Anda di halaman 1dari 29

PERMATA SAKTI

MANAJEMEN BENCANA

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Bambang Istijono
Taufika Ophiyandri, Ph.D

Candra Dinata
Martha Lisa Eni Putri
Rahmi Isnaini
Rosanti Kusuma
Surya Budi Gunawan

(Universitas Negeri Yogyakarta)

UNIVERSITAS ANDALAS PADANG


SUMATERA BARAT
2020
A. Pendahuluan
Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang paling rawan terhadap bencana
karena secara geografis terletak pada pertemuan 4 lempeng tektonik yaitu lempeng Benua
Asia, Benua Australia, Samudera Hindia, dan Samudera Pasifik (bnpb.go.id). Pulau Jawa
yang terletak di bagian selatan memiliki potensi yang cukup besar untuk terjadi bencana.
Secara khusus, Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi salah satu daerah yang cukup sering
terjadi bencana. Hal ini karena jika ditinjau dari sisi kebencanaan, provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis,
klimatologis, dan demografis yang rawan terhadap ancaman bencana (bappenas.go.id).
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
letaknya di bagian selatan Pulau Jawa bagian tengah dibatasi oleh Samudra Hindia di
bagian selatan dan daerah Jawa Tengah pada bagian lainnya. Adapun letak geografis
Daerah Istimewa Yogyakarta berada di antara 7°33’-8°12’ Lintang Selatan dan 110°00’-
110°50’ Bujur Timur. Luas yang dimiliki oleh Daerah Istimewa Yogyakarta ialah 3.185,80
km2, yang terdiri dari 4 kabupaten dan 1 kota yaitu; Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul,
Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Kulonprogo, dan Kota Yogyakarta. Pada setiap
kabupaten/kota tersebut memiliki kondisi fisik serta potensi alam yang berbeda-beda.
Berdasarkan kondisi geofisiknya, Daerah Istimewa Yogyakarta terletak pada jalur
tektonik dan vulkanik. Pada bagian utara terdapat Gunung Api Merapi yang masih sangat
aktif, pada bagian selatan terdapat Palung Jawa yang merupakan jalur subduksi Lempeng
Indo-Australia-Eurasia, dengan adanya pertemuan tiga lempeng tersebut menjadi
penyebab utama terjadi gempat tektonik di kawasan ini. Sedangkan berdasarkan kondisi
fisiografisnya, Daerah Istimewa Yogyakarta dibagi menjadi empat satuan fisiografis yaitu
Satuan Perbukitan Selatan dengan ketinggian tempat 150-700 meter, Satuan Gunung Api
Merapi dengan ketinggian tempat 80-1.911 meter, Satuan Dataran Rendah dengan
ketinggian tempat 0-80 meter, dan Satuan Perbukitan Kulonprogo dengan ketinggian
hingga 572 meter.
Dari sisi geologi wilayah, maka wilayah DI Yogyakarta termasuk cukup kompleks,
karena secara struktur terdiri dari lipatan dan patahan. Hal inilah yang menjadikan DI
Yogyakarta memiliki potensi ancaman berupa bencana alam yang cukup tinggi. Selain
bencana alam, terdapat pula bencana non-alam dan bencana sosial yang mungkin terjadi.
Keadaan masyarakat di provinsi DI Yogyakarta saat ini masih memiliki kerentanan yang
cukup tinggi ditinjau dari rendahnya tingkat kehidupan dan penghidupan masyarakat
sehingga memerlukan upaya-upaya manajemen bencana yang dapat meningkatkan
kapasitas dan mengurangi risiko bencana.
Saat ini, penanggulangan bencana di DI Yogyakarta masih bersifat sektoral dan
reaktif (Peraturan Gubernur DIY No. 81 tahun 2013). Untuk meningkatkan upaya
manajemen bencana, terlebih dahulu perlu dilakukan analisa secara kontinu atau
berkelanjutan terhadap potensi ancaman (hazard), kerentanan (vulnerability) yang ditinjau
dalam berbagai segi, serta daerah paparan (exporsure) bencana di DIY agar selanjutnya
dapat ditangani secara lebih terarah dan terpadu. Tentu saja segala upaya manajemen
bencana tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat lokal.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menganalisa dan
mengetahui secara lebih khusus mengenai ancaman (hazard), kerentanan (vulnerability),
serta daerah paparan (exporsure) bencana di Provinsi DIY serta mengetahui upaya-upaya
yang telah dan akan dilakukan dalam upaya manajemen bencana di DIY.

C. Pembahasan
1. Analisa Bencana
Analisa bencana dilakukan dengan meninjau satu persatu dari ketiga penyebab
bencana di Provinsi DIY yaitu ancaman (hazard), kerentanan (vulnerability), serta
daerah paparan (exposure) bencana.
a) Analisa Potensi Bencana/Ancaman (hazard) di DI Yogyakarta
Berdasarkan UNISDR (2009), ancaman (hazard) diklasifikasikan menjadi
5 tipe yaitu ancaman secara biologi (biological hazard), ancaman lingkungan
(environmental), ancaman secara geologi (geological hazard), ancaman hidro-
meteorologi (hydrometeorological hazard), dan ancaman secara teknologi
(technological hazard). Ditinjau berdasarkan jenis ancamannya, wilayah DI
Yogyakarta memiliki potensi terhadap bahaya-bahaya bencana seperti berikut ini:
1) Biological hazard
Ancaman bencana secara biologi yang dapat terjadi di wilayah DI
Yogyakarta adalah wabah penyakit. Bencana epidemi dan wabah penyakit
merupakan ancaman bencana yang diakibatkan oleh menyebarnya penyakit
menular yang berjangkit di suatu daerah tertentu dan waktu tertentu.
Berdasarkan data dan Informasi Bencana Indonesia tahun 1885-2011, terdapat
korban sebanyak 16 jiwa dikarenakan wabah penyakit. Secara nyata, ancaman
berupa wabah penyakit seperti yang sedang marak saat ini yaitu wabah corona
virus disease (COVID-19) yang telah menyebar dalam skala besar dan
menimbulkan korban jiwa serta perubahan tatanan hidup dan tatanan sosial.
Berdasarkan catatan BPBD DIY, epidemi dan wabah penyakit termasuk ke
dalam kategori tingkat ancaman sedang.

Gambar 1. Pencegahan penyebaran virus pandemi Covid-19 di DIY


(sumber: ayoyogya.com)

2) Environmental hazard
Ditetapkan sebagai environmental hazard apabila mengakibatkan
kerusakan lingkungan dan secara lebih jauh dapat menyebabkan terganggunya
ekosistem. Ancaman lingkungan ini dapat disebabkan oleh kejadian alamiah
karena cuaca ekstrem, iklim, dll atau dapat pula dipicu oleh perbuatan dan
aktivitas manusia. Di wilayah DI Yogyakarta, ancaman terhadap lingkungan
berupa:
(a) Kekeringan
Ancaman kekeringan berpotensi terjadi apabila air yang tersedia
secara alami tidak mencukupi kebutuhan, baik untuk mendukung kehidupan
manusia, tumbuh-tumbuhan. Apabila terjadi bencana kekeringan aliran
menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Pada umumnya kekeringan yang
terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta sering terjadi karena disebabkan
oleh tidak mampunya permukaan tanah menyerap air hujan karena
hilangnya vegetasi penutup permukaan tanah dan tertutup oleh lapisan
kedap air dan diperparah oleh pengambilan air tanah berlebihan. Di
beberapa daerah juga terjadi karena jenis tanahnya yang tidak dapat
menampung dan menyimpan air. Berdasarkan catatan BPDB DIY,
kekeringan termasuk ke dalam kategori tingkat ancaman tinggi.
Gambar 2. Kekeringan di Bantul pada tahun 2019
(sumber: jogja.tribunnews.com)
(b) Kebakaran Hutan dan Lahan
Ancaman berupa kebakaran hutan dan lahan di wilayah DI
Yogyakarta berpotensi terjadi karena DI Yogyakarta memiliki beberapa
wilayah hutan lindung dan juga dikarenakan pemukiman yang pada
penduduk sehingga potensi terjadinya menjadi lebih besar. Berdasarkan
catatan BPDB DIY, kebakaran hutan dan lahan termasuk ke dalam kategori
tingkat ancaman tinggi.

Gambar 3. 6000 ha hutan di DIY rawan kebakaran


(sumber: jogja.tribunnews.com)

3) Geological hazard
DI Yogyakarta memiliki potensi bencana geologi yang cukup besar dan
cukup sering terjadi. Mengingat bahwa wilayahnya terdiri atas pegunungan,
perbukitan, dan dataran rendah. Adapun jenis ancaman geologi yang memiliki
potensi besar terjadi di DI Yogyakarta antara lain:
(a) Gempa Bumi
Seperti telah dijelaskan sebelumnya di atas, bahwa wilayah DI
Yogyakarta merupakan jalur subduksi lempeng Indo-Australia-Eurasia.
Pertemuan ketiga lempeng ini menyebabkan wilayah ini sangat rentan
terhadap gempa bumi. Di samping itu, bencana gempa bumi memang sudah
sering terjadi di DI Yogyakarta, tercatat bahwa DI Yogyakarta telah
mengalami beberapa kali gempa bumi berkekuatan lebih dari 5 SR.
Diantaranya yang menyebabkan kerusakan dan korban jiwa terbesar adalah
gempa tahun 1867, 1943, dan 2006. Berdasarkan catatan BPDB DIY,
gempa bumi termasuk ke dalam kategori tingkat ancaman tinggi.

Gambar 4. Gempa Bantul tahun 2006


(sumber: kompas.com)
(b) Tsunami
Di wilayah DI Yogyakarta, bencana tsunami juga memiliki potensi
yang cukup besar untuk terjadi karena berbatasan langsung dengan wilayah
pantai di bagian selatannya, menghadap ke Samudera Hindia dengan jarak
12 mil dari laut, sejajar dengan Megatrust Jawa di sebelah selatan. Pantai
yang berpotensi Tsunami ini mellintang sepanjang lebih dari 113 Km.
(Pergub no.81 tahun 2013)
Daerah selatan ini telah mengalami sejumlah tsunami kecil yang
merusak kapal nelayan dan sejumlah infrastruktur yang terdapat di tepi
pantai di wilayah pantai selatan. Beberapa kondisi yang memperbesar
kemungkinan dan potensi terjadinya tsunami juga dikarenakan Di Daerah
Istimewa Yogyakarta sendiri keberadaan hutan mangrove sebagai salah satu
sistem perlindungan terhadap ancaman tsunami sudah tidak ada. Di daerah
pesisir hanya ada gumuk pasir, laguna dan beting gisik serta
permukiman/bangunan yang berada di sebaliknya yang menyebabkan
tingginya risiko terhantam oleh gelombang tsunami secara langsung.
Berdasarkan catatan BPDB DIY, tsunami termasuk ke dalam kategori
tingkat ancaman tinggi.
(c) Gunung Meletus
Ancaman geologi berupa gunung meletus sangat jelas terjadi di
wilayah DI Yogyakarta dikarenakan pada sisi utaranya terdapat jalur
vulkanik Gunung Merapi yang sangat aktif, bahkan teraktif di dunia karena
periode letusannya relatif pendek yaitu 3-7 tahun (Pergub no.81 tahun
2013). Tingkat ancaman dari suatu gunung api sangat tergantung dari
kerapatan dari suatu letusan dan kepadatan penduduk. Hal tersebut dapat
dirasakan oleh masyarakat provinsi DIY sehingga letusan Gunung Merapi
menjadi konsekuensi masyarakat untuk tetap waspada. Berdasarkan catatan
BPDB DIY, gunung meletus termasuk ke dalam kategori tingkat ancaman
sedang.

Gambar 5. Aktivitas gunung Merapi 2020


(sumber: tribunnews.com)
(d) Tanah Longsor
DI Yogyakarta juga termasuk daerah yang rawan terjadi tanah
longsor karena di beberapa daerah memiliki kondisi tanah curam terutama
di musim penghujan. Dalam beberapa kasus yang telah terjadi, tanah
longsor terjadi karena kondisi tanah yang labil, kelerengan yang curam,
beban peruntukan lahan dan hujan lebat. Dari beberapa kondisi tersebut
dapat diketahui bahwa tanah longsor juga bersifat multi hazard karena dapat
terjadi karena pengaruh alam dan juga akibat perbuatan manusia.
Berdasarkan catatan BPDB DIY, tanah longsor termasuk ke dalam kategori
tingkat ancaman tinggi.
Gambar 6. Tanah longsor di Jogoyudan
(sumber: solopos.com)

4) Hydrometeorological hazard
Jenis ancaman berupa hydrometeorological hazard yang dapat terjadi di
DI Yogyakarta antara lain:
(a) Banjir
Ancaman bencana berupa banjir dapat terjadi di wilayah DI
Yogyakarta karena beberapa hal yaitu secara alami disebabkan karena curah
hujan, disamping itu juga karena faktor penduduk yang padat dan masih
memiliki kebiasaan membuang sampah sembarangan seperti ke saluran air
dan sungai sehingga menyebabkan kedangkalan sungai, aliran air
terhambat. Selain itu kurangnya daya serap tanah terhadap air karena tanah
telah tertutup oleh aspal jalan raya dan bangunan-bangunan yang jelas tidak
tembus air, sehingga air tidak mengalir dan hanya menggenang.
Berdasarkan catatan BPDB DIY, banjir termasuk ke dalam kategori tingkat
ancaman tinggi.

Gambar 7. Banjir di Sleman


(sumber: KRjogja.com)
(b) Angin Kencang
Beberapa kali ancaman bencana berupa angin kencang juga pernah
terjadi di wilayah DI Yogyakarta dan menimbulkan kerusakan yang cukup
parah. Oleh karena itu, ke depannya ancaman berupa angin kencang ini juga
masih berpotensi untuk kembali terjadi. Berdasarkan catatan BPDB DIY,
angin kencang termasuk ke dalam kategori tingkat ancaman tinggi.

Gambar 8. Pohon tumbang akibat angin kencang


(sumber: tribunnews.com)

5) Technological hazard
Dapat dikategorikan sebagai ancaman teknologi jika disebabkan oleh
kecelakaan industrial, prosedur yang berbahaya, dan kegagalan infrastruktur.
Ancaman teknologi yang mungkin terjadi di wilayah DI Yogyakarta adalah
gagal teknologi yang diakibatkan kesalahan desain, pengoperasian atau
kelalaian manusia dalam menggunakan teknologi. Secara khusus, potensi gagal
teknologi di DIY berupa kecelakaan transportasi juga potensi kegagalan
teknologi reaktor nuklir. Dari data informasi bencana indonesia, tercatat ada 2
kali kejadian kegagalan teknologi baik trasnportasi dan industri yang
mengakibatkan 75 orang meninggal dunia dan 119 orang luka luka. Berdasarkan
catatan BPDB DIY, gagal teknologi termasuk ke dalam kategori tingkat
ancaman tinggi.
6) Ancaman Sosial
Selain kelima tipe ancaman di atas, terdapat pula ancaman yang berupa
ancaman bencana karena faktor sosial. DI Yogyakarta sebagai salah satu daerah
dengan ancaman bencana sosial yang cukup besar mengingat bahwa
masyarakatnya sangat beragam mulai dari agama, etnis/ suku, budaya, bahasa,
dan adat kebiasaan. Dengan karakteristik masyarakat yang sangat majemuk
tersebut Daerah Istimewa Yogyakarta juga menyimpan berbagai potensi konflik
sosial terutama konflik yang bernuansa agama, konflik antar suku, konflik antar
golongan, konflik antar pengikut partai, konflik antara kebijakan pemerintah
daerah dengan sebagian masyarakat dan lain-lain. Walau dalam catatan
kebencanaan tidak pernah terjadi namun potensi konflik sosial juga perlu
diperhatikan. Berdasarkan catatan BPDB DIY, konflik sosisal termasuk ke
dalam kategori tingkat ancaman sedang.

2. Analisa Kerentanan (Vulnerability)


Menurut Mcentire (2001) terdapat beberapa faktor kerentanan (vulnerability)
yaitu sebagai berikut: fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi, Adapun
Analisa kerentanan yang terjadi DIY sebagai berikut:
1) Secara Fisik
Kerentanan secara fisik yang terdapat di DIY dijelaskan menjadi beberapa
bagian sebagai berikut;
a) Berdasarkan data dari Badan Pusat Statisik (2011), DIY mengalami laju
pertumbuhan penduduk yang terus bertambah secara absolut dengan
menunjukkan angka 0,86%. Pertambahan penduduk tidak hanya disebabkan
oleh tingginya angka kelahiran tetapi juga disebabkan oleh banyaknya
pendatang dari luar
b) Jika dilihat dari Data dan Informasi Bencana Indonesia 1885-2011, kasus
dengan kerusakan rumah mulai dari kerusakan ringan hingga kerusakan berat
terbilang sangat banyak. Sebanyak 96.317 rumah mengalami kondisi rusak
berat sedangkan sebanyak 108.994 rumah mengalami kondisi rusak ringan.
Hal ini memperlihatkan bahwa kondisi bangunan yang ada di DIY masih
sangat rentan terhadap bencana.
c) Masih kurangnya sistem perlindungan yang dibuat terhadap bencana tsunami.
Seperti halnya keberadaan hutan mangrove yang sudah tidak ada sehingga
tidak ada pelindung untuk wilayah/pemukiman yang berada disekitarnya
2) Secara Sosial
Kerentanan secara sosial yang terdapat di DIY dijelaskan menjadi
beberapa bagian sebagai berikut:
(a) Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap bencana dan
hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dan diwaspadai sehingga berdampak
pada masyarakat yang cenderung tidak siap dalam menghadapi bencana.
Namun, karena pengalaman telah banyak terjadinya bencana, sedikit banyak
sudah membuka wawasan masyarakat.
(b) Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi ditambah dengan banyaknya
pendatang dari berbagai daerah di Indonesia.
(c) Kemajemukan di wilayah DI Yogyakarta dilihat dari sisi agama, ras,
kelompok, suku, dll dapat memicu terjadinya konflik sosial.
3) Secara Budaya
Kesadaran masyarakat yang semakin kurang terhadap kebersihan
lingkungan, seperti halnya masyarakat saat ini masih sering membuang sampah
sembarangan di area bantaran sungai oleh masyarakat sekitar. Hal tersebut dapat
menyebabkan bahaya banjir semakin meningkat. Masalah kesejahteraan sosial
masyarakat merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat
keberhasilan pembangunan juga potensi terhadap kerentanan bahaya. Jumlah
penduduk yang besar memberikan kecenderungan timbulnya masalah sosial,
seperti anak terlantar, wanita rawan sosial, penyandang disabilitas, hingga tuna
susila. Terdapat juga permasalahan sosial yang berasal dari keluarga yang
berumah tangga tak layak huni dan keluarga fakir miskin.
4) Secara Politik
Kerentanan secara politik yang terdapat di DIY dijelaskan menjadi
beberapa bagian sebagai berikut:
(a) Sebenarnya pemerintah DIY telah menerbitkan berbagai peraturan
perundang-undangan terkait bencana, namun dalam penerapannya masih
belum tegas dan belum optimal.
(b) Pemerintah dalam melakukan mitigasi bencana masih terfokus untuk
menghilangkan ancaman (hazard) bukan memperkecil tingkat
kerentanannya.
5) Secara Ekonomi
Kerentanan secara ekonomi yang terdapat di DIY dijelaskan menjadi
beberapa bagian sebagai berikut:
(a) Cenderung rendahnya perekonomian masyarakat sehingga masyarakat
kesulitan dalam mengupayakan pencegahan dan antisipasi bencana seperti
asuransi kesehatan, keselamatan, dll.
(b) Berdasarkan hasil analisis Bappenas, masih ada hambatan dalam alokasi
anggaran terkait penanggulangan bencana yang terbatas.
6) Secara Teknologi
Kerentanan secara teknologi yang terdapat di DIY dijelaskan menjadi
beberapa bagian sebagai berikut:
(a) Telah dikembangkan perangkat dan sistem peringatan dini yang dapat
mendeteksi aktivitas vulkanik Gunung Merapi dan juga gelombang lautan.
(b) Penyebaran informasi sudah cukup tercover sehingga seluruh lapisan
masyarakat dapat menjangkau info terbaru mengenai ancaman-ancaman
bencana.
3. Analisa Paparan (Exposure)
a. Angin Kencang
Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kawasan yang sering dilanda
cuaca ekstrim Berdasarkan Pedoman Nasional Pengkajian Risiko Bencana,
ancaman bencana cuaca ekstrim dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelas Indeks
Ancaman. Komponen yang dilihat adalah lahan terbuka, kemiringan lereng dan
curah hujan tahunan sehingga menghasilkan skor bahaya.

Gambar 9. Peta area resiko bencana cuaca ekstrim di DIY


(sumber: Pergub DIY)
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki indeks ancaman cuaca ekstrim SEDANG
dan memiliki indeks penduduk terpapar TINGGI. Dengan demikian maka Daerah
Istimewa Yogyakarta memiliki tingkat ancaman cuaca ekstrim TINGGI.
b. Kegagalan Teknologi
Kelas Indeks Sedang Ancaman Bencana Gagal Teknologi dihitung dari jenis
industri manufaktur dengan kapasitas industri menengah. Sedangkan kelas Indeks
Tinggi Ancaman Bencana Gagal Teknologi dihitung dari jenis industri kimia
dengan kategori industri besar. Dari hasil Dokumen Kajian Risiko Bencana
Daerah, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki tingkat ancaman kegagalan
teknologi TINGGI.

Gambar 10. Peta area resiko bencana kegagalan teknologi di DIY


(sumber: Pergub DIY)
c. Banjir
Kelas Indeks Rendah Ancaman Bencana Banjir dihitung dari luas kawasan
yang berpotensi digenangi banjir kurang dari 1 meter. Kelas Indeks Sedang
Ancaman Bencana Banjir dihitung dari luas kawasan yang berpotensi digenangi
banjir antara 1 – 3 meter. Sedangkan kelas Indeks Tinggi Ancaman Bencana Banjir
dari luas kawasan yang berpotensi digenangi banjir lebih dari 3 meter. Daerah
Istimewa Yogyakarta memiliki indeks ancaman banjir TINGGI dan memiliki
indeks penduduk terpapar TINGGI.
Gambar 11. Peta area resiko bencana banjir di DIY
(sumber: Pergub DIY)
Dari data peta persebaran risiko paparan diatas. Terlihat daerah atau
wilayah yang beresiko terkena paparan adalah wilayah Kulon Progo dengan indesk
seang-tinggi. Jika dilihat dari letak dan kondisi geografis, kenapa kulonprogo
menjadi titik ancaman banjir karena kontur yang perbukitan dan wilayah pesisir
yang datar atau bagian cekungan menjadi wilayah yang rentan akan terjadinya
banjir.
d. Tsunami
Kelas Indeks Rendah Ancaman Bencana Tsunami dengan tinggi genangan
kurang daei 1 meter. Kelas Indeks Ancaman Sedang Bencana Tsunami dengan
tinggi genangan antara 1-3 meter. Sedangkan kelas Indeks Tinggi Ancaman
Bencana Tsunami dengan ketinggian genangan lebih dari 3 meter.
Gambar 12. Peta area resiko bencana tsunami di DIY
(sumber: Pergub DIY)
Dari data peta persebaran risiko paparan diatas. Terlihat daerah atau wilayah
yang beresiko terkena paparan tsunami adalah wilayah pesisir Kulonprogo dan
Gunungkidul.
e. Abrasi dan Gelombang Tinggi
Kelas Indeks Rendah Ancaman Bencana Gelombang Ekstrim & Abrasi
dihitung dari tinggi gelombang kurang dari 1 meter, kekuatan arus (current) kurang
dari 0,2, tutupan lahan/vegetasi pesisir lebih dari 80 persen dan bentuk garis pantai
berteluk. Kelas Indeks Sedang Ancaman Bencana Gelombang Ekstrim & Abrasi
dihitung tinggi gelombang antara 1-2,5 meter, kekuatan arus (current) antara 0,2-
0,4, tutupan lahan/vegetasi pesisir antara 40-80 persen danbentuk garis pantai
lurus-berteluk . Sedangkan kelas Indeks Tinggi Ancaman Bencana Gelombang
Ekstrim & Abrasi dari tinggi gelombang lebih dari 2,5 meter, kekuatan arus
(current) lebih dari 0,4, tutupan lahan/vegetasi pesisir lebih dari 15 persen dan
bentuk garis pantai lurus
Gambar 13. Peta area resiko bencana abrasi dan gelombang tinggi di DIY
(sumber: Pergub DIY)
Dari data peta persebaran risiko paparan diatas. Terlihat daerah atau
wilayah yang beresiko terkena paparan abrasi dan gelombang tinggi adalah
sepanjang pesisir pantai dijogja. Melihat daerah pantai tersebut adalah wilayah laut
selatan, sangat memungkinkan terjadi cuaca ekstrim dan abrasi karena
karakteristik laut selatan yang memiliki angin kencang dan gelombang besar.
f. Epidemi dan Wabah Penyakit
Untuk mendapatkan Kelas Indeks Epidemi Dan Wabah Penyakit merujuk
kepada komponen yang dilihat adalah kepadatan timbulnya malaria (KTM),
Kepadatan Timbulnya HIV/AIDS (KTHIV/AIDS), Kepadatan Timbulnya
Campak (KTC) serta kepadatan penduduk. Kelas Indeks Rendah Ancaman
Bencana Epidemi Dan Wabah Penyakit dihitung dari skor bahaya kurang dari
0,34. Kelas Indeks Sedang Ancaman Bencana Epidemi Dan Wabah Penyakit
dihitung dari skor bahaya antara 0,34-0,66. Sedangkan kelas Indeks Tinggi
Ancaman Bencana Epidemi Dan Wabah Penyakit dari skor bahaya lebih dari 0,67
Gambar 14. Peta area resiko bencana epidemi di DIY
(sumber: Pergub DIY)
Dari data peta persebaran risiko paparan diatas. Terlihat daerah atau
wilayah yang beresiko terkena paparan epidemi dan wabah penyakit adalah
seluruh area DIY. Dari data, diketahui bahwa DIY memiliki indeks ancaman
epidemi yang rendah. Tetapi memiliki penduduk yang terpapar TINGGI. Maka
tingkat ancaman di DIY adalah SEDANG ditunjukkan dengan warna peta hijau
muda seperti yang tertera diatas.
g. Kebakaran
Untuk mendapatkan Kelas Indeks Kebakaran Hutan Dan Lahan merujuk
kepada komponen dari jenis hutan dan lahan, iklim dan jenis tanah sehingga
menghasilkan skor bahaya. Kelas Indeks Rendah Ancaman Bencana Kebakaran
Hutan Dan Lahan dihitung dari jenis hutan, iklim penghujan dan jenis tanah non
organik/non gambut. Kelas Indeks Sedang Ancaman Bencana Kebakaran Hutan
Dan Lahan dihitung dari jenis lahan perkebunan, iklim penghujan-kemarau dan
jenis tanah semi organik. Sedangkan kelas Indeks Tinggi Ancaman Bencana
Kebakaran hutan dan lahan dari jenis padang rumput kering dan belukar, lahan
pertanian.
Gambar 15. Peta area resiko bencana kebakaran di DIY
(sumber: Pergub DIY)
h. Gunung Meletus

Gambar 16. Peta area resiko bencana gunung meletus di DIY


(sumber: Pergub DIY)
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki indeks ancaman letusan gunung
api TINGGI dan memiliki indeks penduduk terpapar RENDAH. Maka tingkat
ancaman letusan gunung api di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah SEDANG.
i. Kekeringan
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki indeks ancaman kekeringan
SEDANG dan memiliki indeks penduduk terpapar TINGGI. Maka tingkat
ancaman kekeringan di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah TINGGI.

Gambar 17. Peta area resiko bencana kekeringan di DIY


(sumber: Pergub DIY)
j. Tanah Longsor
Kelas Indeks Sedang Ancaman Bencana Tanah Longsor dihitung dari
zona kerentanan gerakan tanah. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki indeks
ancaman tanah longsor TINGGI dan memiliki indeks penduduk terpapar juga
TINGGI. Maka tingkat ancaman tanah longsor di Daerah Istimewa Yogyakarta
adalah TINGGI.
Gambar 18. Peta area resiko bencana tanah longsor di DIY
(sumber: Pergub DIY)
k. Gempa Bumi
Kelas Indeks Rendah Ancaman Bencana Gempa Bumi dengan nilai pga
value kurang dari 0,2501. Kelas Indeks Ancaman Sedang Bencana Gempa Bumi
dengan nilai pga value antara 0,2501-0,70. Sedangkan kelas Indeks Tinggi
Ancaman Bencana Gempa Bumi dengan nilai pga value lebih dari 0,70. Daerah
Istimewa Yogyakarta memiliki indeks ancaman gempa bumi TINGGI dan
memiliki indeks penduduk terpapar juga TINGGI. Dengan demikian maka Daerah
Istimewa Yogyakarta memiliki tingkat ancaman gempa bumi TINGGI.
Gambar 16. Peta area resiko bencana gempa bumi di DIY
(sumber: Pergub DIY)

4. Kegiatan Penanggulangan Bencana di DIY


Ada beberapa program dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah Kota
Yogyakarta dalam menanggulangi bencana yang akan terjadi. Kegiatan-kegiatan
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Penguatan Regulasi dan Kapasitas Kelembagaan
Berdasarkan kebijakan penanggulangan bencana yang telah dipaparkan,
maka program dan kegiatan dalam strategi penguatan regulasi dan kapasitas
kelembagaan adalah sebagai berikut:
1) Review Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Bencana yang terintegrasi
dengan Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup
2) Menyusun Peraturan Gubernur tentang pengalokasian dana penanggulangan
bencana dalam APBD
3) Menyusun mekanisme serta pendukung operasi darurat bencana daerah
4) Menyusun Mekanisme pengawasan dan pengendalian kawasan rawan
bencana
5) Menyelenggarakan latihan kesiapsiagaan secara periodic
6) Pelatihan Kapasitas pengelolaan pendanaan bencana
b. Perencanaan Penanggulangan Bencana Terpadu
1) Menyusun Dokumen Kajian Risiko Bencana Provinsi berdasarkan Hasil
Kajian Risiko Bencana di tingkat kabupaten/kota
2) Sinkronisasi kebijakan penanggulangan bencana daerah berdasarkan kajian
risiko bencana daerah
3) MEmbangun fasilitas pusat data informasi kebencanaan daerah
4) Membangun Sistem Peringatan Dini Daerah yang terintegrasi
5) Mengembangkan layanan sosial bagi masyarakat rentan di daerah pengampu
6) Menyusun rencana kontinjensi bencanabencana prioritas provinsi
c. Penelitian, Pendidikan dan Pelatihan
1) Penyelenggaraan riset kebencanaan
2) Penyelenggaraan sekolah siaga bencana
3) Diklat manajemen bencana
4) Penyediaan bantuan pengadaan buku pegangan dan bahan ajar untuk
pendidikan siaga bencana sesuai dengan jenjang Pendidikan
d. Peningkatan Kapasitas dan Partisipasi Masyarakat
1) Fasilitas pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana dalam
penyelenggaraan dan pengembangan sistem penanggulangan bencana daerah
2) Penyediaan dukungan partisipasi sektor industri dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana
3) Fasilitasi pembentukan desa tangguh dalam membangun budaya pengurangan
risiko bencana
4) Penguatan cadangan pangan
5) Pemberdayaan lumbung pangan
6) Workshop/temu kemitraan antara disperindagkop dengan BUMN dalam
rangka pemulihan ekonomi pasca Bencana
7) Pemantapan Petugas perlinsos (instansi sosial dan Tagana)
8) Penyegaran TAGANA
9) Diklat Kebencanaan bagi SDM Pariwisata
10) Pengembangan Kampung siaga Bencana
11) Integrasi gender dalam bencana
e. Perlindungan Masyarakat dari Bencana dan Penanganan Bencana
1) Gempa Bumi
Perlindungan
a) Penetapan standar bangunan aman gempa
b) Pengawasan atas pelaksanaan tata ruang dan bangunan aman gempa
c) Perencanaan dan pembangunan jaringan informasi dan komunikasi
kebencanaan terpusat dengan pemanfaatan fasilitas umum sebagai
interface
Penanganan
a) Kajian cepat bencana gempa bumi
b) Pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, hunian sementara, layanan
kesehatan, air bersih dan sanitasi
c) Pemulihan darurat fungsi prasarana dan sarana kritis
2) Letusan Gunung Api
Perlindungan
a) Pengawasan atas pelaksanaan tata guna lahan daerah konservasi
Pengawasan atas pelaksanaan tata ruang dan bangunan aman gempa
b) Pelaksanaan pembangunan saluran pengalihan aliran lahar di daerah
pemukiman
Penanganan
a) Kajian cepat bencana gempa bumi
b) Pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, hunian sementara, layanan
kesehatan, air bersih dan sanitasi
c) Pemulihan darurat fungsi prasarana dan sarana kritis
3) Tsunami
Perlindungan
a) Penetapan peraturan terkait tata guna lahan dan Izin Mendirikan
Bangunan
b) Penerapan hasil penelitian dan pengembangan teknologi untuk
Memperkuat Sistem Deteksi Dini Tsunami dan Peredam tekanan
Gelombang
c) Budidaya Tanaman Mangrove dan Terumbu Karang di Zona Prioritas
Penanggulangan Bencana Tsunami
Penanganan
a) Kajian cepat bencana gempa bumi
b) Pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, hunian sementara, layanan
kesehatan, air bersih dan sanitasi
c) Pemulihan darurat fungsi prasarana dan sarana kritis
4) Banjir
Perlindungan
a) Menyediakan dukungan, melaksanakan pembangunan dan perbaikan
jaringan utama irigasi dan bendungan
b) Mengembangkan inovasi pintu air dengan teknologi sederhana dan tepat
guna
c) Pengamanan dan pelestarian Sumber Daya Air melalui reklamasi sungai
dalam Zona Prioritas Penanganan Bencana Banjir
Penanganan
d) Kajian cepat bencana gempa bumi
e) Pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, hunian sementara, layanan
kesehatan, air bersih dan sanitasi
f) Pemulihan darurat fungsi prasarana dan sarana kritis
5) Angin Kencang
Perlindungan
a) Pengembangan kebijakan inovasi teknologi untuk deteksi dini potensi
bencana cuaca ekstrim
b) Penyelenggaraan latihan kesiapsiagaan bencana cuaca ekstrim
c) Diklat Mitigasi Dampak Perubahan Iklim
Penanganan
a) Kajian cepat bencana gempa bumi
b) Pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, hunian sementara, layanan
kesehatan, air bersih dan sanitasi
c) Pemulihan darurat fungsi prasarana dan sarana kritis
6) Kekeringan
Perlindungan
a) Menyediakan dukungan, melaksanakan pembangunan dan perbaikan
jaringan utama irigasi, waduk dan bendungan
b) Menetapkan kawasan hutanhutan lindung dan hutan-hutan konservasi di
wilayah berisiko kekeringan
c) Sosialisasi tentang pencegahan bencana kekeringan
Penanganan
a) Kajian cepat bencana gempa bumi
b) Pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, hunian sementara, layanan
kesehatan, air bersih dan sanitasi
c) Pemulihan darurat fungsi prasarana dan sarana kritis
7) Tanah Longsor
Perlindungan
a) Penegakan Peraturan Lingkungan Hidup terkait tata guna lahan
b) Alokasi dan pemindahan masyarakat yang berada di Zona Prioritas PB
Longsor
c) Pengembangan inovasi teknologi untuk pencegahan bencana Longsor
berdasarkan kajian risiko bencana
Penanganan
a) Kajian cepat bencana gempa bumi
b) Pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, hunian sementara, layanan
kesehatan, air bersih dan sanitasi
c) Pemulihan darurat fungsi prasarana dan sarana kritis
8) Kebakaran Hutan dan Lahan
Perlindungan
a) Membangun zonasi tanggul pengaman (buffer) antara kawasan hutan dan
kawasan pemukiman
b) Menerapkan aturan kriteria dan standar pengamanan dan penanggulangan
bencana pada kawasan hutan
c) Pengawasan, pengendalian dan penyelenggaraan izin pemanfaatan hasil
hutan produksi dan pariwisata alam
Penanganan
a) Kajian cepat bencana gempa bumi
b) Pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, hunian sementara, layanan
kesehatan, air bersih dan sanitasi
c) Pemulihan darurat fungsi prasarana dan sarana
9) Gelombang Ekstrim dan Abrasi
Perlindungan
a) Pembangunan Break Water di Pesisir Pantai pada Daerah Rawan
Gelombang Ekstrim dan Abrasi di Zona Prioritas PB Prov
b) Budidaya Tanaman Mangrove dan Terumbu Karang di Zona Prioritas
Penanggulangan Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi
c) Pengembangan inovasi teknologi untuk pencegahan dan pemantauan
potensi bencana gelombang ekstrim dan abrasi berdasarkan kajian risiko
bencana
Penanganan
a) Kajian cepat bencana gempa bumi
b) Pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, hunian sementara, layanan
kesehatan, air bersih dan sanitasi
c) Pemulihan darurat fungsi prasarana dan sarana
10) Kegagalan Teknologi
Perlindungan
a) Pengawasan atas pelaksanaan Peraturan Tata Ruang dan Pengembangan
di Kawasan Industri
b) Pengawasan atas pelaksanaan peraturan standar keselamatan
berkendaraan di jalan raya
Penanganan
a) Kajian cepat bencana gempa bumi
b) Pencarian, penyelamatan & evakuasi
c) Pemulihan darurat fungsi prasarana dan sarana

11) Kegagalan Teknologi


Perlindungan
a) Survey berkala serta pengaturan pemberantasan penanggulangan epidemi
dan wabah penyakit
b) Vaksinasi kepada penduduk rentan di daerah berisiko bencana epidemi
dan wabah penyakit
c) Sosialisasi tentang pencegahan bencana epidemi dan wabah penyakit
Penanganan
a) Kajian cepat bencana gempa bumi
b) Pencarian, penyelamatan & evakuasi
c) Pengisolasian korban bencana
d) Pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, hunian sementara, layanan
kesehatan, air bersih dan sanitasi
D. Kesimpulan
1. Ditinjau berdasarkan jenis ancamannya (hazard), wilayah DI Yogyakarta memiliki
potensi terhadap bahaya-bahaya bencana secara:
a. Biological hazard yaitu berupa wabah penyakit
b. Enviromental hazard yaitu berupa kekeringan dan kebakaran hutan
c. Geological hazard yaitu berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, tanah
longsor
d. Hydrometeorological hazard yaitu berupa banjir dan angina kencang
e. Technological hazard yaitu berupa kegagalan teknologi pada sistem transportasi
dan industry
f. Ancaman sosial yaitu berupa konflik sosial, agama, dan golongan. Berdasarkan
catatan BPDB DIY, konflik sosisal termasuk ke dalam kategori tingkat ancaman
sedang.
2. Analisa kerentanan (vulnerability) yang terjadi di DIY sebagai berikut:
a. Secara fisik, dapat ditinjau berdasarkan data pertumbuhan penduduk dengan angka
0,86% pada tahun 2011, kondisi bangunan di DIY yang masih rentan terhadap
bencana, kekurangan sistem perlindungan.
b. Secara sosial, dapat ditinjau berdasarkan kurangnya pengetahuan dan kesadaran
masyarakat terhadap bencana, angka pertumbuhan yang tinggi, kemajemukan
(agama, ras, golongan) yang bisa memicu terjadinya konflik sosial.
c. Secara budaya, dapat ditinjau berdasarkan kesadaran masyarakat yang semakin
kurang terhadap kebersihan lingkungan seperti masih sering membuah sampah di
area sungai.
d. Secara politik, dapat ditinjau berdasarkan masih belum tegas dan belum optimalnya
peraturan yang dibuat pemerintah DIY terkait bencana.
e. Secara ekonomi, dapat ditinjau berupa berdasarkan masih ada hambatan dalam
alokasi anggaran terkait penanggulangan bencana.
f. Secara teknologi, dapat ditinjau berdasarkan penyebaran informasi yang masih
sering simpang siur mengenai bahaya bencana.
3. Analisa paparan (exposure) yang terjadi di DIY sebagai berikut:
a. Berdasarkan ancaman angina kencang, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki
indeks ancaman cuaca ekstrim sedang dan memiliki indeks penduduk terpapar
tinggi.
b. Berdasarkan ancaman kegagalan teknologi, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki
tingkat ancaman kegagalan teknologi tinggi.
c. Berdasarkan ancaman banjir, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki indeks
ancaman banjir tinggi dan memiliki indeks penduduk terpapar tinggi.
d. Berdasarkan ancaman tsunami, wilayah pesisir Kulonprogo dan Gunungkidul
beresiko terkena paparan tsunami karena letaknya dekat dengan pesisir pantai.
e. Berdasarkan ancaman epidemic dan wabah penyakit, tingkat ancaman di DIY
adalah sedang.
f. Berdasarkan ancaman gunung meletus, tingkat ancaman letusan gunung api di
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sedang.
g. Berdasarkan ancaman kekeringan, tingkat ancaman kekeringan di Daerah
Istimewa Yogyakarta adalah tinggi.
h. Berdasarkan ancaman tanah longsor, tingkat ancaman tanah longsor di Daerah
Istimewa Yogyakarta adalah tinggi.
i. Berdasaran ancaman gempa bumi, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki tingkat
ancaman gempa bumi tinggi.
4. Kegiatan penanggulangan bencana di DIY sebagai berikut:
a. Penguatan regulasi dan kapasitas kelembagaan
b. Perencanaan penanggulangan bencana terpadu
c. Penelitian pendidikan, dan pelatihan yang akan ditingkatan secara berkelanjutan.
d. Peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat.
e. Penyediaan perlindungan masyarakat dari bencana dan penanganan bencana.
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 81 Tahun 2013 Tentang Rencana
Penanggulangan Bencana Daerah Tahun 2013-2017

Keputusan Gubernur DI Yogyakarta tentang Kegiatan Rencana aksi pasca Gempa Bumi di
Provinsi DI Yogyakarta,

Keputusan Gubernur DI Yogyakarta tentang Penetapan Satuan Kerja, Struktur organisasi


pelaksana kegiatan, pejabat pengelola kegiatan serta uraian tugas dan tanggung jawab
pengelola kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa bumi di provinsi DI
Yogyakarta,

Keputusan Gubernur DI Yogyakarta tentang pembentukan tim pengarah kegiatan


rehabilitsi terpadu bidang kesehatan pasca gempa bumi di Provinsi DIY

Pergub No.38/2006 tentang mekanisme pencairan, penyaluran dan pertanggungjawaban


sisa dana penyelesaian rehabilitasi dan rekonstruksi rumah pasca gempa di Provinsi DI
Yogyakarta yang dibiayai melalui DIPA TA 2006

Keputusan Gubernur DI Yogyakarta tentang pembentukan tim monitoring dalam rangka


pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi rumah pasca gempa bumi di Provinsi DIY

Pergub No.47 Tahun 2006 tentang petunjuk operasional rehabilitasi dan rekonstruksi pasca
gempa bumi di Provinsi DI Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai