi lainnya.
Koordinasi menurut Sugandha (1988:12) adalah penyatupaduan gerak dari seluruh
potensi dari unit-unit organisasi atau orang-orang yang berbeda fungsinya agar secara nyata
benar-benar mengarah pada sasaran yang sama guna memudahkan pencapaian dengan
efisien. Sedangkan George R Terry dalam Kortini (2003:29), berpendapat bahwa koordinasi
adalah sinkronisasi yang teratur dari usaha-usaha untuk menciptakan kepantasan kuantitas,
waktu dan tujuan pengarahan pelaksanaan yang menghasilkon keselarasan dan kesatuan
yang telah ditetapkan. Tujuan utama koordinasi adalah terjadinya sinkronisasi, artinya
koordinasi merupakan gejala usaha untuk menyatukan kegiatan-kegiatan dari berbagai unit
kerja yang mempunyai fungsi yang berbeda dalam rangka terciptanya sinkronisasi dari
berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan bersama.
5
Berdasarkan ruang lingkupnya, Sugandha (1988:25) menyebutkan bahwa koordinasi
terbagi menjadi 2, yakni koordinasi intern dan koordinasi ekstern. Koordinasi intern
merupakan koordinasi antar pejabat atau antar unit di dalam organisasi. Sedangkan
koordinasi ekstern merupakan koordinasi antar pejabat dari berbagai organisasi atau antar
organisasi. Sedangkan berdasar arahnya, menurut Widjaya, HAW, koordinasi terbagi
menjadi 3, yaitu:
1. Koordinasi fungsional, antara dua atau lebih instansi yang mempunyai program yang
berkaitan erat;
2. Koordinasi instansional, terhadap beberapa instansi yang menangani satu urusan tertentu
yang bersangkutan;
3. Koordinasi teritorial, terhadap dua atau lebih wilayah dengan program tertentu (Widjaya,
HAW, 1992:25).
Dengan demikian penanganan gelandangan psikotik, membutuhkan koordinasi
dua atau lebih instansi terkait yang memiliki program yang berkaitan erat dalam
penanganan masalah tersebut sangat dibutuhkan, keberhasilan suatu program penanganan
gelandangan psikotik tidak dapat dicapai oleh satu instansi/organisasi, namun didukung
pula dengan bantuan dari instansi terkait sebagai pelaksana program penanganan mutlak
diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan program baik koordinasi secara intern
maupun ekstern . Pelaksanaan penanganan gelandangan psikotik juga melibatkan
berbagai instansi terkait yang meliputi Pemerintah Daerah tingkat I/II, Dinas Ketertiban
dan Keamanan Masyarakat tingkat I/II, Dinas Kesehatan tingkat I/II, Dinas Sosial tingkat
I/II, Kepolisian, Rumah Sakit Jiwa (RSJ) dan Panti Sosial serta lembaga swasta yang
peduli dengan masalah gelandangan psikotik.
1. Upaya preventif
Dalam upaya preventif ini para gelandangan dan pengemis diberikan fasilitas seperti:
pelatihan keterampilan, magang dan perluasan kesempatan kerja, peningkatan derajat
6
kesehatan, fasilitas tempat tinggal, peningkatan pendidikan, penyuluhan dan edukasi
masyarakat, pemberian informasi melalui baliho di tempat umum, bimbingan sosial dan
bentuan sosial.
2. Upaya koersif
a. Penertiban
Yang dimaksud dengan “penertiban” adalah salah satu cara yang dilakukan untuk
mengatur dan menegakkan aturan hukum dalam upaya mewujudkan ketertiban
dalam kehidupan masyarakat. Tindakan penertiban dilakukan terhadap setiap orang
yang tinggal di tempat umum, meminta-minta di tempat-tempat umum, pemukiman,
peribadatan dan meminta-minta dengan menggunakan alat. Tindakan penertiban ini
dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang memiliki tugas dan fungsi di
bidang penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum.
b. Penjangkauan
c. Pembinaan di RPS
7
fisik untuk melatih kedisiplinan serta bimbingan mental sosial. Pembinaan di RPS
dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang memiliki tugas dan fungsi di
bidang sosial.
d. Pelimpahan
3. Upaya rehabilitasi
8
sosial. Perawatan dan pengasuhan disesuaikan dengan kebutuhan spesifik sesuai
dengan hasil diagnosa psiko sosial.
Yang dimaksud dengan “bimbingan mental” adalah bagian dari kegiatan rehabilitasi
sosial yang diarahkan untuk menangani gangguan psikososial yang dialami klien
gelandangan dan pengemis non psikotik. Gelandangan psikotik mendapatkan
pelayanan kesehatan jiwa dari rumah sakit jiwa. Rehabilitasi sosial bagi gelandangan
psikotik yang belum diketahui asal usuk keluarganya pasca pelaksanaan kesehatan
jiwa dilakukan Unit Pelaksana Teknis Daerah di bidang sosial. Bimbingan spiritual
adalah tindakan pendampingan terhadap klien gelandangan dan pengemis dalam
melakukan refleks atas perjalanan hidup, menggali keyakinan, nilai- nilai, filosofi
dan pemaknaan atas kehidupannya pada waktu yang laku, sekarang maupun yang
akan datang.
e. Bimbingan fisik
Yang dimaksud dengan “bimbingan fisik” adalah kegiatan bimbingan atau tuntunan
untuk pengenalan dan pembiasaan praktek cara-cara hidup sehat, secara teratur an
disiplin agar kondisi badan/fisik maupun lingkungan dalam keadaan selalu sehat.
Bimbingan fisik dimaksudkan untuk melatih, membinan dan memupuk kemampuan
dan kemauan klien agar memelihara kesehatan fisik dan lingkungannya.
9
Yang dimaksud dengan “bimbingan sosial” adalah kegiatan yang diarahkan untuk
menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab sosial serta meningkatkan
keterampilan sosial klien. Kegiatan ini dapat dilaksanakan melalui pelatihan
keterampilan berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, dann berorganisasi.
Bimbingan sosial berupaya mendorong klien gelandangan dan pengemis dapat
kembali dalam kehidupan masyarakat secara inklusif. Konseling psikososial adalah
kegiatan yang ditujukan bagi klien gelandangan dan pengemis untuk membantu
mengatasi masalah-masalah emosi dan sosial guna mencapai kesejahteraan hidupnya
g. Pelayanan aksesibilitas
Yang dimaksud dengan “bantuan dan asistensi sosial” adalah diberikan dalam bentuk
pemenuhan kebutuhan dasar (makanan pokok, pakaian, tempat tinggal rumah
penampungan sementara), perawatan kesehatan dan obat-obatan, akses pelayanan
dasar (kesehatan dan pendidikan), bimbingan teknis/supervisi, dan penyediaan
pemakaman)
i. Bimbingan resosialisasi
j. Bimbingan lanjut
10
Yang dimaksud dengan “bimbingan lanjut” adalah serangkaian kegiatan bimbingan
yang diarahkan kepada penerima pelayanan, keluarga dan masyarakat guna lebih
dapat memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan kemandirian penerima
pelayanan dalam kehidupan serta peningkatan kesejahteraan secara layak.
k. Rujukan
Yang dimaksud dengan “rujukan” adalah proses pengalihan wewenang kepada pihak
lain, untuk menangani lebih lanjut kasus yang dialami klien karena dinilai masih
membutuhkan pelayanan atau bantuan sosial lanjutan untuk menyelesaikan masalah.
1. Pengkajian
a. Faktor predisposisi
b. Faktor presipitasi
11
c. Penilaian terhadap stresor Rentang respon neurobiologis
Adaptif Maladaptif
Pemikiran sesekali
Berpikir logis Gangguan
tradisional
Persepsi akurat pemikiran
Ilusi
Emosi konsisten (waham/halusinasi)
Reaksi emosi
dengan pengalaman Kesulitan
berlebih
Perilaku seksual pengolahan emosi
Dan tidak bereaksi
Berhubungan sosial Perilaku kacau dan
Perilaku aneh dan
isolasi sosial
penarikan tidak
biasa
d. Sumber koping
1) Disonasi kognitif (gangguan jiwa aktif)
2) Pencapaian wawasan
3) Kognitif yang konstan
4) Bergerak menuju prestasi kerja
e. Mekanisme koping
12
1) Regresi (berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan
pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola ansietas)
2) Proyeksi (upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan dengan
menetapkan tanggung jawab kepada orang lain)
3) Menarik diri
4) Pengingkaran
2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi (D.0085)
2) Isolasi Sosial (D.0121)
3) Harga diri rendah kronik (D.0086)
4) Risiko perilaku kekerasan (D.0146)
5) Defisit perawatan diri : berpakaian (D.0109)
3. Intervensi keperawatan
NO Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi
keperawatan Keperawatan Keperawatan
(SLKI) (SIKI)
1. Setelah dilakukan intervensi Manajemen Halusinasi
Gangguan
keperawatan selama 2x24 jam, Observasi
Persepsi Sensori:
maka persepsi sensorik 1. Monitor perilaku
Halusinasi
membaik dengan criteria yang mengindikasi
(D.0085)
hasil : halusinasi
1. Verbalisasi mendengar 2. Monitor isi halusinasi
bisikan menurun (mis. Kekerasan atau
2. Verbalisasi melihat membahayakan diri)
bayangan menurun Terapeutik
3. Verbalisasi merasakan 1. Pertahankan
sesuatu melalui indra lingkungan yang
perabaan menurun aman
4. Verbalisasi merasakan 2. Berikan aktivitas
sesuatu melalui penciuman distraksi yang
menurun menenangkan
13
5. Verbalisasi merasakan 3. Lakukan latihan
sesuatu melalui pengecapan rentang gerak pasif
menurun dan/ atau aktif
6. Distorsi sensori menurun 4. Fasilitasi duduk di
7. Perilaku halusinasi menurun sisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan
menghubungi perawat
jika tanda dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
3. Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
.
2. Isolasi Sosial Setelah dilakukan intervensi Terapi Aktivitas
(D.0121) keperawatan selama 2x24 jam, Observasi
Definisi: maka interaksi sosial 1. Identifikasi defisit
Kesendirian yang meningkat dengan criteria tingkat aktivitas
dialami oleh hasil : 2. Identifikasi
individu dan 1. Minat interkasi kemampuan
dianggap timbul meningkat berpartisipasi dalam
14
karena orang lain 2. Verbalisasi isolasi kegiatan tertentu
dan sebagai suatu menurun 3. Identifikasi sumber
pernyataan negatif 3. Verbalisasi daya untuk aktivitas
atau mengancam ketidakamanan di yang di inginkan
tempat umum menurun 4. Monitor respons
4. Perilaku menarik diri emosional, fisik,
menurun sosial, dan spiritual
terhadap aktivitas
Terapeutik
1. Fasilitasi fokus pada
kemampuan, bukan
defisit yang di alami
2. Sepakati komitmen
untuk meningkatkan
frekuensi dan
rentang aktivitas
3. Fasilitasi memilih
aktivitas dan
tetapkan tujuan
aktivitas yang
kosisten sesuai
kemampuan fisik,
psikologis, dan
sosial
4. Koordinasikan
pemilihan aktivitas
sesuai usia
5. Fasilitasi makna
aktivitas yang di
pilih
6. Libatkan keluarga
15
dalam aktivitas, jika
perlu
7. Jadwalkan aktivitas
dalam rutinitas
sehari-hari
8. Berikan penguatan
positif atas
partisipasi dalam
aktivitas
Edukasi
1. Jelaskan metode
aktivitas fisik sehari-
hari, jika perlu
2. Ajarkan aktivitas
yang di pilh
3. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik,sosial,
spiritual, da kognitif
dalam menjaga
fungsi dan kesehatan
4. Anjurkan terlibat
dalam aktivitas
kelompok atau
terapi, jika perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan
terapis okupasi
dalam merencakan
dan memonitor
program aktivitas
2. Rujuk pada pusat
16
atau program
aktivitas komunitas,
jika perlu
3. Setelah dilakukan intervensi Manajemen Perilaku
Harga diri
keperawatan selama 2x24 jam, Observasi
rendah kronik
maka perasaan positif terhadap 1. Identifikasi harapan
(D.0086)
diri sendiri meningkat dengan untuk mengendalikan
criteria hasil : perilaku
1. Penilaian diri positif Terapeutik
meningkat 1. Diskusikan tanggung
2. Perasaan memiliki jawab terhadap
kelebihan atau perilaku
kemampuan positif 2. Tingkatkan aktivitas
meningkat fisik sesuai kemapuan
3. Penerimaan penilaian 3. Batasi jumlah
terhadap diri sendiri pengunjung
meningkat 4. Bicara dengan nada
4. Minat mencoba hal baru rendahdan tenang
meningkat 5. Lakukan kegiatan
5. Berjalan menampakkan pengalihan terhadap
wajah meningkat sumber agitasi
6. Perasaan malu menurun 6. Cegah perilaku pasif
7. Perasaan bersalah dan agresif
menurun 7. Beri penguatan positif
8. Perasaan tidak mampu terhadap keberhasilan
melakukan apapun mengendalikan
menurun perilaku
9. Meremehkan Edukasi
kemampuan mengatasi Informasikan
masalah menurun keluarga bahwa
keluarga sebagai
17
dasar pembentukan
kognitif
4. Setelah dilakukan intervensi Pencegahan perilaku
Risiko perilaku
keperawatan selama 2x24 jam, kekerasan
kekerasan
maka kemampuan mengontrol Observasi
(D.0146)
diri meningkat dengan criteria 1. Monitor adanya
hasil : benda yang
1. Verbalisasi ancaman berpotensi
kepada orang lain membahayakan
menurun (mis. Benda tajan,
2. Verbalisasi umpatan tali)
menurun 2. Monitor keamanan
3. Perilaku menyerang barang yang di bawa
menurun oleh pengunjung
4. Perilaku melukai diri 3. Monitor selama
sendiri/ orang lain penggunaan barang
menurun yang dapat
5. Perilaku merusak membahayakan
lingkungan sekitar (mis. Pisau cukur)
menurun Terapeutik
6. Perilaku agresif/ amuk 1. Pertahankan
menurun lingkungan bebas
7. Bicara ketus menurun dari bahaya secara
rutin
2. Libatkan keluarga
dalam perawatan
Edukasi
1. Anjurkan keluarga
dan pengunjung
untuk mendukung
keselamatan pasien
18
2. Latih cara
mmengungkapkan
perasaan secara
asertif
3. Latih mengurangi
kemarahan secara
verbal dan nonverbal
(mis. Relaksasi,
bercerita)
5. Defisit Setelah dilakukan intervensi Dukungan Perawatan Diri
perawatan diri : keperawatan selama 2x24 jam, Observasi
berpakaian maka aktivitas perawatan diri 1. Identifikasi
(D.0109) meningkat dengan criteria kebiasaan aktivitas
hasil : perawatan diri sesuai
1. Kemampuan mandi usia
meningkat 2. Monitor tingkat
2. Kemampuan kemandirian
mengenakan pakaian 3. Identifikasi
meningkat kebutuhan alat bantu
3. Kemampuan makan kebersihan diri,
meningkat berpakaian, berhias,
4. Kemampuan ke toilet dan makan
(BAB/BAK) meningkat Terapeutk
5. Verbalisasi keinginan 1. Sediakan lingkungan
melakukan perawatan yang terapeutik (mis.
diri meningkat Suasana hangat,
6. Minat melakukan rileks, privasi)
perawatan diri 2. Siapkan keperluan
meningkat pribadi (parfum,
sikat gigi, dan sabun
mandi)
19
3. Dampingi dalam
melakukan
perawatan diri
sampai mandiri
4. Fasilitasi
kemandirian, bantu
jika tidak mampu
melakukan
perawatan diri
5. Jadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi
Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
21
Dari hal tersebut pemerintah bisa melihat dan memberikan pelayanan yang lebih
layak dan baik untuk kehidupan gelandangan psikotik ini agar masyarakat tidak lagi
memandang orang yang menderita gelandangan psikotik ini sebagai sebuah hal yang
negatif bagi masyarakat sekitar. Layanan yang dibutuhkan antara lain kebutuhan fisik,
meliputi kebutuhan makan, pakaian, perumahan dan kesehatan,kebutuhan layanan psikis
meliputi terapi medis psikiatris, keperawatan dan psikologis, Kebutuhan sosial seperti
rekreasi, kesenian dan olah raga, layanan kebutuhan ekonomi meliputi keterampilan
usaha, keterampilan kerja dan yang terakhir kebutuhan rohani.
3.2 Saran
Sebaiknya kita sebagai penduduk di Indonesia dan sebagai tenaga kesehatan harus
lebih mengetahui tentang nasib dan psikotik gelandangan, sehingga dapat mengubah
sebuah pola pikir masyarakat yang awalnya negatif bisa berubah menjadi positif dan bisa
menerima keadaan mereka seperti layaknya manusia normal, dan dari sini kita bisa
memberikan pelayanan, penanganan dan langkah-langkah rehabilitasi pada gelandangan
psikotik.
Dengan adanya penelitian ini penulis dapat mengetahui lebih mendalam tentang
gelndangan psikotik dan segala penyebab, faktor-faktor dan pelayanan, penanganan,
langkah-langkah rehabilitasi serta asuhan keperawatan pada gelandangan psikotik, serta
penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, tenaga
kesehatan serta semua pihak yang membaca makalah ini. Melalui makalah ini supaya
penulis dapat memahami lebih mendalam lagi sehingga dapat membentuk generasi yang
cerdas dan berbudi pekerti yang baik.
22
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Sosial RI. 1999. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penanganan Masalah Sosial
Penyandang Cacat Mental Eks Psikotik Sistem Ponti. Jakarta: Direktorat Rehabilitasi
Penyandang Cacat. Direktorat Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial.
Prabowo, Eko. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Nuha Medika. Tateki
Yoga Tursilarini, 2009. Stakeholders Dalam Penanganan Gelandangan Psikotik.
Dirjen Bina Rehabilitasi Sosial. 2010. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penaganan Masalah
Sosial Penyandang Cacat Mental Eks Psikotik Sistem Dalam Panti. Jakarta: Dirjen Bina
Rehabilitasi Sosial
Irmawan, dkk. 2019. Penanganan Keterlantaran Gelandangan Psikotik di Luar Panti.
Yogyakarta: Departemen Sosial Republik Indonesia
Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa, edisi 2. Jakarta: EGC
23