Anda di halaman 1dari 28

PRESENTASI KASUS

CephaloPelvic Disporpotion dan Ruptur Uteri


Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi
Rumah Sakit Umum Daerah Temanggung

Disusun Oleh :
Indira Putri Fiana Dewi
20194010146

Dokter Pembimbing :
dr. Miftahul Hadi Zainuddin, Sp.OG

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi


RSUD Temanggung
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2021

1
A. PENGALAMAN

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. A
No. RM : 118515
Usia : 41 tahun
Alamat : Kemiri Rt 1 Rw 4 Salamsari, Kedu
Tanggal Masuk : 7 November 2020 (18.50 WIB)
Rujukan : Bidan Siti
Diagnosis Rujukan : G5P3A1 UK 39 6/7 minggu inpartu kala I fase laten dengan
suspek CPD (Cephalopelvic Disporpotion)

SUBJEKTIF

Keluhan utama : G5P3A1 mengeluh kenceng-kenceng

Riwayat Penyakit Sekarang :


Wanita usia 41 tahun G5P3A1 hamil 9 bulan, mengeluh kenceng-kenceng sejak jam
11.00 WIB lalu pasien pergi ke bidan.. Sekitar jam 17.00 WIB ketuban pecah
kemudian dirujuk ke RSUD. Gerak janin masih dirasakan ibu.

HPHT : 1 April 2020


HPL : 8 Januari 2021
Umur kehamilan : 39 6/7 minggu.
Riwayat Menacrhe : usia 14 tahun, siklus teratur, lamanya 7 hari
Riwayat Pernikahan : 2x, pernikahan pertama tahun 1995, pernikahan ke 2
tahun 2016
Riwayat KB : implan
Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-) Alergi(-)
Riwayat Penyakit Keluarga : Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-)
ANC : 6x di dr. Agung Budi Sp.OG, 6x di bidan

Riwayat obstetrik
Tahu Tempat Umur Jenis Penolon Penyuli JK/ Keadaan
n partus kehamila partus g t BB anak
partu n sekarang
s
1998 Puskesma Aterm Pervagina Bidan - Lk/ Hidup
s m 4000g
r
2004 Puskesma Aterm Pervagina Bidan - Lk/ Hidup

2
s m 3700g
r
2009 RS Aterm Pervagina Dokter Kala 1 Lk/ Hidup
m lama 3300g
r
2020 RS 3 bulan Kuretase Dokter - - Meningga
l
Hami
l ini

OBJEKTIF

KU : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 100x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36.6°C

Mata : conjunctiva anemis (-/-)


Leher : JVP dbn, Pembesaran KGB (-)
Thorax : Cor: S1 S2 reguler
Pulmo: sdv (+/+), ST (-/-)
Abdomen : Cembung, supel, BU (+)
Extremitas : Oedem Akral dingin

STATUS OBSTETRI
TFU : 38 cm
LA : letak memanjang 5/5, punggung kiri.
DJJ : 140x/menit
His : 4-5x/10’/40’’
TBJ : 3800 gram
Palpasi :
 Leopold I  Teraba bagian bulat lunak kesan seperti bokong bayi
 Leopold II  teraba janin tunggal
Kiri : Teraba keras dan memanjang, diperkirakan punggung bayi sebelah kiri ibu
Kanan : teraba bagian terkecil bayi
 Leopold III  Teraba bagian bulat keras kesan seperti kepala bayi
 Leopold IV  Bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul
Pemeriksaan Dalam :
 V/v : Tenang
 Porsio : Edema

3
 ɸ : 3-4 cm
 KK (-), AK (+) hijau keruh, kepala masih tinggi, caput muller sign negatif
 Osborn sign (+)
Volume urin : Penuh. Dilakukan Kateterisasi urin ±350 cc dengan hematuri

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi

Hemoglobin 13,8 11.7-15.5gr/dL Normal

Leukosit 15,7 3.6-30.0 ribu Tinggi

Hematokrit 38 35-47% Normal


Eritrosit 4.33 3.8-5.20 juta Normal

Trombosit 201 150-440 ribu Normal

Eosinofil 0,1 2-4 % Rendah

Basofil 0,1 0-1 % Normal

Netrofil 87,1 50-70% Tinggi

Limfost 6,4 25,0-40,0 Rendah

PT 13,6 11,0 – 15,0 Normal


APPT 34,4 25,0 – 35,0 Normal
Golongan darah A - -

HbsAg Non reaktif Non reaktif Normal


HIV Non reaktif Non reaktif Normal
SARS COV2 IgG Non reaktif Non reaktif Normal

SARS COV2 IgM Non reaktif Non reaktif Normal

ASSESMENT
Diagnosis : G5P3A1 parturien aterm kala I fase aktif dengan CPD
(Cephalopelvic Disporpotion) dengan Impending ruptur uteri
dengan Edema portio dengan Fetal distress.

PLANNING
 Infus RL 20 tpm
 Cefadroxil 2x500 mg ( Cefadroxil 500mg)
 Konsul DPJP Obstetri-Ginekologi
- Rencanakan CITO SC (Sectio Caesarea) dan Tubektomi
 Konsul DPJP Anesthesi

4
- Injeksi Metoclopramid 2 ml (Metoclopramide 5 mg/ml)
- Injeksi Ranitidin 2 ml (Ranitidine HCL 25 mg/ml)

Diagnosis Pre Operatif :


G5P3A1 Aterm kala 1 fase aktif dengan CPD (Cephalopelvic Disporpotion) dengan
Impending ruptur uteri dengan Edema portio dengan Fetal distress

Diagnosis Post Operatif :


G5P3A1 Aterm kala 1 fase aktif dengan CPD (Cephalopelvic Disporpotion) dengan
Impending ruptur uteri dengan Edema portio dengan Fetal distress

Lembar Observasi Pasien


Tanggal Hasil Pemeriksaan Planning
07/1/2021 Menerima pasien dari IGD dengan 19.00
18.50 diagnosis G5P3A1 UK 39 6/7 minggu Lapor dr Sp.OG, advice :
inpartu kala I fase laten dengan suspek CPD -Cefadroxil ( Cefadroxil
(Cephalopelvic Disporpotion) 500mg) 2x500 mg
S = Perut kencang-kencang sejak jam 11.00 - Rapid Test
WIB kemudian jam 17.00 WIB ketuban - Saat bayi sudah lahir
pecah tali pusat di klem, masuk
HPHT : 1/2/2020; HPL : 8/11/2020; gastrul 4 tab/ rectal
- saat plasenta lahir drip
O= Oxitosin (Oksitosksin
Keadaan Umum 10IU/ ml) 2 ampul dalam
Tekanan Darah : 120/70 mmHg 500 cc RL
Nadi: 96 x/menit
Suhu : 36.6°C
Napas : 20 x/menit

Mata : Conjunctiva anemis (-/-)


Leher : JVP dbn, Pembesaran KGB (-)
Thorax : Cor/S1 S2 reguler
Pulmo/ SDV (+/+), ST (-/-)
Abdomen : Cembung, supel, BU (+)
Extremitas : Oedem

Akral dingin

His4-5x/10’/40’’
DJJ 140 x/menit
VT : v/v tenang, porsio tipis, ɸ 3-4cm, KK
(-) , AK (+) hijau keruh, kepala masih tinggi

A = G5P3A1 UK 39 6/7 minggu inpartu


kala I fase aktif dengan suspek CPD
(Cephalopelvic Disporpotion)

5
07/1/2021 S = Pasien mengatakan kenceng-kenceng - Advise dr. Agung Budi
19.10 bertambah sering Sp.OG
VK O= CITO SC (Sectio
Keadaan Umum : Cukup Caesarea) dan
Tekanan Darah : 120/80 mmHg Tubektomi
Nadi : 100 x/menit
Suhu : 36,6°C - Advice dr. Argo Sp.An
Napas : 20 x/menit Injeksi Metoclopramid 2
ml (Metoclopramide 5
Mata : Conjunctiva anemis (-/-) mg/ml)
Leher : JVP dbn, Pembesaran KGB (-) Injeksi Ranitidin
Thorax : Cor/S1 S2 reguler (Ranitidine HCL
Pulmo/sdv (+/+), st (-/-) 25mg/ml) 2 ml
Abdomen : Cembung, supel, BU (+)
Extremitas : Oedem
Akral dingin

TFU : 38, Cincin Bundle (+)


LA : kepala 5/5, punggung kiri, osborn sign
(+)
His 4-5x/10’/40’’
DJJ 152 x/menit
VT : v/v tenang, porsio oedem, ɸ 3-4cm,
KK (-) , AK (+) hijau keruh, kepala masih
tinggi, caput muller sign (-)
VU : Penuh. Dilakukan Kateterisasi urin
±350 cc dengan hematuri
GDS = 213 mg/dL

A = G5P3A1 UK 39 6/7 minggu inpartu


kala I fase aktif dengan oedem portio
dengan suspek CPD (Cephalopelvic
Disporpotion) dengan impending ruptur
uteri dengan edema portio dengan fetal
distress

7/1/2021 Pasien diantar ke Ruang Operasi


20.30
7/1/2021 Pasien diantar ke Bangsal mawar -Infus Ringer Asetat + 2
23.45 ampul Fentanyl
S: Pasien mengatakan kaki belum bisa (Fentanyl asetat 0,05
digerakkan mg/mL) +
O: Keadaan umum: Baik, Compos Mentis Dexketoprofen 2 ampul
Tekanan Darah: 134/78 mmHg Nadi (Dexketoprofen 25 mg)
: 75x/menit
Nafas : 20x/menit Post operasi:
Suhu : 36,50C -P.O Cefadroxil
( Cefadroxil 500mg) 2 x
Mata : Conjunctiva anemis (-/-) 500 mg
Leher : JVP dbn, Pembesaran KGB (-) -Injeksi Ketorolak 3 x 1

6
Thorax : Cor/S1 S2 reguler ampul
Pulmo/sdv (+/+), st (-/-) - Drip Oxytosin
Abdomen : Datar, supel, BU (-), terdapar (Oksitosksin 10IU/ ml) 2
luka operasi tertutup kasa dan perban ampul dalam 500 ml RL
Luka operasi : tertutup kasa (20 tpm)
Extremitas : Oedem
Akral dingin
DC (+)

A: P4A1 Post Operasi Sectio Caesaria


dengan Tubektomi dengan Histrorafi H-0
8/11/2020 S : pasien mengatakan nyeri bekas jahitan Infus 3 way {RL +
07.30 operasi Oxytosin 2 ampul} dan
O: Keadaan umum: Baik, Compos Mentis {Asering + Fentanyl 2
Tekanan Darah: 162/86 mmHg Nadi ampul + Dexketoprofen
: 75x/menit 2 ampul (Dexketoprofen
SpO2 : 94% setelah diberi nasal kanul 25 mg)
(97%)
Suhu : 36,60C P.O
-Cefadroxil (Cefadroxil
Mata : Conjunctiva anemis (-/-) 500mg) 2 x 500 mg
Leher : JVP dbn, Pembesaran KGB (-) -Ketoprofen suppositoria
Thorax : Cor/S1 S2 reguler (Ketoprofen 100 mg) / 8
Pulmo/sdv (+/+), st (-/-) jam
Abdomen : Datar, supel, BU (+), terdapar
luka operasi tertutup kasa dan perban, Nasal kanul + O2 3ℓ /
Luka operasi : tertutup kasa, rembesan (-) menit
kering
Extremitas : Oedem Banyak minum
Akral dingin

DC: (+)

A: P4A1 Post Operasi Sectio Caesaria


dengan Tubektomi dengan Histrorafi H-1
8/1/2021 S : pasien mengatakan nyeri bekas jahitan Infus 3 way {RL +
13.30 operasi sudah berkurang, Oxytosin 2 ampul} dan
O: Keadaan umum: Baik, Compos Mentis {Asering + Fentanyl 2
Tekanan Darah: 135/75 mmHg Nadi ampul + Dexketoprofen
: 79x/menit 2 ampul (Dexketoprofen
SpO2 : 97% 25 mg)
Suhu : 36,60C
P.O
Mata : Conjunctiva anemis (-/-) -Cefadroxil (Cefadroxil
Leher : JVP dbn, Pembesaran KGB (-) 500mg) 2 x 500 mg
Thorax : Cor/S1 S2 reguler -Ketoprofen suppositoria
Pulmo/sdv (+/+), st (-/-) (Ketoprofen 100 mg) / 8
Abdomen : Datar, supel, BU (+), terdapar jam
luka operasi tertutup kasa dan perban,
Luka operasi : tertutup kasa, rembesan (-) Banyak minum

7
kering
Extremitas : Oedem
Akral dingin
DC : (+)

A: P4A1 Post Operasi Sectio Caesaria


dengan Tubektomi dengan Histrorafi H-1
8/1/2021 S : pasien mengatakan nyeri bekas jahitan -Infus RL 20 tpm
19.30 operasi sudah berkurang
O: Keadaan umum: Baik, Compos Mentis P.O
Tekanan Darah: 131/81 mmHg Nadi -Cefadroxil (Cefadroxil
: 82x/menit 500mg) 2 x 500 mg
SpO2 : 98% -Ketoprofen suppositoria
Suhu : 36,50C (Ketoprofen 100 mg) / 8
jam
Mata : Conjunctiva anemis (-/-)
Leher : JVP dbn, Pembesaran KGB (-) Banyak minum
Thorax : Cor/S1 S2 reguler
Pulmo/sdv (+/+), st (-/-)
Abdomen : Datar, supel, BU (+), terdapar
luka operasi tertutup kasa dan perban,
Luka operasi : tertutup kasa, rembesan (-)
kering
Extremitas : Oedem
Akral dingin
DC : (+)

A: P4A1 Post Operasi Sectio Caesaria


dengan Tubektomi dengan Histrorafi H-1
9/1/2021 S : pasien mengatakan nyeri bekas jahitan -Infus RL 20 tpm
07.30 operasi sudah berkurang
O: Keadaan umum: Baik, Compos Mentis P.O
Tekanan Darah: 120/81 mmHg Nadi -Cefadroxil (Cefadroxil
: 85x/menit 500mg) 2 x 500 mg
SpO2 : 98% -Ketoprofen suppositoria
Suhu : 36,40C (Ketoprofen 100 mg) / 8
jam
Mata : Conjunctiva anemis (-/-)
Leher : JVP dbn, Pembesaran KGB (-) Banyak minum
Thorax : Cor/S1 S2 reguler
Pulmo/sdv (+/+), st (-/-)
Abdomen : Datar, supel, BU (+), terdapar
luka operasi tertutup kasa dan perban,
Luka operasi : tertutup kasa, rembesan (-)
kering
Extremitas : Oedem
Akral dingin

A: P4A1 Post Operasi Sectio Caesaria


dengan Tubektomi dengan Histrorafi H-2

8
9/1/2021 S : pasien mengatakan nyeri bekas jahitan -Infus RL (20 tpm)
13.30 operasi sudah berkurang
O: Keadaan umum: Baik, Compos Mentis -P.O Cefadroxyl
Tekanan Darah: 120/81 mmHg Nadi (Cefadroxil 500mg)
: 85x/menit 2x500 mg
SpO2 : 98% - P.O Ketoprofen
Suhu : 36,50C (Ketoprofen 50mg)
2x50mg
Mata : Conjunctiva anemis (-/-) -Banyak minum
Leher : JVP dbn, Pembesaran KGB (-)
Thorax : Cor/S1 S2 reguler
Pulmo/sdv (+/+), st (-/-)
Abdomen : Datar, supel, BU (+), terdapar
luka operasi tertutup kasa dan perban.
Luka operasi : tertutup kasa, rembesan (-)
kering
Extremitas : Oedem
Akral dingin

DC : (+) kuning jernih

A: P4A1 Post Operasi Sectio Caesaria


dengan Tubektomi dengan Histrorafi H-2
9/1/2021 S : pasien mengatakan pusing
19.30 O: Keadaan umum: Baik, Compos Mentis Advice dr Agung Budi
Tekanan Darah: 158/97 mmHg Nadi Sp.OG
: 102x/menit -Cek protein urin (hasil :
SpO2 : 94% Trace)
Suhu : 36,60C -Nifedipine 3x10 mg
-Paracetamol 3x500 mg
Mata : Conjunctiva anemis (-/-)
Leher : JVP dbn, Pembesaran KGB (-) -P.O Cefadroxyl
Thorax : Cor/S1 S2 reguler (Cefadroxil 500mg)
Pulmo/sdv (+/+), st (-/-) 2x500 mg
Abdomen : Datar, supel, BU (+), terdapar - P.O Ketoprofen
luka operasi tertutup kasa dan perban. (Ketoprofen 50mg)
Luka operasi : tertutup kasa, rembesan (-) 2x50mg
kering
Extremitas : Oedem -Infus RL (20 tpm)
Akral dingin

DC : (+) kuning jernih

A: P4A1 Post Operasi Sectio Caesaria


dengan Tubektomi dengan Histrorafi H-2
10/1/2021 S : pasien mengatakan masih agak pusing
07.30 tapi bisa tidur nyenyak -P.O Cefadroxil 2x500
O: Keadaan umum: Baik, Compos Mentis mg
Tekanan Darah: 162/74 mmHg Nadi -P.O Ketoprofen 2x500
: 91x/menit mg

9
SpO2 : 96% -P.O Nifedipin 3x10 mg
Suhu : 36,40C -Paracetamol 3x500 mg

Mata : Conjunctiva anemis (-/-) -Infus RL (20 tpm)


Leher : JVP dbn, Pembesaran KGB (-)
Thorax : Cor/S1 S2 reguler -Banyak minum
Pulmo/sdv (+/+), st (-/-)
Abdomen : Datar, supel, BU (+), terdapar
luka operasi tertutup kasa dan perban.
Luka operasi : tertutup kasa, rembesan (-)
kering
Extremitas : Oedem
Akral dingin

DC : (+) kuning jernih


Urin : Protein (Trace)

A: P4A1 Post Operasi Sectio Caesaria


dengan Tubektomi dengan Histrorafi H-3
10/1/2021 S : pasien mengatakan nyeri bekas jahitan Terapi lanjut
13.30 operasi sudah berkurang, pusing sudah
berkurang dan membaik
O: Keadaan umum: Baik, Compos Mentis
Tekanan Darah: 127/83 mmHg Nadi
: 85x/menit
SpO2 : 95%
Suhu : 36,50C

Mata : Conjunctiva anemis (-/-)


Leher : JVP dbn, Pembesaran KGB (-)
Thorax : Cor/S1 S2 reguler
Pulmo/sdv (+/+), st (-/-)
Abdomen : Datar, supel, BU (+), terdapar
luka operasi tertutup kasa dan perban
Luka operasi : tertutup kasa, rembesan (-)
kering
Extremitas : Oedem
Akral dingin

A: P4A1 Post Operasi Sectio Caesaria


dengan Tubektomi dengan Histrorafi H-3
10/1/2021 S : pasien mengatakan nyeri bekas jahitan Terapi lanjut
19.30 operasi sudah berkurang
O: Keadaan umum: Baik, Compos Mentis
Tekanan Darah: 120/81 mmHg Nadi
: 85x/menit
SpO2 : 98%
Suhu : 36,50C

Mata : Conjunctiva anemis (-/-)

10
Leher : JVP dbn, Pembesaran KGB (-)
Thorax : Cor/S1 S2 reguler
Pulmo/sdv (+/+), st (-/-)
Abdomen : Datar, supel, BU (+), terdapar
luka operasi tertutup kasa dan perban
Luka operasi : tertutup kasa, rembesan (-)
kering
Extremitas : Oedem
Akral dingin

A: P4A1 Post Operasi Sectio Caesaria


dengan Tubektomi dengan Histrorafi H-3
11/1/2021 Pasien pulang

11
Riwayat Operasi

a. Ditolong oleh : dr Agung Budi Setiyanto, Sp.OG, M.Kes


- Buka dengan doa
- Tampak VU edema dengan sebagian VU mengalami hematoma (1/3 bagian kanan VU)
- Plika vesikouterina digunting melintang, VU disisihkan ke bawah dan ditahan refraktor
abdomen
- Segmen bawah rahim disayat melintang
- bayi dan plasenta lahir
- Segmen bawah rahim dijahit 2 lapis (dari ujung kanan sampai yang robek ke arah vagina)
- identifikasi uterus lateral, kanan, kiri dan posterior → dinding ± 3 cm intak
- plika vesikouterus dijahit :sterilisasi kroener ke 2 tuba
- rongga abdomen dicuci Nacl 0,9%
- ditutup

12
B. MASALAH YANG DIKAJI
1. Apa yang dimaksud dengan CPD Cephalopelvic Disporpotion) dan Ruptur Uteri ?
2. Bagaimana tatalaksana pada CPD Cephalopelvic Disporpotion) dan Ruptur Uteri?

C. ANALISIS
A.Definisi
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarka ketidaksesuaian antara
kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi
sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi
keduanya.
B. Etiologi
1. Janin yang besar
2. Kelainan posisi dan presentasi
3. Panggul sempit
1. Janin yang Besar

Janin yang besar ialah janin yang beratnya lebih dari 4000 gram. Menurut kepustakaan
lain, anak yang besar dapat menimbulkan kesulitan dalam persalinan jika beratnya lebih
dari 4500 gram.Penyebab anak besar yaitu:
Diabetes mellitus
Herediter
Multiparitas
Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan karena besarnya kepala atau besarnya bahu.
Karena regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar, dapat timbul inersia uteri dan
kemungkinan perdarahan postpartum akibat atonia uteri juga lebih besar.
2. Kelainan Posisi dan Presentasi
Yang termasuk kelainan posisi dan presentasi yaitu :
a.Presentasi muka
Presentasi muka adalah presentasi kepala dengan defleksi maksimal hingga oksiput
mengenai punggung dan muka terarah ke bawah (kaudal terhadap ibu). Presentasi muka
dapat disebabkan:
Panggul sempit
Bayi besar
Multiparitas

13
Lilitan tali pusat di leher
Anencephal
Sedangkan dalam persalinan yaitu dengan pemeriksaan dalam, pada pembukaan yang cukup
besar, akan teraba pinggir orbita, hidung, tulang pipi, mulut, dan dagu.

b. Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah presentasi kepala dengan defleksi yang sedang. Etiologinya hampir
sama dengan presentasi muka. Biasanya merupakan keadaan sementara dan seringberubah
menjadi presentasi muka atau belakang kepala. Presentasi dahi jarang dapat diketahui
dalam kehamilan.
Biasanya presentasi dahi baru didiagnosis saat persalinan yaitu dengan pemeriksaan dalam.
Pada pembukaan yang cukup besar, akan teraba sutura frontalis, ubun-ubun besar,
pinggirorbita, dan pangkal hidung.Pada presentasi dahi yang bersifat sementara, anak dapat
lahir spontan sebagai presentasi belakang kepala atau muka. Jika presentasi dahi menetap,
janin tidak mungkin lahir pervaginam sehingga persalinan diakhiri dengan seksio sesarea,
kecuali bila janin sangat kecil (TBBJ < 1800 gram).

14
Gambar 2.2 Presentasi Dahi
c. Letak Lintang
Pada letak lintang, sumbu panjang anak tegak lurus atau hampir tegak lurus pada sumbu
panjang ibu. Pada letak lintang, bahu menjadi bagian terendah, yang disebut presentasi
bahu, atau presentasi akromion. Jika pungung terdapat di depan
disebut dorso anterior, jika di belakang disebut dorso
posterior.
Penyebab letak lintang ialah:
-Dinding perut yang kendur, seperti pada multiparitas
-Kesempitan panggul
-Plasenta previa
-Prematuritas
-Mioma uteri
-Kehamilan ganda
Pada inspeksi, tampak bahwa perut melebar ke samping dan pada kehamilan cukup
bulan,fundus uteri lebih rendah dari biasanya, hanya beberapa jari di atas pusat.
Pada palpasi, fundus uteri maupun bagian bawah rahim kosong, sedangkan bagian-bagian
besar teraba di samping kiri atau kanan fossa illiaca.
Jika tahanan terbesar ada di sebelah depan, punggung ada di sebelah depan.
Sebaliknya, jika teraba tonjolan-tonjolan, ini disebabkan oleh bagian-bagian kecil sehingga p
unggung terdapat di sebelah belakang.

III.Panggul Sempit
Batasan panggul sempit menurut Pedoman diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi
yaitu setiap kelainan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul, sehingga
dapat menimbulkan distosia pada persalinan.Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari
pemeriksaan umum dan anamnesa,misalnya pada tuberculosis vertebrae,poliomyelitis,dan
kifosis.
Pada wanita dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada kemungkinan memiliki
kapasitas panggul sempit. Namun bukan berarti seorang wanita dengan tinggi badan
normal tidak dapat memiliki panggul sempit.Dari anamnesa persalinan dahulu juga dapat
diperkiraan kapasitas panggul.

Klasifikasi panggul sempit :

15
a.Kesempitan pintu atas panggul
b.Kesempitan bidang tengah
c.Kesempitan pintu bawah panggul

Kriteria diagnosis :
a.Kesempitan pintu atas pangul
Panggul sempit relatif : Jika konjugata vera > 8,5-10 cm
Panggul sempit absolut : Jika konjugata vera < 8,5 cm

b.Kesempitan panggul tengah


Bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah simfisis dan spina os ischii dan
memotong sacrum kira-kira pada pertemuan ruas sacral ke-4 dan ke-5.
Ukuran yang terpenting dari bidang ini ialah:
1.Diameter transversa (diameter antara kedua spina) – 10,5 cm.
2.Diameter anteroposterior dari pinggir bawah simfisis ke pertemuan ruas sakral ke-4 dan
ke-5 – 11,5 cm.
3.Diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antara kedua spina kepertemuan sacral
ke-4 dan ke-5 – 5 cm.
Dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit jika :
1.Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5 cm atau kurang (10,5 cm +
5 cm = 15,5 cm).
2.Diameter antara spina kurang dari 8 cm .

C. Kesempitan panggul bawah


1. Diameter Tuberositas Interskial sebesar 8 cm
atau kurang

MANIFESTASI KLINIK
Pengaruh panggul sempit pada kehamilan :
1.Kepala tidak dapat turun pada bulan terakhir
2.Fundus menonjol ke depan hingga perut menggantung
3.Abdomen pendulum pada primi gravid

16
4.Biasanya anak lebih kecil dari ukuran bayi rata-rata

Gambar 3.1 Abdomen Pendulum dengan Kehamilan.


Pengaruh pada persalinan :
1.Persalinan lebih lama dari biasanya, karena gangguan pembukaan ataupun banyaknya waktu yang
diperlukan untuk moulage kepala anak. Kelainan pembukaan dapat terjadi karena ketuban
belum pecah sebelum waktunya karena bagian depan kurang menutup pintu atas panggul,
selanjutnya setelah ketuban pecah kepala tidak dapat menekan pada serviks karena tertahan
pada pintu atas panggul.
2.Sering terjadi kelainan presentasi atau posisi
3.Ruptur uteri, jika his menjadi telalu kuat dalam usaha mengatasi rintangan
yangditimbulkan panggul sempit.
4.Sebaliknya, jika otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh pangul sempit, dapat
terjadi infeksi intrapartum.
5.Fistel vesikovaginal dan rektovaginal, akibat tekanan lama pada jaringan yang dapat
menimbulkan iskemi yang menyebabkan nekrosis.
Pengaruh pada anak :
1.Kematian perinatal meningkat pada partus yang lama.
2.Prolapsus foeniculi
3.Perdarahan otak karena moulage yang kuat, terutama jika diameter biparietal berkurang
lebih dari 0,5 cm.

Persangkaan panggul sempit – Seseorang harus ingat akan kemungkinan panggul sempit


jika:
a.Pada primipara, kepala anak belum turun setelah minggu ke 36.
b.Pada primipara ada perut menggantung.

17
c.Pada multipara, persalinan yang dulu-dulu sulit.
d.Ada kelainan letak pada hamil tua.
e.Terdapat kelainan bentuk badan ibu (cebol, skoliosis, pincang, dll.)
f.Tanda Osborn positif 

Teknik perasat Osborn:


1.Pasien terlentang, tungkai sedikit fleksi.
2.Kepala janin dipegang oleh tangan kiri pemeriksa.
3.Dua jari lainnya di atas simfisus, permukaan jari berada pada permukaan anterior dari
simfisis.
4.Tentukan derajat tumpang tindih ketika kepala janin ditekan ke bawah dan kebelakang.
Interpretasi perasat Osborn:
-Kepala dapat ditekan ke dalam panggul, tidak terdapat tumpang tindih dari tulangparietal,
berarti CPD (-).
-Kepala dapat ditekan sedikit, terdapat sedikit tumpang tindih dari tulang parietal,sekitar
0,5 cm, berarti CPD sedang. Pemeriksaan dilanjutkan dengan perasat Muller.
-Kepala tidak dapat dimasukkan ke dalam tulang panggul, tulang parietalmenggantung di
atas simfisis dengan dibatasi jari, berarti CPD positif.

Teknik perasat Muller:


1.Pasien terlentang, tungkai sedikit fleksi.
2.Satu tangan memegang kepala dari luar di atas simfisis.
3.Dua jari dari tangan yang lain masuk ke dalam vagina, sampai pintu atas panggul.
4.Tangan luar mendorong kepala anak ke arah simfisis.
Interpretasi perasat Muller:
-Kepala anak teraba oleh kedua jari, berarti CPD (-).
-Kepala anak tidak teraba oleh kedua jari, berarti CPD (+).

Pemeriksaan pada disproporsi kepala panggul :


1. Pelvimetri rontgen,untuk mengukur ukuran panggul
2. Magnetik Resonance Imaging (MRI)
3. Vaginal toucher
4. Tinggi badan ibu < 150 cm

18
PENANGANAN DISPROPORSI KEPALA PANGGUL (CPD)
Penanganan pada disproporsi kepala panggul yaitu :
1. Partus percobaan
Partus percobaan adalah percobaan untuk melakukan persalinan per vaginam pada wanita-
wanita dengan pangul relatif sempit. Partus percobaan hanya dilakukan pada letak belakang
kepala. Partus percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita
mendapat keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung per vaginam atau setelah anak
lahir per vaginam. Partus percobaan dikatakan berhasil jika anak lahir per vaginam secara
spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forceps atau vakum) dan anak serta ibu dalam
keadaan baik. 
Kita hentikan partus percobaan jika:
oPembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannya.
oKeadaaan ibu atau anak menjadi kurang baik.
oAdanya lingkaran retraksi yang patologis.
oSetelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah walaupun his cukup baik dan dilakukan pimpinan
persalinan dengan baik, bagian kepala dengan diameter terbesar dalam 1 jam tetap tidak mau
melewati pintu atas panggul.
oForseps atau vakum gagal.

2.Seksio sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan kehamilan aterm,
atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada kesempitan
panggul ringan apabila ada komplikasi seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang
tak dapat diperbaiki.
Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu)dilakukan karena
persalinan percobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan
selekas mungkin sedangkan syarat persalinan pervaginam belum dipenuhi.
Bila seksio sesarea dilakukan pada saat pembukaan belum lengkap atas indikasi ibu atau anak
yang kurang baik (partus percobaan belum lengkap/gagal),persalinan percobaan yang
dipersingkat dapat dicoba lagi pada persalinan berikutnya.. Dalam hal ini, pimpinan
persalinan berikutnya mengikuti protocol yang berlaku bagi persalinan pada bekas seksio sesarea.

19
Pada kesempitan bidang tengah panggul, dapat timbul gangguan putaran
paksi jika diameter antara kedua spina <9 cm sehingga kadang-kadang diperlukan seksio
sesarea.
Jika persalinan terhenti karena kesempitan bidang tengah panggul, baiknyadipergunakan
ekstraktor vakum karena ekstraksi dengan forceps memperkecilruangan jalan lahir. Upaya ini
dapat digolongkan ekstraksi vakum percobaan, yangberarti tidak bolah dipaksakan.
Pintu bawah panggul dikatakan sempit jika jarak antara tuber os ischii < 8 cm.Jika jarak ini
berkurang, dengan sendirinya arkus pubis meruncing. Oleh karena itu,biasanya arkus pubis
dapat dipergunakan untuk menentukan kesempitan pintu bawah panggul.

PROGNOSIS
Prognosis persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai factor, diantaranya:
1.Bentuk Panggul
2.Ukuran panggul menjadi derajat kesempitan.
3.Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul.
4.Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala.
5.Presentasi dan posisi kepala.
6.His.
Pada panggul sempit absolute, yaitu CV < 8,5 cm, dilakukan seksio sesarea. Berdasarkan
literatur, tidak ada anak yang cukup bulan yang dapat lahir pervaginam dengan selamat jika
CV < 8,5 cm.. Pada kesempitan pintu atas panggul, banyak faktor yang mempengaruhi hasil
persalinan pada panggul dengan CV antara 8,5-10 cm (panggul sempit relatif), antara lain:
-Riwayat persalinan yang lampau
-Besarnya presentasi dan posisi anak 
-Pecahnya ketuban sebelum waktunya memperburuk prognosis
-His
-Lancarnya pembukaan
-Adanya infeksi intrapartum
-Bentuk panggul dan derajat kesempitannya

20
.

RUPTUR UTERI

A. Definisi
Ruptur uteri merupakan peristiwa robeknya uterus. Kejadian ini merupakan hal yang
sangat berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, dan kadang juga terjadi pada
kehamilan tua.

B. Etiologi
Ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah ada sebelumnya,
atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang sebelumnya tanpa
parut.
Faktor predisposisi ruptur uteri lain yang sering dijumpai adalah riwayat manipulasi atau
operasi traumatik, misalnya kuretase, perforasi, dan miomektomi. Stimulasi uterus yang
berlebihan atau tidak tepat dengan oksitosin juga dapat menjadi penyebabnya, meskipun
hal ini sekarang sudah sangat jarang terjadi. . Umumnya, uterus yang sebelumnya tidak
pernah mengalami trauma dan persalinan berlangsung spontan, tidak akan terus
berkontraksi dengan kuat sehingga merusak dirinya sendiri.
C. Klasifikasi
Menurut terjadinya, ruptur uteri dibedakan menjadi 2, yaitu ruptur uteri tanpa jaringan
parut, dan ruptur uteri dengan jaringan parut.
1) Ruptur Uteri Tanpa Jaringan Parut
Ruptur uteri tanpa jaringan parut dibagi menjadi 2, yaitu rupture uteri spontan, dan
ruptur uteri traumatik.
 Ruptur Uteri Spontan
Ruptur uteri spontan ialah ruptur uteri yang terjadi pada uterus yang utuh (tanpa
jaringan parut). Faktor utama yang menjadi penyebab hal ini ialah persalinan yang tidak
maju karena adanya hambatan, misalnya panggul sempit (CPD), hidrosefalus, janin letak
lintang, dan sebagainya. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan segmen bawah uterus makin
lama makin teregang. Ruptur uteri terjadi saat regangan terus bertambah melampaui
kekuatan jaringan miometrium. Faktor predisposisi terjadinya rupture uteri spontan salah
satunya ialah multiparitas. Pada multipara, pada miometriumnya sudah banyak terdapat
jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi kurang, sehingga

21
regangan yang sedikit lebih mudah menimbulkan robekan. Pemberian oksitosin dalam
dosis yang terlampau tinggi, atau atas indikasi yang tidak tepat, juga dapat menyebabkan
ruptur uteri spontan .
 Ruptur Uteri Traumatik
Ruptur uteri traumatik merupakan ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma. Hal ini
dapat terjadi karena pasien jatuh, kecelakaan lalu lintas seperti tabrakan, dan lain
sebagainya. Ruptur uteri traumatik dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan, namun pada
dasarnya ruptur uteri traumatik jarang terjadi karena otot uterus cukup kuat untuk menahan
trauma yang berasal dari luar. Walaupun uterus ternyata sangat tahan terhadap trauma
tumpul, wanita hamil yang mengalami trauma tumpul pada abdomen harus mewaspadai
timbulnya tanda-tanda ruptur uteri. Trauma tumpul lebih besar kemungkinannya
menyebabkan solusio plasenta. Sebaliknya, luka tembus abdomen cenderung mengenai
uterus yang sedang hamil besar. Dahulu, ruptur traumatik sewaktu persalinan sering
disebabkan oleh ekstraksi atau versi poladik interna. Kausa lain ruptur uteri traumatik
adalah persalian dengan forceps yang sulit, ekstraksi bokong, dan pembesaran janin yang
tidak lazim, misalnya pada hidrosefalus. Yang lebih sering terjadi ialah ruptur uteri
violenta. Ruptur uteri violenta biasanya disebabkan oleh karena distosia, karena adanya
regangan segmen bawah uterus dan usaha vagina untuk melahirkan janin,sehingga terjadi
ruptur uteri. Ruptur uteri violenta ini biasanya terjadi pada versi ekstraksi letak lintang
yang dilakukan bertentangan dengan syarat-syarat dilakukannya, tindakan tersebut,
kemudian bisa juga terjadi pada proses embriotomi dan ekstraksi dengan cunam yang sukar
2) Ruptur Uteri dengan Jaringan Parut
Ruptur uteri tipe ini lebih sering terjadi pada bekas parut seksio sesarea. Peristiwa ini
jarang timbul pada uterus yang telah dioperasi untuk mengangkat mioma (miomektomi),
dan lebih jarang lagi pada uterus dengan parut karena kerokan yang terlampau dalam pada
dinding uterus, seperti pada kuretase. Diantara jenis parut bekas seksio sesarea, parut yang
terbentuk post seksio sesarea tipe klasik lebih sering menyebabkan ruptur uteri
dibandingkan bekas parut seksio sesarea tipe profunda. Perbandingan insidensinya ialah
4:1. Hal ini disebabkankan oleh karena luka pada segmen bawah uterus menyerupai daerah
uterus yang lebih tenang, dan dalam masa nifas dapat sembuh dengan baik, sehingga
jaringan parut yang terbentuk setelah masa penyembuhan menjadi lebih kuat dibandingkan
dengan jaringan parut yang terbentuk pada post seksio sesarea tipe klasik. Ruptur uteri
pada parut post seksio sesarea klasik juga lebih sering terjadi pada kehamilan tua, sebelum

22
persalinan dimulai. Sedangkan pada parut post seksio sesarea profunda umumnya terjadi
saat persalinan
Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan menjadi
 Korpus Uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio
sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
 Segmen Bawah Rahim
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah lama
tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri.
 Serviks Uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan ekstraksi,
sedang pembukaan belum lengkap.
 Kolpoporeksis-Kolporeksis
Robekan – robekan di antara serviks dan vagina.

Menurut waktu terjadinya, etiologi ruptur uteri dapat dibagi menjadi 2, yaitu akibat cedera
atau anomali yang terjadi sebelum kehamilan sekarang, dan akibat cedera atau anomali
yang terjadi selama kehamilan sekarang. Penyebab-penyebab tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut ini.

Klasifikasi Kausa Ruptur Uteri

Cedera atau Anomali Uterus yang Terjadi Cedera atau Kelainan Uterus Selama
Sebelum Kehamilan Sekarang Kehamilan Sekarang
1. Pembedahan yang melibatkan 1. Sebelum persalinan
miometrium  Kontraksi persisten, intens,
 Seksio sesarea atau histerektomi spontan
 Riwayat reparasi ruptur uteri  Stimulasi persalinan (oksitosin
sebelumnya atau prostaglandin)
 Insisi miomektomi melalui atau  Instilasi intra-amnion (saline atau
sampai endometrium prostaglandin)
 Reseksi kornu dalam tuba falopii  Perforasi oleh kateter pengukur
interstisial tekanan uterus internal
 Metroplasti  Trauma eksternal (tajam atau
2. Trauma uterus yang terjadi tanpa tumpul)
disengaja  Versi luar
 Abortus dengan instrumentasi  Overdistensi uterus (hidramnion,
(kuret, sondase) gemelli)
 Trauma tajam atau tumpul 2. Selama persalinan
(kecelakaan, pisau, peluru)  Versi interna

23

Ruptur asimtomatik (silent ruptur) Pelahiran dengan bokong yang
pada kehamilan sebelumnya sulit
3. Anomali kongenital  Ekstraksi bokong
 Kehamilan di kornu uterus yang  Anomali janin yang meregangkan
tidak berkembang bagian bawah
 Penekan yang berlebihan pada
uterus selama persalinan
 Pengeluaran plasenta secara
manual yang sulit
3. Didapat
 Plasenta akreta atau perkreta
 Neoplasia trofoblastik gestasional
 Sakulasi uterus retroversi yang
terperangkap

Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan :


 Ruptur Uteri Kompleta
Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrium), sehingga terdapat
hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis.
 Ruptur Uteri Inkompleta
Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek. Perdarahan terjadi subperitoneal
dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum.

Menurut gejala klinis, ruptur uteri dapat dibedakan:


 Ruptur uteri iminens (membakat/mengancam)
Terlebih dahulu dan yang terpenting adalah mengenal betul gejala dari ruptur uteri
mengancam (threatened uterine rupture) sebab dalam hal ini kita dapat bertindak
secepatnya supaya tidak terjadi ruptur uteri yang sebenarnya.
Gejala ruptur uteri iminens/mengancam :
 Dalam anamnesa dikatakan telah ditolong/didorong oleh dukun/bidan, partus
sudah lama berlangsung
 Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut
 Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan
bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
 Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.
 Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu mulut kering,
lidah kering dan haus, badan panas (demam).

24
 His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.
 Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras
terutama sebelah kiri atau keduanya.
 Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR teraba
tipis dan nyeri kalau ditekan.
 Diantara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan melintang yang
bertambah lama bertambah tinggi, menunjukan SBR yang semakin tipis dan
teregang. Sering lengkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang
penuh, untuk itu dilakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan
tipisnya SBR terjadi di dinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa, misalnya
terjadi pada asinklitismus posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang.
 Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang ke
atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada
hematuri.
 Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)
 Pada pemriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti oedem
porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.

Ruptur uteri sebenarnya


Bila ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat akan terjadilah
ruptur uteri sebenarnya.
1.) Anamnesis dan Inspeksi
o Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit
seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar
keringat dingin sampai kolaps.
o Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
o Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
o Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.
o Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-lebih kalau
bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir.
o Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan dibahu.
o Kontraksi uterus biasanya hilang.

25
o Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi kembung dan
meteoristis (paralisis usus)
2.) Palpasi
o Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan.
o Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul.
o Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut, maka teraba
bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan disampingnya kadang-kadang
teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.
o Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.
3.) Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah
ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga perut.
4.) Pemeriksaan Dalam
o Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat
didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak
o Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan
kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus,
omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang didalam kita temukan
dengan jari luar maka terasa seperti dipisahkan oleh bagian yang tipis seklai dari
dinding perut juga dapat diraba fundus uteri.
5.) Kateterisasi
Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.

Penatalaksanaan
Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan
cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang
pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus
diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu,
persalinan harus segera diselesaikan.
Keselamatan wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada
kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu
ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat

26
sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam memulai
pembedahan tidak akan bisa diterima.
Bila keadaan umum penderita mulai membaik, selanjutnya dilakukan laparotomi dengan
tindakan jenis operasi:
 Histerektomi, baik total maupun subtotal.
 Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
 Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.
Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara lain:
 Keadaan umum
 Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta
 Jenis luka robekan
 Tempat luka
 Perdarahan dari luka
 Umur dan jumlah anak hidup

Prognosis
Harapan hidup bagi janin sangat suram. Angka mortalitas yang ditemukan dalam berbagai
penelitian berkisar dari 50 hingga 70 persen. Tetapi jika janin masih hidup pada saat
terjadinya peristiwa tersebut, satu-satunya harapan untuk mempertahankan jiwa janin adalah
dengan persalinan segera, yang paling sering dilakukan lewat laparotomi.

Jika tidak diambil tindakan, kebanyakan wanita akan meninggal karena perdarahan atau m
ungkin pula karena infeksi yang terjadi kemudian, kendati penyembuhan spontan pernah pula
ditemukan pada kasus-kasus yang luar biasa. Diagnosis cepat, tindakan operasi segera, keters
ediaan darah dalam jumlah yang besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan pr
ognosis yang sangat besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yan
g sangat besar bagi wanita dengan ruptura pada uterus yang hamil.

27
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, Gant F.G, et all. William Manual of Obstetrics, 23th Edition Boston,
McGraw Hill, 2010 : 339 - 47.
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kandungan, Edisi IV Cetakan V, Jakarta, Yayasan Bina
Pustaka. 2016 : 522-529
Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2005.

28

Anda mungkin juga menyukai