Anda di halaman 1dari 13

JOURNAL READING

“Methamphetamine-associated psychosis: links to


drug use characteristics and similarity to primary
psychosis”

i
JOURNAL READING
1. Judul Artikel
Psikosis Terkait Penggunaan Metamfetamin: Hubungan dengan Karakteristik
Penggunaan Obat dan Kesamaan Gejala dengan Psikosis Primer

2. Penulis
Mei Yang, Chuanqing Yang, Tiebang Liu & Edythe D. London

3. Penerbit
International Journal Of Psychiatry In Clinical Practice Volume 24 Issue 1 Halaman
31-37,

4. Tanggal Terbit
14 Oktober 2019

5. Isi Jurnal

ABSTRAK

Objektif:

Dibandingkan dengan prevalensi psikosis terkait metamfetamin, karakteristik dari


penggunaan narkoba mempengaruhi keparahan dan perjalanan klinis sementara
perawatan yang optimal masih belum ditetapkan. Kita masih bertanyaan-tanya
mengenai gambaran klinis psikosis terkait metamfetamin, dan membandingkannya
dengan psikosis primer.

Metode:

Pasien rawat inap dengan riwayat penggunaan metamfetamin (n=70) atau


skizofrenia psikosis primer (n=70) dicocokkan pada jenis kelamin, usia dan durasi
psikosis. Dikaitkan dengan variabel penggunaan narkoba (usia saat menggunakan,
durasi penggunaan metamfetamin) dengan skor Skala Brief Psychiatric Rating Scale
(BPRS) dan durasi psikosis diperiksa pada pasien dengan psikosis terkait dengan
penggunaan metamfetamin, kemudian skor BPRS kedua kelompok dibandingkan.
Hasil:

Usia inisiasi penggunaan metamfetamin berkorelasi negatif dengan skor total BPRS
dan Skor subskala aktivasi; durasi penggunaan metamfetamin berkorelasi positif
dengan durasi psikosis. Kelompok psikosis terkait metamfetamin mendapat skor
lebih rendah pada kecurigaan terhadap kebebencian dan anergia subskala pada
subkelas BPRS (nilai p yang disesuaikan <.05).

Kesimpulan:

Hubungan antara inisiasi dini metamfetamin dengan keparahan psikosis dapat


menyebabkan efek tetap pada perkembangan otak. Korelasi antara penggunaan obat
dan durasi psikosis dapat menyebabkan efek kumulatif dari paparan metamfetamin.
Gejala paranoia yang tidak terlalu parah dan gejala negatif pada kelompok yang
menggunakan metamfetamin dapat mengimplikasikan fungsi sosial yang lebih baik
pada pasien ini. Diperlukan penelitian mekanistik lebih lanjut.

PENDAHULUAN
Menurut Kantor PBB tentang Narkoba dan Kejahatan, 0,7–1,3 persen dari populasi
dunia, Remaja usia lebih dari 15 tahun pernah menggunakan stimulan jenis
amfetamin yaitu metamfetamin (MA). Persentase tinggi pengguna MA, melebihi
50% dalam beberapa laporan, menyebabkan psikosis yang dikaitkan dengan MA
menyebabkan kehilangan kemampuan untuk mengenali realitas, kekerasan,
kejahatan, penggunaan senjata, dan bunuh diri. Sindrom tersebut termasuk halusinasi
dan delusi yang sama dengan penderita skizofrenia paranoid seperti halusinasi
pendengaran, penganiyaan dan delusi adalah yang paling sering ditemukan pada
pasien skizofrenia. Banyak pasien pengguna MA memiliki gejala psikotik persisten
yang kambuh secara spontan bahkan setelah berpantang selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun. Pasien dengan psikosis terkait MA juga memiliki gangguan yang
lebih serius, lebih banyak kebutuhan untuk pemanfaatan layanan kesehatan, dan
prognosis yang lebih buruk daripada pengguna MA non-psikotik. Namun
pendekatan optimal untuk pencegahannya dan pengobatan psikosis terkait MA
belum ditentukan.

Penggunaan MA telah dikaitkan dengan risiko peningkatan gejala psikotik. Dan


indeks penggunaan MA, termasuk usia saat inisiasi dan durasi penggunaan,
dilaporkan memiliki hubungan dengan risiko psikosis. Sebagai contoh, psikosis pada
pengguna MA di Taiwan memiliki riwayat waktu inisiasi yang lebih awal dan
jumlah penggunaan MA yang lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang tidak
memiliki riwayat gejala psikotik. Studi longitudinal menunjukkan hubungan antara
dosis penggunaan MA dan gejala psikotik gejala. Namun, hubungan antara
penggunaan narkoba dengan tingkat keparahan dan perjalanan klinis psikosis masih
belum dapt dijelaskan. Dengan demikian, tujuan utama dari penelitian ini adalah
untuk menyelidiki hubungan variabel penggunaan narkoba dengantingkat keparahan
durasi psikosis.

Gejala psikosis terkait MA mirip dengan gejala skizofrenia. Uji klinis dengan
neuroleptik telah menunjukkan beberapa khasiat untuk gangguan ini. Namun, sedikit
studi yang membandingkan keduanya secara langsung kondisi telah memberikan
hasil yang bertentangan.Kami melakukan perbandingan lebih lanjut dari profil gejala
antara kedua kondisi ini agar dapat memberikan beberapa pilihan perawatan. Oleh
karena itu, penelitian ini membandingkan profil gejala Psikosis terkait MA dengan
psikosis primer, dan juga bertujuan untuk menentukan hubungan antara indeks
penggunaan obat, termasuk usia saat inisiasi dan durasi penggunaan MA, dan tingkat
keparahan dan durasi psikosis terkait MA.

METODE

Inklusi Kasus dan Pengumpulan Data

Data dikumpulkan melalui rekam medis di Shenzhen Rumah Sakit Kangning,


sebuah rumah sakit jiwa di Tiongkok. Penelitian itu disetujui oleh Komite Etika
Kangning Shenzhen Rumah Sakit. Semua peserta telah menandatangani persetujuan
umum untuk memproses data pribadi. Pasien dengan psikosis terkait MA
diidentifikasi mulai Januari 2015 dan Juli 2017. Mereka dipilih atas dasar memiliki
gangguan mental dan perilaku karena penggunaan MA dan saat masuk rumah sakit
menunjukan gejala psikosis. Diagnosis dibuat oleh psikiater terlatih sesuai dengan
International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems
(ICD-10). Pasien-pasien yang mengalami gejala psikotik setelah penggunaan MA,
dan memenuhi kriteria untuk ‘Gangguan psikotik (F15.5) ’atau‘ Gangguan psikotik
residual dan onset lambat (F15.7) di bawah kategori diagnostik gangguan mental dan
perilaku karena penggunaan MA (F15.-) kategori ini kemudian dimasukkan dalam
kelompok psikosis yang terkait MA .

Untuk kelompok pembanding, pasien tanpa riwayat penggunaan obat-obatan


terlarang (narkoba) yang didiagnosis dengan skizofrenia paranoid atau gangguan
psikotik mirip skizofrenia (pengkodean sebagai F 20.0 dan F23.2, masing-masing
dalam ICD-10), dan memiliki gejala halusinasi dan delusi, yang diidentifikasi dari
catatan medis mereka. Pasien dipilih dan diidentifikasi kemudian dibandingkan
dengan kelompok psikosis terkait MA variabel yang dinilai adalah jenis kelamin,
usia dan durasi psikosis. Beberapa dari mereka dipilih, pasien tidak minum obat
antipsikotik pada saat diikutsertakan.

Data klinis, termasuk karakteristik demografis, penggunaan obat dan variabel


psikotik, dikumpulkan secara retrospektif dari kasus catatan dengan formulir
investigasi terstruktur yang dirancang dan dikelola oleh penulis. Durasi psikosis
(gejala psikotik durasi) dihitung sebagai waktu sejak onset pertama mengalami
gejala psikotik sampai sampel diikutsertakan dalam penelitian, dan mengurangi
periode remisi gejala lanjutan yang secara jelas didokumentasikan pada rekam medis
pasien. Sedangkan durasi penggunaan MA mengacu pada jangka waktu (total
waktu) penggunaan MA.

The Brief Psychiatric Rating Scale (BPRS) diberikan oleh psikiater yang terlatih saat
pasien masuk. BPRS adalah instrumen penilaian luas yang dirancang untuk
menghasilkan deskripsi komprehensif karakteristik gejala utama psikiatri. Skala
telah menunjukkan validitas dan reliabilitas yang baik, dan sangat sensitif terhadap
perbedaan. Pade versi 18-item gejala dikelompokkan menjadi lima sub skala:
Anxiety-Depression (Keluhan somatik, Kecemasan, Rasa Bersalah, Depresi),
Anergia atau gejala negatif (Penarikan Emosional, Retardasi Motorik, Afek Tupul),
Gangguan Pemikiran (Disorganisasi Konseptual, Grandiositas, Halusinasi, Konten
Pemikiran Tidak Biasa), Aktivasi (Ketegangan tingkah laku dan postur,
Kegembiraan) dan kecurigaan terhadap kebebencian (Permusuhan, Kecurigaan,
Tidak Kooperatif). Instrumen ini telah digunakan secara internasional, dan versi
bahasa Cina telah divalidasi untuk menjadi instrumen yang cocok untuk deskripsi,
pengukuran dan klasifikasi psikopatologi di antara Pasien Tionghoa.

Penelitian ini melibatkan 70 pasien dengan MA psikosis dan 70 dengan psikosis


primer (51 dengan skizofrenia paranoid dan 19 dengan gangguan psikotik mirip
skizofrenia) dimana 40 tidak pernah diobati, 30 bebas antipsikotik selama minimal 2
minggu saat masuk).

Statistik

Statistik deskriptif digunakan untuk melaporkan demografi dan klinis informasi


subjek, untuk menilai perbedaan diantar kedua kelompok dilakukan uji Chi-squared
(untuk variabel dikotomis) dan uji t (untuk variabel kontinu). Setelah dilakukan
analisis korelasi Pearson, regresi linier berganda dilakukan untuk mendeteksi
prediktor independen dari keparahan psikosis (skor BPRS) dan durasi terkait MA
psikosis, menggunakan karakteristik demografi dan penggunaan narkoba sebagai
prediktor potensial; garis regresi ditarik untuk menyajikan hubungan antara indeks
penggunaan narkoba dan variabel terkait psikosis. Skor BPRS, 18 item pertama dan
5 subskala kemudian, digunakan untuk membandingkan kelompok-kelompok dalam
model multivariate varians (MANOVA) Metode tingkat penemuan palsu (FDR)
digunakan untuk mengoreksi nilai-p untuk beberapa perbandingan. Signifikansi
level ditetapkan pada nilai p <0,05 (dua sisi).

HASIL

Karakteristik Subjek

Di antara kelompok psikosis terkait MA terdapat 40 pasien yang secara eksklusif


menggunakan MA dan 30 penggunaan polydrug (Tabel 1). Obat yang digunakan
selain MA adalah opioid (termasuk heroin dan kodein, digunakan oleh 21 subjek),
ketamin (oleh 17), dekstrometorfan (oleh 10) dan 3,4-
methylelnedioxymethamphetamine (oleh 10). Penghirupan adalah rute eksklusif
administrasi mandiri MA. Kedua kelompok tidak berbeda dalam jenis kelamin, usia,
durasi psikosis dan skor total BPRS, meskipun kelompok psikosis terkait MA
memiliki lebih sedikit tahun pendidikan (p=0 ,000), dan proporsi yang lebih besar
perokok tembakau berat (p=0.001) dan peminum berat (p=0.031) dari kelompok
pembanding.

Hubungan Penggunaan Obat Terlarang dengan Variabel Terkait Psikosis

Dengan melakukan analisis korelasi Pearson, beberapa hubungan bivariate


demografi antara variable penggunaan narkoba variabel dan variabel terkait psikosis
(Tabel 2), termasuk usia pasien, serta usia pada penggunaan MA awal, yang
berkorelasi untuk skor BPRS, dan durasi penggunaan MA yang berkorelasi dengan
durasi psikosis.

Untuk menentukan faktor independen yang terkait dengan gejala keparahan dan
durasi psikosis terkait MA, regresi linier berganda dengan seleksi bertahap
dilakukan. Karakteristik penggunaan narkoba dan variabel demografis ( umur, jenis
kelamin , pendidikan, usia pada penggunaan MA awal, durasi penggunaan obat,
jenis obat (poly atau monodrugs) , merokok, minum alcohol ) disatukan sebagai
potensi independen prediktor, sedangkan skor BPRS dan durasi psikotik gejala
pasien dengan psikosis terkait MA dimasukkan masing-masing sebagai variabel
respon dalam model terpisah. Setelah ini analisis, variabel independen memasuki
model akhir untuk memprediksi variabel respons yang ditugaskan adalah sebagai
berikut: (1) usia pada awalnya penggunaan MA dan jenis kelamin memasuki model
akhir yang diprediksi skor total BPRS, dimana pemakaian awal MA pada usia yang
lebih muda dan jenis kelamin berhubungan dengan skor BPRS yang lebih tinggi; (2)
usia pada awal penggunaan MA memasuki prediksi model skor subskala aktivasi
pada BPRS pemakaian awal MA pada usia yang lebih muda menghasilkan skor yang
lebih tinggi; dan (3) usia pasien memasuki model akhir untuk memprediksi skor
subskala Anxiety-Depression, menghasilkan asosiasi negatif. Sedangkan durasi
penggunaan MA memasuki model akhir yang memprediksi durasi gejala psikotik
pada pasien dengan psikosis terkait MA (Tabel 3; Gambar 1).
Peringkat Gejala pada Kelompok Psikosis Yang Terkait dengan Penggunaan
MA dan Kelompok Psikosis Primer

Total skor BPRS tumpang tindih untuk kedua kelompok (Tabel 1). Saat
membandingkan item skor, tes omnibus pada MANOVA menunjukkan perbedaan
yang sinifikan antar kedua kelompok dalam 18 item yang digabungkan;
perbandingan lebih lanjut pada individu menunjukkan bahwa pasien dengan psikosis
terkait MA memiliki skor yang lebih rendah pada ‘disorganisasi konseptual ’,‘
kecurigaan ’, ‘Halusinasi’, ‘tidak kooperatif’, ‘afek tumpul’, ‘retradasi motorik ’,
dan 'penarikan emosional', sedangkan skornya lebih tinggi pada ‘Kebesaran’ dan
‘kegembiraan’; Namun semua perbedaan tidak mencapai level signifikan setelah
dikoreksi untuk beberapa perbandingan (Tabel 4). Saat membandingkan skor
subskala, tes omnibus juga menunjukkan perbedaan kelompok pada gabungan 5
subskala; untuk perbandingan individu, efek kelompok secara khusus pada sub-skala
‘kecurigaan terhadap kebebencian’dan‘ Anergia ’, dengan skor yang lebih rendah
terkait MA kelompok psikosis (nilai p disesuaikan adjusted .033 dan .010, masing-
masing, dikoreksi untuk beberapa perbandingan; Tabel 4; Gambar 2).
DISKUSI

Meskipun penggunaan MA telah dikaitkan dengan gejala psikotik, penjelasan


bagaimana karakteristik penggunaan narkoba mempengaruhi keparahan dan
gangguan belum dijelaskan dengan baik. Di sini kami menunjukkan bahwa inisiasi
awal penggunaan MA dikaitkan dengan gejala psikotik yang lebih parah dan durasi
penggunaan MA yang lebih lama dikaitkan dengan gejala psikosis yang persisten.
Temuan ini konsisten dengan laporan bahwa risiko psikosis lebih besar di antara
individu dengan usia yang lebih muda pada penggunaan pertama MA daripada
mereka yang mulai pada usai yang lebih tua (Chen et al., 2003) dan hubungan antara
dosis dengan durasi penggunaan MA dan risiko gejala psikotik pada penelitian
kohort di Tiongkok (Ma et al., 2018).

Seperti otak manusia yang terus berkembang hingga akhir masa remaja dan dewasa
(Giedd & Rapoport, 2010; Thompson et al., 2005), efek toksik dari MA berpotensi
menghambat perkebangan otak pada usia muda dan ini terkait dengan asosiasi
negative dari usia awal penggunaan MA dengan gejala psikotik pada penelitian ini,
tetapi hal ini perlu dikonfirmasi melalui pemeriksaan radiologi di penelitian
selanjutnya. Dengan pertimbangan seperti itu, asosiasi usia awal penggunaan MA
dengan dimensi Aktivasi (termasuk item ketegangan tingkah laku , perilaku, postur,
kegembiraan) dari psikosis secara khusus, mungkin menyarankan bahwa sirkuit
saraf, yang melibatkan neurotransmisi dopaminergic khususnya pada otak remaja
usia muda, mungkin terpengaruh lebih banyak di bawah penggunaan MA.
Sementara itu, korelasi penggunaan MA dan durasi psikosis mungkin menyarankan
efek kumulatif paparan MA terhadapotak. Secara keseluruhan, temuan ini
mendukung pencegahan upaya menargetkan remaja dan perawatan untuk
mempertahankan pantang dari MA.

Selain itu, penelitian ini juga mendeteksi efek independen dari jenis kelamin
terhadap keparahan psikosis (skor total BPRS), dan hubungan negative usia dengan
gejala afektif (BPRS skor subskala cemas - depresi) dari pasien psikosis terkait MA
(Tabel 2). Efek jenis kelamin mungkin menyarankan perbedaan mekanisme, tetapi
mengingat hanya ada 7 wanita yang termasuk dalam penelitian ini, efek ini harus
diperiksa lebih lanjut; sementara asosiasi usia yang lebih muda dengan keparahan
gejala afektif dapat menunjukkan kapasitas regulasi mood yang tidak mencukupi
pada usia lebih dini di bawah paparan dari MA.

Studi ini menemukan profil gejala yang sama terkait dengan psikosis yang berkaitan
dengan penggunaan MA dan gangguan skizofrenia primer, meskipun pasien dengan
psikosis terkait MA menunjukkan negatif dan gejala paranoid yang kurang parah
jika dibandingkan dengan psikosis primer. Gejala yang tumpang tindih mendukung
kemungkinan perawatan pada skizofrenia juga dapat digunakan untuk mengobati
pasienpsikosis yang terkait dengan pengunaan MA, meskipun kesimpulannya harus
dinvestigasi lebih lanjut. Gangguan pikiran, gejala positif tipikal dan target
antipsikotik, menonjol pada kedua kelompok, yang mungkin mengindikasikan
bahwa neuroleptik bisa juga cocok untuk psikosis yang terkait dengan penggunaan
MA. Gejala paranoia dan gejala negatif kurang parah pada pasien psikotik terkait
MA dapat berimplikasi pada individu ini bisa memiliki fungsi sosial yang lebih baik
jika dibandingkan dengan pasien skizofrenia (Poloni et al., 2018; Zizolfi et al.,
2019), dan bisa saja lebih responsif terhadap intervensi psikososial. Dengan
pertimbangan ini, mengingat bahwa pengguna MA memiliki deficit reseptor
dopamin tipe-D2 (Ashok, Mizuno, Volkow, & Howes, 2017), dan reseptor D2
antagonis diharapkan memperburuk kecanduan (Morales et al., 2015), dapat
diberikan dosis neuroleptik serendah mungkin untuk mengendalikan gejala positif,
dalam hubungannya dengan intervensi psikososial, mungkin lebih tepat diberikan
pada pasien yang psikosis yang berhubungan dengan penggunaan MA.

Hasil penelitian ini mendeteksi perbedaan yang halus terhadap kesamaan profil
gejala. Perbedaannya adalah pada kelompok psikoses yang berkaitan dengan
penggunaan MA lebih banyak memiliki gejala , afektif, gejala negatif dan paranoid
lebih sedikit, dan fungsi sosial lebih baik, tidak mencapai level signifikan setelah
mengoreksi beberapa perbandingan dalam tingkatan item, namun tercermin dalam
perbandingan subskala. Perbedaan seperti itu mungkin melibatkan perbedaan dalam
mekanisme, oleh karena sebaiknya dilakukan penelitian yang lebih lanjut.

Terdapat perbedaa pada perbandingan gejala di penelitian sebelumnya, beberapa


menunjukkan profil identik (Medhus et al., 2013; Srisurapanont et al., 2011) dan
lainnya mendapatkan perbedaan diantara kedua kelompok (Wang et al., 2016).
Penelitian sebelumnua, tidak sepenuhnya mempertimbangkan komparabilitas
kelompok atau dampak dari obat antipsikotik (Medhus et al., 2013; Srisurapanont et
al., 2011; Wang et al., 2016). Penelitian yang sekarang memberikan kemajuan
dengan membandingkan dua kondisi untuk pertama kalinya dengan durasi yang
cocok (jenis kelamin, usia, dan psikosis) dan sampel penelitian bebas dari obat
antipsikotik. Hasilnya sesuai dengan perspektif umum dan beberapa penelitian
sebelumnya yang menunjukkan bahwa psikotik yang berkaitan dengan penggunaan
MA menghasilkan gejala psikotik positif terutama melalui efeknya pada sistem
dopaminergik (Glasner-Edwards & Mooney, 2014; Zhang et al., 2014).

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, termasuk design penelitian ini adalah
cross-sectional sehingga penilain gejala hanya bersifat sementara, dan ukuran
sampel yang relatif kecil. Keterbatasan lain adalah bahwa standar wawancara
diagnostik, seperti wawancara klinik terstruktur DSM-IV (SCID) belum diberikan.
Bahkan, penggunaan alat evaluasi tunggal (BPRS) mungkin terbatas kekuatan pada
pengukuran; menggunakan instrumen lain, seperti PANSS, bisa meningkatkan
penelitian dan potensial asosiasi. Selain itu, penelitian ini tidak meneliti langkah-
langkah penggunaan narkoba yang terperinci, seperti jumlah yang digunakan per
hari atau bulan.

Meskipun demikian, diagnosis dan penilaian BPRS ditetapkan oleh psikiater yang
terlatih, Anggota keluarga atau orang lain yang memiliki hubungan penting dengan
pasien juga diwawancarai selain peneliti juga mengambil laporan dari pasien. Semua
penilai tidak diinformasikan mengenai tahapan penelitian. Selain itu, semua peserta
dinilai pada saat sebelum pengobatan, bebas pengaruh obat antipsikotik untuk
menghindari dampak obat-obatan. Perbandingan grup dilakukan pada kasus yang
memiliki durasi psikosis, usia dan jenis kelamin yang sama.

Anda mungkin juga menyukai