DISUSUN :
PRINGSEWU LAMPUNG
2022
DISUSUN :
PRINGSEWU LAMPUNG
2022
NIM : 2021207209022
MENYETUJUI
Pembimbing
Ns. Yusnita,S.Kep.,M.Kes
NBM : 1292409
LEMBAR PENGESAHAN
MENGESAHKAN
Pembimbing Karya Ilmiah Ners
Mengetahui
Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
MOTO HIDUP
“Tidahkah kamu memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan apa yang ada
dilangit dan apa yang ada dibumi untuk (kepentingan)mu dan menyempurnakan
nikmat-nya untukmu lahir dan batin. Tetapi diantara manusia ada yang
membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu atau petunjuk dan tanpa kitab
yang memberi penerangan”
Oleh :
NIM. 2021207209022
KATA PENGANTAR
3. Ns. Rita Sari, M.Kep. selaku Ketua Program Studi Profesi Ners.
4. Ns. Yusnita, S.Kep., M.Kes. selaku pembimbing Karya Ilmiah
Akhir.
Penulis
NIM : 2021207209022
DAFTAR ISI
B. Rumusan Masalah...................................................................................
C. Tujuan ....................................................................................................
D. Manfaat Penelitian..................................................................................
B. Konsep Askep.........................................................................................
C. Studi Literatur.........................................................................................
B. Analisa Data............................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN
BAB IV PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ............................................................................................
B. Saran .......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia saat ini telah terjadi pergeseran jenis penyakit yang ada
dimasyarakat dari penyakit infeksi kearah penyakit non infeksi atau pun
penyakit degeneratif, hal ini terjadi karena dampak positif dari perbaikan
kualitas pelayanan kesehatan masyarakat secara menyeluruh dan juga
karena adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat (Ikawati, 2015).
Salah satu penyakit non infeksi yang banyak di jumpai di masyarakat yang
menyerang baik anak-anak, orang dewasa maupun orang tua adalah
penyakit asma. Asma merupakan suatu keadaan saluran nafas (bronkus)
mengalami penyempitan karena hipereaktivitas terhadap rangsangan
tertentu, yang menyebabkan peradangan dan penyempitan yang bersifat
sementara. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti
serbuk sari, debu, asap, bulu binatang, udara dingin, olahraga yang
berlebihan, infeksi saluran pernafasan atas, gangguan emosi atau stres.
Asma merupakan penyakit obstruksi saluran nafas dengan gejala-gejala
batuk, mengik dan sesak nafas. Penyempitan saluran nafas pada asma terjadi
sebagai akibat adanya obstruksi bronkus dan spasme otot polos pada
bronkus sehingga penderita mengalami kesulitan dalam bernafas. Penyebab
asma pada umumnya adalah allergen, dalam keadaan ini penderita perlu
melakukan aktivitas fisik yang tidak terlalu berat dan dapat meningkatkan
kontraksi otot otot pernafasan dan dapat mengurangi frekuensi serangan
asma (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2015).
Pada penderita asma yang serius, terlihat dengan jelas bahwa penderita akan
mengalami kesulitan bernafas. Nafasnya tersengal-sengal dan berbunyi
(mengi), pada kondisi terburuk badan bagian atas penderita akan menegang
karena berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas. Asam dapat
menyebabkan sesak napas mendadak yang sangat hebat. Penyakit asma
sangat bahaya membuat penderita kekurangan oksigen, bibir dan ujung jari
menjadi biru, jantung berdenyut cepat, tidak dapat berjalan, bahkan dapat
memicu kematian. (Pratyahara, 2011).
Menurut data dari laporan Global Initiatif for Asthma (GINA) tahun 2017
dinyatakan bahwa angka kejadian asma dari berbagai negara adalah 1-18%
dan diperkirakan terdapat 300 juta penduduk di dunia menderita asma.
Prevalensi asma menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016
memperkirakan 235 juta penduduk dunia saat ini menderita penyakit asma
dan kurang terdiagnosis dengan angka kematian lebih dari 80% di negara
berkembang. Angka kejadian asma di Indonesia berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mencapai 4,5%. Survei Kesehatan
Rumah Tangga tahun 2005 mencatat 225.000 orang meninggal karena asma,
dan menurut Kementrian Kesehatan RI tahun 2011 Penyakit asma masuk
dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia dengan
angka kematian yang disebabkan oleh penyakit asma diperkirakan akan
meningkat sebesar 20% pada 10 tahun mendatang, jika tidak terkontrol
dengan baik. Angka kejadian asma di Provinsi Lampung berdasarkan data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 mencapai 64,69%. Riskesdas
menyatakan bahwa angka kejadian asma di Kota Metro tahun 2018
mencapai 42,25 %. Asma banyak diderita oleh masyarakat dan penyakit ini
berkaitan dengan factor keturunan (Pratyahara, 2015). Yang kita ketahui
ialah ketika terjadi asma, dan pasien dibawa kerumah sakit maka pasien
harus diberikan intervensi yang dilakukan perawatnya itu kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian terapi medikasi yang terdapat lima kategori
pengobatan yang digunakan dalam mengobati asma yaitu, agonis beta,
metilsatin, anti kolinergik dan inhibitor sel mast. Pasien akan diberikan
terapi oksigen untuk mengatasi dyspnea, sianosis dan hipoksemia. Selain itu
juga terdapat tindakan inovasi keperawatan yang dapat diintervensikan pada
penderita asma seperti latihan pernafasan yang telah dirancang dan dapat
dijalankan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien
meningkatkan inflasi alveolar maksimal, mencegah atelectasis,
meningkatkan efisiensi batuk, melabatkan frekuensi pernafasan serta
mengurangi udara terperangkap. Latihan nafas dalam, dapat dilakukan pada
penderita yang sudah mengerti perintah dan kooperatif (Andarmoyo 2012,
h. 98).
Posisi pasien juga dapat menjadi salah satu hal yang dapat memperberat
keadaan asma yang dirasakannya oleh karna itu dapat ditambahkan dengan
perubahan posisi pada pasien seperti semi-fowler dan high fowler. Posisi
semi-fowler adalah sebuah posisi setengah duduk atau duduk dimana bagian
kepala tempat tidur lebih tinggi atau di naikan 45° dan posisi ini dilakukan
dengan maksud untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi
fungsi pernafasan pasien (Aziz, 20016). Sedangkan 3eposisi high fowler
adalah posisi dimana tempat tidur diposisikan dengan ketinggian 60°- 90°
dan bagian lutut tidak ditinggikan. Posisi high fowler ini sangat membantu
bagi pendetira yang mengalami dyspnea, asma dan menghilangkan tekanan
pada diafragma yang memungkinkan pertukaran volume yang pemberian
posisi berbaring high lebih besar dari udara (Barbara, 2013).
Tujuan dan mekanisme dilakukan latihan dan posisi duduk ini adalah untuk
memfasilitasi pasien yang sedang kesulitan bernapas. Dikarenakan adanya
gaya gravitasi yang menarik diafragma kebawah sehingga ekspansi paru
jauh lebih baik pada posisi semi-fowler, sedangkan pada posisi high fowler
bertujuan menghilangkan tekanan pada diafragma dan memungkin kan
pertukaran volume yang lebih besar dari udara. dari hasil pengamatan
ditemukan posisi high fowler dapat meningkatkan saturasi Sp02 lebih
maksimal.
Berdasarkan fenomena yang diperoleh peneliti saat praktik Ners dari tanggal
21 Maret 2022 sampai tanggal 08 April 2022 penulis menemukan penderita
asma masuk sebanyak 24 pasien diruang Arafah Rumah Sakit Umum
Muhammadiyah Metro 2022.
B. RUMUS MASALAH
A. Konsep Penyakit
1. Definisi Asma
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana
trakea dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu, dan dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang
mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi. (Brunner & Suddarth, 2002).
Asma bronchial adalah penyakit obstruksi saluran pernafasan akibat
penyempitan saluran nafas yang sifatnya reversibel (penyempitan dapat
hilang dengan sendirinya) yang ditandai oleh episode obstruksi pernafasan
diantara dua interval asimtomatik (Djojodibroto, 2017).
Asma bronchial adalah penyakit radang/inflamasi kronik pada paru, karena
adanya penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang bersifat reversible,
peradangan pada jalan nafas, dan peningkatan respon jalan nafas terhadap
berbagai rangsangan hiperresponsivitas, obstruksi pada saluran nafas bisa
disebabkan oleh spasme/ kontraksi otot polos bronkus, oedema mukosa
bronkus dan sekresi kelenjar bronkus meningkat (Putri & Sumarno, 2014).
2. Penyebab Asma
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma yaitu :
a. Faktor predisposisi
Genetik, dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karenaadanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asmabronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.
Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
- Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi
- Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
- Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
2) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinyaserangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim,seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu.
3) Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja dilaboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
3. Klasifikasi Asma
Klasifikasi dari asma yaitu diantaranya :
1. Mid Intermiten
Yaitu kurang dari 2 kali seminggu dan hanya dalam waktu yang pendek;
tanpa gejala, diantara serangan-serangan pada waktu malam kurang dari 2
kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV dan PEF diperkirakan lebih dari 80%.
2. Mid Persistent
Yaitu serangan lebih ringan tetapi tidak setiap hari, serangan pada waktu
malam timbul lebih dari 2 kali sebulan.
Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan sebesar 80%.
3. Moderat Persistent
Yaitu serangan timbul setiap hari dan memerlukan penggunaan
bronkodilator serangan timbul 2 kali atau lebih dalam seminggu dan
pada waktu malam timbul gejala berat setiap minggu. Fungsi paru-
paru FEV atau PEF diperkirakan 60-80%.
4. Severe Persistent
Yaitu gejala muncul terus menerus dengan aktivitas yang terbatas,
peningkatan frekuensi serangan dan peningkatan frekuensi gejala pada
waktu malam.
4. Manifestasi Asma
Adapun manifestasi dari asma yaitu, diantaranya :
1. Batuk berdahak .
2. Dispnea – pernafasan labored
3. Mengi , dengan makin besarnya obstruksi mengi dapat hilang yang sering
menjadi pertanda bahaya gagal nafas.
4. Pernafasan lambat : lebih susah dan panjang dibandingkan inspirasi.
5. Retraksi otot-otot bantu pernafasan.
6. Berkeringat
7. Takikardia.
8. Pelebaran tekanan nadi
9. Pembesaran vena leher.
Auskultasi suara nafas : wheezing (+)
5. Pathway Asma
Penyebab:
- Alergen
- Non allergen/idiopatik:
Common cold,infeksi Kontak terhadap tubuh
traktus respiratorius,emosi,
latihan, dehidrasi,iritan non
spesifik Pembentukan antibody(IgE)
- Hipersensitif terhadap
penisilin
Ikatan antigen & antibody
Bersihan jalan
Resiko
nafas tidak
tinggi
efektif
infeksi
Kelemahan fisik
Intoleransi
aktivitas
2. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
b) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah.
c) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
d) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen
pada paru-paru. Pemeriksaan tes kulit dilakukan untuk mencari faktor
alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang
positif pada asma.
3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
a) Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi
dan clock wise rotation.
b) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya
RBB (Right bundle branch block).
c) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES,
dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
4. Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak
lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon
aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai
berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan
tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
7. Komplikasi Asma
Komplikasi dari asam yaitu diantaranya :
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Bronchiolitis
3. Pneumonia
4. Emphysema.
5. Hipoksemia
6. Pneumothoraks
7. Emfisema
8. Deformitas thoraks
9. Gagal nafas
8. Penatalaksanaan Asma
Adapun penatalaksanaan pada asma yaitu :
1. Pengobatan dengan obat-obatan, seperti :
a) Beta agonist(beta adrenergik agent)
b) Methylxanlines (enphy bronkodilator)
c) Anti kolinergik (bronkodilator)
d) Kortikosteroid
e) Mast cell inhibitor(lewat inhalasi)
1. Pengkajian
a. Biodata
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma adalah dispnea
asma baik gangguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar,
sampai lingkungan kerja. Seorang dengan beban hidup yang berat lebih
yang salah dapat menghambat respons kooperatif pada diri pasien. Cara
memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan
pasien.
h. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
sehingga tubuh tidak dapat mentolerir rasa lelah maka tubuh akan
j. Pemeriksaan Fisik
asma.
1. Keadaan Umum
2. B1 (Breathing)
2008).
normal(Muttaqin, 2008)
ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan
ekspirasi(Muttaqin, 2008).
3. B2 (Blood)
CRT(Muttaqin, 2008).
4. B3 (Brain)
5. B4 (Bladder)
dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada
syok(Muttaqin, 2008).
6. B7 (Bowel)
kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dispnea saat makan, laju
7. B8 (Bone)
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
C. Studi Literatur
1. Putra Agina Widyaswara Suwaryo (2021) Literature Review , Efektifitas
Pemberian Semi Fowler Dan Fowler Terhadap Perubahan Statu
Pernapasan Pada Pasien Asma. Kejadian penyakit asma lebih tinggi
Pada perempuan dibanding laki-laki Dengan kelompok usia diatas ≥ 45
tahun (riskesdas, 2013). Pada pasien asma Keluhan utama yang
dirasakan adalah Sesak napas. Sesak napas ini juga asma adalah
kelainan inflamasi kronik saluran napas yang Menyebabkan sesak napas
sehingga dalam keadaan klinis dapat Terjadi penurunan frekuensi
pernapasan dan saturasi oksigen. Salah Satu intervensi yang dapat
dilakukan pada pasien asma untuk Memaksimalkan ventilasi paru adalah
pemberian posisi semi fowlert Dan fowler. Tujuannya adalah untuk
mengetahui evidence base Exercise efektifitas pemberian poisisi semi
fowler dan fowler Terhadap perubahan frekuensi pernapasan dan
saturasi oksigen Pasien asma.
2. Heldawati (2017) Analisa Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien
Dengan Asma Bronkial Dengan Intervensi Inovasi Teknik Relaksasi
Nafas Dalam Dengan Posisi High Fowler Terhadap Perubahan Kadar
Saturasi Oksigen. Salah satu penyakit non infeksi yang banyak di jumpai
di masyarakat yang menyerang baik anak-anak, orang dewasa maupun
orang tua adalah penyakit asma bronkiale. Asma Bronkiale merupakan
suatu keadaan saluran nafas (bronkus) mengalami penyempitan karena
hipereaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan dan penyempitan yang bersifat sementara. Penyempitan ini
dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, asap,
bulu binatang, udara dingin, olahraga yang berlebihan, infeksi saluran
pernafasan atas, gangguan emosi atau stres. Asma merupakan penyakit
obstruksi saluran nafas dengan gejala-gejala batuk, mengik dan sesak
nafas. Penyempitan saluran nafas pada asma terjadi sebagai akibat
adanya obstruksi bronkus dan spasme otot polos pada bronkus sehingga
penderita mengalami kesulitan dalam bernafas. Penyebab asma pada
umumnya adalah allergen, dalam keadaan ini penderita perlu melakukan
aktivitas fisik yang tidak terlalu berat dan dapat meningkatkan kontraksi
otototot pernafasan dan dapat mengurangi frekuensi serangan asma.
5. Pratyahara, (2011). Posisi pasien juga dapat menjadi salah satu hal yang
dapat memperberat keadaan asma yang dirasakannya oleh karna itu dapat
ditambahkan dengan perubahan posisi pada pasien seperti semi-fowler dan
high fowler. Posisi semi-fowler adalah sebuah posisi setengah duduk atau
duduk dimana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau di naikan 45 o dan
posisi ini dilakukan dengan maksud untuk mempertahankan kenyamanan
dan memfasilitasi fungsi pernafasan pasien (Aziz, 2008). Sedangkan posisi
high fowler adalah posisi dimana tempat tidur diposisikan dengan
ketinggian 60o - 90o dan bagian lutut tidak ditinggikan. Posisi high fowler
ini sangat memabantu bagi pendetira yang mengalami dyspnea karena
menghilangkan tekanan pada diafragma yang memungkinkan pertukaran
volume yang lebih besar dari udara.
9. Arifian & Kismanto (2018) bahwa posisi semi fowler dimana kepala dan
tubuh dinaikkan 45º membuat oksigen didalam paru–paru semakin
meningkat sehingga memperingan kesukaran napas. Penurunan sesak
napas tersebut didukung juga dengan sikap pasien yang kooperatif,
patuh saat diberikan posisi semi fowler sehingga pasien dapat bernafas.
Posisi semi fowler. Secara teori, melalui latihan pernafasan akan
menyebabkan peningkatan peredaran darah ke otot-otot pernafasan.
Lancarnya aliran darah akan membawa nutrisi (termasuk kalsium dan
kalium) dan oksigen yang lebih banyak ke otot-otot pernafasan.
Kekuatan otot pernafasan yang terlatih ini akan meningkatkan
compliance paru dan mencegah alveoli menjadi kolaps atau ateletaksis.
10. Thomas Ari Wibowo (2017). Analisa Praktik Klinik Keperawatan Pada
Pasien Dengan Asma Bronkial Dengan Intervensi Inovasi Teknik
Relaksasi Nafas Dalam Dengan Posisi High Fowler. Pada penderita
asma yang serius, terlihat dengan jelas bahwa penderita akan mengalami
kesulitan bernafas. Nafasnya tersengal-sengal dan berbunyi (mengi),
pada kondisi terburuk badan bagian atas penderita akan menegang
karena berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas. Tujuan dan
mekanisme dilakukan latihan dan posisi duduk ini adalah untuk
memfasilitasi pasien yang sedang kesulitan bernapas. Dikarenakan
adanya gaya gravitasi yang menarik diafragma kebawah sehingga
ekspansi paru jauh lebih baik pada posisi semi-fowler,sedangkan pada
posisi high fowler bertujuan menghilangkan tekanan pada diafragma dan
memungkin kan pertukaran volume yang lebih besar dari udara.dari
hasil pengamatan ditemukan posisi high fowler dapat meningkatkan
saturasi Sp02 lebih maksimal.
Inovasi Pembuatan media Poster relaksasi nafas dalam dengan posisi high
fowler ini diharapkan mempermudah keluarga dan pasien dalam mengatasi
sesak nafas sehingga tindakan mandiri ini menjadikan sesak pasien berkurang
dan pasien dapat rileks, serta media media Poster relaksasi nafas dalam
dengan posisi high fowler ini juga bisa menjadi intervensi non farmakologi
bagi perawat di ruangan dalam mengatasi sesak yang dialami oleh anak asma.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada Karya Ilmiah Asuhan keperawatan pada kasus pasien hipertensi di IGD
RSUD AWS Samarinda yang dilakukan oleh penulis didapatkan data
subyektif dan obyektif yang mengarah pada masalah keperawatan yaitu
bersihan jalan napas tidakefektif, ketidakefektifan pola nafas, gangguan
pertukaran gas dan ansietas. Dari ke 4 masalah keperawatan yang ditemukan,
dalam 3 kasus pasien diatas memiliki prioritas masalah yang berbeda-beda.
Masalah keperawatan diurutkan dalam bentuk prioritas tinggi, sedang dan
rendah.
Masalah yang ditemukan dalam ketiga kasus yang telah dibahas sama, dan
gejala yang paling menonjol adalah sesak napas dan batuk disertai secret yang
kental. Hal ini dapat disebabkan oleh allergen yang memicu untuk terjadinya
spasme jalan napas sehingga klien mengalami sesak dan penumpukan secret
dan secret lengker dibronkus menyebabkan secret sulit untuk dikeluarkan.
Teknik terapi ini sangat baik bagi kesehatan, teknik terapi ini merupakan
terapi komplementer inovasi yang mudah diterapkan dan dapat bermanfaat
menurunkan sesak napas dan meningkatkan kadar saturasioksigen.
B. Saran
BAB III
LAPORAN KASUS
I. PENGKAJIAN
A. Biodata
Nama Klien : An. L
Umur : 11 Tahun
Alamat Klien : dsn. 3 rt 011/006 saimbikarto, sekampung lamtim
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Suku bangsa : Jawa/ Indonesia
No.RM : 149381
Tanggal masuk RS : 15 Maret 2022
Dx. Medis : Asma
Penanggung Jawab
Nama : Ny.N
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : dsn. 3 rt 011/006 saimbikarto, sekampung
Hubungan dengan klien : Ibu
b. Pertumbuhan
1) Tinggi Badan : 100 cm
2) Berat Badan : 14 kg
3) Lingkar Kepala : 54 cm
4) Lingkar Lengan Atas : 16 cm
c. Imunisasi
Klien sudah mendapat imunisasi lengkap : BCG, Polio I, II, III, ;
DPT I, II, III ; dan campak
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu klien mengatakan keluarga tidak ada yang mengalami sakit
seperti klien. Dan keluarga tidak ada yang mengalami penyakit seperti
TBC, DM, hipertensi maupun penyakit serius lainnya.
F. Pola Aktivitas Sehari-hari
1. Pola Persepsi kesehatan atau penanganan kesehatan
SMRS : Ibu klien megatakan kesehatan memang penting dan klien bila
sakit mudah kerjasama untuk proses penyembuhan dirinya
misalnya teratur minum obat, dan hindari pantangan.
MRS : Ibu klien mengatakan bahwa klien dan dirinya belum
mengerti tentang asma dan bagaimana penanganan dirumah
jika klien tiba tiba kambuh.
2. Pola Nutrisi / Metabolik
SMRS : Ibu klien mengatakan pasien susah makan, makan 3x sehari
porsi sedikit, dan tidak suka sayur klien hanya makan sedikit
nasi dan lauknya saja. Minum 6 gelas per hari. BB : 14,5 kg.
MRS : Klien makan 2x/sehari sesuai diit dari RS tetapi tidak habis.
Minum 4 gelas per hari. BB: 14 kg.
3. Pola Eliminasi
SMRS : BAB 1x sehari warna kuning konsistensi lembek berbau khas,
BAK 4-5x perhari warna kuning jernih berbau khas.
MRS : Klien belum BAB sejak dirawat di RS, BAK 2x, warna
kuning berbau khas.
4. Pola aktivitas / latihan
SMRS : Klien aktif bermain dengan teman sebayanya.
MRS : Klien dibantu oleh ibunya dalam melakukan aktivitasnya,
seperti mandi, makan, ganti baju, dan pasien hanya terlihat
berbaring ditempat tidur.
5. Pola Istirahat / tidur
SMRS : Klien tidur 9 jam sehari, tidur siang kurang lebih 2 jam.
MRS : Klien susah tidur dan sering terbangun pada malam hari.
Lama tidur 7 jam sehari.
6. Pola perseptif kognitif
SMRS : Klien dapat melihat dengan normal dan bisa
mendengarkan dengan jelas, dalam pengecapan klien tidak
ada masalah, klien bisa mengecap makanan dengan baik.
MRS : Klien dapat melihat dengan normal dan bisa
mendengarkan dengan jelas, dalam pengecapan klien tidak
ada masalah, klien bisa mengecap makanan dengan baik.
7. Pola koping/toleransi stress
SMRS : Ibu klien mengatakan klien adalah klien anak periang.
MRS : Klien hanya tiduran dan apabila klien kesakitan klien
menangis dan rewel.
8. Pola Konsep diri
SMRS : Klien dapat melakukan aktifitas sesuai kemampuan.
MRS : Klien hanya tiduran dan menganggap kondisi nya sedang
lemah.
14. Terapi
a. IVFD RL = 20 tetes/menit
b. Oksigen 2 L/menit nasal kanul
c. Nebu : Ventolin 4 x 2,5 mg
d. Ambroxol 3 x sehari 2,5 ml syr
e. Diet Gizi seimbang
ANALISA DATA
DO :
Ibu klien bertanya-tanya tentang penyakit
asma
III. PERENCANAAN
Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx 1 Setelah dilakukan tindakan a. Pantau status a. Mengetahui tingkat
keperawatan 2 x 24 jam pernafasan gangguan yang terjadi
diharapkan klien mampu klien dan membantu dalam
menunjukkan keefektifan b. Tempatkan menetukan intervensi
bersihan jalan napas, dengan posisi yang yang akan diberikan.
kriteria hasil : nyaman : semi b. Memaksimalkan
a. Mendemonstrasikan batuk fowler ekspansi paru dan
efektif dan suara nafas c. Anjurkan menurunkan upaya
yang bersih, tidak ada klien untuk pernapasan.
sianosis dan dispneu banyak c. Mengoptimalkan
(mampu mengeluarkan minum air keseimbangan cairan
sputum, bernafas dengan hangat dan membantu
mudah, tidak ada pursed d. Latih batuk mengencerkan sekret
lips) efektif sehingga mudah
b. Menunjukkan jalan nafas e. Lakukan dikeluarkan
yang paten(klien tidak Nebulizer d. Fisioterapi dada/ back
merasa tercekik, irama f. Kolaborasi massage dapat
nafas, frekuensi dengan membantu
pernafasan dalam rentang dokter untuk menjatuhkan secret
normal, tidak ada suara pemberian yang ada dijalan
nafas abnormal) obat nafas.
bronkodilator e. Tindakan nebulizer
sesuai akan mengencerkan
indikasi lendir.
f. Broncodilator
meningkatkan ukuran
lumen percabangan
trakeobronkial
sehingga menurunkan
tahanan terhadap
aliran udara.
Dx. 2 Setelah dilakukan tindakan a. Beri a. Klien dapat
keperawatan selama 1x24 jam dorongan mengungkapkan
diharapkan kecemasan klien mengung- penyebab
teratasi dengan kriteria hasil : kapkan kecemasannya
ketakutan/ma sehingga perawat
a. Mengidentifikasi,
salah dapat menentukan
mengungkapkan dan
b. Libatkan tingkat kecemasan
menunjukkan tehnik untuk
keluarga klien dan menentukan
mengontrol cemas.
untuk intervensi untuk klien
b. Postur tubuh, ekspresi menenangka selanjutnya.
wajah, bahasa tubuh dan n klien b. Dukungan keluarga
tingkat aktivfitas c. Mengins- dapat memperkuat
menunjukkan truksikan mekanisme koping
berkurangnya kecemasan. klien untuk klien sehingga tingkat
mengguna- ansietasnya berkurang
kan tekhnik c. Tekhnik relaksasi
relaksasi yang diberikan pada
klien dapat
mengurangi ansietas
Dx 3 Setelah dilakukan tindakan a. Kaji tingkat a. Mengetahui tingkat
keperawatan selama 1x24 jam pengetahuan pengetahuan pasien
diharapkan klien dan keluarga pasien dan tntang asma
menunjukkan pengetahuan keluarga
b. Meningkatkan
tentang proses penyakit dengan
b. Gambarkan pengetahuan klien
kriteria hasil :
tanda dan tentang tanda dan
a. Pasien dan keluarga
gejala yang gejala asma
menyatakan pemahaman
biasa muncul
tentang penyakit, kondisi, c. Meningkatkan
pada
dan program pengobatan pengetahuan klien
penyakit,
b. Pasien dan keluarga dengan cara tentang proses
mampu menjelaskan yang tepat. penyakit.
kembali apa yang
c. Gambarkan
dijelaskan perawat / tim
proses
kesehatan lainnya.
penyakit
dengan cara
yang tepat
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, H. Yunus, F.2008. Proses Metabolisme pada Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK), J Respire Indo, Vol 28 No 3, Jakarta
Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Keperawatan Keluarga Konsep Teori, Proses dan Praktik
Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Barbara Engram. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Brunner dan Suddarth.2002. Keperawatan Medikal Bedah (Ed.8, Vol. 1,2), Alih
bahasa oleh Agung Waluyo (dkk). Jakarta : EGC
Febraska, Anastasia Indah. 2014. Pengaruh Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap
Penurunan Sesak Nafas Pada Asuhan Keperawatan Tn. A Dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronik (PPOK) Di Bangsal Mawar 1 RSUD Karanganyar. Karya Tulis Ilmiah.
GINA (Global Initiative for Asthma). 2006. Pocket Guide for Asthma Management
and Prevension In Children.
Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC
Ikawati, Z., 2011, Farmakoterapi Penyakit Sistem Saraf Pusat, Yogyakarta : Bursa
Ilmu
Kustanti, E. dan Widodo, A. 2008. Pengaruh teknik relaksasi terhadap perubahan
status mental klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa daerah Surakarta. Berita Ilmu
Keperawatan. September 2008. Vol.1 No.3
PDPI (Persatuan Dokter Paru Indonesia). 2004 Asma, pedoman diagnosis &
penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal.
Jakarta : EGC
Supadi, E. Nurachmah, dan Mamnuah. 2008. Hubungan Analisa Posisi Tidur Semi
Fowler Dengan Kualitas Tidur Pada Klien Gagal Jantung Di RSU Banyumas Jawa
Tengah. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Volume IV No 2 Hal 97-108.
L
A
M
P
I
R
A
N
LEMBAR KONSULTASI