Anda di halaman 1dari 44

LITERATUR RIVIEW PENGARUH TERAPI MUSIK

TERHADAP SOSIALISASI PADA PASIEN YANG


MENGALAMI GANGGUAN PERSEPSI SENSORI:
HALUSINASI PENDENGARAN

Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners (KIAN)

Disusun untuk memenuhi syarat syarat memperoleh gelar Ners (Ns)

Disusun oleh:
Ilham Syehabudin
NIM: 1490121084

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang termasuk berat. Menurut

World Health Organization (WHO, 2016) bahwa skizofrenia diderita lebih

dari 21 juta orang di seluruh dunia Menurut WHO (World Health

Organization) tahun 2017 masalah gangguan jiwa di dunia ini sudah menjadi

masalah yang semakin serius.

WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia ini

ditemukan mengalami ganguan jiwa. Berdasarkan data statistik, angka pasien

gangguan jiwa memang sangat menghawartikan (Yosep, 2010).Di Rumah

Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh klien

gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan dan

20% adalah halusinasi penghiduan, pengecapan dan perabaan.

Dampak negatif halusinasi pendengaran adalah pasien dapat melukai

dirinya sendiri atau orang lain. nPasien sangat terganggu dan gelisah karena

seringnya frekuensi, banyaknya jumlah tekanan dan tingginya intensitas

tekanan dari halusinasi pendengaran yang membuat mereka sulit membedakan

khayalan dengan kenyataan yang membuat mereka depresi. 46% pasien

skizofrenia mengalami depresi. Depresi pada pasien skizofrenia dengan

halusinasi mengakibatkan 9%-13% bunuh diri dan 20%-50% diantaranya


mulai melakukan percobaan bunuh diri. Hal tersebut sangat mengancam jiwa

sehingga memerlukan penangganan cepat dan harus tepat (Stuart, 2016).

Berdasarkan hasil pengkajian di Rumah Sakit Jiwa Medan

ditemukan 85% klien dengan kasus halusinasi. Menurut perawat di Rumah

Sakit Grhasia Propinsi Daerah Istimewah Yogyakarta khususnya di ruang

kelas III rata-rata angka halusinasi mencapai 46,7% setiap bulannya

(Mammu’ah, 2018).

Menurut Yosef (2010), diperkirakan lebih dari 90% pasien dengan

skizofrenia mengalami halusinasi. Stuart dan Laraia (2005) mengatakan

bahwa, halusinasi pendengaran paling banyak diderita yaitu hampir mencapai

70%. Halusinasi pendengaran biasanya mengalami berbagai hal seperti

mendengarkan suara atau kebisingan yang kurang keras sampai katakata yang

jelas berbicara tentang klien dan bahkan sampai percakapan lengkap antara

dua orang atau lebih, dan paling sering suara orang. Halusinasi pendengaran

yang dialami pasien bahkan memengaruhi pikiran, dimana pasien

diperintahkan untuk melakukan sesuatu yang kadang-kadang membahayakan

(Muhith, 2015).

Terapi musik terdiri dari dua kata yaitu terapi dan musik. Kata terapi

berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk membantu atau

menolong orang. Biasanya kata tersebut digunakan dalam konteks masalah

fisik dan mental. Terapi musik adalah sebuah terapi kesehatan yang

menggunakan musik di mana tujuannya adalah untuk meningkatkan atau

memperbaiki kondisi fisik, emosi, kognitif dan sosial bagi individu dari
berbagai kalangan usia. Bagi orang sehat, terapi musik bisa dilakukan untuk

mengurangi stres dengan cara mendengarkan musik.Terapi musik sangat

mudah diterima organ pendengaran dan kemudian melalui saraf pendengaran

disalurkan ke bagian otak yang memproses emosi yaitu sistem limbik.Pada

sistem limbik di dalam otak terdapat neurotransmitter yang mengatur

mengenai stres, ansietas, dan beberapa gangguan terkait ansietas. Musik dapat

mempengaruhi imajinasi, intelegensi, dan memori, serta dapat mempengaruhi

hipofisis di otak untuk melepaskan endorfin.

Musik dibagi atas 2 jenis yaitu musik “acid” (asam) dan “alkaline”

(basa). Musik yang menghasilkan acid adalah musik hard rock dan rapp yang

membuat seseorang menjadi marah, bingung, mudah terkejut dan tidak fokus.

Musik yang menghasilkan alkaline adalah musik klasik yang lembut, musik

instrumental, musik meditatif dan musik yang dapat membuat rileks dan

tenang seperti musik klasik.

Kolaborasi dengan psikofarmaka adalah cara penanganan halusinasi

disamping psikoterapi. Obat-obatan yang dipakai adalah obat antipsikotik

golongan tipikal dan golongan atipikal sesuai dengan tanda dan gejala

(Rhoads & Murphy, 2015).

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh terapi musik terhadap sosialisasi pada pasien

yang mengalami gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

berdasarkan literatur review.


C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh terapi

musik terhadap sosialisasi pada pasien yang mengalami gangguan persepsi

sensori: halusinasi pendengaran.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Menambah wawawasan pengetahuan terkait dengan efektifitas terapi

musik klasik terhadap pasien halusinasi pendengaran.

2. Manfaat Praktis

Manfaat Praktis pada penelitian ini mencakup:

a. Bagi klien dan keluarga

Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang efektifitas terapi

musik klasik terhadap pasien halusinasi pendengaran.

b. Bagi Institusi pendidikan

Dapat di gunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan

asuhan keperawatan tentangefektifitas terapi musik klasik terhadap

pasien halusinasi pendengaran.

c. Bagi perawat

Meningkatkan kemampuan dalam menerapkan asuhan keperawatan

pada klien gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran.


BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Halusinasi

1. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek

rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh

pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang

pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi

palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman.

Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan

jiwa mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas (Yusuf, PK, &

Nihayati, 2015).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang

dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa

suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus

yang nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015).

Halusinasi pendengaran merupakan gangguan stimulus dimana

pasien mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan,

mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal

yang berbahaya) (Trimelia, 2011). Sedangkan halusinasi pendengaran

menurut (Damaiyanti, 2014), merupakan suatu kondisi dimana klien


mendengar suara-suara yang tidak berhubungan dengan stimulasi nyata

yang orang lain tidak mendengarnya.

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

halusinasi pendengaran adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami

gangguan persepsi pendengaran berupa suara-suara palsu yang tidak

berhubungan dengan stimulus nyata dan pasien mengalami perubahan

dalam hal orientasi realitas.

2. Rentang Respon Halusinasi

Respon Adaptif Respon Psikososial Respon Maladaptif

 Pikiran logis  Pikiran kadang  Gangguan pikiran


 Persepsi akurat menyimpang  Halusinasi
 Emosi konsistensi  Ilusi  Sulit merespon
dengan  Reaksi emosi tidak emosi
pengalaman stabil  Perilaku
 Perilaku sesuai  Perilaku aneh/tidak disorganisasi
 Berhubungan biasa  Isolasi sosial
sosial  Menarik diri

Skema Rentang Respon Halusinasi

Sumber : Trimelia, 2011


Keterangan :

a. Respon Adaptif

Respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya yang

berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika

menghadapi suatu masalah dan akan dapat memecahkan masalah

tersebut.

Adapun respon adaptif yakni :

1) Pikiran Logis merupakan pandangan yang mengarah pada

kenyataan yang dapat diterima akal.

2) Persepsi Akurat merupakan pandangan dari seseorang tentang

suatu peristiwa secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.

3) Emosi Konsisten dengan Pengalaman merupakan perasaan jiwa

yang timbul sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami.

4) Perilaku Sosial dengan kegiatan individu atau sesuatu yang

berkaitan dengan individu tersebut yang diwujudkan dalam bentuk

gerak atau ucapan yang tidak bertentangan dengan moral.

5) Hubungan Sosial merupakan proses suatu interaksi dengan orang

lain dalam pergaulan ditengah masyarakat dan lingkungan

b. Respon Psikososial

Adapun respon psikososial yakni:

1) Pikiran terkadang menyimpang berupa kegagalan dalam

mengabstrakan dan mengambil kesimpulan.


2) Ilusi merupakan pemikiran atau penilaian yang salah tentang

penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena

rangsangan panca indera.

3) Emosi berlebihan dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi

yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.

4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi

batas kewajaran

5) Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindar interaksi

dengan orang lain, baik dalam berkomunikasi maupun

berhubungan sosial dengan orang-orang di sekitarnya

c. Respon Maladaptif

Respon maladaptif merupakan respon individu dalam menyelesaikan

masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan

lingkungan.

Adapun respon maladaptif yakni:

1) Kelainan pikiran (waham) merupakan keyakinan yang secara

kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan

bertentangan dengan keyakinan sosial.

2) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang

salah terhadap rangsangan.

3) Kerusakan proses emosi merupakan ketidakmampuan mengontrol

emosi seperti menurunnya kemampuan untuk mengalami

kesenangan, kebahagiaan, dan kedekatan.


4) Perilaku tidak terorganisir merupakan ketidakteraturan perilaku

berupa ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang di

timbulkan.

5) Isolasi sosial merupakan kondisi dimana seseorang merasa

kesepian tidak mau berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan

sekitarnya. (Stuart, 2017).

3. Etiologi Halusinasi

a. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi menurut Yosep ( 2011 ) :

1) Faktor pengembangan

Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya

mengontrol emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan klien

tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi hilang percaya

diri.

2) Faktor sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak terima dilingkungan sejak bayi akan

membekas diingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa

disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.

3) Faktor biokimia

Adanya stres yang berlebihan yang dialami oleh seseorang maka

didalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat

halusinogenik neurokimia dan metytranferase sehingga terjadi

ketidaksembangan asetil kolin dan dopamin.


4) Faktor psikologis

Tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung jawab akan mudah

terjerumus pada penyelah gunaan zat adaptif. Klien lebih memilih

kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.

5) Faktor genetik dan pola asuh

Hasil studi menujukan bahwa faktor keluarga menunjukan

hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor Presipitasi

Penyebab halusiansi dapat dilihat dari lima dimensi menurut (Rawlins,

1993 dalam Yosep, 2011).

1) Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti

kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga

delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam

waktu yang lama.

2) Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak

dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari

halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan manakutkan. Klien

tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut sehingga dengan

kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.


3) Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa individu dengan

halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego.

Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk

melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang

menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh

perhatian klien dan tidak jarang akan mengobrol semua perilaku

klien.

4) Dimensi sosial

Klien mengganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata

sangat membahayakan, klien asik dengan halusinasinya, seolah-

olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan

interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak di dapatkan

dalam dunia nyata.

Isi halusinasi di jadikan sistem kontrol oleh individu tersebut,

sehingga jika perintah halusinasi berupa ancama, dirinya ataupun

orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek

penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan

menupayakan suatu prosesinteraksi yang menimbulkan pengalam

interpersonal yang memuaskan, serta menguasakan klien tidak

menyediri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungan

dan halusinasi tidak lagsung.


5) Dimensi spiritual

Klien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas tidak bermakna,

hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupanya secara spiritual

untuk menyucikan diri. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam

upaya menjemput rejeki, memyalahkan lingkungan dan orang lain

yang menyebabkan takdirnya memburuk.

4. Klasifikasi Halusinasi

Klasifikasi halusinasi terbagi menjadi 5 menurut Yusuf (2015).

a. Halusinasi Pendengaran

Data objektif antara lain: bicara atau tertawa sendiri, marah tanpa

sebab, mengarahkan telinga kearah tertentu,klien menutup telinga.

Data subjektif antara lain: mendengarkan suara-suara atau kegaduhan,

mendengarkan suara yang ngajak bercakap-cakap, mendengarkan

suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.

b. Halusinasi Penglihatan

Data objektif antara lain: menunjuk kearah tertentu, ketakutan pada

sesuatu yang tidak jelas. Data subjektif anatar lain: melihat bayangan,

sinar, bentuk kartun, melihat hantu atau monster.

c. Halusinasi Penciuman

Data objektif antara lain: mencium seperti membaui bau-bauan tertentu

dan menutup hidung. Data subjektif antara lain: mencium baubau

seperti bau darah, feses, dan kadang-kadang bau itu menyenagkan.


d. Halusinasi Pengecapan

Data objektif antara lain: sering meludah, muntah. Data subjektif

antara lain: merasakan seperti darah, feses, muntah.

e. Halusinasi Perabaan

Data objektif antara lain: menggaruk-garuk permukaan kulit. Data

subjektif antara lain: mengatakkan ada serangga dipermukaan kulit,

merasa seperti tersengat listrik.

5. Manifestasi Klinis Halusinasi

Tanda-tanda halusinasi menurut Yosep (2010) & Fajariyah (2012)

meliputi sebagai berikut :

Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Halusinasi

Jenis Halusinasi Data Subjektif Data Objektif


Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak
Pendengaran mendengar suara bicara sendiri.
(Auditory-hearing atau kegaduhan. 2. Klien tampak
voices or sounds) 2. Klien mengatakan tertawa sendiri.
mendengar suara 3. Klien tampak
yang mengajaknya marah-marah
untuk bercakap- tanpa sebab.
cakap. 4. Klien tampak
3. Klien mengatakan mengarahkan
mendengar suara telinga ke arah
yang tertentu.
menyuruhnya 5. Klien tampak
untuk melakukan menutup telinga.
sesuatu yang 6. Klien tampak
berbahaya. menunjuk-nunjuk
4. Klien mengatakan kearah tertentu.
mendengar suara 7. Klien tampak
yang mengancam mulutnya komat
dirinya atau orang kamit sendiri.
lain
Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak
Penglihatan melihat seseorang tatapan mata pada
(Visual-seeing yang sudah tempat tertentu.
persons or things) meninggal, 2. Klien tampak
melihat menunjuk nunjuk
makhluk tertentu, kearah tertentu.
melihat bayangan 3. Klien tampak
hantu atau sesuatu ketakutan pada
yang menakutkan. objek tertentu
yang dilihat
Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak
Penghidu mencium sesuatu mengarahkan
(Olfactory-smeeling seperti : bau hidung
odors) mayat, bau darah, pada tempat
bau bayi, bau tertentu.
feses, atau bau 2. Ekspresi wajah
masakan, parfum klien
yang tampak seperti
menyenangkan. mencium sesuatu
2. Klien mengatakan dengan gerakan
sering mencium cuping hidung.
bau
sesuatu.
Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak
Perabaan ada sesuatu yang mengusap,
(Tactile-feeling menggerayangi menggaruk garuk,
bodily sensations) tubuh seperti meraba-raba
tangan, binatang permukaan
kecil, atau kulitnya.
makhluk halus. 2. Klien tampak
2. Klien mengatakan menggerak-
merasakan sesuatu gerakkan
di permukaan tubuhnya seperti
kulitnya seperti merasakan sesuatu
merasakan sangat merabanya.
panas atau dingin,
merasakan
tersengat aliran
listrik, dan
sebagainya
Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak
Pengecapan merasakan seperti mengecap
(Gustatoryexperiencing makanan tertentu, sesuatu.
tastes) rasa tertentu, atau 2. Klien tampak
mengunyah sering meludah.
tertentu padahal
tidak ada yang 3. Klien tampak
sedang mual atau muntah.
dimakannya.
2. Klien mengatakan
merasakan minum
darah, nanah.

Tanda-tanda yang berkaitan dengan halusinasi pendengaran meliputi

sebagai berikut :

a. Data Objektif :

1) Klien tampak bicara sendiri.

2) Klien tampak tertawa sendiri.

3) Klien tampak marah-marah tanpa sebab.

4) Klien tampak mengarahkan telinga ke arah tertentu.

5) Klien tampak menutup telinga.

6) Klien tampak menunjuk-nunjuk kearah tertentu.

7) Klien tampak mulutnya komat-kamit sendiri

b. Data Subjektif :

1) Klien mengatakan mendengar suara atau kegaduhan.

2) Klien mengatakan mendengar suara yang mengajaknya untuk

bercakap-cakap.

3) Klien mengatakan mendengar suara yang menyuruhnya untuk

melakukan sesuatu yang berbahaya.

4) Klien mengatakan mendengar suara yang mengancam dirinya atau

orang lain.
6. Tahapan Proses Terjadinya Halusinasi

Menurut Direja (2011), proses terjadinya halusinasi terbagi menjadi 4

tahap, yaitu :

a. Tahap I (Comforting)

Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum

halusinasi merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik klien

mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan, mencoba

berfokus pada pikiran yang dapat menghilangan ansietas, pikiran dan

pengalaman masih dalam kontrol kesadaran.

Perilaku klien yang mencirikan dari tahap I (Comforting) yaitu

tersenyum atau tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara,

pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan

berkonsentrasi.

b. Tahap II (Condeming)

Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi

menyebabkan rasa antisipasi dengan karakteristik pengalaman sensori

menakutkan, merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut,

mulai merasa kehilangan control, menarik diri dari orang lain.

Perilaku klien yang mencirikan dari tahap II yaiu dengan terjadi

peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah, perhatian

dengan lingkungan berkurang, konsentrasi terhadap pengalaman

sensorinya, kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan

realitas.
c. Tahap III (Controlling)

Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi tidak

dapat ditolak lagi dengan karakteristik klien menyerah dan menerima

pengalamansensorinya (halusinasi), isi halusinasi menjadi atraktif, dan

kesepian bila pengalaman sensori berakhir.

Perilaku klien pada tahap III ini adalah perintah halusinasi ditaati, sulit

berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap lingkungan

berkurang, hanya beberapa detik, tidak mampu mengikuti perintah dari

perawat, tampak tremor dan berkeringat.

d. Tahap IV (Conquering)

Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak panik.

Karakteristiknya yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila

tidak diikuti. Perilaku klien pada tahap IV adalah perilaku panik,

resiko tinggi mencederai, agitasi atau kataton, tidak mampu berespon

terhadap lingkungan.

7. Mekanisme Koping Halusinasi

Mekanisme koping merupakan perilaku yang mewakili upaya untuk

melindungi diri sendiri, mekanisme koping halusinasi menurut Yosep

(2016), diantaranya:

a. Regresi

Proses untuk menghindari stress, kecemasan dan menampilkan

perilaku kembali pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan


dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi

ansietas.

b. Proyeksi

Keinginan yang tidak dapat di toleransi, mencurahkan emosi pada

orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya

untuk menjelaskan kerancuan identitas).

c. Menarik diri

Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun

psikologis.

Reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber

stressor, sedangkan reaksi psikologis yaitu menunjukkan perilaku

apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut

dan bermusuhan.

8. Penatalaksanaan Halusinasi

a. Penatalaksanaan Medis

1) Psikofarmakoterapi

Terapi dengan menggunakan obat bertujuan untuk mengurangi

atau

menghilangkan gejala gangguan jiwa. Klien dengan halusinasi

perlu mendapatkan perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun

obatobatannya seperti :

a) Golongan butirefenon : haloperidol (HLP), serenace, ludomer.

Pada kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi


3 x 5 mg (IM), pemberian injeksi biasanya cukup 3 x 24 jam.

Setelahnya klien biasanya diberikan obat per oral 3 x 1,5 mg.

Atau sesuai dengan advis dokter (Yosep, 2016).

b) Golongan fenotiazine : chlorpromazine (CPZ), largactile,

promactile.

Pada kondisi akut biasanya diberikan per oral 3 x 100 mg,

apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi menjadi 1 x

100 mg pada malam hari saja, atau sesuai dengan advis dokter

(Yosep, 2016).

2) Terapi Somatis

Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan

gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif

menjadi perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang

ditujukan pada kondisi fisik pasien walaupun yang diberi perlakuan

adalah fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku pasien. Jenis

terapi somatis adalah meliputi pengikatan, ECT, isolasi dan

fototerapi (Kusumawati & Hartono, 2011).

a) Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau

manual untuk membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan

untuk melindungi cedera fisik pada klien sendiri atau orang

lain.

b) Terapi kejang listrik adalah bentuk terapi kepada pasien dengan

menimbulkan kejang (grandmal) dengan mengalirkan arus


listrik kekuatan rendah (2-3 joule) melalui elektrode yang

ditempelkan beberapa detik pada pelipis kiri/kanan (lobus

frontalis) klien.

c) Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri

diruangan tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan

melindungi klien, orang lain, dan lingkungan dari bahaya

potensial yang mungkin terjadi. akan tetapi tidak dianjurkan

pada klien dengan risiko bunuh diri, klien agitasi yang disertai

dengan gangguan pengaturan suhu tubuh akibat obat, serta

perilaku yang menyimpang.

d) Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada

klien dengan mengurangi jumlah jam tidur klien sebanyak 3,5

jam. cocok diberikan pada klien dengan depresi.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan terapi keperawatan pada klien skizofrenia dengan

halusinasi bertujuan membantu klien mengontrol halusinasinya

sehingga diperlukan beberapa tindakan keperawatan yang dapat

dilakukan perawat dalam upaya meningkatkan kemampuan untuk

mengontrol halusinasinya yaitu dengan tindakan keperawatan generalis

dan spesialis (Kanine, 2012).

1) Tindakan Keperawatan Generalis : Individu dan Terapi Aktifitas

Kelompok
Tindakan keperawatan generalis individu berdasarkan standar

asuhan keperawatan jiwa pada klien skizofrenia dengan halusinasi

oleh Carolin (2008), maka tindakan keperawatan generalis dapat

dilakukan pada klien bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

kognitif atau pengetahuan dan psikomotor yang harus dimiliki oleh

klien skizofrenia dengan halusinasi yang dikemukakan oleh Millis

(2000, dalam Varcolis, Carson dan Shoemaker, 2006), meliputi : 1)

Cara mengontrol halusinasi dengan menghardik dan mengatakan

stop atau pergi hingga halusinasi dirasakan pergi, 2) Cara

menyampaikan pada orang lain tentang kondisi yang dialaminya

untuk meningkatkan interaksi sosialnya dengan cara

bercakapcakap dengan orang lain sebelum halusinasi muncul, 3)

Melakukan aktititas untuk membantu mengontrol halusinasi dan

melawan kekhawatiran akibat halusinasi seperti mendengarkan

musik, membaca, menonton TV, rekreasi, bernyanyi, teknik

relaksasi atau nafas dalam. Kegiatan ini dilakukan untuk

meningkatkan stimulus klien mengontrol halusinasi.4) Patuh

minum obat.

Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) yang dilakukan pada klien

skizofrenia dengan halusinasi adalah Terapi Aktifitas Kelompok

(TAK) Stimulasi Persepsi yang terdiri dari 5 sesi yaitu : 1) Sesi

pertama mengenal halusinasi, 2) Sesi kedua mengontrol halusinasi

dengan memghardik, 3) Sesi ketiga dengan melakukan aktifitas, 4)


Sesi keempat mencegah halusinasi dengan bercakap dan 5) Sesi

kelima dengan patuh minum obat.

2) Tindakan Keperawatan Spesialis : Individu dan Keluarga

Terapi spesialis akan diberikan pada klien skizofrenia dengan

halusinasi setelah klien menuntaskan terapi generalis baik individu

dan kelompok. Adapun terapi spesialis meliputi terapi spesialis

individu, keluarga dan kelompok yang diberikan juga melalui

paket terapi Cognitive Behavior Therapy (CBT).

Tindakan keperawatan spesialis individu adalah Cognitive

Behavior Therapy (CBT). Terapi Cognitive Behavior Therapy

(CBT) pada awalnya dikembangkan untuk mengatasi gangguan

afektif tetapi saat ini telah dikembangkan untuk klien yang resisten

terhadap pengobatan.

Adapun mekanisme pelaksanaan implementasi keperawatan

sebagai berikut: langkah awal sebelum dilakukan terapi generalis

dan spesialis adalah mengelompokan klien skizofrenia dengan

halusinasi mulai dari minggu I sampai dengan minggu IX selama

praktik resdensi. Setelah pasien dikelompokan, selanjutnya semua

klien akan diberikan terapi generalis mulai dari terapi generalis

individu untuk menilai kemampuan klien skizofrenia dengan

halusinasi.

Langkah berikutnya adalah mengikutkan klien pada terapi

generalis kelompok yaitu Terapi Aktifitas Kelompok (TAK)


Stimulasi Persepsi Sensori Halusinasi. Demikian juga keluarga

akan dilibatkan dalam terapi keluarga. Hal ini bertujuan agar

keluarga tahu cara merawat klien skizofrenia dengan halusinasi di

rumah. Terapi keluarga dilakukan pada setiap anggota keluarga

yang datang mengunjungi klien.

Terapi spesialis keluarga yaitu psikoedukasi keluarga yang

diberikan pada keluarga klien skizofrenia dengan halusinasi adalah

Family Psycho Education (FPE) yang terdiri dari lima sesi yaitu

sesi I adalah identifikasi masalah keluarga dalam merawat klien

skizofrenia dengan halusinasi, sesi II adalah latihan cara merawat

klien halusinasi di rumah, sesi III latihan manajemen stres oleh

keluarga, sesi IV untuk latihan manajemen beban dan sesi V terkait

pemberdayaan komunitas membantu keluarga.

3) Komunikasi Terapeutik Pada Klien Gangguan Jiwa (Halusinasi)

Komunikasi terapeutik merupakan media utama yang digunakan

untuk mengaplikasikan proses keperawatan dalam lingkungan

kesehatan jiwa. Keterampilan perawat dalam komunikasi

terapeutik mempengaruhi keefektifan banyak intervensi dalam

keperawatan jiwa. Komunikasi terapeutik itu sendiri merupakan

komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu

penyembuhan/pemulihan pasien. Tujuan komunikasi terapeutik

membantu klien untuk menjelaskan dan mengurangi beban

perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk


mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada hal yang

diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal

mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan

egonya serta mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan

dirinya sendiri (Putri, N, & Fitrianti, 2018).

Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan

sebuah teknik khusus, ada beberapa hal yang membedakan

berkomunikasi antara orang gangguan jiwa dengan gangguan

akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :

(a) Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan

konsep diri, penderita gangguan penyakit fisik masih memiliki

konsep diri yang wajar (kecuali pasien dengan perubahan fisik,

ex : pasien dengan penyakit kulit, pasien amputasi, pasien

pentakit terminal dll).

(b) Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya

sendiri sedangkan penderita penyakit fisik membutuhkan

support dari orang lain.

(c) Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik,

penderita penyakit fisik bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga

ikut terganggu.

Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan

sebuah dasar pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar, ide

yang mereka lontarkan terkadang melompat, fokus terhadap topik


bisa saja rendah, kemampuan menciptakan dan mengolah kata –

kata bisa saja kacau balau.

Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita

gangguan jiwa :

(1) Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi,

baik meminta klien berkomunikasi dengan klien lain maupun

dengan perawat, pasien halusinasi terkadang menikmati

dunianya dan harus sering harus dialihkan dengan aktivitas

fisik.

(2) Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan

reinforcement.

(3) Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau

kegiatan yang bersama – sama, ajari dan contohkan cara

berkenalan dan berbincang dengan klien lain, beri penjelasan

manfaat berhubungan dengan orang lain dan akibatnya jika dia

tidak mau berhubungan dll.

(4) Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku

kekerasan maka harus direduksi atau ditenangkan dengan obat-

obatan sebelum kita support dengan terapi – terapi lain, jika

pasien masih mudah mengamuk maka perawat dan pasien lain

bisa menjadi korban.


B. Terapi Musik

Mendengarkan musik adalah terapi non farmakologi yang efektif.

Musik memiliki kemampuan menyembuhkan penyakit dan meningkatkan

kecerdasan. Ketika musik dapat meningkatkan, memulihkan dan memelihara

kesehatan fisik, mental, emosional, sosial dan spiritual. Di zaman modern ini,

terapi musik banyak digunakan oleh para psikolog dan psikiater untuk

mengobati berbagai gangguan jiwa, gangguan jiwa atau gangguan psikis.

Terapi musik mudah diterima oleh organ pendengaran, dan kemudian

menyebarkannya melalui saraf pendengaran ke bagian otak yang memproses

emosi, sistem limbik. Dalam sistem limbik otak, terdapat neurotransmiter

yang mengatur stres, kecemasan, dan beberapa penyakit terkait. Musik dapat

memengaruhi imajinasi, kecerdasan, dan memori, serta dapat memengaruhi

pelepasan endorphin.

Ada dua jenis musik, yaitu musik "acid" (asam) dan musik "alkaline"

(basa). Musik penghasil acid adalah musik hard rock yang dapat membuat

orang marah, bingung, kaget, dan penuh perhatian contohnya musik hard rock

dan rapp. Musik Alkaline adalah musik klasik yang lembut, yang dapat

membuat orang rileks dan tenang seperti halnya musik klasik.

Musik klasik Mozart dapat meningkatkan konsentrasi, daya ingat, dan

rasa ruang. Dalam gelombang otak, gelombang alfa mewakili perasaan tenang

dan kesadaran, dan rentang gelombangnya adalah 8 hingga 13 Hertz. Semakin

lambat gelombang otak, semakin rileks, puas dan damai yang dirasakan,
namun jika seseorang melamun atau merasa dalam keadaan gelisah atau

kurang perhatian secara emosional, maka teknik musik klasik dapat membantu

meningkatkan kesadaran dan meningkatkan kesejahteraan organisasi

Psikologis seseorang dengan 15 menit (Damayanti, Jumaini, & Utami, 2014).

Adapun tujuan dari terapi musik adalah memberikan rasa tenang, membantu

mengendalikan emosi, memberikan relaksasi pada tubuh dan pikiran

penderita, sehingga berpengaruh terhadap pengembangan diri, dan

menyembuhkan gangguan psikososialnya (G. Purnama et al., 2016).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam terapi musik menurut (Suryana,

2012) adalah sebagai berikut :

1. Hindari interupsi yang diakibatkan cahaya yang remang-remang dan

hindari menutup gorden atau pintu

2. Usahakan klien untuk tidak menganalisa musik, dengan prinsip nikmati

musik ke mana pun musik membawa

3. Gunakan jenis musik sesuai dengan kesukaan klien terutama yang

berirama lembut dan teratur. Upayakan untuk tidak menggunakan jenis

musik rock and roll, disco, metal dan sejenisnya. Karena jenis musik

tersebut mempunyai karakter berlawanan dengan irama jantung manusia.


C. Kerangka Teori

Skema 2.1 Kerangka Teori

Halusinasi Pendengaran
(Auditory-hearing
voices or sounds)

Faktor predisposisi: Faktor Presipitasi :


1. Faktor pengembangan 1) Dimensi fisik
2. Faktor sosiokultural 2) Dimensi emosional
3. Faktor biokimia 3) Dimensi Intelektual
4. Faktor psikologi 4) Dimensi sosial
5. Faktor genetik dan pola 5) Dimensi spiritual
asuh

Terapi Musik
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah studi literatur, secara

sistematis terkait topik yang diangkat yaitu pengaruh terapi musik terhadap

sosialisasi pada pasien yang mengalami gangguan persepsi sensori: halusinasi

pendengaran.

Metode penelitian yang digunakan adalah Literature review yang dapat

menjelaskan latar belakang penelitian suatu topik, alasan suatu topik penting

untuk diteliti, menemukan hubungan antara study atau ide penelitian,

mengidentifikasi tema, konsep, dan peneliti utama dalam satu topik,

idenifikasi kesenjangan utama dan membahas pertanyaan peneliti lebih lanjut

berdasarkan study sebelumnya (University of west florida, (2020) dalam

Nursalam, (2020).

B. Database Jurnal

Database yang digunakan adalah Google Scholar dan Portal Garuda.

Temuan dari beberapa database yang terseleksi berdasarkan diagram prisma

flow dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria eksklusi yang digunakan

dalam Literatur review ini yaitu Primary source yang berhubungan dengan

penggunaan terapi musik pada penyakit lain.


C. Batasan Waktu Publikasi

Temuan Jurnal yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam

kurun waktu 10 tahun terakhir (2012-2022). Jurnal yang digunakan berupa

jurnal nasional dan internasional, dengan penelitian kuantitatif dan metode

yang digunakan yaitu metode quasy eksperimen, true experimet, literature

review, dan narrative inquery. Jurnal yang digunakan berbentuk pdf, full text,

dan tidak berbayar.

D. Kata Kunci

Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword dan boolean

operator (AND, OR NOT or AND NOT) yang digunakan untuk memperluas

atau menspesifikkan pencarian, sehingga mempermudah dalam penentuan

artikel atau jurnal yang digunakan. Kata kunci dalam literature review ini

disesuaikan dengan Medical Subject Heading (MeSH) dan terdiri dari sebagai

berikut:

Tabel 3.1. Kata Kunci Studi Literatur

Halusinasi
Terapi musik Skizofrenia
Pendengan

E. Kriteria Inklusi dan Ekslusi


Strategi yang digunakan untuk mencari artikel menggunakan PICOS

ramework, yang terdiri dari:

1. Population/problem yaitu populasi atau masalah yang akan di analisis

sesuaidengan tema yang sudah ditentukan dalam studi literatur

2. Intervention yaitu suatu tindakan penatalaksanan terhadap kasus

perorangan atau masyarakat serta pemaparan tentang penatalaksanaan

studi sesuai dengan tema yang sudah ditentukan dalam studi literatur.

3. Comparation yaitu intervensi atau penatalaksanaan lain yang digunakan

sebagai pembanding, jika tidak ada bisa menggunakan kelompok kontrol

dalam studi yang terpilih.

4. Outcome yaitu hasil atau luaran yang diperolah pada studi terdahulu

yang sesuai dengan tema yang sudah ditentukan dalam studi literatur.

5. Study design yaitu desain penelitian yang digunakan dalam artikel yang

akan di review.

F. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan

PICOS, yaitu Population, Intervention, Comparison, Outcome, Studi design.

Berikut penjabarannya:

Tabel 3.2 Format PICOS dalam Literature Review


Kriteria Inklusi Ekslusi
Population Pasien halusinasi pendengaran Pasien halusinasi
penglihatan

Intervention Terapi musik Terapi Murrotal

Comparators No comparator
Outcomes Sumber Stres Pshycological. Bukan merupakan
Factor yang berhuungan dengan bahasan stress
stress pshycologi, Respon yang phsycological
ditunjukkan,
instrument yang digunakan
Study Design Type systematic review Quasi-experimental
and studies randomized
publication control and trial,
qualitative research and
cross-sectional studies
Publication Post 2022 Pre 2010
years
Lenguage English, Indonesian Language other than
Englis and Indonesia

G. Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas

1. Seleksi Studi

Proses pencarian jurnal dengan menggunakan database google

scholar dan portal garuda dengan hasil pencarian awal sebanyak 3.869

jurnal. Selanjutnya jurnal dipilih dan disesuaikan dengan kriteria inklusi

dan eksklusi. Dikeluarkan 104 jurnal karena diidentifikasi berdasarkan

duplikasi sehingga tersisa 3.765 jurnal. Dari 3.765 jurnal kemudian

diidentifikasi kembali berdasarkan judul jurnal dan hanya didapatkan

3.087 jurnal yang digunakan dan mengeluarkan 678 jurnal yang tidak

digunakan. Kemudian, diidentifikasi kembali berdasarkan abstrak yng

disesuakan dengan kriteia ekslusi dan didapatkan jurnal sebanyak 175


jurnal. Didapatkan 96 jurnal full text, lalu disesuaikan dengan kriteria

eksklusi dan mendapatkan 10 jurnal yang sesuai dengan kriteria inklusi

dan eksklusi yang akan digunakan sebagai bahan dalam kajian literatur

review.

Gambar1. Diagram PRISMA Flow

database Ekslusi (n=2.912)


Identification 1. Populasi
(n=3.869) Responden
tidak fokus
Dublication variabel
Identification dependen
(n=3.765) 2. Intervensi
dengan musik umum
Title untuk penyakit
Identification umum
(n=3.087) 3. Tidak

Abstract Eksklusi (n=86):


Identification 1. Primary source
(n=175) yang berhubungan
dengan penggunaaan
Artikel full text terapi musik pada
(n=96) penyakit lain
2. Artikel diterbitkan
sebelum 2015
Artikel full text di 3. Artikel hanya
telaah (n=10) mencantumkan
abstrak dan
berbayar.

Skema 3.3 Diagram Flow literature Review

Berdasarkan PRISMA 2009 (Sumber: Polit and Beck, 2013)

2. Penilaian Kualitas
Dalam skrining terakhir, delapan belas studi mencapai skor lebih

tinggi dari 50% dan siap untuk melakukan sintesis data, akan tetapi

karena penilaian terhadap risiko bias, dua studi dikeluarkan dan artikel

yang digunakan dalam Studi literatur terdapat 10 buah.

Risiko bias dalam Studi literatur ini menggunakan asesmen pada

metode penelitian masing-masing studi, yang terdiri dari (Nursalam,

2020):

a. Teori: Teori yang tidak sesuai, sudah kadaluwarsa, dan kredibilitas

yang kurang

b. Desain: Desain kurang sesuai dengan tujuan penelitian

c. Sample: Ada 4 hal yang harus diperhatikan yaitu Populasi, sampel,

sampling, dan besar sampel yang tidak sesuai dengan kaidah

pengambilan sampel

d. Variabel: Variabel yang ditetapkan kurang sesuai dari segi

jumlah, pengontrolan variabel perancu, dan variabel lainya.

e. Inturmen: Instrumen yang digunakan tidak memeliki sesitivitas,

spesivikasi dan dan validatas-reliablitas

f. Analisis Data: Analisis data tidak sesuai dengan kaidah analisis yang

sesuai dengan satandar


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Karakteristik Studi

Tabel 4.1 Literatur Riview

Penulis & Judul Tujuan Metode Populasi & Hasil


Tahun sampel
Rafina Efektifitas terapi Untuk mengetahui Quasy Populasi: seluruh pasien -Kelompok eksperimen (p value= 0,003)
damayanti, musik terhadap efektifitas terapi experim rawat inap di ruang dengan nilai alpha <0.05
Jumaini, & Sri penurunan tingkat musik terhadap ent siak, kuntan, - kelompok kontrol (p value= 0,141) dengan
utami. (2014) halusinasi pada penurunan tingkat sebayang, unit nilai alpha >0.05
pasien halusinasi halusinasi pada perawatan intensif
dengar di RSJ pasien halusinasi psikiatri Sampel: 34 Adanya penurunan tingkat halusinasi pada
Tampan Riau dengar di RSJ pasien kelompok eksperimen yang telah diberikan
Tampan Riau terapi musik di RS Jiwa tampan Provinsi Riau
prodi Ilmu Keperawatan Universitas
Riau
Selma Musik turki Mengetahui True experiment Populasi = 107 Penilaian kelompok kontrol dan kelompok
Bozkurt sebagai terapi kelayakan dan Sampel = 85 intervensi di dapatkan:
Zincir, kelompok untuk kemanjuran - P value pada minggu pertama = 0,99
Serkan pasien rawat skizofrenia - P value pada minggu kedua = 0,91
Zincir, Ayril inap dengan - P value pada minggu ketiga = 0,02
Yenel, Yigit kelayakan dan - P value pada minggu keempat = 0,02
Kivilcim, kemanjuran Dengan nilai alpha < 0,05
Bugra Cetin, skizofrenia Pasien menunjukkan pengurangan gejala
Cumhur kekerasan dan menunjukkan perbaikan
Tulay, Umit kemampuan adaptasi sosial dalam
Bazar Semiz, lingkungannya
(2014)
Arum Pratiwi, Tingkat Menurunkan Narative Populasi = semua pasien Respon penderita skizofrenia dengan
Agus penerimaan terapi tingkat inquery dengan halusinasi terhadap terapi musik berbeda- beda
Sudaryanto, stimulasi suara kekambuhan skizofrenia Sampel = 10 . terapi musik sukses mengontrol halusinasi
(2015). pada pasien terhadap dengan diagnosis tertentu.
pasien halusinasi pengalaman Terapi stimulasi suara berhasil dan
dengar halusinasi dengar menghilangkan halusinasi yang sedang
berlangsung pada pasien dengan diagnosa
medis skizofrenia undifferentiated.
Megan Hofer, The emotional Untuk mengetahui True experiment Populasi:total Nilai P value pada:
(2016). reactions of music reaksi emosional sampel Sampel:18 - Post test: 0,183
therapy siswa terhadap partisipan - Pre post: 0,41
students to terapi musik
stimulated dengan Nilai α<0,5
auditory menstimulasi Menunjukkan bahwa musik telah
hallucinations halusinasi membantu mencegah peningkatan
and music pendengaran dan pengaruh negatif lebih besar pada
musik kelompok experimen
Wury tri Efektifitas terapi Mengetahui Quasy Populasi: Total Uji nomalitas:
wiyanto, musik terhadap Efektifitas terapi experim populasi - Pre: P value=0,484
Marisca penurunan tanda musik terhadap ent Sampel: 30 pasien - Post: P value=0,204
agustina, dan gejala pada penurunan tanda dengan nilai alpha >0,05 Menilai
(2017). pasien halusinasi dan gejala pada efektifitas
pendengaran pasien halusinasi P value= 0,00 dengan nilai Alpha
pendengaran <0.05 Adanya Efektifitas terapi
musik terhadap penurunan tanda dan
gejala pada pasien halusinasi
pendengaran di ruang rawat inap
Elang, Merak, dan Perkutut di RS
Jiwa Dr
Soeharto Heerdjan Jakarta
Rosiana, Efektifitas terapi Mengetahui Quasy Populasi: 348 - kelompok eksperimen (p value= 0,001)
Jumaini, Yesi musik mozart efektifitas terapi experim pasien dengan nilai alpha <0.05
hasneli N, terhadap musik terhadap ent Sampel: 30 pasien - kelompok kontrol (p value= 0,786) dengan
(2018). penurunan skor penurunan skor nilai alpha >0.05.
halusinasi halusinasi Adanya penurunan skor halusinasi
pendengaran pada pendengaran pada pendengaran pada kelompok
pasien pasien skizofrenia eksperimen yang telah diberikan
skizofrenia di terapi musik di RS Jiwa tampan
RS Jiwa tampan Provinsi Riau prodi Ilmu
Provinsi Riau Keperawatan Universitas Riau
Peter Musical Untuk mengetahui Quasy Populasi: 207 Nilai signifikan dalam pengaruh musik terdahap
mosele, Ben hallusinations, pengaruh terapi experim pastisipan Sampel: perilaku antara lain:
alderson music imagery, musik terhadap ent 44 1. Respon menirukan lagu: p=0,001
day, and earworms: A mood dan partisipan 2. Respon motorik: p=0,001
Sukhbinder new perilaku pada
kumar, phenemological, pasien Nilai α<0,0045.
Charles survey halusinasi Terapi musik mempunyai pengaruh
ferny hough, pendengaran. dalam pembentukan memori
(2018) yang dapat
mengurangi efek kecemasan pada
penderita halusinasi pendengaran.
Sukran ertekin The effect of Untuk mengetahui True Populasi: semua pasien Penilaian pada kelompok experimen dan kelompok
pinar, Havva music on pengaruh musik experiment halusinasi pendengaran kontrol
tel, (2018) auditory terhadap kualitas 1. Kelompok experimen :
hallucinations hidup halusinasi - Aspek fisik: 0,005
and quality of pendengaran pada dengan skizofrenia - Aspek mental: 0,001
lifein pasien skizofrenia Sampel: 28 pasien - Aspek sosial: 0,349
schizophrenic - Aspek lingkungan: 0,001
patients: A - Aspek lingkungan keseluruhan: 0,001
randomised 2. Kelompok kontrol:
controlled trial - Aspek fisik: 0,320
- Aspek mental: 0,247
- Aspek sosial: 0,960
- Aspek lingkungan: 0,595
- Aspek lingkungan keseluruhan: 0,381

Nilai α< 0,05.


Mendengarkan musik pada nada
suara rast memiliki efek positif yang
mana dapat meningkatkan kualitas
hidup menjadi
positif pada pasien halusinasi pendengaran.
Kyung hee Effect of korean Untuk mengetahui Quasy Populasi: semua Kelompok expeimen
lee, Kyung ja folk music pengaruh program experime pasien skizofrenia di - Perilaku emosional ( F=5.814, p< 0.020)
lee, Jung min intervension on terapi musik nt bangsal
schizophrenia rakyat korea pada psikiatri di daegu - Fungsi hubungan interpersonal (F=21.27, p<
cho, (2018).
inpatients perilaku Sampel: 44 pasien 0,001).
emotional behavior emosional dan
and fungsi hubungan Menunjukkan bahwa program terapi musik
interpersonal interpersonal pada rakyat korea efektif untuk pemberian
relationship pasien skizofrenia intervensi dalam merubah perilaku emosional
functioning dan meningktkan fungsi hubungan
interpersonal

Novita Efektifitas terapi Menggati artikel Kajian literatur Menggunakan 5 Terapi musik dapat menurunkan
susilawati musik terhadap tentang efektifitas artikel intensitas halusinasi pendengaran,
barus, Deborah halusinasi dengar terapi musik memberikan rasa nyaman dan
siregar, (2019). pada terhadap menjadikan pasien tenang.
pasien skizofrenia halusinasi dengar Pada kajian literatur review ini
pada pasien teridentifikasi 5 artikel yang di
skizofrenia review dengan menunjukkan hasil
beberapa manfaat terapi musik
terhadap halusinasi
pendengaran.
B. Pembahasan

Penulis menjelaskan deskripsi singkat masing-masing artikel penelitian

yang didapatkan dihubungkan dengan teori yang mendasari, dan dilengkapi

dengan argumentasi atau analisis penulis, identifikasi hasil penelitian yang

mendukung dan tidak mendukung jika diperlukan. Peneliti menjelaskan hasil

analisis kekuatan dan keterbatasan artikel penelitian yang digunakan sebagai

sumber referensi kajian literatur.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada kajian literatur review ini teridentifikasi 10 jurnal yang di review

yang hasil review menunjukkan beberapa bentuk perubahan perilaku yang

tejadi pada penderita halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia setelah

diberikan terapi musik yaitu menurunkan tanda dan gejala halusinasi,

membuat pasien merasa nyaman, menurunkan kecemasan, mengurangi

perilaku emosional dan dapat meningkatkan fungsi interpersonal.

B. Saran

Berdasarkan simpulan hasil penelitian tersebut, peneliti mengajukan

beberapa saran bagi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, pengembangan

ilmu keperawatan, dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya sebagai

berikut:

1. Pelayanan keperawatan

Peneliti menyarankan bagi perawat terapi musik dapat digunakan sebagai

bentuk promotif dan preventif pada halusinasi dengar selain pemberian

pengobatan non farmakologi dengan durasi dan frekuensi yang sering

dalam berbagai aktifitas yang yang dilakukan.

2. Penelitian selanjutnya

Pada peneliti selnjutnya diharapkan untuk penelitian mengenai jenis, frekuensi,

durasi musik yang efektif dalam merubah perilaku penderita halusinasi


pendengan serta mencantumkan data hasil sebelum dan sesudah terapi

musik diberikan.

Anda mungkin juga menyukai