Anda di halaman 1dari 17

KONSEP KEGAWATDARURATAN PADA GANGGUAN SISTEM

PERKEMIHAN : TRAUMA DAN INFEKSI (NON TRAUMA)

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat dengan
dosen pengampu Lidwina Triastuti L., S.Kep., Ners, M.Kep

Disusun Oleh :

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “KONSEP KEGAWATDARURATAN PADA
GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : TRAUMA DAN INFEKSI (NON TRAUMA)” ini
guna memenuhi nilai mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat Program Studi S1 Keperawatan
Tingkat 3. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Lidwina Triastuti L., S.Kep., Ners, M.Kep selaku Dosen mata kuliah Keperawatan
Gawat Darurat yang memberikan kesempatan untuk menulis makalah ini dan senantiasa
memberikan bimbingan kepada kami.
2. Keluarga yang senantiasa memberikan dukungan, motivasi, dan semangat kepada kami
dalam penulisan makalah ini.
3. Teman-teman yang senantiasa memberikan bantuan, ide, dan saran dalam penulisan
makalah ini.
Penulisan makalah ini dilakukan dalam rangka untuk mengetahui dan menambah ilmu
pengetahuan tentang konsep kegawatdaruratan pada gangguan sistem perkemihan. Maka dari itu,
kami menulis makalah ini untuk dapat membawa manfaat bagi para pembaca agar lebih mengerti
tentang konsep kegawatdaruratan pada gangguan sistem perkemihan.
Makalah ini sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritikan dan saran dari seluruh pembaca makalah ini.

Padalarang, April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2
..........................................................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................4

2.1 Konsep Kegawatdaruratan Sistem Urologi


2.2

BAB IV PENUTUP.....................................................................................................................11

4.1 Kesimpulan......................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


xxx

1.2 Rumusan Masalah


1. xxx

1.3 Tujuan Penulisan


1. xxx

1
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Konsep Kegawatdaruratan Sistem Urinaria
Kegawat daruratan urinaria merupakan kegawatan di bidang urologi yang bisa
disebabkan oleh karena trauma maupun bukan trauma. Pada trauma urogenitalia, biasanya
dokter cepat memberikan pertolongan dan jika fasilitas yang tersedia tidak memadai,
biasanya langsung merujuk ke tempat yang lebih lengkap. Berbeda halnya dengan kedaruratan
urogenitalia non trauma, yang sering kali tidak terdiagnosis dengan benar,
menyebabkan kesalahan penanganan maupun keterlambatan dalam melakukan rujukan ke
tempat yang lebih lengkap, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan organ dan bahkan
ancaman terhadap jiwa pasien.

2.2 Anatomi Fisiologi Sistem Urinaria


Sistem perkemihan atau system urologi merupakan suatu system dimana terjadinya
proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh
dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan
oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

Fungsi utama sistem perkemihan pada tubuh adalah melakukan ekskresi dan eleminasi
sisa-sisa metabolism tubuh. Selain itu terdapat beberapa fungsi tambahan, antara lain :

1) Sebagai regulator volume darah dan tekanan darah dengan mengeluarkan hormone
eritropoetin dan rennin.
2) Sebagai regulator konsentrasi plasma dari beberapa ion , yaitu : sodium, potassium,
mengontrol jumlah kehilangan ion-ion lainnya ke dalam urine, serta menjaga batas ion
kalsium melalui sintesis kalsiterol
3) Sebagai stabilisator pH darah melalui kontrol jumlah pengeluaran hidrogen dan ion
bikarbonat ke dalam urine.
4) Sebagai detoksifikator racun Bersama organ hepar selama kelaparan melalui proses
deaminasi asam amino yang dapat merusak jaringan (Muttaqin & Sari, 2012).

2
Beberapa Organ yang Menyusun sistem urinologi terdiri dari :

a. Ginjal
Lokasi Ginjal berada dibagian belakang dari kavum abdominalis, area
retroperitoneal bagian atas pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung
pada dinding abdomen. Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnya
ada 2 buah yang terletak pada bagian kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada
ginjal kanan. Pada orang dewasa berat ginjal kurang lebih 200 gram dan pada umumnya
ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Secara anatomis ginjal terbagi
menjadi bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga
ginjal (pelvis renalis).
Sebelum menjadi urin, didalam ginjal akan terjadi tiga macam proses, yaitu :
1) Penyaringan (filtrasi)
Proses pembentukan urin diawali penyaringan darah yang terjadi di
kapiler glomerulus. Sel-sel kapiler glomerulus yang berpori (pedosit),
tekanan dan permeabilitas yang tinggi pada glomerulus mempermudah
proses penyaringan. Selain penyaringan, di glomerulus juga terjadi
penyerapan Kembali sel-sel darah, keeping dan sebagian besar protein
plasma. Bahan-bahan kecil yang terlarut di dalam plasma darah, seperti
glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat dan urea dapat
melewati filter dan menjadi bagian dari endapan. Hasil penyaringan di
glomerulus disebut filtrat glomerulus atau urin primer, mengandung asam
amino, glukosa, natrium, kalium dan garam-garam lainnya.
2) Penyerapan Kembali (reabsorbsi)
Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urin primer akan
diserap Kembali di tubulus kontortus distal terjadi penambahan zat-zat
sisa dan urea. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui du acara. Gula dan
asam amino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui
peristiwa osmosis. Penyerapan air terjadi pada tubulus proksimal dan
tubulus distal. Substansi yang masih diperlukan seperti glukosa dan asam
amino dikembalikan ke darah. Zat ammonia, obat-obatan seperti pensilin,
kelebihan garam dan bahan lain pada filtrat dikeluarkan Bersama urin.

3
Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder,
zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya,
konsentrasi zat-zat sisa metabolism bersifat racun bertambah, misalnya
urea.
3) Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang
mulai terjadi di tubulus kontortus distal. Dari tubulus-tubulus ginjal, urin
akan menuju rongga ginjal, selanjutnya menuju kantong kemih melalui
saluran ginjal. Jika kantong kemih telah penuh terisi urin, dinding kantong
kemih akan tertekan sehingga timbul rasa ingin buang air kecil. Urin akan
keluar melalui uretra. Komposisi urin yang dikeluarkan melalui uretra
adalah air, garam, urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu
yang berfungsi memberi warna dan bau pada urin.
b. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke kandung
kemih (vesika urinaria) panjangnya kurang lebih 25-30 cm dengan penampang kurang
lebih 0,5 cm. ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan Sebagian terletak dalam
rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari: dinding luar jaringan ikat (jaringan
fibrosa), lapisan tengah otot polos dan lapisan sebelah dalam lapisan mukosa.
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5 menit
sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang diekskrkesikan oleh ginjal dan
disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam
kandungkemih. Ureter berjalan hamper vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus
psoas dan dilapisi oleh pedtodinium.
c. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak
di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Bentuk kandung kemih seperti
kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis
medius. Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan

4
sebelah luar), tunika muskularis, tunika submucosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian
dalam).
Bagian vesika urinaria terdiri dari :
1) Fundus, yaitu bagian yang menghadap kearah belakang dan bawah, bagian ini
terpisah dari rectum oleh spatium rectosivikale yang berisi oleh jaringan ikat
ductus deferent, vesika seminalis dan prostate.
2) Korpus, yaitu bagian antara vertex dan fundus.
3) Vertex, bagian yang maju kea rah muka dan berhubungan dengan ligamentum
vesika umbilikalis.
d. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki-laki uretra berjalan berkelok-kelok
melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus
tulang pubis kebagian penis panjangnya kurang lebih 20 cm. uretra pada laki-laki terdiri
dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan submucosa,
Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubis berjalan miring sedikit
kearah atas, panjangnya kurang lebih 3-4 cm. lapisan spongiosa merupakan pleksus dari
vena-vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara uretra pada wanita
terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai
saluran ekskresi.

2.3 Klasifikasi
Kegawatdaruratan urologi dibagi menjadi dua yaitu, trauma dan non truma.

a. Trauma
1) Trauma (ruptur) ginjal
Trauma ginjal paling sering terjadi pada sistem urogenital, 5% dari seluruh kasus
trauma, 10% dari seluruh trauma abdomen.
2) Trauma ureter
Trauma ureter relatif jarang, terutama disebabkan trauma iatrogenik, luka tusuk
dan luka tembak.

5
3) Trauma kandung kemih
Trauma kandung kemih terutama disebabkan oleh blunt trauma, juga disebabkan
oleh trauma iatrogenik.
4) Trauma urethra
Trauma urethra terutama disebabkan oleh straddle injury.
5) Trauma genitalia eksternal
Trauma genitalia eksterna lebih sering dijumpai pada pria dan disebabkan oleh
aktifitas olah raga.
b. Nontrauma
1) Urosepsis (infeksi berat)
2) Sumbatan aliran urine akut (retensi urine, anuria, kolik)
3) Hematuria (perdarahan)
4) Strangulasi atau gangguan aliran darah pada organ, seperti pada torsio testis,
priapismus, parafimosis

2.4 Kegawatdaruratan Urologi Trauma


a. Trauma (ruptur) ginjal
Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering terjadi.
Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma abdominal. Pada
banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma organ penting lainnya. Pada
trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa perubahan organik pada jaringannya.
Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul yang biasanya diakibatkan
oleh kecelakaan lalulintas. Trauma ginjal biasanya terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
atau jatuh. Laserasi ginjal dapat menyebabkan perdarahan dalam rongga peritoneum.
Tujuan dari penanganan trauma ginjal adalah untuk resusitasi pasien,
mendiagnosis trauma dan memutuskan penanganan terapi secepat mungkin. Penanganan
yang efisien dengan tehnik resusitasi dan pemeriksaan radiologi yang akurat dibutuhkan
untuk menjelaskan manajemen klinik yang tepat trauma arterial dengan menggunakan
angiografi dengan transkateter embolisasi. Sebagai bagian yang penting dari trauma,
radiologi harus menyediakan konsultasi emergensi, keterampilan para ahli dalam
penggunaan alat-alat radiologis digunakan dalam evaluasi trauma, dan biasanya disertai
trauma tumpul pada daerah abdominal.

6
b. Trauma ureter
Trauma ureter sangat jarang terjadi dari seluruh kasus trauma urogenital
didapatkan sekitar 1% trauma ureter. Penyebab trauma ureter antara lain trauma eksterna:
tumpul (18%) dan tajam (7%), trauma iatrogenic (75 %), operasi obsgyn 73%, urologi
(14%), digestif/ general (14%). Diagnosis dilakukan dengan melakukan anamnesis
tentang riwayat trauma flank atau operasi daerah abdomen, pemeriksaan klinis:
Hematuria, oligo/anuria, sepsis. Dari pemeriksaan imaging: IVP, RPG didapatkan
gambaran rupture atau ekstravasasi kontras. Penatalaksanaan trauma ureter antara lain
tindakan operative dengan repair ureter, pemasangan Double J stent, re-anastomose
ureter, menyambung ureter secara end to end anastomose, sampai dengan neoimplantasi
ureter.
c. Trauma kandung kemih
Trauma kandung kemih disebabkan oleh trauma tumpul atau tajam pada perut
bagian bawah, panggul, atau perineum. menyertai adalah fraktur panggul− terjadi pada >
95 % dari ruptur kandung kemih yang disebabkan oleh trauma tumpul. luka tembak
sekitar< 10 % dari trauma kandung kemih.Sebuah klasifikasi trauma kandung kemih
dapat dibuat berdasarkan modus tindakan. Lokasi trauma kandung kemih ini penting
karena akan
menentukantahap tatalaksana lebih lanjut:
• Intraperitoneal
• Ekstraperitoneal
• Gabungan intra-ekstraperitoneal
d. Trauma urethra
Trauma saluran kemih bawah yang banyak mengenai laki-laki (4-19%),
dibandingkan wanita (0-6%). Pasien dengan fraktur pelvis sangat sering terkena trauma
urethra. Trauma tumpul dengan kecepatan tinggi, crush injury, saddle back injury
merupakan penyebab trauma eksternal . Gejala yang ditemukan berupa darah pada
meatus urethra, kesulitan kencing (retensi urin). Dari pemeriksaan palpasi suprapubik:
buli-buli/ kandung kemih penuh, pemeriksaan digital rectal examination (colok dubur):
high riding prostat atau floating prostat. Penatalaksanaan pasien dengan cidera urethra
dibedakan menjadi dua yaitu Ruptur uretra posterior dan uptur uretra anterior. Pada

7
rupture uretra posterior dilakukan pemasangan kateter urethra: pada ruptur uretra
minimal; melakukan primary realignment (< 2 minggu): Primary open realignment dan
Primary endoscopic ealignment (PER); sistostomi; urethroplasty; serta urethrotomy. Pada
ruptur uretra anterior dilakukan repair urethra secara primer atau melakukan tindakan
sistostomi.
e. Trauma genitalia eksternal
Pada trauma genital, urinalisis harus dilakukan. Ada atau tidaknya perdarahan
perlu dilakukan uretrogram retrograde pada laki-laki. Pada wanita, sistoskopi fleksibel
atau rigiddigunakan untuk mengesampingkantrauma uretra dan kandung kemih. Trauma
tumpul pada penis flaccid biasanya tidak menyebabkan robeknya tunika.Dalam kasus ini,
hanya hematoma subkutan dengan tunika albuginea dapat terlihat utuh. Presentasi yang
paling penting dan umum pada trauma tumpul penis adalah fraktur penis. Ini hasil dari
trauma pada penis ereksi selama hubungan seksual, masturbasi, berguling di tempat tidur
(jarang). Pada wanita dengan trauma tumpul pada alat kelamin eksternal, pencitraan dari
panggul dengan ultrasonografi, CT, atau MRI harus dilakukan karenatrauma tambahan
dan luas hematoma intra-panggul sering terjadi.

2.5 Kegawatdaruratan Urologi Non Trauma


a. Urosepsis
Urosepsis adalah sepsis yang berasal dari fokus infeksi di saluran kemih. Prevalensi
urosepsis sekitar 25% dari semua kasus sepsis. Predisposisi tersering urosepsis adalah
sumbatan dari saluran kemih dan sumbatan ini terjadi sekitar 43% oleh karena batu, 25%
pembesaran prostat, 18% tumor dibidang urologi dan 14% kelainan urologi lainnya.
Penyebab urosepsis terbanyak adalah bakteri gram negatif (30-80%) sedangkan bakteri
gram positif sekitar 5-24%. Gejala dari urosepsis disebut sebagai Systemic Inflammatory
Respons Syndrome (SIRS). Pasien dikatakan menderita SIRS bila ditemukan dua atau
lebih dari keadaan berikut: Nadi > 90 kali/menit, Temperatur tubuh > 38oC atau < 36oC,
Frekuensi nafas > 20 kali/menit atau kadar PaCO2 < 32 mmHg, Jumlah leukosit darah >
12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau hasil hapusan darah tepi didapatkan netrofil muda >
10 %. Penegakkan diagnosis urosepsis membutuhkan pemeriksaan klinis, laboratoris
darah dan urin, pencitraan, pemeriksaan mikrobiologi berupa kultur darah dan kultur urin

8
serta biomarker (penanda) sepsis. Penatalaksanaan yang efektif pada urosepsis yaitu,
menghilangkan fokus infeksi dan meningkatkan perfusi organ.

b. Sumbatan aliran urine akut


keadaan dimana seseorang tidak mampu mengosongkan kandung kemih atau buli-buli
pada saat kapasitas maksimal buli- buli sudah tercapai. Penyebab tersering adalah
pembesaran prostate baik dikarenakan pembesaran prostat jinak (BPH) ataupun
pembesaran prostat karena tumor ganas (carcinoma prostat). Penyebab yang lain yang
dapat menyebabkan retensi urine adalah batu urethra, abses urethra, fimosis, dan ruptur
urethra. Dari pemeriksaan fisik didapatkan suprapubic diatas kandung kemih/buli-buli
teraba penuh, penatalaksanaan berupa kateterisasi atau sistostomi jika gagal dapat
dilakukan pemeriksaan imaging berupa ultrasonografi (USG), urethrografi
dilakukan jika terdapat kecurigaan rupture urethra.

c. Hematuria
Hematuria adalah suatu istilah medis adanya darah dalam urine. Hematuria gros atau
hematuria makroskopik adalah hematuria yang dapat terlihat dengan mata telanjang,
sedangkan hematuria mikroskopik adalah hematuria yang hanya dapat terdeteksi melalui
pemeriksaan mikroskopik atau uji dipstik. Perbedaan derajat warna urine tidak
mencerminkan jumlah darah dalam urine, oleh karena setidak-tidaknya 1 ml darah per 1
liter urine sudah mampu mengubah warna urine.Hematuria merupakan jendela untuk
mengetahui fungsi dan Sebagian proses patologi inflamasi dalam ginjal. Urinealisis yang
dilakukan dengan teliti dapat menemukan adanya kelainan ginjal dan kelainan sistemik
lainnya. Pemeriksaan urine telah dilakukan sejak berabad-abad yang lalu oleh para dokter
di zaman Romawi dan Yunani. Uroskopi atau urineoskopi, atau pemeriksaan urine secara
visual, telah dilakukan oleh dokter-dokter Inggris dan Italia di zaman Renaissance.

Kontribusi penting dalam teknik urinealisis ditemukan oleh Thomas Addis, yang
menemukan bahwa ekskresi eritrosit normal adalah antara 48.900-65.600 sel darah merah
dalam 12 jam. Metode tersebut dikenal dengan nama Addis’ count. Pengetahuan tentang

9
urinealisis semakin berkembang pada beberapa dekade berikutnya, terutama dalam
pengembangan teknologi dipstik, yang mampu melakukan analisis kimiawi urine dalam
waktu hanya beberapa menit saja. Darah dalam urine dapat berasal dari dalam ginjal
(glomerulus, tubulus, dan interstisium) atau dari saluran kemih (ureter, buli-buli, dan
uretra). Proteinuria, torak eritrosit, dan eritrosit dismorfik yang menyertai hematuria
berasal dari jejas glomerulus. Hal selanjutnya yang dicari adalah apakah hematuria
tersebut glomerular atau non-glomerular agar investigasi menjadi lebih terfokus.
Kesimpulan tersebut akan diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti
yang disertai dengan pemeriksaan urinalisis.

d. Anuria
Keadaan kegawatan dimana produksi urine yang kurang dari 200 cc dalam 24 jam.
Disebabkan karena adanya gagal ginjal akut atau kronis, kondisi lain yang masuk dalam
kegawatdaruratan adalah anuria obstruktif dimana kejadian anuria oleh karena sumbatan
yang terjadi secara tiba-tiba pada ureter baik bilateral ataupun unilateral pada single
kidney. Pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal antara lain serum kreatinin, blood ureum
nitrogen darah, pemeriksaan elektrolit darah (kalium, natrium, calcium).
Penatalaksanaan berupa diversi urine dengan tindakan ureterorenoskopi (URS) dan
pemasangan Double J stent. Atau diversi dengan melakukan tindakan nefrostomi baik
perkutan maupun surgical. Melakukan koreksi pada keadaan elektrolit inbalance, koreksi
asidosis, atau tindakan cuci darah (hemodialisi). Tindakan selanjutnya adalah tindakan
definitive terapi baik dengan endoskopi misalnya litotripsi atau dilatasi ureter pada saat
tindakan URS maupun tindakan operasi terbuka.

2.6 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Primer

Pengkajian A, B, C, D

a. Airway

1. Jalan napas bersih

2. Tidak terdengar adanya bunyi napas ronkhi

10
3. Tidak ada jejas badan daerah dada

b. Breathing

1. Peningkatan frekunsi napas

2. Napas dangkal

3. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu, retraksi

4. Menggunakan otot-otot pernapasan

5. Kesulitan bernapas : sianosis

c. Circulation

Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia

d. Disability

Kesadaran : Compomentis.

Data dasar pengkajian

Aktivitas/istirahat

Gejala : kelemahan dan atau keletihan Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur
pada malam hari adanya faktor yang mempengaruhi tidur, misal ansietas, berkeringat malam.

Sirkulasi

Gejala : palpitasi, nyeri abdomen pada pengerahan kerja

Kebiasaan : perubahan pada TD

Integritas ego

Gejala : faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran dan cara mengatasi stress (mis
merokok, minum, alcohol, menunda pencarian pengobatan, keyakinan/spiritual) menyangkal
diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, rasa bersalah, kehilangan control,
depresi.

Tanda : menyangkal, menarik diri, marah

Eliminasi

11
Gejala : perubahan pada pola defekasi, mis darah pada feses. Nyeri pada defekasi, perubahan
pada eliminasi urine, nyeri saat berkemih, hematuria

Tanda : perubahan pada bising usus, distensi abdomen

Makanan/cairan

Gejala : kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak). Anoreksia, mual muntah, intoleransi
makanan.

Tanda : perubahan pada kelembaban, turgor kulit

Neurosensori

Gejala : pusing, sinkop

Nyeri/kenyamanan

Gejala : nyeri dengan derajat bervariasi, dari ringan sampai berat

Pernapasan

Gejala : merokok (tembakau, hidup dengan orang yang merokok), pemajana abses

Keamanan

Gejala : pemajanan pada trauma, pemajanan kecelakaan

Tanda : terdapat lesi, perdarahan

Seksualitas

Gejala : masalah seksual missal dampak pada hubungan perubahan pada tingkat kepuasan,
nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun. Multigravida, pasangan seks multiple, aktivitas
seksual dini, herpes genital

Interaksi sosial

Gejala ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung, riwayat perkawinan (berkenaan dengan


kepuasan dirumah, dukungan atau bantuan).

12
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

13
DAFTAR PUSTAKA

14

Anda mungkin juga menyukai